bab 1 daun beluntas

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang terkenal akan kekayaan rempah rempah dan berbagai jenis tanaman. Dari dulu hingga sekarang tanaman herbal ataupun tanaman obat dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman herbal sangat banyak sekali jenisnya dan manfaatnya, dari mulai mampu mengobati penyakit kelas ringan bahkan sampai ke penyakit kelas berat. Misalnya penyakit kanker, diabetes, antipiretik, antiinflamasi, antitumor dan lain sebagainya. Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh atau obat untuk menurunkan panas, dari suhu yang tinggi mejadi kembali normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostaglandin pada SSP (Sistem saraf pusat). Prostaglandin berperan dalam proses inflamasi dan peningkatan suhu tubuh. Apabila 1

Upload: reki-senja-trinanda

Post on 15-Sep-2015

163 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

farmakologi

TRANSCRIPT

25

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangIndonesia adalah negara agraris yang terkenal akan kekayaan rempah rempah dan berbagai jenis tanaman. Dari dulu hingga sekarang tanaman herbal ataupun tanaman obat dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman herbal sangat banyak sekali jenisnya dan manfaatnya, dari mulai mampu mengobati penyakit kelas ringan bahkan sampai ke penyakit kelas berat. Misalnya penyakit kanker, diabetes, antipiretik, antiinflamasi, antitumor dan lain sebagainya.Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh atau obat untuk menurunkan panas, dari suhu yang tinggi mejadi kembali normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostaglandin pada SSP (Sistem saraf pusat). Prostaglandin berperan dalam proses inflamasi dan peningkatan suhu tubuh. Apabila prostaglandin tidak dihambat maka terjadi peningkatan suhu tubuh yang akan mengakibatkan demam.Demam, yang berarti suhu tubuh di atas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak, atau dehidrasi (Ganong, 2003).Tumbuhan Daun beluntas biasanya digunakan masyarakat untuk menghilangkan bau badan, meningkatkan nafsu makan, melancarkan pencernaan, mengatasi nyeri persendian, nyeri otot, nyeri saat menstruasi, menurunkan demam, mengeluarkan keringat, mengobati scabies, dan tuberkulosis (TBC) kelenjar getah bening. Akar beluntas berkhasiat sebagai penyegar tubuh, mengeluarkan keringat, dan mengatasi nyeri persendian. Selain itu daun beluntas juga sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai lalapan. Daun beluntas memiliki rasa yang agak pahit dan daun beluntas bila diremas mengeluarkan bau yang harum.Hal inilah yang mendorong peneliti untuk menguji aktivitas antipiretik ekstrak daun beluntas pada tikus jantan.1.2 Identifikasi Masalah1.2.1 Bagaimana efek antipiretik dari ekstrak daun beluntas?1.2.2 Metode apa yang digunakan dalam uji antipiretik ini?1.2.3 Pada dosis berapa ekstrak daun beluntas yang menberikan efek antipiretik?1.2.4 Hewan percobaan apa yang digunakan pada percobaan ini?1.2.5 Bagaimana mekanisme kerja dari ekstrak daun beluntas?1.2.6 Senyawa metabolit apa yang terkandung dalam daun beluntas?1.2.7 Apakah efek antipiretik dari ekstrak daun beluntas lebih baik dibandingkan dengan efek antipiretika obat paten?1.3 Batasan Masalah Karena keterbatasan waktu, dana, dan tenaga maka penelitian dibatasi pada dua variable yaitu efektivitas dan dosis.

1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut.1.3.1 Apakah ekstrak dari daun beluntas memiliki efek antipiretik?1.3.2 Pada dosis berapa daun beluntas yang memiliki efek antipiretik?1.4 Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini sebagai berikut.1.4.1 Untuk mengetahui efek antipiretik ekstrak dari daun beluntas.1.4.2 Untuk mengetahui dosis mana yang akan memberikan efek antipiretik.1.4.3 Untuk mengetahui apakah efek antipireik dari ekstrak daun beluntas lebih baik dibandingkan dengan efek antipiretik obat paten.1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tanaman beluntas sebagai obat antipiretik serta dosis yang digunakan.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Deskripsi Tanaman BluntasBeluntas (Pluchea indica Less) merupakan tanaman herba family Asteraceae yang telah dimanfaatkan sebagai pangan dan sediaan obat bahan alam Tumbuh liar di daerah kering di tanah yang keras dan berbatu atau ditanam sebagai tanaman pagar. Memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan. Banyak ditemukan di daerah pantai dekat laut sampai ketinggian 1.000 m dari permukaan laut. Perdu kecil, tumbuh tegak sampai 2 meter atau lebih. Bercabang banyak, berusuk halus, berambut lembut. Daun bertangkai pendek, letak berseling, helaian daun bulat telur sungsang. Ujung bulat melancip, tepi bergigi, berkelenjar, panjang 2,5 sampai 9 cm. Lebar 1 - 5,5 cm. dengan warna hijau terang bila diremas mengeluarkan bau harum. Bunga majemuk dengan bentuk malai rata, keluar dari ketiak daun dan ujung tangkai. Bunga berbentuk bonggol, bergagang ataupun duduk, berwarna putih kekuningan sampai ungu. Buah berbentuk gasing, kecil, keras berwarna coklat dengan sudut-sudut berwarna putih. Biji kecil, coklat keputih-putihan. Perbanyakan dengan stek batang yang cukup tua (Ardiansyah dkk., 2003). Daun pelindung berbulu lembut, berwarna ungu dan pangkalnya ungu muda. Kepala sari menjulur dan berwarna ungu. Tangkai putik pada bunga betina lebih panjang. Buah beluntas longkah berbentuk seperti gasing, warnanya coklat dengan sudut-sudut putih dan lokos 10 (gundul atau licin) panjang bauh 1 mm (Susetyarini, 2007). Penelitian menyebutkan bahwa beluntas mempunyai aktivitas antioksidan (Andarwulan et al. 2010) karena mengandung sejumlah senyawa fitokimia, seperti lignan, terpene, fenilpropanoid, benzoid, alkana (Luger et al. 2000), sterol, 2-prop-1-uni, (5,6-dihidroksi heksa-1,3-diunil), thiofena, katekin (Biswas et al. 2005), hidrokuinon, tannin dan alkaloid (Ardiansyah et al. 2003), flavonol (Andarwulan et al. 2010).

Ciri Morfologi daun beluntas

Daun bertangkai pendek, letaknya berselang-seling, berbentuk bulat telur sunsang, ujung bundar melancip. Tepi daun bergerigi, berwarna hijau terang, bunga keluar di ujung cabang dan ketiak daun, berbentuk bunga bonggol, bergagang atau duduk, dan berwarna ungu. Buahnya longkah agak berbentuk gasing, berwarna cokelat dengan bersudut putih.

Daun beluntasyang merupakan sebuah tanaman kecil yang banyak ditemukan di kawasan yang dekat dengan pantai. Tanaman ini hidup dengan cara yang liar dan dapat mudah tumbuh meski tak sengaja dibudidayakan. Pemanfaatan daun beluntas ini banyak digunakan sebagai obat herbal yang cukup ampuh. 2.2 Klasifikasi Daun Beluntas

Kingdom: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Asterales

Famili

: Asteraceae

Genus

: Pluchea

Spesies: Pluchea indica Less (Purnomo, 2001).2.3 Kandungan Zat Aktif Tanaman Beluntas

2.3.1 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid (Sjahid, 2008).

Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidannya dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol alam (Harbone , dalam Sjahid: 2008).Flavonoid yang merupakan komponen polifenol sering ditemukan di dalam berbagai jenis tumbuhan mempunyai efek antioksidan secara in vitro dan ex vivo serta mempunyai efek menurunkan kolesterol pada manusia maupun hewan (Ekawati, 2007). Peran daun beluntas sebagai antikolesterol disebabkan pengaruh dari senyawa antioksidan yang dikandung daun beluntas yaitu senyawa fenolik. Senyawa ini dapat mengurangi timbunan lemak jahat (LDL) di dalam pembuluh darah.2.3.2 Vitamin C

Vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air. Dalam tubuh vitamin C membantu 7 mengurangi infeksi yang masuk ke dalam tubuh, membantu menyembuhkan luka, meningkatkan penyerapan zat besi, dan dapat meningkatkan kesehatan kardiovaskuler Vitamin C dikatakan mempunyai efek antioksidan baik terhadap oksigen reaktif maupun nitrogen (Wulandari, dkk., 2008).

Vitamin C berperan menghambat oksidasi dari LDL. Jika LDL teroksidasi, maka LDL akan terdeposit dalam sel endotel pembuluh darah (Sulistyowati, 2006). Hal tersebut akan memacu terjadinya aterosklerosis yang merupakan akibat dari hiperkolesterolimia.Dalam metabolisme kolesterol, vitamin C berperan meningkatkan laju kolesterol yang dibuang dalam bentuk asam empedu, meningkatkan kadar HDL dan berfungsi sebagai pencahar sehingga meningkatkan pembuangan kotoran dan akhirnya ini akan menurunkan penyerapan kembali asam empedu dan pengubahannya menjadi kolesterol. Vitamin ini juga sangat penting untuk sintesis kolagen. Kolagen itu berbentuk serabut kuat dan merupakan jaringan ikat yang penting bagi kulit otot pembuluh darah, dan tidak mengherankan jika kekurangan vitamin C cenderung melemahkan struktur pembuluh darah jantung otot. Jadi peran vitamin C dalam pembentukan kolagen merupakan faktor positif untuk mencegah serangan penyakit jantung koroner (Khomsan, 2003).

Pemberian vitamin C dapat memperbaiki difungsi endotel pada pasien hiperkolesteromia. Efek vitamin C pada plak yang mengandung kolagen menambah teori-teori rasional penggunaan vitamin C pada pasien dengan resiko aterosklerosis (Wulandari, 2008).2.4 AntipiretikAntipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (Anief, 1995).Obat analgesik-antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (Ganiswara, 1995).Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali pelepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin seperti interleukin yang memacu pelepasan PG yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Selain itu PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus. Obat mirip aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG. Tetapi demam yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain seperti latihan fisik (Ganiswara, 1995).2.5 ParacetamolParasetamol atau asetaminofen merupakan analgetik antipiretik yang populer dan banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk sediaan tunggal maupun kombinasi (Siswandono, 1995). Di Indonesia, parasetamol tersedia sebagai obat bebas. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin yang mempunyai efek antipiretik yang sama. Dalam dosis yang sama, parasetamol mempuyai efek analgesi dan antipiretik sebanding dengan aspirin, namun efek antiinflamasinya sangat lemah (Katzung, 2002). Pada umumnya parasetamol dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (Tjay dan Rahardja, 2002).2.6 Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POM, 1979).Ekstraksi merupakan penarikan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan mengggunakan pennyari tertentu. Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah maserasi, perkolasi, dan sokletasi. Untuk mengekstraksi senyawa kimia yang ada dalam tumbuhan terlebih dahulu bahan dikeringkan kemudian dihaluskan dengan derajat halus tertentu lalu diekstraksi dengan pelarut yang sesuai. Untuk mendapatkan sari yang kental dapat dilakukan dengan menguapkan hasil ekstraksi dengan bantuan rotary evaporator (Harborne, 1987).

Macam-macam Ekstraksia. Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan perendaman, pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) (Ditjen POM, 2000).

c. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang secara terus-menerus, umumnya dilakukan dengan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).2.7 Vaksin DPTVaksin DPT terdiri atas kuman difteri yang dilemahkan atau toksoid difteri (alumprecipitated toxoid), toksoid tetanus dan vaksin pertusis dengan menggunakan fraksi sel (selular) yang berisi komponen spesifik dari Bordettella pertusis (Tumbelaka dan Hadinegoro, 2005; Hay et al., 2009).

Dosis yang diberikan adalah 0,5 ml intramuskular tiap kali pemberian pada umur 2, 4 dan 6 bulan sebagai imunisasi dasar. Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan, kemerahan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari. Efek samping dapat berupa demam tinggi, kejang dan abses. Kontraindikasi pemberian vaksin adalah panas yang lebih dari 380C, riwayat kejang serta reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya misalnya suhu tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya (Isbagio et al., 2004; Rampengan, 2007; DiPiro et al., 2008; Hay et al., 2009).

Vaksin DPT yang memiliki efek samping demam terutama vaksin DPT dengan fraksi seluler Bordettella pertusis, bukan vaksin DPaT yang mengandung fraksi aseluler kuman tersebut. Fraksi seluler Bordettella pertusis diduga berperan sebagai pirogen eksogen terhadap tubuh sehingga menyebabkan tubuh menjadi demam karena terjadi mekanisme pembentukan antibodi terhadap kuman dalam vaksin DPT (Hay et al., 2009).2.8 Klasifikasi Hewan PercobaanTikus putih dalam sistematika hewan percobaan (Sugiyanto, 1995) diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum

: Chordata

Subfilum : Vertebrata

Classis

: Mammalia

Subclassis : Placentalia

Ordo

: Rodentia

Familia : Muridae

Genus

: Rattus

Species : Rattus norvegicus2.9 Karakteristik Hewan PercobaanTikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Mangkoewidjojo, 1988).

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang, semprit injeksi 5 ml, NGT no.5, semprit injeksi 1 ml, termometer digital, penghitung waktu, oven, blender, kain penyaring, kertas saring whatman no.1, cawan petri, evaporator vakum, erlenmeyer, timbangan analitik, batang pengaduk, gelas ukur, dan lumpang.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan yaitu daun beluntas, etanol 70%, parasetamol, aquades, vaksin DPT-HB, dan tikus Wistar jantan sebanyak 15 ekor.3.3 Pengambilan Tanaman

Pengambilan tanaman dilakukan di kebun percontohan Manoko, Lembang Kabupaten Bandung dengan bagian tumbuhan berupa daun pada bulan April.3.4 Pembuatan SimplisiaPembuatan simplisia dilakukan hanya pada bagian daun beluntas menggunakan oven dari bulan April hingga Mei.3.5 Determinasi Tanaman

Determinasi dilakukan di Herbarium Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung dengan menggunakan bagian tumbuhan berupa daun.3.6 EktraksiPengambilan senyawa metabolit sekunder dari daun beluntas dilakukan dengan cara maserasi dengan pelarut etanol 70% selama 15-30 menit ekstraksi pada bulan Juni.3.7 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan untuk menguji adanya kandungan senyawa metabolit sekunder yang telah diekstraksi menggunakan beberapa pereaksi yang dilakukan pada bulan Juni.Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak beluntas (Pluchea indica less) dengan prosedur secara umum, yaitu (Fransworth, 1996)a. Uji Alkaloid

Bahan dibasakan dengan larutkan amoniak 10 %, larutan yang telah dibasakan tersebut kemudian diekstraksi dengan kloroform, ekstrak kloroform dikumpulkan dan diasamkan dengan HCl 1 N. Campuran dikocok, fase air diambil dan diuji dengan pereaksi Bouchardat, Dragendorf dan Mayer. Adanya endapan putih (Mayer), kuning jingga (Dragendorf) dan coklat (Bouchardat) menyatakan adanya alkaloid. Untuk menghindari terjadinya kesalahan karena adanya reaksi positif palsu alkaloid, maka kedalam endapan diteteskan etanol. Endapan-endapanyang diberikan oleh senyawa non alkaloid tidak akan larut. Sedangkan endapan yang diberikan oleh alkaloid larut.

b. Uji Flavonoid

Bahan digerus dengan sedikit air dalam mortir kemudian dipindahkan kedalam tabung reaksi yang berisi logam Magnesium dan HCl 2N. Seluruh campuran dipanaskan dalam penangas air selama 5-10 menit. Kemudian disaring panas-panas dan filtrat dibiarkan dingin. Kedalam filtrat ditambahkan amil alkohol lalu dikocok. Warna merah pada lapisan amil alkohol menunjukan adanya flavonoid.

c. Uji Tanin dan Polifenol

Bahan digerus dengan air dalam mortir, kemudian bahan dipindahkan dalam tabung reaksi dan dididihkan selama 15 menit. Setelah pemanasan kemudian bahan disaring dan dibiarkan dingin. Filtrat pertama ditambahkan dengan larutan gelatin 1 % adanya endapan putih menunjukan adanya tanin. Filtrat kedua ditambahkan larutan FeCl3, terbentuknya warna biru-hitam menunjukan adanya polifenol. d. Uji Kuinon

Bahan digerus dengan air dalam mortir, kemudian bahan dipindahkan dalam tabung reaksi dan dididihkan selama 5 menit. Kemudian bahan dibiarkan dingin. Filtrat ditambahkan dengan larutan NaOH 5 %. Terbentuknya warna kuning-merah menunjukan adanya kuinon.

e. Uji Steroid dan Triterpenoid

Bahan disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering. Pada residu diteteskan dengan larutan pereaksi Lieberman Burchard atau pereaksi Carr-Price. Terbentuknya warna ungu menunjukan adanya triterpen, sedangkan jika terbentuk warna hijau-biru menunjukan adanya steroid.

f. Uji Saponin

Bahan digerus dengan air dalam mortir, kemudian dipindahkan dalam tabung reaksi dan dipanaskan selama 5 menit. Setelah pemanasan bahan disaring dan dibiarkan dingin. Filtrat dalam tabung reaksi dikocok kuat-kuat selama kurang lebih 1-2 menit. Pembentukan busa sekurang-kurangnya 1 cm dan tetap selama 1 menit serta tidak hilang dengan penambahan 1 tetes HCL encer menunjukan adanya saponin.

g. Pemeriksaan Golongan Senyawa Monoterpen dan Seskuiterpen

Bahan disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering. Pada residu diteteskan dengan reagen anisaldehid-asam sulfat atau vanilin-asam sulfat. Terbentuknya warna-warna menunjukan adanya senyawa monoterpen dan seskuiterpen.3.8 Pengujian Aktivitas Antipiretik

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Hewan coba yang digunakan adalah tikus wistar jantan sebanyak 15 ekor dengan berat badan 150-200 gram. Hewan coba dibagi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (aquades), kelompok kontrol positif (parasetamol), dan kelompok perlakuan yaitu pemberian ekstrak daun Beluntas. Pengukuran suhu dilakukan sebelum pemberian vaksin DPT-HB, 2 jam setelah pemberian DPT-HB, dan menit ke-30, 60, 90, 120 setelah pemberian perlakuan. Pengujian Aktivitas Antipiretik dilakukan pada bulan Juli hingga September.3.9 Pemilihan Hewan Percobaan

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus Wistar jantan dengan berat badan 150-200 gram sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dimana setiap kelompok terdiri dari 3 ekor tikus. Masing-masing hewan coba akan diberikan vaksin DPT-HB. Kelompok pertama diberi kontrol negatif (aquades), kelompok kedua diberi kontrol positif (parasetamol), kelompok ketiga diberi ekstrak daun beluntas 150 mg/kgBB, kelompok keempat diberi ekstrak daun beluntas 300 mg/kgBB, dan kelompok kelima diberi ekstrak daun beluntas 600 mg/kgBB.3.10 Kontrol PositifAntipiretik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah parasetamol tablet 500 mg, maka dosis parasetamol untuk tikus 3 Wistar adalah ( 50/70 x 0,018 x 500) = 6,4 mg/200 mg BB tikus.

3.11 Metode PenelitianTikus Wistar yang telah diadaptasi selama 1 minggu dipuasakan selama 8 jam dan hanya diberi minum. Semua hewan coba diukur suhu rektal sebelum dan sesudah diinduksi dengan vaksin DPT-HB. Hewan coba diinduksi melalui intramuskular pada paha. Selanjutnya, tikus Wistar diberikan sediaan oral dimana kontrol negatif diberikan aquades, kontrol positif diberikan parasetamol, dan kelompok perlakuan diberikan ekstrak daun beluntas 150 mg/kgBB, 300 mg/kgBB, dan 600 mg/kgBB. Suhu rektal hewan coba diukur tiap 30 menit hingga 120 menit setelah induksi dengan vaksin DPT-HB. Pengukuran suhu rektal dilakukan dengan thermometer digital.

Data berupa suhu awal (ts), suhu 2 jam setelah pemberian vaksin dan suhu selang 30 menit setelah perlakuan dideskripsikan dan dihitung serta disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun beluntas terhadap penurunan suhu tubuh hewan coba yang diinduksi dengan vaksin DPT-HB.

3.12 Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan dari bulan April tahun 2015 sampai Desember tahun 2015 di Laboratorium Farmakologi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dari bulan April hingga Desember.Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Bulan April-AgustusKegiatanAprilMeiJuniJuliAgustus

12341234123412341234

Pengambilan tanaman

Pembuatan simplisia

Determinasi

Ekstraksi

Penapisan fitokimia

Penguian aktivitas antipiretik

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian Bulan September-DesemberKegiatanSeptemberOktoberNovemberDesember

1234123412341234

Pengujian aktivitas antipiretik

Pengumpulan data

Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penapisan FitokimiaTable 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica less)Metabolit SekunderHasilKeterangan

Alkaloid+

Flavonoid+

Polifenolat dan Tanin+Polifenolat

Monoterpenoid dan sesqueterpen+

Steroid dan Triterpenoid-

Kuinon+

Saponin-

4.2 Hasil Pengukuran Suhu Tikus

4.2 Tabel hasil pengukuran suhu rata-rata rektal tikussuhu rata-rata rektal tikus

tst0t30t60t90t120

Kontrol Negatif37,138,738,93938,939

Kontrol Positif37,138,638,738,33837,8

Ekstrak 150 mg/kgBB3738,63938,838,838,9

Ekstrak 300 mg/kgBB37,238,33938,838,638,7

Ekstrak

600 mg/kgBB 37,138,738,938,738,638,5

Keterangan:

ts = Pengukuran suhu rektal sebelum penyuntikan vaksin.

t0= Pengukuran suhu rektal setelah penyuntikan vaksin.

t30-120Pengukuran suhu rektal menit ke-30 sampai menit ke-120 setelah perlakuan.

4.2 Grafik pengukuran suhu rata-rata rectal tikus

4.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya efek antipiretik ekstrak daun beluntas dengan cara meningkatkan suhu rektal tikus terlebih dahulu. Suhu rektal tikus ditingkatkan dengan cara menyuntikan vaksin DPT-HB pada paha tikus. Pengukuran suhu rektal tikus menggunakan termometer digital yang diukur sebelum penyuntikan vaksin, setelah penyuntikan vaksin, dan setelah pemberian perlakuan. Efek antipiretk dapat dilihat dengan penurunan suhu rektal tikus.

Hasil pengujian pada kelompok perlakuan yang diberi dosis berbeda, menunjukkan terjadi penurunan rata-rata suhu rektal tikus yang sedikit. Pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun beluntas tidak menunjukkan efek antipiretik sampai menit ke-120. Hal ini diduga karena jumlah dosis yang digunakan pada ekstrak daun beluntas belum mampu menurunkan suhu rektal tikus.

Pada kelompok kontrol positif yang diberikan parasetamol, menunjukkan terjadi penurunan rata-rata suhu rektal tikus yang jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak daun beluntas dengan berbagai dosis. Namun, pada kelompok kontrol positif tidak menunjukkan efek antipiretik sampai menit ke-120. Hal ini kemungkinan karena waktu pengukuran suhu rektal setelah perlakuan hanya dua jam.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan suhu setelah pemberian perlakuan pada masing-masing tikus tidak semua sama walaupun dalam satu kelompok perlakuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi seperti galur, hormon, diet, dan lingkungan.BAB VKESIMPULAN DAN SARAN5.1 KesimpulanPada penelitian ini didapatkan hasil bahwa ekstrak daun beluntas tidak mempunyai efek antipiretik dan tidak lebih baik dari obat parasetamol dalam menurunkan suhu tubuh tikus, ini dilihat dari tabel maupun grafik pengukuran suhu rata-rata rectal tikus.5.2 SaranMengingat adanya keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian ini, maka diperlukan penelitian lebih lanjut, yaitu suatu penelitian serupa dengan sampel, kontrol serta metode yang lebih baik untuk mengetahui secara lebih terperinci efek antipiretik ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.).

DAFTAR PUSTAKAAyuni, R. Khasiat Selangit Daun-Daun Ajaib Tumpas Beragam Penyakit. Yogyakarta: Araska. 2012. Hal 110.Gibson, GG. Skett, P. Pengantar Metabolisme Obat. Jakarta: UI-Press. 2006. Hal 120.

Hidayat D, Hardiansyah G. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Kawasan IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Camp Tontang Kabupaten Sintang. Vokasi. 2012;8;61-68. [diakses: 9 September 2013]. Diunduh dari: http://respsitory.polnep.ac.id/bitstream/handle/123456789/75/01Deden.pdf?sequnce=1Manu, RRS. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea Indica L.) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Psedomonas aerobinosa. Calyptras. 2013;2

Suseno, M. Sehat dengan Daun. Yogyakarta: Buku Pintar. 2013. Hal 43.

Trubus. Herbal Indonesia Berkhasiat. Depok: PT Trubus Swadya. 2012. Ed 1. Vol 10. Hal 242-243.4

13

20

24

1