asuransi syari'ah

23
Deskripsi Obyek Kapita Selekta Asuransi Syariah: Tela’ah Umum Tentang Asuransi Syariah di Indonesia 1 A. Pendahuluan Awalnya, wacana tentang asuransi syariah termasuk dalam hukum Islam kontemporer. Pada zaman awal Islam, yaitu pada zaman Nabi Muhammad Saw dan periode Islam berikutnya, belum di kenal institusi keuangan asuransi. Tidak ada nash al-Qur’an atau Hadits Nabi yang menjelaskan tentang teori dan praktek operasional asuransi yang difahami seperti saat ini. Secara historis pembahasan tentang asuransi baru muncul pada abad 18, yaitu pada masa hidupnya Ibnu Abidin (1784-1836), seorang ulama ahli fiqh dari kalangan Madzhab Hanafiah, yang memberi tanggapan praktek asuransi pada kitabnya Raddul Mukhtar, pada Bab al-musta’min (pihak yang meminta jaminan). Sebagai bagian dari masalah fiqh kontemporer, wacana tentang asuransi syariah memungkinkan untuk dikaji secara ijtihadiy. Di kalangan ulama kontem-porer, di antaranya Mustafa Ahmad Zarqa, termasuk salah satu ulama yang bisa menerima praktek asuransi dengan catatan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam. Dalam hal ini, asuransi dapat diterima dan 1 Dr. Ir. Muhamad Nadratuzzaman Hosen, MS, M.Ec, AM Hasan Ali, MA, Makalah disampaikan dalam acara Seminar dan Lokakarya Mencari Format Ideal Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diselenggarakan oleh Tim Penyusun Kompilasi Ekonomi Syariah Mahkamah Agung RI pada tanggal 20 November 2006 di Hotel Grand Alia Cikini.

Upload: sunkan-joel

Post on 03-Aug-2015

73 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuransi Syari'Ah

Deskripsi Obyek

Kapita Selekta Asuransi Syariah:

Tela’ah Umum Tentang Asuransi Syariah di Indonesia1

A. Pendahuluan

Awalnya, wacana tentang asuransi syariah termasuk dalam hukum Islam

kontemporer. Pada zaman awal Islam, yaitu pada zaman Nabi Muhammad Saw dan

periode Islam berikutnya, belum di kenal institusi keuangan asuransi. Tidak ada nash

al-Qur’an atau Hadits Nabi yang menjelaskan tentang teori dan praktek operasional

asuransi yang difahami seperti saat ini. Secara historis pembahasan tentang asuransi

baru muncul pada abad 18, yaitu pada masa hidupnya Ibnu Abidin (1784-1836),

seorang ulama ahli fiqh dari kalangan Madzhab Hanafiah, yang memberi tanggapan

praktek asuransi pada kitabnya Raddul Mukhtar, pada Bab al-musta’min (pihak yang

meminta jaminan).

Sebagai bagian dari masalah fiqh kontemporer, wacana tentang asuransi syariah

memungkinkan untuk dikaji secara ijtihadiy. Di kalangan ulama kontem-porer, di

antaranya Mustafa Ahmad Zarqa, termasuk salah satu ulama yang bisa menerima

praktek asuransi dengan catatan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam

ajaran Islam. Dalam hal ini, asuransi dapat diterima dan dijalankan setelah melalui

penyesuaian-penyesuaian melalui proses “islamisasi”. Praktek yang tidak sesuai

dengan Islam dikeluarkan dalam operasional kegiatan asuransi, seperti praktek riba

(bunga), maisir dan gharar.

Penerimaan praktek asuransi di kalangan ulama dapat melalui institusi ijma’

jama’i (kesepakatan bersama), seperti lembaga fatwa yang ada dalam Majelis Ulama

Indonesia (MUI) atau lembaga bahtsul masa’il di NU dan Majelis Tarjih

Muhammadiyah. Pada tahun 2001, MUI melalui Dewan Syariah Nasional (DSN),

telah mengeluarkan fatwa tentang pedoman umum asuransi syariah sebagai panduan

awal operasional industri asuransi syariah di Indonesia. Tujuan adanya fatwa ini

sebagai panduan awal operasional asuransi syariah di Indonesia.

1 Dr. Ir. Muhamad Nadratuzzaman Hosen, MS, M.Ec, AM Hasan Ali, MA, Makalah disampaikan dalam acara Seminar dan Lokakarya Mencari Format Ideal Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diselenggarakan oleh Tim Penyusun Kompilasi Ekonomi Syariah Mahkamah Agung RI pada tanggal 20 November 2006 di Hotel Grand Alia Cikini.

Page 2: Asuransi Syari'Ah

Pada tahap berikutnya, fatwa tentang asuransi syariah yang dikeluarkan oleh

DSN-MUI dapat dijadikan bahan materi dalam proses positivisasi hukum ekonomi

syariah yang sedang dikerjakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Mahkamah Agung RI.

Di sisi lain, perlu mendapat perhatian dalam masalah asuransi syariah adalah

sistem operasional dan akad yang digunakan dalam kegiatan asuransi syariah. Pada

masalah akad banyak ditemukan dalam operasional asuransi syariah yang tidak

didasarkan pada satu akad saja, tetapi lebih banyak menggunakan gabungan dari

beberapa akad. Contohnya, produk asuransi syariah yang memakai dua rekening,

rekening saving dan rekening non saving (tabarru’), mendasarkan akadnya pada akad

tabarru’ dan akad tijarah.

B. Definisi Asuransi Syariah

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia

telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

dengan padanan kata “pertanggungan”. Echols dan Shadilly memaknai kata insurance

dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan

istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).

Dalam bahasa Arab istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang

secara bahasa berarti tuma’ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya jiwa dan

hilangnya rasanya takut. Maksudnya, orang yang ikut dalam kegiatan asuransi,

jiwanya akan tenang dan tidak ada rasa takut ataupun was-was dalam menjalani

kehidupan, karena ada pihak yang memberikan jaminan atau pertanggungan. Hal ini

sama dengan seseorang yang sedang kuliah atau sekolah yang keperluan sehari-

harinya ada yang menjamin dalam pelaksanaan kuliah dia akan merasa tenang dan

tidak perlu kuatir. Berbeda dengan seseorang yang menjalani kuliah tanpa adanya

jaminan dari orang tua atau orang lain, kuliah sambil kerja, orang tersebut menjalani

kuliah tidak tenang dan ada perasaan kuatir, karena harus mencari biaya sendiri

selama kuliah.

Mengenai definisi asuransi secara baku dapat dilacak dari peraturan (perundang-

undangan) dan beberapa buku yang berkaitan dengan asuransi, seperti yang tertulis di

bawah ini:

Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance and Islamic Law mengadopsi

pengertian asuransi dari Encyclopaedia Britanica sebagai suatu persediaan yang

Page 3: Asuransi Syari'Ah

disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat tertimpa kerugian, guna menghadapi

kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah

seorang di antara mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh

kelompok.

Lebih jauh Muslehuddin menjelaskan pengertian asuransi dalam sudut pandang

yang berbeda, serta mengalami kesimpangsiuran. Ada yang mendefinisikan asuransi

sebagai perangkat untuk menghadapi kerugian, dan ada yang mengatakannya sebagai

persiapan menghadapi risiko. Dilihat dari signifikansi kerugian, Adam Smith

berpendapat bahwa asuransi dengan menyebarkan beban kerugian kepada orang

banyak, membuat kerugian menjadi ringan dan mudah bagi seluruh masyarakat.

Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi (Ar: at-ta’min)

adalah “transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban

membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya

kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai

dengan perjanjian yang dibuat.”

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan

bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah “suatu perjanjian (timbal

balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang

tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian

kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang

diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker

vooral).”

Asuransi menurut UU RI No. 2 th. 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang

dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak

atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,

dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung

karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau

tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang

timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran

yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI, yang lebih

dikenal dengan ta’min, takaful, atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan

tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk

Page 4: Asuransi Syari'Ah

aset dan atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko

tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah .

Dari definisi asuransi syariah di atas jelas bahwa pertama, asuransi syariah

berbeda dengan asuransi konvensional. Pada asuransi syariah setiap peserta sejak

awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan

menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang disebut tabarru’. Jadi sistem ini

tidak menggunakan pengalihan risiko (transfer of risk) dimana tertanggung harus

membayar premi, tetapi lebih merupakan pembagian risiko (sharing of risk) di mana

para peserta saling menanggung. Kedua, akad yang digunakan dalam asuransi syariah

harus selaras dengan hukum Islam (syari’ah), artinya akad yang dilakukan harus

terhindar dari riba, gharar (ketidak jelasan dana), dan maisir (gambling), di samping

itu investasi dana harus pada obyek yang halal-thoyibah.

Page 5: Asuransi Syari'Ah

Identifikasi Masalah

Secara umum, asuransi syari’ah di Indonesia mempunyai beberapa permasalahan,

diantaranya:

a. Payung hukum yang belum kuat. Saat ini, eksistensi asuransi syariah di Indonesia

masih didasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan

Nomor: Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi

perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah. Oleh karena itu,

perlu adanya terobosan kontrukstif dan bentuk pengutan secara yuridis eksistensi

asuransi syariah baik berupa Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah (PP).

b. Perlu adanya kejelasan antara hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terlibat

dalam kegiatan asuransi syariah. Dalam hal ini, hak dan kewajiban antara pihak

tertanggung dan pihak penanggung perlu ditegaskan secara transparan. Karena saat ini,

disinyalir adanya ketidak jelasan terhadap dana tabarru’ yang terhimpun dalam

perusahaan asuransi syariah dan belum ada kontrol pengawasan terhadap kumpulan

dana tabarru’ yang jumlahnya disinyalir akan terus bertambah.

c. Pembenahan di tingkat Sumber Daya Insani (SDI) pada perusahaan asuransi

syariah yang saat ini masih berorientasi paradigma konvensional. Oleh karena itu

diperlukan adanya pemahaman secara mendasar oleh SDI yang bergerak pada industri

asuransi syariah tentang ekonomi syariah.

d. Perlu dukungan yang kuat (political will) dari pihak pemerintah, dalam hal ini

Departemen Keuangan RI, untuk memberikan dukungan pengembangan industri

asuransi syariah di Indinesia.

Page 6: Asuransi Syari'Ah

Artikulasi Dalil atau Kaidah

1. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan:

دغل تمدق ام سفن رظنتلو الله اوقات اونأم نيذال اهأي اي

نولمعت امب ريبخ الله إن الله اوقاتوArtinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah

setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat);

dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang

kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59] : 18).

2. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus

dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain:

إال األنعام بـهيمة لكم تلأح دوقعالب اوفأو اونأم نيذال اهأي اي

ما يحكم الله إن حرم وأنتم الصيد محلى غير عليكم يتلى ما

يريدArtinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan

bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu)

dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS.

Al-Maidah [5]: 1)

واألزالم واألنصاب والميسر الخمر إنما أمنوا الذين أيها يا

تفلحون لعلكم فاجتنبوه الشيطان عمل من رجس

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,

(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk

Page 7: Asuransi Syari'Ah

perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat

keberuntungan. (QS. Al-Maidah [5] : 90 )

……الربا وحرم البيع الله وأحل……

Artinya: Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. 2: 275).

كنتم إن الربا من بقي ما وذروا الله اتقوا أمنوا الذين أيها يا

مؤمنينArtinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan

sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Qs. 2 : Al-

baqarah: 278).

فلكم تبتم وإن ورسوله الله من بحرب فأذنوا تفعلوا لم فإن

تظلمون وال تظلمون ال أموالكم رءوسArtinya: Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka

Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat

(dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan

tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2] : 279)

خير تصدقوا وأن ميسرة إلى فنظرة عسرة ذو كان وإن

تعلمون كنتم إن لكمArtinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah

tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua

utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2] : 280)

أن إال بالباطل بينكم أموالكم تأكلوا ال أمنوا الذين أيها يا

كان الله إن أنفسكم تقتلوا وال منكم تراض عن تجارة تكون

رحيما بكمArtinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku

dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. An-Nisa [4] : 29).

Page 8: Asuransi Syari'Ah

3. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam

perbuatan positif, antara lain:

اإلثم على تعاونوا وال والتقوى البر على وتعاونوا....

شديد الله إن الله اتقوا و والعدوانArtinya: ......... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan

bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-

Maidah [5] : 2).

4. Hadis-hadis Nabi S.A.W tentang beberapa prinsip bermuamalah, antara

lain:

كربة عنه الله فرج الدنيا كرب من كربة مسلم عن فرج من

في العبد مادام العبد عون في والله القيامة يوم كرب من

أخيه عونArtinya: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia,

Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa

menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya. (HR. Muslim dari Abu

Hurairah).

مثل وتعاطفهم وتراحمهم توادZهم فى المؤمنين مثل

بالسهر الجسد سائر له تداعى عضو منه اشتكى إذا الجسد

والحمىArtinya: “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan

mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka

bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir)

بعضا بعضهم يشد كالبنيان للمؤمن المؤمنArtinya: “Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu

bagian menguatkan bagian yang lain” (HR. Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari).

Page 9: Asuransi Syari'Ah

أحل أو حالال شرطاحرم إال شروطهم على والمسلمون

حراماArtinya: “Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali

syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR.

Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).

نوى ما امرئ لكل وإنما بالنيات األعمال إنماArtinya: “Setiap amalan itu hanyalah tergantung niatnya. Dan seseorang akan

mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari & Muslim

dari Umar bin Khattab).

الله صلى الله رسول نهى قال عنه رضىالله هريرة أبى عن

) والنسائى والترمذى مسلم روه الغرر بيع عن وسلم عليه

( ماجه وابن داود وأبوArtinya: “Rasulullah s.a.w melarang jual beli yang mengandung gharar” (HR.

Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

(البخارى رواه) قضاء أحسنكم خيركم إن

Artinya: “Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam

pembayaran hutangnya” (HR. Bukhari).

ضرار وال ضرر الArtinya: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula

membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin

Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas dan Malik dari Yahya).

5. Kaidah Fiqh yang menegaskan:

تحريمها على دليل يدل أن إال اإلجابة المعامالت في األصلArtinya: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil

yang mengharamkannya.”

اإلمكان الضرر بقدر يدفع

Page 10: Asuransi Syari'Ah

Artinya: “Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.”

يزال الضررArtinya: “Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.”

Operasionalisasi Dalil atau Kaidah2

Allah menciptakan manusia di muka bumi sebagai khalifah (wakil Allah) yang

bertugas untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi. Firman Allah Swt. dalam QS. al-

Baqarah [2]:30

... eخليفة األرض في جاعل fى إن للملئكة ك رب وإذقالArinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku

hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi…” (QS. Al-Baqarah [2]: 30]

Sebagai makhluk yang lemah, manusia harus senantiasa sadar bahwa keberada-annya

tidak akan mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya. Solusinya

adalah firman Allah Swt. dalam QS. al-Maidah [5]: 2

والعدوان اإلثم على تعاونوا وال قوى والت fالبر على وتعاونوا

. العقاب شديد الله إن الله قوا واتArtinya: “...Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebaikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu

kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. al-Maidah [5]: 2)

Dengan ayat ini, manusia dituntun oleh Allah Swt. agar selalu berbuat tolong-

menolong (ta’awun) antar sesamanya dalam kebaikan dan didasari atas nilai takwa

kepada Allah Swt. Hal ini merupakan satu prinsip dasar yang harus dipegangi manusia

2 Dr. Ir. Muhamad Nadratuzzaman Hosen, MS, M.Ec, AM Hasan Ali, MA, Makalah disampaikan dalam acara Seminar dan Lokakarya Mencari Format Ideal Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diselenggarakan oleh Tim Penyusun Kompilasi Ekonomi Syariah Mahkamah Agung RI pada tanggal 20 November 2006 di Hotel Grand Alia Cikini.

Page 11: Asuransi Syari'Ah

dalam menjalani kehidupannya di atas permukaan bumi ini. Dengan saling melakukan

tolong-menolong (ta’awun), manusia telah menjalankan satu fitrah dasar yang diberikan

Allah Swt. Kepadanya.

Di sisi lain manusia mempunyai sifat lemah dalam menghadapi kejadian yang akan

datang. Sifat lemah tersebut berbentuk ketidak-tahuannya terhadap kejadian yang akan

menimpa pada dirinya. Manusia tidak dapat memastikan bagaimana keadaannya pada

waktu di kemudiaan hari (future time). Firman Allah Swt. telah ditegaskan dalam QS. al-

Taghaabun [64]:11 dan QS. Luqman [31]:34:

... الله بإذن إال ة مصيب من أصاب ماArtinya: “Tidak ada sesuau musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin

Allah…” (QS. Al-Taghaabun [64]: 11)

ما fم ل يع و الغيث ل fز ين و اعة الس علم عنده الله إن

وما e غدا تكسب ا ماذ نفس تدرى وما الأرحام في

. ر خبي م علي الله إن تموت أرض fبأي نفس تدرىArtinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari

Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam

rahim. Dan tidak seorangpun yang dapa mengetahui (dengan pasti) apa yang akan

diusahakannya besok; dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana ia

akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman

[31]: 34)

Apakah hari esok dia (manusia) masih dalam keadaan sehat wal-afiat dan masih dapat

melihat terbitnya matahari di sebelah timur atau apakah harta kekayaannya masih dalam

keadaan aman dan tidak akan mengalami kehancuran atau terkena kebakaran?

Sebuah pertanyaan yang tidak akan dapat dipastikan jawabannya oleh manusia, karena

kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia tidak dapat menjangkau hal-hal yang

belum terjadi. Allah Swt. tidak memberikan kemampuan tersebut kepada manusia.

Kemampuan yang diberikan kepada manusia hanya sebatas memprediksikan dan

merencanakan (planning) sesuatu yang belum terjadi serta memproteksi segala sesuatu

yang dirasa akan memberikan kerugian di masa mendatang.

Suatu yang telah menjadi ketetapan-Nya adalah ajal (kematian) yang akan dialami

oleh setiap manusia. Firman Allah Swt. QS. Ali Imran [3]: 145 dan 185:

Page 12: Asuransi Syari'Ah

... e ال مؤج e ا كتاب الله بإذن إال تموت أن لنفس كان وماArtinya: ”Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai

ketetapan yang tertentu waktunya.” (QS. Ali Imran [3]: 145)

. الموت ذائقة نفس كلArtinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…” (QS. Ali Imran [3]: 185)

Dalam hal ini manusia ditugaskan hanya mengatur bagaimana cara mengelolah

kehidupannya agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat (sa’adah al-daraini),

seperti firman Allah Swt. dalam QS. al-Baqarah [2]: 201. Adapun salah satu caranya

adalah dengan menyiapkan bekal (proteksi) untuk kepentingan di masa datang agar segala

sesuatu yang bernilai negatif, baik dalam bentuk musibah, kecelakaan, kebakaran ataupun

kematian, dapat diminimalisir kerugiannya. Hal semacam ini telah dicontohkan oleh Nabi

Yusuf secara jelas dalam menakwilkan mimpi Raja Mesir tentang tujuh ekor sapi betina

yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus. Firman Allah Swt. dalam

QS. Yusuf [12]: 46-49

سبع يأكلهن سمان بقرات سبع في أفتنا الصfدfيق ها أي يوسف

إلى أرجع fي عل ل يبسات وأخر خضر سنبالت وسبع عجاف

. فما eا دأب سنين سبع تزرعون قال يعلمون هم لعل اس الن

. بعد من يأتي ثم تأكلون ما e قليال إال سبيله في فذروه حصدتم

. ثم تحسنون مما e قليال إال لهن قدمتم ما يأكلن شداد سبع ذلك

. يعصرون وفيه اس الن يغاث فيه عام ذلك بعد من يأتيArinya: “(Setelah pelayan iu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang

yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang

gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir

(gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-

orang itu, agar mereka mengetahuinya”. Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh

tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan

dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh

tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya

(tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.Kemudian setelah itu

Page 13: Asuransi Syari'Ah

akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu

mereka memeras anggur). (QS. Yusuf [12]: 46-49)

Ayat di atas memberikan pelajaran berharga bagi manusia pada saat ini yang secara

ekonomi dituntun agar mengadakan persiapan secara matang untuk menghadapi masa-

masa yang sulit jikalau menimpanya pada waktu yang akan datang. Praktek asuransi

ataupun bisnis pertanggungan dewasa ini telah mengadopsi semangat yang timbul dari

nilai-nilai yang telah berkembang sejak zaman dahulu dan ada bersamaan dengan

kehadiran manusia. Paling tidak terekam melalui cerita Nabi Yusuf di atas dan penjelasan

dalam al-Qur’an atau sunnah Nabi Muhammad Saw.

Formulasi Natijah

Pada dasarnya, manusia dituntun oleh Allah Swt. agar selalu berbuat tolong-menolong

(ta’awun) antar sesamanya dalam kebaikan dan didasari atas nilai takwa kepada Allah

Swt. Hal ini merupakan satu prinsip dasar yang harus dipegangi manusia dalam menjalani

kehidupannya di atas permukaan bumi ini. Dengan saling melakukan tolong-menolong

(ta’awun), manusia telah menjalankan satu fitrah dasar yang diberikan Allah Swt.

kepadanya. Prinsip dasar inilah yang menjadi salah satu kaidah dari berlakunya asuransi

syariah. Yaitu dalam bentuk semangat tolong-menolong, bekerjasama dan proteksi

terhadap peril (peristiwa yang membawa kerugian).

Page 14: Asuransi Syari'Ah

Rekomendasi Solusi

Pada tahun 2006 Peradilan Agama mendapat limpahan wewenang dalam menangani

sengketa yang berkaitan dengan masalah ekonomi syariah. Berkenaan dengan wewenang

tersebut diperlukan segera hukum ekonomi syariah positif, sebagai pedoman sekaligus

panduan bagi para hakim di lingkungan Peradilan Agama untuk menyelesaikan sengketa

di antara pelaku bisnis ekonomi syariah.

Oleh karena itu, maksud Mahkamah Agung untuk segera menyusun kompilasi hukum

ekonomi syariah merupakan langkah nyata dan perlu mendapat dukungan dari berbagai

pihak dalam ikut berperan serta mengawal berlangsungnya kegiatan industri keuangan

syariah di Indonesia. Adapun bahan materi kompilasi hukum ekonomi syariah yang

berkaitan dengan masalah asuransi dapat dirujukan dari:

a. Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI No. 21 tahun 2001 tentang pedoman umum

asuransi syariah.

b. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: Kep.

4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi perusahaan asuransi

dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah

c. Literatur tentang asuransi syariah.

Page 15: Asuransi Syari'Ah

Daftar Pustaka

Abduh, Isa, at-Ta’min baina al-Hilli wa al-Tahrim, Maktabah al-Iqtishad al-Islamiy

al-Fanjari, Muhammad Syauqi, al-Islam wa al-Ta’min, Akadz: Riyad Saudi Arabiah,

1984

az-Zarqa, Mustafa Ahmad, al-Madkhal al-Fiqh al-‘Am, Juz I, Beirut: Dar al-Fikr, 1968

Billah, Mohd. Ma’sum, Principles & Practices of Takaful and Insurance Compared,

Kuala Lumpur: IIUM Press, 2001

Dahlan, Abdul Aziz dkk (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van

Hoeve, 1996

Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa Dewan Syariah

Nasional No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah,

Jakarta; 2001

Hassan, Husein Hamid, Hukm al-Syari’ah al-Islamiyyah fi Uqud al-Ta’min, Darul

I’tisham: Arab Saudi, tth

Hasan Ali, AM, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis

Historis, Teoritis, Dan Praktis, Jakarta: Prenada Media, 2005, Cet 2

Muslehuddin, Muhammad, Insurance and Islamic Law, Penerj: Burhan Wirasubrata,

Menggugat Asuransi Modern: mengajukan suatu alternatif baru dalam

perspektif hukum Islam, Jakarta: Lentera, 1999, Cet. ke- 1