bab 10 kelembagaan/pengorganisasian pemetarencanaan
TRANSCRIPT
113
BAB 10
KELEMBAGAAN/PENGORGANISASIAN PEMETARENCANAAN
10.1. PENDAHULUAN
Inovasi, khususnya inovasi teknologi, biasanya tak terjadi dalam lingkungan yang terisolasi, melainkan lebih merupakan hasil proses interaksi banyak pihak, di mana pertukaran informasi dan pengetahuan merupakan salah satu elemen penting. Ini menunjukkan bahwa bila tingkat inovasi hendak ditingkatkan, maka kolaborasi yang lebih baik antara para pihak yang memiliki atau dapat membentuk tujuan inovasi bersama menjadi hal yang sangat penting.
Pemetarencanaan, kini semakin disadari sebagai suatu alat strategis yang sekaligus pragmatis dalam memungkinkan para pihak untuk secara bersama berkolaborasi dalam suatu proses perencanaan jangka panjang dan membuka kesempatan bagi penelitian dan pengembangan teknologi secara sinergis. Hal ini turut mendorong berkembangnya pemetarencanaan kolaboratif, khususnya di negra-negara maju.
Bila dicermati, dua dekade terakhir menunjukkan kecenderungan
1. Pemetarencanaan industri. Semakin disadari bahwa kecenderungan meningkatnya kecepatan dan kompleksitas perubahan yang terjadi semakin membutuhkan terspesialisasinya para pelaku ekonomi, baik swasta, pemerintah, maupun perguruan tinggi dan/atau lembaga non pemerintah lainnya. Tetapi, hal ini mau tak mau mendorong kebutuhan setiap pihak akan peran pihak lainnya. Suatu fenomenon paradoks terjadi: semakin terspesialisasi suatu pihak (agar memiliki keunggulan daya saing), semakin meningkat kebutuhannya akan peran pihak lain. Hal ini mendorong upaya-upaya pemetarencanaan kolaboratif pada beragam bidang industri di berbagai negara.
2. Prakarsa internasional. Kecenderungan globalisasi juga mendorong kebutuhan kerjasama antar pelaku ekonomi lintas negara.
Dalam kedua hal tersebut, prakarsa yang berkembang akan “berlanjut” (sustained) apabila hal mendasar, yaitu harapan setiap pelaku (yang berkolaborasi) untuk mendapatkan
PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 114
“manfaat” lebih besar dibanding “biaya/pengorbanan”1 yang dikeluarkannya. Hanya tatanan
(setting) yang memungkinkan terjadinya hubungan saling menguntungkan (mutually beneficial) lah yang akan menjadi lahan subur bagi kolaborasi sinergis.
Bab ini membahas singkat sebagai tinjauan umum atas beberapa isu kelembagaan dalam konteks pemetarencanaan kolaboratif. Yang dimaksud dengan “kelembagaan” di sini bahasannya dibatas pada segi tatanan organisasi dan pengorganisasian bagi suatu proses pemetarencanaan. Dua bentuk “skema” ekstrim dibahas secara singkat, yaitu skema yang terkait dengan pemetarencanaan individual (suatu organisasi tertentu, misalnya suatu perusahaan) dan skema yang terkait dengan pemetarencanaan kolaboratif (beberapa organisasi, seperti misalnya yang melibatkan beberapa perusahaan, perguruan tinggi, lembaga litbang, dan lembaga pemerintah). Walaupun dalam keduanya akan berlaku beberapa aspek yang bersifat universal, namun ada beberapa hal yang bersifat spesifik bagi masing-masing skema dan juga spesifik bagi masing-masing kasus yang senantiasa perlu dipertimbangkan.
10.2. PEMETARENCANAAN INDIVIDUAL
Pemetarencanaan dalam organisasi (perusahaan, seperti misalnya Motorola, Honeywell, Lucent Technologies, Philips Electronics dan lainnya) tertentu akan ditentukan oleh sistem manajemen dalam organisasi yang bersangkutan.
Seperti telah disampaikan di bab-bab sebelumnya, beberapa saran umum bagi keberhasilan pemetarencanaan yang terkait dengan organisasi dan pengorganisasiannya berdasarkan telaah dan pengalaman empiris, utamanya adalah sebagai berikut:
1. Melembagakan proses pemetarencanaan dalam keseluruhan organisasi/korporasi (agar menjadi bagian budaya perusahaan). Ini setidaknya mengandung esensi penting berikut:
Petarencana yang dihasilkan mencerminkan maksud dan komitmen bersama atas keseluruhan aspek teknologi dalam strategi bisnis/organisasi.
Petarencana merupakan alat komunikasi antar elemen dalam organisasi.
Pemetarencanaan merupakan suatu proses pembelajaran bagi setiap organisasi.
2. Membakukan (standarisasi) model perencanaan yang dinilai paling sesuai untuk masing-masing organisasi. Dalam kaitan ini, pemetarencanaan perlu dipandang secara keseluruhan sebagai proses membuat, mengkomunikasikan dan menggunakan secara aktif petarencana.
3. Suatu petarencana merupakan dokumen yang “hidup” dan akan terus berkembang sejalan dengan perubahan kondisi/lingkungannya. Karenanya perlu dikembangkan/ diperkuat kerangka iteratif dan pemahaman ulang tentang perubahan teknologi dan bisnis.
1 Dalam arti luas, termasuk risiko berkolaborasi dengan pihak yang dianggap pesaing
BAB 10 KELEMBAGAAN/PENGORGANISASIAN PEMETARENCANAAN
115
4. Pemetarencanaan merupakan suatu proses terpadu yang menghimpun beragam perspektif organisasi (seperti pemasaran, produksi, keuangan dan lainnya) untuk mengatasi persoalan peramalan, perencanaan, dan pengendalian teknologi, serta mencerminkan suatu proses komunikasi yang menyelaraskan organisasi. Organisasi perlu mengembangkan tatanan dan pengorganisasin yang kondusif bagi penciptaan dan pengembangan keterpaduan antara kompetensi inti (core competencies), bisnis, dan perkembangan teknologi.
Arsitektur inovasi yang menjadi topik bahasan Bucher (2002), seperti dibahas sebelumnya, merupakan salah satu alternatif bagaimana suatu organisasi/perusahaan merancang manajemen inovasinya. Kerangka inovasi tersebut adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 10.1.
Pasar
Fungsi Inti
Domain Pengetahuan
(Knowledge Domains)
Paket Kinerja
(Performance Packages)
Produk, Modul, Layanan
“Ars
itektu
r S
trate
gik
”A
rsitektu
r P
engeta
huan
Ars
itektu
r In
ovasi
Sumber : Diadopsi dari Bucher (2002).
Gambar 10.1 Arsitektur Inovasi Generik.
Penjelasan kerangka tersebut adalah sebagai berikut:
Pasar (markets): pasar-pasar sasaran yang terkait dengan strategi.
PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 116
Paket kinerja (performance packages): merupakan himpunan produk/jasa (bundles of products/ services) untuk memberikan nilai dan melayanani konsumen.
Produk, modul, layanan: elemen yang nyata dari nilai (distinct elements of value).
Fungsi inti (core functions): deskripsi fungsional dari dimensi yang relatif stabil (tidak banyak berubah).
Domain pengetahuan (knowledge domains/technology fields): mengindikasikan seluruh domain pengetahuan dan kesalingtergantungan yang memungkinkan fungsi-fungsi produk/jasa tertentu.
Dalam kerangka model ini, jenis arsitektur inovasi pada dasarnya akan bergantung pada misi perusahaan (korporasi) dan strategi bisnisnya. Beberapa contoh ilustrasi adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.2.
Knowledge Generator Knowledge Integrator Knowledge Combinator
Contoh:
Manufaktur Biosensor
Contoh:
Produsen Mobil
Contoh:
Perusahaan Farmasi
Sumber : Diadopsi dari Bucher (2002).
Gambar 10.2 Jenis Arsitektur Inovasi.
Kerangka ini mempunyai arti bahwa:
Keseluruhan entitas arsitektur inovasi diletakkan sejalan dengan arah strategis organisasi/perusahaan.
BAB 10 KELEMBAGAAN/PENGORGANISASIAN PEMETARENCANAAN
117
Arsitektur inovasi mengilustrasikan bagaimana suatu inovasi produk dikembangkan/ dihasilkan dari basis pengetahuan yang melandasinya.
Arsitektur inovasi mengilustrasikan ketergantungan antara perspektif jangka panjang (pengembangan dan integrasi basis pengetahuan baru dan bidang-bidang teknologi) dengan perspektif jangka pendek atau menengah (pengembangan produk dan optimalisasi).
Secara skema, bagaimana penurunan proses inovasi inti dari arsitektur inovasi tersebut adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 10.3. Arsitektur inovasi sangat ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi. Sebagai contoh, jika tujuannya adalah harmonisasi aliran (stream) pengetahuan/teknologi, maka hal tersebut juga akan menyangkut bagaimana pengorganisasian pengembangan dan penyampaian nilainya (value).
Proses Inovasi Amis. Pengarahan Inovasi
Proses Inovasi Bmis. Pengembangan produk
Proses Inovasi Cmis. Akuisisi dan Adaptasi
Teknologi
Inte
gra
si V
ert
ikal
Integrasi Horizontal
Sub-proses
F
EDCBSub-proses
A
Sub-proses
B
Sub-proses
C
Sub-proses
D
Sub-proses
E
Proyek-proyek Ventura
Sumber : Bucher (2002).
Gambar 10.3 Penurunan Proses Inovasi Inti dari Arsitektur Inovasi.
Menurut Bucher, suatu bentuk organisasi yang mendorong “keinovatifan” perlu dikembangkan agar bersifat lintas fungsional dan berbasiskan proses inovasi. Gambar 10.4 merupakan suatu alternatif skema pengorganisasian pemetarencanaan.
PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 118
Pengarahan Inovasi
Divisi
LitbangPusat
PasokanNegara A Negara BP
Akuisisi
dan Adaptasi
Teknologi
Pengembangan
Produk
Proyek-proyek Ventura
Anggota Tim
Tambahan
Mitra
Pengembangan
Sumber : Disesuaikan seperlunya dari Bucher (2002).
Gambar 10.4 Penurunan Organisasi Inovasi dari Arsitektur Inovasi.
Adanya “tim” dalam praktik-praktik pemetarencanaan di perusahaan lebih merupakan suatu cara pengorganisasian agar prosesnya berjalan lancar dan menghasilkan petarencana yang berkualitas, termasuk misalnya menjamin agar setiap unit organisasi atau fungsi manajemen yang relevan menindaklanjuti apa yang dihasilkan di petarencana perusahaan tersebut.
Gambar 10.5 mengilustrasikan dua alternatif generik penyusunan tim pemetarencanaan dalam suatu organisasi. Alternatif A mengindikasikan tim yang "sektoral/spesifik fungsional". Sementara itu, alternatif B merupakan bentuk tim gabungan yang bersifat lintas fungsi atau lintas sektor dalam suatu organisasi. Mengingat organisasi/perusahaan mempunyai sistem dan struktur organisasi masing-masing, maka penyusunan tim pemetarencanaan juga perlu disesuaikan dengan karakteristik masing-masing organisasi. Secara umum, tim pemetarencanaan sebaiknya terdiri atas personil dengan kompetensi yang tepat, multidisiplin, dan lintas fungsi (cross-functional).
BAB 10 KELEMBAGAAN/PENGORGANISASIAN PEMETARENCANAAN
119
Pemasaran Manufaktur SDM Keuangan
Divisi / Unit
Tanggung Jawab
Proyek
Ketua Tim
AA
BBAnggota Tim
Tanggung Jawab Fungsional
Gambar 10.5 Ilustrasi Suatu Pengorganisasian Tim Pemetarencanaan.
Suatu ilustrasi contoh adalah yang dilakukan di perusahaan “Roche Molecular Biochemicals” (McCarthy, 1998), yang dalam suatu pemetarencanaannya membentuk dua tim, yaitu “Tim Kerja Petarencana” (Roadmap Working Team/RWT) yang merupakan tim internal, dan “Tim Pakar Petarencana” (Roadmap Expert Team/RET) yang merupakan tim internal-eksternal. Komposisi RWT terdiri atas Litbang dan Pemasaran (pusat) dan dari Jerman dan U.S. Biounit (negara). Fungsi utama tim ini adalah:
Merekomendasikan dan menyetujui para pakar;
Meninjau (review) format survei;
Meninjau data mentah dan yang dipadatkan;
Menyimpulkan masukan untuk petarencana.
Sedangkan RET terdiri atas Molecular biologists, Proteomics experts, Cell biologists, Developmental biologists, dan Bioinformatics experts. Fungsi utama tim ini adalah:
PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 120
Merespon survei;
Meninjau rancangan petarencana;
Berpartisipasi dalam kelompok diskusi;
Memberikan pengetahuan mutakhir.
Idealnya, “perwakilan” dari unit organisasi yang terlibat dalam “tim” adalah mereka yang mempunyai “kapasitas” pengambilan keputusan dan penguasaan substansi spesifik relevan yang diperlukan. Pilihan apakah “tim” tersebut merupakan tim ad hoc atau bukan, sebenarnya lebih bersifat kasus spesifik, setiap organisasi perlu mempertimbangkan bentuk yang paling tepat.
Seperti terungkap dari beberapa praktik, faktor resistensi karena budaya/politik organisasi, beban berlebihan atau distraksi dari tugas-tugas jangka pendek (distraksi tugas rutin), dan kurangnya komitmen manajemen senior sering menjadi penghambat efektivitas proses pemetarencanaan. Karena itu, adanya tim yang lebih berperan sebagai fasilitator proses pemetarencanaan mungkin akan sangat membantu.
Yang tentunya tidak dapat diabaikan adalah bahwa keberhasilan pemetarencanaan membutuhkan komitmen baik secara top-down, terutama dalam bentuk dukungan pimpinan manajemen dan penggunaan petarencana dalam mengelola organisasi/bisnis, maupun bottom-up, dalam arti bahwa tim inti harus mampu melihat nilai dalam mendukung proses, mereka harus memiliki keyakinan bahwa petarencana akan digunakan dalam jangka panjang, dan tidak “terjebak dan berhenti” dalam hambatan-hambatan yang dijumpai sepanjang proses.
10.3. PEMETARENCANAAN KOLABORATIF
Pada dasarnya, prinsip-prinsip penting dalam pengorganisasian pemetarencanaan individual
2 secara umum berlaku pula bagi pengorganisasian pemetarencanaan kolaboratif.
Walaupun tetap aspek spesifik kasus merupakan hal yang mutlak harus diperhatikan dan beberapa hal yang penting yang spesifik bagi skema kolaborasi perlu dipertimbangkan dengan baik.
3
“Format kelembagaan atau pengorganisasian” untuk proses pemetarencanaan perlu dikembangkan dan disepakati terutama untuk “memformalkan/memperkuat” jalinan keterikatan, proses membangun konsensus, partisipasi para peserta (stakeholders kunci), penentuan langkah-langkah tindak lanjut dan prioritas, serta implementasi operasional proses pemetarencanaan lainnya.
2 Pelembagaan proses, pembakuan, petarencana sebagai dokumen hidup, dan pemetarencanaan sebagai proses
terpadu. 3 Lihat bab tentang isu-isu penting.
BAB 10 KELEMBAGAAN/PENGORGANISASIAN PEMETARENCANAAN
121
Idealnya, format tersebut perlu tetap menjamin independensi (kebebasan) masing-masing peserta, namun di lain pihak dapat memelihara (bahkan memperkuat) komitmen dan keterlibatannya, serta sekaligus menjamin akses terhadap manfaat yang dapat diperoleh dari pemetarencanaan tersebut secara seimbang sesuai dengan “kontribusi/peran” masing-masing (dan, jika ada, risiko yang ditanggungnya).
Pengorganisasian pemetarencanaan yang baik dimulai sejak awal. Esensinya, pengorganisasian pemetarencanaan perlu memastikan bahwa “tim” (baik individual maupun kolaboratif) yang bersepakat melaksanakan pemetarencanaan “melakukan hal yang tepat” (doing the right things) dan “melaksanakannya dengan cara yang tepat” (doing things right). Kembali ditekankan di sini bahwa di tahap awal perlu diperjelas terutama tentang:
Apa yang ingin dicapai? (tujuan)
Bagaimana mengorganisasikan prosesnya? (tim inti, metode pelaksanaan, kelompok/ gugus tugas, dan sebagainya)
Bagaimana mengorganisasikan petarencana? (format, hierarki, tahapan dan keterkaitan)
Untuk elemen mana dibutuhkan petarencana? (karakteristik industri, produk, hierarki dan lainnya)
Bagaimana memastikan tindak lanjut? (komitmen manajemen, tim inti, sumber daya, dan lainnya).
Sedangkan pengorganisasian proses terutama perlu mempertimbangkan:
Komitmen manajemen dari organisasi/pihak yang terlibat
Pengorganisasian workshop lintas organisasi dan fungsi
Pengorganisasian tim proyek (gugus tugas), wawancara, survei dan/atau kegiatan lain
Penentuan pimpinan tim/kelompok (gugus tugas)
Dukungan fasilitator
Pembakuan format untuk kemudahan komunikasi
Penentuan hubungan antar petarencana (hierarki dan keterkaitan)
Penentuan metode dan alat kerja pendukung.
Gambar 10.6 dan 10.7 mengilustrasikan suatu alternatif susunan/komposisi organisasi tim (yang terdiri atas “perwakilan” dari beragam organisasi/lembaga) dan pengorganisasian generik pemetarencanaan kolaboratif. Komposisi tim, struktur dan aspek pengorganisasian lainnya perlu dikembangkan sesuai dengan konsensus bersama. Gambar 10.8 mengilustrasikan suatu bentuk organisasi pemetarencanaan sistem energi nuklir di Amerika Serikat (Dixon, 2003).
PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 122
Perusahaan AsosiasiPerguruan
Tinggi
Institusi
Pemerintah
Kolaborasi Pemetarencanaan
Beragam Organisasi
Tanggung Jawab
Proyek
Pemetarencanaan
Ketua Tim Anggota Tim
Tanggung Jawab Organisasi Individual
Gambar 10.6 Ilustrasi Suatu Susunan Organisasi Tim Pemetarencanaan Kobaloratif.
Asosiasi Bisnis
Asosiasi Profesi
SIAPA APA & BAGAIMANA MENGAPA
Industri
Pasar
Konsumen
Industri
Pasar
Konsumen
Tahap/Fase I
Tahap/Fase II
Tahap/Fase III
• Teridentifikasinya
permintan pasar
• Teridentifikasinya
teknologi yang
sangat penting
• Investasi litbang
yang terarah
• Menurunnya risiko
pasar dan investasi
• Kemitraan
• Meningkatnya daya
saing
• Pengaruh pada
kebijakan, program
dan regulasi
pemerintah
• Inovasi
• Meningkatnya
pengetahuan
• Pertumbuhan
produktivitas
• Teridentifikasinya
kesenjangan sumber
daya manusia dan
keterampilan
• Teridentifikasinya
permintan pasar
• Teridentifikasinya
teknologi yang
sangat penting
• Investasi litbang
yang terarah
• Menurunnya risiko
pasar dan investasi
• Kemitraan
• Meningkatnya daya
saing
• Pengaruh pada
kebijakan, program
dan regulasi
pemerintah
• Inovasi
• Meningkatnya
pengetahuan
• Pertumbuhan
produktivitas
• Teridentifikasinya
kesenjangan sumber
daya manusia dan
keterampilan
Manfaat yang
Diharapkan
Prakarsa Pemetarencanaan
Iterasi Periodik Difasilitasi oleh :
Pemrakarsa, atau
Fasilitator Potensial
lain :
Lembaga Pemerintah,
Perguruan Tinggi,
Lembaga Litbang,
Asosiasi, Konsultan
Perguruan
Tinggi dan
Lembaga
Litbang
Sta
ke
ho
lde
rK
un
ci
Pa
rtis
ipa
n
Swasta, a.l.
termasuk:
Suppliers
Manufacturers
End Users
Lembaga
Pemerintah
Produk
Proses
Organisasi
Produk
Proses
Organisasi
Teknologi
Litbang
Kapabilitas
Teknologi
Litbang
Kapabilitas
Tindakan pengembangan,
komersialisasi dan alih teknologiTindakan pengembangan,
komersialisasi dan alih teknologi
Evaluasi periodik, perbaikan,
dan adopsi kulruralEvaluasi periodik, perbaikan,
dan adopsi kulrural
Gambar 10.7 Ilustrasi Suatu Pengorganisasian Pemetarencanaan Kobaloratif.
BAB 10 KELEMBAGAAN/PENGORGANISASIAN PEMETARENCANAAN
123
Gambar 10.8 Contoh Organisasi Pemetarencanaan Kolaboratif: Gen IV Overall Roadmap Organization.
Untuk terbentuknya upaya kolaborasi yang efektif, sangatlah penting adanya elemen komunitas, kesukarelaan (voluntary) dan tujuan bersama. Dalam mendorong upaya demikian, pemerintah di berbagai negara mengembangkan program dukungan, baik dalam bentuk pemrakarsaan di tahap-tahap awal dan/atau penyediaan dukungan keuangan/pembiayaan (penuh atau parsial) bagi prakarsa-prakarsa pemetarencanaan kolaboratif yang dinilai urgen/ prioritas di negara yang bersangkutan.
Dixon (2003) menyampaikan beberapa saran dalam mendorong pemetarencanaan kolaborasi. Secara umum beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan dalam pemetarencanaan kolaboratif:
Membentuk tim berukuran cukup kecil dan independen;
Memberikan “waktu” yang memadai:
Berikan waktu yang cukup untuk setiap kelompok melalui tahapan proses formatif
Rancang petarencana dengan memperhitungkan agar:
Memberikan kesempatan penyelesaian tugas awal
PEMETARENCANAAN (ROADMAPPING): KONSEP, METODE DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 124
Menentukan deadline penyelesaian
Memberikan kesempatan kelompok untuk membentuk diri
Memberikan “ruang gerak”:
Sebaiknya gunakan lokasi off-site untuk pertemuan-pertemuan pemetarencanaan
Setiap pertemuan sebaiknya cukup “lama” bagi terbentuknya “pemahaman”
Tingkatkan pemahaman dengan memastikan bahwa mereka harus menunjukkan kinerja
Merencanakan serangkaian pertemuan:
Rangkaian waktu pertemuan sebaiknya cukup berjauhan untuk memberikan kesempatan penyelesaian tugas di antaranya namun cukup dekat untuk memberikan kontinuitas
Setelah pertemuan pertama, sebaiknya isi waktu antar pertemuan dengan tetap memelihara komunikasi.
Memelihara komunikasi:
Pelihara kontak (misalnya mailing list)
Kirim perkembangan mutakhir
Rancang kesempatan pertemuan ulang
Jaga agar partisipan tetap peduli dan merasa terlibat
Memelihara pemutakhiran:
Lakukan pemutakhiran secara periodik
Gunakan pemutakhiran sebagai kesempatan untuk merevitalisasi komunitas.
10.4. CATATAN PENUTUP
Dinamika perubahan/perkembangan baik menyangkut perubahan tatanan geopolitik, ekonomi, sosial dan budaya, kecenderungan globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta perubahan lainnya patut diakui telah dan nampaknya akan mendatangkan implikasi yang baur, memberi/membuka peluang dan sekaligus mendatangkan tantangan (baru dan/atau yang meningkat). Tetapi tentu saja hal demikian juga dihadapi oleh berbagai negara di berbagai belahan bumi. Penyikapan atas hal tersebut lah yang barangkali akan makin menjadi “pembeda” negara atau kelompok masyarakat yang berhasil dengan yang tidak.
Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan untuk terus berinovasi, termasuk inovasi teknologi, semakin diyakini sebagai salah satu di antara agenda yang sangat penting.
BAB 10 KELEMBAGAAN/PENGORGANISASIAN PEMETARENCANAAN
125
Teknologi, dalam arti sebagai alat enabler, productivity tool ataupun sebagai hasil (produk) dari upaya dan proses, karenanya harus senantiasa dikembangkan.
Teknologi kini semakin disadari sebagai salah satu aset strategis yang penting. Akan tetapi masih kuat kecenderungan pengabaian oleh hampir semua pihak untuk mengintegrasikan ke dalam suatu proses perencanaan secara memadai sedini mungkin.
Di sisi lain, di tengah tekanan persaingan yang makin kompleks dan dinamis serta beragam perubahan yang terus terjadi, kebutuhan akan pengembangan teknologi menjadi tak terelakan. Inovasi menjadi semakin kunci bagi keunggulan daya saing.
Namun, perkembangan inovasi yang diserahkan kepada “proses alami” (secara “kebetulan”/accidental, by chance) semata diperkirakan (dan dikhawatirkan) tidak akan mampu memenuhi perkembangan kebutuhan/tantangan yang makin cepat, kompleks dan dinamis. Selain itu, inovasi pada umumnya tidaklah terjadi pada lingkungan yang terisolasi. Tumbuh-berkembangnya inovasi sangat ditentukan oleh intensitas hubungan/keterkaitan antar para pihak (stakeholders) yang menjadi kunci.
Pengorganisasian pemetarencanaan, dalam konteks organisasi individual maupun kolaborasi multi pihak sangat penting dalam mengelola pemetarencanaan agar efektif. Dalam kaitan ini, inovasi yang perlu didorong pun sebenarnya bukan semata menyangkut konteks teknis (proses dan/atau produk) melainkan juga kelembagaan (organisasi dan pengorganisasian) pemetarencanaan itu sendiri. Pengorganisasian yang tepat memperbesar peluang keberhasilan inovasi mengingat inovasi seringkali muncul bukan dari keterisolasian melainkan dari interaksi dan upaya banyak pihak.