asuhan keperawatan ruptur uteri
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
RUPTUR UTERI
Di susun Oleh Kelompok 10 :
Nur Hanifah
Rofi Sekar Achida Utama
M.Kholid Ikrimah Sabri
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) SURABAYA
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Misoprostol adalah analog oral prostaglandin E1 sintetik yang saat ini semakin popular digunakan dalam dunia obstetrika. Pemakaian paling banyak adalah untuk induksi persalinan karena kemampuannya dalam pematangan serviks dan memacu kontraksi miometrium juga dalam usaha pencegahan dan pengobatan perdarahan postpartum karena efeknya yang kuat sebagai uterotonika. Selain itu dari segi ekonomi obat ini tergolong murah dan tahan terhadap suhu tropis sehingga dapat bertahan lama. (Siswosudarmo, 2006).
Hiperstimulasi adalah adalah salah satu komplikasi penggunaan misoprostol dalam kehamilan yang dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri merupakan kondisi kegawatdaruratan obstetrik yang membutuhkan penanganan sesegera mungkin oleh karena risiko terjadinya kematian maternal dan perinatal yang tinggi, namun karena tanda dan gejala ruptur uteri yang tidak khas membuat diagnosis ruptur uteri seringkali terlambat sehingga penanganannnya juga terlambat.
Beberapa laporan kasus kejadian ruptur uteri pada wanita hamil yang diinduksi dengan misoprostol telah dilaporkan, namun hingga saat ini belum ada penelitian-penelitian dalam skala besar yang meneliti kejadian ruptur uteri yang berhubungan dengan induksi misoprostol. Hofmeyr dalam cochrane database melakukan review tentang penggunaan misoprostol oral untuk induksi persalinan, namun data kejadian ruptur uteri akibat induksi misoprostol sangat terbatas sehingga sulit menentukan apakah penggunaan misoprostol oral dapat meningkatkan risiko terjadinya ruptur uteri. (Hofmeyr, 2010).Ruptur uteri di negara berkembang masih jauh lebih tinggi di bandingkan dengan di Negara maju. Angka kejadian rupture uteri di Negara maju dilaporkan juga semakin menurun. Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu dari salah satu penelitian di negara maju di laporkan kejadian rupture uteri dari 1 dalam 1.280 persalinan (1931-1950) menjadi 1 dalam 2.250 persalinan (1973-1983). Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi dalam 1 dalam 15.000 persalinan. Dalam masa yang hamper bersamaan angka tersebut untuk berbagai tempat di Indonesia dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93 persalinan.Kedaruratan serius pada rupture uteri terjadi kurang dari 1% wanita dengan parut uterus dan potensial mengancam jiwa baik bagi ibu maupun bayi. Separuh dari semua kasus terjadi pada ibu tanpa jaringan parut uterus, terutama pada ibu multipara.
1.2. Rumusan Masalah1. Bagaimana Asuahan Keperawatan dengan klien Ruptur Uteri ?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui definisi Ruptur Uteri
2. Mengetahui etiologi Ruptur Uteri
3. Mengetahui patofisiologi Ruptur Uteri
4. Mengetahui manifestasi klinis Ruptur Uteri
5. Mengetahui penatalaksanaan Ruptur Uteri
6. Mengetahui komplikasi Ruptur Uteri
7. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan Ruptur Uteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
2.1.1. Pengertian
Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode ante natal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke tiga persalinan(Chapman, 2006;h.288).
Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga peritonium (komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus oleh ligamentum latum (inkomplit) (Cunningham,2005;h.217)
Ruptura uteri adalah terjadinya diskontinuitas pada dinding uterus. Perdarahan yang terjadi dapat keluar melalui vagina atau ke intraabdomen. (Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013)
Ruptur uteri adalah pelepasan insisi yang lama disepanjang uterus dengan robeknya selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubung langsung dengan kavum peritoneum (Cunningham, 1995, P: 470 ).
2.1.2. Klasifikasi
1. Berdasarkan lapisan dinding rahima) Ruptur uteri inkomplit
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi lapisan dimana lapisan serosa atau perimetrium masih utuh.
b) Ruptur uteri komplitKeadaan robekan pada rahim dimana terjadi pada ketiga lapisan dinding rahim dan telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum
2. Berdasarkan penyebab terjadinya a) Ruptur uteri spontan
Keadaan robekan pada rahim karena kekuatan his semata.b) Ruptur uteri violenta
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan ada manipulasi tenaga tambahan lain seperti induksi, atau stimulasi partus dengan oksitosin atau yang sejenis atau dorongan yang kuat pada fundus dalam persalinan.
c) Ruptur uteri traumatikaKeadaan robekan pada rahim yang di sebabkan oleh trauma pada abdomen seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kecelakaan lalu lintas.
2.2. ETIOLOGI
2.2.1. Etiologi
Kematian anak mendekati 100% dan kematian ibu sekitar 30%. Secara teori robekan
rahim dapat dibagi sebagai berikut:
a. Spontan
Karena dinding rahim lemah seperti pada luka seksio sesarea, luka
enukleasi mioma, dan hipoplasia uteri. Mungkin juga karena kuretase,
pelepasan plasenta secara manual dan sepsis pascapersalinan atau pasca
abortus
Dinding rahim baik tetapi robekan terjadi karena bagian depan tidak
maju,misalnya pada panggul sempit atau kelainan letak.
campuran
b. Violent (rudapaksa): karena trauma (kecelakaan) dan pertolongan versi dan
ekstrasi (ekspresi Kristeller)
Secara praktis pembagian robekan rahim adalah sebagai berikut:
a) Robekan spontan pada rahim yang utuh
Terjadi lebih sering pada multipara terutama pada grandemultipara daripada
primipara. Hal ini disebabkan oleh dinding rahim pada multipara sudah lemah.
Ruptur juga lebih sering terjadi pada orang yang berumur. Penyebab yang
penting adalah panggul sempit, letak lintang hidrosefalus, tumor yang
menghalangi jalan lahir dan presentasi atau dahi. Rupture yang spontan
biasanya terjadi pada kala pengeluaran tetapi ada kalanya sudah terjadi pada
kehamilan. Jika rupture terjadi pada kehamilan biasanya terjadi pada korpus
uteri sedangkan jika dalam persalinan terjadi pada segmen bawah rahim.
Ruptur uteri ada 2 macam yaitu rupture uteri complete (jika semua lapisan
dinding rahim sobek) dan rupture uteri incomplete (jika perimetrium masih
utuh)
Sebelum terjadinya rupture biasanya ada tanda-tanda pendahuluan yang
terkenal dengan istilah gejala-gejala ancaman robekan rahim yaitu:
Lingkaran retraksi patologis/ lingkaran Bndle yang tinggi mendekati
pusat dan naik terus
Kontraksi rahim kuat dan terus menerus
Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah juga diluar HIS
Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simfisis)
Ligamentum rotundum tegang juga diluar HIS
Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak
mengalami asfiksia yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang
berlebihan.
Air kencing mengandung darah karena kandung kencing teregang atau
tertekan
Jika keadaan ini berlanjut terjadilah rupture uteri. Gejala-gejala rupture uteri
adalah:
Sewaktu kontraksi yang kuat pasien tiba-tiba merasa nyeri yang
menyayat dibagian bawah
Segmen bawah rahim nyeri sekali pada saat dilakukan palpasi
HIS berhenti/ hilang
Ada perdarahan pervaginam walaupun biasanya tidak banyak
Bagian-bagian anak mudah diraba jika anak masuk ke dalam rongga
perut
Kadang-kadang disamping anak teraba tumor yaitu rahim yang telah
mengecil
Pada pemeriksaan dalam ternyata bagian depan mudah ditolak ke atas
bahkan terkadang tidak teraba lagi karena masuk ke rongga perut
Bunyi jantung anak tidak ada/tidak didengar
Biasanya pasien jatuh dalam syok
Jika sudah lama terjadi seluruh perut nyeri dan kembung
Adanya kencing berdarah
Adapun diagnose banding dari rupture uteri adalah solusio plasenta dan
kehamilan abdominal
a) Robekan violent
Dapat terjadi karena kecelakaan akan tetapi lebih sering disebabkan versi dan
ekstrasi. Kadang-kadang disebabkan oleh dekapitasi versi secara baxton hicks,
ektrasi bokong atau forcep yang sulit. Oleh karena itu sebaiknya setiap versi
dan ekstrasi dan operasi kebidanan lainnya yang sulit dilakukan eksplorasi
kavum uteri.
b) Robekan bekas luka seksio
Rupture uteri karena bekas seksio makin sering terjadi dengan meningkatnya
tindakan SC. Rupture uteri semacam ini lebih sering terjadi pada luka bekas
SC yang klasik dibandingkan dengan luka SC profunda. Rupture uteri ini
sering sukar didiagnosis. Tidak ada gejala-gejala yang khas , mungkin hanya
perdarahan yang lebih dari perdarahan pembukaan atau ada perasaan nyeri
pada daerah bekas luka. (unpad.2003)
2.2.2. Faktor Predisposisi
1. Multiparitas / grandemultipara
2. Pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi persalinan yang tidak tepat
3. Kelainan letak dan implantasi plasenta contoh pada plasenta akreta, plasenta
inkreta/plasenta perkreta.
4. Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikornis
5. Hidramnion
2.3. PATOFISIOLOGI
Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding korpus uteri atau SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah dan ke dalam SBR. SBR menjadi lebih lebar karena dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh kontraksi SAR yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah janin tidak dapat terdorong karena sesuatu sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah mengecil pada saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR ke atas. Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi (physiologic retraction ring) semakin meninggi ke arah pusat melewati batas fisiologi menjadi patologi (pathologic retraction ring) lingkaran patologik ini di sebut lingkaran Bandl (ring van Bandl). SBR terus menerus tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan oleh serviks dan his berlangsung kuat terus menerus tetapi bagin terbawah janin tidak kunjung turun ke bawah melalui jalan lahir, lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi dan SBR semakin tertarik ke atas sembari dindingnya sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini menandakan telah terjadi ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his berikut berlangsung dinding SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah perdarahan. Jumlah perdarahan tergantung pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus.
Ketika terjadi robekan, pasien merasa amat nyeri seperti teriris sembilu dalam perutnya, dan his yang terakhir itu sekaligus mendorong tubuh janin. Apabila robekannya cukup luas, tubuh janin sebagian atau seluruhnya terdorong ke luar rongga rahim dan masuk ke rongga peritoneum. Melalui robekan tersebut, usus dan omentum terkadang masuk ke dalamnya sehingga bisa mencapai vagina dan bisa diraba pada waktu periksa dalam.
Ruptura uteri yang tidak sampai ikut merobek perimetrium terjadi pada bagian rahim yang longgar hubungannya dengan peritoneum yaitu pada bagian samping dan dekat kandung kemih. Di sini dinding serviks yang meregang karena ikut tertarik kadang-kadang bisa ikut robek. Robekan pada bagian samping bisa sampai melukai pembuluh-pembuluh darah besar yang terdapat di dalam ligamentum latum. Jika robekan terjadi pada bagian dasar ligamnetum latum, arteria rahim atau cabang-cabangnya bisa terluka disertai perdarahan yang banyak dan di dalam parametrium di pihak yang robek, akan terbentuk hematoma yang besar dan menimbulkan syok yang sering kali fatal. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran Bandl. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat 2-3 jari di atas simphysis, Bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya rahim uteri mengancam.
Ruptur uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus. Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah dimengerti karena adanya lokus minoris resistans.
2.4. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala mengancam1) Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl yang tinggi, mendekati pusat dan
naik uterus.2) Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus.3) Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah, juga di luar his.4) Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simpisis).5) Ligamentum rotundum tegang, juga di luar his.6) Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami
hipoksia, yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.7) Air kencing mengandung darah (karena kandung kencing teregang atau
tertekan).
2. Tanda dan gejala lanjutan1) Menurut (Varney,2001;h.243-244)
Dapat terjadi dramatis atau tenang.1. Dramatis
1) Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.2) Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.3) Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi).4) Tanda dan gejala syok : denyut nadi meningkat (cepat dan terus menerus):
tekanan darah menurun : pucat, dingin,kulit berkeringat,gelisah, atau adanya perasaaan bahwa akan segera menjelang ajal atau meninggal, sesak (napas pendek), ketidakberdayaan, dan gangguan penglihatan
5) Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu.6) Bagian presentasi dapat di gerakkan di atas rongga panggul7) Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada
gerakan dan Denyut Jantung Janin sama sekali tidak terdengar atau masih dapat di dengar.
8) Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat di rasakan di samping janin(janin seperti berada diluar uterus).
2. Tenang1) Kemungkinan menjadi muntah.2) Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen.3) Nyeri berat pada suprapubis.4) Kontraksi uterus hipotonik.5) Perkembangan persalinan menurun.6) Perasaan ingin pingsan.7) Hematuri (kadang-kadang)
8) Perdarahan pervagina (kadang-kadang)9) Tanda-tanda syok progresif di temukan dalam hilangnya darah disertai denyut
nadi yang cepat dan pucat.10) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik;atau kontraksi
tidak dapat dirasakan.11) DJJ mungkin akan hilang.
3. Menurut (Chapman,2006;h.290)1) Nyeri
a) Nyeri uterus atau jaringan parut mendadakb) Perasaan “ingin melahirkan” c) Nyeri abdomen bagian bawah bisa muncul bersama kontraksi, atau nyeri
konstan yang tidak hilang.d) Ibu merasa bahwa uterusnya sangat nyeri saat di sentuh atau di raba.
2) Kontraksi uterusa) Uterus solid atau tonikb) Kontraksi dapat berkurang atau bahkan berhenti.
3) Denyut Jantung Janina) Perubahan Denyut Jantung Janin abnormal dapat terjadi seperti deselarasi
memanjang atau variable yang biasanya memburuk menjadi bradikardia serius.
4) SyokDapat terjadi perubahan tanda vitala. Takikardiab. Tekanan darah rendahc. Sesak napas, respirasi, > 24x/menitd. Kemungkinan ibu :
Tampak dingin dan lembap Tampak gelisah,agitasi, atau menarik diri. Berkata bahwa ia takut dan ada sesuatu yang tidak beres Muntah. Perdarahan
Perdarahan kadang keluar dari vagina sebagai cairan amnion bercampur darah atau perdarahan segar.
Kadang seperti setelah bayi lahir, fundus uteri segera meninggi karena terisi darah.
2.5. WOC
SPONTAN
Dinding Rahim lemah, luka seksio, luka enoklean
mioma, hypoplasia uteri, kuretase, pelepasan plasenta secara manual, sepsis pasca persalinan / pasca abortus
VIOLENT
Trauma, pertolongan versi dan ekstrasi
His korpus uteri berkontraksiDinding korpus uteri menebal dan volume korpus uteri lebih kecil
Tubuh janin menempati korpus uteri terdorongnya ke bawah dan kedalam SBR
SBR lebih Lebar
Dinding SBR menipis karena tertarik keatas oleh kontraksi SAR kuat
Lingkaran retralgi fisiologis meninggi kea rah pusat melewati fisiologis menjadi patofisiolis
Lingkaran bundleSBR tertarik dan His berlangsung kuat terus-menerus
Tertahan di serviks dan His berlangsung kuat terus menerus
Bagian bawah janin tidak kunjung turun kebah melalui jalan lahir
Lingkar retraksi semakin meninggi
Robek pada SBR
Ruptur Uteri
Perdarahan
B1
B2
B3
B4
B5
Perdarahan Pervagina
Perdarahan
Darah ke
perifer
Kebutuhan O2
Sesak / Takipnea
MK: Pola Nafas tidak
Efektif
Darah ke
perifer
Kehilangan banyak cairan
TD menurun
MK: Syok Hipovolemik
Darah ke otak menurun
Hipoksia
Anemis
Pusing , lemas,
MK : Nyeri Akut
Ada dorongan dari bayi
Panggul ibu sempit
Kandung kemih tertekan dan meregang
Robekan kecil pada kandung
kemih
Urine mengandung
darah
Kontraksi uterus
meningkat
Nyeri Abdomen
MK: Nyeri Akut
Tubuh janin terdorong
Robekannya meluas
Tubuh janin terdorong ke rongga rahim
PK : Ulserasi kandung
kemih
MK : Ansietas
MK:
Resiko Infeksi
B6
Mencapai vagina
Usus dan omentum masuk
ke dalam peritoneum
Masuk ke rongga
peritoneum
Nyeri menjalar ke ekstrimitas bawah
Nyeri abdomen
Kontraksi Uterus
Ibu malas mandi, dll
MK : Defisit Perawatan Diri
2.6. PENATALAKSANAAN
2.6.1. Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika, antibiotika,dll. Bila keadaan umum mulai membaik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi :
1. Histerektomi, baik total maupun subtotal. Histerektomi total dilakukan khususnya bila garis robekan longitudinal. Tindakan histerektomi lebih menguntungkan dari penjahitan laserasi.
2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.3. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktro antar lain:- Keadaan umum penderita (syok dan sangat anemis).- Jenis ruptur, inkompleta, atau kompleta.- Jenis luka robekan.- Tempat luka apakah pada serviks, korpus atau segmen bawah rahim.- Perdarahn dari luka sedikit atau banyak.- Umur dan jumlah anak yang hidup.- Kemampuan dan keterampilan penolong.
2.6.2. Berikut langkah- langkah perbaikan robekan dinding uterus Kaji ulang indikasi. Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan dan pasang infus. Berikan antibiotika dosis tunggal:
Ampisilin 2 g IV ATAU sefazolin 2 g IV
Buka perut: Lakukan insisi vertikal pada linea alba dari umbilikus sampai pubis. Lakukan insisi vertikal 2-3 cm pada fasia, lanjutkan insisi ke atas dan ke
bawah dengan gunting. Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri dan kanan dengan tangan atau
gunting. Buka peritoneum dekat umbilikus dengan tangan. Jaga agar jangan
melukai kandung kemih. Periksa rongga abdomen dan robekan uterus dan keluarkan darah beku. Pasang retraktor kandung kemih.
Lahirkan bayi dan plasenta. Berikan oksitosin 10 unit dalam 500 mL NaCl/Ringer laktat dimulai dari 60 tetes/menit sampai uterus berkontraksi, lalu diturunkan menjadi 20
tetes/menit setelah kontraksi uterus membaik. Angkat uterus untuk melihat seluruh luka uterus. Periksa bagian depan dan belakang uterus.
Klem perdarahan dengan forsep cincin. Pisahkan kandung kemih dari segmen bawah rahim uterus secara tumpul atau
tajam. Lakukan penjahitan robekan uterus.
A. Robekan Mencapai Serviks dan Vaginaa) Jika ada robekan ke serviks dan vagina, dorong vesika urinaria ke bawah, 2
cm lateral dari robekan.b) Jika mungkin buatlah jahitan 1 cm di bawah robekan serviks.
B. Robekan Ke Lateral Mencapai Vasa Uterina a) Buatlah jahitan hemostasis.b) Identifikasi ureter sebelum menjahit.
C. Robekan dengan Hematoma pada Ligamentum Kardinal1) Buatlah hemostasis (jahit dan jepit).2) Buka lembar depan ligamentum kardinal.3) Berikan drain karet jika perlu.4) Buat jahitan hemostasis pada arteri uterina.5) Jahit luka secara jelujur dengan catgut kromik nomor 0. Jika perdarahan
a. masih terus berlangsung atau robekan pada insisi terdahulu, lakukanb. jahitan lapis kedua.c. PERHATIKAN: Ureter harus dapat diidentifikasi agar tindakan tidak
melukai ureter.6) Jika ibu menginginkan sterilisasi tuba, lakukan pada saat operasi ini7) Jika luka terlalu luas dan sulit diperbaiki, lakukan histerektomi.8) Kontrol perdarahan dengan klem arteri dan ikat. Jika perdarahan dalam, ikat
secara angka 8.9) Pasang drain abdomen.10) Yakinkan tidak ada perdarahan. Keluarkan darah beku dengan kasa
bertangkai.11) Periksa laserasi kandung kemih. Lakukan reparasi jika ada laserasi.12) Tutup fasia dengan jahitan jelujur dengan catgut kromik 0 atau poliglikolik.
Plika dan peritoneum tidak perlu ditutup.13) Jika ada tanda-tanda infeksi, letakkan kain kasa pada subkutan dan jahit
dengan benang catgut secara longgar. Kulit dijahit setelah infeksi hilang.14) Jika tidak ada tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras15) vertikal memakai nilon 3-0 atau sutera.16) Tutup luka dengan pembalut steril.17) Untuk menjahit luka kandung kemih, klem kedua ujung luka dan rentangkan.
Periksa sampai di mana robekan/luka kandung kemih.18) Tentukan apakah luka dekat trigonum (daerah uretra atau ureter).19) Bebaskan kandung kemih dari segmen bawah rahim secara tajam atau tumpul.20) Bebaskan 2 cm sekeliling luka kandung kemih.21) Lakukan penjahitan dengan catgut kromik 3-0 sebanyak 2 lapis:
Lapisan pertama menjahit mukosa dan otot Lapisan kedua menutupi lapisan pertama dengan luka melipat ke dalam
Yakinkan jahitan tidak mengenai daerah trigonum22) Tes kemungkinan bocor:
Isikan kandung kemih dengan larutan garam atau air yang steril melalui kateter
Jika bocor buka jahitan dan jahit kembali, kemudian tes ulang23) Jika ada kemungkinan luka pada uretra atau ureter, konsultasikan pasien untuk
pemeriksaan pielogram24) Pasang kateter selama 7 hari sampai urin jernih 25) Selama ibu dirawat, jika ada tanda-tanda infeksi atau demam, berikan
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam selama 48 jam: Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam DAN Gentamisin IV 5 g/kgBB setiap 8 jam DAN Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
26) Berikan analgetika yang cukup27) Jika tidak ada tanda infeksi, cabut drain setelah 48 jam28) JIka tidak dilakukan tubektomi pada reparasi uterus, berikan kontrasepsi lain
(Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013)
2.7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laparoscopy : untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan bentuk panggul / pelvis.
2) Pemeriksaan laboratorium.3) hapusan darah : HB dan hematokrit untuk mengetahui batas darah HB dan
nilai hematikrit untuk menjelaskan banyaknya kehilangan darah. HB < 7 g/dl atau hematokrit < 20% dinyatakan anemia berat.
4) SDM : untuk mengidentifikasikan tipe anemia.5) Urinalisis : hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.6) Tes prenatal : untuk memastikan polihidramnion dan janin besar.
CATATAN: Perhatikan kondisi pasien selama tindakan dan pasca persalinan. Lakukan konseling pasca tindakan mengenai besarnya robekan pada uterus dan rencana kehamilan berikutnya
Komplikasi yang dapat timbul adalah :• Cidera pembuluh darah• Cidera ureter atau kandung kemih
2.8. KOMPLIKASI
1. Gawat janin2. Syok hipovolemik
Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan tranfusi darah.
3. SepsisInfeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.
4. Kecacatan dan morbiditas.a) Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak
hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.b) Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan
komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.
BAB III
STUDY KASUS
Seorang wanita Ny. Y berusia 27 tahun dengan gravida 3, para 2, dirawat di rumah sakit Ethiopia karena nyeri perut berat selama persalinannya, dengan penghentian kontraksi.
Kondisi kesehatan pasien baik. Pasien juga menerima perawatan kehamilan normal (4 kali kunjungan) disebuah pusat kesehatan didekat rumah sakit ini selama kehamilan, yang dimulai pada usia 20 minggu kehamilan. Dia memiliki riwayat kelahiran pervaginam 5 tahun yang lalu dengan bobot badan lahir bayi sebesar 2800 gram, dan 3 tahun yang lalu pasien ini mengalami persalinan dengan bayi meninggal dunia, penyebab kematian bayi dan berat lahir bayi tidak diketahui, otopsi tidak dilakukan. Ultrasonografi (USG) selama kehamilan ini belum dilakukan. Semua kehamilan berasal dari ayah yang sama. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit atau prosedur pembedahan. Pasien juga tidak melakukan sirkumsisi. Pasien tinggal didaerah pedesaan terpencil di Ethiopia Utara dan tinggal bersama suami dan anak-anaknya.
Pada beberapa hari sebelum masuk di rumah sakit, diusia kehamilan yang telah mencukupi untuk melahirkan, persalinan spontan dimulai dirumahnya dengan dibantu oleh seorang dukun beranak. Sekitar 24 jam sebelum masuk rumah sakit, dia mulai aktif mendorong/mengedan. Sekitar 3 jam sebelum masuk rumah sakit terjadi perdarahan pervagina secara tiba-tiba yang disertai nyeri yang parah dan diikuti dengan penghentian kontraksi yang progresif. Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit dengan hanya ditemani suaminya Tn. X ,30 tahun dan bekerja sebagai karyawan swasta , setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam. Pasien dibawa ke rumah sakit Ayder, sebuah rumah sakit pendidikan untuk College of Health Sciences at Mekelle University in Mekelle, Ethiopia.
Pada pemeriksaan awal, pasien dinyatakan sadar dengan kondisi pucat dan lemah. Tekanan darah 60/30 mm Hg dengan denyut nadi 112 denyut permenit dan lemah, RR 28x/Menit dengan irama cepat. Membran mukosa kering dan konjungtiva putih. Perut buncit tidak teratur. Pada bagian perut yang teraba adanya janin, bunyi jantung janin tidak terdengar, ada pergeseran perut kusam, dan adanya sensasi perut. Hematokrit 12%. Cairan infus diserap dengan cepat. Setelah 30 menit kedatangan pasien dilakukan sebuah prosedur.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1. Pengkajian
4.1.1. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur : 27 Tahun
Alamat: Ethiopia
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
Agama: -
Identitas Suami Pasien
Nama : Tn. X
Umur : 30 Tahun
Alamat: Ethiopia
Pekerjaan: Karyawan Swasta
Agama: -
4.1.2. Riwayat kesehatan
Riwayat Penyakit Sekarang
Sekitar 3 jam sebelum masuk rumah sakit terjadi perdarahan pervagina secara tiba-tiba yang disertai nyeri yang parah dan diikuti dengan penghentian kontraksi yang progresif
Riwayat Penyakit dahulu
Kondisi kesehatan pasien baik. Pasien juga menerima perawatan kehamilan normal (4 kali kunjungan) disebuah pusat kesehatan didekat rumah sakit ini selama kehamilan, yang dimulai pada usia 20 minggu kehamilan. Dia memiliki riwayat kelahiran pervaginam 5 tahun yang lalu dengan bobot badan lahir bayi sebesar 2800 gram, dan 3 tahun yang lalu pasien ini mengalami persalinan dengan bayi meninggal dunia, penyebab kematian bayi dan berat lahir bayi tidak diketahui, otopsi tidak dilakukan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien dan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit atau prosedur pembedahan.
4.2. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DO: Adanya perdarahan Pervagina dan Anemis
DS: Pasien mengatakan banyak keluar darah secara tiba-tiba yang disertai nyeri yang parah dan diikuti dengan penghentian kontraksi yang progresif
Perdarahan
Darah ke perifer
TD
Syok Hipovolemik
DO: Pasien terlihat lemas dan pucat
DS: Pasien merasa lemas
Perdarahan
Darh ke otak
Hipoksia
Anemis
Nyeri Akut
Lemas, pucat
DO: Adanya tanda rupture uteri yaitu : Perut buncit tidak teratur, pada bagian perut yang teraba adanya janin, bunyi jantung janin tidak terdengar, ada pergeseran perut kusam, dan adanya sensasi perut
DS: Pasien mengatakan nyeri perut berat selama persalinannya
Bayi terdorong ke rahim
Robekannya meluas
Kontraksi
Nyeri Abdomen
Nyeri akut
DO: Pernafasan pasien tampak dangkal dan cepatRR : 28×menit)DS: Pasien mengeluh sesak
Perdarahan
Darah ke perifer
Kebutuhan O2
Jantung bekerja keras
Takikardi
Sesak / Takipnea
Pola Nafas tidak Efektif
4.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik :a. Observasi
Keadaan umum : lemahKesadaran : menurunTD : 60/30 mmHgNadi : 112 x/menitRR : 28x/menit cepat dan dangkalCRT : >2 detik, anemis
b. Kepala dan leherRambut : tidak rontok, kulit kepala bersih tidak ada ketombe.Mata : konjungtiva anemis sklera putih; pupil midriasis; cowongWajah : pucatDada : pergerakan seimbangpayudara : konsistensi normal; hiperpigmentasi areola mamae terlihat; puting menonjol;
simetrisc. Abdomen :
1. Perut buncit tidak teratur. Pada bagian perut yang teraba adanya janin, bunyi jantung janin tidak terdengar, ada pergeseran perut kusam, dan adanya sensasi perut.
2. perdarahan pervagina secara tiba-tiba yang disertai nyeri yang parah dan diikuti dengan penghentian kontraksi yang progresif.
d. Genitalia : perdarahan pervagina secara tiba-tiba e. Ekstremitas : Edema (-), varises (-)
Pemeriksaan diagnsotikGol darah O rhesus (+)HB: 11,5 (12-16 gr/dl )Hematokrit: 12 % (Perempuan : 37-43 %)
Pemeriksaan ROS (Review of System) : B1 (Breath)
Inspeksi
Pada pemeriksaan awal, pasien dinyatakan sadar dengan kondisi pucat dan lemah. Tekanan darah 60/30 mm Hg dengan pernapasan 28x/menit dangkal dan cepat , membran mukosa kering dan konjungtiva putih, perut buncit tidak teratur.
Palpasi
Nadi: 112 x/menit dan lemah
Pada bagian perut yang teraba adanya janin Auskultasi
bunyi jantung janin tidak terdengar
B2 (Blood)
Pada pemeriksaan Palpasi nadi pasien: 112 x/menit dan lemah, dan pada pemeriksaan lab darah pasien dinyatakan Hematokrit 12% dan pasien mengalami Anemia.
B3 (Brain)
Pasien mengalami perdarahan hebat yang mengakibatkan darah menuju otak menurun sehingga beresiko anemis dan pasien mengalami Nyeri kepala Akut.
B4 (Bladder)
Air kencing mengandung darah (karena kandung kencing teregang atau tertekan).
B5 (Bowel)
Pada Pemeriksaan abdomen : Perut buncit tidak teratur, pada bagian perut yang teraba adanya janin, bunyi jantung janin tidak terdengar, ada pergeseran perut kusam, dan adanya sensasi perut.
Selain itu pasien juga mengalami perdarahan pervagina secara tiba-tiba yang disertai nyeri yang parah dan diikuti dengan penghentian kontraksi yang progresif.
B6 (Bone)
Ekstremitas atas dan bawaha. Ujung-ujung ekstremitas teraba dingin karena perdarahan akibat rupture uterib. Tidak ada oedema.c. Refleks patella tidak di lakukan.
4.4. Diagnosa Keperawatan
Syok Hipovolemik b.d Perdarahan pervagina
Nyeri akut b.d Pusing dan Lemas, nyeri abdomen
Pola nafas Tidak efektif b.d sesak
Resiko infeksi b.d Robekan Kecil pada Kandung Kemih
Ansietas b.d Urine bercampur darah
4.5. Intervensi
1. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahanTujuan: Dalam waktu 1×24 jam volume cairan seimbangKriteria hasil:a. CRT <2 detikb. Hb normal (12-14g/dl)c. TTV normal (T: 120/80 mmHg, RR: 20x/menit, S: 37,5 C, Nadi : 80-100 x/memit)
No Intervensi Rasional1. Kolaborasi pemberian transfusi
darah.Mengganti volume cairan tubuh yang hilang.
2. Pantau intake dan output Dengan mengetahui intake dan output cairan diketahui keseimbangan cairan dalam tubuh
3. Setelah 24 jam anjurkan untuk minum tiap jam
Minum yang sering dapat menambah pemasukan cairan melalui oral.
3. Kolaborasi pemberian cairan infuse
pemberian cairan infus dapat mengganti jumlah cairan elektrolit yang terbuang, sehingga dapat mencegah keadaan yang lebih buruk pada ibu.
4. Pantau TTV serta tanda-tanda dehidrasi
tekanan darah turun, suhu meningkat, dan nadi meningkat merupakan tanda-tanda dehidrasi dan hipovolemia. Dan dengan mengobservasi tanda-tanda kekurangan cairan dapat diketahui sejauh mana kekurangan cairan pada ibu.
2. Nyeri akut b.d Pusing dan Lemas, nyeri abdomen
Tujuan: Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi/ nyeri berkurang setelah 1x24 jam
Kriteria hasil:a. Skala nyeri (0-3) dari (1-10)b. TTV normal (T: 120/80 mmHg,RR : 20x/menit, S : 37.5 C, Nadi 80-100 x/menit)c. Klien tampak rileksd. Kemajuan persalinan baik
No Intervensi Rasional1. Tentukan sifat, lokasi dan durasi
nyeri, kaji kontraksi uterus, hemoragic dan nyeri tekan abdomen
Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan
2. Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam
perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri
3. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit merasa lebih nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
4. Rasional Beri posisi yang nyaman posisi yang nyaman dapat menghindari penekanan pada area yang nyeri.Kolaborasi pemberian analgetik
5. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas (relaksasi) untuk mengalihkan nyeri
Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa nyeri.
6. Kuatkan dukungan sosial/ dukungan keluarga.
Dengan kehadiran keluarga akan membuat klien nyaman, dan dapat mengurangi tingkat kecemasan dalam melewati persalinan, klien merasa diperhatikan dan perhatian terhadap nyeri akan terhindari
7. Kolaborasi pemberian narkotik, sedative, analgesik sesuai instruksi dokter
Pemberian narkotik, sedative, analgesik dapat mengurangi nyeri hebat.
3. Pola nafas Tidak efektif b.d sesak
Tujuan : Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventiklator mekanis
Kriteria Hasil : Tingkat suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah pasien dalam rentang normal
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau adanya pucat dan sianosis Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk memastikan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas yang adekuat
2. Kaji kebutuhan insersi jalan nafas Memantau status pernapasan3. Observasi dan dekomentasikan ekspansi
dada bilateral pada pasien yang terpasang ventilator
Memelihara serta mencegah komplikasi yang berhubungan dengan penggunaannya
4. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan
Memfasilitasi kepatenan jalan napas
5. Berikan obat (misal : bronkodilator) sesuai dengan program dan protokol
Mengatasi kesulitan bernafas dan meningkatkan aliran udara
6. Tenangkan pasien selama periode gawat napas
Merelaksasi dan menenangkan pasien
7. Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode gawat napas
Merelaksasi dan menenangkan pasien serta memperlambat frekuensi pernapasan
8. Atur posisi pasien semifowler Mengoptimalkan pernafasan pasien
4. Resiko infeksi b.d Robekan Kecil pada Kandung Kemih
Tujuan : Melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan pemantauan
Kriteria Hasil : Penyembuhan luka : Tingkat regenerasi sel dan jaringan setelah penutupan luka secara sengaja
No Intervensi Rasional1. Pantau tanda dan gejala
infeksi (misalnya: suhu tubuh, denyut jantung, drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, dan malaise)
Mengidentifikasi adanya infeksi
2. Instruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh dari infeksi (misalnya, mencuci tangan)
Mencegah infeksi pada pasien yang beresiko
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengapa sakit dan terapi
Membantu pasien dan keluarga untuk memahami segala sesuatu yang dapat
meningkatkan risiko terhadap infeksi
meningkatkan risiko terhadap infeksi
4. Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan ruang pasien
Menimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius
5. Berikan antibiotic bila di perlukan Menimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius
6. Batasi jumlah pengunjung Menimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius
5. Ansietas b.d Urine bercampur darah
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.Kriteria Hasil : Pasien dapat mengatasi rasa cemasnya
No Intervensi Rasional1. Kaji respon psikologis klien
terhadap perdarahan paska persalinan
Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
Memberikan dukungan emosi
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidakdiketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.
BAB IIIPENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga peritonium (komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus oleh ligamentum latum (inkomplit) (Cunningham,2005;h.217)
Faktor Predisposisi lainnya yang dapat mengakibatkan Rupture Uteri yaitu : Multiparitas / grandemultipara, Pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi persalinan yang tidak tepat , Kelainan letak dan implantasi, plasenta contoh pada plasenta akreta, plasenta inkreta/plasenta perkreta, Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikornis, Hidramnion.
3.2. Saran
Pada penanganan Ruptur uteri tersebut di harapkan terutama dalam pencegahan
terhadap infeksi . Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas.
Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor, tanyakan saat terakhir
mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan perlindungan
terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 ml IM .
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham , Gary et.all, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta.
2. Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi 1. WHO, 2013
3. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : ECG, 2006
4. Wilkinson, Judith M. And R. Ahern, Nancy. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan NANDA. Edisi 9. Jakarta : ECG, 2011
5. Varney, Helen dkk. 2001. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC