bab 1-v hiperbarik (pengaruh terapi hbot dlm penyembuhan luka kaki daibetik)
DESCRIPTION
makalah kelompok II, on last semseter GDT.TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Luka ulkus masih menjadi alasan nomor satu penderita diabetes untuk menjalani
perawatan di rumah sakit. Dalam sejumlah kasus, buruknya kendali kadar gula darah tidak
hanya mengarah pada terjadinya luka, tapi juga memicu infeksi dengan konsekuensi yang
lebih serius, yaitu amputasi.
Kasus amputasi pada penyandang diabetes 15 kali lebih besar daripada yang tidak
memiliki penyakit diabetes. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, diperkirakan
angka kematian akibat adanya ulkus atau gangren pada penyandang diabetes mencapai 15%,
dengan angka amputasinya mencapai 14-24%. Faktor risiko kaki diabetes dan amputasi
adalah laki-laki, mengidap diabetes lebih dari 10 tahun, neuropathy perifer, kelainan struktur
kaki, penyakit arteri perifer, merokok, riwayat amputasi sebelumnya, gula darah yang tidak
terkontrol.
Perawatan luka ulkus membutuhkan biaya besar. Walaupun beberapa asuransi
menanggungnya, namun terkadang biaya yang dikeluarkan melebihi tanggungan. Seperti
misalnya rawat inap, dimana asuransi hanya menanggung 10 hari, sedangkan rata-rata pasien
dengan luka ulkus harus dirawat selama 22-36 hari.
Kaki diabetik terjadi akibat kendali kadar gula darah yang buruk. Kendali kadar gula
darah yang buruk memicu kerusakan saraf dan pembuluh darah. Saraf yang rusak membuat
penderita diabetes tidak bisa merasakan sensasi sakit, panas, atau dingin, sehingga luka di
kaki menjadi semakin parah. Kondisi ini disebut dengan neuropati, yang disebabkan oleh
kerusakan saraf perifer (motorik dan serabut sensoris) dan otonom. Pasien yang mengalami
masalah tersebut (disfungsi saraf perifer) bisa mengalami trauma sendi, dan tanpa sadar
melukai diri sendiri berulang kali. Sedangkan disfungsi saraf otonom menyebabkan keringat
menurun. Kekeringan ini mengakibatkan celah dan retak pada kulit kaki sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi.
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT = Hyperbaric Oxygen Therapy) merupakan suatu
bentuk terapi dengan cara memberikan 100% oksigen kepada pasien dalam suatu hyperbaric
chamber/ ruangan hiperbarik yaitu suatu ruangan yang memiliki tekanan lebih dari udara
atmosfir normal (1 atm atau 760 mmHg). Dalam kondisi normal, oksigen dibawa oleh sel
darah merah ke seluruh tubuh. Tekanan udara yang tinggi, akan menyebabkan jumlah
oksigen yang dibawa oleh sel darah merah meningkat hingga 400%.
1
Terapi oksigen hiperbarik memberikan manfaat fisiologis untuk pasien dengan luka
ulkus antara lain: peningkatan oksigenasi pada daerah yang luka dan terancam luka,
membangkitkan jaringan granulasi, membunuh organisme dan meningkatkan fagositosis.
Tekanan pada terapi hiperbarik bermanfaat untuk meningkatkan penetrasi antibiotik,
meningkatkan produksi kolagen fibroblast untuk mendukung angiogenesis kapiler sehingga
mempercepat penyembuhan luka. Terapi oksigen hiperbarik memberikan efek bakteriostatik
langsung pada mikroorganisme anaerobik.
1.2 TUJUAN
1. Tujuan Umum:
Untuk Mengetahui Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap Penyembuhan
Luka Kaki Diabetik.
2. Tujuan Khusus:
- Untuk Mengetahui Apa itu Luka Diabetik
- Untuk Mengetahui Proses Penyembuhan Luka
- Untuk Mengetahui Proses Terapi Hiperbarik terhadap Luka
2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan penyebab utama amputasi non-trauma ektremitas bawah
di Amerika Serikat.Ulkus pada kaki dan infeksi juga merupakan sumber utama morbiditas
pada individu dengan DM. meningkatnya insidensi tersebut pada individu dengan DM
melibatkan interaksi beberapa factor patogenik yaitu, neuropati, penyakit arteri perifer, dan
penyembuhan luka yang buruk.Neuropati sensoris perifer menyebabkan pasien kehilangan
mekanisme protektif sehingga individu tidak dapat menyadari trauma pada kaki.Gangguan
proprioception menyebabkan tumpuan berat yang abnormal pada kaki ketika berjalan
sehingga menimbulkan callus atau ulkus. Neuropati motorik dan sensoris mengarah kepada
perubahan struktur pada kaki (hammertoe, deformitas claw toe, sendi Charcot, proksimal
metatarsal yang prominen). Neuropati autonom berakibat pada anhidrosis dan perubahan
aliran darah superfisial di kaki sehingga kulit menjadi kering dan retak.Penyakit arteri perifer
dan buruknya penyembuhan luka memperburuk retakan minor pada kulit sehingga menjadi
bertambah luas dan terinfeksi.
Diperkirakan 15% individu dengan DM tipe 2 mempunyai ulkus kaki ( digiti 1 kaki
atau daerah metatarsophalangeal adalah daerah tersering ) dan 14-24% resiko amputasi.
Faktor resiko ulkus kaki atau amputasi adalah:
Jenis kelamin pria Diabetes > 10 tahun Neuropati perifer Struktur kaki abnormal ( abnormalitas tulang, callus, penebalan kuku ) Penyakit arteri perifer Merokok Riwayat ulkus atau amputasi sebelumnya Pengendalian glukosa darah yang buruk Trauma dan sepatu yang tidak tepat
Luka Kaki Diabetik Komplikasi kronik dari penyakit DM mempengaruhi banyak system organ dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar morbiditas dan mortalitas dari penyakit system organ tersebut. Komplikasi kronik dari DM dapat dibagi menjadi komplikasi vascular dan non vascular. Komplikasi vascular sendiri dibagi lagi menjadi mikrovaskular ( retinopati, neuropati, nefropati ) dan makrovaskular ( penyakit jantung coroner, penyakit arteri perifer, penyakit pembuluh serebral ). Komplikasi non vascular antara lain infeksi, perubahan pada kulit, dan gastroparesis. DM kronik berhubungan dengan hilangnya pendengaran.
3
Berdasarkan konsensus ADA, terdapat enam intervensi dalam perawatan luka kaki dibetik:
1. Off-loading
Menghindari secara total tumpuan berat badan pada ulkus sehingga trauma mekanik yang menggangu penyembuhan luka terhindari. Berbaring di tempat tidur, peralatan orthotic dapat membatasi tumpuan berat pada luka atau titik tekan.
2. Debridement3. Wound dressing
Menggunakan hydrocolloid membantu proses penyembuhan luka dengan menciptakan suasana lembab dan melindungi luka. Agen antiseptic dihindari.Penggunaan antibiotic topical dibatasi penggunaannya.
4. Penggunaan antibiotik yang tepat5. Revaskularisasi6. Amputasi terbatas
4
Klasifikasi Wagner dan Terapi Ulkus DiabetikGradeKlasifikasi Pengobatan
0Kaki beresiko terjadinya ulkus. Kulit intact, tetapi deformitas tulang dibawahnya beresiko terhadap pecahnya kulit
Memakai alas kaki yang tepat, edukasi pasien, koreksi bedah.
1 Lesi hanya pada kulit Dressing
2 Lesi melibatkan tendon, tulang atau ligamentDebridement , rawat inap untuk perawatan luka dan antibiotic intravena. Tujuan terapi ulkus menjadi grade 1
3 Komplikasi ulkus : abses, osteomyelitis, atau sepsis sendiDrainase untuk infeksi akut. Luka dibiarkan terbuka dengan penggantian dreesing hingga penutupan luka atau amputasi dilakukan kemudian
4 Gangrene pada jari-jari kaki Amputasi5 Seluruh kaki telah menjadi gangrene Amputasi
Klasifikasi Rancho Los Amigos oleh Wagner dan Meggitt
5
6
2.2 PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Proses penyembuhan luka normal mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Hemostasis dan inflamasi2. Proliferasi3. Maturasi dan remodeling
Proses terjadi terjadi tumpang tindih. Semua luka harus melewati semua tahapan proses penyembuhan ini agar terbentuk integritas jaringan yang sempurna.Luka diklasifikasikan menjadi akut dan kronik.Luka akut menyembuh dalam tahapan dan waktu yang normal dan apabila terdapat komplikasi dapat menyembuh dengan sempurna. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah :
Sistemik Lokal1. Usia 1. Injuri Mekanik2. Nutrisi 2. Infeksi3. Trauma 3. Edema4. Penyakit Metabolic 4. Jaringan nekrosis/ Iskemi5. Supresi imunitas 5. Agen Topical6. Gangguan jaringan ikat 6. Radiasi Ionizing7. Merokok 7. Oksigen Rendah
8. Benda asing
Epinefrin tidak boleh digunakan pada luka di jari kaki dan tangan, telinga, hidung, atau penis karena resiko nekrosis jaringan akibat vasokonstriksi arteriol terminal pada struktur
7
tersebut.Irigasi luka hanya dilakukan dengan normal saline. Iodine, povidone-iodine, hydrogen peroksida, dan preparat antibacterial menunjukkan merusak proses penyembuhan luka akibat injuri neutrophil dan makrofag luka. Antibiotic digunakan hanya bila terjadi infeksi pada luka.Tanda infeksi yang dapat terlihat adalah eritema, selulitis, edema, cairan purulent.
2.3 TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA LUKA KAKI DIABETIK
Ulkus diabetik pada kaki terjadi pada 1.9% individu dengan diabetes setiap tahunnya dengan angka amputasi 15%-20% pasien dalam 5 tahun.Terapi oksigen hiperbarik pada ulkus yang tidak responsive dengan terapi konvensional dan bedah telah disetujui berdasarkan bukti ilmiah menjadi terapi adjuvant.
Proses penyembuhan luka yang normal mempunyai tahap dimana setelah injuri, proses inflamasi terjadi pada daerah luka, daerah pusat luka mengalami hipoksia dan kadar laktat meningkat sehingga menstimulasi replikasi fibroblast, produksi kolagen, dan pertumbuhan sel endothelial. Stimulasi dan pertumbuhan jaringan tersebut menjadi optimal bila terdapat perpindahan gradient oksigen dari perifer ke daerah hipoksia. Konsentrasi oksigen terlarut yang tinggi terjadi pada terapi oksigen hiperbarik sehingga mengoptimalkan konsentrasi gradient oksigen dan memfasilitasi perbaikan luka.
Saat konsentrasi oksigen yang tinggi, terdapat stimulasi phagocyte oxidative killing dan meningkatkan modifikasi kolagen.Terapi oksigen hiperbarik secara langsung meningkatkan replikasi fibroblast, aktifasi osteoclast, vascular endothelial growth factor, dan platelet-derived growth factors.Efek persisten setelah administrasi terapi oksigen hiperbarik adalah stimulasi pertumbuhan kapiler.
Gambar 1. Proses Penyembuhan Luka Ulkus Diabetikum Dengan Terapi Oksigen Hiperbarik
Penelitian juga menunjukkan bahwa HBOT memangkas setengah biaya perawatan
untuk luka ulkus, dan efektif mencegah amputasi. Menghindari biaya rehabilitasi dan
penghematan tambahan yang dibutuhkan dalam mencegah re-amputasi atau revisi tunggul
8
merupakan manfaat tambahan. Tindak lanjut dari pasien ini selama satu hingga enam tahun
(rata-rata 30 bulan) telah menunjukkan daya tahan 92 persen. Artinya, pasien mampu berjalan
tanpa lesi atau masalah lebih lanjut.
Studi yang dilakukan oleh Nuh Huda 2010 di Universitas Indonesia, penelitian
dengan quasi eksperimen dengan pendekatan non equivalen control group design pre-pos test,
bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh Hiperbarik Oksgien (HBO) terhadap perfusi
perifer luka gangrene pad penderita Diabetes mellitus di RSAL. Surabaya. Hasil penelitian
pada 40 responden yang diambil secara consecutive sampling, menunjukan ada perbedaan
yang signifikan antara perfusi perifer sesudaj diberikan HBO pada kelompok intervensi
dengan control (p=0,001), ada perbedaan yang signifikan antara perfusi perifer pada
kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan HBO (p=0,005). Disimpulkan
Hiperbarik Oksigen berpengaruh terhadap perfusi luka gangrene pada penderita diabetes
mellitus yang dinilai dari akral, CRT dan saturasi Oksigen.
Pada studi yang dilakukan pada tulang hipovaskular kerusakan akibat radiasi, Marx et
al mendemonstrasikan setelah terapi oksigen hiperbarik beberapa sesi, densitas kapiler
meningkat hingga 80%.Observasi ini diperhitungkan sebagai mekanisme fisiologis utama
pada pengobatan oksigen hiperbarik untuk osteoradionecrosis.Terapi oksigen hiperbarik juga
menginduksi pertumbuhan kapiler perifer pada luka yang tidak menyembuh.
Tekanan oksigen pada daerah sekitar luka yang tidak menyembuh dapat diukur
dengan elektroda polarografik dalam larutan ionik, terpisah dari epidermis dengan oxygen-
permeable membrane. Oksigen yang terdifusi pada bantalan kapiler dibawah elektroda akan
tereduksi oleh katoda sehingga menghasilkan gelombang yang menggambarkan konsentrasi
oksigen. Pemeriksaan transcutaneous oxygen concentration(Tcpo2) memberikan parameter
objektif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien. Pada umumnya, luka tidak
menyembuh pada pasien diabetik dengan Tcpo2 > 35 mmHg mempunyai kecenderungan
untuk sembuh tanpa terapi adjuvant oksigen hiperbarik.Sebaliknya, bila nilai Tcpo2 < 20
mmHg meningkatkan resiko tidak sembuh sebesar 39 kali. Walaupun tidak terdapat niai pasti
Tcpo2 untuk menilai keberhasilan terapi oksigen hiperbarik, pasien dengan Tcpo2 ≥ 200
mmHg dengan 100% oksigen pada tekanan 2.5 atm cenderung untuk sembuh luka
diabetiknya.
Studi retrospektif yang dilakukan oleh Fife et al mengukur Tcpo2 dan penggunaan
oksigen hiperbarik pada pasien dengan daerah sekitar luka yang hipoksia. Hasil yang
didapatkan adalah pasien dengan Wagner III mempunyai respon sebesar 77%, Wagner IV
64% dan Wagner V 30%.Ratio kesembuhan pada pasien dengan Wagner I dan II adalah
9
sebesar 83%. Hasil tersebut berlawanan dengan percobaan dengan topical recombinant
human platelet-derived growth factor BB (becaplermin; Regranex, Ortho-McNeil) sebesar
44% dengan eksklusi luka hipoksia (Tcpo2 < 30 mmHg) dan luka Wagner III,IV,V
Percobaan terkontrol pertama pada luka diabetic ekstremitas bawah dengan terapi
oksigen hiperbarik dilakukan sekitar 35 tahun yang lalu.Sejak itu, banyak studi dilakukan
untuk menilai efektifitas terapi oksigen hiperbarik pada luka diabetic tidak menyembuh pada
ektremitas bawah.
Kessler et al merawat 28 pasien diabetic dengan luka tidak menyembuh
kronik.Penyakit makrovaskular tereksklusi pada pasien tersebut.Seluruh pasien diberikan
regimen pengendali glukosa, off-loading, dan terapi luka dan dibagi secara acak ke dalam
kelompok control dan pasien dengan terapi oksigen hiperbarik.Pada kelompok pasien dengan
terapi oksigen hiperbarik, mereka mendapatkan terapi sebanyak dua kali per hari setiap
harinya selama 10 hari pada masa 2 minggu perawatan di rumah sakit.Dua minggu
berikutnya pasien kelompok tersebut menjalani rawat jalan.Hasil yang didapat adalah
kelompok dengan terapi oksigen hiperbarik mempunyai tingkat kesembuhan luka dua kali
dibandingkan kelompok control.
Abidia et al melakukan studi acak pada 18 pasien diabetic dengan ulkus iskemik dan
mendapatkan terapi oksigen 100% pada tekanan 2.4 atm selama 90 menit setiap harinya
untuk 30 kali sesi terapi. Penyembuhan total terjadi setelah 1 tahun terapi pada 5 dari 8 orang
pada kelompok hiperbarik dan 1 dari 8 orang pada kelompok control. Hasil dari studi tersebut
adalah terdapat penurunan yang signifikan pada daerah luka pada pasien kelompok hiperbarik
dibandingkan dengan kelompok control.
Efek terapi oksigen hiperbarik pada penyembuhan luka terbukti dapat bertahan lama.
Lebih dari 90% luka tetap tertutup setelah 4 tahun follow up. Studi yang dilakukan oleh
Kalani et al, 76% pasien yang diterapi dengan oksigen hiperbarik mempunyai kulit yang intak
setelah 3 tahun follow-up, dibandingkan dengan 48% pasien kelompok control. Terdapat
reduksi amputasi sebesar 20% pada kelompok yang mendapat terapi oksigen hiperbarik.
Studi yang dilakukan oleh Faglia et al terhadap 68 pasien diabetic dengan luka tidak
menyembuh pada ekstremitas bawah untuk melihat efektifitas terapi oksigen hiperbarik pada
resiko amputasi.Seluruh individu penelitian mendapatkan perawatan klinis standar dengan
evaluasi makrovaskular sebelum mengikuti studi tersebut, sebanyak 35 subjek acak
mendapatkan terapi oksigen hiperbarik sebanyak 38.8 sesi. Amputasi yang dilakukan oleh
tim bedah terjadi pada 3 dari 35 subjek pada kelompok hiperbarik dan 11 dari 33 subjek pada
kelompok control.
10
Banyak penelitian dan artikel yang menggambarkan hubungan terapi oksigen
hiperbarik pada proses penyembuhan luka diabetic. Walaupun demikian, terdapat kontroversi
terapi tersebut yang ditulis oleh A.R. Berendt (2006). Ia berpendapat bahwa seluruh studi
yang ada mempunyai kelemahan metodologi dan efek positif dari terapi hiperbarik tersebut
tidak terlihat dalam percobaan acak tunggal, sehingga ia berpendapat bahwa terapi oksigen
hiperbarik tidak seharusnya disarankan untuk terapi luka kaki diabetic hingga studi dalam
sekala besar, terkontrol dan mempunyai tingkat kepercayaan yang besar secara jelas
menggambarkan efektifitas dalam penyembuhan ulkus dan pencegahan amputasi besar.
Bukti- bukti yang tersedia dari banyak studi yang telah dilakukan dipelajari secara cermat
oleh beberapa lembaga termasuk The Cochrane Collaboration dan disimpulkan kualitas studi-
studi tersebut buruk dan terdapat bukti yang sedikit untuk mendukung peran terapi oksigen
hiperbarik mempercepat proses penyembuhan ulkus. Dari 26 studi tentang terapi hiperbarik
oksigen untuk luka kronik, hanya 5 studi yang dinyatakan mempunyai kualitas metodologi
yang cukup.4 dari 5 studi tersebut meneliti tentang luka kaki diabetic.Walaupun 4 studi
tersebut dinyatakan cukup dalam bidang metodologinya tetapi tidak cukup untuk menjadi
bukti ilmiah yang kuat. Beberapa studi tidak memiliki kelompok placebo dan blinded.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka ulkus masih menjadi alasan nomor satu penderita diabetes untuk menjalani
perawatan di rumah sakit. Dalam sejumlah kasus, buruknya kendali kadar gula darah tidak
hanya mengarah pada terjadinya luka, tapi juga memicu infeksi dengan konsekuensi yang
lebih serius, yaitu amputasi. Kasus amputasi pada penyandang diabetes 15 kali lebih besar
daripada yang tidak memiliki penyakit diabetes.
Luka Kaki Diabetik Komplikasi kronik dari penyakit DM mempengaruhi banyak
system organ dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar morbiditas dan mortalitas dari
penyakit system organ tersebut. Komplikasi kronik dari DM dapat dibagi menjadi komplikasi
vascular dan non vascular. Komplikasi vascular sendiri dibagi lagi menjadi mikrovaskular
( retinopati, neuropati, nefropati ) dan makrovaskular ( penyakit jantung coroner, penyakit
arteri perifer, penyakit pembuluh serebral ). Komplikasi non vascular antara lain infeksi,
perubahan pada kulit, dan gastroparesis. DM kronik berhubungan dengan hilangnya
pendengaran.
Proses penyembuhan luka yang normal mempunyai tahap dimana setelah injuri,
proses inflamasi terjadi pada daerah luka, daerah pusat luka mengalami hipoksia dan kadar
laktat meningkat sehingga menstimulasi replikasi fibroblast, produksi kolagen, dan
pertumbuhan sel endothelial. Stimulasi dan pertumbuhan jaringan tersebut menjadi optimal
bila terdapat perpindahan gradient oksigen dari perifer ke daerah hipoksia. Konsentrasi
oksigen terlarut yang tinggi terjadi pada terapi oksigen hiperbarik sehingga mengoptimalkan
konsentrasi gradient oksigen dan memfasilitasi perbaikan luka. Pada kasus penyembuhan
luka kaki diabetik, oksigen hyperbarik mengoptimalkan konsentrasi gradient oksigen
sehingga menstimulasi dan mendorong pertumbuhan jaringan pada pusat luka yang
mengalami hypoxia. Terapi oksigen hyperbarik secara langsung meningkatkan replikasi
fibroblast, aktifasi osteoclast, vascular endothelial growth factor, dan platelet-derived growth
factors.Efek persisten setelah administrasi terapi oksigen hyperbarik adalah stimulasi
pertumbuhan capiler.
12
Daftar Pustaka
Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Diabetes mellitus. Harrison’s principles of internal Medicine. 16nd ed. New York; Mc Grawn Hill; 2005 p. 2168-9.
Heyneman CA, Liday CL. Using Hyperbaric Oxigen to Treat Diabetic Foot Ulcer. Critical
Care Nurse 2002; 22; 52-8.
Nuh Huda, 2010, Thesis Pengaruh Hiperbarik Oksigen (HBO) Terhadap Perfusi Perifer Luka Ganggren Pada Penderita DM. di RSAL.dr. Ramelan Surabaya. Universitas Indonesia.
http://infoduniakesehatan449.blogspot.com/2013/06/penatalaksanaan-ulkus-diabetikum-dengan_9333.html
http://www.ahlibedahtulang.com/artikel-173-2-pengaruh-terapi-oksigen-hiperbarik-di-bidang-orthopedi2.html
13