bab 10. skizofrenia (1)
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
1/22
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
2/22
148 10. Skizofrenia
orang
yang
lahir di daerah
perkotaan di negara
maju). Skizofrenia
ditemukan
pada
semua
masyarakat
dan area
geografis dan angka
insidens serta
prevalensinya
secara
kasar
merata di seluruh
dunia.
Di
A.S.,
kurang lebih 0,05
persen populasi total
menjalani
peng-
obatan
untuk skizofrenia
setiap tahun
dan hanya
sekitar setengah
dari
semua
pasien
skizofreniamendapatkan
pengobatan, meskipun
penyakit
ini
termasuk
berat
(Tabel
l0
l).
Gender dan Usia
Skizofrenia setara
prevalensinya
pada
pria
dan
wanita. Namun,
kedua
.jenis
kelamin
tersebut berbeda
awitan
dan
perjalanan
penl,akitnya.
Awitan
terjadi
lebih dini
pada
pria
dibanding
wanita.
Lebih
dari separuh
pasien
skizofrenik
pria r.ramun hanya seperliga
dari semua
pasien
skizofrenik
wanita
pertama kali
dirawat
di
rurnah sakit
psikiatri sebelum
usia 25 tahun.
Usia
puncak
awitan
adalah 8 sampai
25 tahun
untuk
pria
dan 25 sarnpai
35 tahun
untuk wanita. Tidak
seperli
pria, wanita menunjukkan
dua
puncak
distribusi usia dengan
puncak kedua terjadi
pada
usia
paruh
baya.
Kurang lebih
3
sampai
10
persen rvanita mengalami
awitan
penyakit
di atas usia
40 tahun.
Hampir
90
persen
pasien yang men-
.ialani
pengobatan
skizofrenia
berusia
antara
l5
dan 55 tahun.
Awitan skizofrenia di bawah usia
10 tahun atau
di atas usia 60
tahun sangat
jarang.
Seiumlah
studi mengindikasikan
bahwa
pria
lebih
cenderung
mengalarni
hendaya akibat
gejala
negatif
dari-
pada
rvanita dan bahwa
wanita
lebih
cenderung
memiliki
ke-
lnampuan
fungsi sosial
yang
lebih baik
daripada
pria
sebelum
awitan
penyakit.
Secara umum,
hasil akhir
pasien
skizofrenik
wanita lebih baik
dibandirrg
hasil akhir
pasien skizol'renik
pria.
Bila
awitan ter.jadi setelah
usia
45,
gangguan ini dicirikan sebagai
sk
izofrenia
au
itan-lambat.
lnfeksi dan
Musim
Saat
Lahir
Suatu
temuan
yang
kuat dalam
penelitian
skizofrenia
adalah
bahwa orang-orang
yallg rnengalami skizofrenia
kemungkinan
besar dilahirkan
di musim
dingin
dan awal musim semi
dan
lebih
.iarang
yang
dilahirkan
pada
akhir
musim semi
dan musim
panas.
Di Belahan Bumi Utara,
termasuk
di Amerika
Serikat, orang
de-
ngan skizofrenia
lebih
sering
dilahirkan
pada
bulan Januari sampai
April.
Di Belahan Bumi Selatan,
orang
dengan
skizofrenia
lebih
sering
dilahirkan
pada
bulan Juli
sampai September.
Satu
hipotesis
menyatakan bahwa
faktor risiko
spesifik-musim,
seperti
virus atau
perubahan musiman dalam
diet, mungkin
berlaku
dalam hal
ini.
Tabel 10-1
Prevalensi
Skizofrenia
pada
Populasi Spesifik
Populasi
Prevalensi
(%)
I{ipotesis
viral mencakup s/otv va'us, t'etrovirus, dan reaksi
autoimun
yang
diaktitkan
virus. Beberapa studi menunjukkan
bahwa
liekuensi skizolienia
rneningkat
setelah
pa.janan
terhadap
influenza
yang
ter-ladi di
musim dingin-selama trimester kedua
kehamilan.
Hipotesis lain adalah bahwa orang deirgarr
predisposisi
genetik
terhadap skizofrcnia
rnengalami
penurunan
keuntungan
biologis
untuk
bertahan
dari cobaan spesifik-musim.
Distribusi Geografik
Skizofrenia
tidak terdistribusi secara
rnerata di
seluruh
penjuru
Amerika Serikat maupun dunia. Secara
historis,
prevalensi
skizo-
frenia
di
bagian
timur laut dan barat Amerika Serikat lebih besar
daripada
di daerah lain, meski distribusi
i,ang
iidak nterata ini
telah terkikis. Se.jumlah
regio
geografis
bumi, seperti
lrlandia,
rnemiliki
prevalensi
skizofrenia
yang
luar biasa tinggi, dan
para
peneliti
menginterpretasikan
kantung
skizofrenia
geografis
ini
sebagai
kemungkinan
dukungan
terhadap teori kausa skizofrenia
infektif
(contohnya,
viral).
Faktor Reproduktif
Penggunaan obat
psikoterapeutik, kebilakan terbuka
di
rumah
sakit, deinstitusionalisasi
di rumah sakit
pemerintah, penekanan
pada
rehabilitasi, dan
perawatan
berbasis masyarakat untuk
pasien
skizofrer-ria,
semuanya telah
menyebabkan
peningkatan
angka
pernikahan
dan kesuburan di ar.rtara
pasien
skizofrenia. Akibat
faktor tersebut,
jumlah
anak
yang
dilahirkan dari orangtua skizo-
frenik terus meningkat.
Angka kesuburan
pasien
skizofrenik men-
dekati angka
populasi
urnum. Terdapat hubungan antara angka ke-
suburan dengan
transmisi
genetik.
Keluarga biologis clerajat
pertama
pasien
skizofrenik
merniliki risiko terkena
penyakit
sepuluh
kali
lebih
besar
dibanding populasi
umum.
Pcnyakit Medis
Orang dengan
skizofrenia
meniiliki angka kematian akibat ke-
celakaan
dan
penyebab
alarni
yang
lebih tinggi daripada
populasi
umum.
Variabel terkait institusi
atau
terkait
pengobatan
tidak dapat
menjelaskan angka kematian
yang
meningkat, namun angka
yang
lebih tinggi tersebut
mungkin berhubungan dengan
kenyataan
bahwa diagnosis
dan
pengobatan
untuk
penyakit
medis dan bedah
pada pasien
skizofrenik
dapat
merupakan suatu tantangan klinis
tersendiri. Seiumlah studi
menunjukkan bahwa hingga 80
persen
dari
semua
pasien
skizofrenik
mengalami
penyakit
medis
yang
signifikan
pada saat
yang
bersamaan dan bahwa hingga
50 persen
kondisi ini mungkin tidak terdiagnosis.
Risiko Bunuh Diri
Bunuh diri merupakan
penyebab utama kematian
pada
orang
yang
menderita skizofrenia.
Taksirannya bervariasi, namun hingga
l0
persen
orang
dengan
skizofrenia
mungkin meninggal akiba
percobaan
bunuh
diri. Meski
risiko
bunuh
diri lebih
besar
pada
orang dengan skizofrenia dibanding
populasi
umum, se.jumlah
faktor
risiko-sepertijenis kelamin
pria,
berkulit
putih,
dan
meng
alami
pengasingan
sosial-setara
pada
kedua kelompok. Faktor
faktor seperti
penyakit
depresif,
riwayat
percobaan
bunuh
diri
pengangguran,
dan
penolakan
yang baru terjadi
juga
mening-
Populasi
umum
Saudara
karrdung bukan
kembar
pasien
skizofrenia
Anak dengan salalr
satu orangtua
penderita
skizofrenia
Kembaran dizigotik
pasien skizofrenia
Anak yang
kedua orangtuanya
menderita
skizofrenia
Kenrbar monozigotik
pasien skizofrenia
1,0
B,O
12,0
12,O
40,0
47,0
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
3/22
katkan risiko
bunuh diri
pada
kedua populasi.
Studi terdahulu
telah
menunjukkan
faktor risiko lain
yang
unik terdapat
pada
gangguan
ini.
Di antaranya adalah usia muda
dan
jenis
kelamin
pria
serta mengalami penyakit
kronik
dengan
eksaserbasi ber-
ulang.
Perjalanan penyakit pascarawat
inap dengan kadar
psiko-
patologi
dan hendaya fungsional
yang
tinggi meningkatkan risiko
bunuh
diri.
Sebagai
tambahan, orang
yang
memiliki
kesadaran
realistis akan
efek
perburukan penyakit
ini
serta
pengkajian
di
luar
waham
akan
penurunan
mental, ketidakberdayaan, keter-
gantungan yang
tinggi
terhadap
pengobatan,
atau hilangnya ke-
percayaan
akan pengobatan
di masa
yang
akan
datangjuga me-
ningkatkan risiko
bunuh
diri
pada
orang dengan skizofrenia.
Risiko kematian
terutama tinggi
pada
usia
muda,
selama
periode
pascarawat
inap dini,
dan
pada
awal
perjalanan penyakit,
meski
risiko ini
menetap
seumur hidup
pasien.
Faktor risiko
yang
ter-
identifikasi
pada
studi terdahulu rnungkin
berguna untuk mengkaji
risiko
bunuh diri akut
pada
individu
spesifik. Diperlukan
pene-
litian lebih
lan
jut
untuk
memahami secaia lebih baik faktor risiko
yang paling
bersifat
prediktifakan
kemungkinan
bunuh diri
pada
orang
dengan
skizofrenia
di
masa
yang
akan datang
serta
inter-
vensi
yang paling
bermanfaat untuk mencegah
bunuh diri.
Penggunaan
Zat
Merokok
Kretek.
Sebagian besar survei telah melaporkan
bahrva lebih
dari tiga
perempat pasien
skizofrenia merokok
kretek,
dibanding kurang
dari setengah
pasien psikiatri
lain
se-
cara keseluruhan.
Selain risiko kesehatan
yang
telah
dikenal
baik berkaitan
dengan
merokok, merokok
kretek memengaruhi
aspek
lain perawatan
pasien
skizofrenik. Sejumlah studi me-
laporkan
bahwa merokok kretek
dikaitkan dengan
penggunaan
obat antipsikotik
dalam dosis
yang
lebih tinggi, mungkin karena
merokok kretek meningkatkan la.iu metabolisme
obat-obatan
tersebut. Di lain pihak,
merokok kretek
dikaitkan dengan
penu-
runan
parkinsonisme
terkait
obat antipsikotik, mungkin karena
aktivasi neuron
dopamin
yang
bergantung nikotin. Studi terkini
menunjukkan
bahwa
nikotin
dapat menurunkan
gejala
positif,
seperti halusinasi, pada pasien
skizofrenik karena efeknya
ter-
hadap reseptor
nikotin di otak
yang
mengurangi
persepsi
sti-
mulus luar. khususnya
bising.
Zat lain. Komorbiditas
skizofrenia dengan
gangguan
terkait
zatlainlazim
dijumpai, meski
dampak
penyalahgunaan
obat
pada
pasien
skizofrenik
masih belum.jelas. Kurang lebih
30 sampai 50
persen pasien
skizofrenia mungkin memenuhi kriteria
penyalah-
gunaan atau ketergantungan
alkohol;
dua zat
lain
yang
paling
sering digunakan adalah kanabis
(kurang
lebih
15 sampai 25
persen)
dan kokain
(sekitar
5 sampai
10 persen). Pasien
melapor-
kan bahwa dirinya
menggunakan zat tersebut untuk memeroleh
kenikmatan dan mengurangi
depresi dan ansietas. Sebagian besar
studi mengaitkan
komorbiditas
gangguan
terkait zat
pada pasien
yang
mengalami skizofrenia dengan
prognosis
buruk.
Faktor Populasi
Prevalensi
skizofrenia senantiasa berkorelasi dengan kepadatan
populasi
lokat di
kota dengan
populasi
lebih dari I
juta
orang.
Korelasi
ini lebih lemah di kota
yang
berpenduduk
100.000
10.
Skizofrenia 149
sampai
500.000 orang
dan
tidak
terdapat di kota
dengan
pendLrduk
kurang dari 10.000
orang. Efek kepadatan
penduduk
se.jalan
de-
ngan
pengamatan
bahwa insiden
skizofrenia
pada
anak dcngan
salah
satu atau kedua
orangtua
skizofrenik
dua
kali
lebih
tinggi di
perkotaan
dibanding
di masyarakat pedesaan.
Pengamatan
ini
me-
nyatakan
bahwa stresor
sosial di suasana
perkotaan
memengaruhi
timbulnya skizofrenia
pada orang
yang berisiko.
Faktor
Sosioekonomi
dan Kultural
Skizofrenia digambarkan
terdapat pada
semua kebudayaan
dan
kelompok
status sosioekonomi.
Di negara
maju,
.iumlah
pasien
skizofrenik
yang
tidak seimbang
berada
pada
kelompok
sosio-
ekonomi lemah,
suatu
pengamatan yang
dijelaskan
oleh
dua
hipo-
tesis alternatii
Hipotesis
aliran menurun
(downward
drift)
me-
nyatakan
bahwa orang
yang
terkena
bergeser ke,
atau
gagal
berpindah dari, kelompok
sbsioekonomi
lemah akibat penyakit
ini. Hipotesis penyebab
soslal
menyatakan
bahwa stres
yang
di-
alami anggota kelompok
sosioekonomi lemah
berperan
dalam
timbulnya skizoiienia.
Sejumlah
peneliti
menya.iikan
data
yang
mengindikasikan
bahrva, selain
stres industrialisasi
sebagai kausa
skizofrenia,
stres
imigrasi
.iuga
dapat
menyebabkan
kondisi lir-skizofrenia.
Bebe-
rapa
studi
melaporkan
prevalensi
skizolrenia
yang
tinggi
pada
imigran
baru, suatu
temuan
yang
melibatkan perubahan
budaya
mendadak sebagai
stresor
yang
terlibat dalarn
kausa
skizofrenia.
Hal
yang
mungkin
se.ialan
dengan kedua hipotesis
tersebut
adalah
pengamatan
bahwa
prevalensi
skizofienia meningkat
di
antara
populasi
Dunia
Ketiga
seiring meningkatnya
kontak
dengan ke-
budayaan
yang
telah
maju teknologinya.
Para
pembuat
teori
yang
mendukung
kausa
sosial
untuk
skizofrenia berpendapat
bahrva kebudayaan
dapat
bersifat lebih
atau kurang skizofrenogenik,
bergantung persepsi
penyakit
mental
pada
kebLrdayaan yang
bersangkutan,
silat
peran
pasien.
sistem dukungan
sosial dan keluarga,
serta
kompleksitas
komu-
nikasi
sosial. Skizofrenia
telah
dilaporkan
bersifbt lebih.iinak
secara
prognostik
di
negara
berkembang
yang pasiennya
meng-
alami reintegrasi
ke masyarakat
dan keluarga
secara lebih
sern-
purna
dibanding
mereka
di masyarakat Barat
yang
telah sangat
maju.
Ekonomi. Biaya
finansial penyakit
ini
di Amerika
Serikat di-
perkirakan
melampaui
biaya sernua kanker
bila
digabungkan;
penyakit
ini
bermula
pada
ar.val kehidupan;
menyebabkan
hendaya
yang
signi{ikan dan bertahan
lama; membuat
tuntutan perawatan
rumah sakit
yang
berat;
serta membutuhkan perarvatan
rawat
jalan,
rehabilitasi,
dan layanan dukungan
terus-menerus;
kurang
lebih I
persen pendapatan
nasional
dialokasikan
untuk
pengobatan
penyakit
mental
(tidak
termasuk
gangguan
terkait zat).
Skizofrenia
mengambil
sekitar 2,5
persen
seluruh biaya
pelayanan
kesehatan.
Jumlah
biaya
pengobatan
dan biaya tidak langsung
untuk
n.rasya-
rakat
(sebagai
contoh,
hilangnya
produktivitas
serta mortalitas)
mencapai hampir
$50
miliar per
tahun. Kurang
lebih
75
persen
orang dengan skizofrenia
berat
tidak malnpu
bekerja dan
men
jadi
penganggur.
Rawat
lnap.
Berkembangnya
obat antipsikotik
1,ang
ef'cktif
serla
perubahan
sikap
politik
dan
populer
terhadap
pengobatan
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
4/22
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
5/22
di otak terlibat dalam hubungan
interaksional
yang kompleks,
dan fungsi
yang
abnormal
dapat tirnbul akibat
perubahan pada
satu neurotransmiter
yang
lnanapun.
SrnoroNtt'1.
Serotonin
telah
menerima banyak
perhatian
dalam
penelitian
skizolienia sejak dilakukannya
pengamatan
yang
menyatakan
bahwa obat
antagonis scrotonin-dopamin
(SDA)
(contohnya,
klozapin,
risperidon, sertindol)
memiliki aktivitas
terkait serotonin
yang poten.
Secara spesifik,
antagonisr-ne
pada
reseptor
5-HT,
serotonin
ditekankan
sebagai sesuatu
yang penting
dalam mengurangi
ge.jala psikotik
dan meredakan
timbulnya
gang-
guan pergerakan
terkait
antagonisme-Dr. Pemeriksaan
profil
afi nitas reseptor untuk masing-masing antagonis
serotonin-dopa-
min nrenuniukkan tidak adanya
pola
atau
rasio aktivitas
yang
seragam selain afinitasnya
terhadap reseptor 5-H'I', serotonin
yang
lebih tinggi dibanding terhadap reseptor
D,. Klozapin memiliki
afinitas
tertinggi untuk
reseptor
histamin,
sementara
kuetiapin
paling
erat berikatan dengan reseptor adrenergik-u,
dan
ziprasidon
merupakan satu-satunya anggota kelompok
tersebut
yang
ber-
interaksi kuat dengan reseptor 5-HT,. Afinitas
terhadap reseptor
5-FIT, dan D, bervariasi dengan kisaran
lebih dari
100
kali lipat
dalarn kelas
obat
ini. Meski demikian, masing-masing
merupakan
agen antipsikotik
yang
lebih efektif claripada
ratusan
senyawa
terkait
yang
hanya
berbeda
sedikit alinitasnya. Oleh sebab
itu,
tampaknya berbagai sistem
neurotransmiter berinteraksi dalam
suatu
keseimbangan
tertentu untuk
mengatur tanda dan
gejala
skizofrenia dan, lebih
laniut,
bahwa obat
antipsikotik dapat me-
modulasi
sirkuit
ini
dengan
mengacaukan secara samar salah satu
dari
beberapa sistem
neurotransmiter tersebut. Seperti
yang
di-
isyaratkan
pada penelitian mengenai
gangguan
mood, aktivilas
serotonin dianggap terlibat
dalarn
perilaku
irnpulsif dan bunuh diri
yang.juga
dapat tampak
pada
pasien
skizofrenik.
NonrptNrrntN. Se.jumlah
peneliti
melaporkan bahwa
pem-
berian obat
antipsikotik
.jangka
panjang
menurunkan aktivitas
neuron noradrenergik di lokus seruleus dan bahwa efek
terapeutik
beberapa obat antipsikotik
mur.rgkin melibatkan aktivitasnya
pada
reseptor adrenergik-u dan adrenergik-crr. Meski
hubungan
antara
aktivitas
dopaminergik dan
noradrenergik rnasih belum
jelas,
terdapat
peningkatanjumlah
data
yang
menyatakan bahrva sistem
noradrenergik memodulasi sistem dopaminergik dalam suatu cara
sehingga abnormalitas
sistem
noradrenergik mempredisposisikan
pasien
untuk mengalami relaps
yang
sering.
CABA.
Neurolransnriter
asam
amino
inhibitorik,
asam
y-
aminobutirat
(GABA)
iuga
dianggap terlibat dalam
patofisiologi
skizofrenia.
Data
yang
tersedia sejalan dengan
hipotesis bahwa
seiurnlah
pasien
skizofrenia
mengalami
kehilangan neuron
GABAnergik
cli hipokampus. Flilangnya
neuron
GABAnergik
inhibitorik secara teoretis dapat
mengakibatkan hiperaktivitas
neuron dopanrinergik dan
noradrenergik.
ClurRmnr.
I{ipotesis
yang
dia.iukan
tentang
gllrtamat
mon-
cakup hiperaktivitas, hipoaktivitas, dan
neurotoksisitas terinduksi
glutamat.
Glutamat dilibatkan
karena ingesti akut fensiklidin,
suatu
antagonis
glutamat,
menirnbulkan sindrom
yang
menyerupai
skizofrenia.
10.
Skizofrenia 151
Nrunopeprtnn.
Duaneuropeptida. kolesistokinin
dan
neuro-
tensin,
ditemukan di sejumlah regio otak
yang
terlibat dalam
skizofrenia.
Konsentrasinya mengalami perubahan pada
keadaan
psikotik.
Neuropatologi.
Pada abad ke-19, ahli neLrropatologi
tidak
mampu menemukan dasar neuropatologi
skizofienia sehingga
me
reka mengklasifikasikan
skizo lrcnia sebagai
gangguan
f'ungsi-
onal.
Namun.
pada
akhir
abad ke-20,
para peneliti
membuat
suatu
langkah
signifikan dalam
mengungkap
dasar neuropato-
logi
potensial
skizofrenia, terutama di sistern limbik
dan
ganglia
basalis,
terrnasuk
abnonnal
itas neuropatologi
atau ncurokimiawi
di
korteks
serebri, talamus,
dan
batang
otak.
Berkurangnya
volume otak
yang
dilaporkan secara iuas ierdapat
pada
otak
skizofrcnik tampaknya rrerupakan akibat
berkurangnya ke-
paclatan
akson. dendrit, dan
sinaps
yang
urenrertntarai"lungsi
asosiatil'otak. Densitas
sinaptik
pa)ing
tinggi
prda
usia
I
tahun,
kcmudian
menurun
hingga niencapai nilai
der.vasa
pada
arval
masa rema.ja. Satu
teori,
yang
sebagian didasarkan
pada peng-
amatan bahrva
pasien
sering menunjukkan
gejala
skizol'renik
selama masa remaja, menyatakan
bahr.va skizolienia
timbul
akibat
pemangkasan
sinaps
yang
berlebihan selama fase
per-
kembangan
ini.
Stsrrm LtMstr. Berkat perannya
dalan
pengendalian
emosi,
sistem
Iimbik
dihipotesiskan terlibat dalam dasar neuropatologi
skizofrenia.
Bahkan, area
otak
ini
terbukti
menjadi
subyek
str:di
neuropatologi
paling
subur untuk skizotienia. Banyak
studi
sampel
otak
skizofienik
posmoftem yang
terkontrol
baik menun-
jukkan
adanya pengurangan
ukuran regio
yang
meliputi
amig-
dala, hipokampus,
dar-r
girus parahipokanpus.
Tenuan neuro-
patologi
ini
se.jalan dengan
pengiimatzin yang
diambil
dari studi
pencitraarr
resonansi rnagnetik
(MRI)
pasien
skizofienia. Di-
laporkan
pula
adanya disorgnnisasi neuron
di dalam hipokanrpus
pasien
skizofienik.
GnNcrln
Basa,rts.
Ganglia basalis telah rnenjadi pusat per-
hatian teoretis skizofrenia
setidaknya untuk dua alasan.
Pertama,
banyak
pasien
skizolrenia menunjukkan
gerakan
aneh,
bahkan
saat
tidak
ada
gangguan
pergerakan
terinduksi
obat
(contohnya,
diskinesia tarda).
Gerakan anch tersebut dapat mencakup
cara
ber.jalan
yang ganjil,
seringai rvajah,
dan stereotipi. Karena
ganglia
basalis
terlibat
dalam
pengendalian
gerakan, penyakit
pada
ganglia
basalis disangkutpautkan
dalam
patofisiologi
skizo-
fienia.
Kedua.
dari semua
gangguan
neurologis
yang
mungkin
memiliki
psikosis
sebagai
ge.iala
terkait,
gangguan
pergerakan
yang
melibatkan ganglia
basalis
(sebagai
contoh, penyakit
Huntington) adalah salah
satu
yang
paling
sering dikaitkan
de-
ngan
psikosis pada
pasien yang
terkena. Lebih lanjut, ganglia
basalis bcrhubungan
secara timbal balik dengan lobus liontalis,
dan abnormalitas fungsi lobus frontal yang
terlihat
pada
sejumlah
studi
pencitraan
otak rnungkin disebabkan
penyakit
di
ganglia
basalis
daripada
di lobus frontal sendiri.
Studi
neuropatologi
tentang
ganglia
basalis menghasilkan
laporan
yang
beragam dan inkonklusif rnengenai hilangnya
sel
atau reduksi volume
globus palidus
dan substansia nigra.
Sebalik-
nya, banyak studi
yang
menunlukkan
adanya
peningkatan
jumlah
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
6/22
152
10. Skizofrenia
reseptor D,
di nukleus kaudatus,
putamen,
dan nukleus akumbens.
Namun,
pertanyaan yang
tetap belum terjawab adalah apakah
peningkatan
tersebut terjadi sekunder setelah
pasien
menerima
pengobatan
antipsikotik. Se.jumlah
peneliti
telah mulai
mem-
pelajari
sistem
serotonergik
di
ganglia
basalis; suatu
peran
sero-
tonin dalam
gangguan psikotik
diusulkan berdasarkan kegunaan
klinis
obat
antipsikotik
dengan aktivitas serotonergik
(contohnya,
klozapin, risperidon).
Pencitraan
Neuro.
Teknik
pencitraan
otak kini
rncmung-
kinkan
peneliti
membuat
pengukuran
neurokimiarvi atau fungsi
otak
spesifik
pada pasien
hidup.
Mcski
demikian, kalkulasi
data
yang
diperoleh dari mesin
pencitraan
otak dihitung berdasarkan
banyak asumsi,
dan
perbedaan
model matematis antara dua
kelompok
penelitian
berpotensi meniurus ke kesimpulan
yang
berbeda
tentang
data
yang
sama.
TouocnnrtTrnxortpurrntsnst.
Studi
yang
menggunakan
tomografi terkomputerisasi
(CT)
secara konsisten menunjukkan
bahwa
otak
pasien
skizofrenia mengalami
pembesaran
ventrikel
ketiga
dan lateral serta reduksi volume korteks
dalam
dera.jat
ter-
tentu. Temuan ini
dapat diinterpretasikan sejalan dengan
penu-
runan
jumlah jaringan
otak
yang
biasa
pada pasien yang
terkena;
masih belum
diketahui apakah
penurunan
ini disebabkan oleh
perlumbuhan yang
abnormal atau oleh degenerasi.
Studi
CT
lain
melaporkan asinretri serebri abnormal, ber-
kurangnya volume
serebelum, dan
perubahan
densitas otak
pasien
skizofrenia.
Banyak
studi CT menghubungkan abnormalitas
CT
scan dengan
adanya
gejala
negatif atau defisit, hendaya neuro-
psikiatri, peningkatan
tanda neurologis,
kekerapan
gejala
ekstra-
piramidal
akibat obat antipsikotik,
sefta
penyesuaian pramorbid
yang
buruk.
PrNctrnnnN
RrsorunNst Mncrurrtr.
Salah satu studi
MRI
terpenting memeriksa kembar monozigotik
yang
hanya
salah
satunya menderita
skizofrenia. Studi
tersebut menemukan
bahwa
hampir
semua
kembar
yang
terkena
merniliki ventrikel
serebri
yang
lebih
besar
dibanding
kembar
yang
tidak
terkena,
meski
ventrikel serebri
sebagian besar
kembar
yang
terkena masih
ter-
masuk dalam kisaran normal.
Sejumlah laporan menunjukkan bahwa volume kompleks
hipokampus-amigdala dan
girus paraliipokampus
berkurang
pada
pasien
skizofrenia. Salah satu studi terkini menemukan
penurunan
area otak di hemisfer kiri dan tidak di kanan, meski studi lain
menemdkan
adanya
pengurangan
volume
bilateral.
Beberapa
studi
menghubungkan berkurangnya
volume
sistem
limbik
de-
ngan
derajat
psikopatologi
atau ukuran
keparahan penyakit lain.
Juga terdapat laporan
perbedaan
waktu relaksasi T I dan
'12
pada
pasien
skizofrenik, terutana
yang
diukur
di regio fiontal
dan
tcmporal.
MRI FuNcsroNnr.
Seiumlah studi
yang
melibatkan
pasien
skizofrenia menunjukkan adanya
perbedaan
aktivasi
korleks
sensorimotorik dibanding normal seda
penurunan
aliran darah
ke
lobus oksipital.
Sprxrnosxopt RrsoNnNst
MacNrrtx.
Salu studi
yang
menggunakan
spektroskopi resonansi
magnetik
(MRS)
mene-
mukan hipoaktivitas pada
korteks
pretiontal
dorsolateral.
Data
mengenai hipoaktivitas
regio
otak ini mendukung
temuan
studi
penoitraan
otak lainnya-sebagai
contoh,
tomografi
emisi
posit-
ron
(PET).
Temuan
lain adalah
terdapat
penurunan
konsentrasi
N-asetil aspaftat
di hipokampus
dan lobus fiontal pada pasien
skizofrenia
serta di lobus
temporal
pada
orang dengan
episode
::*::i,
pertama.
N-asetil
aspartat merupakan
suatu
peranda
Tortocnnrt E,rarst
Poslrnoru.
Satu
studi
PET
menemukan
bahwa suatu sampel pasicn
skizofienia
memiliki
penurunan
aktivitas metabolik
di bagian anterior kiri
talamus
sebagaimana
terukur oleh PET
[18F]luorodeoksiglukosa
dan
juga
mcngalami
pengurangan
volume
pada
area
yang
sama sebagaimana
lerukur
oleh
pemindaian
MRL
Berubahnya arsitektur
dan
aktivitas tala-
mus mungkin
berperan dalam skizofienia.
Tipe
kedua
studi PET menggunakan ligan
radioaktif
untuk
memperkirakan
kuantitas reseptor
D2
yang
ada. Dua
studi
yang
paling
sering didiskusikan
saling
berselisih mengenai
hal ini.
Satu
kelompok melaporkan
adanya
peningkatan.jurnlah
reseptor
D,
di
ganglia
basalis
sementara kelompok
lain melaporkan
tidak
ada
perubahanjumlah
reseptor
D, di
ganglia
basalis. Kontroversi
ini belum terselesaikan.
Elektrofisiologi
Terapan.
Srudi elektroensefalografik
mengindikasikan
bahrva
banyak
pasien
skizofienia memiliki
rekaman
abnormal,
peningkatan
sensitivitas
terhadap
prosedur
aktivasi
(contohnya,
kekerapan
aktivitas lonjakan
(spite)
setelah
kurang tidur),
penurunan
aktivitas
alfa,
peningkatan
aktivitas
delta dan teta,
aktivitas epileptifbrm
yar.rg
nrungkin lebih
banyak
daripada biasanya,
dar.r
abnormalitas
sisi
kiri
yang
mungkin lebih
banyak daripada yang
lazim.
Juga terdapat ketidakmampuan
pasien
skizolienia
menyaring
suara
yang
tidak
relevan
dan
mcn-
jacli
sangat sensitil'terhadap
bunyi
latar. Kebanjiran
suara
yang
tinrbul mcmbuat
sulit berkonsentrasi
dan rnungkin
rnenjadi
salah
satu faktor timbulnya
halusinasi
auditorik.
Sensitivitas terhadap
suara ini
dapat dikaitkan
dengan suatu defek
genetik.
Eplrrpst Plnstar
Ko,r.tprrrs.
Psikosislir-skizofreniadilapor-
kan terjadi lebih
sering dibanding
yang
diperkirakan pada pasien
dengan kejang parsial
kompleks,
khususnya
kejang
yang
me-
libatkan lobus
temporal. Faktor yang
dikaitkan
dengan timbulnya
psikosis
pada
pasien
tersebut
mencakup lokus
kejang di
sisi
kiri,
lokasi lesi
di temporal medial.
dan kejang dengan
ar.vitan dini.
Gejala
peringkat pertama
yang
digambarkan
Schneider
mungkin
serupa dengtrn gejala pasicn
epilepsi
parsial
kompleks
dan dapat
mencerminkan
adanya
gangguan
lobus
tcn'rporal
bila tampak
pada pasien
skizolrenia.
PortNstnr
BnNcxtrnN.
Telah
dijelaskan aclanya
sejumlah
besar abnormalitas
potensial
bangkilan
pasien
skizofrenia.
P300
adalah
yang
paling
sering diteliti dan didefinisikan
sebagai
gelom-
bang
potensial
bangkitan
yang positif
dan besar
yang
tcriadi
kurang lebih
300 ms setelah
suatu stimulus sensorik
terdeteksi.
Pada
pasien
skizofienia, P300
secara statistik
dilaporkan lebih
kecil dan terjadi lebih larnbat
dibanding
pada
kelornpok
pem-
banding.
Abnormalitas
gelon.rbang
P300
juga
dilaporkan lebih
sering ter.jadi
pada
anak-anak
1,ang,
karena
memiliki
orangtua
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
7/22
yang
juga
terkena,
mempunyai
risiko
skizofrenia
yang lebih
tinggi. Data
potensial
bangkitan selama
ini
diinterpretasikan
se-
bagai indikasi bahwa meski
pasien
skizofrenia
sangat sensitifter-
hadap stimulus
sensorik
(potensial
bangkitan arval
yang
lebih
besar),
mereka mengompensasi
peningkatan
sensitivitas itu de-
ngan menumpulkan
pemrosesan
informasi
pada
tingkat
korteks
yang lebih
tinggi,
seperti
yang
ditunjukkan
oleh potensial
bang-
kitan akhir
yang
lebih kecil.
Disfungsi Pergerakan
Mata.
Ketidakmampuan
mengikuti
suatu
target visual
bergerak
secara akurat
merupakan
dasar
definisi
gangguan pencarian
visual halus dan disinhibisi
pergerak-
an sakadik
mata
yang
terlihat
pada pasien
skizofrenia. Disfungsi
pergerakan
mata
dapat
menjadi
petanda
khas skizofrenia; dis-
fungsi ini
independen terhadap
terapi
obat
dan keadaan klinis
sertajuga terlihat
pada
kerabat derajat-pertama
pada
subjek skizo-
frenik. Berbagai
studi
melaporkan
pergerakan
mata abnormal
pada
50 sampai 85
persen
pasien
skizofrenia,
dibandingkan se-
kitar 25
persen pada
pasien
psikiatri
nonskizofrenik dan kurang
dari
l0
persen
pada subyek
kontrol yang
mengidap
sakit
non-
psikiatri.
Karena
pergerakan
mata sebagian dikendalikan
pusat-
pusat
di lobus frontal,
gangguan pergerakan mata
sejalan
dengan
teori
yang
menyebutkan adanya
proses
patologi
lobus
frontal
pada
skizofrenia.
Psikoneuroimunologi.
Se-iumlah abnormalitas
imunologis
telah dikaitkan
dengan
pasien yang
mengalami skizofrenia.
Abnormalitas
tersebut
meliputi
penurunan produksi
interleukin-2
sel
l',
berkurangnya
jumlah
dan
responsivitas lirntbsit
perifer,
reaktivitas
selular dan
humoral
yang
abnormal terhadap neuron,
serta adanya antibodi
yang
memiliki target otak
(antiotak).
Data
ini dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara sebagai
cermin
efek
virus
neurotoksik atau
gangguan
autoimun
enclogen.
Se-
bagian besar
penyelidikan
yang
mencari bukti adanya
infeksi
virus neurotoksik
yang
dilakukan dengan sangat
teliti menunjuk-
kan hasil negatif, meski data epidemiologi
menunjukkan adanya
insidens tinggi skizofrenia setelah
pajanan pranatal
terhadap
influenza
selama beberapa
kali
epidemi
penyakit
tersebut. Data
lain
yang
mendukung hipotesis viral adalah
meningkatnya
jumlah
anomali
lisik
saat lahir, meningkatnya
angka
penyulit
kehamilan
dan
pelahiran,
kelahiran
musiman
yang
se.jalan
dengan infeksi
virus,
pengelompokan geografis
pada
kasus
dewasa, dan rawat
inap musiman. Meski demikian, ketidakmampuan
mendeteksi
bukti
genetik
adanya infeksi
v
irus mengurangi
makna
semua
data
sirkumstansial. Kemungkinan adanya antibodi
autoimun
otak
memiliki
sejumlah data
yang
mendukung; namun,
proses pato-
lisiologinya, bila ada, mungkin hanya
menielaskan suatu sub-
kelompok
populasi
dengan skizofrenia.
Psikoneuroendokrinologi.
Banyak
laporan
yang
men-
.jabarkan
adanya
perbedaan neuroendokrin antara kelompok
pasien
skizofrenia dengan
kelompok
subjek
kontrol. Sebagai
contoh. uji supresi deksametason dilaporkan
abnormal
pada
ber-
bagai subkelompok
pasien
skizofrenia,
meski nilai
prediktifatau
praktis
uji tersebut terhadap
skizofienia
telah diperlanyakan.
Namun, satu laporan
yang
dilakukan
dengan seksama meng-
hubungkan nonsupresi
persisten
dalam uji supresi deksametason
pada
skizofrenia dengan
hasil
akhirjangka
panjang
yang
buruk.
10.
Skizofrenia
153
Sejumlah
data
menyiratkan
adanya
penurLlnan
konsentrasi
hormon FSH-LFI,
mungkin
berhubungan dengan usia
saat awitan
dan lamanya sakit.
Dua abnormalitas tambahan yang
dilaporkan
mungkin berhubungan
dengan timbulnya
ge.iala
negatif:
me-
numpulnya
pelepasan
prolaktin
dan horrnon
perlumbuhan (GH)
pada
stimulasi hormon
pelepas
gonadotropin (GnRH)
atau
hormon
pelepas
tirotropin (TRH)
serta
menumpulnya
pelepasan
hormon
pertumbuhan (GH)
pada
stimulasi apomorfin.
Faktor Genetik
Serangkaian studi
genetik
secara
meyakinkarr
tnengusulkan
ada-
nya
komponen
genetik
dalarn
pewarisan
sifat skizofrcnia. Pada
tahun
1930-an,
studi klasik mengenai
genctika
skizolienia menr.rn-
.iukkan
bahwa seseorang memiliki
kecenderungan rnenderita
skizofrenia
bila terdapat
anggota keluarga
yang
mengidap gang-
guan
tersebut
dan
kecenderungan
seseorang mengalanti
skizo-
tienia berkaitan dengan kedekatan hubungannya
(sebagai
contoh,
kerabat dera.iat pertama
atau kedr.ra; Tabel
10-l). Kembar mono-
zigotik memiliki
angka ke.jadian
bersama
yang
paling
tinggi.
Pada studi terhadap
kernbar monozigotik yang
diadopsi, kembar
yang
dibesarkan
orangtua asuh tampak
mengalami skizofrenia
dalam
jumlah
yang
sama derrgan
kembarannya
yang
dibesarkan
orangtua biologisnya. Temuan
ini
mengemukakan
bahwa
penga-
ruh
genetik
lebih
besar daripada
pengaruh
lingkungan,
suatu
temuan
yang
dikuatkan dengan
penganratan
bahwa
semakin
parah
skizofrenianya. semakin besar kemungkinan kembartinnya
meng-
alami
gangguan
yang
samir. Satu stucli
menyokong model
cliatesis-
stres dan menunjukkan
balrwa ke mbar monozigotik
yang
diadopsi
dan
kemr:dian
mengalami
skizofienia ternyata sangat mungkin
merupakan
anak
yang
diadopsi kelLrarga
yang
memiliki
gangguan
psikologis.
Telah banyak
dilaporkan adanva ltubunsan antara
lokasi kro-
mosom dan
skizofrenia se.jak
penerapan
teknik biologi molekuler
dilakukan secara luas.
l,ebih dari
separuh dari seluruh kromosom
dikaitkan dengan skizoltenia
pada
bcrbagai laporan, namun
lengan
pani
ang kromosom
5, I I
.
dan
1
8,
lengan pendek
krorrosom
19, serta kromosorr X
paling
sering disebut. Lokus pada
kro-
mosom 6, 8, dan 22
juga
dianggap terlibat. Literatur
tersebut
paling
baik dirangkum
sebagai indikasi adanya
potensi
dasar
genetik yang
heterogen untuk
skizofienia.
Faktor
Psikososial
Jika skizofrenia
merupakan
penyakit otak,
rnaka
penyakit ini
mungkin se.jalan
dengan
penyakit
organ lain
(contohnya,
infark
miokardium dan
diabetes)
yang perjalanan
penyakitnya
di-
pengaruhi
stres
psikososial.
Seperti halnya
penyakit
kronik lain
(misalnya. penyakit
paru
kongestif kronik).
terapi obat
sendiri
.jarang
memadai
untuk memperoleh
perbaikan
klinis
maksimal.
Oleh
sebab
itu,
klinisi sebaiknya
rnempertimbangkan
faktor
psikososial
yang
memengaruhi
skizofrenia. Meskipun,
secara
historis,
para
pembuat
teori menyatakan
laktor
psikososial
ber-
peran
dal'am terjadinya
skizotienia, klinisi rnasa
sekarang dapat
memanf'aatkan
penggunaan
teori dan
pedoman
vang
relevan
yang
dibuat
berdasarkan
pengamatan
dan hipotesis
di masa
lampau ini.
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
8/22
154
10.
Skizofrenia
Teori
Psikoanalitik.
Sigmund Freud rnendalilkan
bahrva
skizofrenia
mqrupakan akibat fiksasi
perlurnbuhan
berat
yang
ter.jadi
pada
masa
awal kehidupan. Ia mempostulasikan
bahwa
terdapat suatu
defek ego
yang
berperan dalam
timbulnya
ge.iala
skizofrenia. Defek
ego tersebut ter.jadi saat ego belurn.
atau baru
mulai terbentuk.
Konflik intrapsikis
yang
tirnbul akibat fiksasi
dini
ego dan defek
ego-yang mungkin ter.jadi akibat relasi awal
objek
yang
buruk-menyebabkan
gejala psikotik.
Pusat
tcori
Freud
tentang skizofrenia adalah dekatesis
obyek dan
regrcsi
sebagai
rospous terhadap frustasi
dan konflik dengan orang lain. Namun,
banyak ide
Freud
tentang
skizofrenia
diu'arnai oleh kurangnya
keterlibatan
intensif antara dirinya dengan
pasien
skizofrenik.
Dalam tinjauan
pikoanalitik
klasik rnengenai
skizofrenia, def'ek ego
memengaruhi interpretasi
terhadap realitas dan
pengendalian
hasrat
dari
dalam
diri,
rnisalnya
seks dan agresi.
Gangguan
terjadi
sebagai konse-
kuensi distorsi
pada
hubungan timbal
balik
antara
bayi
dan
ibunya.
Seperti
yang
dijelaskan
Margaret
Mahler,
anak
tidak mampu mentisahkan
diri
dari dan berkembang
melampaui kedekatan dan ketergantungan
mutlak
yang
mencirikan
hubungan ibu-anak
pada
l'ase
oral
perkembangan.
Orang
dengan
skizofrenia tidak
pernah mcncapai konstanitas
objek, yang di-
tandai rasa identitas yang kokoh
serta tilnbul akibat kelekatan
erat
kepada
ibu
semasa bayi. Paul Federn rnenyimpulkan
bahwa
gangguan
mendasar
pada
skizofrenia
adalah ketidakmampuan awal
pasien
mencapai
dif-eren-
siasi dari orang lain.
Sejumlah
psikoanalis
berhipotesis bahwa delek
flngsi
ego memungkinkan hostilitas
dan agresi
yang
intens merusak
hubungan
ibu-anak dan mengaralr
ke organisasi kepribadian
yang
rentan
terhadap
stres. Awitan
gejala
masa remaja
terjadi ketika rentaja ntemer-
lukan
ego
yang
kuat
untuk berfungsi secara independen,
berpisah
dari
orang tua, rnengidentifikasi tugas,
mengendalikan hasrat
dari
dalam
din,
serta mengatasi
stimulasi eksternal
yang
intens.
Harry
Stack Sullivan memandang skizofrenia
sebagai suatu
gangguan
dalam kaitan
interpersonal. Ansietas hebat
pasien
menciptakan rasa tidak
terkait
yang
ditransfbrmasr menjadi distorsi
yang
disebut distorsi
pora-
taksik
yang
benilat kejar
(persekutorik).
Bagi
Sullivan, skizotienia me-
rupakan metode
adaptifuntuk merrghindari
panik,
teror, dan disintegrasi
kesadaran
diri. Sunrber ansietas
patologik
bersifat eksternal
bagi bayi,
yang
merupakan
hasil
pengalanian
traunla kumulatif
selarrra masa
per-
kerlbangan.
Teori psikoanalitik
.juga
mendalilkan
balnva berbagai
ge.jala
skizo-
fienia
rnemiliki
makna simbolik bagi
pasien
secara individual.
Sebagai
contoh, 1'antasi
mengenai dunia
yang
akan kiamat mungkrn mengindikasr-
kan suatu
persepsi
bahwa dunia internal seseorang
telah
runtulr.
Rasa ke-
besaran mungkin
rnencerminkan narsisme
yang
tereaktivasi,
yaitu
ketika
orang
percaya
bahwa diri mereka
omnipoten.
Halusinasi mungkin
me-
rupakan
substitusi terhadap kelidakmampuan
pasien
mengatasi
realitas
objektif dan mungkin melambangkan ketakutan
atau harapan
di
dalam
diri mereka.
Waham. seperti halnya halusinasr, rnerupakan
upaya
regresil
dan restitLrtif
untuk menciptakan realitas baru atau mengekspresikan
impuls
atau
ketakutan yang tersembunyi.
Tanpa
memandang niodel teoretisnya,
semua
pendekatan
psikodinamik
ditemukan atas dasar
pemikiran
bahrva
ge.iala psiko-
tik
memiliki
makna
pada
skizofrenia. Pasien, sebagai
contoh,
mungkin
mengalami waham kebesaran
setelah
harga
dirinya ter-
luka.
Senada
dengan hal itu, semua teori mengakui
bahwa
keter-
kaitan
antar manusia
mungkin meniadi sesuatu
yang
menakutkan
pada
orang
dengan skizolienia. Meski
penelitian
rnengenai
efekti-
vitas psikoterapi
pada
skizofrenia menuniukkan hasil
yang
simpang
siur, orang yang prihatin
dan
menawarkan
belas
kasihan
serta
perlindungan
dalam dunia
yang
memusingkan ini harus rnenjadi
batu acuan
pada
semua renoana terapi menyeluruh. Studi tindak-
laniut.jangka
panjang
menuniukkan
bahrva
pasien yang
mengubur
episode
psikotiknya
mungkin
tidak akan mendapat
manfaat
psiko-
terapi eksploratif,
namun mereka
yang
mampu mengintegrasikan
pengalaman
psikotiknya
ke dalam kehidupan
mereka mungkin
memperoleh
keuntungan
dari beberapa
pendekatan
berorientasi-
tilikan.
Teori
Pembelajaran.
Menurut
para
ahli teori pembelajar-
an, anak
yang
di
kemudian hari
menderita
skizofrenia mem-
pelajari
reaksi dan
cara berpikir
vang
irasional
dengan
cara me-
niru orang tua
yang
rnemiliki
masalah emosional yang
signifikan.
Dalam
teori
pembelajaran,
hubungan
interpersonal yang
buruk
pada
orang
dengan
skizofrenia muncul akibat
model
pembelajar-
an
yang
buruk selama rnasa kanak-kanak.
Dinamika
Keluarga.
Tidak
acia
bukti
dengan
kontrol
yang
baik
yang
mengindikasikan
birhwa terdapat
suatu
pola
keluarga
khusus
yang
memainkan peran
kausatif
dalam timbulnya
skizo-
frcnia. Klinisi
seyogianya rnemahami poin penting
ini:
Banyak
orarlgtua
yang
memiliki
anak
skizofrenik
menumpahkan ke-
marahannya
terhadap komunitas
psikiatri
karena
sebelumnya
menghubungkan
keluarga disfungsional
dengan
timbulnya skizo-
fienia.
Organisa^si
advokasi seperli
National Alliance
for the
Mentally
lll
(NAMI)
telah
banyak mengedukasi
orangtua
bahwa
mereka sebaiknya
tidak menyalahkan
diri sendiri
bila skizofrenia
terjadi
pada
salah seorang
anaknya. Beberapa
pasien
skizofrenia
memang berasal
dari keluarga
yang
disf'ungsional,
seperti halnya
banyak orang
dengan
penyakit
nonpsikiatri.
Namun,
secara klinis
juga
relevan
untuk tidak berlebihan
menganalisis
perilaku
pato-
logi keluarga yang
dapat meningkatkan
stres emosional
secara
signifikan
yang
harus dihadapi
pasien
skizofrenia
yang
rapuh.
lrnrnN
CnNol.
Konsep ikatan
eanda dirumuskan Gregory
Bateson dan Donald
Jackson untuk
menggarnbarkan
sebuah
keluarga hipotetis yang
anaknya
menerima
pesan yang
saling
berlentangan dari kedua
orangtua mengenai perilaku,
sikap, dan
perasaannya.
Pacla hipotesis Bateson,
anak munclur
ke
keadaan
psikotik
untuk melarikan
diri dari kebingungan
vang
tak ter-
pecahkan
mengenai
ikatan
ganda
tersebut.
Sayangnya, studi
keluarga
yang
dilakukan untuk
merrsahkan teori
tersebut
sangat
cacat
secara metodologis.
Teori
tersebut hanya
bermakna
sebagai
pola
deskriptif,
bukan sebagai
penjelasan
etiologis
terhadap
skizofrenia.
Sxtsttlr
DAN
KILUARGA
yANC
Mrruyr,uplNc.
Theodore
Lidz
mcndeskripsikan
dua
pola perilaku
ke
luarga yang abnormal.
Pada satu
tipe keluarga, dengan
skisme
yang prominen
antara
kedua
orangtua, salah
satLl
orangtua
sangat
dekat dengan
anak
deirgan
.ienis
kelamin
berbeda. Pada
tipe keluarga lain,
terdapat
suatu hubungan
yang
menyirnpang
antara anak dengan
salah
satr"r
orangtua
yang
rnelibatkan
perebutan
kekuasaan
antarorangtua
yang
mengakibatkan
dominansi
salah satu orangtua.
Krrunncn
PrNcrnrrnru
Sr,vru unN Prn,rausuHnru
Sr,rau.
Seperti
yang
diielaskan Lyman
Wynne. beberapa
keluarga rne-
nekan ckspresi emosional
dengan cara terus-menerus
mengguna-
kan
komunikasi
verbal
berupa saling
pengerlian
semu
atau
per-
musuhan
semu. Pada keluarga
semacam itu,
terbentuk
suatu
komunikasi verbal yang
unik. ketika
anak meninggalkan
rumah
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
9/22
dan harus membina hubungan clengan orang
lain,
dapat timbul
masalah. Komunikasi
verbal
anak mun-ekin tidak dapat dipahami
orang luar.
Emost vnnc DlrxspnrstxnN.
Orang
tua alau
pcngasuh lain
mungkin
berperilakLr dengan
kritik.
permusuhan,
clan terlalu ter'
libat terhadap orang
dengan
skizolrenia. Banl,ak studi
1'ang
rncrrg-
indikasikan bahrva
pada
keluarga dcngan tingkat
enrosi
lang
diekspresikan
(seringkali
disingkat dengan EF.. Etpressetl
Emotion)
yang
tinggi,
angka relaps skizofienianya linggi. Peng-
kajian enrosi
yang
diekspresikan nrencakup analisis
hal,vang
di-
katakan maupun
sikap saat
mengatakannya.
Teori
Sosial.
Se.jurnlah
teori menl'atal
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
10/22
156 10. Skizofrenia
Tabel 10-3
Kriteria Diagnostik
DSM-lV-TR Subtipe
Skizofrenia
Tabel 10-4
Ciri
untuk Mempertimbangkan Prognosis
Ilaik
hingga Buruk
pada Skizofrenia
Tipe Paranoid
Tipe
ski2ofrenia
yang
memenuhi
kriteria
ber kut.
:
A.
Preoklrpasi
lerhadap
satu.atau
lebih waham
atau
halusinasi
auditorik
yang
sering
B, Tidak
ada
hal
berikut
ini yang prominen: bicaia
kacau,
ffiu
t
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
11/22
10. Skizofrenia
157
ngannya, iayakin bahwa
gadis
tersobut
telah ditukar dengan
seseorang
yang
mirip dengannya. la menelepon
polisi
dan me-
minta bantuan mereka unluk memecahkan
masalah
"pen-
culikan" lersebut. Kinerja akademiknya
di kampus menurun
secara
dramatis
dan
ia diminta mengundurkan diri scrta
men-
cari
bantuan
psikialrik.
Pasien
kemudian
memperoleh
pekerjaan
sebagai
pena-
sehat investasi di sebuah bank,
yang
dipertahankannya selama
7 bulan. Meski
dem
ikian. ia semak in sering mendapat
"sinyal"
yang
mengganggu
dari
rckan kcrjanya. dan
ia menjadi
sc-
makin curiga
serra
menarik cliri. Saat itu. ia
perlama
kali
me-
laporkan mendengar
suara-suara,
Ia akhirnya dipecat dan
segera
setelah
itu
dirawat
inap untuk
pertama kalinya"
pada
usia
24
tahun. Sejak saat
itu ia
tidak bekerja.
Pasien
telah dirrwat
inap l2 kali;
yang
terlama adalrh
selama 8 bulan. Namur, dalam 5 tahun
belakangan ia hanya
pemah
dirawat
sekali.
selama 3 minggu. SelamaiJirarvat
inap
ia diberikan berbagai
obat
antipsikotik. Meski telah diresepkan
pengobatan
untuk
rawat
jalan. ia
biasanya
berhenti
mengon-
sumsi segerasgtelah keluar dari rumah
sakit.
Selain
pertenluan
makan siaig dua
kali
setahun dengan
pamannya
dan kontak
dengan
pekerja
kesehatzur
mental,
ia
sepenuhnya terisolasi
se-
cara sosial. la tinggal sendiri dan nrenangani urusan
keuangan
sendiri, termasiik warisan secukupnya.
Ia membaca Wall
Street
Jottrna setiap hari. Ia memasak dan hersih-bersih
sendiri.
Pasien
mempenahankan
keyakinan bahwa aparterncnnya
adalah
pusat
suatu sislcm
komunikasi
bcsar
yang
mencakup
ketiga
jaringan
televisi utama,
lingkungan rurnahnya. dan
tampaknya ratusar "akor" di lingkungannya. Terdapat kamera
rahasia di
aparternennya
yang
secara seksama memantau
seluruh aktivitasnya. Saat
ia menonton
televisi,
banyak kegiat-
an
kecilnya (cth.,
bangun
untuk
pergi
ke
kamar mandi)
dengan
segera akan dikomentari
langsung olch
penyiar.
Setiap
ia
pergi
ke luar, semua "aktor" tersebut telah diperingatkan
untuk
selalu
memantaunya: semua orang di
jalan
mcngarvasirtya.
Tetangganya
mengoperasikan
dua
"mesin''i
salah satunya ber-
tanggungjawab
untuk semua
suara-suara tersebut
kecuali
si
'joker",
la tidak
tahu
secara
pasti
siapa
yang
mengendalikan
suara
tersebut
('joker".
pen.).
yang
hanya mengunjunginya
sesekali dan
sringat
lucu. Suara
yang
lain,
yang
sering ia
dengar setiap hari, dihasilkan
mesin itu.
yang
kadang-
kadang
iaanggap
langsung
dioperasikan
oleh tetanggayang
ia
serang. Sebagai
contoh, saat ia
sedang
memeriksa
inveslasi-
nya, suara-suara
yang "mengganggu" itu
terus-menerus
mem-
beritahukan
saham
mana
yang
harus dibeli. Mesin lain di-
sebulnya
sebagai
''mesin
mimpi".
Mesin
tersebut
menaruh
mimpi erotis ke
dalam
kepalanya. biasanya lenlang wanila
berkulit hitam.
Pasien memaparkan
pengalaman
tak
lazim
lainnya. Se-
bagai contoh,
baru-baru
ini ia
pergi
ke toko sepatu 30
rnil
dari
rumahnya dengan harapan memperoleh sepatu
yang
belum
"diutak-atik".
Namun,
ia
segera
mendapati
bahrv4 seperti
halnya semua sepatu
yang
dibeli, ada
paku
khusus
yang
di-
letakkan
di dasar sepatu
untuk mL'ngganggunya. Ia mcrasa
heran
bahwa
keputusannya mengcnai loko sepatu
mana
yang
akan didatanginya tclah diketahui oleh
"pengganggunya"
se-
belum ia Sendiii tahu akan
hal itu,
sehingga
mereka
memiliki
waktu untuk
menaruh sepatu
yang
tclah diubah
yang
khusus
dibuat
untuknya,
la menyadari usaha
yang
keras terscbut clan
bahwa'Jutaan dolar': telah
dilibatkan untuk menjaganya
tctap
dalam
pengawasan.
Ia
terkadarrg
mcnganggap
scmua itu rnc-
rupakan
bagian suatu
percobaan
besar untuk
mcrrentukan
rahasia
intelegensinya yang
superior.
Srat
warvancara.
pasien bcrdrndan rapi.
tJan
pembicara-
annya
koheren
serta mengarah ke tujuan. Afeknya,
sebagian
besar,
hanya
menumpul ringan. Ia
pada
awalnya
maral
kcpada
polisi.
Selclah bebcrapa minggu
pengobatan
dengan
antipsiko-
tik
yang
tak
mampu mengendalikan
gc'.iala
psikotiknya,
ia
di-
pindahkm
ke lasilitas
jiLngka
panjang
dcngan rencana unluk
mcngatur suatu situasi hidup
yang
terstruktur
untuknya.
D ISKUSI
Pcnyakit
pasierr yang
panjarrg
tampaknya dinrulri derrgarr
wahanr rujukan
(teman-teman
sekelasnya
mengoloknya
de-
ngar) cara mendengus
clan bcrsin saat ia memasuki
ruang
kelas). Selama bertahun-tahurr,
rvahamnya semakin
bertam
bah
kompleks
dan
bizar
(tetangga-tetangganya sebenarnya adalah
aktor;
pikirrnnya
dipantau; mesin menaruh mimpi
erotis
l(e
dalam
kepalanya).
Sebagai tambahan, ia mengalam
i
halusinasi
promincn
akan
suara-suara
yang
menganggunla.
Waharrr
bizar dan halusinasi
prominen
merupakan
ge.jalr
psikotik
karakleristik
untuk skizolrenia. Diagnosis
rlipastikan
dengan
gangguan
nyata lungsi bckcrja
dan sosial scrla tidak ada
gangguan
mood
yu.rg
berlangsung lanra clan tidak
ada
laktor
organik
yang
diketahui dapat menyebabkan'
gangguan
tersebut.
Scmua
waiam
dan halusinasi
pasien
tampaknya
mclibat-
kan suatu tenra tunggrl
yai
t u
konspi rasi
untu k ntcnggcnggun)
a.
Wahan.r
kejar yang
tersistenratisasi tersebut-tidak
adarrya
inkoherensi,
asosiasi
longgar,
afek
ciatar atau sangat tidak
sesuai, atau
perilakuyang
sangat kacau atau
katatonik-meng-
indikasikan tipe
paranoid.
Skizofrenia, tipe
paranoid,
lebih
lrn
jut
digolongkan
scb.rgni bcrkclun.jutan
.jiku.
seperti
pada
kasus irri.
semua
Iasc
al,til'pcnyakit di masa lalu
dan sckarang
rnerupalian
tipe
paranoid.
Prognosis tipe
paranoid
berkelan-
jutan
lebih
baik dibanding
prognosis
tipe
hebefrenik dan tak
terdiferensiasi. Ilahkan,
pasien
tetap berada dalam keaclaan
baik
meski
menderita
peni
akit
psikotik
kronik: selarna
5
tahun terakhir ia ntanrpu
mcrawat dirinya sendiri.
Tipe
Disorga
nized.
Skizofrenia Lipe disorgancerl (sc-
belurrrrl'a disebut
hebef'enilr) ditanclai dengan regresi nyata
ke
perilaku primitif,
tak terinhibisi,
dan kacar"r sefta dengan
tidak
adanya
ge.iala yang
memenLrhi kriteria lipc katatonik.
Arvitan
subtipe
ini biasanyadini,
scbslurn usia25 tahun. I'asien hcbelicnik
biasanya aktil namun dalam sikap
vang
nonkonstruktif
dan
tak
bertujuan. Cangguan
pikir
rncnoniol
dan kontak dengan realitas
buruk.
Penampilan pribadi
dan
perilaku
sosial berantakan. respons
emosional
mereka
tidak
sesuai
dan tarva rnercka
sering meleclak
tanpa alasan.jelas.
Scringai atau meringis
yang
talt
pantas
lazinr
dijurnpai
pada
pasicn
ini,
yang perilakunya paling
baik didcskrip-
sikan
sebagai konyol
atau tolol.
Tipe
Katatonik.
Skizofrenia tipe katatonik,
1,ang
lazim di-
.jumpai
beberapa
dckade lalu. kini telah
.jarang
di
Eropa
dan
Amerika
lJtara.
Gambaran
klasik
tilc
katatonik
adalah gangguan
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
12/22
158
1
0. Skizofren
ia
CAMI]AR 1O-1
Seorang pasien
sl
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
13/22
laten. Konsep
skizofienia
laten mucul
pada
suatu rvaktu
ketika
para
teoris memahami
gangguan
tersebut dalam
terminologi
diagnostik
yang
luas. Saat ini.
pasien
harus
mengalami
penyakit
mental
yang
sangat
parah
untuk dapat ditegakkan diagnosis skizo-
frenia, namun dengan konsep diagnostik skizofrenia
yang
luas,
kondisi
pasien yang
mungkin
pada
saat
ini tidak
dianggap begitu
parah dapat
didiagnosis
sebagai skizolienia. Sebagai
contoh.
skizo-
tienia laten merupakan diagnosis
yang
sering diberikan kepada
pasien
dengan apayang kini disebut
sebagai
gangguan
kepribadian
skizoid dan
skizotipal. Pasien tersebut sesekali
dapat menr-rn
jukkan
perilaku
aneh atau
gangguan pikir
namm
tidak secara
konsisten
menuniukkan manilestasi
gejala
psikotik. Dahulu,
sindrom
ir.ri
juga
diistilahkan
sebagai skizofrenia ambang.
Oneiroid.
Keadaan
oneiroid rreru{uk kepada sualu
keadaan
menyerupai mimpi
ketika
pasien
mungkin menjadi sangat bingung
dan tidak berorientasi
penuh
terhadap
waktu
dan ternpat.
Istilah
skizofrenik
oneiroid
digunakan
untuk
pasicn
yang
sangat
dirasuki
pengalaman
halusinasi
hingga niencapai eksklusi keterl
ibatannya
di dunia nyata. Bila
terjadi suatu keadaan oneiroid,
klin
i
si seyogi
r-
nya memeriksa
pasien
secara seksama terhadap
kemungkinan
adanya kausa medis
atau neurologis dari
gejala
tersebut.
Parafrenia.
Istilah
ini kadang-kadang
digunakan
sebagai
sinonirn skizolrenia
paranoid
atau
perjalar-rarr penyakit yang
se-
cara
progresif
memburuk maupun adanya sistem lvaham
yang
ter-
sistematisasi baik. Makna
ganda
istilah ini mernbuatnya menjadi
ti dak elektif untuk men
gkonrun
ikasikan inform asi.
Skizofrcnia
Pse udoneurotik. Aclakalanya.
pasicn
l
iing
arvalnya
mengalami
ge.jala
seperti ansietas-
ibbia,
obsesi, dan
kompulsi, di kemudian hari menunjLrkkan
ge.iala ganggLran pikir
dan
psikosis.
Pasien tersebut ditanclai dengan
ge.iala
panrnsietas.
panfobia, panambivalensi.
clan kadang-kadang seksr"ralitas
yang
kacau.
'l'ak
seperti orang dengan
gangguan
ansietas.
pasien pseudo-
neurotik mengalami
ansietas
)'ang
mengambang
bebas
yang
.larang
menghilang. Dalam
deskripsi
klinis,
pasieniarang
menjadi
psikotik
sccara nyata atau
parah.
Pasien
semacam
ini
dalaur
DSM-IV-TR kini
didiagnosis mengalami
gangguan
kepribaclian
ambang.
Cangguan Deterioratif
Simpleks
(Skizofrenia
Simpleks).
Gangguan deterioratil
simpleks ditandai dengan
hilangnva
hasrat
dan ambisi secara
perlahan
dan bertahap. Pasien dengan
gangguan
ini
biasanya tidak menladi sangat
psikotik
serla tidak rnengalan.ri
halusinasi atau rvaham persisten.
Gc.iala
primcrnya
adalah
pena-
rikan
diri
dari situasi sosial clan situasi terkait-peker.jaan. Sindrom
ini harus dibedakan
dari depresi.
fbbia,
demensia, atau eksaserbasi
ciri kepribadian. Klinisi sebaiknya memastikan
bahwa
pasien
benar-benar memenuhi kritcria
diagnostik skizolrenia sebelum
menegakkan
diagnosis
ini.
Gangguan dcterioratif simplcks tanrpil
scbagai
kategori
diagnostik
pada
apendiks
DSM-lV-'lR
('fabcl
l0-5)
yang
rrenginclikasikan perlunya
studi lebih lanjut.
Gangguan Depresif Pascapsikotik
pada Skizofrenia.
Setclah suatu episode
skizofienia aliut, bcbcrapa
pasien
rncnjadi
depresi.
Ce.jala
gangguan
depresi
pascapsikotik pada
skizolienia
dapat sangat
menyerr"rpai
gejala
skizofienia fase residual
clan
efek
10.
Skizofrcnia
Tabel
.l
0-5
Kriteria
Penclitian
DSM-lV-TR Gangguan
Deterioratif
Simpleks
(Skizofrenia
Simpleks)
159
A. Tinrbulnya
secara progresif
dalam periode
seklrrang-
kurangnya satu 1a[un
iemua h.rl
di
bawah
ini:
(1.t penururran nyala iungsi okupasional
atau
rkadcnrik
(2)
kemunculan
berkala serta pendalamair gejala
negatif
seperti afek
mendatar, alogia, dan
avolition
(3)
hubungan
(rapport)
interpersonal yang
buruk, isolasi
sosiai. atau perrarikan
diri secara sosijl
B.
Tirlak pernalr
terpenuhinya Kriteria
A skizolrenia
C. Cejala
tidak
lebih
mungkin discbabkan
gangguan kepribadian
skizotipal atau
skizoid, gangguan nrood,
gangguan ansietas,
demensia, atau
retardasi
mental
dan bukan
disebabkan efek
Iisiologi tarrgsrirrg
suatu zdt .rtau kondisi rneclis
untum.
Dari
American
Psychiatric Association.
Diagnostic and
Statistical
Manual
of
tvlenlal
Di,orclers.
4tlr ed. Text rev.
W.rshingrorr, DC:
American Psychiatric
Association;
copyright 2000,
dengan
izin.
simpang
pengobatan
antipsikotik
yang
biasa
digunakan. Diag-
nosis ini ticlak
boleh ditegakkan
bila diindLrksi z,atatau me rupakan
bagian
gangguan
ntood akibat kondisi
medis ulnum. I(eadaan
dcpresil'ini
ter.jadi
pada
hingga
25
persen
pasien
skizolrenia dan
dikaitkan dengan
peningkatan
risiko bunLrh diri.
Skizofrenia Awitan
Dini.
Minoritas kecil pasien
nrenlur-
.jukkan
manifestasi
skrzofrcnia
pada
masa kanak-l
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
14/22
160
10.
Skizofrenia
kognitif. Pasien
skizofienia
biasanya r.nenunjukkan kiner.ia buruk
pada
serangkaian luas u.ii neuropsikologis.
Kewaspadaan,
ingatan,
dan forrnasi
konsep
paling
terpengaruh serta
konsisten
dengan
keterlibatan patologi
di korleks fiontotemporal.
Pengukuran
obiektif
kinerja neuropsikologis,
seperti
rangkai-
an Halstead-Reitan
dan rangkaian Luria-Nebraska, sering menun-
jukkan
temuan
abnormal, seperli disfungsi
lobus
temporal dan
frontal
bilateral, termasuk hendaya atensi, waktu retensi, dan
kemampuan
memecahkan masalah. I(emampuan motorik
juga
terganggu,
kemungkinan berkaitan dengan asimetri otak.
Uji lntelcgcnsi.
Saat sekelornpok
pasien
skizolrenia di-
bandingkan dengan kelompok
pasien
psikiatrik
nonskizofrenik
atau dengan
populasi
umum,
pasien
skizofrenik
cenderung meng-
hasilkan
skor uii intelegensi
yang
lebih rendah.
Secara statistik,
bukti tersebut mengemukakan
bahwa
intelegensi rendah
sering
terdapat saat
awitan,
dan intelegensi dapat
terus
memburuk
seiring
per.jalanan
gangguan.
Temuan lain
berupa
hendaya
pem-
belajaran
dan ingatan,
khususnya
kemampuan mempertahankan
atensi
pada
tugas visual dan rnotorik.
Uji
Proyektif
dan
Kepribadian.
Uji
proyektif,
seperti
lJji
Rorschach
dan
UiiApersepsi
Tematik
(I/u
entatic Apperception
Iesl, TAT),
dapat mengindikasi adanya ide bizar. Inventaris ke-
pribadian,
seperti Minnes ota Multip has ic P ers onal ity Inve
nt ory
(MMPI),
sering menunjukkan hasil abnormal
pada
skizofrenia,
namun
kontribusinya terhadap diagnosis dan
perencanaan
pena-
nganan
bersifat minimal.
GAMBARAN KLINIS
Pembahasan
tanda dan gejala
klinis
skizofrenia
mencuatkan
tiga
isu utama. Peftama,
tidak ada tanda atau
gejala
yang patognomonik
untuk
skizofrenia; tiap tanda atau
gejalayang
tampak
pada
skizo-
frenia dapat ter.ladi
pada gangguan psikiatrik
dan
neurologis lain.
Pengamatan ini
bertentangan dengan opini
klinis
yang
sering
terdengar
bahwa tanda dan
gejala
tertentu bersilat diagnostik
untuk skizofrenia.
Oleh sebab
itu. riwayat
pasien
esensial untuk
diagnosis
skizofienia; klinisi tidak dapat mendiagnosis skizofre-
nia hanya
berdasarkan
pemeriksaan
status
mental
saja,
yang
hasi[-
nya dapat bervariasi. Kedua,
gejala pasien
dapat
berubah seiring
berjalannya
waktu.
Sebagai
contoh,
Seorang
pasien
mungkin
mengalami
halusinasi intermiten dan kemampuan
yang
beragam
untuk tampil
secara
memadai pada
situasi sosial, atau
gejala
gang-
guan
ntood
yang
signifikan dapat datang dan
pergi
selama
per-
.ialanan
penyakit
skizofrenia. Ketiga, klinisi harus memper-
timbangkan
tingkat
pendidikan pasien,
kemampuan
intelektual,
serta keanggotaan kultural
dan subkultural. Kemampuan
yang
ter-
ganggu
untuk memahami konsep abstrak, contohnya, dapat men-
cerminkan
tingkat
pendidikan pasien
maupun
intelegensinya.
Organisasi religius dan sekte rnungkin memiliki adat istiadat
yang
tampak aneh
bagi orang
luar namun normal
bagi
mereka yang
berada
dalam situasi
kultural
tersebut.
Tanda
dan Cejala Pramorbid
Dalam rumusan
teoretis mengenai
perjalanan
skizofrenia,
tanda
dan
ge.jala
pramorbid
muncul
sebelum
t'ase prodromal penyakit.
Pembedaannya
menyiratkan
bahr.va
tanda dan
ge.jala pramorbid
telah ada sebelum proses penyakit
muncul dan
bahwa tanda dan
gejala prodromal
merupakan
bagian
gangguan
yang
sedang
ber-
ke
mbang.
Pada rir.vayat prarnorbid
skizoficnia
yang
tipikal namun
bukan tanpa
pengecualian,
pasien
telah
memiliki
kepribadian
skizoid atau.skizotipal
yang
ditandai dengan
sifat
pendiam, pasil,
dan introverl;
sebagai anak hanya memiliki
beberapa
orang teman.
Remaja
praskizofrenik
mungkin
tidak merniliki
teman dekat
dan
pacar
sefta menghindari
olahraga kelompok.
Mereka mungkin
menikmati
menonton
film
dan
televisi
atau mendengar-
kan musik hingga
rnenghindari
aktivitas sosial.
Se.iumlah
pasien
remaja dapat
menunjukkan awitan
akut
perilaku
obsesif-kompul-
sif
sebagai
gambaran
prodromal.
Kesahihan
tanda
clan
ge-jala prodromal,
yang
harnpir
selalu
dikenali setelah diagnosis
skizolrenia ditegakkan,
bersifat
tidak
pasti;
sekali skizofrenia
clidiagnosis. kenangan retrospektif
tanda
dan
gejala
akan
terpengaruh. Meski demikian,
walaupun
rawat
inap
yang pertama
sering dianggap menandai
dirrulainya gang-
guan,
tanda
dan
gejala
mungkin
telah ada
selama berbulan-bulan
bahkan
bertahun-tahun. Tanda itu
dapat dimulai
dengan keluhan
gejala
somatik,
seperti
nyeri
kepala,
nyeri
punggung
dan
otot,
kelemahan,
dan masalah
pencernaan.
Diagnosis
awalnya
dapat
berupa kepura-puraan
(malingering)
atau
gangguan
somatisasi.
Keluarga dan
teman
pada
akhirnya
dapat menyadari
bahwa orang
tersebut telah
berubah dan
tidak lagi
berfungsi
baik dalam akti-
vitas
personal,
sosial,
dan okupasional. Pada
stadium ini,
pasien
dapat mulai
menumbuhkan minat
pada
ide abstrak, filosofi,
ilmu
gaib,
atau
pertanyaan
religius. Tanda dan
gejala
prodrornal
tambahan dapat mencakup perilaku
sangat aneh,
af'ek abnormal,
cara bicara tidak
biasa, ide bizar, dan
pengalaman
perseptual yang
aneh.
Cejala
Positif
dan Negatif
Pada
tahun
1980,
T.J.
Crow
mengajukan
klasifikasi
pasien
skizofrenik ke dalam
tipe I dan II,
berdasarkan
ada atau tidaknya
ge.jala positif (atau
produktil)
dan negatif
(atau
defisit).
Walaupun
sistem ini tidak
diterima
sebagai bagian klasifikasi
DSM-IV-TR,
pembedaan
klinis
kedua
tipe
tersebut
secara signifikan meme-
ngaruhi
penelitian
psikiatrik.
Gejala
positif
mencakup r.vaham
dan
halusinasi.
Gejala negatif meliputi
afek mendatar
atau
menumpul, miskin
bicara
(alogia)
atau
isi bicara,
bloking, kurang
merawat
diri,
kurang motivasi,
anhedonia, dan penarikan
diri
secara sosial. Pasien
tipe
I
cenderung
memiliki
sebagian besar
gejala positif,
struktur otak normal
pada
CT scan,
dan respons
relatifbaik
terhadap
pengobatan.
Pasien
tipe
II cenderung meng-
alami sebagian
besar
gejala
negatif,
abnormalitas
struktural otak
pada
CT scan, dan respons
buruk terhadap
terapi. Kategori
ketiga,
disorganized,
mencakup
pembicaraan
kacau
(gangguan
isi
pikir),
perilaku
kacau, defek kognitif,
dan
defisit
atensi.
Nancy Anderson
telah
mempelajari gejala
positif
dan negatif
secara mendalam.
Pemeriksaan
Status Mental
Deskripsi
Umum.
Penampilan
pasien
skizoi'renia
dapat ber-
kisar dari
orang
yang
sangat berantakan,
menjerit-jerit.
dan
teragitasi hingga
orangyang
terobsesi
tampil rapi,
sangat
pendiam,
dan
imobil.
Di
antara kedua kutub
ini,
pasien
dapat bersifat
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
15/22
cerewet serta mungkin
mempenontonkan
postur
bizar
(Gbr.
l0-
l).
Perilaku mereka dapat
menjadi teragitasi atau
kasar,
yang
tampaknya tanpa
provokasi namun biasanya
merupakan respons
terhadap
halusinasi. Sebaliknya,
pada
stupor
katatonik,
yang
sering
disebut sebagai
katatonia,
pasien
tampak tak
bernyawa
dan
mungkin menuniukkan tanda seperti
membisu,
negativisme,
dan
kepatuhan
otomatis. Fleksibilitas
serea,
yang dahulu merupa-
kan tanda umum katatonia,
kinijarang ditemukan. Seseorang
de-
ngan
subtipe
katatonia
yang
tidak
terlalu ekstrim dapat
menuniuk-
kan
penarikan
sosial
yang nyata dan egosentrisitas,
kurang
pembicaraan
atau
pergerakan spontan, serta
tidak ada
perilaku
yang
bertu.juan. Pasien dengan
katatonia dapat
duduk tak bergerak
dan
membisu
di
kursi, hanya
merespons
pertanyaan
dengan
.jawaban
singkat, dan bergerak
hanya bila diarahkan.
Perilaku
nyata lainnya dapat meliputi
kekikukan
yang
aneh atau kekakuan
pergerakan
tubuh, suatu
tanda
yang kini dianggap mengindikasi-
kan
proses penyakit ganglia
basalis. Pasien
skizofrenia seringkali
tampil
tidak rapi, tidak mandi, dan berpakaian
terlalu tebal untuk
temperatur
yang
ada. Perilaku aneh
lainnya mencakup tik,
stereo-
tipi,
manerisme, dan, kadang-kadang,
ekopral
-
8/17/2019 Bab 10. Skizofrenia (1)
16/22
162 10. Skizo{renia
sialitas dapat
menjadi sulit
bahkan untuk
klinisi
yang paling
ber-
pengalaman
sekalipun.
Pnosrs
Ptrtn.
Gangguan
proses
pikir
menyangkut
bagaimana
suatu
ide
dan
bahasa dirumuskan.
Pemeriksa
menyimpulkan
suatu
gangguan
dari apa dan
bagaimana
pasien
berbicara,
menulis,
atau
menggambar. Pemeriksa
juga
dapat mengkaii
proses
pikir
pasien
dengan mengamati
perilakunya, terutama
dalam mengerja-
kan
tugas
yang
diskret, contohnya
pada
terapi
okupasional.
Gang-
guan proses pikir meliputi/ight of
ideas, bloking
pikiran,
atensi
terganggu,
miskin
isi
pikir,
kemampuan
abstraksi
buruk,
per-
severasi, asosiasi
idiosinkratik
(sebagai
contoh,
predikat
identik
dan asosiasi bunyi),
overinklusi,
dan sirkumstansialitas.
lmpulsivitas,
Kekerasan,
Bunuh
Diri, dan Pembunuhan.
Pasien
skizofrenia
mungkin meniadi
teragitasi
dan memiliki
pengendalian impuls
yang
minim saat sedang
sakit.
Mereka
juga
mungkin
rnengalami sensitivitas
sosial
yang
berkurang
dan
tampak
impulsif
saat,
contohnya.
merebut
rokok
pasien lain, tiba-
tiba
mengganti saluran
televisi.
atau melempar
makanan
ke lantai.
Beberapa
perilaku
yang
tampak
impulsif, termasuk
percobaan
bunuh
diri
dan
pembunuhan, mungkin
merupakan
respons ter-
hadap
halusinasi
yang
memerintahkan
pasien
untuk bertindak.
Krxrnnsnl. Perilakukekerasan(tidaktelmasukpembunuhan)
lazim dijumpai di
antara
pasien
skizofienik
yang
tak diobati.
Waham
yang
bersifat
kejar, episode
kekerasan sebelumnya,
dan
defisit
neurologis merupakan
faktor
risiko
perilaku kekerasan
atau
impulsif. Penatalaksanaan
mencakup
pengob4tan antipsikotik
yang
sesuai.
Penanganan
darurat terdiri
dari
penahanan dan
pengucilan.
Sedasi
akut dengan
lorazepam
(Ativan),
I
sampai
2
mg
intramuskular, diulang
tiap.i am
bila
perlu, mungkin dibutuhkan
untuk
mencegah
pasien
melukai
orang
lain. Bila seorang
klinisi
rnendapati dirinya
ketakutan
atas kehadiran
seorang
pasien
ski-
zofrenik,
hal itu seyogianya
dianggap
sebagai
petunjuk internal
bahr.va
pasien
mungkin berada
di
ambang batas
untuk melakukan
kekerasan.
Pada kasus semacam
itu, wawancara
sebaiknya
di-
akhiri
atau dilakukan dengan
disertai
petugas
yang
siap sedia.
BuNun
DInt