bab 1
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap individu memiliki kemampuan menjalin hubungan sosial, mulai dari hubungan
intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan. Hubungan sosial tersebut diperlukan
individu dalam rangka menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan hidup. Maka dari itu
seorang manusia perlu membina hubungan interpersonal yang memuaskan.
Kepuasan hubungan akan tercapai bila individu terlibat aktif dalam melakukan
interaksi peran serta yang tinggi, disertai respon lingkungan yang positif akan meningkatkan
rasa memiliki, kerja sama, hubungan timbal balik yang harmonis.
Pemutusan hubungan akan terjadi apabila terdapat ketidakpuasan individu dalam
menjalin interaksi, juga adanya respon lingkungannya yang negatip. Kondisi ini akan
mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak percaya dengan orang lain dan keinginan untuk
menghindar dari orang lain atau isolasi sosial. Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu:
1. Apakah pengertian dari isolasi sosial?
2. Bagaimana proses terjadinya isolasi sosial?
3. Apa saja tanda dan gejala dari isolasi sosial?
4. Apa saja diagnosa keperawatan dari isolasi sosiala?
5. Bagaimana tindakan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari isolasi sosial
2. Untuk mengetahui terjadinya isolasi sosial
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari isolasi sosial
4. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan dari isolasi sosiala
Askep Isolasi Sosial Page 1
5. Untuk mengetahui tindakan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial
Askep Isolasi Sosial Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar dan Teori
2.1.1 Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi social adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain.
Isolasi social adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social (Depkes RI, 2000).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan
Akemat, 2009, hlm. 93)
Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk
berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang
lain. (Balitbang, dalam Fitria, 2010, hlm. 29)
Isolasi social merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran, dan kegagalan. Klien menngalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanfaatkan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup berbagi pengalaman. (Yosep, 2009, hlm. 229)
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan suatu
keadaan dimana seseorang berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan
kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami
Askep Isolasi Sosial Page 3
kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada perilaku
menarik diri.
2.1.2 Proses Terjadinya Masalah
Proses terjadinya masalah dapat gambarkan dalam bentuk skema 2.1 dibawah ini:
Skema 2.1 Model adaptasi stres. (Stuart dan Laraia, 2005, hlm. 434)
a. Faktor Predisposisi
Menurut Fitria (2009, hlm. 33-35) ada empat faktor predisposisi yang menyebabkan
Isolasi Sosial, diantaranya:
1) Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan
tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan
dapat menimbulkan masalah sosial.
Dibawah ini akan dijelaskan tahap perkembangan serta tugas perkembangan, lihat tabel 2.1
dibawah ini:
Tahap
PerkembanganTugas
Masa Bayi Menetapkan rasa percaya.
Masa BermainMengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa PrasekolahBelajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab,
dan hati nurani
Masa SekolahBelajar berkompetisi, bekerja sama, dan
berkompromi
Masa PraremajaMenjalin hubungan intim dengan teman sesama
jenis kelamin
Masa Dewasa
Muda
Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
teman, mencari pasangan, menikah, dan mempunyai
Askep Isolasi Sosial Page 4
anak
Masa Tengah
Baya
Belajar menerima hasilkehidupan yang sudah
dilalui
Masa Dewasa
Tua
Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan keterkaitan dengan budaya
Tabel 2.1 Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal (Erik
Erikson dalam Stuart, 2007, hlm. 346)
2) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-
norma yang salah dianut oleh keluarga di mana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti lanjut usia, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari
lingkungan sosialnya.
3) Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan
sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta
perubahan ukuran dan bentuk sel sel dalam limbik dan daerah kortikal.
4) Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk dalam masalah berkomunikasi
sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota
keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersama atau ekspresi
emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.
Askep Isolasi Sosial Page 5
b. Faktor Presipitasi (pencetus)
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya
mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan, yang memenuhi
kemampuan individu berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Faktor
pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:
1. Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga
dan berpisah dari orang yang berarti.
2. Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang
lain untuk memenuhi kebutuhan.
c. Penilaian Terhadap Stressor
Rasa sedih karena suatu kehilangan atau beberapa kehilangan dapat sangat besar
sehingga individu tidak tidak mau menghadapi kehilangan dimasa depan, bukan mengambil
resiko mengalami lebih banyak kesedihan. Respon ini lebih mungkin terjadi jika individu
mengalami kesulitan dalam tugas perkembangan yang berkaitan dengan hubungan. (Stuart,
2007, hlm. 280).
d. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan respon
sosial maladaptif adalah sebagai berikut :
1. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
2. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada
hewan peliharaan.
3. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalnya:
kesenian, musik, atau tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432) terkadang ada beberapa orang yang ketika
ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya dalam
mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi
menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk
keluarga dan temannya.
Askep Isolasi Sosial Page 6
e. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) individu yang mengalami respon sosial maladaptif
menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas.
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik yaitu
sebagai berikut:
1. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
- Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
kepada orang lain karena kesalahan sendiri. (Rasmun, 2004, hlm. 35)
- Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan
dirinya dalam menilai baik buruk. (Rasmun, 2004, hlm. 36)
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
- Splitting
- Formasi reaksi
- Proyeksi
- Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan
orang lain. (Rasmun, 2004, hlm. 32)
- Idealisasi orang lain
- Merendahkan orang lain
- Identifikasi proyeksi
Pattern of
parenting
(Pola asuh
keluarga)
Inevective coping
(Koping individu
tidak efektif)
Lack of
Development task
(Gangguan tugas
perkembangan)
Stressor internal and
external (Stres internal
dan external
Misal: Pada anak
yang kelahirannya
tidak dikehendaki
(unwanted child)
akibat kegagalan
kb, hamil di luar
Misal: Saat
individu mengalami
kegagalan
menyalahkan orang
lain,
ketidakberdayaan,
Misal: Kegagalan
menjalin hubungan
intim dengan
sesame jenis atau
lawan jenis, tidak
mampu mandiri dan
Misal: Stres terjadi
akibat ansietas yang
berkepanjangan dan
terjadi bersama dengan
keterbatasan
kemampuan individu
Askep Isolasi Sosial Page 7
nikah, jenis
kelamin yang
tidak diinginkan,
bentuk fisik
kurang menawan
menyebabkan
keluarga
mengeluarkan
komentar-
komentar
negative,
merendahkan,
menyalahkan
anak
menyangkal tidak
mampu
menghadapi
kenyataan dan
menarik diri dari
lingkungan, terlalu
tingginya self ideal
dan tidak mampu
menerima realitas
dengan rasa syukur
menyelesaikan
tugas, bekerja,
bergaul, sekolah,
menyebabkan
ketergantungan
pada orang tua,
rendahnya
ketahanan terhadap
berbagai kegagalan.
untuk mengatasinya.
Ansietas terjadi akibat
berpisah dengan orang
terdekat, hilangnya
pekerjaan atau orang
yang dicintai.
Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan social merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respons adaptif dengan
maladaptive sebagai berikut:
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Respon Adaptif:
Respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma social dan kebudayaan secara
umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah secara umum serta
masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah
1) Menyendiri: respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
terjadi di lingkungan sosialnya.
2) Otonomi: kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan social
Askep Isolasi Sosial Page 8
MenyendiriOtonomi
BekerjasamaIndependen
Menarik diriKetergantungan
ManipulasiCuriga
Merasa sendiri Depedensi
Curiga
3) Bekerjasama: kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4) Interdependen: Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal
Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk
respon maladaptive adalah:
1) Menarik diri: seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
ketergantungan dengan orang lain.
3) Manipulasi: seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga
tidak dapat membina hubungan social secara mendalam.
4) Curiga: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
2.1.3 Tanda dan Gejala
Gejala Subjektif:
- Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
- Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
- Respon verbal kurang dan sangat singkat.
- Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti denagn orang lain.
- Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
- Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
- Klien merasa tidak berguna.
- Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
- Klien merasa ditolak.
Gejala Objektif:
- Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
- Tidak mengikuti kegiatan.
- Banyak berdiam diri di kamar.
- Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
- Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
Askep Isolasi Sosial Page 9
- Kontak mata kurang.
- Kurang spontan.
- Apatis (acuh terhadap lingkungan)
- Ekspresi wajah kurang berseri.
- Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
- Mengisolasi diri.
- Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
- Masukan makanan dan minuman terganggu.
- Retensi urin dan feses.
- Aktivitas menurun.
- Kurang energy (tenaga)
- Rendah diri
- Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
2.1.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah atas data hasil pengkajian yang
interpretasi ini digunakan perawat untuk membuat rencana, melakukan implementasi dan
evaluasi. (NANDA, 2011, hlm. 2)
a) Diagnosa utama : Isolasi sosial
b) Diagnosa lain yang menyertai diagnosa isolasi sosial menurut Keliat (2006, hlm. 20 )
adalah sebagi berikut:
(1) Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
(2) Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
(3) Gangguan konsep diri: harga diri rendah
(4) Ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupetik
(5) Defisit perawatan diri
(6) Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat pasien
dirumah.
(7) Gangguan pemeliharaan kesehatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Fitria (2009, hlm. 36) adalah
sebagai berikut:
Askep Isolasi Sosial Page 10
(1) Isolasi sosial
(2) Harga diri rendah kronis
(3) Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
(4) Koping individu tidak efektif
(5) Koping keluarga tidak efektif
(6) Malas beraktivitas
(7) Defisit perawatan diri
(8) Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2.1.5 Tindakan Keperawatan
1. Membina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi social kadang-kadang
perlu waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada
pasien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang bias dilakukan. Pendekatan
yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila klien sudah percaya maka apapun yang
diprogramkan, klien akan mengikutinya. Tindakan yang harus dilakukan dalam
membina hubungan saling percaya, adalah:
a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
b. Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang saudara
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan klien.
c. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.
d. Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa lama akan
dikerjakan, dan tempatnya dimana.
e. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
f. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien.
g. Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi.
2. Membantu Klien Menyadari Perilaku Isolasi Sosial
Mungkin perilaku isolasi social yang dialami klien dianggap sebagai perilaku yang
normal. Agar klien menyadari bahwa perilaku tersebut diatasi maka hal yang pertama
Askep Isolasi Sosial Page 11
dilakukan adalah menyadari klien bahwa isolasi social merupakan masalah dan perlu
diatasi. Hal tersebut dapat digali dengan menyatakan:
a. Pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
b. Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang
lain.
c. Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka.
d. Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan
dengan orang lain.
e. Jelaskan pengaruh isolasi social terhadap kesehatan fisik klien.
3. Melatih Klien Cara-cara Berinteraksi dengan Orang Lain Secara Bertahap
a. Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain.
b. Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
c. Beri kesempatan klien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan di hadapan perawat.
d. Mulailah bantu klien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga.
e. Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua,
tiga, empat orang, dan seterusnya.
f. Beri pujian untuk setiap setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien.
g. Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang lain.
Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri
dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
4. Diskusikan dengan klien tentang keluarga dan kelebihan yang dimiliki.
5. Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi untuk membangun
kepercayaan diri klien dalam pergaulan.
6. Ajarkan kepada klien koping mekanisme yang kontruksif.
7. Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap.
8. Diskusikan dengan keluarga pentingnnya interaksi klien yang dimulai dengan
keluarga terdekat.
9. Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya sosialisasi
dengan lingkungan sekitar.
Askep Isolasi Sosial Page 12
10. Intervensi Keperawatan untuk Keluarga
Intervensi keperawatan keluarga menurut Keliat & Akemat (2010, hlm. 104) adalah
sebagai berikut:
1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Jelaskan tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya, penyebab isolasi sosial,
cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
3. Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
4. Bantu keluarga mempraktekan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan
masalah yang dihadapi.
5. Susun rencana pulang bersama keluarga.
2.1.6 Terapi Modalitas
Suatu kegiatan yang diberikan kepada seseorang secara teraupetik sehingga dapat
mempercepat proses penyembuhan pasien.
1) Terapi Individual
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu dengan
cara mengkaji perasaan, sikap, cara berpikir dan perilakunya. Terapi ini meliputi
hubungan satu-satu antara ahli terapi dan klien. Individu biasanya mencari terapi jenis
ini dengan tujuan memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat perubahan
personal, memperbaiki hubungan iterpersonal, atau berusaha lepas dari rasa sakit hati
atau ketidakbahagiaan. (Videbeck, 2008, hlm. 69)
2) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan pasien dan
anggota keluarganya. Tujuannya adalah memahami bagaimana dinamika keluarga
memengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional
keluarga, merestrukturi gaya perilaku keluarga yang maladaptif, dan menguatkan
perilaku penyelesaian masalah keluarga. (Steinglass, dalam Videbeck, 2008, hlm. 70)
3) Terapi Kelompok
Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Tujuannya
agar meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. (Keliat dan
Akemat, 2004, hlm. 16)
Askep Isolasi Sosial Page 13
4) Terapi Lingkungan
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulasi psikologis seseorang yang akan berdampak
pada kesembuhan. (Yosep, 2009, hlm. 325)
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk pasien dengan gangguan jiwa dibagi berdasarkan dua
metode, yaitu sebagai berikut:
a. Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai
berikut:
1) Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan fungsi
neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan atau dengan kata lain
skizofrenia dapat diobati (Hawari,2006, hlm. 96). Obat antipsikotik terpilih untuk
skizofrenia terbagi dalam dua golongan (Hawari, 2006, hlm. 97-99) yaitu antipsikotik
tipikal (Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik atipikal (Klozapin,
Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja dengan memblokir reseptor
dopamin terpilih, baik diarea striatal maupun limbik di otak dan antipsikoti atipikal
menghasilkan reseptor dopamin dan serotonin selektif yang menghambat sistem limbik.
Memberikan efek antipsikotik (gejala positif) dan mengurangi gejala negatif.
2) Menurut Doenges (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang digunakan untuk
mendeteksi fungsi otak pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai berikut:
a) Coputerized Tomografi (CT Scan)
Induvidu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan abnormalitas struktur otak
dalam sebuah hasil CT scan. (Townsend, 2003, hlm. 318)
b) Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Mengukur anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen otak.
c) Positron Emission Tomography
Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa, aliran darah
terutama yang terkait dengan psikiatri.
Askep Isolasi Sosial Page 14
3) Elektroconvulsif Therapy (ECT)
Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan dengan ECT dilakukan 2
sampai 3 kali per minggu dengan total 6 sampai 12 kali pengobatan. (Townsend, 2003,
hlm.316)
2.1.8 Metode Psikososial
Menurut Hawari (2006, hlm. 105-111) ada beberapa terapi untuk pasien skizofrenia,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan
terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. (Hawari, 2006, hlm. 105)
2) Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
bergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat. (Hawari, 2006, hlm. 108-109)
3) Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai manfaat.
Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih cepat hilang, lamanya
perawatan lebih pendek, hendaya lebih cepat teratasi, dan lebih cepat dalam
beradaptasi dengan lingkungan. Terapi keagamaan yang dimaksud adalah berupa
kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, shalat, ceramah keagamaan,
kajian kitab suci dan lain sebagainya. (Hawari, 2006, hlm. 110-111)
Askep Isolasi Sosial Page 15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL
LAPORAN KASUS
3.1 Askep Isolasi Sosial
Askep Isolasi Sosial Page 16
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Isolasi social adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain.
Isolasi social adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social (Depkes RI, 2000).
Tanda dan Gejala
Gejala Subjektif:
- Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
- Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
- Respon verbal kurang dan sangat singkat.
- Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti denagn orang lain.
- Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
- Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
- Klien merasa tidak berguna.
- Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
- Klien merasa ditolak.
Gejala Objektif:
- Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
- Tidak mengikuti kegiatan.
- Banyak berdiam diri di kamar.
- Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
- Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
- Kontak mata kurang.
- Kurang spontan.
- Apatis (acuh terhadap lingkungan)
Askep Isolasi Sosial Page 17
- Ekspresi wajah kurang berseri.
- Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
- Mengisolasi diri.
- Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
- Masukan makanan dan minuman terganggu.
- Retensi urin dan feses.
- Aktivitas menurun.
- Kurang energy (tenaga)
- Rendah diri
- Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Fitria (2009, hlm. 36) adalah
sebagai berikut:
(1) Isolasi sosial
(2) Harga diri rendah kronis
(3) Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
(4) Koping individu tidak efektif
(5) Koping keluarga tidak efektif
(6) Malas beraktivitas
(7) Defisit perawatan diri
(8) Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Askep Isolasi Sosial Page 18
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung : PT Refika Aditama
Fitria , Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Doenges E, Marylin et. al. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri edisi 3.(alih bahasa
oleh Laili Mahmudah, dkk, 2006). Jakarta : EGC
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (alih bahasa , Ramona P Kapoh, Egi
Komara Yudha, 2006). Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Rasmun. (2004). Stress Koping dan Adaptasi. Jakarta :CV.Sagung Seto
Townsend, Mary C (2003). Psychiatric Mental Healt Nursing : Concepts of Care.Fourth
Edition. Philadelphia : Davis Company
Videbeck, Sheila L. (2001). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. (alih bahasa oleh Komalasari &
Hany, 2008). Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta: EGC
Askep Isolasi Sosial Page 19