bab 1 pendahuluan 1.1 latar belakang - · pdf fileantar stakeholder menyebabkan kerusakan...
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan latar belakang studi, rumusan masalah, tujuan dan
sasaran yang akan dicapai, metoda penelitian (meliputi ruang lingkup, pendekatan,
sumber dan cara mendapatkan data, serta analisis data), dan sistematika pembahasan.
1.1 Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara
topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan
menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama.
Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area)
yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri dari sumber daya
alam dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam (Asdak, 2002:
4). Daerah ini juga meliputi tanah, air, dan vegetasi yang ada di sepanjang tepi aliran
sungai yang bergerak mengalir dari hulu sampai ke hilir.
Dalam buku pedoman identifikasi dan pemilihan lokasi penghijauan pada
kawasan lindung yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan disebutkan bahwa
degradasi sumber daya alam di dalam DAS telah terjadi secara luas. Kerusakan hutan
meningkat 2,8 juta ha per tahun. Luas lahan kritis dalam DAS juga terus meningkat.
Jika pada tahun 1984 terdapat 9,7 juta ha lahan kritis pada 22 DAS, maka pada tahun
1994 menjadi 12,6 ha pada 39 DAS. Sedangkan pada tahun 2004 terdapat 62 DAS
kritis dari total 470 DAS di Indonesia. Sementara itu, konversi lahan dari lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian rata-rata mencapai 50.000 ha per tahun
(Direktorat Rehabilitasi Hutan dan Lahan, 2005).
Fakta-fakta ini memaksa dilakukannya tindakan konservasi yang efektif agar
pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Selama ini kegiatan rehabilitasi dan konservasi di DAS lebih berorientasi di kawasan
budidaya. Hal ini dapat dimengerti karena eksplorasi terutama pengelolaan lahan pada
kawasan budidaya lebih intensif dibandingkan kawasan lain. Intensitas pengelolaan
lahan yang tinggi di satu sisi akan memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman
dan kehidupan masyarakat tetapi di sisi lain akan terjadi degradasi lingkungan,
terutama karena adanya proses erosi.
2
Oleh karena itu, upaya konservasi dan rehabilitasi perlu diperluas tidak hanya
di kawasan budidaya tetapi juga perlu dilakukan di kawasan lindung. Degradasi lahan
telah begitu luas sehingga tidak hanya dialami oleh kawasan budidaya dan kawasan
penyangga, tetapi juga sampai ke kawasan pelindung. Peruntukan penggunaan lahan
di sepanjang DAS adalah untuk kawasan lindung yang berfungsi untuk
mempertahankan kekayaan sumber daya alam hayati yang dimiliki. Kawasan lindung
ini juga berfungsi untuk mencegah terjadinya banjir. Konservasi dan rehabilitasi perlu
dilakukan untuk menyelamatkan kawasan lindung yang ada.
Kebijakan dan peraturan-peraturan yang mendukung kegiatan pembangunan
di kawasan ini masih bersifat sektoral, kebijakan dari Pusat, Provinsi, dan dari
Daerah. Kebijakan menggunakan pendekatan administratif dan tidak ada koordinasi
antar stakeholder menyebabkan kerusakan lahan di kawasan DAS terus terjadi.
Contoh saja DAS Ciliwung yang berada di kawasan Puncak, pembiayaan
pembangunan dan pemeliharaan di kawasan Puncak masih terbagi antara tanggung
jawab Pemerintah Pusat, Provinsi, atau Daerah. Sehingga koordinasi antar stakeholder
harus terjalin dengan baik untuk konservasi kawasan lindung dan mencegah
kerusakan lingkungan yang terjadi. Koordinasi ini termasuk kegiatan pengendalian
bangunan di kawasan Puncak yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan
seperti menjamurnya villa-villa.
Pembangunan villa-villa di kawasan Puncak sering kali menyalahi aturan
(Said, 2002). Menurut Keppres No. 114 tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan
Bogor-Puncak-Cianjur, Daerah Bopunjur merupakan kawasan resapan air dan tanah
yang berfungsi melindungi kawasan bawahannya yakni Provinsi Jawa Barat dan DKI
Jakarta. Oleh karena itu pembangunan di kawasan Puncak harus diawasi agar fungsi
kawasan tidak terganggu. Pembangunan villa yang ada tidak mendukung fungsi
kawasan yang ada dan dibangun pada kemiringan yang tidak sesuai dengan ketetapan,
yaitu dibangun pada ketinggian lebih dari 40%.
Villa-villa di kawasan Puncak ini membuat daerah resapan air yang berguna
untuk menahan air hujan yang turun pada musim penghujan semakin berkurang (Ira,
1996). Kejadian inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di Jakarta.
Adapun masalah lain yang terjadi adalah bangunan-bangunan tanpa IMB yang ada di
sepanjang bantaran sungai. Belum lagi perilaku masyarakat yang sering membuang
sampah sembarangan ke sungai yang menyalahi aturan UU No. 23 tahun 1997 tentang
pengelolaan lingkungan hidup.
3
Meskipun sudah banyak peraturan yang mengatur dan menata kawasan
Puncak, namun kerusakan lahan tetap terjadi. Hal ini disebabkan karena kebijakan
yang memayungi kebanyakan berupa Keppres. Sementara Keppres tidak mengatur
sangsi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada kawasan yang diatur
tersebut. Unsur penegakan aturan atau hukum baru muncul pada peraturan daerah.
Untuk wilayah Kabupaten Bogor baru ada pada tahun 1993 yaitu yang diatur melalui
Perda No. 5/1993 tentang RDTR kawasan Puncak serta Perda No. 23 dan 24/2000
tentang Retribusi IMB dan izin mendirikan bangunan. Bahkan berdasarkan UU No.
32/2004 tentang penataan ruang maka Perda No. 5/1993 sudah harus direvisi, karena
sudah 13 tahun.
1.2 Rumusan Masalah
Kawasan konservasi (termasuk di antaranya taman nasional dan hutan
lindung) di Indonesia belum banyak diungkap sebagai area yang dipandang
mempunyai manfaat langsung bagi masyarakat. Umumnya kalangan awam menilai
suatu kawasan konservasi hanyalah tutupan hutan yang mempunyai makna ekonomi,
jika kayu yang ada di dalamnya bisa dijual atau dimanfaatkan untuk bangunan dan
segala aspek yang mempunyai dampak langsung bagi masyarakat di sekitar kawasan
tersebut. Padahal, kawasan konservasi mempunyai manfaat besar baik secara
langsung maupun tidak langsung. Keuntungan yang diperoleh dari nilai tidak
langsung sebuah kawasan konservasi antara lain termasuk kualitas air, proteksi tanah,
rekreasi, pendidikan, penelitian ilmiah, regulasi iklim, dan penyediaan pilihan masa
depan bagi masyarakat (Primarck dkk dalam Mangunjaya, 1998).
Pemanfaatan lahan di daerah aliran sungai harus memperhatikan daya dukung
lingkungan yang ada. Selain dapat menjadi potensi, sungai juga berpotensi
menimbulkan masalah. Masalah yang dapat terjadi adalah munculnya banjir, erosi,
dan longsor. Pencegahan terjadinya masalah-masalah tersebut membuat penataan dan
pengelolaan pemanfaatan lahan di sekitar aliran sungai menjadi penting. Di daerah
sekitar tepi sungai misalnya, pertumbuhan pusat perkotaan dapat menyebabkan
pertumbuhan pemanfaatan lahan di daerah ini semakin banyak, terutama sebagai
tempat permukiman. Fenomena ini terkait dengan perkembangan fisik dan struktur
tata ruang kawasan yang sangat dipengaruhi oleh pola, struktur, dan bentuk jaringan
sungai. Penyusunan rencana pemanfaatan lahan di sekitar kawasan aliran sungai harus
disusun untuk mengendalikan pertumbuhan tersebut.
4
Pembangunan perumahan yang bersifat mewah di sepanjang tepi Sungai
Ciliwung Bagian Hulu semakin tidak terkendali. Padahal pemanfaatan kawasan tepi
sungai digunakan sebagai jalur hijau. Jika hal ini terus terjadi maka akan terjadi
ketidakseimbangan alam karena potensi terjadi banjir akan semakin meningkat.
Aktivitas rumah tangga seperti pembuangan sampah dan limbah domestik dapat
menurunkan kualitas sungai dan air tanah yang menyebabkan degradasi lingkungan.
Lemahnya peraturan dalam pengendalian pemanfaatan lahan menjadikan
permasalahan pemanfaatan lahan yang semakin kompleks. Konflik yang muncul
melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan perumahan di kawasan tepi Sungai Ciliwung Bagian Hulu adalah iklim
yang sejuk, aksesbilitas yang baik, dan tingkat ekonomi yang lebih tinggi dari para
pendatang.
Pengembangan kawasan puncak sebagai daerah tujuan wisata dan tempat
peristirahatan berimplikasi pada pembangunan perumahan di DAS Ciliwung Bagian
Hulu. Pembangunan ini semakin tidak terkendali karena kurangnya ketegasan
peraturan pemanfaatan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu. Pembangunan
perumahan tersebut telah menyalahi aturan pemanfaatan lahan yang berlaku karena
menurut peraturan daerah tepi sungai dimanfaatkan sebagai jalur hijau untuk
mencegah terjadinya bencana banjir. Hal ini dapat mengakibatkan degradasi
lingkungan dan bencana alam. Degradasi lingkungan yang terjadi berupa penurunan
kualitas kesuburan tanah dan kurang produktifnya tanah karena dimanfaatkan sebagai
tempat permukiman. Daerah tepi sungai merupakan daerah yang subur dan cocok
untuk pertanian. Jika terjadi alih fungsi penggunaan lahan maka lahan yang
seharusnya dapat produktif akan berkurang produktivitasnya karena pemanfatan yang
salah.
Penataan ruang di DAS diharapkan dapat menjaga ekosistem lingkungan
hidup beserta sumber daya yang dimilikinya. Penelitian seperti ini belum pernah
dilakukan karena penelitian yang ada sebelumnya hanya berupa evaluasi kerusakan
lingkungan. Evaluasi tersebut tidak menitikberatkan pada peran stakeholder dalam
proses pengendalian penggunaan lahan di DAS. Penelitian ini bermanfaat untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang menghambat tercapainya pelaksanaan penggunaan
lahan di DAS sebagai kawasan resapan air selama ini. Hal ini sangat penting untuk
diketahui agar pengendalian pemanfaatan lahan di DAS dapat berjalan sesuai rencana
5
dan mendukung pembangunan manusia yang berkelanjutan (sustainable human
development).
DAS Ciliwung Bagian Hulu memiliki potensi pertumbuhan yang pesat.
Berkembangnya sektor wisata mengakibatkan pertumbuhan sektor perdagangan dan
jasa, seperti hotel, restoran, dan toko oleh-oleh. Sektor ini cukup banyak menyerap
tenaga kerja dan mengakibatkan pertumbuhan permukiman baru. Pembangunan villa,
resort, dan tempat peristirahatan lain juga cukup pesat mengingat keadaan DAS
Ciliwung Bagian Hulu ini beriklim sejuk dan nyaman. Banyak penduduk Jakarta yang
menghabiskan waktu libur dan weekend-nya di daerah ini. Hal ini berakibat pada
perubahan penggunaan lahan dan semakin hari mengindikasikan keadaan yang tidak
terkontrol dan kurang terkendali. Jika tidak ditangani dengan serius maka hal ini akan
berdampak buruk bagi Jakarta dan sekitarnya, terutama musibah banjir. Oleh karena
itu pengelolaan DAS dan penataan ruang kawasan lindung dan resapan air harus
dimantapkan.
Adanya persoalan yang terjadi saat ini dan potensi masalah yang mungkin
ditimbulkan oleh DAS maka bagaimanakah pengelolaan DAS untuk kelestarian alam
dan keberlangsungan ekosistem DAS?
1.3 Tujuan dan Sasaran
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah melakukan evaluasi terhadap
penataan ruang kawasan lindung dan resapan air di daerah aliran sungai dengan
mengambil contoh kasus di DAS Ciliwung Bagian Hulu. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan dalam pengelolaan DAS Ciliwung Bagian Hulu sebagai
upaya pengendalian pemanfaatan lahan agar sesuai dengan fungsi kawasan yang
diembannya. Pemanfaatan lahan harus berwawasan lingkungan sehingga aktivitas
yang selama ini dilakukan terus berjalan. Tujuan tersebut dicapai melalui sasaran-
sasaran sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi penataan ruang DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut
RTRW,
2. Mengidentifikasi penggunaan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu saat ini,
3. Menganalisis penyimpangan penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu,
4. Mengetahui faktor-faktor penyebab penyimpangan penataan ruang di DAS
Ciliwung Bagian Hulu, dan
6
1.4 Metoda Penelitian
Metoda dalam penelitian ini meliputi ruang lingkup, pendekatan, kerangka
pemikiran, sumber dan cara mendapatkan data, serta analisis data.
1.4.1 Ruang Lingkup
Lingkup dalam penelitian ini terbagi menjadi lingkup wilayah studi dan
lingkup materi.
1.4.1.1 Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah daerah aliran sungai Ciliwung
bagian hulu yang secara geografis terletak pada kedudukan 6o7’50” LS dan 6o46’00”
LS dengan 106o48’00” BT dan 107o00’00” LS. DAS Ciliwung Bagian Hulu secara
administratif masuk dalam Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.
Luas DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah 14.876 Ha yang meliputi lima
kecamatan, yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung,
Kecamatan Sukaraja, dan Kecamatan Kota Bogor Timur. Batas-batas wilayah DAS
Ciliwung Bagian Hulu adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Bogor
Sebelah selatan : Kabupaten Bogor
Sebelah barat : Kabupaten Bogor
Sebelah timur : Kabupaten Bogor
Berdasarkan bentuk topografinya, wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu
bervariasi antara bentuk datar, landai, agak curam, curam sampai dengan sangat
curam. Pembagian wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu berdasarkan topografi dan
bentuk wilayah diklasifikasikan kedalam bentuk kelas lereng. Kelerengan sangat
curam (di atas 40 %) mendominasi wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu yaitu sebesar
40,12% dengan letak sangat menyebar. DAS Ciliwung Bagian Hulu terbagi kedalam
4 (empat) Sub DAS yaitu :
• Sub DAS Ciesek seluas 2.452,78 Ha
• Sub DAS Hulu Ciliwung seluas 4.593,03 Ha
• Sub DAS Cibogo Cisarua seluas 4.110,34 Ha
• Sub DAS Ciseuseupan Cisukabirus seluas 3.719,85 Ha
7
Pemilihan DAS Ciliwung Bagian Hulu sebagai wilayah penelitian didasarkan
pada kenyataan bahwa kerusakan kawasan lindung yang terjadi sudah sangat kritis
karena pembangunan yang tidak terkendali. Padahal DAS Ciliwung Bagian Hulu
sangat penting sebagai daerah yang berfungsi untuk menjaga kawasan di bawahnya,
salah satunya adalah provinsi DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara. Kawasan
ini juga sangat penting untuk menunjang kehidupan manusia yang berwawasan
lingkungan sehingga perlu untuk dilestarikan. Selain itu, kawasan DAS Ciliwung
Bagian Hulu merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang potensial melalui segi
pariwisata dan perdagangan sehingga dapat memberikan peranan terhadap
perekonomian lokal. Pembangunan villa-villa sebagai tempat peristirahatan semakin
marak dan kemudian menjadi suatu fenomena yang unik.
1.4.1.2 Lingkup Materi
Penelitian ini ditekankan pada kawasan lindung dan resapan air di daerah
aliran sungai, meskipun juga membahas mengenai kawasan budidaya di dalamnya.
Kawasan lindung adalah kawasan lindung adalah suatu kawasan yang keadaan dan
sifat fisiknya mempunyai fungsi melindungi kelestarian fungsi sumber daya alam dan
sumber daya buatan (Direktorat Rehabilitasi Hutan dan Lahan, 2005). Jenis kawasan
lindung terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya,
kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, dan kawasan rawan bencana.
Kawasan resapan air yaitu kawasan bercurah hujan yang tinggi, berstruktur
tanah yang mudah meresapkan air dan mempunyai geomorfologi yang mampu
meresapkan air hujan secara besar-besaran. Resapan air atau infiltrasi air atau
imbuhan air ke dalam lapisan tanah atau batuan merupakan bagian dari proses siklus
air dimana air hujan yang turun ke permukaan bumi, sebagian mengalir di permukaan
sebagai aliran permukaan (run off) dan sebagian masuk ke dalam tanah, mengisi
lapisan akuifer (lapisan pembawa air) untuk kemudian disebut sebagai air tanah.
Kawasan lindung dan resapan air merupakan faktor yang sangat penting dalam
proses konservasi alam karena berfungsi sebagai penyeimbang atau penentu
terpeliharanya kelestarian air tanah yang secara tidak langsung menjamin terhadap
kelangsungan hidup manusia. Berkurangnya daerah lindung dan resapan air karena
banyak dipakai sebagai tempat pemukiman dan kawasan pertanian berpengaruh besar
sekali terhadap kelestarian sumber daya air dan perlindungan terhadap bencana alam.
8
Sedangkan kawasan budidaya yang akan dibahas meliputi kawasan hutan
produksi, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, tanaman tahunan/perkebunan,
pariwisata, permukiman yang ada di DAS Ciliwung Bagian Hulu. Penggunaan lahan
untuk kawasan lindung/resapan air dan budidaya sudah diatur dalam rencana agar
lingkungan hidup dapat terjaga dan dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh manusia.
1.4.2 Pendekatan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian ini, digunakan pendekatan
sebagai berikut:
• Mengidentifikasi penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut RTRW
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui peraturan dan kebijakan yang
mengatur penataan ruang DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah dengan cara
memaparkan hasil studi-studi literatur dan wawancara yang dilakukan terhadap
pihak pemerintah yang mengerti RTRW. Output yang dihasilkan adalah penataan
ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut RTRW dengan besaran luas dan
persen.
• Mengidentifikasi penggunaan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu saat ini
Identifikasi penggunaan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu saat ini
menggunakan pendekatan deskriptif. Data-data yang didapatkan dari studi
literatur dan hasil observasi di lapangan akan diuraikan. Identifikasi ini dilakukan
untuk mengetahui kondisi di lapangan saat ini dan mengetahui masalah-masalah
yang terjadi di daerah hulu. Output yang dihasilkan adalah penataan ruang di DAS
Ciliwung Bagian Hulu saat ini dengan besaran luas dan persen.
• Menganalisis penyimpangan penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu
Penyimpangan penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu didapatkan dengan
cara membandingkan keadaan yang tidak sesuai antara kondisi di lapangan
dengan peraturan yang berlaku. Output yang dihasilkan adalah bentuk-bentuk
penyimpangan penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu.
• Mengetahui faktor-faktor penyebab penyimpangan penataan ruang di DAS
Ciliwung Bagian Hulu
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung
Bagian Hulu didapatkan dengan melihat aspek-aspek yang mempengaruhi
terjadinya penyimpangan penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu.
9
1.4.3 Sumber dan Cara Mendapatkan Data
Dalam studi ini, data-data yang diperlukan akan diperoleh dengan cara
melakukan survei primer dan sekunder, yaitu sebagai berikut:
• Primer
Pengumpulan data secara primer dilakukan melalui metode observasi dan
wawancara. Observasi dilakukan untuk mengetahui keadaan wilayah studi melalui
pengamatan langsung di lapangan. Sedangkan wawancara akan dilakukan pada
aktor-aktor terkait. Aktor-aktor tersebut yang paling utama adalah pihak
Pemerintah Pusat seperti Departemen Kehutanan, Balai Pengelolaan DAS
Citarum-Ciliwung dan Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai
Ciliwung Cisadane (IPK-PWSCC).
• Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur, baik dari buku-
buku, multi media, ataupun instansi-instansi terkait. Pengumpulan data sekunder
bertujuan untuk mengetahui kondisi wilayah studi saat ini dan peraturan dalam
pengendalian kawasan lindung yang ada. Selain itu juga dilakukan untuk
memahami konsep-konsep pengembangan wilayah yang berwawasan lingkungan,
khususnya konsep yang berkaitan dengan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
1.4.4 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang dilakukan
dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang temuan-
temuannnya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.
Akan tetapi, dalam penelitian kualitatif dapat saja digunakan data kuantitatif untuk
mengabsahkan data-data kualitatif, yang penting adalah bahwa proses analisisnya
bersifat kualitatif.
Teknik evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi formal
jenis summative evaluation. Teknik evaluasi formal adalah pendekatan evaluasi yang
menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi-informasi
yang valid dan reliable tentang hasil-hasil dari suatu kebijaksanaan. Sedangkan
summative evaluation adalah upaya untuk mengevaluasi program yang telah
dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Umumnya teknik evaluasi ini digunakan
untuk mengetahui program yang relatif sudah “baku” atau stabil.
10
Untuk mengetahui penyimpangan penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian
Hulu maka digunakan analisis perbandingan. Perbandingan dilakukan antara penataan
ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut RTRW dengan keadaan yang
sebenarnya (eksisting). Setelah mengetahui bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi
maka dapat dilihat aspek-aspek yang mempengaruhinya.
TABEL I.1 KEBUTUHAN DATA PENELITIAN
Sasaran Data yang Diperlukan Sumber Data
Cara Memperoleh
Data
Analisis Data
Rencana penataan ruang yang ada
Penataan ruang DAS Ciliwung Hulu menurut RTRW Kabupaten/ Kota Bogor
Studi literatur Sekunder Analisis deskriptif
Penggunaan lahan untuk kawasan budidaya
Studi literatur, observasi, dan wawancara
Primer dan sekunder
Analisis deskriptif
Guna lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu saat ini
Penggunaan lahan untuk kawasan non budidaya
Studi literatur, observasi, dan wawancara
Primer dan sekunder
Analisis deskriptif
Penyimpangan Penataan Ruang di DAS Ciliwung Hulu
- - - Analisis perbandingan
Faktor-faktor penyebab penyimpangan penataan ruang yang terjadi
Aspek-aspek yang berpengaruh dalam perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu
- - Analisis perbandingan
1.5 Sistematika Pembahasan
Pada studi mengenai evaluasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air
di DAS Ciliwung Bagian Hulu ini, sistematika pembahasan meliputi lima bab, yaitu
sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi rancangan studi yang memberikan arahan untuk mencapai
tujuan studi. Pokok-pokok materinya meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
11
BAB 2 PENGELOLAAN DAN PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Landasan teori bertujuan untuk membentuk kerangka logika dan membatasi
pembahasan materi agar ulasan materinya tetap terfokus pada tujuan
penelitiannya. Teori yang dibahas antara lain berupa teori mengenai fungsi
daerah aliran sungai, guna lahan DAS, permasalahan DAS, daerah aliran
sungai sebagai ekosistem, kebijakan pengelolaan DAS, dan pengembangan
DAS, teori evaluasi, dan studi sebelumnya yang berkaitan dengan studi ini.
BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH
Bab ini menguraikan kondisi wilayah studi dan perkembangan, mulai dari
batas wilayah, kondisi fisik, keadaan sosial ekonomi, dan fungsi DAS
Ciliwung Bagian Hulu. Gambaran umum wilayah ini selain memperlihatkan
kondisi wilayah studi juga memberikan gambaran potensi dan kendala dalam
pencapaian fungsi wilayah yang diteliti.
BAB 4 EVALUASI PENATAAN RUANG KAWASAN LINDUNG DAN
RESAPAN AIR DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU
Bab ini berisi tentang rangkaian proses analisis secara sistematis untuk
mencapai tujuan studi. Tahapannya antara lain analisis kondisi wilayah saat
ini, analisis penataan ruang wilayah studi sesuai rencana, peran pemerintah
pusat dalam penataan ruang DAS Ciliwung Bagian Hulu, dan evaluasi
pengendalian penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu.
BAB 5 PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan yang merupakan tujuan dan sasaran
dari studi berdasarkan temuan-temuan studi. Juga akan dikemukakan
rekomendasi terhadap penataan ruang di DAS agar dapat berjalan sesuai
dengan fungsinya sebagai kawasan lindung dan resapan air. Selain itu juga
diberikan kelemahan dalam pelaksanaan studi ini dan saran untuk studi
selanjutnya.
12
GAMBAR 1.1
KERANGKA PEMIKIRAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Berkurangnya kesuburan dan produktivitas tanah
Evaluasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air di DAS
Ciliwung Bagian Hulu
Ketidakseimbangan alam dan masalah banjir
Perkembangan permukiman yang semakin tidak terkendali
Degradasi sumber daya air dan lingkungan
Kerusakan hutan dan kawasan lindung di sekitar DAS
Penataan Ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu
menurut RTRW
Penggunaan lahan di DAS
Ciliwung Bagian Hulu saat ini
Analisis
Faktor penyebab penyimpangan
penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu
Penyimpangaan penataan ruang di
DAS Ciliwung Bagian Hulu
Kesimpulan dan rekomendasi kebijakan
pemanfaatan lahan