bab 1-5, dapus
DESCRIPTION
makalah tutorTRANSCRIPT
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mempertahankan tubuh tetap dalam keadaan sehat adalah sasaran yang
harus dicapai oleh setiap ahli dalam bidang pengobatan dan dokter gigi bukan
merupakan pengecualian. Dokter gigi yang teliti dan bijaksana akan melindungi
kesehatan mulut pasiennya dan bukan hanya bertindak sebagai tukang yang
memperbaiki gigi rusak dan ahli cabut gigi (Baum, dkk.,2006).
Dokter gigi menduduki suatu posisi yang agak unik sebagai ahli terapi
karena sifat bahan-bahan biologi yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dokter gigi
terutama berhubungan dengan jaringan keras yang tidak mampu memperbaiki
dirinya sendiri. Prosedur-prosedur bedah yang dilakukan pada jaringan gigi
tergantung pada proses penyembuhan bagian gigi yang hilang setelah
pengangkatan jaringan karies. Setiap tindakan terapiutik cara efektif yang dimulai
oleh dokter gigi harus menggantikan bagian yang hilang dengan bahan logam,
plastik, atau bahan keramik(Baum, dkk.,2006).
Gigi adalah organ yang vital. Karena itu, harus dirawat dengan penuh
pertimbangan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dokter
gigi harus mencegah atau menahan proses penyakit dan merestorasi bagian yang
hilang. Salah satu tindakan perawatan yang diambil uintuk mempertahankan gigi
agar tetap vital adalah perawatan endodontik (Baum, dkk.,2006).
Konsep merawat pulpa gigi untuk tetap mempertahankan gigi (perawatan
endodontik) adalah perkembangan mutahir pada riwayat kedokteran gigi. Oleh
karena itu dalam makalah ini akan sedikit membahas tentang perawatan
endodontik, khususnya perawatan pulp capping (Harty, 1993).
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan penyebab penyakit pulpa
2. Sebutkan bahan yang digunakan untuk perlindungan pulpa
3. Jelaskan prosedur perawatan pulpa
-
2
4. Jelaskan tentang bahan nonplastis yang digunakan untuk merestorasi karies
kelas 2 luas
1.3 Tujuan Umum
Kompetensi yang akan dicapai mahasiswa adalah mampu menjelaskan
tentang penyakit pulpa, mampu menerapkan prosedur perawatan pulpa, dan dapat
memilih bahan yang digunakan untuk perlindungan pulpa serta mampu
mengaplikasikan dengan baik.
1.4 Tujuan Khusus
1. Menganalisis penyebab penyakit pulpa
2. Menganalisis bahan perlindungan pulpa yang tepat
3. Menganalisis prosedur perawatan pulpa
4. Menjabarkan bagaimana bahan nonplastis untuk restorasi kelas 2 luas
1.5 Hipotesa
Pemeriksaan dan diagnosa yang tepat menentukan keberhasilan dalam
perawatan yang dilakukan dokter gigi khususnya pada pasien hipertensi.
-
3
BAB II
SKENARIO
2.1 Skenario
Seorang pasien laki-laki usia 52 tahun datang ke RSGM(P) Institut Ilmu
Kesehatan Bhakti Wiyata karena gigi geraham kanan bawahnya berlubang, pada
pemeriksaan anamnasa pasien menceritakan bahwa sejak 5 bulan yang lalu gigi
tersebut berlubang dan sekarang terasa ngilu sekali bila minum es ataupun
kemasukan makanan. Pasien merasa tidak nyaman saat makan dan ingin gigi
tersebut ditambal. Dari anamnesa diketahui pasien memiliki riwayat hipertensi,
terkontrol dan rajin minum obat dari dokter, dan tekanan darah saat ini 140/100.
Pada pemeriksaan ekstra oral tidak diketemukan pembengkaan. Pemeriksaan
objektif dan foto rontgen yang dilakukan pada gigi 46 ditentukan adanya karies
profunda namun belum perforasi, tes perkusi dan tekan tidak sakit, dan terasa
ngilu ketika dilakukan tes termal.
2.2 Keyword
Pulpitis Reversibel, perlindungan pulpa gigi permanen, riwayat hipertensi,
tumpatan nonplastis
2.3 Learning issue
1. Jelaskan penyebab penyakit pulpa pada gigi permanen
2. Jelaskan bahan yang digunakan untuk perlindungan pulpa
3. Prosedur perawatan pulp capping
4. Jelaskan teknik preparasi karies kelas II
5. Jelaskan mengenai hipertensi
3
-
4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Sebab-Sebab Penyakit Pulpa
Dalam Grossman, dkk. (2012), disebutkan bahwa penyebab penyakit
pulpa dapat berupa penyebab fisis, kimiawi, dan bacterial yang dikelompokkan
menjadi:
1. Fisis
a. Mekanis
- Trauma
Kecelakaan (olah raga kontak)
Prosedur gigi iatrogenic (pemasangan baji pada gigi,
preparasi gigi atau mahkota, dan lain-lain)
- Pemakaian patologik (atrisi, abrasi)
- Retak melalui badan gigi (sindroma gigi retak)
- Perubahan barometric (barodontalgia)
b. Termal
- Panas yang berasal dari preparasi kavitas, pada kecepatan rendah
atau tinggi,
- Panas eksotermik karena mengerasnya (setting) semen,
- Konduksi panas dan dingin melalui tumpatan yang dalam tanpa
suatu bahan dasar protektif,
- Panas friksional (pergesekan) disebabkan oleh pemolesan restorasi.
c. Listrik (arus galvanic dari tumpatan metalik yang tidak sama).
2. Kimiawi
a. Asam fosfat, monomer akrilik, dan lain-lain.
b. Erosi (asam).
3. Bakterial
a. Toksin yang berhubungan dengan karies.
b. Invasi langsung pulpa dari karies atau trauma.
c. Kolonisasi microbial di dalam pulpa oleh mikroorganisme blood-borne
(anakoresis).
4
-
5
3.2 Pulp Capping
3.2.1 Prosedur Pulp Capping
1. Siapkan peralatan dan bahan. Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain yang
2. Isolasi gigi. Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat
menggunakan kapas dan saliva ejector, juga posisinya selama perawatan
3. Preparasi kavitas. Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai
kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan bor
pad kedalaman kavitas dan dengan hentakan intermiten gerakan bor melalui
fisur pad permukaan oklusal.
4. Eksavasi karies yang dalam. Dengan perlahan-lahan buang karies dengan
ekskavator, hilangkan dentin lunak sampai dasar pulpa tanpa membuka kamar
pulpa.
5. Kavitas disterilkan dengan air calxyl. Hindari penggunaan alkohol karena dapat
memicu terjadinya dehidrasi cairan tubulus dentin.
6. Berikan Zinc Oxide Eugenol. Keringkan kavitas dengan cotton pellet lalu
tutup bagian kavitas dengan Kalsium Hidroksida, lalu Zinc Oxide Eugenol di
dasar kemudian dilapisi semen seng fosfat (tambalan sementara)
7. Perawatan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian.
8. Apabila tidak ada keluhan, dilakukan penambalan tetap (Walton &
Torabinejad, 2008).
3.2.2 Bahan Pelindung Pulpa
1. Hidroksida Kalsium
Hasil penelitian klinis jangka pendek dari perawatan pulp capping gigi
sulung yang terbuka pulpanya karena karies memperlihatkan presentasi
keberhasilan sebanyak 75%. Sedangkan pulpotomi formokresol
memperlihatkan presentasi keberhasilan 90% (Kennedy, 1993).
Jaringan pulpa yang terletak di bawah hidroksida kalsium menunjukkan
gambaran milroskopik yang khas. Setelah 24 jam disekitar pasta Ca(OH)2
yang pH nya kurang lebih 11 terdapat jaringan pulpa nekrotik. Setelah 7
hari terlihat banyak aktivitas fibroblast dan selular pada hari ke 28 terlihat
pembentukan barrier dentin (Glass dan Zander, 1949). Barier dentin ini
-
6
akan tampak di radiograf tersebut secara histologic sebetulnya belum
sempurna dan hanya terlihat berbentuk jembatan yang belum sempurna
(Spedding,1963).
Gagalnya pulp capping dengan hidroksida kalsium pada gigi
sulung terlihat dengan adanya resorpsi interna pada radiograf. Hargreaves
(1969) mengemukakakan bahwa penyebabnya adalah terkontaminasinya
pulpa oleh saliva sebelum perlekatan bahan pulp cappingnya. Penemuan
ini menyakinnkan kita agar isolator karet harus selalu digunakan rutin.
Akan tetapi, mungkin juga kegagalan itu disebabkan oleh adanya inflamasi
pulpa sebelum perawatan yang tidak terdeteksi yang menghambat
kemungkinan terjadinya perbaikan jaringan pulpa dan pembentukan
jembatan dentin.
2. Semen antibiotikal/ Kortikosteroid
Banyak para klinisi yang memakai Laedermix bagi perawatan pulp
capping. Bahan ini terdiri atas :
a) Bubuk merupakan campuran dari dimetilkhlortetrasiklin hidrokhlorida
dan triamsinolon asetonid serta ZnO dan hidroksida kalsium;
b) Cairan yang merupakan katalisator dan dibuat dari eugenol dan
minyak terpentin murni.
Hargreaves (1969) menemukan bukti bahwa bahan ini lebih baik
daripada Ca(OH)2 bagi perawatan pulp capping gigi sulung. Diduga hal
ini disebabkan oleh karena kortikosteroid dan antibiotika menekan respon
inflamasi dalam pulpa dan mengembalikan kondisi yang memungkinkkan
bagi berlangsungnya perbaikan (Kennedy, 1993).
a. Bahan Pulp Capping
1. Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus Ca(OH)2.
Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tidak berwarna atau bubuk
putih. Kalsium hidroksida dapat dihasilkan melalui reaksi kalsium
oksida (CaO) dengan air.
Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan
pH 12-13. Bahan ini sering digunakan untuk direct pulp capping. Jika
-
7
diletakkan kontak dengan jaringan pulpa, bahan ini dapat
mempertahankan vitalitas pulpa tanpa menimbulkan reaksi radang, dan
dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan termineralisasi atau
jembatan terkalsifikasi pada atap pulpa.
Sifat bahan yang alkalis inilah yang banyak memberikan pengaruh
pada jaringan. Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah menjadi
ion-ion kalsium dan hidroksil.
Sifat basa kuat dari bahan kalsium hidroksida dan pelepasan ion
kalsium akan membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis.
Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi atau aktivitas osteoklas akan
terhenti karena asam yang dihasilkan dari osteoklas akan dinetralkan
oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah kalsium fosfat
kompleks. Selain itu, osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan
terkalsifikasi, maka batas dentin terbentuk diatap pulpa.
Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba, ion
hidroksil akan memberikan efek antimikroba dengan cara merusak
lipopolisakarida dinding sel bakteri dan menyebabkan bakteri menjadi
lisis, baik dari bakteri maupun produknya.
3. Zinc Oxide Eugenol
ZOE sering digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai
kemampuan dalam pembentukan odontoblas (Karitna, 2005)
Eugenol, secara biologis merupakan bagian yang paling aktif dari
bahan ini dan mempunyai derivat fenol yang menunjukkan toksisitas
serta memiliki sifat antibakteri. Manfaat eugenol dalam pengendalian
nyeri disebabkan karena kemampuan memblokir transmisi impuls
saraf. Selain itu, penelitian menunjukan terjadinya inflamasi kronis
setelah aplikasi ZOE akan diikuti oleh pembentukan lapisan
odontoblastik yang baru dan terbentuklah dentin sekunder (Walton &
Torabinejad, 2008)
ZOE tidak sering lagi digunakan saat ini karena menyebabkan
persentasi yang tinggi terhadap resorpsi internal dan tingkat
kesuksesannya hanya 55-57% (Bargenholtz, 2010)
-
8
4. Resin Adhesive
Berdasarkan beberapa penelitian, bahan resin adhesive yang terbukti
dapat digunakan sebagai bahan kaping pulpa secara langsung adalah
bahan resin adhesive yang mengandung kombinasi utama Polyethylene
Glycidyl Methacrylate (PEGDMA), Glutaraldehide 5% dan Bisphenol-
Glycidyl Methacrylate (Bis-GMA), kombinasi 4- Methacrylate
Trimmellitate anhydride (4-META), Hydroxyethyl Methacrylate
(HEMA) dan PolyMethyl Methacrylate (PMMA), serta kombinasi
Methacryloxyethyl Phenyl Hidrogen Phospatase (Phenyl-P), N-
Methacryloyl-5-aminosalicylic Acid (5-NMSA), Bis-GMS, HEMA
dan Methacryloxydcl Dehydrogen Phospate (MDP).
Pada dasarnya, bahan resin adhesive terdiri dari bahan etsa, larutan
primer, dan komponen adhesive yang dikemas dan digunakan sesuai
dengan generasi sistem adhesive bahan itu sendiri (Dewi, Julita, 2003)
Penelitian menunjukkan pada perbandingan resin adhesive dan dycal,
untuk indirect pulp capping, material ini menunjukkan tingkat
kesuksesan 96% untuk resin dan 83% untuk dycal (Bargenholtz, 2010)
3.3 Restorasi Rigid
Restorasi rigid merupakan restorasi yang dibuat di laboratorium dental
dengan menggunakan model cetakan gigi yang dipreparasi kemudian disemenkan
pada gigi. Umumnya restorasi ini membutuhkan berulang dan penempatan
tumpatan sementara sehingga mahal untuk pasien. Restorasi rigid terdiri dari
inlay, onlay atau overlay, dan crown. Inlay adalah tumpatan rigid yang
ditempatkan di kavitas diantara tonjol gigi, ssedangkan onlay atau overlay
merupakan rekontruksi gigi yang lebih luas meliputi satu atau lebih tonjol gigi.
Crown adalah penggantian sebagian atau seluruh mahkota klinis yang
disemenkan. ADA Council on Scientific Affairs. Direct and indirect restorative
materials. JADA. 2003; 134 : 463-73
-
9
3.3.1 Inlay
Inlay adalah restorasi yang digunakan pada gigi yang di preparasi pada
bagian Oklusal Distal (OD), Oklusal Mesial (OM) atau Mesio Oklusal Distal
(MOD). Inlay sudah jarang digunakan untuk kavitas sederhana dan umumnya
hanya digunakan untuk gigi-gigi yang berkebutuhan khusus, seperti gigi yang
sudah lemah karena karies dan cenderung fraktur bila tidak dilindungi atau bila
retensi sulit dibuat. Inlay yang dikerjakan dan atau diselesaikan diluar mulut
kemudian ditempatkan/dilekatkan pada kavitas gigi yang telah dipreparasi
sebelumnya dengan semen (Tarigan, 1993)..
- Indikasi :
1. Sebagai penyangga bridge
2. Pada kasus dimana diperlukan: perlindungan terhadap jaringan
periodontal, kontak dengan gigi tetangga, menghindari terjadinya
penimbunan sisa makan
3. Lesi karies yang luas dan keadaan traumatic
a. Lesi karies yg luas adalah kavitas MOD, sekunder karies, kavitas
yang mengenai subgingival, kavitas proximooklusal yang luas,
tumpatan permukaan gigi yang telah dirawat endo.
b. Keadaan traumatic adalah abrasi,atrisi dan erosi yg luas, fraktur
incisal gigi anterior / cusp gigi posterior
4. Restorasi permukaan oklusal.
5. Pada pasien yang kesehatan dan kebersihan mulutnya baik dan frekuensi
karies rendah.
6. Bila banyak gigi yang sudah memakai inlay logam.
Seperti gigi tetangga atau antagonis. Ini untuk mencegah galvanic
reaction.
7. Restorasi gigi yang akan menerima tekanan besar yaitu gigi yang dipakai
sebagai pegangan klamer
8. Keadaan sosial ekonomi pasien mengizinkan
- Kontraindikasi :
-
10
1. Pasien dengan insiden karies tinggi
2. Pada kavitas yang kecil, bila dibuatkan inlay akan banyak membuang
jaringan gigi yang sehat.
3. Pasien dengan kesehatan dan kebersihan mulut yang buruk, frekuensi
karies tinggi sehingga mudah terjadi sekunder karies.
4. Gigi muda dimana gigi yang belum erupsi sempurna karena khawatir
akan mencederai pulpa yang masih lebar
- Prinsip preparasi kavitas untuk Inlay
1. Outline form
Seluruh jaringan karies, pit dan fisure yang dalam, email dan cusp yang
tidak terdukung oleh dentin dimasukkan dalam outline preparasi.
Luas preparasi tergantung dari luas karies atau luas tumpatan lama.
Perluasan ke proksimal (dinding gusi atau servikal) sampai dibawah titik
kontak.
2. Resistance and retention form
Karies gigi vital yang dalam -> beri pelindung pulpa Ca(OH)2
Resistensi di dapat dari dinding yang halus line atau point angle yang tajam
Retensi di dapat dari dovetail, dinding kavitas yang divergen dari gingiva ke
oklusal 2-5 derajat.
Retensi di dapat dari preparasi dinding yang saling berhadapan menjadi
separalel mungkin dan kavitas tidak boleh undercut
3. Retensi tambahan
Membuat groove yang berjalan dari dinding servikal ke dinding oklusal.
Membuat gingival retention groove pada axio-gingiva line angle.
4. Convenience from
Kavitas dibuat sedemikian rupa agar alat yang digunakan dapat masuk
atau pemasangan bahan restorasi lebih mudah
-
11
5. Removing Caries
Pembuangan jaringan karies dentin yang terinfeksi, dari bagian oklusal
hingga bagian proksimal.
6. Finishing The enamel wall and margin
Penyelesaian jaringan email -> cavo-surface angle atau margin harus
dibevel. Guna bevel pada preparasi inlay logam untuk mendapatkan
hubungan yang rapat antara inlay dengan gigi dan untuk mengimbangi
kontraksi logam.
7. Toilet of The Cavity
Membuang semua jaringan karies yang masih tertinggal, memeriksa dan
menghaluskan dinding kavitas serta mengeringkan kavitas dengan kapas.
- Tahap Preparasi
1. Preparasi dinding oklusal
Melakukan preparasi dengan mengikuti bentukan outline form yang
telah dibuat sedalam 2-2,5 mm dengan menggunakan tapered fissure flat
end
Bentuk dinding kavitas divergen 3-5 derajat ke arah oklusal.
2. Preparasi bidang proksimal
Melanjutkan preparasi bagian oklusal ke arah proksimal sampai batas
daerah yang mudah dibersihkan (interdental papila)
Membentuk dinding bukan dan lingual divergen 3-5 derajak ke arah
oklusa
Membuat dinding gingiba sampai batas papila interdental, datar, tegak
lurus dengan sumbu gigi (kurang lebih 2 mm di atas garis servikal)
Membuat bevel yang membentuk sudut 45 derajat terhadap permukaan
pada axiopulpolineangel dan permukaan cavo surface enamel margin
Dinding bukal dan lingual pada bagian proksimal bebas kontak sebesar
ujung sonde
-
12
Menghaluskan semua bidang preparasi menggunakan finishing bur
- Pemerikasaan hasil akhir preparasi (Tarigan, 1993).
3.3.2 Onlay
Restorasi tumpatan yang terdiri dari sebagian intra koronal dan sebagian
ekstrakoronal dengan tujuan untuk melindungi tonjol gigi.
Indikasi Onlay :
1. Lebar kavitas lebih dari 1/3 jarak antar tonjol gigi dan perlindungan
tonjol diperlukan
2. Ratio panjang oklusogingival : lebar tonjol palate/ linguobukal 1 : 1 tapi
tidak mencapai 2 : 1 perlindungan tonjol dipertimbangkan.
3. Ratio panjang oklusogingival : lebar tonjol linguobukal lebih dari 2 : 1
perlindungan tonjol diharuskan.
Macam Onlay atau Inlay berdasarkan bahannya :
1. Inlay atau onlay komposit direct dan indirect
2. Inlay atau Onlay logam
3. Inlay atau Onlay emas
4. Inlay atau Onlay porselen
5. Resin Akrilik
Sedangkan tahanpan pembuatan Inlay dan Onlay adalah sebagai berikut :
1. Preparasi
Pada tahap ini dilakukan preparasi sesuai bahan dan pembuatan yang
dilakukan. Untuk inlay atau onlay emas dan logam menggunakan bevel
chamfer, sedangkan untuk inlay atau onlay porselen dan komposit
menggunakan bevel selain chamfer.
2. Pencetakan
Ada dua macam pencetakan yaitu direct dan indirect. Untuk yang direct
dilakukan dengan menggunakan malam yang dipanaskan (kavitas diolesi
vaselin atau varnish terlebih dahulu) atau menggunakan self cured acrilyc.
Untuk yang indirect dengan menggunakan bahan cetak double impression.
-
13
Untuk direct komposit maka tidak perlu dilakukan pencetakan. Karena
inlay atau onlay langsung dibuat didalam mulut, dengan cara sebelum
komposit dimanipulasi menjadi inlay atau onlay, gigi diolesi varnish atau
porselen terlebih dahulu.
3. Tumpat sementara
Lebih baik menggunakan zinc oksida eugenol. Pada pembuatan direct
komposit tidak dilakukan tahap ini.
4. Sementasi
Sebelum dilakukan sementasi, dilakukan try in terlebih dahulu. Kemudian
dilakukan sementasi bisa menggunakan semen polikarboksilat dan semen
zinc fosfat untuk bahan emas, logam dan SIK tipe 1 untuk porselen dan
resin komposit.
3.3.3 Mahkota jaket
Adalah restorasi yang mengelilingi seluruh/ sebagian struktur gigi yang
tersisa, apabila seluruhnya disebut full crown, sedangkan bila sebagian
disebut partial coverage crown/ partial veneers.
Indikasi mahkota jaket :
1. Untuk sisa struktur gigi yang lemah sehingga tidak dapat menahan tekanan
2. Bila sisa jaringan gigi tidak lagi begitu cukup kuat maka dapat dilakukan
mahkota jaket dengan pasak
Tahapan klinis pembuatan mahkota adalah sebagai berikut :
1. Preparasi mahkota
Preparasi mahkota jaket meliputi pembuangan jaringan gigi
sekucupnya yang ditujukan untuk kekuatan dan estetik. Preparasi
seharusnya tidak merusak jaringan pulpa dan juga harus mendukung
retensi dari mahkota jaket. Preparasi harus landau dan dengan sudut
yang tidak tajam. Finishing line tergantung pada bahan mahkota jaket
yang digunakan. Ada beberapa macam finishing line yaitu :
a. But joint : mahkota jaket porselen
b. Chamfer : mahkota jaket porselen fused to metal
c. Taper : mahkota jaket emas
-
14
2. Pencetakan
Pencetakan dengan menggunakan double impression dan sendok cetak
parsial.
3. Pembuatan mahkota sementara
Pembuatan mahkota sementara diperlukan sebagai estetik, proteksi
pulpa dan mencegah overerupsi atau drifting dari gigi antagonis atau
gigi tetangga. Mahkota sementara dapat menggunakan resin akrilik,
polikarbonat, dan stainless steel crown (posterior)
4. Mengirim hasil cetak ke labolatorium gigi
Dokter gigi harus mengkomunikasikan terkait warna, bentuk,
desain(tipe margin, rest seat, tipe bahan) secara jelas.
5. Sementasi mahkota
Sebelum dilakukan sementasi maka dilakukan try in terlebih dahulu
dengan melihat:
a. Margin fit
b. Contact point dengan gigi tetangga
c. Oklusi
JIka sudah tepat maka dapat dilakukan senentasi dengan menggunakan
semen ionomer kaca tipe luting semen seng fosfat maupun sementasi
semen yang lain.
3.4 Hipertensi
3.4.1 Klasifikasi Hipertensi
Menurut WHO (1978) :
1. Tekanan Darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140
dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2. Tekanan darah perbatasan yaitu bila sistolik 141-149 dan diastolik 91- 94
mmHg
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg , diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg
(Sidabutar dkk., 1996)
-
15
Klasifikasi JNC VII (Klasifikasi terbaru saat ini) :
3.4.2 Hubungan Hipertensi dengan Pelayanan Penyakit Gigi
Salah satu faktor resiko hipertensi adalah psikososial. Stress dapat
menaikkan tekanan darah secara tiba-tiba dan masih banyak pasien yang datang
ke dokter gigi drngan keberanian yang sedikit tertekan. (Sidabutar, 1990)
Obat-obatan anti hipertensi yang dapat mempunyai efek samping di
rongga mulut, dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut pasien. (Sherman dan
Hargitai, 2001)
Selain itu obat-obatan hipertensi juga kemungkinan berinteraksi dengan
obat-obat yang diberikan dokter gigi sangat besar seperti misalnya NSAID yang
sering diresepkan dokter gigi dapat berinteraksi dengan obat-obat anti hipertensi.
(Sherman dan Hargitai, 2001)
Penggunaan yang lama dari NSAID dan aspirin (2-3 minggu) dapat
menurunkan khasiat dari beta blockers, AC inhibitor, dan diuretik. Meningkatnya
depresi di sistem syaraf pusat dapat terjadi ketika obat anti hipertensi yang bersiat
sebagai agen sentral seperti Clodine diberikan bersamaan dengan obat-obat
depresi seperti Benzodizepine dan Analgesik opioid.
3.4.3 Efek Samping Obat Hipertensi di Rongga Mulut
Dokter gigi punya kesempatan yang tepat untuk mendeteksi kasus hipertensi
sejak pasien mengunjungi dokter gigi secara rutin. Obat-obat hipertensi dapat
mempunyai efek samping dirongga mulut.
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik
(mmHg)
Normal /= 100
-
16
GOLONGAN OBAT EFEK SAMPING
DIURETIK (furosemide,
triamferena, spironolactone)
Xerostomia, reaksi lichenoid,
lesi vesikuloerosiv
Ace-Inhibitor (lisinopril,
captopril, quinopril)
Xerostomia, angiodema, batuk,
gangguan pengecapan, reaksi
likhenoid, susah menelan, reaksi
mirip phempigus
Calcium chanel blockers Pembesaran gingiva, lupus
Vasodilator-direct
(minixidil, mitralazine)
Sindroma mirip lupus
Alpha-blockers (prazosin,
terazosin)
Xerostomia, gangguan
pengecapan, reaksi likhenoid
Beta adrenergik blockers
(metaprolol, atenolol, timolol)
Reaksi likhenoid, reaksi mirip
pemphigus, lesi vesikuloerosif
3.4.4 Perawatan Pada Pasien Hipertensi
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menangani pasien
hipertensi. Tindakan preventif yang mengontrol tensi pasien meliputi semua
tindakan menghilangkan penyebab yang dapat meningkatkan tekanan darah
pasien meliputi:
1. Pemilihan anestesi
Anastesi lokal merupakan pemilihan terbaik untuk pasien dengan
hipertensi dibanding anestesi umum. Pemberian anestesi harus pelan dan
penyuntikan intravaskuler harus dihindari. Bahan anastesi:
Noradrenalin dan levonordefrin merupakan kontra indkasi untuk
pasien hipertensi karena akan meningkatkan tekanan darah secara
dramatis, akibt merangsang receptor 1 lebih banyak dan sedikit
aktifitas di receptor 2.
Adrenalin lebih aman digunakan unttuk pasien hipertensi
(kosentrasi 1:80.000 1:200.000) karena tidak akan meningkatkan
-
17
tekanan darah secara dramatis akibat perangsangan pada 1dan 2
yang hampir sama, selain itu waktu paruh adrenalin 1 menit dan
akan dieliminasi kira-kira 10 menit,oleh karena itu pengaruh
cenderung sesaat.
2. Kontrol kecemasan atau stress
Prosedur dental yang lama dan stressful sebaiknnya dihindarkan.
Pemberian sedatif peroral (benzodiazepine 5mg malam sebelum tidur dan
1 jam sebelum tindakan perawatan) cukup membantu mengurangi stress
3. Pemilihan waktu perawatan gigi
Merupakan hal yang perlu dipertimbangan. Kenaikan tekanan darah pada
pasien hipertensi sering terjadi pada pagi hari saat bangun tidur, mencapai
puncak pada siang hari dan fluktuasi tekanan darah cenderung menurun
pada sore hari. Oleh karena perawatan baik dilakukan pada sore hari.
4. Penurunan Tekanan Ortostatik
Penurunan tekanan ortostatik dapat menjadi masalah bagi pasien. Hal
ini dapat ditanggulangi dengan mendudukkan pasien pada posisi semi
supin.
(Little, 2002).
Penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi
1. Mengidentifikasi pasien
-
18
Anamnesis riwayat hipertensi yang lalu, obat-obatan yang dikonsumsi,
tanda dan gejala, tekanan darah.
2. Memonitor Pasien
Dokter gigi harus meyakinkan bahwa pasien tetap dalam keadaan tenang
dan selalu memeriksa tekanan darah pasien setiap kunjungan.
3. Mengontrol Nyeri
Mengontrol dengan cara bekerja dengan lembut dan menghindari trauma.
4. Mengurangi Stress dan Cemas
Menciptakan hubungan baik antara dokter gigi dan pasien, menghindari
prosedur yang lama, dan pemberian pramedikasi.
5. Menghindari Interaksi Obat
Hindari pemakaian analgesic non streroid karena dapat mengurangi efek
anti hipertensi (Asmarida, 2003).
3.5 CPP- ACP (Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate)
3.5.1 Pengertian
CPP-ACP merupakan singkatan dari Casein Phosphopeptide-Amorphous
Calcium Phosphate atau yang lebih dikenal dengan kompleks fosfopeptida kasein
dan kalsium fosfat amorf. Konsep dari CPP-ACP sebagai agen remineralisasi
pertama kali diungkapkan pada tahun 1998. Beberapa studi telah membuktikan
bahwa CPP-ACP merupakan suatu bahan yang dapat menghambat aktivitas
kariogenik setelah dilakukan penelitian di laboratorium, pada hewan maupun
manusia dalam percobaan secara in situ. Oleh karena itu CPP-ACP ini telah
diperkenalkan sebagai salah satu bahan dalam bidang kedokteran gigi yang
berasal dari produk derivat kasein dan juga merupakan alat baru untuk melawan
penyakit karies. (Afanti, 2009)
Fosfopeptida kasein (CPP) adalah kelompok peptida yang berasal dari
kasein, bagian dari protein yang terjadi secara alami dalam susu. Susu adalah
makanan protein yang sangat baik dalam menyediakan asam amino esensial dan
nitrogen organik untuk manusia dan hewan dari segala usia. Susu juga
mengandung faktor yang memiliki sifat antikariogenik : kalsium, fosfat, kasein,
-
19
dan lipid. Produk susu mulai diakui di akhir 1950-an sebagai kelompok makanan
yang efektif dalam mencegah karies gigi. (Attin dkk., 2005)
CCP dianggap memiliki bioavailabilitas kalsium yang tinggi dan memiliki
kemampuan dalam menstabilkan kalsium dan fosfat pada saliva serta mengikat
plak pada permukaan gigi. Hal ini dikarenakan ikatan CPP yang mampu menjaga
kalsium dan fosfat pada saliva tetap dalam keadaan amorf non-kristalin yang
artinya stabil, kemudian ion kalsium dan fosfat dapat dengan mudah beradhesi ke
enamel gigi sehingga terbukti mengurangi risiko demineralisasi enamel dan
membantu proses remineralisasi email gigi (Afanti, 2009)
3.5.2 Kandungan CPP-ACP
Fosfopeptida kasein (CCP) yang mengandung kelompok urutan Ser(p)-
Ser(p)-Ser(p)-Glu-Glu memiliki kemampuan signifikan untuk membuat stabilisasi
kalsium fosfat amorf (ACP) dalam larutan yang bersifat metastabil. Melalui
beberapa residu fosfoseril, CPP berikatan dengan bentuk kelompok ACP nano
yang mencegah perkembangan bakteri pada ukuran kritis yang dibutuhkan untuk
nukleasi dan fase transformasi. CPP dapat menstabilisasi kalsium fosfat lebih dari
100 kali dibandingkan yang dapat dilakukan secara normal dalam larutan cair
(Afanti, 2009).
CPP yang merupakan derivat dari protein casein, dimana casein
memberikan beberapa manfaat lain seperti membantu respon imun, meningkatkan
resistensi terhadap pathogen, mengurangi bakteri lain yang dapat merugikan
tubuh, menjaga keseimbangan mikroba di usus, meningkatkan kinerja system
pencernaan dan penyerapan makanan. Beberapa studi menunjukkan bahwa casein
juga memiliki pengaruh dalam ekologi rongga mulut (Andrini, 2012) . Asidogenik
Lactobacillus dan Bifidobacteria berkaitan erat dengan proses karies. Terdapat
penelitian di Finlandia yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kesehatan
gigi dan penurunan jumlah Streptococcus mutans pada anak-anak sekolah yang
mengkonsumsi produk olahan berupa casein. Bahkan beberapa memiliki efek
positif dalam mengurangi jumlah Streptococcus mutans di saliva rongga mulut
manusia (Kidd dan Bechal , 1992)
-
20
3.5.3 Peranan CPP-ACP Pada Gigi
3.5.3.1 CPP-ACP membantu proses remineralisasi enamel gigi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kargul B. bertempat di
Universitas Marmara, Turkey dimana menguji efektisivitas dari pasta yang
mengadung bahan CPP-ACP dengan kadar 10% terhadap kekasaran permukaan
dari enamel secara in vitro. Dan hasil dari penilitian tersebut mengungkapkan
bahwa 10% CPP-ACP mempunyai efek positif terhadap remineralisasi email.
Dimana mekanisme antikariogenik yang dihasilan oleh CPP-ACP adalah
merupakan suatu proses terlokalisasinya ion kalsium dan fosfat pada permukaan
gigi, sehingga menjaga berlangsungnya proses buffer oleh saliva. Oleh karena itu
hal ini membantu untuk mempertahankan keadaan netral pada email gigi, yang
kemudian akan menurunkan proses demineralisasi, dan meningkatkan
remineralisasi (Attin dkk., 2005)
3.5.3.2 CPP-ACP membantu mereduksi aktivitas karies.
Selain meningkatkan kadar konsentrasi kalsium dan fosfor pada saliva
guna membantu proses remineralisasi. Pada tahun 1980an, Reynold menarik
perhatian dengan mengungkapkan fakta bahwa kalsium fosfat amorf kasein
fosfopeptida, yang merupakan salah satu produk dari kasein susu, mampu masuk
ke dalam permukaan email dan mempengaruhi proses karies. Sesuai dengan
gambar 2.1 ketika CPP-ACP diaplikasikan pada permukaan gigi maka CPP-ACP
akan menghasilkan k-casien, b-casein serta ikatan nano-kompleks yang akan
bertindak sebagai barrier penghalang dalam mencegah perlekatan dari
Sterptococcus mutans.
Gambar 3.1 CPP-ACP menghalangi perlekatan dari bakteri Streptococcus
mutans. Sumber: Ingegerd, Johansson., Milk and dairy products: possible effect
on dental health. Scand J Nutr. 2002; 46(3):120
-
21
Penelitian yang dilakukan pada hewan, dimana 0.5% mg/ml larutan dari
CPP-ACP nanokompleks diibaratkan setara dengan 500ppm larutan fluoride dapat
mereduksi aktivitas karies. Larutan CPP-ACP ini diaplikasikan 2 kali sehari pada
permukaan gigi tikus yang sebelumnnya sudah diinjeksikan bakteri Streptococcus
sobrinus, yang merupakan bakteri penyebab karies pada manusia. Secara
signifikan mampu mengurangi aktivitas karies dengan 0.1% mg/ml CPP-ACP
mereduksi sebesar 14% . Sedangkan pada kadar 1% mg/ml CPP-ACP mereduksi
sebesar 55% aktivitas karies (Amerongen, 1999).
3.5.4 Kegunaan CPP-ACP
Selain pada kemampuan CPP-ACP dalam membantu proses remineralisasi
pada email gigi serta kemampuannya dalam mereduksi perlekatan bakteri, dalam
bidang kedokteran gigi CPP-ACP juga memiliki kegunaan lain, seperti: (Crieelard
dkk., 2011)
a. CPP-ACP dalam bentuk sedian pasta dapat memperbaiki keseimbangan
mineral didalam lingkungan mulut.
b. Memberi perlindugan extra terhadap gigi.
c. Membantu menetralisir asam dari bakteri asidogenik dalam plak dan
sumber asam internal dan external lain.
d. Terdapat dalam kemasan berbagai rasa dan membuat permukaan gigi lebih
halus dan bersih.
e. Pasca perawatan bleaching (perawatan pemutihan gigi)
f. Pasca scalling (pembersihan karang gigi) baik secara elektrik maupun
secara manual
g. Untuk pasien abrasi (kerusakan pada bagian servikal gigi),
h. Xerostomia ( mulut kering)
i. Untuk pasien dengan kondisi hipersensitif dentin
j. Untuk pencegahan terhadap kerusakan gigi karena asam yang dihasilkan
bakteri.
-
22
3.5.5 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan CPP-ACP
Indikasi penggunaan CPP-ACP ini, meliputi: (Kidd dan Bechal, 1992)
a. Memperbaiki keseimbangan mineral pada pasien-pasien yang mengalami
defisiensi saliva seperti xerostomia atau ketika tindakan membersihkan
gigi sulit dilakukan.
b. Memperbaiki keseimbangan setelah tindakan perawatan seperti scalling,
root planing dan kuretase, juga mengurangi akibat apapun dari
hipersensitif dentin.
c. Riset membuktikan Recaldent (CPP - ACP) juga dapat mengubah warna
gigi karena white-spot ke arah gigi yang terlihat translusens alamiah.
d. Dapat digunakan untuk gigi permanen, aman untuk diaplikasikan pada
bayi terutama anak-anak di bawah usia dua tahun dengan lesi karies awal.
e. Digunakan untuk pasien dengan kebutuhan khusus seperti yang dengan
gangguan intelektual, gangguan perkembangan dan fisik,serebral palsi,
Down sindrom dan pasien dengan masalah medis seperti terapi radiasi
3.5.6 Kontra indikasi penggunaan CPP-ACP
Pada anak atau pasien yang terdapat riwayat alergi pada jenis makanan
yang mengandung susu.
3.6 Resin Modified Calcium Silicate (RMCS)
Bahan yang disebut dengan istilah Resin Modified Calcium Silicate
(RMCS) ini merupakan light-cured flowable resin yang pertama yang
mengandung kalsium silikat (MTA) yang berperan sebagai "apatite stimulating"
yang selanjutnya akan melindungi dan merevitalisasi jaringan pulpa (Anonim,
2011).
Resin Modified Glass Ionomer (RMGI) sampai saat ini merupakan bahan
yang paling populer untuk tujuan ini. Namun karena sifatnya yang terlalu asam
RMGI tidak bisa diletakkan langsung ke pulpa terbuka dan tidak dapat
memberikan efek yang dibutuhkan gigi dan yang diharapkan dokter gigi. RMCS
kini telah menjadi jawaban untuk masalah ini (Anonim, 2011).
-
23
RMCS diindikasikan untuk perawatan direct maupun indirect pulp
capping, ataupun sebagai base dari suatu restorasi gigi. MTA sendiri merupakan
bahan yang telah teruji efektivitasnya melalui banyak penelitian.
MTA yang terkandung di dalam RMCS ini memiliki peran sebagai berikut
(Anonim, 2011):
1. Menyediakan ion reparatif.
2..Menciptakan suasana lingkungan yang bersifat alkaline untuk
mempercepat penyembuhan jaringan.
3. Cepat membentuk ikatan dan seal.
4. Menstimulasi hidroxyl-apatite dan pembentukan jaringan dentin
sekunder.
Aplikasi bahan ini pun cukup mudah yaitu langsung diaplikasikan ke
dalam kavitas melalui siringnya dengan ketebalan bahan kira-kira 1 mm lalu
dikeraskan dengan penyinaran. Bahan pun langsung mengeras dan tidak mudah
terhapus oleh semprotan angin maupun air. Saat ini baru ada satu produk dari
bahan RMCS ini yaitu Theracal LC yang diproduksi oleh Bisco Dental Products.
-
24
BAB IV
KERANGKA KONSEP
Keluhan Pasien
Pemeriksaan
Teknik
Perawatan Pulp capping
Diagnosa
Pulpitis Reversible
Sakit dengan
Rangsang
Karies
Profunda
Subjektif Objektif Penunjang
Evaluasi
Pengobatan
Hipertensi
terkontrol
24
-
25
BAB V
PEMBAHASAN
Sumber utama inflamasi terhadap jaringan pulpa meliputi bakteri
(Misalnya, Toksin yang berhubungan dengan karies, invasi langsung pulpa dari
karies atau trauma), termal (Misalnya Panas yang berasal dari preparasi kavitas,
pada kecepatan rendah atau tinggi), mekanis (Misalnya, Pemakaian patologik
(atrisi, abrasi), kimia (Misalnya, Asam fosfat, monomer akrilik, Erosi) dan juga
elektrik (Misalnya, arus galvanik karena pergesekan logam pada gigi). Sumber-
sumber tersebut menyebabkan inflamasi ringan hingga parah pada pulpa sehingga
tidak jarang seseorang yang pulpanya telah terkena inflamasi merasakan sakit
walau inflamasi tersebut hanya meliputi seujung jarum atau bahkan profunda yang
masih belum sampai pada proses perforasi.
Pulp Capping didefinisikan sebagai aplikasi dari satu atau beberapa lapis
bahan pelindung di atas pulpa vital yang terbuka. Tujuan pulp capping adalah
untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa dan melindungi pulpa sehingga
jaringan pulpa dapat mempertahankan vitalitasnya. Bahan yang biasa digunakan
untuk pulp capping ini adalah kalsium hidroksida karena dapat merangsang
pembentukan dentin sekunder secara efektif dibandingkan bahan lain. Selain itu
ada ZOE sering digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai
kemampuan dalam pembentukan odontoblas, Resin Adhesive, dan juga Mineral
Trioxide Aggregate (MTA) dimana mempunyai kesuksesan 100 dalam restorasi
setelah 2 tahun.
Restorasi rigid merupakan restorasi yang dibuat di laboratorium dental
dengan menggunakan model cetakan gigi yang dipreparasi kemudian disemenkan
pada gigi. Umumnya restorasi ini membutuhkan berulang dan penempatan
tumpatan sementara sehingga mahal untuk pasien. Restorasi rigid terdiri dari
inlay, onlay atau overlay, dan crown.
Dalam issue dititi beratkan pada pemakaian Inlay pada kavitas dengan
karies kelas 2. Inlay merupakan tumpatan rigid yang ditempatkan di kavitas
diantara tonjol gigi. Inlay harus meliputi Oklusal Distal (OD), Oklusal Mesial
25
-
26
(OM) atau Mesio Oklusal Distal (MOD). Inlay sudah jarang digunakan untuk
kavitas sederhana dan umumnya hanya digunakan untuk gigi-gigi yang
berkebutuhan khusus, seperti gigi yang sudah lemah karena karies dan cenderung
fraktur bila tidak dilindungi atau bila retensi sulit dibuat.
Hipertensi adalah tekanan darah persisten di mana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Tidak jarang hipertensi
ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau
datang dengan keluhan lain. Ada beberapa faktor resiko hipertensi diantaranya
psikososial dan obat-obatan anti hipertensi dapat berpengaruh pada saat dilakukan
perawatan oleh dokter gigi. Obat-obat hipertensi dapat mempunyai efek samping
dirongga mulut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menangani
pasien hipertensi. Tindakan preventif yang mengontrol tensi pasien meliputi
semua tindakan menghilangkan penyebab yang dapat meningkatkan tekanan
darah pasien meliputi pemilihan anestesi, kontrol kecemasan atau stress,
pemilihan waktu perawatan gigi, dan penurunan tekanan ortostatik.
Penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi yaitu
tahap pertama, mengidentifikasi pasien dimana anamnesis riwayat hipertensi yang
lalu, obat-obatan yang dikonsumsi, tanda dan gejala, tekanan darah. Tahap kedua
memonitor kondisi pasien, dokter gigi harus meyakinkan bahwa pasien tetap
dalam keadaan tenang dan selalu memeriksa tekanan darah pasien setiap
kunjungan. Tahap selanjutnya mengontrol nyeri dilakukan dengan cara bekerja
dengan lembut dan menghindari trauma. Tahap keempat mengurangi stress dan
cemas, menciptakan hubungan baik antara dokter gigi dan pasien, menghindari
prosedur yang lama, dan pemberian pramedikasi. Tahap terakhir menghindari
interaksi obat, dengan menghindari pemakaian analgesic non streroid karena dapat
mengurangi efek anti hipertensi (Asmarida, 2003).
CPP-ACP merupakan singkatan dari Casein Phosphopeptide-Amorphous
Calcium Phosphate atau yang lebih dikenal dengan kompleks fosfopeptida kasein
dan kalsium fosfat amorf. Konsep dari CPP-ACP sebagai agen remineralisasi
pertama kali diungkapkan pada tahun 1998. Beberapa studi telah membuktikan
bahwa CPP-ACP merupakan suatu bahan yang dapat menghambat aktivitas
-
27
kariogenik setelah dilakukan penelitian di laboratorium, pada hewan maupun
manusia dalam percobaan secara in situ.
Selain pada kemampuan CPP-ACP dalam membantu proses remineralisasi
pada email gigi serta kemampuannya dalam mereduksi perlekatan bakteri, dalam
bidang kedokteran gigi CPP-ACP juga memiliki kegunaan lain, seperti CPP-ACP
dalam bentuk sedian pasta dapat memperbaiki keseimbangan mineral didalam
lingkungan mulut, memberi perlindugan extra terhadap gigi, membantu
menetralisir asam dari bakteri asidogenik dalam plak dan sumber asam internal
dan external lain, terdapat dalam kemasan berbagai rasa dan membuat permukaan
gigi lebih halus dan bersih, pasca perawatan bleaching (perawatan pemutihan
gigi), pasca scalling (pembersihan karang gigi) baik secara elektrik maupun secara
manual, untuk pasien abrasi (kerusakan pada bagian servikal gigi), xerostomia (
mulut kering), untuk pasien dengan kondisi hipersensitif dentin, untuk
pencegahan terhadap kerusakan gigi karena asam yang dihasilkan bakteri.
-
28
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Karies yang telah meluas dapat diberikan perawatan inlay, onlay, dan
mahkota jembatan. Inlay apabila lebar kavitas kurang dari 1/3 jarak,
onlay apabila lebar kavitas lebih dari 1/3 jarak antar tonjol gigi dan
perlindungan tonjol diperlukan, dan mahkota jaket apabila cups gigi telah
rapuh. Pada pasien yang meiliki riwayat hipertensi dapat dilakukan
penundaan perawatan hingga tekanan darah normal. Menghindari
menimbulkan kecemasan atau stress pasien agar tekanan darah tidak naik
tiba-tiba. Dokter gigi harus mempertimbangkan aksi, interaksi, dan efek
samping dari obat hipertensi yang diberikan dengan perawatan yang
diberikan.
6.2 Saran
Diharapkan bagi dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi dalam
melakukan pemeriksaan di bidang konservasi gigi dapat menegakkan diagnosa
dan melakukan pencegahan serta perawatan yang tepat.
28
-
29
DAFTAR PUSTAKA
Afanty, A., 2009, Pengaruh Aplikasi Pasta Casein Phosphopeptide Amorphous
Calcium Phosphate pada White Spot Gigi Desidui (Studi Kasus), Karya
Tulis Ilmiah PPDGS-1, FKG-UGM, Yogyakarta
Amerongen, A. N., 1999, Ludah dan Kelenjar Ludah Arti Bagi Kesehatan Gigi
(terj), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 1, 3, 6-8, 21, 31
Andrini, M., 2012, Pengaruh Aplikasi Topikal Casein Phosphopeptide
Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) terhadap kadar kalsium, fosfat
dan pH dalam Saliva, Kajian pada white spot, Tesis Program Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Anonim. 2011. Theracal LC Pulp Capping Material and Liner. www.
Gigisehatbadansehat.com. 27 Maret 2014.
Asmarida, Rita. 2003. Penatalaksanaan Pasien Hipertensi di Praktek Dokter
Gigi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Attin R, Thon C, Schlagenhauf U, Werner C, Wiegand A, Hannig C, dan Attin T,
2005, Recolonization of S.mutans on teeth with orthodontic appliance
after antimicrobial therapy, Eur J Orthod, 27:489-493
Bargenholtz, et.al. 2010. Textbook of Endodontology. UK: Wiley Blackwell
Crielaard, W., Zaura, E., Schulier, A. A., Susan, H., Roy, C. M. dan Bartj, J. F.
K., 2011, Exploring the oral microbiota of children at various
developmental stages of their dentition in the relation to their oral health,
BMC Medical Genomics, 4:22, pp 1-13
Grossman, Louis I, Seymour Oliet, dan Carlos E Del Rio. 2012. Ilmu Endodontik
dalam Praktek. Edisi 11. Jakarta: EGC
Karitna. 2005. Clinical Radiography Evaluation Using ZOE, Ca (OH)2. Madras:
Taminadu DR. M.G.K. Medical University
Kennedy, D.B. 1993. Konservasi Gigi Anak. Jakarta. EGC.
-
30
Kidd, E, dan Bechal Sally- Joyston, 1992, Dasar-dasar karies penyakit dan
penanggulangannya, EGC, Jakarta, h. 5,8,100
Little, J.W. 2002. Falace DA dan Miller. Dental Management of the Medielly
Compromised Patient. Philadelphia: Elsevier Science
Sidabutar, Wiguno. 1990. Ilmu Penyakit Dlama Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Sidabutar, Raharjo Puji, Markum, Ruslijanto Hartono, Darmawan Agus.
2002.Penatalaksanaan Pasien Hipertensi pada Oprator Pompa Bensin.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan-Departemen
Kesehatan.
Sherman, Robert dan Harigitai, Istvan. 2001. Dental Magement of The
Hypertensive Patient. London: Academic Press
Tarigan, Rasinta. 1993. Tanbalan Inlay. Jakarta: EGC
Walton & Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktek Ilmu Endodonsia. Jakarta:
EGC