asuransi syari'ah
TRANSCRIPT
Deskripsi Obyek
Kapita Selekta Asuransi Syariah:
Tela’ah Umum Tentang Asuransi Syariah di Indonesia1
A. Pendahuluan
Awalnya, wacana tentang asuransi syariah termasuk dalam hukum Islam
kontemporer. Pada zaman awal Islam, yaitu pada zaman Nabi Muhammad Saw dan
periode Islam berikutnya, belum di kenal institusi keuangan asuransi. Tidak ada nash
al-Qur’an atau Hadits Nabi yang menjelaskan tentang teori dan praktek operasional
asuransi yang difahami seperti saat ini. Secara historis pembahasan tentang asuransi
baru muncul pada abad 18, yaitu pada masa hidupnya Ibnu Abidin (1784-1836),
seorang ulama ahli fiqh dari kalangan Madzhab Hanafiah, yang memberi tanggapan
praktek asuransi pada kitabnya Raddul Mukhtar, pada Bab al-musta’min (pihak yang
meminta jaminan).
Sebagai bagian dari masalah fiqh kontemporer, wacana tentang asuransi syariah
memungkinkan untuk dikaji secara ijtihadiy. Di kalangan ulama kontem-porer, di
antaranya Mustafa Ahmad Zarqa, termasuk salah satu ulama yang bisa menerima
praktek asuransi dengan catatan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam
ajaran Islam. Dalam hal ini, asuransi dapat diterima dan dijalankan setelah melalui
penyesuaian-penyesuaian melalui proses “islamisasi”. Praktek yang tidak sesuai
dengan Islam dikeluarkan dalam operasional kegiatan asuransi, seperti praktek riba
(bunga), maisir dan gharar.
Penerimaan praktek asuransi di kalangan ulama dapat melalui institusi ijma’
jama’i (kesepakatan bersama), seperti lembaga fatwa yang ada dalam Majelis Ulama
Indonesia (MUI) atau lembaga bahtsul masa’il di NU dan Majelis Tarjih
Muhammadiyah. Pada tahun 2001, MUI melalui Dewan Syariah Nasional (DSN),
telah mengeluarkan fatwa tentang pedoman umum asuransi syariah sebagai panduan
awal operasional industri asuransi syariah di Indonesia. Tujuan adanya fatwa ini
sebagai panduan awal operasional asuransi syariah di Indonesia.
1 Dr. Ir. Muhamad Nadratuzzaman Hosen, MS, M.Ec, AM Hasan Ali, MA, Makalah disampaikan dalam acara Seminar dan Lokakarya Mencari Format Ideal Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diselenggarakan oleh Tim Penyusun Kompilasi Ekonomi Syariah Mahkamah Agung RI pada tanggal 20 November 2006 di Hotel Grand Alia Cikini.
Pada tahap berikutnya, fatwa tentang asuransi syariah yang dikeluarkan oleh
DSN-MUI dapat dijadikan bahan materi dalam proses positivisasi hukum ekonomi
syariah yang sedang dikerjakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Mahkamah Agung RI.
Di sisi lain, perlu mendapat perhatian dalam masalah asuransi syariah adalah
sistem operasional dan akad yang digunakan dalam kegiatan asuransi syariah. Pada
masalah akad banyak ditemukan dalam operasional asuransi syariah yang tidak
didasarkan pada satu akad saja, tetapi lebih banyak menggunakan gabungan dari
beberapa akad. Contohnya, produk asuransi syariah yang memakai dua rekening,
rekening saving dan rekening non saving (tabarru’), mendasarkan akadnya pada akad
tabarru’ dan akad tijarah.
B. Definisi Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia
telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dengan padanan kata “pertanggungan”. Echols dan Shadilly memaknai kata insurance
dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan
istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).
Dalam bahasa Arab istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang
secara bahasa berarti tuma’ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya jiwa dan
hilangnya rasanya takut. Maksudnya, orang yang ikut dalam kegiatan asuransi,
jiwanya akan tenang dan tidak ada rasa takut ataupun was-was dalam menjalani
kehidupan, karena ada pihak yang memberikan jaminan atau pertanggungan. Hal ini
sama dengan seseorang yang sedang kuliah atau sekolah yang keperluan sehari-
harinya ada yang menjamin dalam pelaksanaan kuliah dia akan merasa tenang dan
tidak perlu kuatir. Berbeda dengan seseorang yang menjalani kuliah tanpa adanya
jaminan dari orang tua atau orang lain, kuliah sambil kerja, orang tersebut menjalani
kuliah tidak tenang dan ada perasaan kuatir, karena harus mencari biaya sendiri
selama kuliah.
Mengenai definisi asuransi secara baku dapat dilacak dari peraturan (perundang-
undangan) dan beberapa buku yang berkaitan dengan asuransi, seperti yang tertulis di
bawah ini:
Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance and Islamic Law mengadopsi
pengertian asuransi dari Encyclopaedia Britanica sebagai suatu persediaan yang
disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat tertimpa kerugian, guna menghadapi
kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah
seorang di antara mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh
kelompok.
Lebih jauh Muslehuddin menjelaskan pengertian asuransi dalam sudut pandang
yang berbeda, serta mengalami kesimpangsiuran. Ada yang mendefinisikan asuransi
sebagai perangkat untuk menghadapi kerugian, dan ada yang mengatakannya sebagai
persiapan menghadapi risiko. Dilihat dari signifikansi kerugian, Adam Smith
berpendapat bahwa asuransi dengan menyebarkan beban kerugian kepada orang
banyak, membuat kerugian menjadi ringan dan mudah bagi seluruh masyarakat.
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi (Ar: at-ta’min)
adalah “transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban
membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya
kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai
dengan perjanjian yang dibuat.”
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan
bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah “suatu perjanjian (timbal
balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker
vooral).”
Asuransi menurut UU RI No. 2 th. 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang
dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI, yang lebih
dikenal dengan ta’min, takaful, atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan
tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk
aset dan atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah .
Dari definisi asuransi syariah di atas jelas bahwa pertama, asuransi syariah
berbeda dengan asuransi konvensional. Pada asuransi syariah setiap peserta sejak
awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan
menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang disebut tabarru’. Jadi sistem ini
tidak menggunakan pengalihan risiko (transfer of risk) dimana tertanggung harus
membayar premi, tetapi lebih merupakan pembagian risiko (sharing of risk) di mana
para peserta saling menanggung. Kedua, akad yang digunakan dalam asuransi syariah
harus selaras dengan hukum Islam (syari’ah), artinya akad yang dilakukan harus
terhindar dari riba, gharar (ketidak jelasan dana), dan maisir (gambling), di samping
itu investasi dana harus pada obyek yang halal-thoyibah.
Identifikasi Masalah
Secara umum, asuransi syari’ah di Indonesia mempunyai beberapa permasalahan,
diantaranya:
a. Payung hukum yang belum kuat. Saat ini, eksistensi asuransi syariah di Indonesia
masih didasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan
Nomor: Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah. Oleh karena itu,
perlu adanya terobosan kontrukstif dan bentuk pengutan secara yuridis eksistensi
asuransi syariah baik berupa Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah (PP).
b. Perlu adanya kejelasan antara hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terlibat
dalam kegiatan asuransi syariah. Dalam hal ini, hak dan kewajiban antara pihak
tertanggung dan pihak penanggung perlu ditegaskan secara transparan. Karena saat ini,
disinyalir adanya ketidak jelasan terhadap dana tabarru’ yang terhimpun dalam
perusahaan asuransi syariah dan belum ada kontrol pengawasan terhadap kumpulan
dana tabarru’ yang jumlahnya disinyalir akan terus bertambah.
c. Pembenahan di tingkat Sumber Daya Insani (SDI) pada perusahaan asuransi
syariah yang saat ini masih berorientasi paradigma konvensional. Oleh karena itu
diperlukan adanya pemahaman secara mendasar oleh SDI yang bergerak pada industri
asuransi syariah tentang ekonomi syariah.
d. Perlu dukungan yang kuat (political will) dari pihak pemerintah, dalam hal ini
Departemen Keuangan RI, untuk memberikan dukungan pengembangan industri
asuransi syariah di Indinesia.
Artikulasi Dalil atau Kaidah
1. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan:
دغل تمدق ام سفن رظنتلو الله اوقات اونأم نيذال اهأي اي
نولمعت امب ريبخ الله إن الله اوقاتوArtinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat);
dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59] : 18).
2. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus
dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain:
إال األنعام بـهيمة لكم تلأح دوقعالب اوفأو اونأم نيذال اهأي اي
ما يحكم الله إن حرم وأنتم الصيد محلى غير عليكم يتلى ما
يريدArtinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS.
Al-Maidah [5]: 1)
واألزالم واألنصاب والميسر الخمر إنما أمنوا الذين أيها يا
تفلحون لعلكم فاجتنبوه الشيطان عمل من رجس
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. (QS. Al-Maidah [5] : 90 )
……الربا وحرم البيع الله وأحل……
Artinya: Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. 2: 275).
كنتم إن الربا من بقي ما وذروا الله اتقوا أمنوا الذين أيها يا
مؤمنينArtinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Qs. 2 : Al-
baqarah: 278).
فلكم تبتم وإن ورسوله الله من بحرب فأذنوا تفعلوا لم فإن
تظلمون وال تظلمون ال أموالكم رءوسArtinya: Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka
Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2] : 279)
خير تصدقوا وأن ميسرة إلى فنظرة عسرة ذو كان وإن
تعلمون كنتم إن لكمArtinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2] : 280)
أن إال بالباطل بينكم أموالكم تأكلوا ال أمنوا الذين أيها يا
كان الله إن أنفسكم تقتلوا وال منكم تراض عن تجارة تكون
رحيما بكمArtinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. An-Nisa [4] : 29).
3. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam
perbuatan positif, antara lain:
اإلثم على تعاونوا وال والتقوى البر على وتعاونوا....
شديد الله إن الله اتقوا و والعدوانArtinya: ......... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-
Maidah [5] : 2).
4. Hadis-hadis Nabi S.A.W tentang beberapa prinsip bermuamalah, antara
lain:
كربة عنه الله فرج الدنيا كرب من كربة مسلم عن فرج من
في العبد مادام العبد عون في والله القيامة يوم كرب من
أخيه عونArtinya: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia,
Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya. (HR. Muslim dari Abu
Hurairah).
مثل وتعاطفهم وتراحمهم توادZهم فى المؤمنين مثل
بالسهر الجسد سائر له تداعى عضو منه اشتكى إذا الجسد
والحمىArtinya: “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan
mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka
bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir)
بعضا بعضهم يشد كالبنيان للمؤمن المؤمنArtinya: “Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu
bagian menguatkan bagian yang lain” (HR. Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari).
أحل أو حالال شرطاحرم إال شروطهم على والمسلمون
حراماArtinya: “Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR.
Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
نوى ما امرئ لكل وإنما بالنيات األعمال إنماArtinya: “Setiap amalan itu hanyalah tergantung niatnya. Dan seseorang akan
mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari & Muslim
dari Umar bin Khattab).
الله صلى الله رسول نهى قال عنه رضىالله هريرة أبى عن
) والنسائى والترمذى مسلم روه الغرر بيع عن وسلم عليه
( ماجه وابن داود وأبوArtinya: “Rasulullah s.a.w melarang jual beli yang mengandung gharar” (HR.
Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
(البخارى رواه) قضاء أحسنكم خيركم إن
Artinya: “Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam
pembayaran hutangnya” (HR. Bukhari).
ضرار وال ضرر الArtinya: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula
membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin
Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas dan Malik dari Yahya).
5. Kaidah Fiqh yang menegaskan:
تحريمها على دليل يدل أن إال اإلجابة المعامالت في األصلArtinya: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.”
اإلمكان الضرر بقدر يدفع
Artinya: “Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.”
يزال الضررArtinya: “Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.”
Operasionalisasi Dalil atau Kaidah2
Allah menciptakan manusia di muka bumi sebagai khalifah (wakil Allah) yang
bertugas untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi. Firman Allah Swt. dalam QS. al-
Baqarah [2]:30
... eخليفة األرض في جاعل fى إن للملئكة ك رب وإذقالArinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi…” (QS. Al-Baqarah [2]: 30]
Sebagai makhluk yang lemah, manusia harus senantiasa sadar bahwa keberada-annya
tidak akan mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya. Solusinya
adalah firman Allah Swt. dalam QS. al-Maidah [5]: 2
والعدوان اإلثم على تعاونوا وال قوى والت fالبر على وتعاونوا
. العقاب شديد الله إن الله قوا واتArtinya: “...Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebaikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. al-Maidah [5]: 2)
Dengan ayat ini, manusia dituntun oleh Allah Swt. agar selalu berbuat tolong-
menolong (ta’awun) antar sesamanya dalam kebaikan dan didasari atas nilai takwa
kepada Allah Swt. Hal ini merupakan satu prinsip dasar yang harus dipegangi manusia
2 Dr. Ir. Muhamad Nadratuzzaman Hosen, MS, M.Ec, AM Hasan Ali, MA, Makalah disampaikan dalam acara Seminar dan Lokakarya Mencari Format Ideal Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diselenggarakan oleh Tim Penyusun Kompilasi Ekonomi Syariah Mahkamah Agung RI pada tanggal 20 November 2006 di Hotel Grand Alia Cikini.
dalam menjalani kehidupannya di atas permukaan bumi ini. Dengan saling melakukan
tolong-menolong (ta’awun), manusia telah menjalankan satu fitrah dasar yang diberikan
Allah Swt. Kepadanya.
Di sisi lain manusia mempunyai sifat lemah dalam menghadapi kejadian yang akan
datang. Sifat lemah tersebut berbentuk ketidak-tahuannya terhadap kejadian yang akan
menimpa pada dirinya. Manusia tidak dapat memastikan bagaimana keadaannya pada
waktu di kemudiaan hari (future time). Firman Allah Swt. telah ditegaskan dalam QS. al-
Taghaabun [64]:11 dan QS. Luqman [31]:34:
... الله بإذن إال ة مصيب من أصاب ماArtinya: “Tidak ada sesuau musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin
Allah…” (QS. Al-Taghaabun [64]: 11)
ما fم ل يع و الغيث ل fز ين و اعة الس علم عنده الله إن
وما e غدا تكسب ا ماذ نفس تدرى وما الأرحام في
. ر خبي م علي الله إن تموت أرض fبأي نفس تدرىArtinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari
Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. Dan tidak seorangpun yang dapa mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok; dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana ia
akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman
[31]: 34)
Apakah hari esok dia (manusia) masih dalam keadaan sehat wal-afiat dan masih dapat
melihat terbitnya matahari di sebelah timur atau apakah harta kekayaannya masih dalam
keadaan aman dan tidak akan mengalami kehancuran atau terkena kebakaran?
Sebuah pertanyaan yang tidak akan dapat dipastikan jawabannya oleh manusia, karena
kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia tidak dapat menjangkau hal-hal yang
belum terjadi. Allah Swt. tidak memberikan kemampuan tersebut kepada manusia.
Kemampuan yang diberikan kepada manusia hanya sebatas memprediksikan dan
merencanakan (planning) sesuatu yang belum terjadi serta memproteksi segala sesuatu
yang dirasa akan memberikan kerugian di masa mendatang.
Suatu yang telah menjadi ketetapan-Nya adalah ajal (kematian) yang akan dialami
oleh setiap manusia. Firman Allah Swt. QS. Ali Imran [3]: 145 dan 185:
... e ال مؤج e ا كتاب الله بإذن إال تموت أن لنفس كان وماArtinya: ”Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai
ketetapan yang tertentu waktunya.” (QS. Ali Imran [3]: 145)
. الموت ذائقة نفس كلArtinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…” (QS. Ali Imran [3]: 185)
Dalam hal ini manusia ditugaskan hanya mengatur bagaimana cara mengelolah
kehidupannya agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat (sa’adah al-daraini),
seperti firman Allah Swt. dalam QS. al-Baqarah [2]: 201. Adapun salah satu caranya
adalah dengan menyiapkan bekal (proteksi) untuk kepentingan di masa datang agar segala
sesuatu yang bernilai negatif, baik dalam bentuk musibah, kecelakaan, kebakaran ataupun
kematian, dapat diminimalisir kerugiannya. Hal semacam ini telah dicontohkan oleh Nabi
Yusuf secara jelas dalam menakwilkan mimpi Raja Mesir tentang tujuh ekor sapi betina
yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus. Firman Allah Swt. dalam
QS. Yusuf [12]: 46-49
سبع يأكلهن سمان بقرات سبع في أفتنا الصfدfيق ها أي يوسف
إلى أرجع fي عل ل يبسات وأخر خضر سنبالت وسبع عجاف
. فما eا دأب سنين سبع تزرعون قال يعلمون هم لعل اس الن
. بعد من يأتي ثم تأكلون ما e قليال إال سبيله في فذروه حصدتم
. ثم تحسنون مما e قليال إال لهن قدمتم ما يأكلن شداد سبع ذلك
. يعصرون وفيه اس الن يغاث فيه عام ذلك بعد من يأتيArinya: “(Setelah pelayan iu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang
yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang
gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir
(gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-
orang itu, agar mereka mengetahuinya”. Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh
tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan
dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh
tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya
(tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.Kemudian setelah itu
akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu
mereka memeras anggur). (QS. Yusuf [12]: 46-49)
Ayat di atas memberikan pelajaran berharga bagi manusia pada saat ini yang secara
ekonomi dituntun agar mengadakan persiapan secara matang untuk menghadapi masa-
masa yang sulit jikalau menimpanya pada waktu yang akan datang. Praktek asuransi
ataupun bisnis pertanggungan dewasa ini telah mengadopsi semangat yang timbul dari
nilai-nilai yang telah berkembang sejak zaman dahulu dan ada bersamaan dengan
kehadiran manusia. Paling tidak terekam melalui cerita Nabi Yusuf di atas dan penjelasan
dalam al-Qur’an atau sunnah Nabi Muhammad Saw.
Formulasi Natijah
Pada dasarnya, manusia dituntun oleh Allah Swt. agar selalu berbuat tolong-menolong
(ta’awun) antar sesamanya dalam kebaikan dan didasari atas nilai takwa kepada Allah
Swt. Hal ini merupakan satu prinsip dasar yang harus dipegangi manusia dalam menjalani
kehidupannya di atas permukaan bumi ini. Dengan saling melakukan tolong-menolong
(ta’awun), manusia telah menjalankan satu fitrah dasar yang diberikan Allah Swt.
kepadanya. Prinsip dasar inilah yang menjadi salah satu kaidah dari berlakunya asuransi
syariah. Yaitu dalam bentuk semangat tolong-menolong, bekerjasama dan proteksi
terhadap peril (peristiwa yang membawa kerugian).
Rekomendasi Solusi
Pada tahun 2006 Peradilan Agama mendapat limpahan wewenang dalam menangani
sengketa yang berkaitan dengan masalah ekonomi syariah. Berkenaan dengan wewenang
tersebut diperlukan segera hukum ekonomi syariah positif, sebagai pedoman sekaligus
panduan bagi para hakim di lingkungan Peradilan Agama untuk menyelesaikan sengketa
di antara pelaku bisnis ekonomi syariah.
Oleh karena itu, maksud Mahkamah Agung untuk segera menyusun kompilasi hukum
ekonomi syariah merupakan langkah nyata dan perlu mendapat dukungan dari berbagai
pihak dalam ikut berperan serta mengawal berlangsungnya kegiatan industri keuangan
syariah di Indonesia. Adapun bahan materi kompilasi hukum ekonomi syariah yang
berkaitan dengan masalah asuransi dapat dirujukan dari:
a. Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI No. 21 tahun 2001 tentang pedoman umum
asuransi syariah.
b. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: Kep.
4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah
c. Literatur tentang asuransi syariah.
Daftar Pustaka
Abduh, Isa, at-Ta’min baina al-Hilli wa al-Tahrim, Maktabah al-Iqtishad al-Islamiy
al-Fanjari, Muhammad Syauqi, al-Islam wa al-Ta’min, Akadz: Riyad Saudi Arabiah,
1984
az-Zarqa, Mustafa Ahmad, al-Madkhal al-Fiqh al-‘Am, Juz I, Beirut: Dar al-Fikr, 1968
Billah, Mohd. Ma’sum, Principles & Practices of Takaful and Insurance Compared,
Kuala Lumpur: IIUM Press, 2001
Dahlan, Abdul Aziz dkk (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 1996
Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa Dewan Syariah
Nasional No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah,
Jakarta; 2001
Hassan, Husein Hamid, Hukm al-Syari’ah al-Islamiyyah fi Uqud al-Ta’min, Darul
I’tisham: Arab Saudi, tth
Hasan Ali, AM, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis, Dan Praktis, Jakarta: Prenada Media, 2005, Cet 2
Muslehuddin, Muhammad, Insurance and Islamic Law, Penerj: Burhan Wirasubrata,
Menggugat Asuransi Modern: mengajukan suatu alternatif baru dalam
perspektif hukum Islam, Jakarta: Lentera, 1999, Cet. ke- 1