bab 11 analisis biaya volume laba: alat ...susanti_usman.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/...2....
TRANSCRIPT
BAB 11
ANALISIS BIAYA VOLUME LABA: ALAT PERENCANAAN MANAJERIAL
Pendahuluan
Analisis Biaya Volume Laba/BVL (cost volume profit analysis/CVP) merupakan suatu alat
yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan CVP
menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas yang terjual, dan harga, semua informasi keuangan
perusahaan terkandung di dalamnya. Analisis CVP berfokus kepada lima hal, yaitu:
a. harga produk (prices of products),
b. volume produksi,
c. biaya variable per unit,
d. total biaya tetap (biaya yang sifatnya tetap tidak terpengaruh oleh fluktuasi kuantitas produksi),
dan
e. mix of product sold (bauran produk dalam penjualan).
Karena perannya yang sangat besar, cost volume profit analysis dapat menjadi alat yang sangat
bermanfaat bagi manajemen untuk mengidentifikasi ruang lingkup permasalahan ekonomi
perusahaan serta membantu mencari solusi atas permasalahannya.
Analisis CVP dapat membantu manajemen untuk mengetahui beberapa hal penting, antara lain:
a. Berapa jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas
b. Dampak pengurangan Biaya Tetap (Fixed Cost) terhadap titik impas
c. Dampak kenaikan harga terhadap laba
d. Berapa volume penjualan dan bauran produk yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat laba yang
diharapkan dengan sumber daya yang dimiliki
e. Tingkat sensitivitas harga atau biaya terhadap laba.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas bagaimana hubungan analisis cost volume
profit analysis, titik impas dalam unit maupun dolar, analisis multiproduk, dan penyajian grafis
hubungan cost volume profit analysis agar manajer dapat dengan bijak mengambil keputusan yang
pasti dan tidak mengandung resiko yang dapat merugikan perusahaan.
A. Analisis Cost Volume Profit
Pengertian analisis cost volume profit adalah analisis yang digunakan untuk menentukan
bagaimana perubahan dalam biaya dan volume dapat mempengaruhi pendapatan operasional
(operating income) perusahaan dan pendapatan bersih (net income). Seperti kita ketahui, jumlah
produk yang dihasilkan perusahaan didalam suatu periode tertentu akan memiliki hubungan
langsung dengan besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan. Ketika biaya itu dipertemukan
dengan nilai penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan, laba perusahaan yang diperoleh
pada suatu periode akan terpengaruh menjadi lebih besar atau lebih kecil. Untuk melihat hubungan
antara ketiga variabel itu (biaya, volume, dan laba) diperlukanlah analisis cost volume profit.
Manajemen merencanakan keuangan dan mengambil keputusan dengan melihat hubungan
besarnya biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan dengan besarnya volume penjualan serta laba
yang diperoleh pada suatu periode tertentu. Dalam mengambil keputusan, manajemen juga melihat
lima elemen penting terkait analisis cost volume profit, yaitu:
1. Harga produk yaitu harga yang ditetapkan di dalam suatu periode tertentu secara konstan.
2. Volume atau tingkat aktivitas yaitu besarnya produk yang dihasilkan dan direncanakan akan
dijual di dalam suatu periode tertentu.
3. Biaya variabel per unit yaitu besarnya biaya produk yang dibebankan secara langsung pada
setiap unit barang yang diproduksi.
4. Total biaya tetap yaitu keseluruhan biaya periodik di dalam suatu periode tertentu.
5. Bauran volume produk yang dijual yaitu proporsi volume relatif produk-produk perusahaan
yang akan dijual.
Dalam melihat hubungan diantara kelima elemen tersebut terdapat beberapa asumsi yang harus
digunakan didalam hubungan diantara besarnya biaya dan volume serta laba yang akan diperoleh,
yaitu :
1. Harga jual produk yang konstan dalam cakupan yang relevan. Hal ini berarti harga jual setiap
unit produk tidak berubah walaupun terjadi perubahan volume penjualan.
2. Biaya bersifat linear dalam rentang cakupan yang relevan dan dapat dibagi secara akurat ke
dalam elemen biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah biaya variabel per unit konstan dan jumlah
biaya tetap total juga harus konstan.
3. Dalam perusahaan mulitiproduk, bauran penjualannya tidak berubah.
4. Jumlah unit yang diproduksi sama dengan jumlah unit yang dijual. Berarti, jumlah persediaan
tidak berubah.
Dalam referensi lain, asumsi dasar analisis cost volume profit disederhanakan menjadi (a)
semua biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap, (b) fungsi jumlah biaya adalah linier
dalam kisaran relevan, (c) fungsi jumlah pendapatan adalah linier dalam kisaran relevan dan harga
jual dianggap konstan, (d) hanya terdapat satu pemicu biaya yaitu volume unit produk/rupiah
penjualan, dan (e) tidak ada persediaan. Dengan pengertian dan asumsi seperti diatas maka jika
salah satu elemen saja berubah maka hasil analisis cost volume profit pasti akan menghasilkan
kesimpulan yang berbada dan dapat menghasilkan keputusan yang berbeda juga. Meskipun tujuan
utama dari analisis ini adalah untuk melihat hubungan diantara elemen-elemen tersebut dan
pengaruhnya satu dengan yang lainnya.
Terkait asumsi dasar biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap, manajemen harus
teliti dalam memasukkan semua biaya variable yang relevan yaitu tidak hanya biaya produksi saja
tapi juga biaya penjualan dan biaya distribusi. Ketelitian ini diperlukan untuk mengukur biaya
variabel per unit. Selain itu, (pada analisis jangka pendek) biaya tetap yang relevan dapat diartikan
sebagai biaya tetap yang diperkirakan berubah sehubungan dengan peluncuran produk baru. Pada
saat biaya variabel dan biaya tetap dijumlahkan menjadi biaya total, dapat diasumsikan dengan
analisis cost volume profit bahwa pendapatan dan total biaya adalah linear pada rentang aktivitas
yang relevan. Meskipun perilaku biaya sebenarnya tidak relevan dengan rentang output yang
terbatas, total biaya diharapkan meningkat mendekati tingkat yang linear.
Karena peran yang sangat vital, analisis cost volume profit ini dapat diterapkan dalam banyak
hal seperti menentukan harga jual produk atau jasa, memperkenalkan produk atau jasa baru,
mengganti peralatan, memutuskan apakah produk atau jasa yang ada seharusnya dibuat di dalam
perusahaan atau dibeli dari luar perusahaan, dan melakukan analisis apa yang akan dilakukan, jika
sesuatu dipilih oleh manajemen.
B. Konsep Contribution Margin
Margin kontribusi adalah jumlah yang tersisa dari pendapatan dikurangi beban variabel. Jadi,
ini adalah jumlah yang tersedia untuk menutup beban tetap dan kemudian menjadi laba untuk
periode tersebut. Margin kontribusi digunakan dulu untuk menutup beban tetap dan sisanya akan
menjadi laba. Jika margin kontribusi tidak cukup untuk menutup beban tetap perusahaan, maka
akan terjadi kerugian untuk periode tersebut. Ketika titik impas dicapai, laba bersih akan
bertambah sesuai dengan margin kontribusi per unit untuk setiap tambahan produk yang terjual.
Untuk memperkirakan pengaruh kenaikan penjaulan yang direncanakan terhadap biaya, manajer
cukup mengalikan peningkatan dalam unit yang terjual dengan margin kontribusi yang per unit.
Hasilnya akan menggambarkan peningkatan laba yang diharapkan.
Margin kontribusi adalah pendapatan penjualan dikurangi semua biaya variabel. Ini dapat
dihitung dengan menggunakan satuan mata uang atau basis per unit. Jika PT XYZ miliki penjualan
sebesar $ 750.000 dan biaya variabel sebesar $ 450.000, marjin kontribusinya adalah $ 300.000.
Dengan asumsi perusahaan menjual 250.000 unit selama tahun, harga per unit penjualan adalah $
3 dan biaya variabel total per unit adalah $ 1,80. Margin kontribusi per unit adalah $ 1,20. Rasio
margin kontribusi adalah 40%. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan margin kontribusi
dalam satuan mata uang atau marjin kontribusi per unit. Untuk menghitung rasio margin
kontribusi, margin kontribusi dibagi dengan jumlah penjualan atau pendapatan.
C. Titik Impas Dalam Unit
Ketertarikan untuk mengetahui pendapatan, beban, dan laba berprilaku ketika volume berubah
adalah sesuatu yang lazim untuk memulai dengan menentukan titik impas perusahaan dalam
jumlah unit yang terjual. Titik impas (break-even point) adalah titik dimana total pendapatan sama
dengan total biaya atau titik dimana laba sama dengan nol (zero profit). Untuk menentukan titik
impas dalam unit (pendapatan sama dengan total biaya), maka perlu difokuskan pada laba operasi.
Dalam hal ini, yang dilakukan pertama kali adalah menentukan titik impas, kemudian melihat
bagaimana pendekatan yang telah digunakan itu dapat dikembangkan untuk menentukan jumlah
unit yang harus dijual guna menghasilkan laba yang ditargetkan.
Penggunaan Laba Operasi Dalam Analisis Cost Volume Profit
Laporan laba rugi merupakan suatu alat yang berguna untuk mengorganisasikan biaya-biaya
perusahaan dalam kategori tetap dan variable. Laporan laba rugi dapat dinyatakan sebagai
persamaan berikut.
Laba operasi = Pendapatan penjualan – Beban variable –Beban tetap
Dalam persamaan ini, istilah laba operasi digunakan untuk menunjukkan penghasilan atau laba
sebelum pajak penghasilan (taxes). Laba operasi (operating income) hanya mencakup pendapatan
dan beban dari operasional normal perusahaan. Sedangkan, laba bersih (net income) adalah laba
operasi dikurangi pajak penghasilan. Setelah memiliki ukuran unit yang terjual, maka dapat
dikembangkanlah persamaan laba operasi dengan menyatakan pendapatan penjulan dan beban
variabel dalam jumlah unit dolar dan jumlah unit. Secara lebih spesifik, pendapatan penjualan
dinyatakan sebagai harga jual per unit dikali jumlah unit yang terjual, dan total biaya variabel
adalah biaya variabel per unit dikali jumlah unit yang terjual. Dengan demikian, persamaan laba
operasi menjadi
Laba operasi = (Harga x Jumlah unit terjual) – (Biaya Variabel per unit x jumlah unit
terjual ) – Total biaya tetap
Contoh berikut ini adalah mencari titik impas dalam unit. Contohnya adalah Whittier Company
memproduksi mesin pemotong rumput. Berikut ini adalah proyeksi laporan laba rugi perusahaan
Whittier Company
Penjualan (1000 unit@$400) $400.000
Dikurangi: Beban variabel 325.000
Margin kontribusi $ 75.000
Dikurangi: Beban tetap 45.000
Laba operasi $ 30.000
Hal ini menunjukan bahwasanya Whittier Company mempunyai harga adalah $400 per unit,
dan biaya variabel per unit adalah $325 ($325.000/1000 unit). Biaya tetap adalah $45.000. Maka
pada titik impas, persamaan laba operasi adalah sebagai berikut:
0 = ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
0 = ($75 x Unit) - $45.000
$75 x Unit = $45.000
Unit = 600
Dengan demikian, Whittier Company harus menjual 600 pemotong rumput untuk menutupi
semua beban tetap dan variabel. Suatu cara yang baik untuk memeriksa jawaban ini adalah dengan
memformulasikan suatu laporan laba rugi berdasarkan 600 unit yang terjual.
Penjualan (600 unit@ $400) $240.000
Dikurangi: beban variabel 195.000
Margin kontribusi $ 45.000
Dikurangi: Beban tetap 45.000
Laba operasi $ 0
Jelaslah, penjualan 600 unit menghasilkan laba nol.
Sebuah keunggulan penting dari pendekatan laba operasi adalah bahwa seluruh persamaan cost
volume profit berikutnya diturunkan dari laporan laba rugi menurut perhitungan biaya variabel.
Sehingga setiap persoalan cost volume profit dapat diselesaikan dengan menggunakan pendapatan
ini.
Jalan Pintas Untuk Menghitung Unit Impas
Salah satu cara cepat yang digunakan untuk menghitung titik impas dalam unit yaitu dengan
menggunakan margin kontribusi. Margin kontribusi (contribution margin) adalah pendapatan
penjualan dikurangi total biaya variable. Pada titik impas, margin kontribusi sama dengan beban
tetap. Jika margin kontribusi per unit untuk harga dikurangi biaya variable per unit telah diganti
pada persamaan laba operasi dan pada akhinya memperoleh jumlah unit, maka akan didapatkan
persamaan dasar
Jumlah unit BEP = Biaya tetap/Margin kontribusi per unit
Dengan menggunakan contoh dari Whittier Company margin kontirbusi per unit dapat dihitung
dengan salah satu dari dua cara berikut. Cara pertama adalah dengan membagi total margin
kontribusi dengan unit yang terjual ($75.000/1000) hasilnya $75. Cara kedua adalah penjualan
dikurangi biaya variabel ($400 - $325) hasilnya $75. Untuk menghitung jumlah unit impas
Whittier Company, dapat digunakan persamaan dasar sebagai berikut:
Jumlah unit = $45.000/($400-$325)
= $45.000/$75
= 600
Penjualan Dalam Unit Yang Diperlukan untuk Mencapai Target Laba
Meskipun titik impas merupakan informasi yang berguna, sebagian besar perusahaan ingin
memperoleh laba operasi lebih besar daripada nol. Analisis cost volume profit menyediakan suatu
cara menentukan jumlah unityang harus dijual untuk menghasilkan target laba tertentu. Target laba
di sini adalah laba operasi di atas nol (titik impasnya), yang dapat dinyatakan dengan jumlah dolar
atau sebagai persentase dari pendapatan penjualan. Untuk mencari target laba, pendekatan yang
dapat dilakukan adalah dengan pendekatan laba operasi atau pendekatan margin kontribusi.
Dalam pendekatan target laba sebagai sebuah jumlah dolar, anggaplah bahwa Whittier
Company ingin memperoleh laba operasi sebesar $60.000. dalam hal ini, berapakah mesin
pemotong rumput yang harus dijual untuk mencapai hasil ini? Jika menggunakan laporan laba rugi
maka hasilnya adalah sebagai berikut:
$60.000 = ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
$105.000 = $75 x Unit
Unit = 1.400
Jika menggunakan persamaan dasar impas, maka perlu menambahkan target laba sebesar
$60.000 pada biaya tetap dan langsung :
Unit = ($45.000 + $60.000)/($400 - $325)
Unit = $105.000/$75
Unit = 1.400
Artinya Whittier harus menjual 1400 mesin pemotong rumput untuk menghasilkan laba operasi
sebesar $60.000. Laporan laba rugi berikut membuktikan hasil ini:
Penjualan (1400 unit@$400) $560.000
Dikurangi: Bebabn Variabel 455.000
Margin kontribusi $105.000
Dikurangi: Beban tetap 45.000
Laba operasi $ 60.000
Cara lain untuk memeriksa jumlah unit ini adalah dengan menggunakan titik impas. Seperti
yang baru saja ditunjukkan, Whittier harus menjual 1.400 mesin pemotong rumput, atau 800 lebih
banyak dari volume impas 600 unit, untuk menghasilkan laba sebesar $60.000. Margin kontribusi
per mesin pemotong rumput adalah $75. Perkalian antara $75 dengan 800 unit mesin pemotong
rumput diatas impas akan menghasilkan laba sebesar $60.000 ($75 x 800). Hasil ini menunjukkan
bahwa margin kontribusi per unit untuk setiap unit diatas impas adalah sama persis dengan laba
per unit. Karena titik impas telah dihitung, maka jumlah mesin pemotong rumput yang akan dijual
untuk menghasilkan laba operasi $60.000 dapat dihitung dengan membagi margin kontribusi per
unit ke dalam target laba dan menambahkan hasilnya dengan volume impas.
Secara umum, dengan mengasumsikan biaya tetap tidak berubah, dampak terhadap laba
perusahaan yang dihasilkan dari perubahan jumlah unit yang terjual dapat dinilai dengan
mengalikan margin kontribusi per unit dengan perubahan unit yang terjual. Sebagai contoh, jika
1.500 mesin pemotong rumput, bukan 1.400 yang terjual, maka berapa jumlah laba yang akan
diperoleh? Perubahan dalam unit yang terjual adalah suatu kenaikan sebanyak 100 mesin
pemotong rumput, dan margin kontribusi per unit adalah $75. Dengan demikian, laba akan
meningkat sebesar $7.500 ($75 x 100).
Dalam pendekatan target laba sebagai suatu persentase dari pendapatan penjualan (after taxes),
anggaplah bahwa Whittier Company ingin mengetahui jumlah mesin pemotong rumput yang harus
dijual untuk menghasilkan laba yang sama dengan 15 persen dari pendapatan penjualan.
Pendapatan penjualan adalah harga dikalikan dengan kuantitas. Dengan menggunakan laporan
laba rugi (yang lebih sederhana dalam kasus ini), maka diperoleh:
0,15 ($400) (Unit) = ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
$60 x Unit = ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
$60 x Unit = ($75 x Unit) - $45.000
$15 x Unit = $45.000
Unit = 3.000
Apakah volume sebanyak 3.000 mesin pemotong rumput menghasilkan laba yang sama
dengan 15 persen dari pendapatan penjualan? Untuk 3000 mesin pemotong rumput, total
pendapatan adalah $1,2 juta ($400 x 3.000). Disini laba dapat dihitung tanpa harus menyusun
laporan laba rugi yang formal. Ingat, bahwa diatas impas margin kontribusi per unit adalah laba
per unit. Volume impas adalah 600 mesin pemotong rumput. Jika 3.000 mesin pemotong rumput
terjual, maka ada 2.400 (3.000 – 600) mesin pemotong rumput diatas titik impas yang telah terjual.
Jadi, laba sebelum pajak adalah $180.000 ($75 x 2400), yang merupakan 15 persen dari penjualan
($180.000/$1.200.000).
Target Laba Setelah Pajak Pada saat menghitung titik impas, pajak penghasilan tidak berperan.
Ini disebabkan karena pajak yang dibayar atas laba nol adalah nol. Namun, ketika perusahaan ingin
mengetahui berapa unit yang harus dijual untuk menghasilkan laba bersih tertentu, maka
diperlukan beberapa pertimbangan tambahan. Ingat kembali, bahwa laba bersih adalah laba operasi
setelah pajak penghasilan dan bahwa angka target laba dinyatakan dalam kerangka sebelum pajak.
Dengan demikian, ketika target laba dinyatakan sebagai laba bersih, harus menambahkan kembali
pajak penghasilan untuk memperoleh laba operasi.
Umumnya, pajak dihitung sebagai persentase dari laba. Laba setelah pajak dihitung dengan
mengurangkan pajak dari laba operasi (atau laba sebelum pajak).
Laba bersih = laba operasi – pajak penghasilan
= laba operasi – (tarif pajak x laba operasi)
= laba operasi (1 – tarif pajak)
Atau
Laba operasi = Laba bersih/(1- Tarif Pajak)
Misalkan Whittier Company ingin memperoleh laba bersih sebesar $48.750 dan tarif pajaknya
adalah 35 persen. Untuk mengonversi target laba setelah pajak menjadi target laba sebelum pajak,
selesaikanlah langkah-langkah berikut:
$48.750 = Laba operasi – (0,35 x Laba operasi)
$48.750 = 0,65 (Laba operasi)
$75.000 = Laba operasi
Dengan kata lain, jika tarif pajak adalah 35 persen, maka Whittier Company harus
menghasilkan $75.000 sebelum pajak penghasilan untuk memperoleh $48.750 setelah pajak
penghasilan. Dengan pengonversian ini, maka dapat dihitung jumlah unit yang harus dijual:
Unit = ($45.000 + $75.000)/$75
Unit = $120.000/$75
Unit = 1.600
Sekarang buktikan lah dengan laporan laba rugi berdasarkan penjualan sebanyak 1.600 mesin
pemotong rumput.
Penjualan (1.600 @$400) $640.000
Dikurangi: Beban Variabel 520.000
Margin kontribusi $120.000
Dikurangi: Beban tetap 45.000
Laba operasi $ 75.000
Dikurangi: Pajak penghasilan (tarif pajak 35%) 26.250
Laba bersih $ 48.750
D. Titik Impas Dalam Dolar Penjualan
Pada beberapa kasus yang menggunakan analisis CVP, manajer mungkin lebih suka
menggunakan pendapatan penjualan sebagai ukuran aktivitas penjualan daripada unit yang terjual.
Suatu ukuran unit yang terjual dapat dikonversikan menjadi suatu ukuran pendapatan penjualan
hanya dengan mengalikan harga jual per unit dengan unit yang terjual. Sebagai contoh, titik impas
Whittier Company dihitung pada 600 mesin pemotong rumput. Karena harga jual per unit mesin
pemotong rumput adalah $400, maka volume impas dalam pendapatan penjualan adalah $240.000
($400 x 600).
Setiap jawaban yang dinyatakan dalam unit yang terjual dapat secara mudah dikonversi
menjadi satu jawaban yang dinyatakan dalam pendapatan penjualan, tetapi jawaban tersebut bisa
dihitung secara lebih langsung dengan mengembangkan rumus terpisah untuk kasus pendapatan
penjualan. Dalam kasus ini, variabel yang penting adalah dolar penjualan, sehingga pendapatan
maupun biaya variabel harus dinyatakan dalam dolar, bukan unit. Karena pendapatan penjualan
selalu dinyatakan dalam dolar, maka pengukuran variabel tidak menjadi masalah. Selanjutnya akan
dibahas secara lebih mendalam mengenai biaya variabel dan melihat bagaimana biaya tersebut
dapat dinyatakan dalam ukuran dolar penjualan.
Untuk menghitung titik impas dalam dolar penjualan, biaya variabel didefenisikan sebagi suatu
persentase dari penjualan bukan sebagai sebuah jumlah per unit yang terjual. Dapat diilustrasikan
mengenai pembagian pendapatan penjualan menjadi biaya variabel dan margin kontribusi sebagai
berikut:
Harga adalah $10 dan biaya variabel adalah $6. Tentu saja, sisanya adalah margin kontribusi
sebesar $4 ($10 - $6). Jika yang dijual adalah 10 unit, maka total biaya variabel adalah $60 ($6 x
10 unit). Atau, karena setiap unit yang dijual menghasilkan pendapatan sebesar $10 dan
membutuhkan biaya variabel $6, maka kita dapat mengatakan bahwa 60 persen dari setiap dolar
pendapatan yang dihasilkan diakibatkan oleh biaya variabel ($6/$10). Jadi, dengan memfokuskan
pada pendapatan penjualan, kita dapat memperkirakan total biaya variabel sebesar $60 untuk
pendapatan $100 (0,60 x $100).
Rasio biaya variable (variable cost ratio) sebesar 60 % pada contoh ini merupakan bagian
dari setiap dolar penjualan yang harus digunakan untuk menutup biaya variable. Rasio biaya
variable dapat dihitung dengan menggunakan data total maupun data per unit. Tentu saja,
persentase dari dolar penjualan yang tersisa setelah biaya variable tertutupi merupakan rasio
margin kontribusi. Rasio margin kontribusi (contribution margin ratio) adalah bagian dari setiap
dolar penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba.
Berikut ini merupakan laporan Laba Rugi dari Whittier Dalam Dolar dan Persentase Penjualan:
Dolar Persentase Penjualan
Penjualan $400.000 100,00%
Dikurangi: Biaya Variabel 325.000 81,25%
Margin Kontribusi 75.000 18,75%
Dikurangi: Biaya tetap 45.000
Laba Operasi 30.000
Rasio Biaya Variabel adalah 81,25% ($325.000/$400.000). Rasio margin kontribusi adalah
18,75% ($75.000/$400.000 atau berasal dari 100%-81,25%). Biaya tetap adalah $45.000. Berdasar
informasi tersebut, berapakah pendapatan penjualan yang harus dihasilkan Whittier ntuk mencapai
titik impas?
Laba Operasi = Penjualan – Biaya Variabel – Biaya Tetap
0 = (Penjualan – (Rasio Biaya Variabel x Penjualan)) – Biaya tetap
0 = Penjualan (1 – Rasio Biaya Variabel) – Biaya Tetap
0 = Penjualan (1 – 0,8125) – 45.000
(0,1875)Penjualan = 45.000
Penjualan = $240.000
Jadi Whittier harus menghasilan penjualan sejumlah 240.000 untuk mencapai impas. Dengan
pendekatan rumus unit impas yang dikembangkan, dapat diperoleh nilai penjualan impas dengan
rumus:
Unit Impas = Biaya tetap/(Harga-Biaya Variabel per Unit)
Jika sisi kiri dan sisi kanan kita kalikan dengan harga, maka sisi kiri Unit Impas x Harga adalah
merupakan pendapatan penjualan pada saat impas
Unit Impas x Harga = Harga x (Biaya tetap/(Harga-Biaya Variabel per Unit))
Penjualan Impas = Biaya Tetap x (Harga/ Harga-Biaya Variabel per Unit))
Penjualan Impas = Biaya tetap x (Harga/Margin Kontribusi)
Penjualan Impas = Biaya Tetap/Rasio Margin Kontribusi
Dalam Kasus Whittier, besarnya penjualan yang harus dihasilkan pada titik impas dapat
dihitung sebagai berikut:
Penjualan Impas = Biaya Tetap/Rasio Margin Kontribusi
Penjualan Impas = $45.000/0,1875
Penjualan Impas = $240.000
Target Laba dan Pendapatan Penjualan
Pertimbangkan pertanyaan berikut: Berapakah pendapatan penjualan yang harus dihasilkan
Whittier untuk memperoleh laba sebelum pajak sebesar $60.000? (pertanyaan ini mirip dengan
yang ditanyakan sebelumnya dalam hal unit, tetapi pertanyaannya sekarang adalah langsung dalam
hal pendapatan penjualan). Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tambahkanlah target laba operasi
sebesar $60.000 kepada biaya tetap $45.000 dan membagi dengan rasio margin kontribusi:
Penjualan = $45.000 + $60.000)/0,1875
= $105.000/0,1875
= $560.000
Whittier harus menghasilkan pendapatan $560.000 untuk mencapai target laba sebesar
$60.000. Karena impas adalah $240.000) diatas impas harus dihasilkan. Perhatikan bahwa
perkalian antara rasio margin kontribusi dengan pendapatan di atas impas menghasilkan laba
sebesar $60.000 (0,1875 x $320.000). Diatas impas, rasio margin kontribusi merupakan rasio laba;
karena itu, rasio tersebut menggambarkan bagian dari setiap dolar penjualan yang dapat
diperuntukkan bagi laba. Dalam contoh ini, setiap dolar penjualan yang diterima di atas impas
akan meningkatkan laba sebesar $0,1875.
Secara umum dengan asumsi biaya tetap tidak berubah, rasio margin kontribusi dapat
digunakan untuk mengetahui dampak terhadap laba atas perubahan pendapatan penjualan. Untuk
memperoleh total perubahan dalam laba yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan, kalikan
rasio margin kontribusi dengan perubahan dalam penjualan. Sebagai contoh, jika pendapatan
penjualan adalah $540.000, bukan $560.000, bagaimana pengaruhnya terhadap laba yang
diharapkan? Penurunan pendapatan penjualan sebesar $20.000 akan mengakibatkan penurunan
laba sebesar $3750 (0,1875 x $20.000).
Membandingkan Kedua Pendekatan
Untuk pengaturan produk tunggal, pengubahan titik impas dalam unit menjadi impas dalam
pendapatan penjualan hanya merupakan masalah pengalian harga jual per unit dengan unit yang
terjual. Namun ada dua alasan yang membuat manajemen menggunakan kedua rumus tersebut,
yaitu:
1. Rumus pendapatan penjualan memungkinkan kita untuk mencari pendapatan secara angsung
jika hal tersebut dikehendaki
2. Pendekatan pendapatan penjualan jauh lebih mudah untuk digunakan dalam pengaturan
multiproduk yang memiliki harga yang bervariasi.
E. Analisis Multiproduk
Analisis biaya volume laba cukup mudah diterapkan dalam pengaturan produk tunggal.
Namun, kebanyakan perusahaan memproduksi dan menjual sejumlah produk atau jasa. Meskipun
kompleksitas konseptual dari analisis CVP lebih tinggi dalam situasi multiproduk,
pengoperasiannya tidak berbeda jauh.
Beban tetap langsung (direct fixed expenses) adalah biaya tetap yang dapat ditelusuri ke
setiap produk dan akan hilang jika produk tersebut tidak ada.
Beban tetap umum adalah biaya tetap yang tidak dapat ditelusuri ke produk dan akan tetap
muncul meskipun salah satu produk ditelusuri.
Contoh Whittier Company telah memutuskan untuk menawarkan dua model mesin pemotong
rumput, yaitu mesin manual dengan harga $400/unit dan mesin otomatis dengan harga $800/unit.
Departemen pemasaran yakin bahwa 1.200 mesin pemotong rumput manual dan 800 mesin
pemotong rumput otomatis dapat terjual tahun depan. Proyeksi Laporan Laba Rugi terlihat sebagai
berikut:
Mesin Manual
Mesin
Otomatis Total
Penjualan 480.000 640.000 1.120.000
Dikurangi: beban Variabel 390.000 480.000 870.000
Margin Kontribusi 90.000 160.000 250.000
Dikurangi: Beban tetap Langsung 30.000 40.000 70.000
Margin Produk 60.000 120.000 180.000
Dikurangi: Beban tetap Umum 26.250
Laba Operasi 153.750
1. Titik Impas Dalam Unit
Pengalokasian biaya tetap umum ke setiap lini produk sebelum menghitung titik impas dapat
mengatasi kesulitan ini. Permasalahan dalam pendekatan ini adalah alokasi biaya tetap umum
bersifat acak. Jadi, tidak ada volume impas yang tampak secara langsung.
Dalam contoh Whittier di atas, jika dihiting unit impas individu dari mesin maual dan mesin
otomatis, diperoleh hasil:
Unit impas mesin manual = Biaya Tetap/(Harga-Biaya Variabel per unit)
= $30.000/$75
= 400 unit
Unit Impas mesin otomatis = $40.000/$200
= 200 unit
Jadi 400 unit mesin manual dan 200 unit mesin otomatis harus dijual untuk mencapai margin
produk impas, namun margin produk impas hanya menutup biaya tetap langsung, biaya tetap
umum masih belum tertutup. Padahal biaya tetap umum harus diperhatikan untuk mencari titik
impas bagi penjualan secara keseluruhan.
Pengalokasian biaya tetap umum ke setiap lini produk sebelum menghitung titik impas dapat
mengatasi kesulitan ini, namun permasalahan dalam pendekatan ini adalah alokasi biaya tetap
umum yang bersifat acak, jadi tidak ada volume impas yang tampak secara langsung.
Kemungkinan pemecahan lainnya adalah dengan mengkonversikan masalah multiproduk
menjadi masalah produk tunggal. Jika hal ini dapat dilakukan, maka seluruh metodologi CVP
produk tunggal dapat diterapkan secara langsung. Kunci dari konversi ini adalah dengan
mengidentifikasi bauran penjualan yang diharapkan dalam unit dari produk-produk yang
dipasarkan. Bauran penjualan (sales mix) adalah kombinasi relative dari berbagai produk yang
dijual perusahaan.
Penentuan bauran penjualan, bauran penjualan dapat diukur dalam unit yang terjual atau
bagian dari pendapatan.
Contohnya; Jika Whittier berencana menjual 1.200 mesin pemotong rumput manual dan 800
pemotong rumput otomatis, maka bauran penjualan dalam unit adalah 1.200 : 800, atau 3 : 2.
Bauran penjualan juga dapat dinyatakan dalam persentase dari total pendapatan yang
dikontribusikan oleh setiap produk. Pada kasus Whittier, pendapatan mesin pemotong rumput
manual adalah $480.000 ($400 x 1.200). dan pendapatan mesin pemotong rumput otomatis adalah
$640.000 ($800 x 800).
Pendapatan Mesin pemotong rumput manual = 480.000/(480.000+640.000)
= 42,86% dari penjualan
Pendapatan mesin pemotong rumut otomatis = 640.000/(480.000+640.000)
= 57,14% dari penjualan.
Jadi bauran penjualan dalam unit adalah sebesar 3 : 2 atau 60% : 40% yang berarti bahwa
Whittier berharap dapat menjual 3 mesin pemotong rumput manual atas setiap penjualan 2 mesin
pemotong rumput otomatis. Sedangkan bauran penjualan dalam pendapatan adalah sebesar
42,86% : 57,14% untuk mesin manual dan mesin otomatis. Perbedaan perbandingan iini
diakibatkan karena bauran penjualan dalam pendapatan menggunakan bauran penjualan dalam
unit dan memberikan bobot menurut harganya masing-masing. Untuk analisis CVP, kita harus
menggunakan bauran penjualan yang dinyatakan dalam unit.
Bauran penjualan dan analisis CVP, penentuan bauran penjualan terutama memungkinkan
kita untuk mengonversi masalah multiprodduk kedalam format CVP produk tunggal. Karena
Whittier berharap dapat menjual 3 mesin pemotong rumput manual atas setiap penjualan 2 mesin
pemotong rumput otomatis, Whittier bisa mengidentifikasikan produk tunggal yang dijualnya
sebagai suatu paket yang berisi tiga mesin pemotong rumput manual dan dua mesin pemotong
rumput otomatis.
Dengan menetapkan produk tersebut dalam suatu paket, maslah multiproduk dikonversi
menjadi masalah produk tunggal. Untuk lebih jelasnya lihat perhitungan berikut:
Produk (a)
Harga
Variabel Per
Unit (b)
Biaya
Kontribusi
Per Unit (c)
Margin
Penjualan
(d)
Bauran
Kontribusi
per unit
paket (e)
Margin
(f) =d x
e
Manual 400 325 75 3 225
Otomatis 800 600 200 2 400
Total Paket 625
Berdasar margin kontribusi per paket di atas, persamaan dasar impas dapat digunakan untuk
menentukan jumlah paket yang harus dijual Whittier pada titik impas.
Paket Impas = Total Biaya Tetap/Margin Kontribusi Per Paket
= (70.000+26.250)/625
= 154 paket
Jadi Whittier harus menjual
Unit mesin manual = 154 x 3
= 462 unit
Unit mesin otomatis = 154 x 2
= 308 unit
Kelemahan metode ini yaitu sulit digunakan untuk perusahaan dengan banyak jenis produk.
Cara mengatasinya antara lain dengan:
a. Melakukan penyederhanaan yaitu dengan menganalisis kelompok produk, bukan individu
produk, atau
b. Menggunakan pendekatan pendapatan penjualan.
2. Pendekatan Dolar Penjualan
Titik impas dalam dolar penjualan secara implisit menggunakan asumsi bauran penjualan,
tetapi mengabaikan persyaratan penghitungan margin kontribusi per paket. Tidak ada pengetahuan
terhadap data produk individual yang diperlukan. Upaya perhitungannya mirip dengan yang
digunakan dalam pengaturan produk tunggal. Selain itu, jawabannya masih dinyatakan dalam
pendapatan penjualan. Tidak seperti titik impas dalam unit, jawaban atas pertanyaan CVP yang
menggunakan dolar penjualan tetap dinyatakan dalam ukuran ikhtisar tunggal. Namun pendekatan
pendapatan penjualan mengorbankan informasi yang berkaitan dengan kinerja tiap – tiap produk.
Contoh kasus pada Whittier.
Total
Penjualan 1.120.000
Dikurangi: beban Variabel 870.000
Margin Kontribusi 250.000
Dikurangi: Total Beban tetap 96.250
Laba Operasi 153.750
Dari data di atas diperoleh rasio margin kontribusi adalah sebesar 250.000/1.120.000 = 0,2232.
Maka besar penjualan impas yaitu:
Penjualan impas = Biaya tetap/rasio margin kontribusi
= $96.250/0,2232
= $431.228
Hasil perhitungan ini akan sama dengan hasil perhitungan titik impas dalam unit. Jumlah paket
yang harus dijual pada saat impas adalah 154 sedangkan harga jual per paket adalah 2.800 (3 x
400 + 2 x 800), sehingga total penjualannya yaitu sebesar 154 x 2800 = 431.200, terdapat sedikit
perbedaan karena pembulatan dalam menghitung rasio margin kontribusi.
F. Representasi Grafis Dari Hubungan CVP
Perseroan wajib menjelaskan antara lain kebijakan akuntansi untuk:
Untuk memahami hubungan CVP lebih mendalam, dapat dilakukan melalui penggambaran secara
visual. Penyajian secara grafis dapat membantu para manajer melihat perbedaan antara biaya
variable dan pendapatan. Hal itu juga dapat membantu mereka memahami dampak kenaikan atau
penurunan penjualan terhadap titik impas dengan cepat. Dua grafik dasar yang penting, grafik laba
volume dan grafik biaya volume laba, yang akan dijelaskan sebagai berikut :
Grafik Laba Volume
Grafik laba volume (profit volume grafh) menggambarkan hubungan antara laba dan volume
penjualan secara visual. Grafik laba volume merupakan grafik dari persamaan laba operasi [laba
operasi = (harga x unit) – (biaya variable per unit x unit) – biaya tetap]. Dalam grafik ini, laba
operasi merupakan variable terikat dan unit merupakan variable bebas. Nilai variable bebas
biasanya diukur pada sumbu horizontal dan nilai variable terikat pada sumbu vertical.
(Contoh Grafik Laba Volume)
Grafik Biaya Volume Laba
Grafik biaya volume laba (cost volume profit graph) menggambarkan hubungan antara biaya,
volume dan laba. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci, perlu dibuat grafik dengan
dua garis terpisah : garis total pendapatan dan garis total biaya. Tiap – tiap garis ini mempunyai
dua persamaan berikut :
Pendapatan = harga x unit
Total biaya = (biaya variable per unit x unit) + Biaya tetap
Asumsi – asumsi pada Analisis Biaya Volume Laba
Grafik laba volume dan biaya volume laba yang baru diilustrasikan mengandalkan beberapa
asumsi penting. Berikut beberapa dari asumsi tersebut :
1. Analisis mengasumsikan fungsi pendapatan dan fungsi biaya berbentuk linear
2. Analisis mengasumsikan harga, total biaya tetap, dan biaya variable per unit dapat
diidentifikasikan secara akurat dan tetap konstan sepanjang tentang yang relevan
3. Analisis mengasumsikan apa yang diprosuksi dapat dijual
4. Untuk analisis multiproduk, diasumsikan bauran penjualan diketahui
5. Diasumsikan harga jual dan biaya diketahui secara pasti.
G. Perubahan Dalam Variabel CVP
Karena perusahaan beroperasi dalam dunia yang dinamis, mereka harus memperhatikan
perubahan – perubahan yang terjadi dalam harga, biaya variable, dan biaya tetap. Perusahaan juga
harus memperhitungkan pengaruh resiko dan ketidakpastian. Kita akan membahas pengaruh dari
perubahan harga, margin kontribusi per unit, dan biaya tetap terhadap titik impas. Kita juga akan
membahas cara – cara yang dapat ditempuh para manajer untuk menangani risiko dan
ketidakpastian dalam kerangka CVP
Memperkenalkan Risiko dan Ketidakpastian
Asumsi penting dari analisis CVP adalah harga dan biaya diketahui dengan pasti. Namun, hal
tersebut jarang terjadi. Risiko dan ketidakpastian adalah bagian dari pengambilan keputusan bisnis
dan bagaimananpun hal itu harus ditangani. Secara formal, risiko berbeda dengan ketidak pastian.
Distribusi probabilitas variable pada risiko dapat diketahui, sedangkan distribusi probabilitas
variable pada ketidakpastian tidak diketahui. Namun, pada tujuan pembahasan kita, kedua istilah
tersebut akan digunakan secara bergantian.
Margin pengaman ( margin of safety ) adalah unit yang terjual atau diharapkan terjual atau
pendapatan yang dihasilkan atau diharapkan untuk dihasilkan yang melebihi volume impas.
Sebagai contoh jika volume impas perusahaan adalah 200 unit dan perusahaan saat ini menjual
500 unit, maka margin pengamannya adalah 300 unit (500-200). Margin pengaman juga dapat
dinyatakan dalam pendapatan penjualan. Jika penjualan impas adalah $200.000 dan pendapatan
saat ini adalah $350.000, maka margin pengamannya adalah $150.000.
Rasio margin pengaman dapat dinyatakan dalam (pendapatan penjualan yang dianggarkan-
pendapatan penjualan impas)/pendapatan penjualan x 100%. Dalam contoh di atas, rasio margin
pengamannya yaitu sebesar (350.000-200.000)/200.000= 75%.
Margin pengamandapat dipandang sebagai ukuran kasar dari risiko. Pada kenyataannya
peristiwa yang tidak diketahui selalu muncul ketika rencana disusun. Hal itu dapat menurunkan
penjualan di bawah jumlah yang diharapkan. Apabila margin pengaman perusahaan adalah besar
atas penjualan tertentu yang diharapkan tahun depan, maka risikomenderita kerugian jika
penjualan menurun lebih kecil daripada margin pengamannya kecil. Manager yang menghadapi
margin pengaman yang rendah mungkin ingin mempertimbangkan berbagai tindakan untuk
meningkatkan penjualan atau mengurangi biaya. Langkah-langkah
Pengungkit Operasi, dalam ilmu fisika, alat pengungkit adalah mesin sederhana yang
digunakan untuk melipatgandakan kekuatan. Pada dasarnya, pengungkit tersebut melipatgandakan
kekuatan tenaga yang dikeluarkan untuk menghasilkan lebih banyak pekerjaan. Semakin besar
beban yang digerakkan oleh sejumlah tertentu tenaga, semakin besar keunggulan mekanis dari alat
tersebut. Dalam bidang keuangan pengungkit operasi berkaitan dengan bauran relative dari biaya
tetap dan biaya variable dalam suatu organisasi. Pertukaran antara biaya tetap dengan biaya
variable adalah suatu hal yang mungkin dilakukan.
Tingkat pengungkit operasi (degree of operating leverage – DOL) untuk tingkat penjualan
tertentu dapat diukur dengan menggunakan rasio margin kontribusi terhadap laba.
Tingkat pengungkit operasi = Margin kontribusi/laba
Analisis Sensitivitas dan CVP
Meluasnya penggunaan computer dan spreadsheet telah memudahkan para manajer
melakukan analisis sensitivitas. Sebagai sebuah alat penting, analisis sensitivitas (sensitivity
analysis) adalah teknik “bagaimana-jika” yang menguji dampak dari perubahan asumsi –asumsi
yang mendasarinya terhadap suatu jawaban.
H. Analisis CVP Dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas
Analisis CVP konvensional mengasumsikan semua biaya perusahaan dapat dikelompokkan
dalam dua kategori : biaya variabel dan biaya tetap. Pada sistem perhitungan biaya berdasarkan
aktivitas, biaya dibagi dalam kategori berdasarkan unit dan non-unit.
Perbandingan antara titik impas ABC dengan titik impas konvensional mengungkapkan dua
perbedaan yang signifikan. Pertama, biaya tetapnya berbeda. Beberapa biaya yang sebelumnya
diidentifikasi sebagai biaya tetap dapat berbeda dengan penggerak. Kedua, pembilang pada
persamaan impas ABC memiliki dua istilah biaya variabel non-unit : satu untuk aktivitas yang
berkaitan dengan batch dan satu untuk aktivitas yang berkaitan dengan keberlanjutan produk. Jika
suatu perusahaan menganut JIT, maka biaya variabel per unit yang dijual berkurang dan biaya
tetap bertambah.
SOAL
MANAGERIAL ACCOUNTING (HANSEN/MOWEN)
EXERCISE 11-22
Analisis multiproduk, Perubahan Bauran Penjualan
Gosnell Company memproduksi dua produk, bujur sangkar dan lingkaran. Berdasarkan segmen
lini produk, proyeksi laporan laba rugi untuk tahun mendatang adalah sebagai berikut:
Squares Circles Total
Penjualan $300.000 $2.500.000 $2.800.000
Dikurangi: Beban Variabel $100.000 $500.000 $600.000
Margin Kontribusi $200.000 $2.000.000 $2.200.000
Dikurangi: Beban tetap langsung $28.000 $1.500.000 $1.528.000
Margin produk $172.000 $500.000 $672.000
Dikurangi: Beban tetap umum $100.000
Laba Operasi $572.000
Harga jual bujur sangkar adalah $30 dan lingkaran seharga $50.
Diminta
1. Hitunglah jumlah unit tiap produk yang harus dijual oleh Gosnell Company untuk mencapai titik
impas.
2. Hitunglah pendapatan yang harus diperoleh untuk menghasilkan laba operasi 10 persen dari
pendapatan penjualan.
3. Anggapan manajer pemasaran mengubah bauran penjualan kedua produk sehingga rasionya
adalah tiga bujur sangkar sebanding dengan lima lingkaran. Ulangi permintaan 1 dan 2.
4. Mengacu pada data awal. Anggaplah Gosnell dapat meningkatkan penjualan bujur sangkar
dengan meningkatkan iklan. Iklan tambahan akan memerlukan biaya tambahan sebesar $45.000
dan beberapa pembeli potensial produk lingkaran akan beralih ke bujur sangkar. Secara total,
penjualan bujur sangkar akan meningkat sebesar 15.000 unit dan penjualan lingkaran akan turun
sebesar 5.000 unit. Apakah lebih baik Gosnell melakukan strategi ini?
Jawaban
1. Bauran penjualan:
Bujur sangkar : $300.000/$30 = 10.000 unit
Lingkaran : $2.500.000/$5 = 50.000 unit
Produk P - V* = P-V x bauran penjualan
= Total CM
Bujur
sangkar $30 $10 $20 1
$20
Lingkaran $50 $10 $40 5
$200
Paket $
220
*$100.000/10.000 = $10
$500.000/50.000 = $10
Break-even paket = ($ 1.528.000 + 100.000)/$220 = 7.400 paket
Break-even bujur sangkar = 7.400 x 1 = 7.400 unit
Break-even lingkaran = 7.400 x 5 = 37.000 unit
2. Rasio contribution margin = $2.200.000/$2.800.000 = 0,7857
0,1 Pendapatan = 0,7857 Pendapatan - $1.628.000
0,6857 Pendapatan = $1.628.000
Pendapatan = $2.374.216
3. Bauran baru:
Produck P - V* = P-V x bauran penjualan
= Total CM
Bujur
sangkar $30 $10 $20 3
$60
Circles $50 $10 $40 5
$200
Paket
$260
Break-even paket = $ 1.628.000/$260 = 6.262 paket
Break-even bujur sangkar = 6.262 x 3 = 18.786
Break-even lingkaran = 6.262 x 5 = 31.310
Rasio CM = $260/$340* = 0,7647
*(3)($30) + (5)($50) = $340 pendapatan per paket
0,10 Pendapatan = 0,7647 pendapatan - $1.628.000
0,6647 Pendapatan = $1.628.000
Pendapatan = $ 2.449.225
4. Tambahan CM bujur sangkar (15.000 x $20) $300.000
Penurunan CM lingkaran (5000 x $40) ($200.000)
Penambahan neto total contribution margin $100.000
Dikurangi : Tambahan beban tetap $45.000
Penambahan laba operasi $55.000
Dengan meningkatkan iklan untuk bujur sangkar Gosnell akan untung $55.000. Itu adalah
strategi yang baik untuk dilakukan Gosnell
ANALISIS BIAYA, VOLUME DAN LABA - II
A. GRAFIK VOLUME DAN LABA
Pada postingan sebelumnya (Analisis Volume, Biaya dan Laba – I) saya telah
membahas analisis biaya, volume dan laba dengan salah satu model yaitu analisis impas atau
break even point. Model-model lain dari analisis biaya, volume dan laba akan saya bahas pada
postingan kali ini.
Analisis volume dan laba merupakan grafik yang memberikan informasi bagaimana
pengaruh perubahan volume pada laba perusahaan, analisis ini disusun dengan membuat garis
laba/rugi dan garis volume penjualan. Garis laba/rugi digambarkan dengan menarik garis
vertikal, sedangkan volume digambarkan dengan garis horisontal, garis horisontal akan
memotong garis vertikal pada laba sama dengan nol atau saat break even point. Untuk lebih
jelasnya mari kita lihat contoh berikut ini:
Sebuah perusahaan mempunyai data biaya dan harga jual sebagai berikut.
Biaya tetap total satu periode Rp 1.000.000,00
Biaya variabel per unit produksi jual Rp 100,00
Harga jual per unit Rp 200,00
Anggaran produk terjual 20.000 unit
Dari data tersebut bisa dicari break even point sebesar:
BEP = Rp 1.000.000,00
1- 100
= Rp2.000.000,00 atau dalam unit sebesar 10.000 unit.
Dari data yang tersedia bisa diketahui bahwa laba maksimal akan dicapai perusahaan ketika
perusahaan bisa menjual produk yang dianggarkan yaitu sebesar 20.000 unit atau total
penjualan sebesar Rp 4.000.000,00 dan laba yang akan dicapai pada saat penjualan sebesar:
Penjualan (20.000 x Rp200,00) Rp 4.000.000,00
Biaya variabel(20.000 x Rp100,00) Rp 2.000.000,00 -
Kontribusi marjin Rp 2.000.000,00
Biaya tetap total Rp 1.000.000,00 -
Laba bersih Rp 1.000.000,00
Dengan perhitungan tersebut maka bisa dibuat grafik volume dan laba seperti tampak pada
Gambar 1.1
Gambar 1.1
Dari Gambar 1.1 tersebut kita bisa menarik beberapa garis yang menghubungkan
antara kedua garis vertikal dan horisontal (lihat Gambar 1.2) di beberapa tempat, misalnya
pada volume yang dijual sebesar 8.000 unit maka rugi yang akan diderita perusahaan adalah
sebesar Rp 200.000,00. Apabila perusahaan menjual 12.000 unit, perusahaan akan
memperoleh laba sebesar Rp 200.000,00 dan laba terbesar akan tercapai pada penjualan
sebesar anggaran yaitu 10.000 unit atau akan diperoleh laba sebesar Rp1.000.000,00.
Jadi setiap volume berubah pada garis horisontal akan mempengaruhi pada garis laba atau
rugi tersebut, dan rugi terbesar adalah ketika perusahaan tidak menjual produk yaitu akan
tirnbul kerugian sebesar biaya tetap total atau Rp 1.000.000,00.
Anda mungkin akan mencoba membuat tes ketepatan grafik dengan melihat garis pada
grafik pada saat volume sebesar 15.000 unit dalam grafik menunjukkan laba sebesar
Rp500.000,00 perhitungannya adalah:
Penjualan 15.000 x Rp200,00 Rp 3.000.000,00
Biaya variabel15.000 x Rp100,00 Rp 1.500.000,00 -
Kontribusi marjin Rp 1.500.000,00
Biaya tetap total Rp 1.000.000,00 -
Laba bersih Rp 500.000,00
Grafik volume dan laba akan bermanfaat untuk memantau perubahanperubahan selama
jangka pelaksanaan anggaran.
Gambar 1.2
Break Even Mixed
Pada postingan sebelumnya (Analisis Volume, Biaya dan Laba – I) saya telah membahas
bagaimana menghitung dan menganalisis titik impas atau break even point, baik melalui
pendekatan persamaan maupun grafik. Break even point pada pada postingan tersebut
memberi gambaran kapan perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi, di
mana asumsi yang digunakan adalah perusahaan memproduksi satu jenis produk, dengan
demikian break even point pada postingan sebelumnya untuk perusahaan dengan satu jenis
produk.
Bagaimana kalau perusahaan memproduksi lebih dari satu jenis, untuk menentukan break
even point perusahaan yang mempunyai produk lebih dari satu jenis Anda bisa menyusun
break even campuran (Break Even Mixed) yaitu dengan mencari kontribusi marjin masing-
masing jenis produk, di mana asumsi yang digunakan adalah produk yang mempunyai
kontribusi marjin terbesar akan digunakan untuk menutup biaya tetap pertama, kemudian
menyusul produk yang memberikan kontribusi marjin lebih kecil dan seterusnya. Dengan
asumsi seperti itu maka break even akan dicapai pada tahap di mana biaya tetap bisa ditutup
oleh kontribusi marjin beberapa produk.
Anda mungkin akan lebih mudah memahami penjelasan tersebut dengan
memperhatikan contoh berikut:
Sebuah perusahaan yang memproduksi empat jenis produk A, B, C dan D mempunyai
data biaya, penjualan dan kontribusi marjin sebagai berikut.
Jenis produk Penjualan (Rp) Biaya variabel (Rp) Marjin (Rp) Kontribusi (%)
A 1.200.000,00 900.000,00 300.000,00 25
B 1.600.000,00 960.000,00 640.000,00 40
C 1.400.000,00 700.000,00 700.000,00 50
D 800.000,00 440.000,00 360.000,00 45
Total 5.000.000,00 3.000.000,00 2.000.000,00 40 (160 : 4)
Biaya tetap total = Rp 1.600.000,00
Dari data tersebut kita bisa menentukan break even point tanpa memperhatikan per jenis
produk akan dicapai pada penjualan sebesar Rp 4.000.000,00 yaitu dengan perhitungan:
Break even point = 1.600.000,00 = Rp 4.000.000,00
0,40
Namun, perhitungan break even seperti itu kurang tepat, karena produk perusahaan dalam
contoh tidak semuanya mempunyai kontribusi marjin 40%, sehingga informasi titik impas
sebesar Rp 4.000.000,00 mungkin akan memberi informasi yang salah. Dengan memberikan
konsentrasi pada tiap-tiap jenis produk yang kita sebut break even mixed memberi gambaran
kapan dan jenis produk mana saja yang akan bisa menutup biaya tetap.
Sebelum kita menghitung dan membuat contoh, kita lihat asumsi berikut.
1. Break even mixed memberikan konsentrasi pada produk yang memberi kontribusi marjin rasio
yang besar, untuk menutup terlebih dahulu biaya tetap total.
2. Komposisi atas produk yang dijual tidak berubah seperti yang dianggarkan.
3. Asumsi lain seperti pada break even satu jenis produk
Dengan asumsi tersebut, maka break even mixed bisa dicari dan dihitung sebagai berikut.
Urutan produk dengan kontribusi terbesar didahulukan dalam menutup biaya tetap total
adalah C, D, B kemudian A secara berurutan persentase kontribusi marjin rasio masing-masing
adalah 50%, 45%, 40% kemudian 25%. Dengan urutan tersebut maka break even mixed dicapai
pada penjualan seperti berikut:
Jumlah biaya tetap total Rp 1.600.000,00
Kontribusi marjin produk C Rp 700.000,00
Kontribusi marjin produk D Rp 360.000,00
Kontribusi marjin produk B Rp 640.000,00
Jumlah kontribusi marjin untuk menutup biaya tetap Rp1.700.000,00
Kontribusi marjin sebesar Rp1.700.000,00 tersebut dicapai pada penjualan sebesar:
Produk C = 100% x Rp700.000,00 = Rp 1.400.000,00
50%
Produk D = 100% x Rp360.000,00 = Rp 800.000,00
45%
Produk B = 100% x Rp640.000,00 = Rp 1.600.000,00 +
40%
Penjualan untuk menutup biaya total = Rp 3.800.000,00
Perhitungan tersebut memberikan gambaran, bahwa total biaya ditutup oleh penjualan
sebesar Rp3.800.000,00 (yaitu dari produk C = Rp1.400.000,00 + produk D = Rp 800.000,00 +
produk B = Rp1.600.000,00) atau break even dicapai pada tingkat sejumlah Rp 3.800.000,00.
Perhitungan break even point baik total maupun mixed apabila digambarkan dalam bentuk
grafik akan tampak seperti Gambar 1.3 berikut.
Gambar 1.3
Grafik Break Even Point Mixed
Keterangan Gambar 1.3
1. Pada saat penjualan produk dengan kontribusi marjin rasio terbesar dilakukan (produk D)
maka perusahaan bisa menutup biaya tetap sebesar Rp 700.000,00 dan biaya tetap yang
belum tertutup sebesar Rp 900. 000,00.
2. Pada waktu produk C bisa terjual seluruhnya, maka biaya tetap bisa tertutup sebesar Rp
1.060.000,00 (Rp 700.000,00 + Rp 360.000,00).
3. Pada saat produk B terjual sebesar Rp1.600.000,00 biaya tetap bisa terjual seluruhnya.
4. Pada saat produk B bisa terjual seluruhnya, perusahaan akan memperoleh laba sebesar Rp
100.000,00.
5. Laba terbesar Rp 400.000,00 dicapai pada saat seluruh produk terjual.
6. Rugi terbesar ketika tidak berproduksi, yaitu sebesar biaya tetap total (Rp 1.600.000,00).
Break Even Per Unit
Pada postingan sebelumnya (Analisis Volume, Biaya dan Laba – I) dan postingan kali
ini, saya akan memberikan teknik-teknik analisis dengan break even point yang dihitung
secara total.
Kadang manajemen ingin mengetahui komposisi penjualan, biaya variabel dan biaya tetap per
satuan produk, sehingga manajemen bisa diberi informasi dalam unit berapa harga jual per
unit bisa menutup total biaya per unitnya.
Pendekatan break even per unit bisa dicari dengan membuat grafik harga jual, biaya
variabel, dan biaya tetap per unit. Cobalah Anda membaca lagi postingan sebelumnya
(Analisis Volume, Biaya dan Laba – I) dan lihatlah grafik biaya bahwa biaya variabel per unit
tidak dipengaruhi oleh perubahan volume penjualan (digambarkan dalam grafik garis
mendatar), sedangkan biaya tetap mempunyai sifat (per unit) makin besar yang dijual, makin
kecil biaya per satuan produk. Cobalah kita ulangi lagi grafik-grafik tersebut dengan contoh
berikut:
Biaya Variabel
Produk dijual Biaya total Biaya per unit
1.000 unit Rp 1.000.000,00 Rp 1.000,00
1.500 unit Rp 1.500.000,00 Rp 1.000,00
2.000 unit Rp 2.000.000,00 Rp 1.000,00
2.500 unit Rp 2.500.000,00 Rp 1.000,00
Gambar 1.4 adalah grafik biaya variabel per unit.
Gambar 1.4
Biaya tetap per unit
Produk dijual Biaya total Biaya per unit
1.000 unit Rp 1.500.000,00 Rp 1500,00
1.500 unit Rp 1.500.000,00 Rp 1000,00
2.000 unit Rp 1.500.000,00 Rp 750,00
2.500 unit Rp 1.500.000,00 Rp 600,00
Gambar 1.5 adalah grafik biaya tetap per unit
Gambar 1.5
Biaya Total per Unit
Dari kedua jenis biaya tersebut, maka Anda bisa menghitung dan menyusun gambar grafik
biaya total per unit sebagai berikut.
Unit dijual Biaya total Biaya per unit
1.000 unit Rp 2.500.000,00 Rp 2.500,00
1.500 unit Rp 3.000.000,00 Rp 2.000,00
2.000 unit Rp 3.500.000,00 Rp 1.750,00
2.500 unit Rp 4.000.000,00 Rp 1.600,00
Sekarang kita lihat bahwa makin besar jumlah dijual/diproduksi maka biaya per unit makin
kecil, hal ini disebabkan oleh adanya biaya tetap yang makin lama makin kecil akibat
bertambahnya unit yang dijual atau dijual.
Sekarang kita coba menggambarkan biaya total per unit tersebut dalam grafik, maka akan
tampak seperti pada Gambar 1.6 berikut.
Gambar 1.6
Menyusun Grafik Break Even Per Unit
Dengan menggabungkan antara biaya total per unit dan penjualan per unit maka bisa
digambarkan grafik break even per unit, Anda ambil contoh saja, misalnya harga jual per unit
adalah Rp2.000,00, maka ketika penjualan yang dilakukan sebesar 1.500 unit akan tercapai
break even yaitu pada saat itu biaya total per unit Rp2.000,00 (biaya variabel Rp 1.000,00 +
biaya tetap Rp 1.000,00), apabila penjualan sebesar 1.000 unit perusahaan mengalami rugi Rp
500,00 per unit dan ketika penjualan mencapai 2.000 unit perusahaan sudah memperoleh laba
sebesar Rp250 per unit dan seterusnya. Penjelasan tersebut apabila digambarkan akan
tampak seperti pada Gambar 1.7 berikut.
Gambar 1.7
Grafik BEP per unit
Jenjang Keamanan (Margin of Safety = MOS)
Jenjang keamanan adalah selisih penjualan menurut anggaran dengan penjelasan dalam
keadaan break even yang dinyatakan dalam persentase. Jenjang keamanan memberi informasi
pada manajemen seberapa besar penurunan penjualan masih menunjukkan tingkat keamanan
atau tidak mengakibatkan kerusakan rugi.
Jenjang keamanan dicari dengan persamaan berikut.
Contoh:
Biaya tetap total Rp 1.000.000,00
Biaya variabel per unit Rp 1.200,00
Harga jual per unit Rp 2.000,00
Kapasitas anggaran 2.000 unit
BEP = Rp 1.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
1 – 1.200
2.000
Anggaran penjualan = Rp2.000,00 x 2000 = Rp4.000.000,00.
Margin Of Safety = Rp 4.000.000,00 – Rp 2.500.000,00 x 100%
Rp 4.000.000,00
= 37,50 %