bab 1 nurul fitri ani 3 rev

51

Click here to load reader

Upload: yosafat-mustikoarto

Post on 24-Sep-2015

33 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

KTI

TRANSCRIPT

6

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang ada disekitarnya. Rasa ingin tahu tersebut dapat menimbulkan sebuah komunikasi. Komunikasi itu sendiri dapat dilakukan dengan cara verbal (lisan, bicara) maupun non-verbal (gerak, tubuh, gesture, mimik). Menurut Effendy (2003) komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain. Pikiran tersebut bisa merupakan informasi, gagasan, opini, dan lain-lain yang muncul dari pikirannya sendiri. Bicara merupakan salah satu bentuk komunikasi yang baik dan optimal dalam menyampaikan ide atau kemauan yang diinginkan, apabila kemampuan bicara mengalami permasalahan maka pesan yang akan disampaikan menjadi tidak jelas atau terbatas. Menurut Dewanti et al. (2012) dalam penelitiannya mengatakan bahwa gangguan dalam berbicara merupakan suatu hal yang normal dalam perkembangan bicara anak, namun dapat pula menjadi suatu gejala dari gangguan psikiatri, neurologis maupun gangguan perilaku anak, terutama pada anak Cerebral Palsy. Cerebral Palsy adalah istilah untuk sekelompok gangguan neurologis dengan penyebab pada daerah sistem saraf pusat, terutama di pusat-pusat kontrol motor, dapat terjadi saat prenatal, natal dan post natal sebelum koordinasi dasar sistem otot tercapai itu bersifat kronis, dan dapat mengakibatkan berbagai cacat termasuk tonus otot yang abnormal, kesalahan koordinasi, atau posisi abnormal, keterlibatan penambahan posisi dapat terjadi pada daerah intelektual, persepsi, pendengaran, bicara dan bahasa, atau fungsi emosional (Nicolosi, Harryman & Kreschek, 2004).Diperkirakan lebih dari 100.000 orang Amerika berusia dibawah 18 tahun mengalami berbagai tingkat neurologic disability hingga Cerebral Palsy. Hampir 25% orang yang terdeteksi Cerebral Palsy yang terdaftar di Perancis dan Inggris tidak dapat berjalan (meski dengan dibantu sekalipun), dan 30% mengalami keterbelakangan mental (mentally retardated). Berdasarkan perkiraan Advisory Council dari National Institute of Neurological Disorder and Stroke, total biaya rutin yang dihabiskan oleh orang-orang yang menderita Cerebral Palsy sebesar 5 milyar dollar. Penderitaan secara emosional dan kehilangan kesempatan, juga dialami oleh keluarga penderita Cerebral Palsy (Kuban, 1994). Menurut ilmu terapi wicara, gangguan bicara yang disebabkan karena gangguan neuromuskuler disebut dengan istilah disartria. Menurut Dharmaperwira (1996) disartria adalah gangguan bicara yang disebabkan karena adanya cedera neuromusculer. Disartria terbagi menjadi beberapa klasifikasi, salah satunya yaitu disartria flasid. Disartria flasid pada umumnya memiliki kelemahan pada anggota geraknya, dan juga terdapat permasalahan di artikulasi. Permasalahan pada artikulasi disebabkan karena terdapat kelemahan pada organ artikulator dan kurangnya koordinasi otot-otot organ bicara.Penelitian yang dilakukan oleh Wu, Xing, Afflix, Danielson, Smith, dan Gilbert dalam Maimunah (2013), di California memberikan gambaran yang lebih jelas tentang prevalensinya, yaitu bahwa bahwa dari 6.221.001 kelahiran hidup di California pada tahun 1991-2001, 8397 anak-anak terlahir dengan Cerebral Palsy. Prevalensi secara keseluruhan dapat diketahui yaitu 1,4 per 1000 kelahiran hidup. Hampir 63% dari kasus Cerebral Palsy menunjukkan tipe spastic atau dyskinetic. Prosentase paling banyak (distribusi umum) ada pada Quadriplegia, yang diikuti oleh paraplegia dan hemiplegia. Tiga-perempat dari kasus dikategorikan sebagai cukup parah atau berat.Di Indonesia, angka kejadian Cerebral Palsy belum dapat dikaji secara pasti. Menurut Soetjiningsih dalam Maimunah (2013), prevalensi penderita Cerebral Palsy diperkirakan sekitar 1-5 per 1.000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi berat badan lahir rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari 40 tahun, terlebih lagi pada multipara. Menurut Widodo dalam Maimunah (2013), prevalensi Cerebral Palsy mencapai 476.905 dari jumlah populasi penduduk sebanyak 238.452.952 jiwa. Cerebral palsy, terjadi pada satu sampai dua dari seribu bayi, tetapi 10 kali lebih sering ditemukan pada bayi prematur dan sering ditemukan pada bayi yang sangat kecil. Data ini menunjukan jumlah angka yang cukup signifikan pada penderita gangguan Cerebral Palsy, sehingga perlu mendapat perhatian dan intervensi sejak dini.Berdasarkan pembahasan diatas, dapat kita ketahui bahwa prevalensi kasus Cerebral Palsy cukup banyak. Kesempatan ini penulis mengambil kasus Cerebral Palsy di RSUD Dr. Moewardi Surakarta di karenakan angka kejadian Cerebral Palsy di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dalam kurun waktu 1 Tahun terakhir adalah ....... dari jumlah pasien yang terdapat di Instalasi Rehabilitasi Medik Unit Terapi Wicara. Berdasarkan uraian diatas, penulis membahas kasus Cerebral Palsy sebagai Tugas Akhir yang menekankan pada penatalaksanaan Terapi Wicara pada Kasus Cerebral Palsy di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.B. Pembatasan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis membahas tentang Penatalaksanaan Terapi Wicara pada Kondisi Cerebral Palsy di RSUD Dr. Moewardi, yang bernama MR berusia 3 tahun berjenis kelamin laki laki yang menjalani terapi wicara di Instalasi Rehabilitasi Medik Unit Terapi Wicara di RSUD Dr. Moewardi SurakartaC. Tujuan Tugas Akhir

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas penatalaksanaan Terapi Wicara pada kondisi Cerebral Palsy pada klien yang berinisial MR berusia 3 tahun berjenis kelamin laki-laki di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui efektifitas metode Oral Motor Exercise dalam menangani permasalahan artikulasi pada kondisi Cerebral Palsy.b. Untuk mengetahui efektifitas metode Motokinesthetic dalam menangani permasalahan artikulasi pada kondisi Cerebral Palsy.c. Untuk mengetahui proses dan hasil penatalaksanaan Terapi Wicara pada permasalahan pergerakan artikulator bibir dan rahang dengan kondisi Cerebral Palsy pada anak M.R berjenis kelamin laki - laki usia 3 tahun di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.d. Untuk mengetahui proses dan hasil penatalaksanaan Terapi Wicara pada permasalahan artikulasi pada fonem /p/ awal, /b/awal, /m/ awal pada kata pada anak dengan kondisi Cerebral Palsy yang berinisial M.R berjenis kelamin laki laki usia 3 tahun di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.D. Manfaat Tugas Akhir1. Manfaat TeoritisPenyusunan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang penatalaksanaan Terapi Wicara pada kasus Cerebral Palsy.2. Manfaat Praktis

a. Bagi Jurusan Terapi Wicara Politeknik Kesehatan Surakarta

Penyusunan tugas akhir ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi institusi, khususnya Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Terapi Wicara dalam meningkatkan wawasan mahasiswa tentang penatalaksanaan terapi wicara pada kasus Cerebral Palsy.

b. Bagi Profesi Terapis Wicara

Penyusunan tugas akhir ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan perencanaan dan evaluasi pada permasalahan yang ada khususnya permasalahan yang berhubungan dengan kasus Cerebral Palsy.

c. Bagi Penulis

Penyusunan tugas akhir ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dan dapat menggali wawasan serta mampu menerapkan ilmu tentang penatalaksanaan Terapi Wicara pada kasus Cerebral Palsy dan dapat merencanakan, melakukan evaluasi permasalahan dan pemecahan masalah.d. Bagi MasyarakatPenyusunan tugas akhir ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi serta edukasi bagi orang tua pasien dan keluarga pasien.

E. Keaslian Tugas Akhir

Studi kasus tentang penatalaksanaan terapi wicara pada Cerebral Palsy ini pernah dilakukan oleh:1. Ardiawan, P (2014) dengan judul Penatalaksanaan Terapi Wicara Pada Kondisi Cerebral Palsy yang Berusia 12 Tahun di Desa Plesungan Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Tugas akhir ini mengangkat klien dengan inisial An. AR berusia 12 tahun. Tujuan terapi yang di berikan yaitu meningkatkan kemampuan artikulasi pada konsonan bilabial /m/ awal tingkat suku kata dengan menggunakan metode motokinesthetic approach, dan meningkatkan kemampuan protusi lidah, elevasi lidah, lateralisasi lidah ke kanan, retraksi lidah dengan menggunakan metode oral motor exercise. Perbedaan tujuan penyusunan yang penulis lakukan adalah meningkatkan pergerakan protusi bibir dan gerakan menutup rahang selama 5 detik sebanyak 5 kali yang disengaja dengan menggunakan metode oral motor exercise, dan meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial /p/ awal, /b/ awal, /m/ awal tingkat kata dengan menggunakan metode motokinesthetic.2. Sulistiyo (2013) dengan judul Penatalaksanaan Terapi Wicara Pada Kondisi Cerebral Palsy Di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surakarta. Tugas akhir ini mengangkat klien dengan inisial An. VI berusia 10 tahun. Tujuan terapi yang di berikan yaitu buka tutup bibir, protusi bibir, menahan spatel pada lidah, mengeluarkan dan memasukan lidah dengan menggunakan metode oral motor exercise. Berbeda dengan yang dilakukan penulis, penulis memiliki tujuan meningkatkan pergerakan protusi bibir dan gerakan menutup rahang selama 5 detik sebanyak 5 kali yang disengaja dengan menggunakan metode oral motor exercise, dan meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial /p/ awal, /b/ awal, /m/ awal tingkat kata dengan menggunakan metode motokinesthetic.

3. Wulansari Shinta D. (2013) dengan judul Penatalaksanaan Terapi Wicara Pada Kondisi Cerebral Palsy Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Tugas akhir ini mengangkat klien dengan inisial An. IH berusia 9 tahun. Tujuan terapi yang di berikan yaitu meningkatkan kemampuan pemahaman tingkat kata benda kategori buah dengan menggunakan metode stimulasi multimodal, meningkatkan kemampuan memproduksi fonem /m-/ pada tingkat suku kata dengan menggunakan metode Motokinesthetic Approach, menghilangkan drooling dengan menggunakan metode Oral Motor Exercise. Perbedaan tujuan penyusunan yang penulis lakukan adalah meningkatkan pergerakan protusi bibir dan gerakan menutup rahang selama 5 detik sebanyak 5 kali yang disengaja dengan menggunakan metode oral motor exercise, dan meningkatkan kemampuan artikulasi dalam memproduksi konsonan bilabial /p/ awal, /b/ awal, /m/ awal tingkat kata dengan menggunakan metode motokinesthetic.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Definisi dan PengertianMenurut Nicolosi, Harryman & Kreschek (2004) Cerebral Palsy adalah istilah untuk sekelompok dengan gangguan neurological dengan etiologi pada sistem saraf pusat, terutama di pusat-pusat control motor, dapat terjadi sebelum kelahiran (prenatal), saat melahirkan (perinatal), atau setelah kelahiran (postnatal) sebelum sistem koordinasi otot dasar tercapai, hal ini bersifat kronis, dan dapat mengakibatkan berbagai kecacatan termasuk otot yang abnormal, koordinasi gerak yang salah, atau posisi yang tidak normal, kecacatan penyerta dapat terjadi dalam intelektual, persepsi, pendengaran, bicara dan bahasa, atau fungsi emosional. Cerebral Palsy (CP) adalah gangguan pada sistem saraf pusat yang bersifat non-progresif yang dapat diakibatkan karena faktor genetik, gangguan pada saat masa prenatal, perinatal, postnatal, infeksi atau trauma (Weiss et al., 1987). Menurut Abdul Latief,. Et.al (1985) Cerebral Palsy ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum dan kelainan mental.Menurut Dharmaperwira-Prins (1996), Disartria merupakan gangguan bicara yang disebabkan adanya cidera neuromuscular, gangguan bicara ini diakibatkan luka pada sistem saraf, yang pada gilirannya mempengaruhi bekerja baiknya satu atau beberapa otot yang diperlukan untuk berbicara. Menurut Lee Edward Travis (1971) definisi Disartria adalah gangguan artikulasi yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat yang secara langsung mengontrol aktivitas otot-otot yang berperan dalam proses artikulasi dalam pembentukan suara pengucapan.Berdasarkan pendapat para ahli yang dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa Cerebral Palsy merupakan suatu kerusakan yang terjadi pada sistem saraf yang memiliki kecacatan penyerta yang berkaitan dengan intelektual, persepsi, pendengaran, bicara dan bahasa, atau fungsi emosional yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor pre natal, natal, dan post natal. Disartria adalah istilah untuk sekumpulan gangguan motorik bicara yang disebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat dan saraf perifer.Respirasi, artikulasi, fonasi, resonansi dan prosodi dapat terganggu; gerakan sadar dan otomatis, seperti mengunyah, menelan, dan pergerakkan rahang dan lidah juga dapat menyimpang.Tidak termasuk apraksia dan gangguan fungsi atau pusat bahasa (Nicolosi et al., 1989). Menunjukkan gangguan di dalam pelaksanaan pola pola motorik wicara yang mengarah kepada kelumpuhan, kelemahan, atau kesalahan dalam mengorganisasikan otot-otot wicara(Weiss, 1987).B. Etiologi

Masa perkembangan memungkinkan dapat memunculkan gangguan gangguan yang dapat terjadi di masa perkembangan, yaitu fase pre natal (selama kehamilan), fase natal (kelahiran), dan fase post natal (setelah kelahiran).

Menurut Van Riper (1984) penyebab dari Cerebral Palsy yaitu :

1. Fase pre natal

Penyebab pada fase pre natal yaitu karena selama kehamilan ibu menderita atau terkena virus rubella, campak, toksoplasma, toksemia, diabetes, terjatuh, atau kecelakaan (injury), malformasi congenital, radiasi, asfiksia dalam kandungan (misalnya solusio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, atau tali pusar yang abnormal), ketuban pecah dini.

2. Fase natal

Penyebab pada fase natal yaitu adanya trauma lahir, prematuritas, asfiksia, anoxia, penggunaan alat bantu kelahiran dan pendarahan intra kranial.

3. Post natal

Penyebab pada fase post natal yaitu adanya trauma kapala dan infeksi, misalnya meningitis bakterial, abses serebri, trom-boplebitis, ensefalomielitis, rubella dan kejang.Penyebab disartria menurut Dharmaperwira-Prins, (1996. 13) adalah

a) Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) (Cerebrovascular accident/ CVA) ataustroke. Karena trombosis, emboli atau pendarahan, saluran darah ke sebagian otak terhambat.

b) Gangguan Biokimia. Pembuatan neurotransmitor tidak cukup atau neutransmitor terlalu cepat dihanyutkan sehingga penyampaian rangsangan terganggu.c) Penyakit Myasthenia Gravis. Misalnya diakibatkan kurangnya asetikolin sehingga otot-otot cepat capai. Penyakit Parkinson disebabkan kekurangan produksi dopamine.

d) Trauma. Karena jatuh, pukulan atau luka sebagian dari sistem saraf rusak.

e) Neoplasma (tumor). Sebuah tumor ini membuat tekanan pada sebagian sistem saraf.

f) Keracunan. Keracunan dapat disebabkan racun, alkohol (penyakit Korsakow) atau obat.

g) Radang. Radang di otak (ensefalitis), di saraf (neuritis) atau di otot (miositis).

h) Infeksi virus atau infeksi prion.Sistem saraf diserang virus(misalnya poliomyelitis) atau prion (penyakit Creutzfeldt-Jacob).i) Degenerasi progresif.Semakin banyak bagian sistem saraf terkena. Penyebabnya bisa keturunan, seperti misalnya distrofia otot keturunan, penyakit Huntington atau penyakit Wilson. Pada penyakit Wilson terdapat kekurangan putih telur pengikat tembaga yang mengakibatkan tembaga terendap di striatum dan di hati. Pada penyakit Multiple Sclerose, oleh karena reaksi oto-imun, terjadi peningkatan demielinisasi (pemecahan lapis pelindung mielin akson).

j) Kelainan Kongenital. Sejak kelahiran sudah terdapat kerusakan di sistem saraf sentral, yang menyebabkan bicara tidak berkembang dengan baik.

C. Klasifikasi dan KarakteristikKlasifikasi cerebral palsy menurut Patria Asher And F. Eleanor Schonell (1950) adalah 1. Spastic Paralysis : Hal ini merupakan kelompok terbesar (290 kasus). Jenis paling umum dari Spastik Paralysis adalah Symmetrical quadri- plegia (77 kasus) atau paraplegia (90 kasus). Istilah diplegia telah banyak digunakan untuk menutupi salah satu atau kedua kondisi ini. Symmetrical quadri- plegia dan paraplegia telah dipertimbangkan secara terpisah, tetapi perbedaan antara mereka adalah salah satu yang berubah-ubah, banyak quadriplegia memiliki lesi hampir tak terlihat dari tungkai atas. 2. Ataxia ., menunjukkan tremor, hipotonia otot, dan respon plantar fleksor . Tanda-tanda cerebellar lain, seperti nistagmus dan berbicara sepintas, tidak hadir didalam kasus kami .3. Flacid Cerebral Palsy. Menunjukkan tungkai yang lembek dan sentakan tendon berkurang ; tanda-tanda lain , seperti distribusi paresis , tanggapan plantar , yang seperti yang terlihat di quadriplegia spastik

Disartria bukanlah gangguan yang seragam., setiap pasien memperlihatkan perbedaan perbedaan yang besar. Akan tetapi memang pasien pasien yang mengalami gangguan yang semacam, yang berkaitan dengan lesi (cedera) tertentu di sistem saraf, memperlihatkan macam disartria yang serupa : sebuah rumpun kelainan pada satu atau lebih dari satu komponen kelakuan bicara.

1. Disartria BulberHipernasalitas pada disartria bulber adalah ciri yang paling nampak dibanding sindrom-sindrom disartria lain. Walaupun konsonan tidak tepat, merupakan ciri yang kedua pada sindrom-sindrom disartria lain, hal ini lebih menonjol. Konsonan tidak tepat yang terjadi tidak akan mengakibatkan kejelasan bicara yang buruk. Terjadi angin liar, peniupan-peniupan nasal dan pengambilan nafas yang berbunyi.

b. Disartria Miogen

Kekurangan tenaga ketika berbicara paling nampak pada disartria miogen. Konsonan-konsonan tidak tepat menjadi ciri kedua, tetapi disini tidak mengakibatkan kekurangan kejelasan bicara karena bicara yang pelan dan kesadaran pasien mengenai gangguannya. Ia memperhatikan agar berbicara bisa sejelas mungkin. Hipernasalitas adalah ciri yang ketiga. Sering terjadi kesulitan menelan, kecederaan otot yang mengakibatkan kelumpuhan menetap akan menyebabkan atrofia otot tersebut.

c. Disartria Spastis

Fonasi yang terperas dan serak, bicara datar, pelan dan rendah ditambah dengan konsonan-konsonan yang tidak tepat. Muskulatur pernapasan pada waktu istirahat lebih baik daripada pada waktu bicara. Gerakan-gerakan selain bicara lebih baik daripada gerakan-gerakan bicara. Kejelasan bicaranya yang relatif rendah. Selain itu kesulitan menelan juga sering terjadi pada disartria spastis. Disamping itu bisa terdapat hemiplegia, menangis sendiri atau tertawa sendiri. Kalau terdapat paresis fasialis, hal ini tidak begitu nampak pada mimik afektif.d. Disartria Ataktis

Ditandai oleh artikulasi konsonan dan vokal yang belum tentu buruk. Bicara pelan dengan tekanan berlebihan dan datar pada semua kata dan suku kata, disertai perpanjangan fonem dan istirahat serta tiba-tiba suara yang mengeras. Tidak ada kesulitan dalam menelan. Gangguan-gangguan koordinasi juga nampak pada saat berjalan (ragu-ragu dan terhuyung-huyung) ditambah adanya gerakan-gerakan tangan dan lengan (tersendat-sendat, tidak tepat dan tidak cekatan).

e. Disartria HipokinetisCiri-cirinya meliputi bicara yang pendek dan cepat, ditambah dengan bicara yang monoton serta kecepatan bicara yang semakin cepat.Kejelasan bicara relatif buruk, dan pada saat membaca bersuara semakin memburuk. Pada pasien-pasien Parkinson, kesadaran mengenai keburukan bicara dan kesulitannya dalam menelan sangat kurang. Maka kelainan-kelainan bicaranya lebih meliputi aspek-aspek otomatis bicara.

f. Disartria Hiperkinetis

Ditandai dengan pada waktu yang tidak tentu bicara menjadi keras dan serak. Ditambah dengan angin liar, hipernasalitas dan artikulasi yang tidak tepat. Kecepatan bicara yang berkurang, pengucapan fonem-fonem dan istirahat berbicara yang diperpanjang. Tekanan berkurang, dan terdapat waktu-waktu kosong yang tidak tepat saat berbicara. g. Disartria CampuranAmyotrophic Lateral Sclerose (ALS): Neuron motoris bawah maupun atas akan terkena. Maka disartria campuran memperlihatkan adanya gejala-gejala disartria lemas maupun spastis. Pada ALS hal tersebut akhirnya mengakibatkan gangguan yang parah pada artikulasi konsonan dan vokal, produksi kata yang sulit, pelan dan monoton dalam kalimat-kalimat yang pendek, suara yang serak rendah terperas. Dengan demikian kejelasan bicara sangat buruk. Selain itu akan berkembang kesulitan menelan yang parah. Pada Multiple Sclerose (MS), tidak semua pasien mengalami disartria. Jika disertai disartria biasanya serebelum turut terlibat, tetapi mungkin juga neuron motoris bawah atau atas. Maka disatria yang timbul kebanyakan akan ataktis dengan elemen-elemen disartria spastis atau disatria lemas. Kelainan-kelainan bicara yang paling khas untuk MS biasanya adalah gangguan pengontrolan kekerasan suara, suara serak, dan gangguan artikulasi. Terkadang timbul gangguan prosodi (tekanan dan intonasi), hipernasalitas, dan angin liar. Jika neuron motoris bawah turut terkena, dapat terjadi berbagai macam gangguan menelan, tergantung dari syaraf otak mana yang terkena(Dharmaperwira-Prins, 1996).

D. Prevalensi

Diperkirakan lebih dari 100.000 orang Amerika berusia dibawah 18 tahun mengalami berbagai tingkat neurologic disability hingga Cerebral Palsy. Hampir 25% orang yang terdeteksi Cerebral Palsy yang terdaftar di Perancis dan Inggris tidak dapat berjalan (meski dengan dibantu sekalipun). (Kuban, 1994).Penelitian yang dilakukan oleh Wu, Xing, Afflix, Danielson, Smith, dan Gilbert dalam Maimunah (2013), di California memberikan gambaran yang lebih jelas tentang prevalensinya, yaitu bahwa bahwa dari 6.221.001 kelahiran hidup di California pada tahun 1991-2001, 8397 anak-anak terlahir dengan Cerebral Palsy. Prevalensi secara keseluruhan dapat diketahui yaitu 1,4 per 1000 kelahiran hidup.

Di Indonesia, angka kejadian Cerebral Palsy belum dapat dikaji secara pasti. Menurut Soetjiningsih dalam Maimunah (2013), prevalensi penderita Cerebral Palsy diperkirakan sekitar 1-5 per 1.000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi berat badan lahir rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari 40 tahun, terlebih lagi pada multipara. Menurut Widodo dalam Maimunah (2013), prevalensi Cerebral Palsy mencapai 476.905 dari jumlah populasi penduduk sebanyak 238.452.952 jiwa. E. Prognosis Teoritik

Menurut Duffy (2005), prognosis untuk kesembuhan pada sebuah gangguan bicara yaitu baik jika usia pasien masih muda, gejala gejala yang dimiliki merupakan sebuah serangan yang baru dimiliki dan bukan gejala yang kadang ada atau kadang hilang, munculnya kejadian dapat diidentifikasi dengan cepat, kondisi kesehatan sebelumnya baik, tidak adanya psychopathology yang serius, serta pasien memiliki beberapa kejadian yang lebih parah daripada kondisi yang dimilikinya saat ini.Menurut Abdul Latief., et al (1985), prognosis penderita Cerebral Palsy dengan gejala motorik yang ringan adalah baik; makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya, makin buruk prognosisnya.

F. Metode Terapi

1. Oral motor exercise

a. Sumber metode

Debra C. Gangale(2001) dalam bukunya yang berjudul The Source for Oral-Facial Exercises Updated & Expanded.

b. Dasar Pemikiran

The Source for Oral-Facial Exercises Updated & Expanded mencakup segala sesuatu yang diperlukan untuk mengevaluasi klien yang mengalami gangguan oral-facial dan diimplementasikan dalam program terapi.

c. Tujuan Metode

Metode ini bertujuan untuk meningkatkan penggunaan otot untuk menelan, artikulasi dan suara, meningkatkan ketepatan gerakan oral untuk makan dan minum, dan meningkatkan kejelasan berbicara melalui perencanaan motorik.

d. Langkah-langkah

Langkah-langkah yang diterapkan dalam intervensi oral motor, yaitu melakukan massage bibir dan pipi, massage intra-oral, latihan bibir, facial massage, peregangan leher dan rahang.

2. Motokinesthetic

a. Sumber Metode

Metode motokinesthetic berasal dari buku Clinical Management Of Articulatory And Phonologic Disorder (1987) karya dari Curtis E. Weiss, Marrye. Gordon dan Herold S. Lilywhite.

b. Dasar Pemikiran

Metode artikulasi motokinesthetic dikembangkan oleh Young dan Hawk (1938). Metode motokinesthetic adalah metode artikulasi yang penerapannya langsung digerakkan secara eksternal pada bagian mulut, rahang, danleher oleh terapis wicara. Prosedur metode artikulasi motokinesthetic yaitu melalui manipulasi dari terapis dan produksi bunyi. Pasien diharapkan mampu menghubungkan gerakan gerakan artikulasi dengan tambahan masukan pendengaran dan belajar mengucapkan bunyi bunyi. Pasien memproduksi kembali gerakan artikulasi melalui rasa gerak (Kinesthetic Sense). Rasa gerak yang positif dan umpan balik taktil yang dilakukan oleh terapis akan dapat memanipulasi articulator pasien (Sommers & Kane dalam Weiss, 1987)

c. Tujuan Metode

Tujuan metode motokinesthetic yaitu untuk mencegah pembelajaran artikulasi yang salah dan untuk memperbaiki artikulasi yang salah (William & Willkind dalam Weiss, 1987)

d. Langkah Langkah

1. Langkah pertama: minta klien untuk memproduksi target suara ditambah dengan vocal /a/, misalnya pa.2. Langkah kedua: minta klien untuk memproduksi satu suku kata, misalnya pa, pi, pu.3. Langkah ketiga: pengulangan suku kata, misalnya papa. 4. Langkah keempat: banyak suku kata, misalnya paku, pipa. BAB III

DATA KASUS

A. Hasil Pengumpulan Data

1. Identitas Klien

Klien berinisial an. MR, berusia 3 tahun 3 bulan, lahir di Karanganyar pada tanggal 17 Agustus 2011, Klien berjenis kelamin laki-laki,dan beragama Islam. Ayah Klien berinisial Tn. MG berusia 29 tahun. Pekerjaan Ayah adalah pegawai swasta. Ibu Klien berinisal Ny. D, berusia 29 tahun. Pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga. Klien bertempat tinggal dengan kedua orang tuanya di Kuncung,Matesih RT O1 RW 04 Karanganyar. Klien merupakan anak tunggal. Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh klien ketika berkomunikasi dengan orang di sekitarnya adalah dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.

2. Data yang Berhubungan dengan Faktor Penyebab

Data yang berhubungan dengan faktor penyebab berisi tentang :

a. Riwayat Kondisi Sekarang

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu klien, ibu klien mengeluhkan bicara klien yang belum jelas. Berdasarkan tes artikulasi yang dilakukan pada tanggal 7 februari 2015 dapat diketahui bahwa klien mengalami penghilangan suku kata awal di semua kata yang di teskan kepada klien, yaitu manga menjadi ngga, jerapah menjadi apah, balon menjadi alon, kambing menjadi mbing, kelinci menjadi inci, tikus menjadi kus, katak menjadi tak, gajah menjadi jah, bedug menjadi dug, yoyo menjadi yo, gayung menjadi yung, leci menjadi ci, salak menjadi lak, manggis menjadi nggis, cicak menjadi cak, jambu menjadi mbu, anjing menjadi njing, nyamuk menjadi muk, pizza menjadi za, vespa menjadi pa. berdasarkan tes oral facial yang telah dilakukan pada tanggal 7 februari 2015 dapat diketahui bahwa klien mengalami kelemahan pada bibir dan rahang. Klien tidak memiliki permasalahan pada aspek bahasa reseptif dan bahasa ekspresif.b. Riwayat Kondisi Dahulu

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa:

1) Riwayat prenatalUsia ibu ketika mengandung klien yaitu usia 25 tahun. Usia kandungan ibu klien yaitu 9 bulan 10 hari. Ibu klien tidak mengalami jatuh ataupun kecelakaan ketika mengandung. Ibu klien rutin periksa kandungan ke Dokter dan rutin mengkonsumsi vitamin dari Dokter.

2) Riwayat natalKlien lahir melalui persalinan normal. Kelahiran Klien cukup bulan yaitu 9 bulan 10 hari. Klien lahir dengan kepala dahulu dan tidak langsung menangis, klien menangis 15 menit kemudian. Berat badan klien 3 Kg dan panjang badan 49 cm.

3) Riwayat post natal, Perkembangan motorik klien terlambat. Klien merangkak saat usia 2 tahun, duduk usia 2 tahun, berdiri usia 2 tahun, berjalan 2 tahun 5 bulan. Klien mampu makan sendiri usia 2 tahun 5 bulan, ketika masih kecil, klien pernah mengalami batuk pilek.

c. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Keluarga

Klien merupakan anak dari Tn. MG usia 29 tahun dan Ny. D usia 29 tahun. Ayah Klien bekerja sebagai pegawai swasta sedangkan ibu Klien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sosial ekonomi keluarga Klien tergolong menengah ke atas. Klien menghabiskan banyak waktunya di rumah dengan ibu klien. Sekarang klien sedang mengenyam pendidikan PAUD. Klien terkesan pendiam dengan orang baru, dan keluarga mendukung program terapi yang diberikan kepada klien.

B. Data yang Berhubungan dengan Permasalahan Bahasa, Wicara, Suara, Irama Kelancaran dan Menelan

1. Sindroma yang berhubungan dengan kemampuan Bahasa

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa klien tidak mengalami permasalahan pada aspek bahasa reseptif dan ekspresif, hal ini ditunjukkan pada saat terapis memberikan pertanyaan sederhana seperti Dika sudah makan?, Dika makan sama apa?, Dika sudah mandi? , Dika mamah dimana?, Dika kesini di anterin siapa?, Dika sudah sekolah?,Dika suka mainan apa? klien mampu menjawab dengan benar. Jika terapis memberikan instruksi sederhana seperti ambil, pegang, pasang, tunjuk klien dapat melakukan dengan benar. Klien mampu mengenali benda dengan nama, seperti tas, tv, kursi, mobil,motor, bola, buku, pensil, baju, piring, gelas. Klien mampu memahami dan menamai 8 anggota tubuh yaitu kepala, rambut, mata, hidung, mulut, telinga, tangan, kaki. Hasil tes untuk bahasa reseptif yaitu dengan menggunakan ACLC dan bahasa ekspresif dengan menggunakan Expressive One Word belum didapatkan karena kondisi anak yang tidak kooperatif.

2. Sindroma yang berhubungan dengan kemampuan Wicara

Berdasarkan hasil tes artikulasi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Berdasarkan tes artikulasi yang dilakukan pada tanggal 7 februari 2015 dapat diketahui bahwa klien mengalami penghilangan suku kata awal di semua kata yang di teskan kepada klien, yaitu manga menjadi ngga, jerapah menjadi apah, balon menjadi alon, kambing menjadi mbing, kelinci menjadi inci, tikus menjadi kus, katak menjadi tak, gajah menjadi jah, bedug menjadi dug, yoyo menjadi yo, gayung menjadi yung, leci menjadi ci, salak menjadi lak, manggis menjadi nggis, cicak menjadi cak, jambu menjadi mbu, anjing menjadi njing, nyamuk menjadi muk, pizza menjadi za, vespa menjadi pa.Berdasarkan hasil tes oral facial yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa klien mengalami kelemahan pada bibir seperti protusi bibir, dan kelemahan pada rahang seperti buka tutup rahang. Berdasarkan hasil evaluasi wajah dapat diketahui bahwa kesimetrisan normal, gerakan abnormal tidak ada, tidak menggunakan pernafasan mulut tetapi menggunakan pernafasan dada. Berdasarkan evaluasi gigi diketahui bahwa hubungan gigi geraham normal, hubungan gigi taring normal, gigi semua ada, susunan gigi normal, dan kebersihan gigi tergolong bersih. Berdasarkan evaluasi lidah diketahui warna lidah normal, gerakan abnormal tidak ada, ukuran lidah normal, dan frenum normal, sedangkan untuk gerakan mengeluarkan lidah, menarik lidah, menggerakan lidah ke kanan dan kiri klien jangkauannya normal tetapi untuk tes kekuatan lidah tidak dapat dilakukan karena kondisi anak yang tidak kooperatif. Berdasarkan evaluasi faring diketahui warna faring normal, tonsil normal. Berdasarkan evaluasi langit langit keras dan langit langit lunak diketahui bahwa warna normal, rugae ada, tinggi langit langit normal, lebar langit langit normal, growths tidak ada, fistula tidak ada, kesimetrisan saat istirahat normal, gangguan reflex normal. Hasil durasi fonasi tidak didapatkan dikarenakan klien tidak kooperatif. Resonansi klien terkesan normal. Hasil prosodi belum didapatkan karena klien belum mampu verbal dalam penyusunan kalimat.

3. Sindroma yang berhubungan dengan kemampuan Suara

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan Nada suara yang dimiliki klien terkesan normal dilihat ketika klien berbicara. Kualitas suara yang dimiliki klien terkesan normal dilihat saat klien berbicara. Kenyaringan suara yang dimiliki klien terkesan normal pada saat klien berbicara.

4. Sindroma yang berhubungan dengan kemampuan Irama Kelancaran

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kemampuan irama dan kelancaran klien tidak mengalami permasalahan, klien tidak mengalami repetition, prolongation, interjection dan blocking.5. Sindroma yang berhubungan dengan kemampuan Menelan

Berdasarkan hasil assessment kemampuan yang berhubungan dengan menelan dan wawancara dengan orangtua Klien mendapatkan hasil bahwa Klien tidak mengalami gangguan menelan, klien tidak mengalami drooling.C. Analisis Data

Klien berinisial an. MR, berusia 3 tahun 3 bulan, lahir di Karanganyar pada tanggal 17 Agustus 2011, Klien berjenis kelamin laki-laki,dan beragama Islam. Ayah Klien berinisial Tn. MG berusia 29 tahun. Pekerjaan Ayah adalah pegawai swasta. Ibu Klien berinisal Ny. D, berusia 29 tahun. Pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga. Klien bertempat tinggal dengan kedua orang tuanya di Kuncung,Matesih RT O1 RW 04 Karanganyar. Klien merupakan anak tunggal. Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh klien ketika berkomunikasi dengan orang di sekitarnya adalah dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.Berdasarkan dari hasil assesmen (wawancara dan observasi), kecurigaan ibu berawal ketika klien berusia 2,5 tahun , bicara klien belum jelas. Klien hanya mengucapkan suku kata akhir pada setiap kata yang diucapkan, kemudian ibu memeriksakan klien ke Dokter anak. Dokter anak menyatakan bahwa klien mengalami permasalahan pada fungsi organ bicara dan memberikan rujukan untuk menjalani terapi wicara di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Terapis wicara kemudian melakukan assesmen terhadap kondisi klien yang kemudian didapatkan hasil bahwa klien mengalami gangguan pada fungsi organ bicara yaitu kelemahan pada bibir, rahang dan lidah, lalu klien mulai menjalani intervensi terapi wicara di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu, diketahui klien mengalami asfiksia pada proses kelahiran yang dilakukan secara normal. Van Riper (1984) menyatakan bahwa penyebab Cerebral Palsy pada fase kelahiran adalah asfiksia.Penulis menduga bahwa gangguan yang dialami klien disebabkan karena klien mengalami asfiksia pada proses kelahiran. Tersebut diperkuat oleh Miller dan Bachrach (2006) penyebab Cerebral Palsy yaitu asfiksia pada fase natal. Sindroma yang berhubungan dengan wicara, Berdasarkan hasil tes artikulasi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Berdasarkan tes artikulasi yang dilakukan pada tanggal 7 februari 2015 dapat diketahui bahwa klien mengalami penghilangan suku kata awal di semua kata yang di teskan kepada klien, yaitu manga menjadi ngga, jerapah menjadi apah, balon menjadi alon, kambing menjadi mbing, kelinci menjadi inci, tikus menjadi kus, katak menjadi tak, gajah menjadi jah, bedug menjadi dug, yoyo menjadi yo, gayung menjadi yung, leci menjadi ci, salak menjadi lak, manggis menjadi nggis, cicak menjadi cak, jambu menjadi mbu, anjing menjadi njing, nyamuk menjadi muk, pizza menjadi za, vespa menjadi pa.Berdasarkan hasil tes oral facial yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa klien mengalami kelemahan pada bibir seperti protusi bibir, dan kelemahan pada rahang seperti buka tutup rahang. Berdasarkan hasil evaluasi wajah dapat diketahui bahwa kesimetrisan normal, gerakan abnormal tidak ada, tidak menggunakan pernafasan mulut tetapi menggunakan pernafasan dada. Berdasarkan evaluasi gigi diketahui bahwa hubungan gigi geraham normal, hubungan gigi taring normal, gigi semua ada, susunan gigi normal, dan kebersihan gigi tergolong bersih. Berdasarkan evaluasi lidah diketahui warna lidah normal, gerakan abnormal tidak ada, ukuran lidah normal, dan frenum normal, sedangkan untuk gerakan mengeluarkan lidah, menarik lidah, menggerakan lidah ke kanan dan kiri klien jangkauannya normal tetapi untuk tes kekuatan lidah tidak dapat dilakukan karena kondisi anak yang tidak kooperatif. Berdasarkan evaluasi faring diketahui warna faring normal, tonsil normal. Berdasarkan evaluasi langit langit keras dan langit langit lunak diketahui bahwa warna normal, rugae ada, tinggi langit langit normal, lebar langit langit normal, growths tidak ada, fistula tidak ada, kesimetrisan saat istirahat normal, gangguan reflex normal. Resonansi klien terkesan normal. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh Curtis E. Weiss (1989) dalam bukunya Clinical Management of Articulation and Phonologyc Dysorders menyatakan karakteristik dari Disartria diantaranya adalah: ketidaktepatan artikulasi, durasi vokal yang pendek, perpanjangan pada fonem, rata-rata bicara yang lambat, cepat atau tersentak-sentak, tidak dapat dipahami, artikulasi buruk atau tidak jelas, susunan kata tidak tepat, organ artikulasi yang kurang terkontrol, suara parau, kasar atau keras, breathiness, dan hipernasalitas.

1. Diagnosis

Klien mengalami kelemahan pada organ bicara yaitu pada bibir dan rahang. Klien mengalami penghilangan suku kata awal pada kata. Diagnosis dari klien adalah Disartria yang disebabkan karena Cerebral Palsy. Klien mengalami kelemahan pada organ bicara.

2. Prognosis

Berdasarkan asset dan limitasi yang dimiliki, oleh klien, prognosis klien adalah baik karena asset yang dimiliki klien lebih banyak daripada limitasi yang dimiliki klien. Asset yang dimiliki klien antara lain,klien rutin menjalani terapi 2 kali dalam seminggu, keluarga mendukung penuh dalam proses terapi, klien masih dalam tahap golden age yakni 3 tahun 3 bulan, cerebral palsy yang dialami klien termasuk dalam tahap ringan, sedangkan untuk limitasinya klien antara lain: klien kurang kooperatif dan mudah bosan saat terapi.D. Perencanaan Terapi

Pada perencanaan terapi terdiri dari Tujuan Jangka Panjang/ Long Term Goal (LTG) dan Tujuan Jangka Pendek/ Short Term Goal (STG)

1. Tujuan Jangka Panjang

a. Agar klien mampu meningkatkan pergerakan oral motor yang disengaja sampai level fungsional .

b. Agar klien mampu meningkatkan kemampuan artikulasi 2. Tujuan Jangka Pendek

a) Agar klien mampu meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor mengatupkan bibir dengan tingkat keakuratan 80 % selama 3 sesi berturut-turut.

b) Agar klien mampu meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor buka tutup rahang dengan tingkat keakuratan 80 % selama 3 sesi berturut-turut.

c) Agar klien mampu meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial awal tingkat kata dengan tingkat keakuratan 80 % selama 3 sesi berturut-turut.

3. Materi Terapi

a. Meningkatkan kemampuan organ artikulasi

1) Latihan mengatupkan bibir sebanyak 5 kali percobaan

2) Latihan buka tutup rahang sebanyak 5 kali percobaan

b. Meningkatkan kemampuan artikulasi

1) Latihan produksi konsonan bilabial /m/ awal tingkat kata : mangga, monyet, mobil, motor, meja

2) Latihan produksi konsonan bilabial /b/ awal tingkat kata : bola, badak, baju, bayam, botol

4. Metode Terapi

a. Oral-Facial ExerciseMetode ini bersumber dari buku karya Debra C. Gangale (2001) yang berjudul The Source for Oral-Facial Excercises: Updated & Expanded. Metode ini merupakan sebuah latihan yang diberikan secara komprehensif dan sifatnya berkelanjutan untuk menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan masalah pada Oral-Facial Klien.Tujuan dari latihan dan intervensi yang dilakukan di antaranya adalah menyeimbangkan antara ketegangan dan kelemahan pada otot, mencegah dan memudahkan pergerakan, mengistirahatkan dan memfokuskan Klien, menstimulasi jaringan otot yang lemah, mengurangi reaksi over protective pada rasa raba Klien, meningkatkan penggunaan pada otot-otot untuk menelan, artikulasi, dan bersuara, mengurangi respon sakit, meningkatkan kualitas suara dan proyeksi suara, meningkatkan rentang perhatian, meningkatkan komunikasi, meningkatkan kesadaran kemampuan, meningkatkan Klien, klinisi, keluarga, dan seluruh bagian yang berlingkup dalam rehabilitasi, menaikkan kesadaran pergerakan oral, mengembangkan ketepatan pergerakan oral untuk makan dan minum, dan meningkatkan kemampuan kejelasan bicara dalam proses yang berkelanjutan atau perencanaan pergerakan motorik.

b. Motokinesthetic

Metode motokinesthetic bersumber dari buku Clinical Management Of Articulatory And Phonologic Disorder (1987) karya dari Curtis E. Weiss, Marrye. Gordon dan Herold S. Lilywhite. Metode motokinesthetic merupakan metode artikulasi yang penerapannya langsung digerakkan secara eksternal pada bagian mulut, rahang, danleher oleh terapis wicara. Prosedur metode artikulasi motokinesthetic yaitu melalui manipulasi dari terapis dan produksi bunyi. Pasien diharapkan mampu menghubungkan gerakan gerakan artikulasi dengan tambahan masukan pendengaran dan belajar mengucapkan bunyi bunyi. Pasien memproduksi kembali gerakan artikulasi melalui rasa gerak (Kinesthetic Sense). Rasa gerak yang positif dan umpan balik taktil yang dilakukan oleh terapis akan dapat memanipulasi articulator pasien (Sommers & Kane dalam Weiss, 1987). Tujuan metode motokinesthetic yaitu untuk mencegah pembelajaran artikulasi yang salah dan untuk memperbaiki artikulasi yang salah (William & Willkind dalam Weiss, 1987)

5. Alat Terapi

Alat yang digunakan dalam proses terapi adalah sebagai berikut:

a. Spatel kayu, digunakan untuk latihan organ artikulasi dan penempatan organ artikulasi ketika meproduksi bunyi.

b. Handschoon/Sarung tangan, digunakan sebagai pelindung tangan dari kuman.c. Baby oil, digunakan untuk memijat pada wajah atau massage.d. Flash card bergambar, digunakan untuk latihan produksi konsonan bilabialE. Rencana Pelaksanaan Terapi

Pelaksanaan terapi akan dilaksanakan di Ruang Terapi Wicara di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Durasi setiap kali pertemuan terapi 30 menit dibagi menjadi 2 sesi terapi. Terapi akan dilaksanakan dengan frekuensi 2 kali seminggu. Sehingga total pertemuan 9 kali pertemuan yakni dengan 8 kali terapi dan 1 kali terakhir untuk evaluasi. Pada minggu pertama melakukan assessment (observasi, tes, dan wawancara). Minggu selanjutnya melakukan pelaksanaan terapi kemudian untuk akhir dilakukan evaluasi.Pertemuan Pertama, dilakukan pada 09 Februari 2015. Tujuan pertama untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Klien memasuki ruang terapi kemudian bersalaman dengan praktikan, sebelumnya proses terapi dimulai praktikan mempersiapkan alat terapi. Sebelum proses terapi dimulai praktikan mengajak klien untuk bermain terlebih dahulu. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja pada mengatupkan bibir dan membuka menutup rahang. Praktikan menggunakan baby oil untuk massage wajah klien, kemudian praktikan memberi instruksi berupa mengatupkan bibir dilakukan sebanyak 5 kali percobaan, lalu praktikan memberi instruksi buka tutup rahang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tos. Respon yang diharapkan klien mampu melakukan pergerakan mengatupkan bibir dan buka tutup rahang sesuai dengan instruksi yang diberikan praktikan. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Praktikan menggunakan flash card bergambar. Praktikan memberi instruksi kepada klien untuk memproduksi konsonan bilabial awal pada tingkat kata sesuai dengan gambar yang diberikan. Respon yang diharapkan klien mampu memproduksi konsonan bilabial /m/ awal, /b/ awal tingkat kata. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tos. Pertemuan kedua, Pertemuan kedua dilakukan pada 14 Februari 2015. Tujuan pertama untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Klien memasuki ruang terapi kemudian bersalaman dengan praktikan, sebelum proses terapi dimulai praktikan mempersiapkan alat terapi terlebih dahulu. Sebelum proses terapi dimulai praktikan mengajak klien untuk bermain terlebih dahulu, kemudian untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja pada mengatupkan bibir dan membuka menutup rahang. Praktikan menggunakan baby oil untuk massage wajah klien, lalu praktikan memberi instruksi berupa mengatupkan bibir yang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan, kemudian praktikan memberikan instruksi berupa buka tutup rahang yang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan. Praktikan memberi reward berupa pujian dan tos apabila . Respon yang diharapkan klien mampu melakukan pergerakan mengatupkan bibir dan buka tutup rahang sesuai dengan instruksi yang diberikan praktikan. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Praktikan menggunakan flash card bergambar. Praktikan memberi instruksi kepada klien untuk memproduksi konsonan bilabial awal pada tingkat kata sesuai dengan gambar yang diberikan. Respon yang diharapkan klien mampu memproduksi konsonan bilabial /m/ awal, /b/ awal tingkat kata. Praktikan memberikan reward berupa pujian dan tepuk tangan jika klien mampu merespon instruksi yang diberikan dengan benar Pertemuan ketiga, pertemuan ketiga dilakukan pada 16 Februari 2015. Tujuan pertama untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Klien memasuki ruang terapi kemudian bersalaman dengan praktikan, sebelumnya proses terapi dimulai praktikan mempersiapkan alat terapi. Sebelum proses terapi dimulai praktikan mengajak klien untuk bermain terlebih dahulu. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja pada mengatupkan bibir dan membuka menutup rahang. Praktikan menggunakan baby oil untuk massage wajah klien, kemudian praktikan memberi instruksi berupa mengatupkan bibir dilakukan sebanyak 5 kali percobaan, lalu praktikan memberi instruksi buka tutup rahang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan. Praktikan memberi reward berupa tepuk tangan jika klien mampu merespon instruksi yang diberikan dengan benar. Respon yang diharapkan klien mampu melakukan pergerakan mengatupkan bibir dan buka tutup rahang sesuai dengan instruksi yang diberikan praktikan. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Praktikan menggunakan flash card bergambar. Praktikan memberi instruksi kepada klien untuk memproduksi konsonan bilabial awal pada tingkat kata sesuai dengan gambar yang diberikan. Respon yang diharapkan klien mampu memproduksi konsonan bilabial /m/ awal, /b/ awal tingkat kata. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tepuk tangan. Pertemuan keempat, pertemuan keempat dilakukan pada 21 Februari 2015. Tujuan pertama untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Klien memasuki ruang terapi kemudian bersalaman dengan praktikan, sebelumnya proses terapi dimulai praktikan mempersiapkan alat terapi. Sebelum proses terapi dimulai praktikan mengajak klien untuk bermain terlebih dahulu. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja pada mengatupkan bibir dan membuka menutup rahang. Praktikan menggunakan baby oil untuk massage wajah klien, kemudian praktikan memberi instruksi berupa mengatupkan bibir dilakukan sebanyak 5 kali percobaan, lalu praktikan memberi instruksi buka tutup rahang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tos dan pujian. Respon yang diharapkan klien mampu melakukan pergerakan mengatupkan bibir dan buka tutup rahang sesuai dengan instruksi yang diberikan praktikan. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Praktikan menggunakan flash card bergambar. Praktikan memberi instruksi kepada klien untuk memproduksi konsonan bilabial awal pada tingkat kata sesuai dengan gambar yang diberikan. Respon yang diharapkan klien mampu memproduksi konsonan bilabial /m/ awal, /b/ awal tingkat kata. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tos dan pujian. Pertemuan kelima, pertemuan kelima dilakukan pada 23 Februari 2015. Tujuan pertama untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Klien memasuki ruang terapi kemudian bersalaman dengan praktikan, sebelumnya proses terapi dimulai praktikan mempersiapkan alat terapi. Sebelum proses terapi dimulai praktikan mengajak klien untuk bermain terlebih dahulu. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja pada mengatupkan bibir dan membuka menutup rahang. Praktikan menggunakan baby oil untuk massage wajah klien, kemudian praktikan memberi instruksi berupa mengatupkan bibir dilakukan sebanyak 5 kali percobaan, lalu praktikan memberi instruksi buka tutup rahang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tepuk tangan dan pujian. Respon yang diharapkan klien mampu melakukan pergerakan mengatupkan bibir dan buka tutup rahang sesuai dengan instruksi yang diberikan praktikan. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Praktikan menggunakan flash card bergambar. Praktikan memberi instruksi kepada klien untuk memproduksi konsonan bilabial awal pada tingkat kata sesuai dengan gambar yang diberikan. Respon yang diharapkan klien mampu memproduksi konsonan bilabial /m/ awal, /b/ awal tingkat kata. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tepuk tangan dan pujian. Pertemuan keenam, pertemuan keenam dilakukan pada 01 Maret 2015. Tujuan pertama untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Klien memasuki ruang terapi kemudian bersalaman dengan praktikan, sebelumnya proses terapi dimulai praktikan mempersiapkan alat terapi. Sebelum proses terapi dimulai praktikan mengajak klien untuk bermain terlebih dahulu. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja pada mengatupkan bibir dan membuka menutup rahang. Praktikan menggunakan baby oil untuk massage wajah klien, kemudian praktikan memberi instruksi berupa mengatupkan bibir dilakukan sebanyak 5 kali percobaan, lalu praktikan memberi instruksi buka tutup rahang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tos dan pujian. Respon yang diharapkan klien mampu melakukan pergerakan mengatupkan bibir dan buka tutup rahang sesuai dengan instruksi yang diberikan praktikan. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Praktikan menggunakan flash card bergambar. Praktikan memberi instruksi kepada klien untuk memproduksi konsonan bilabial awal pada tingkat kata sesuai dengan gambar yang diberikan. Respon yang diharapkan klien mampu memproduksi konsonan bilabial /m/ awal, /b/ awal tingkat kata. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tos dan pujian. Pertemuan ketujuh, pertemuan ketujuh dilakukan pada 08 Maret 2015. Tujuan pertama untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Klien memasuki ruang terapi kemudian bersalaman dengan praktikan, sebelumnya proses terapi dimulai praktikan mempersiapkan alat terapi. Sebelum proses terapi dimulai praktikan mengajak klien untuk bermain terlebih dahulu. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja pada mengatupkan bibir dan membuka menutup rahang. Praktikan menggunakan baby oil untuk massage wajah klien, kemudian praktikan memberi instruksi berupa mengatupkan bibir dilakukan sebanyak 5 kali percobaan, lalu praktikan memberi instruksi buka tutup rahang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tos dan tepuk tangan. Respon yang diharapkan klien mampu melakukan pergerakan mengatupkan bibir dan buka tutup rahang sesuai dengan instruksi yang diberikan praktikan. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Praktikan menggunakan flash card bergambar. Praktikan memberi instruksi kepada klien untuk memproduksi konsonan bilabial awal pada tingkat kata sesuai dengan gambar yang diberikan. Respon yang diharapkan klien mampu memproduksi konsonan bilabial /m/ awal, /b/ awal tingkat kata. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tos dan tepuk tangan. Pertemuan kedelapan, pertemuan kedelapan dilakukan pada 14 Maret 2015. Tujuan pertama untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Klien memasuki ruang terapi kemudian bersalaman dengan praktikan, sebelumnya proses terapi dimulai praktikan mempersiapkan alat terapi. Sebelum proses terapi dimulai praktikan mengajak klien untuk bermain terlebih dahulu. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan pergerakan oral motor yang disengaja pada mengatupkan bibir dan membuka menutup rahang. Praktikan menggunakan baby oil untuk massage wajah klien, kemudian praktikan memberi instruksi berupa mengatupkan bibir dilakukan sebanyak 5 kali percobaan, lalu praktikan memberi instruksi buka tutup rahang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tos dan pujian. Respon yang diharapkan klien mampu melakukan pergerakan mengatupkan bibir dan buka tutup rahang sesuai dengan instruksi yang diberikan praktikan. Tujuan kedua untuk meningkatkan kemampuan artikulasi. Praktikan menggunakan flash card bergambar. Praktikan memberi instruksi kepada klien untuk memproduksi konsonan bilabial awal pada tingkat kata sesuai dengan gambar yang diberikan. Respon yang diharapkan klien mampu memproduksi konsonan bilabial /m/ awal, /b/ awal tingkat kata. Jika klien mampu merespon dengan benar praktikan memberikan reward berupa tos dan pujian. DAFTAR PUSTAKAArdiawan, P. (2014). Penatalaksanaan Terapi Wicara Pada Kondisi Cerebral Palsy yang Berusia 12 Tahun di Desa Plesungan Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Tugas Akhir Program Diploma III. Jurusan Terapi Wicara. Politeknik Kesehatan Kementerian kesehatan Surakarta.Asher, P., & Schonell, E., 1950. A Survey Of 400 Cases Of Cerebral Palsyin Childhood. Department of Paediatrics and Child Health University of Birmingham and the Birmingham Institute of Child HealthDewanti, dkk.2012. Karakterisik Keterlambatan Bicara di Klinik Khusus Tumbuh Kembang Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Tahun 2008-2009.Sari Pediatri.Vol 14 (4),230-233.Dharmaperwira, R., 1996. Disartria dan apraksia verbal. Jakarta : Fakultas Kedokteran IndonesiaDuffy, J. R., 2005. Motor Speech Disorder: Substrates, Differential Diagosis and Management. United States of America: Elsevier Mosby.Effendy, O. U. 2003. Komunikasi Teori dan Praktek.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Gangale, D. C. 2001. The Source For Oral-Facial Exercises Updated & Expanded. LinguiSystems.Kuban, KCK., Leviton A. 1994. Cerebral Palsy.The New Journal of Medicine.Latief, A., et. al. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Maimunah, C., 2013. Studi Eksploratif Perilaku Koping Pada Individu Dengan Cerebral Palsy. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(01), Hal. 02Nicolosi, L., Harryman., & Krescheck., 2004. Terminology of Communication Disorders: Speech-Language-Hearing. Ed. 5. Baltimore: Lippincott Williams dan WalkinsNicolosi, L. 1989. Terminology of comunication disorders : speech-language-hearing. Baltimore: Williams & WilkinsSulistiyo. (2013). Penatalaksanaan Terapi Wicara Pada Kondisi Cerebral Palsy Di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surakarta. Tugas Akhir Program Diploma III. Jurusan Terapi Wicara. Politeknik Kesehatan Kementerian kesehatan SurakartaTravis, L. E., 1971. Handbook of Speech Pathology and Audiology. New Jersey: Prentice Hall, Inc. England CliffsVan Riper, Charles. 1984. Speech Correction an Introductionto Speech and Audiology.Simon and Schuster company.

Weiss, C.E., Gordon, M.E., & Lillywhite, H.S., 1987. Clinical management of articulatory and phonologic disorders. Baltimore : Williams & Wilkins.Wulansari, S. D. 2013. Penatalaksanaan Terapi Wicara pada Kondisi Cerbral Palsy di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Tugas Akhir Program Diploma III. Jurusan Terapi Wicara. Politeknik Kesehatan Kementerian kesehatan Surakarta.

1