bab 1 - hkbp nommensen university
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia tergolong negara dengan struktur penduduk lanjut usia
(aging structured population). Sensus penduduk pada lanjut usia
menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan
jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia. Jumlah lansia di Indonesia
mencapai 20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03 persen dari seluruh
penduduk Indonesia tahun 2014. Jumlah lansia perempuan lebih besar
daripada laki-laki, yaitu 10,77 juta lansia perempuan dibandingkan 9,47
juta lansia laki-laki. Adapun lansia yang tinggal di pedesaan sebanyak
10,87 juta jiwa, lebih banyak daripada lansia yang tinggal di perkotaan
sebanyak 9,37 juta jiwa. Berdasarkan proyeksi data lansia tahun 2013-
2100 kelompok usia 60 tahun keatas terus mengalami peningkatan.
jumlah penduduk lanjut usia yang berada di Sumatera Utara yaitu 5,90
persen.1,2
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun. Semakin bertambahnya usia, akan terlihat adanya perubahan-
perubahan pada dirinya. Adapun perubahan-perubahan seperti perubahan
fisik dan psikososial. Pada lansia yang harus diperhatikan adalah
kebutuhannya. Kebutuhan fisiologis dasar manusia termasuk lansia yang
harus dipenuhi adalah nutrisi, kenyamanan, cairan elektrolit, dan tidur.
Tidur merupakan suatu keadaan bawah sadar dimana seorang individu
masih dapat dibangunkan dengan adanya ransangan sensorik ataupun
dengan rangsangan lain. Tidur juga diartikan sebagai perilaku yang
ditandai secara khas dengan postur tubuh yang tidak bergerak dan
hilangnya kepekaan tapi mudah muncul kembali akibat rangsangan dari
luar. Tidur adalah keadaan organisme yang teratur, berulang dan mudah
dibalikkan yang ditandai oleh relatif tidak bergerak dan peningkatan
1
2
besar ambang respons terhadap stimuli eksternal relatif dari keadaan
terjaga.3–6
Kebutuhan tidur merupakan suatu kebutuhan yang fisiologis. Tidur
yang normal melibatkan dua fase yaitu gerakan bola mata cepat atau
Rapid Eye Movement (REM) dan tidur dengan gerakan bola lambat atau
Non Rapid Eye Movement (NREM). Selama NREM seseorang
mengalami 4 tahapan dalam siklus tidurnya. Tahap 1 dan 2 merupakan
karakteristik dari tidur dangkal dan seseorang lebih mudah terbangun.
Tahap 3 dan 4 merupakan tidur dalam dan sulit untuk dibangunkan. 7
Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana seseorang
mendapatkan kemudahan untuk memulai tidur, mampu mempertahankan
tidur, dan merasa rileks setelah bangun dari tidur. Kebutuhan tidur setiap
orang berbeda-beda, usia lanjut membutuhkan waktu tidur 7-8 jam per
hari. Sebagian besar lansia beresiko tinggi mengalami gangguan tidur
yang diakibatkan oleh beberapa faktor seperti faktor penyakit dan faktor
usia. Selama proses penuaan, terjadi perubahan fisik dan mental yang
diikuti dengan perubahan pola tidur yang khas yang membedakannya
dari orang yang lebih muda. Ketidakcukupan kualitas tidur dapat
merusak memori dan kemampuan kognitif pada lansia. Kualitas tidur
yang baik akan berpengaruh terhadap fungsi kognitifnya dimana pada
tahap tidur dihubungkan dengan aliran darah ke serebral, peningkatan
konsumsi oksigen yang dapat membantu penyimpanan memori dan
pembelajaran yang berhubungan dengan fungsi kognitifnya. 7–9
Fungsi kognitif adalah proses mental manusia yang meliputi
perhatian persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan memori. Adanya
perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya
kemampuan meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi
transmisi saraf di otak (menyebabkan proses informasi melambat dan
banyak informasi yang hilang selama transmisi), berkurangnya
kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi
dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik
3
dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.7
Selain mempengaruhi fungsi kognitif, tidur juga dapat mempengaruhi
sistem kardiovaskuler yang akan berpengaruh terhadap tekanan
darahnya.
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap
dinding pembuluh darah, dimana hal tersebut tergantung pada volume
darah yang berada dalam pembuluh darah dan daya regang pembuluh
darah. Tekanan darah dapat diukur dengan menggunakan
sfigmomanometer, yaitu suatu manset yang dililitkan di lengan yang di
pasang secara eksternal untuk mengukur tekanan darah. Tekanan darah
dibagi menjadi dua yaitu tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan
darah sistolik adalah tekanan darah yang terjadi ketika otot jantung
berdenyut memompa darah sehingga darah terdorong keluar dari jantung
menuju ke seluruh tubuh, rata-rata tekanan darah sistolik yaitu 120
mmHg. Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat darah
kembali memasuki jantung, rata-rata tekanan darah diastolik yaitu
80mmHg. Rata-rata tekanan darah normal yaitu 120/80 mmHg.10–12
Faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah yaitu faktor umur,
jenis kelamin, genetik,nutrisi, obesitas, olah raga, stress, merokok, dan
kualitas tidur. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah,
tidur merupakan suatu dasar yang penting bagi kehidupan. Proses
degenerasi pada lansia menyebabkan waktu tidur efektif semakin
berkurang, sehingga tidak mencapai kualitas tidur yang adekuat dan akan
menimbulkan berbagai macam keluhan tidur. Apabila tidur mengalami
gangguan dan tidak terjadi penurunan tekanan darah saat tidur, maka
akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi yang berujung menjadi
suatu penyakit kardiovaskular.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riza Umami dan Sigit
Priyanto sebelumnya membuktikan bahwa terdapat hubungan antara
kualitas tidur dengan fungsi kognitif dan tekanan darah pada lansia di
Desa Pasuruhan Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang.
4
Sedangkan menurut penelitian Azmi Hanifa membuktikan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dan fungsi
kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial Margaguna Jakarta Selatan.13,14
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin melihat apakah
ada hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif dan tekanan
darah pada lanjut usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dirumuskan masalah
sebagai berikut Apakah ada hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi
kognitif dan tekanan darah pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Binjai.
1.3. Hipotesis
a. Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif dan
tekanan dara pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Binjai.
b. Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada
lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif dan tekanan darah
pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kualitas tidur lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Binjai.
b. Mengetahui tekanan darah lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Binjai.
c. Mengetahui fungsi kognitif lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Binjai.
5
1.5. Manfaat Penelitian
1. Institusi
Sebagai bahan informasi untuk kepentingan pendidikan dan
tambahan kepustakaan mengenai hubungan kualitas tidur dengan
fungsi kognitif dan tekanan darah pada lansia
2. Peneliti
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh keluluan sarjana
kedokteran. Sebagai sarana bagi peneliti untuk meningkatkan
wawasan pengetahuan mengenai hubungan antara kualitas tidur
dengan fungsi kognitif dan tekanan darah pada lansia dan
menambah pemahaman peneliti mengenai metode penelitian yang
dilakukan oleh peneliti.
3. Masyarakat
Sebagai informasi serta menambah wawasan untuk mengetahui
hubungan kualitas tidur pada lansia dapat mempengaruhi fungsi
kognitif dan tekanan darah
4. Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lanjut Usia
2.1.1. Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan. Penurunan
kemampuan berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh itu bersifat
alamiah/fisiologis. Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya jumlah
dan kemampuan sel tubuh. Pada lansia terdapat tanda penuaan. Menua
didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat
menjadi seorang yang “frail” (lemah,rentan) dengan berkurangnya
sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan
terhadap berbagai penyakit dan kematian secara eksponensial. Menua
juga didefinisikan sebagai penurunan seiring-waktu yang terjadi pada
sebagian besar makhluk hidup, yang berupa kelemahan, meningkatnya
kerentanan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya
mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait-
usia.7,15
2.1.2. Perubahan-Perubahan Pada Lanjut Usia
Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi berbagai perubahan
fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisik,
namun juga terhadap fungsi dan responnya pada kehidupan sehari-hari
seperti fungsi kognitif, perasaan, sosial dan seksual. 7
Perubahan-perubahan pada lanjut usia seperti :
A. Perubahan Sistem Panca-Indra
Terdapat beberapa perubahan morfologik baik pada mata, telinga,
hidung, syaraf perasa di lidah dan kulit. Perubahan yang bersifat
degeneratif ini yang bersifat anatomik fungsional, memberi manifetasi
pada morfologi berbagai organ panca-indra tersebut baik pada fungsi
6
7
melihat, mendengar, keseimbangan ataupun perasa dan perabaan.
Beberapa perubahan:
1. Penglihatan
a) Tergangguanya adaptasi gelap
b) Pengeruhan pada lensa
c) Ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda
jarak dekat (presbiopia)
d) Berkurangnya sensitivitas terhadap kontras
e) Berkurangnya lakrimasi. 7
2. Pendengaran
a) Hilangnya nada berfrekuensi tinggi secara bilateral
b) Defisit pada proses sentral
c) Kesulian untuk membedakan sumber bunyi
d) Terganggunya kemampuan membedakan target dari noisi. 7
3. Penghidu
Deteksi penghidu berkurang 50%. 7
4. Keseimbangan
Meningkatnya respons ambang vestibuler
B. Perubahan Sistem Gastro-Intestinal
Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik
degeneratif, antara lain perubahan atrofik pada rahang, sehingga gigi
lebih mudah tanggal. Perubahan atrofik juga terjadi pada mukosa
kelenjar dan otot-otot pencernaan. Berbagai perubahan morfologik akan
menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan patologik,
diantaranya gangguan mengunyah dan menelan, perubahan nafsu makan
sampai pada berbagai penyakit.3
C. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Walaupun tanpa adanya penyakit, pada usia lanjut jantung sudah
menunjukkan penurunan kekuatan kontraksi, kecepatan kontraksi dan isi
sekuncup. Terjadi pula penurunan yang signifikan dari cadangan jantung
8
dan kemampuan untuk mningkatkan kekuatan curah jantung, misalnya
pada keadaan latihan. Dan terdapat beberapa perubahan lainnya seperti:
1. Berkurangnya pengisian ventrikel kiri
2. Berkurangnya sel pacu jantung (pacemaker) di nodus SA
3. Kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri bertambah lama
4. Menurunnya respons inotropik, kronotropik, lusitropik terhadap
stimulasi beta adrenergik
5. Menurunnya curah jantung maksimal
6. Menurunnya hipertrofi sebagai respons terhadap peningkatan
volume dan tekanan
7. Peningkatan resistensi veskular perifer. 3,7
D. Perubahan Sistem Respirasi
Sistem respirasi sudah mencapai kematangan pertumbuhan pada
usia 20-25 tahun, setelah itu mulai menurun fungsinya. Elastisitas paru
menurun, kekakuan dinding dada meningkat, kekuatan otot dada
menurun. Semua ini berakibat menurunnya rasio ventilasi-perfusi
dibagian paru yang tidak bebas dan pelebaran gradient alveolar arteri
untuk oksigen. Disamping itu, terjadi penurunan gerak silia di dinding
sistem respirasi, penurunan refleks batuk dan refleks fisiologik lain, yang
menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya infeksi akut pada
saluran nafas bawah.3,7
E. Perubahan Sistem Endokrinologik
Pada 50% lansia menunjukkan intoleransi glukosa, dengan kadar
gula puasa yang normal. Di samping faktor diet, obesitas dan kurangnya
olah-raga serta penuaan menyebabkan terjadinya penurunan toleransi
glukosa. Pada lansia terdapat perubahan endokrin seperti penurunan
testosteron bebas maupun yang biovailable, penurunan hormon
Triidothyronine (T3), peningkatan hormon paratiroid (PTH), penurunan
produksi vitamin D oleh kulit.3,7
F. Perubahan Sistem Hematologik
9
Pola pertumbuhan sel darah putih atau sel darah merah secara
kualitatif tak berubah pada penuaan, akan tetapi sumsum tulang secara
nyata mengandung lebih sedikit sel hemopoietik dengan respons terhadap
stimuli buatan agak menurun. Respons regeneratif terhadap hilangnya
darah atau terapi anemia pernisiosa agak kurang dibanding waktu muda. 3
G. Perubahan Sistem Persendian
Penyakit rematik merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
disabilitas pada usia lanjut, disamping stroke dan penyakit
kardiovaskuler. Pada sinovial sendi terjadi perubahan berupa tidak
ratanya permukaan sendi, fibrilasi dan pembentukan celah dan lekukan di
permukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin menyebabkan
eburnasi tulang dan pembentukan kista dirongga subkondral dan sumsum
tulang. Semua perubahan ini serupa dengan yang terdapat pada osteo-
artrosis.3
H. Perubahan Sistem Urogenital Dan Tekanan Darah
Pada usia lanjut ginjal mengalami perubahan antara lain terjadi
penebalan kapsula Bouwman dan gangguan permeabilitas terhadap solut
yang akan difiltrasi. Nefron secara keseluruhan mengalami penurunan
dalam jumlah dan mulai terlihat atrofi. Pada usia lanjut kreatinin juga
tidak menggambarkan keadaan fungsi ginjal, oleh karena junlah protein
tubuh dalam massa otot sudah menurun.
Secara umum pembuluh darah sedang sampai besar pada usia
lanjut sudah mengalami berbagai perubahan. Terjadi penebalan intima
(akibat proses aterosklerosis) atau tunika media (akibat proses menua)
yang pada akhirnya menyebabkan kelenturan pada pembuluh darah tepi
meningkat. Hal ini akan menyebakan peningkatan tekanan darah
(terutama tekanan darah sistolik) walaupun tekanan diastolik sering juga
meningkat sebagai akibat banyak faktor lain termasuk genetik. 3,7
I. Perubahan Infeksi dan Imunologi
Diantara perubahan imunologik yang sering terjadi pada usia
lanjut, timus sudah mengalami resorbsi. Walaupun demikian jumlah sel T
10
dan B tidak mengalami perubahan, walaupun secara kwantitatif terjadi
beberapa perubahan , antara lain tanggapan terhadap stimuli artifisial.
Juga terjadi peningkatan pembentukan oto-antibodi, sehingga insidensi
penyakit oto-imun meningkat.Faktor-faktor yang memperberat infeksi
tersebut diantaranya adalah imobilisasi,instrumentasi serta iatrogenik. 3
J. Perubahan Fungsi Kognitif
Pada lanjut usia terjadi perubahan pada fungsi kognitif dimana
kemampuan meningkatkan fungsi intelektual berkurang, berkurangnya
efisiensi transmisi saraf di otak, menyebabkan proses informasi
melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya
kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi
dari memori, kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik
dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi. 7
K. Perubahan Sistem Kulit dan Integumen
Terjadi atrofi dari epidermis, kelenjar, folikel rambut serta
berubahnya pigmentasi dengan akibat penipisan kulit, fragil seperti
selaput. Warna kulit berubah dengan disana-sini terjadi pigmentasi tak
merata. Kuku menipis mudah patah, rambut rontok sampai terjadi
kebotakan. Lemak subkutan juga berkurang menyebabkan berkurangnya
bantalan kulit, sehingga daya tahan terhadap tekanan dan perubahan suhu
menjadi berkurang. Oleh karen itulah sangat mudah terjadi hipo atau
hipertermia, disamping itu mudah terjadi dekubitus. 3
L. Perubahan Otot dan Tulang
Otot-otot mengalami atrofi disamping sebagai akibat berkurangnya
aktivitas, juga sering kali akibat gangguan metabolik atau denervasi
syaraf. Dengan bertambahnya usia, proses berpasangan penulangan yaitu
perusakan dan pembentukan tulang melambat, terutama
pembentukannya. Hal ini selain akibat menurunnya aktivitas tubuh, juga
akibat menurunnya hormon estrogen (wanita), menurunnya vitamin D
dan beberapa hormon lain, misalnya parathormon, dan kalsitonin.
Tulang-tulang terutama trabekulae menjadi lebih berongga-rongga,
11
mikro-arsitektur berubah dan sering berakibat patah tulang baik akibat
benturan ringan maupun spontan.3
M.Perubahan-perubahan mental/ psikologis
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a) Kesehatan umum
b) Tingkat pendidikan
c) Lingkungan
d) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga
e) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri dan perubahan konsep diri
2. Pengaruh proses penuaan pada fungsi psikososial.
a) Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan
fungsi, kemunduran orientasi, penglihatan, pendengaran
mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi mereka.
b) Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel sel otak.
c) Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
d) Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran
diri.7
12
2.2. Tidur
2.2.1. Definisi Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan bawah sadar dimana seorang
individu masih dapat dibangunkan dengan adanya ransangan sensorik
ataupun dengan rangsangan lain. Tidur juga diartikan sebagai perilaku
yang ditandai secara khas dengan postur tubuh yang tidak bergerak dan
hilangnya kepekaan tapi mudah muncul kembali akibat rangsangan dari
luar. 4,5
Tidur adalah keadaan organisme yang teratur, berulang, dan
mudah dibalikkan yang ditandai oleh relatif tidak bergerak dan
peningkatan besar ambang respons terhadap stimuli eksternal relatif dari
keadaan terjaga.6
Tidur juga diartikan sebagai periode istirahat untuk tubuh dan
pikiran yang selama masa ini kemauan dan kesadaran ditangguhkan
sebagian atau seluruhnya dan fungsi fungsi tubuh sebagian di hentikan.17
2.2.2. Fisiologi Tidur
Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang bergantian
dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan.Siklus tidur-terjaga
mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku.7
A. Siklus Tidur
1. Ada 2 status primer pada siklus tidur yaitu Rapid Eye Movement
(REM) dan non REM.
Status non REM dibagi menjadi 4 stadium antara lain:
a. Stadium 1: saat transisi antara bangun penuh dan tidur, sekitar
30 detik sampai 7 menit dengan karakteristik gelombang otak
low-voltage pada pemeriksaan electroencephalografi (EEG)
b. Stadium 2: juga ditandai dengan gelombang oak low-voltage
pada EEG. Perbedaan dengan stadium 1 adalah adanya
gelombang high voltage yang disebut “sleep spindles” dan K
complexes.
13
c. Stadium 3&4: sering disebut tidur yang dalam atau “delta
sleep”. EEG menunjukkan gelombang yang lambat dengan
amplitudo tinggi.
2. REM: ditandai oleh periode autonom yang bervatiasi, seperti
perubahan detak jantung, tekanan darah, laju pernapasan, dan
berkeringat. Pada stadium inilah mimpi saat tidur terjadi.3,7
B. Irama Sikardian
Orang mengalami irama siklus sebagai bagian dari kehidupan
mereka setiap hari, irama yang paling dikenal adalah siklus 24-jam,
siang-malam yang dikenal dengan irama diurnal atau sikardian. Irama
sikardian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi
perilaku. Irama sikardian termasuk siklus tidur-bangun harian,
dipengaruhi oleh cahaya dan suhu serta juga faktor-faktor eksternal
seperti aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan. Semua orang
mempunyai aktivitas yang singkron dengan siklus tidur mereka.7
2.2.3. Manfaat Tidur
Manfaat tidur adalah salah satunya untuk memulihkan metabolisme
tubuh. Tidur dalam teorinya bermanfaat dalam proses belajar, memori,
kognisi, reaktivasi memori, dan meningkatkan kewaspadaan.18
Fungsi tidur pada sebagian besar penelitian yang telah dilakukan
menyimpulkan bahwa tidur memiliki fungsi restoratif dan homestatik dan
tampaknya penting untuk termoregulasi dan cadangan energi normal.6
2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur
Ada beberapa yang mempengaruhi kebutuhan tidur, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas tidur seseorang.19
a. Status kesehatan, meliputi kesehatan fisik ( batuk, nyeri, sesak napas
dan lain-lainnya)
b. Lingkungan, meliputi ventilasi yang kurang baik,
kebisingan/keributan, dan lain-lainnya
c. Diet, meliputi makanan yang dikonsumsi individu misalnya makanan
yang banyak mengandung L-Triptofan dan karbohidrat dapat
14
menyebabkan seseorang mudah tertidur. Sedangkan minuman yang
mengandung kafein dan alkohol membuat seseorang akan sulit untuk
tertidur dikarenakan kafein dan alkohol merangsang saraf pada otak
dan membuat produksi urin meningkat sehingga individu sering
terbangun untuk buang air kecil.
d. Obat-obatan dan substansi, meliputi efek samping dari pada obat yang
dikonsumsi oleh individu. Ada yang memiliki efek samping mudah
mengantuk dan ada yang membuat sulit tidur. Obat golongan
amfetamin dapat menurunkan tidur REM.
e. Gaya hidup, meliputi aktivitas individu. Kelelahan yang menengah
biasanya memperoleh tidur yang mengistirahatkan, terutama bila
aktivitas/latihan yang menyenangkan. Namun sebaliknya, bila
kelelahan akibat kerja yang berlebihan atau dengan stres, maka akan
membuat sulit untuk tidur. 19
2.2.5. Kebutuhan Tidur
Kebutuhan tidur setiap individu berbeda berdasarkan usianya.
Semakin tua usia seseorang maka semakin sedikit kebutuhan tidurnya.
Individu tersebut akan membuat pola tidurnya sendiri sesuai dengan
tugas dan aktivitasnya yang di kerjakan. Kebutuhan tidur sesuai usia
adalah sebagai berikut:19
A. Neonatus (Usia 0-3 bulan)
Kebutuhan tidur 14-17 jam per hari. Pada masa ini pola tidurnya
tidak teratur (hingga 6-8 minggu) oleh karena adanya rasa lapar, periode
tidur yang bervariasi pada siang dan malam hari, tidur juga bersifat aktif
seperti tersenyum, menghisap, pergerakan badan dan sebagainya. Pada
masa ini banyak tidur dilewatkan pada NREM tahap 3 dan 4 setiap siklus
45-60 menit, pernafasan teratur dan gerak tubuh sedikit.19
B. Bayi (Usia 10-11 bulan)
Kebutuhan tidur sekitar 12-15 jam perhari. Durasi tidur malam
bertambah, pola tidur mulai terlihat, tidur siang yang awalnya berjumlah
15
3-4 kali, berubah menjadi 1-2 kali di akhir tahun pertama. Tidur yang
cukup akan membuat tubuh dan otak bayi berkembang dengan baik dan
normal.19
C. Toddler (Usia 1-2 tahun)
kebutuhan tidur 11-14 jam per hari (tidur siang antara 1,5-3,5 jam).
Sifat tidur yaitu tidur di pagi hari semakin berkurang pada usia sekitar 18
bulan.19
D. Pra sekolah (Usia 3-5 tahun)
Kebutuhan 10-13 jam per hari. Tidur siang biasanya tidak
ditemukan lagi pada akhir tahun kelima, pada saat ini mungkin dapat
timbul ketakutan di malam hari. Menurut penelitian, anak di usia di
bawah lima tahun yang kurang tidur, akan berpengaruh pada status
obesitas di kemudian hari.19
E. Sekolah (Usia 6-13 tahun)
Kebutuhan tidur 9-11 jam per hari. Dikarenakan anak sudah mulai
memasuki sekolah sehingga kegiatan anak dapat mengakibatkan kurang
tidur. Pengaruh televisi dan media elektronik lainnya dan keadaan
fisik/medis dapat mengganggu tidur. Kurangnya tidur pada usia ini dapat
mengakibatkan anak kurang konsentrasi, mudah mengantuk di siang hari,
dan cenderung memiliki masalah di sekolah.19
F. Remaja (Usia 14-17 tahun)
Jumlah tidur yang dibutuhkan usia ini sekitar 8-10 jam per hari. Di
usia remaja mereka menghadapi peningkatan aktivitas dan kurang tidur.
Tidak fokus dan cenderung sensitif.19
G. Dewasa muda (Usia 18-25 tahun)
membutuhkan tidur sekitar 7-9 jam per hari. Pada usia ini jarang
sekali tidur siang. 19
H. Dewasa (Usia 26-64 tahun)
kembutuhkan tidur sekitar 7-9 jam per hari dan 20% diantaranya
tidur REM. Hal ini memugkinkan pada masa ini mengalami insomnia.19
16
I. Lansia (Usia diatas 65 tahun)
kembutuhkan tidur 7-8 jam per hari. Episode tidur REM
cenderung singkat dan adanya penurunan tahap tidur NREM tahap 3 dan
4. Beberapa lansia juga bahkan tidak memiliki tahap 4. Biasanya pada
masa ini lebih sering terbangun pada malam hari dan membutuhkan
waktu untuk mulai tertidur. 19
2.2.6. Perubahan Tidur Pada Lanjut Usia
Lanjut usia membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur
(berbaring lama di tempat tidur sebelum tertidur) dan mempunyai lebih
sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya. Dari penelitian The Gallup
Organization didapatkan 50% penduduk Amerika pernah mengalami
sulit tidur. Dari hasil penelitian di masyarakat, prevalensi sulit tidur
(insomnia) pada lanjut usia di Amerika adalah 36% untuk aki-laki dan
54% untuk perempuan, hanya 26% laki-laki dan 21% perempuan usia
lanjut yang mengatakan tidak ada kesulitan tidur. 3,7
Pada penelitian di laboratorium tidur, orang usia lanjut mengalami
waktu tidur yang dalam (delta sleep) lebih pendek, sedangkan tidur
stadium 1 dan 2 lebih lama. Orang usia lanjut lebih sering terbangun di
tengah malam akibat perubahan fisik karena usia dan penyakit yang
dideritanya, sehingga kualitas tidur secara nyata menurun. 3,7
Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sikardian tidur
normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang.
Dalam irama sikardian yang normal terdapat peranan pengeluaran
hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Ekskresi
kortisol dan growth hormone (GH) meningkat pada siang hari dan
temperatur badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi
kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan
kurang menonjol. Melatonin, hormon yang diekskresikan pada malam
hari dan berhubungan dengan tidur, menurun dengan meningkatnya
umur. Kualitas tidur usia lajut yang sehat juga bergantung pada aktivitas
17
pada siang hari. Bila siang hari sibuk dan aktif sepanjang hari, pada
malam hari tidak ada gangguan dalam tidurnya, sebaliknya bila siang hari
tidak ada kegiatan dan cenderung tidak aktif, malamnya akan sulit tidur.7
2.3. Kualitas Tidur
2.3.1. Definisi
Kualitas tidur merupakan kepuasan yang dirasakan seseorang pada
saat tidur sedangkan kuantitas tidur adalah waktu atau durasi tidur yang
dibutuhkan seseorang sehingga tidak menunjukkan tanda-tanda kurang
tidur seperti mata merah,kelopak mata bengkak, mudah lelah, lesu,
apatis, sakit kepala dan mengantuk pada siang hari. Pada saat bangun
pagi tubuh akan terasa segar dan memberikan perasaan tenang serta tidak
mengganggu kesehatan. 9
2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur yaitu:
A. Status kesehatan
1. Penyakit fisik: kondisi fisik dapat menimbulkan rasa tidak nyaman
pada saat tertidur antara lain rasa nyeri, batuk, sesak nafas, demam
dan jantung berdebar
2. Stress: stress merupakan masalah yang berhubungan dengan
suasana hati seperti cemas, depresi, frustasi bahkan stress dapat
menyebabkan masalah pada tidur seseorang.19
B. Usia dan tahap perkembangan
Kualitas tidur pada masa anak-anak dipengaruhi oleh karena
perasaan takut, mimpi buruk serta meningkatnya aktivitas anak sebelum
waktu tidur. Pada orang dewasa tua lebih cenderung terjaga di malam
hari dan lebih banyak tidur siang akibat kelelahan. Kebutuhan dan
interval tidur berubah saat usia dewasa.
18
C. Gaya hidup
1. Aktivitas dan kebiasaan olah raga : melakukan aktivitas dan olah
raga yang berlebihan pada saat mendekati jam tidur akan
mengganggu seseorang untuk tertidur.
2. Kebiasaan makan: Jenis makanan dan jumlah makanan dalam
jumlah yang banyak seperti kadar lemak yang tinggi, pedas
beberapa saat sebelum tidur akan menyebabkan ketidak nyamanan
di bagian saluran cerna
D. Kondisi lingkungan sekitar
Rangsangan sensorik dari lingkungan seperti bunyi, cahaya,
pergerakan, dan bau dapat mempengaruhi inisiasi dan kualitas tidur.
Lokasi tidur juga dapat mempengaruhi kualitas tidur seperti dikamar atau
pada transportasi umum. Posisi tidur juga sangat berpengaruh pada
kualitas tidur.
E. Obat-obatan
Pada dasarnya obat memiliki dua efek yaitu efek terapeutik dan
efek samping. Ada beberapa obat yang menimbulkan efek samping yaitu
mengantuk. Golongan diuretik termasuk mengganggu proses tidur
sehingga menyebabkan insomnia. Kafein juga dapat meningkatkan saraf
simpatis yang menyebabkan sulit untuk tidur, golongan beta bloker
menimbulkan insomnia serta golongan anti depresan dan golongan
narkotik dapat menekan REM dan mengantuk.19
2.3.3. Metode Pengukuran Kualitas Tidur
Metode pengukuran kualitas tidur di peroleh dari kuesioner
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Penelitian PSQI terdiri dari tujuh
komponen yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur,durasi tidur,efisiensi
tidur sehari-hari, gangguan tidur, penggunaan obar tidur dan disfungsi
aktivitas siang hari. Jika salah satu dari tujuh komponen tersebut
terganggu maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas tidur.
Skor setiap komponen dimulai dari 0 (tidak sulit) sampai 3 (sangat sulit).
19
Skor dari setiap komponen akan dijumlahkan untuk mendapatkan skor
total ( antara 0-21). Bila skor total dari PSQI >5 maka kualitas tidur
dinyatakan buruk, demikian sebaliknya.20
Penilaian terhadap kualitas tidur dinilai bagaimana seseorang
menilai rata-rata kualitas tidurnya dalam sebulan terakhir. Penilaian
terhadap masa laten tidur dinilai beberapa lama (hitung menit) yang
dipakai seseorang tersebut mengalami kesulitan tidur karena tidak dapat
tertidur dalam waktu 30 menit setelah pergi ke tempat tidur. Penilaian
terhadap durasi yang dinilai adalah berapa lama (hitung jam) tertidur
pada malam hari. Penilaian ini dibedakan dengan waktu yang dihabiskan
di tempat tidur. Pada penilaian terhadap efisiensi tidur dinilai waktu
seseorang biasanya jam tidur malam dan waktu seseorang bangun pada
pagi hari serta durasi tidur pada malam hari.20
Penilaian terhadap gangguan tidur dinilai apakah seseorang
terbangun pada tengah malam atau bangun pagi terlalu cepat, bangun
untuk pergi ke kamar mandi, sulit bernafas secara nyaman, batuk atau
mendengkur keras, merasa kedinginan, merasa kepanasan, mengalami
mimpi buruk, merasa sakit dan alasan lain yang mengganggu tidur.
Penilaian terhadap gangguan kualitas tidur hanya ditunjukkan pada
penilaian seberapa sering seseorang mengkonsumsi obat-obat untuk
membantu tidur. Selanjutnya, penilaian terhadap disfungsi tidur pada
siang jari seberapa sering timbul masalah yang menggangu ada tetap
terjaga ketika mengendarai kendaraan, makan, dan bagi seseorang dalam
menjaga antusiasme yang cukup dalam menyelesaikan sesuatu.20
2.4. Fungsi Kognitif
2.4.1. Definisi
Fungsi kognitif adalah proses mental dalam memperoleh
pengetahuan atau kemampuan kecerdasan, yang meliputi cara berfikir,
daya ingat, pengertian, perencanaan dan pelaksanaan.
20
2.4.2. Aspek-Aspek Kognitif
Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara
lain :
A. Memori
1. Memori didefinisikan sebagai kemampuan dalam menyimpan dan
mengulang kembali informasi yang diperoleh yang terdiri dari 3
tahap yaitu: Tahap pertama yaitu encoding yang merupakan fungsi
menerima, proses, dan penggabungan informasi.
2. Tahap kedua yaitu consolidation dimana terjadi pembentukan suatu
catatan permanen dari informasi yang telah dilakukan encoding.
3. Tahap ketiga yaitu retrieval, tahap ini merupakan suatu fungsi
memanggil kembali informasi yang telah disimpan untuk
interpretasi dari suatu aktivitas.21
Memori menurut American Academy of Neurology membagi
memori menjadi 3 kategori yaitu:
1. Short-term memory: kemampuan seseorang dalam mengingat
informasi baru misalnya pada saat kita mengingat nomor telepon
baru.
2. Working memory: kemampuan mengingat informasi di pikiran
selama beberapa detik sampai menit setelah kejadian sekarang telah
lewat.
3. Long-term memory: kemampuan mengingat dalam jangka waktu
yang cukup lama, baik beberapa hari, minggu, bahkan seumur
hidup.21
McCoy & Strecker membagi long-term memory dalam dua
kategori yaitu:
1. Memori deklaratif (atau memori eksplisit) yaitu memori yang tahap
penyimpanan dan pemanggilannya berada pada tahap sadar dan
21
dapat diekspresikan dengan bahasa. Memori deklaratif dapat dibagi
menjadi dua kategori yaitu:
a) Memori episodik yaitu ingatan mengenai pengalaman terkait
waktu dan tempat.
b) Memori semantik yaitu ingatan mengenai fakta dan informasi
umum yang didapat dalam pengalaman bicara.21–23
2. Memori non-deklaratif (atau memori prosedural/implisit) yaitu
memori yang pada tahap tidak sadar. Memori ini melibatkan
kemampuan dan asosiasi yang berada pada tahap bawah sadar21,23.
Dasar anatomi untuk memori episodik dipengaruhi oleh sistem
limbik (termasuk hipokampus, talamus dan koneksinya), sementara
memori semantik dipengaruhi oleh neokorteks temporal. Memori implisit
melibatkan berbagai struktur seperti basal ganglia, serebelum dan
koneksinya dengan korteks serebri.23
B. Bahasa
Berbahasa merupakan suatu instrumen dasar bagi manusia untuk
berkomunikasi antara satu orang dengan yang lainnya. Bila terdapat
gangguan dalam hal ini, akan mengakibatkan hambatan yang cukup besar
bagi penderita. Kemampuan berbahasa seseorang mencakup kemampuan
untuk berbicara spontan, pemahaman, pengulangan, membaca, dan
menulis.24
Beberapa kelainan dalam berbahasa antara lain disartria (pelo),
disfonia (serak), disprosodi (gangguan irama bicara), apraksia oral,
afasia, aleksia (kehilangan kemampuan membaca), dan agrafia
(gangguan dalam penulisan).24
Broca (1861) menemukan pusat bicara terletak di girus frontalis
inferior hemisfer kiri, sedangkan Wernicke menemukan pusat pengertian
bahasa di girus temporalis superior hemisfer kiri di belakang pusat
pendengaran primer. Dejerine menemukan pusat baca di daerah girus
angularis lobus parietalis kiri. Pusat menulis juga berada di lobus
22
parietalis kiri yang menyimpan ingatangerakannya berkerja sama dengan
pusat gerakan menulis di lobus frontalis di depan pusat motorik tangan.22
Di lobus parietalis kiri pada perbatasan dengan lobus oksipitalis,
terdapat pusat ingatan benda. Di dekat pusat ingatan benda ini
diperkirakan berkembang pusat yang menyimpan nama benda
bersangkutan. Pusat nama benda ini meluas hingga perbatasan lobus
oksipitalis dengan lobus temporalis kiri. Pada kerusakan di perbatasan
lobus oksipitalis dan lobus parietalis kiri terjadi anomia atau afasia
nominal, yaitu kehilangan daya mengingat nama benda yang dilihat. Pada
anomia ini, pasien dapat mengatakan nama benda yang diperlihatkan,
bila dibantu dengan memberikan suku kata pertama nama benda yang
sebelumnya tidak dapat dia sebutkan namanya. Pada kerusakan di daerah
perbatasan lobus oksipitalis dengan lobus temporalis, pasien tetap tidak
dapat mengatakan nama benda yang diperlihatkan, meskipun diberi
bantuan dengan memberikan suku kata pertama nama bendanya. Bila
diminta menggambar dengan menyebutkan nama benda tersebut, dia juga
tidak dapat melakukannya.22
Daerah yang diperkirakan homolog dengan pusat bahasa ini berada di
lobus temporalis dan lobus frontalis hemisfer kanan. Daerah ini mengatur
prosodi, yaitu irama bicara yang digunakan.22
C. Praksis
Praksis merupakan integrasi motorik untuk melakukan gerakan
kompleks yang bertujuan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain
dengan meminta pasien menggambar segi lima, membuat gambar secara
spontan, atau dengan membuat gambar secara spontan.24
Praksis dipengaruhi oleh lobus frontalis dan parietalis. Ingatan
gerakan, segi aferen propriosepsi dan kinestesia, dan aspek visuospasial
disimpan di lobus parietalis. Kontrol visual gerakan dilakukan oleh lobus
oksipitalis bersama lobus frontalis bagian dorsolateral. Lobus parietalis
bersama area 6 lobus frontalis memulai, menghentikan, dan menyusun
urutan gerakan yang akan disampaikan kepada neuron pelaksana di area
23
4 korteks motorik primer. Area Brodman 6 meliputi area motorik
suplementer yang terletak di bagian atas depan korteks motorik primer
dan area premotorik di bawahnya. Pada kerusakan area motorik
suplementer, daya gerak cepat menjadi berkurang. Pada gangguan daerah
premotorik, terjadi kesulitan mengubah urutan gerakan.22
D. Visuospasia
Visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti
menggambar atau meniru berbagai macam gambar dan menyusun balok.
Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus parietal
terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.22
E. Atensi
Atensi merupakan kegiatan otak yang berupa peningkatan aktivitas
perangsangan, pemilahan dan kategorisasi rangsangan yang diterima,
persiapan fisiologis untuk bertindak atau bereaksi dan proses
mempertahankan aktivitas di dalam usaha mencapai sasaran. Atensi
menjadi dasar perilaku direktif, selektif dan terorganisasi. Atensi
mempunyai tingkatan dasar, elementer dan luhur. Luria menemukan
bahwa ketika daya atensi luhur terbentuk, potensial cetusan yang terjadi
meningkat dan terjadi di korteks sensorik yang bersangkutan dan lobus
frontalis. Atensi yang baik dapat terjadi pada keadaan sadar penuh. Hal
ini menandakan formasio retikularis di daerah pons, mesensefalon dan
hubungannya berperan dalam atensi.22
F. Orientasi
Orientasi merupakan pengertian, pemahaman mengenai relasi diri
sendiri dengan benda-benda yang tampak di sekitar tempat kita berada.
Orientasi terdiri dari 3 jenis yaitu:
1. Orientasi Tempat
Mengetahui dimana kita berada memerlukan pelihatan dan
merupakan daya visuospasial sehingga orientasi tempat diurus oleh
bagian otak yang mengurus fungsi dan ingatan visuospasial, yaitu
24
lobus oksipitalis, lobus parietalis, girus temporalis inferior dan
daerah yang berkaitan dengan pelihatan lobus frontalis.
2. Orientasi Orang
Pada keadaan sadar, kita dapat mengenali wajah anggota keluarga
atau teman. Pengenalan wajah (prosopognosis) dilakukan oleh
lobus oksipitalis, temporalis, dan parietalis terutama sebelah kanan.
3. Orientasi Waktu
Mengenal waktu secara tepat memerlukan jam dan kalender.
Mengira-ngira berlangsungnya waktu juga sulit dilakukan.
Perkiraan waktu untuk mengucapkan satu-dua dengan kecepatan
biasa, berlangsung kurang lebih 1 detik. Jadi ada urutan
pengucapan yang dapat didengar atau dapat juga tulisan yang dapat
dilihat atau diraba yang berkaitan dengan persepsi waktu. Area
korteks serebri yang terkait dengan urutan bunyi terdapat di dalam
lobus temporalis, urutan tulisan di lobus oksipito-parietalis dan
urutangerakan di lobus frontalis. Selain itu, nukleus supra-
kiasmatis di dalam diensefalon berfungsi sebagai jam biologis.22
G. Kalkulasi
Kemampuan berhitung dapat dinilai dengan meminta pasien
berhitung sederhana seperti mengurangi 100 dengan 7 dan dikurangi 7
dan seterusnya. Kemampuan berhitung umumnya tidak dimakan oleh
usia. Kemampuan berhitung dipengaruhi oleh pendidikan dan
pekerjaan.24
Ukuran banyak, panjang, tinggi, dan jauh merupakan pengukuran
dalam ruangan yang terlihat. Berat ringan suatu benda dirasakan dari
bobotnya ketika diangkat. Pelihatan merupakan fungsi lobus oksipitalis.
Penilaian dalam ruangan dan bobot adalah fungsi lobus parietalis. Kedua
lobus ini berperan penting dalam kemampuan menghitung. Selain
kemampuan visuospasial, pengertian auditorik yang berkaitan dengan
bahasa juga penting karena berhitung menggunakan bahasa yang khusus.
Hal ini menandakan bahwa lobus temporalis dan frontalis ikut terlibat.22
25
H. Eksekusi
Eksekusi merupakan kemampuan kognitif tinggi seperti cara
berpikir dan kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh
korteks prefrontal dorsolateral dan struktur subkortikal yang
berhubungan dengan daerah tersebut. Fungsi eksekutif dapat terganggu
bila sirkuit frontal- subkortikal terputus. Lezack membagi fungsi
eksekutif menjadi 4 komponen yaitu volition (kemauan), planning
(perencanaan), purposive action (bertujuan), dan effective performance
(pelaksanaan yang efektif).22
I. Abstraksi
Berpikir abstrak diperlukan untuk menginterpretasi suatu pepatah
atau kiasan, misalnya seseorang mampu menginterpretasi pepatah ada
gula ada semut, atau kemampuan seseorang untuk mendeskrikpsikan
perbedaan antara kucing dan anjing.24
2.4.4. Kognitif pada Lansia
Fungsi kognitif merupakan suatu proses mental manusia yang
meliputi perhatian persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan memori.
Adanya perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi
berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi intelektual,
berkurangnya efisiensi tranmisi saraf di otak. (menyebabkan proses
informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi),
berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan
mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian
masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang
baru saja terjadi.
Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya
sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan
efisiensi dalam pemrosesan informasi. Penurunan terkait penuaan
ditunjukkan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan
26
memori jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan
perubahan pada struktur dan fungsi otak. terjadinya hiperintensitas
substansia alba, yang bukan hanya di lobus frontalis, tapi juga dapat
menyebar hingga daerah posterior, akibat perfusi serebral yang
berkurang. Buruknya lobus frontalis seiring dengan penuaan telah
memunculkan hipotesis lobus frontalis, dengan asumsi penurunan fungsi
kognitif lansia adalah sama dibandingkan dengan pasien dengan lesi
lobus frontalis. Kedua populasi tersebut memperlihatkan gangguan pada
memori kerja, atensi dan fungsi eksekutif.15,23
2.4.5.1. Karakteristik Demografi Penurunan Kognitif pada Lansia
A. Status Kesehatan
Salah satu faktor penyakit penting yang mempengaruhi penurunan
kognitif lansia adalah hipertensi, Angina pektoris, infark miokardium,
penyakit jantung koroner dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan
dengan memburuknya fungsi kognitif .
B. Faktor usia
Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia menunjukkan
skor di bawah cut off skrining adalah sebesar 16% pada kelompok umur
65-69, 21% pada 70-74, 30% pada 75-79, dan 44% pada 80+. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara usia dan
penurunan fungsi kognitif
C. Status Pendidikan
Kelompok dengan pendidikan rendah tidak pernah lebih baik
dibandingkan kelompok dengan pendidikan lebih tinggi .
D. Jenis Kelamin
Wanita tampaknya lebih beresiko mengalami penurunan kognitif.
Hal ini disebabkan adanya peranan hormon estrogen dalam perubahan
fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang
berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus.
Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan dengan penurunan
fungsi kognitif umum dan memori verbal. Estradiol diperkirakan bersifat
27
neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif
serta terlihat sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada
pasien Alzheimer.
2.5. Tekanan Darah
2.5.1. Definisi
Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap
dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung di
dalam pembuluh dan compliance, atau distensibilitas dinding pembuluh.
Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam milimeter air raksa
(mmHg) karena manometer air raksa telah dipakai sejak lama sebagai
rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah. Tekanan darah
merupakan tekanan darah yang dipantau dan diatur tubuh, bukan tekanan
sistolik atau diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan tekanan di
bagian lain pohon vaskular.10
2.5.2. Fisiologi Tekanan Darah
Tekanan arteri rerata bergantung pada curah jantung dan resistensi
perifer total. Curah jantung bergantung pada kecepatan jantung dan isi
sekuncup. Kecepatan Jantung bergantung pada keseimbangan relatif
aktivitas parasimpatis, yang menurunkan Kecepatan Jantung dan
aktivitas simpatis yang meningkatkan kecepatan jantung. Isi sekuncup
meningkat sebagai respon terhadap aktivitas simpatis. Isi sekuncup juga
meningkat jika aliran balik vena meningkat. Aliran balik vena
ditingkatkan oleh vasokonstriksi vena yang diindikasi oleh saraf simpatis,
pompa otot rangka, pompa pernapasan, dan pengisap jantung. Volume
darah sirkulasi efektif juga mempengaruhi seberapa banyak darah
dikembalikan ke jantung. Volume darah jangka pendek bergantung pada
ukuran perpindahan cairan bulkflow pasif antara plasma dan cairan
interstisium, menembus dinding kapiler. Dalam jangka panjang volume
darah bergantung pada keseimbangan garam dan air, yang secara
28
hormonal dikontrol masing-masing oleh sistem renin-angiotensin-
aldosteron dan vasopresin. 10
Penentu utama lain tekanan darah arteri rerata, resistensi perifer
total, bergantung pada jari-jari semua erteriol serta ekentalan darah.
Faktor utama yang menentukan kekentalan darah adalah sel darah merah.
Namun, jari-jari arteriol adalah faktor yang lebih penting dalam
menentukan resistensi prefer total. Jari-jari arteriol dipengaruhi oleh
kontrol metabolik lokal (intrinsik) yang juga dipengaruhi oleh aktivitas
simpatis, suatu mekanisme kontrol ekstrinsik yang menyebabkan
vasokonstriksi arteriol untuk meningkatkan resistensi perifer total dan
tekanan darah arteri rerata. Jari-jari arteriol juga dioengaruhi secara
ekstrinsik oleh hormon vasopresin dan angiotensin II, yaitu
vasokonstriktor poten serta penting dalam keseimbangan garam dan air.
Perubahan setiap faktor di atas yang mempengaruhi tekanan darah akan
mengubah tekanan darah.10
2.5.3. Pengukuran Tekanan Darah
Metode pengukuran tekanan darah terdiri atas tiga bagian yaitu:
A. Metode Langsung
Bila kanul dimasukkan ke arteri, tekanan arteri dapat diukur secara
langsung dengan manometer air raksa atau ukuran dasar ketegangan yang
sesuai dan suatu osiloskop diatur untuk menulis secara langsung pada
potongan kertas yang bergerak. Bila arteri diikat di atas titik tempat
memasukkan kanul, suatu tekanan ujung terekam. Aliran dalam darah
tergantung dan semua energi kinetik dari aliran dikonvensi menjadi
energi tekanan.25
B. Metode Auskultasi
Tekanan darah arteri pada manusia secara rutin diukur dengan
metode auskultasi. Suatu manset yang dapat dipompa (manset Riva-
Rocci) dihubungkan pada manometer air raksa (sfigmomanometer)
kemudian dililitkan di sekitar lengan dan stetoskop di letakkan diatas
arteri brakialis pada siku. Manset secara cepat dipompa sampe tekanan
29
didalamnya di atas tekanan sistolik yang diharapkan dalam arteri
brakialis. Arteri dioklusi oleh manset dan suara tidak terdengar oleh
stetoskop. Kemudian secara perlahan tekanan manset diturunkan maka
pada bunyi pertama terdengar suara tekanan sistolik. Menurunnya
tekanan suara menjadi lebih keras, kemudian tidak jelas dan menutupi,
akhirnya akan menghilang pada kebanyakan individu ini disebut dengan
bunyi korotkoff. Tekanan diastolik pada orang dewasa dalam keadaan
istirahat berkolerasi paling baik dengan tekanan pada saat bunyi
menghilang. Tepi pada orang dewasa yang baru selesai berolahraga dan
pada anak, tekanan diastolik berkolerasi paling baik saat bunyi
menghilang.25
C. Metode Palpasi
Tekanan sistolik ditentukan dengan cara memompa manset lengan
dan kemusian membiarkan tekanan turun dan menentukan tekanan pada
saat denyut radialis pertama kali teraba. Oleh karena kesulitan
menentukan secara pasti kapan denyut pertama teraba, tekanan yang
diperoleh dengan metode palpasi biasanya 2-5 mmHg lebih rendah
diandingkan dengan diukur dengan metode auskultasi.25
2.5.4. Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi tekanan darah (JNC VIII).26
Gambar 2.1. (JNC VIII)
30
2.6. Hubungan Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah
Pada saat keadaan tidur normal tekanan darah menurun sekitar 10-
20% dibandingkan pada saat keadaan sadar. Hal ini diakibatkan karena
adanya perubahan fungsi aktivitas sistem saraf simpatis dan parasimpatis
pada keadaan tidur. Saraf simpatis yang akan merangsang kecepatan
denyut jantung dan kontraktilitas jantung dengan reseptor β1 di jantung.
Saraf simpatis juga mengeluarkan norepinefrin di sebagian besar
pembuluh darah yang berikatan dengan reseptor alfa (α) yang
mengakibatan pembuluh darah mengalami penyempitan sehingga
tekanan darah meningkat oleh karena tahanan perifer total (TPR)
meningat juga. Maka pada saat tekanan darah meningkat terjadi
penurunan rangsangan simpatis kejantung yang mengakibatkan
menurunnya kecepatan denyut jantung dan TPR. Rangsangan simpatis
juga berperan dalam menurunkan kecepatan denyut jantung. Penurunan
aktivitas saraf simpatis pada saat tidur normal sering disebut dengan
dippers/nocturnal dipping. Apabila dippers/nocturnal terganggu
seseorang akan mengalami gangguan tidur. Penurunan tekanan darah
dapat berkurang atau tidak terjadi pada hipertensi atau sering disebut
nondippers.27
Adanya ganguan kualitas tidur seseorang dapat mengakibatkan
gangguan kardiovaskular, metabolik dan endokrin. Kualitas tidur yang
baik penting dalam mengatur regulasi tekanan darah sehingga jika terjadi
gangguan akan meningkatkan resiko terjadinya gangguan kardiovaskular
yaitu hipertensi. Pada penelitian yang dilakukan gelombang tidur lambat
berperan penting terhadap penekanan kadar katekolamin dan
pertumbuhan kadar hormon secara fisiologis pada malam hari.
Pengurangan gelombang tidur lambat dapat menyebabkan katekolamin
nokturnal meningkat yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular.
Gangguan tidur juga mengaktifkan proses inflamasi yang mampu
menginduksi disfungsi endotel dalam memulai aktivitas plak untuk
mendukung penyakit kardiovaskular.28,29
31
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa gangguan tidur
adalah faktor resiko terjadinya hipertensi. Maka hal ini perlu dilaukan
perhatian khusus terhadap gangguan tidur untuk mengirangi risiko
terjadinya hipertensi. Oleh karena itu pengaturan waktu tidur dapt
dilakukan untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik. 30
2.7. Hubungan Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif
Kualitas tidur yang buruk ternyata berpengaruh juga terhadap
bagian hipokampus. Tidur berperan penting dalam homeostasis.
Deprivasi tidur yang berkepanjangan merupakan stresor poten yang
menyebabkan gangguan metabolik dan kognitif pada area otak yang
terlibat dalam fungsi belajar, memori, dan emosi seperti hipokampus,
amigdala, dan korteks prefrontal. 31
Deprivasi tidur juga dapat menyebabkan gangguan pada proses
proliferasi sel dan neurogenesis di hipokampus sehingga dapat
mengganggu proses belajar dan memori. Neurogenesis diduga
disebabkan oleh peran Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada
prosesnya. Plastisitas neuronal, neurogenesis dan kognisi diduga
dimodulasi oleh BDNF. Peran stres oksidatif pada deprivasi tidur
memicu gangguan pada neurogenesis dan mempengaruhi fungsi belajar
dan memori.31
Proses pengubahan memori jangka pendek dan working memory
menjadi memori jangka panjang melalui proses yang dinamakan
konsolidasi. Proses ini dimulai dengan peningkatan sementara kalsium
(Ca2+) yang melalui reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan α-
amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) serta
peningkatan adenilatsiklase ketika belajar. Enzim ini bertanggung jawab
untuk produksi second messenger yaitu cyclic adenosine monophosphate
(cAMP). cAMP mengaktifkan tiga target penting untuk sintesis protein
dan konsolidasi memori. Target ini mencakup protein kinase A (PKA),
pertukaran protein yang diaktivas cAMP, dan hyperpolarization-activated
cyclic nucleotide-gated channels. Aktivasi dari target ini, bersama
32
dengan kinase lain seperti calmodulin-dependent protein
kinase(CAMKII), mitogen activated protein kinase, dan extracellular
signal-regulated kinase(ERK1/2), menyebabkan fosforilasi faktor
transkripsi. Faktor transkripsi seperti cAMP response element binding
protein(CREB), mendorong up-regulationdari ekspresi gen untuk protein
yang akan mengkonsolidasikan memori sementara menjadi memori
jangka panjang.
Alkadhi mengungkapkan bahwa deprivasi tidur dapat
menyebabkan gangguan pada reseptor NMDA dan AMPA. Deprivasi
tidur juga dapat menyebabkan gangguan pada jalur sinyal intraselular
seperti pada jalur cAMP dan PKA, peningkatan kadar
phosphodiesteraseIV yang dapat menyebabkan penurunan cAMP.
Gangguan ini dapat mengakibatkan gangguan pada kadar CaMKII dan
CREB selama proses konsolidasi.31
2.8. Kerangka Konsep
variabel Independen variabel Dipenden
Kualitas tidur Fungsi kognitif
Tekanan darah
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik kategorik tidak
berpasangan menggunakan desain penelitian Cross-sectional.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Binjai.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Oktober
sampai November 2016.
3.3. Populasi Penelitian
3.3.1. Populsi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah lanjut usia
3.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah lanjut usia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai
3.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel
3.4.1. Sampel
Sampel penelitian ini adalah lansia yang berada di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Binjai yang memenuhi kriteria inklusi dan terbebas dari
kriteria eksklusi
3.4.2. Cara Pemilihan Sampel
Cara pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik
Simple Random Sampling.
3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
3.5.1. Kriteria Inklusi
a. Lanjut usia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Binjai
33
34
b. Lanjut usia yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan
telah menandatangani informed consert
3.5.2. Kriteria Eksklusi
a. Lanjut usia yang memiliki gangguan dalam penglihatan, bicara,
dan pendengaran (tidak bisa melihat, bicara dan mendengar)
b. Lanjut usia dengan kondisi cacat fisik
c. Lanjut usia yang mengalami penyakit stroke
3.6. Estimasi Besar Sampel
Besar sampel yang dibutuhkan diperkirakan melalui rumus besar
sampel Analitik dengan skala variabel kategorikal. Nilai α yang ditetapkan
adalah 5% dan nilai β dalam penelitian ini adalah 20 % maka untuk satu
variabel bebas akan diperoleh besar sampel sebagai berikut.
Keterangan :
n = sampel
= deviat baku alfa
= deviat baku beta
Menghitung besar sampel :
kesalahan tipe 1 ditetapkan sebesar 5 %, hipotesis dua arah, sehingga
= 1,96
kesalahan tipe 2 ditetapkan sebesar 10 %, maka = 0,842
Q = 1-P
Q1 = 1-P1
Q2 = 1-P2
P = (P1+P2)/2
35
PENYELESAIAN
Z = 1,96
Z = 0,842
= 0,5
= 1 – P2
= 1 – 0,5
= 0,5
P1 =P2+0,3
=0,5 + 0,3
= 0,8
Q1 = 1 – P1
= 1 – 0,8
= 0,2
P = (P1 + P2)
= (0,8+ 0,5)
= 0,65
Q = 1 – P
= 1 – 0,65
= 0,35
Judgemen = P1-P2
30% = P1 – 0,5
0,3 = P1 – 0,5
P1 = 0,8
n1 = n2 =
=
=
36
= = 38,47 menjadi 39
Jadi jumlah sampel adalah 78 sampel
3.7. Cara Kerja
1. lansia diberikan penjelasan mengenai penelitian
2. lansia yang bersedia dipersilahkan untuk menandatangani informed
consent.
3. lansia diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai cara pengisian
kuisioner.
4. Peneliti melakukan wawancara secara terpimpin kepada lansia untuk
mengisi kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index( PSQI ) untuk
melihat skor kualitas tidur. Pengukuran kualitas tidur pada lansia
dilakukan sebanyak 3 kali (awal penelitian, pertengahan dan akhir
penelitian ).
a. Kualitas tidur baik (Total skor ≤ 5)
b. Kualitas tidur buruk ( Total skor > 5)
Setelah dilakukan pengumpulan data kualitas tidur pada lansia,
skor tertinggi yang akan digunakan untuk analisis data
5. Peneliti melakukan wawancara secara terpimpin kepada lansia untuk
mengisi kuisioner Mini Mental State Examination (MMSE) untuk
melihat skor fungsi kognitif
a. Fungsi kognitif baik (Total skor > 23)
b. Fungsi kognitif buruk (Total skor ≤ 23)
6. Melakukan pengukuran tekanan darah dengan menggunakan
Sphgmomanometer. Langkah-langkah pengukuran tekanan darah :
a. Mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan
b. Mempersiapkan dan mengecek Sphgmomanometer dan
stethoscope
c. Menyakinkan responden berbaring dalam posisi lengan rileks
d. Membebaskan lengan kanan atas dari pakaian
e. Memasang manset di lengan atas secara tepat
37
f. Fossa cubiti terekspos ( terbuka) dan siku dalam keadaan sedikit
fleksi
g. Melakukan palpasi pada a.radialis di fossa cubiti
h. Memompa manset dengan tangan kanan, jari tangan kiri
merasakan hilangnya denyutan a.radialis
i. Menempatkan corong stetoskop dengan memakai aurial yang
benar
j. Mencatat hasil tekanan darah systole palpatoar
k. Memompa manset perlahan 20-30 mmHg setelah tekanan
didapatkan darah systole palpatoar dan menentukan suara
denyut nadi korofkof 1 yang pertama kali
l. Melanjutkan menurunkan tekanan manset sampai suara denyut
nadi tidak terdengar lagi untuk tekanan darah dyastole
m. Mencatat tekanan darah dyastole (suara nadi tidak terdengar).
n. Pengukuran tekanan darah diukur dua kali dengan interval 5
menit
o. Hasil tekanan darah dilaporkan dengan menghitung rata-rata
tekanan darah yang diukur dua kali.
3.8. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas : Kualitas Tidur
2. Variabel terikat : Fungsi Kognitif dan Tekanan Darah
38
3.9. Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional
Alat ukur Hasil
Pengukuran
Skala
Pengukuran
Jenis
Kelamin
Identitas
responden
Wawancara 1. Laki-laki
2. perempuan
Nominal
penelitian sesuai
dengan kondisi
biologis fisik
Usia Usia
yang
responden
dihitung
Wawancara 1. 60-74 tahun
2. 75-90 tahun
Ordinal
sejak dilahirkan 3. > 90 tahun
hingga ulang tahun
Tingkat
Pendidikan
terakhir
Jenjang ilmu
pengetahuan yang
didapat dari
lembaga
pendidikan formal
terakhir
Wawancara 1.SD
2.SMP
3.SMA
4.Perguruan
Tinggi
Ordinal
Kualitas
Tidur
Kemampuan
individu untuk
tidur dan
memperoleh
jumlah istirahat
sesuai dengan
kebutuhannya
Pengukuran
dilakukan dengan
kuesioner
Pittsburgh Sleep
Quality Index
(PSQI)
Skor 0-21
Hasil terbagi
menjadi 2
kategori:
baik : ≤ 5
buruk : > 5
Ordinal
39
Fungsi
Kognitif
Tekanan
Darah
Kemmpuan
seseorang yang
terdiri dari aspek
intelektual,
perhatian, bahasa,
memori,
visuospasial, dan
eksekutif
Tekanan di dalam
pembuluh darah
ketika jantung
memompakan
darah ke seluruh
tubuh
Pengukuran
dilakukan dengan
kuesioner Mini
Mental State
Examination
(MMSE)
Sphgmomanometer
dan stethoscope
Terdiri dari 11
pertanyaan
dengan niai :
Tertinggi : 30
Terendah :0
Hasil Dibagi
menjadi:
1.Baik : > 23
2.Buruk : ≤ 23
Nilai systole
dan dyastole
dinyatakan
dalam mmHg
hasil:
normal
:<150/90
hipertensi
:≥150/90
Ordinal
Ordinal
40
3.9. Alur Penelitian
Meminta surat izin survei awal dariFakultas kedokteran universitasHKBP Nommensen
Mengajukan surat izin survei ke UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai.
Melakukan survei awal
Meminta surat izin melakukan penelitian darifakultas kedokteran universitas HKBP Nommensenuntuk diajukan ke badan penelitian danpengembangan provinsi sumatera utara
Mengajukan surat izin melakukan penelitian ke badankesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakatprovinsi sumatera utara
Mengajukan surat izin melakukan penelitian ke DinasKesejahteraan dan Sosial provinsi Sumatera Utara
Setelah menerima surat izin dapat melakukan penelitian dariDinas Kesejahteraan dan Sosial provinsi Sumatera Utara,lalu mengajukan surat izin untuk melakukan penelitian keUPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai.
Persiapan penelitian
Populasi ada 172 orang
41
Isolasi : 46 orangStroke :1 orangBisu : 1 orangTuli : 1 orangButa : 1 orangMeninggal : 2 orangTukang masak : 2orangTidak bersedia : 12orang
Melakukan identifikasi subyek sesuai dengan kriteriainklusi dan eksklusi di lokasi subyek berada
dan pemberian Informed Consent
Sisa 106 orang
Melakukan Simple Random Sampling
Didapatkan sampel 78 orang
Mengelompokkan lanjut usia berdasarkanusia dan jenis kelamin, tingkat pendidikan
Mengukur fungsi kognitif dengan kuesionerMini Mental State Examination (MMSE)
Mengukur kualitas tidur dengan kuesionerPittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan
Periksa Tekanan Darah
Pengukuran kualitas tidur dilakukan sebanyak 3 kali(awal penelitian, pertengahan dan akhir penelitian )
Diakhir penelitian dilakukan pengisiankuesioner kualitas tidur dan fungsi kognitif
Periksa Tekanan Darah
42
Pengumpulan Data
Menghitung skor kualitas tidur (padapenghitungan kualitas tidur nilai yangtertinggi yang digunakan sebagai analisisdata)
Menghitung skor fungsi kognitif danmencatat hasil tekanan darah
Analisis Data
Gambar. 3.1. Alur Penelitian
3.11. Analisa Data
3.11.1. Analisis Univariat
Data masing-masing variabel yaitu kualitas tidur, fungsi kognitif dan
tekanan darah yang diteliti akan ditampilkan melalui tabel distribusi
frekuensi.32
3.11.2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
dependen dan independen. Untuk mengetahui hubungan antara kualitas
tidur dengan fungsi kognitif dan tekanan darah jika data terdistribusi data
normal, maka uji hipotesa yang digunakan adalah uji Chi-Square. Apabila
syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi, maka digunakan uji alternative yang
lainnya yaitu uji Fisher.32