bab 2 gawat

47
JUMP 1 1. Saturasi oksigen : presentasi Hb yang berikatan dengan Oksigen dalam arteri . N = 95-100 % 2. Gurgling : suara kumur-kumur, ada obstruksi yang isinya cairan 3. Patient safety : proses dalam rumah sakit yang memberikan pelayanan pasien agar lebih aman 4. Sinus takikardi normoaktif : a. Sinus : gelombang P diikuti QRS b. Takikardi : > 100 x/ menit c. Normoaktif : lead I,II , AVF positif (-30 0 sampai +120 0 ) 5. Apnea : periode henti nafas 6. Rhonik kasar : suara pada pernafasan karena banyak infiltrat. Suara seperti gelembung yang pecah JUMP 2 1. Apakah ada hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keadaan pasien? 2. Apakah ada hubungan lamanya tenggelam dengan prognosis selanjutnya? 3. Interpretasi pemeriksaan fisik dan EKG? 4. Mengapa pasien tidak sadarkan diri? 5. Mengapa dapat terjadi kelainan-kelainan pada pemeriksaan fisiknya? Bagaimana patofisiologinya? 6. Mengapa setelah pemeriksaan EKG pasien tiba-tiba apnea? 7. Indikasi resusitasi? 8. Prinsip-prinsip patient safety? 9. Prognosis dan kemungkinan komplikasi? 10. Penanganan awal sebelum pasien tenggelam? 11. Bagaimana penangan awal pasien tenggelam pada dewasa dan anak? JUMP 3 1. Tenggelam a. Faktor risiko

Upload: sakurarani

Post on 14-Sep-2015

236 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gawat

TRANSCRIPT

JUMP 11. Saturasi oksigen : presentasi Hb yang berikatan dengan Oksigen dalam arteri . N = 95-100 %

2. Gurgling : suara kumur-kumur, ada obstruksi yang isinya cairan

3. Patient safety : proses dalam rumah sakit yang memberikan pelayanan pasien agar lebih aman

4. Sinus takikardi normoaktif :

a. Sinus : gelombang P diikuti QRS

b. Takikardi : > 100 x/ menit

c. Normoaktif : lead I,II , AVF positif (-300 sampai +1200)

5. Apnea : periode henti nafas

6. Rhonik kasar : suara pada pernafasan karena banyak infiltrat. Suara seperti gelembung yang pecah

JUMP 2

1. Apakah ada hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keadaan pasien?2. Apakah ada hubungan lamanya tenggelam dengan prognosis selanjutnya?

3. Interpretasi pemeriksaan fisik dan EKG?

4. Mengapa pasien tidak sadarkan diri?

5. Mengapa dapat terjadi kelainan-kelainan pada pemeriksaan fisiknya? Bagaimana patofisiologinya?

6. Mengapa setelah pemeriksaan EKG pasien tiba-tiba apnea?

7. Indikasi resusitasi?

8. Prinsip-prinsip patient safety?

9. Prognosis dan kemungkinan komplikasi?

10. Penanganan awal sebelum pasien tenggelam?

11. Bagaimana penangan awal pasien tenggelam pada dewasa dan anak?

JUMP 3

1. Tenggelam

a. Faktor risiko

Kasus hampir tenggelam di luar ruah lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan, yaitu 3 : 1. Model ini melaporkan bahwa kelompok usia terbesar yang mengalami peistiwa tenggelam adalah usia 10-19 tahun, dan 85 % di antaranya adalah laki-lakiOnyekwelu (2008) menguraikan beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya tenggelam yakni :

A. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24 tahun

B. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah

C. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air

D. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam.E. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,kekerasan atau permainan di luar batas.

b. EtiologiBanyak hal yang dapat menyebabkan seseorang tenggelam, antara lain, kelelahan sewaktu berenang, kram otot / perut saat berenang, kecelakaan sewaktu menyelam ( trauma kepala / leher), tidak bisa berenang, kejang / serangan jantung sewaktu korban berada di dalam air,penggunaan alkohol / penyalahgunaan obat saat menaiki perahu / berenang,bunuh diri (emedicinehealth.com, 2010).c. PatofisiologiTenggelam pada Air Tawar

Pada korban tenggelam terjadi laringospasme yang dipicu oleh adanya cairan yang masuk ke orofaring atau laring. Hal ini menyebabkan pasien tidak dapat bernafas di air sehingga terjadi penurunan kadar oksigen dan peningkatan kadar CO2 tubuh. Keadaan ini menyebabkan hilangnya mekanisme laringospasme yang diikuti dengan hiperventilasi sehingga terjadi kemungkinan aspirasi sejumlah cairan saat tenggelam.

Air tawar lebih hipotonis bila dibandingkan dengan plasma darah. Air yang teraspirasi dan berada dalam alveoli segera pindah ke sirkulasi darah karena perbedaan tekanan tersebut. Hal ini menyebabkan peningkatan volume darah, hemodilusi, dan hemolisis. Hemolisis dapat menyebabkan Kalium intrasel darah merah keluar sehingga menyebabkan hiperkalemia. Overload dari sirkulasi, hiperkalemia bersama dengan hipoksia otot jantung menyebabkan penurunan tekanan sistolik jantung yang dengan cepat diikuti fibrilasi ventrikel. Air tawar juga dapat merusak surfaktan yang ada pada alveolus sehingga mengganggu fungsi paru secara normal. Cairan yang teraspirasi serta rusaknya surfaktan akan mengurangi kemampuan ventilasi paru (Medscape, 2013).B. Tenggelam pada Air Laut

Pada korban yang tenggelam dalam air laut, air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru karena konsentrasi elektrolit dalam air laut lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, dan hipovolemi (Budiyanto, 1997).Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinyapayah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.(Budiyanto et al., 2007). Tenggelam dalam air laut juga dapat menyebabkan hipotermia akibat suhu air laut yang rendah sehingga terjadi isolasi atau pertukaran panas tubuh dengan lingkungan. Kondisi hipotermia ini lebih berbahaya karena dapat menurunkan fungsi fisiologis seseorang yang sebagian besar respon fisiologis membutuhkan suhu tubuh yang optimal.Pada waktu air laut teraspirasi ke dalam alveoli, perbedaan osmolaritas mengakibatkan penarikan air dari pembuluh darah paru menuju ruang alveolar. Hal tersebut akan menyebabkan gangguan pada pertukaran gas di alveolar, sehingga menimbulkan hipoksia dan abnormalitas thorax yang disebabkan oleh edema paru dan atelektasis. Air dalam sirkulasi darah yang diserap oleh alveoli bisa mencapai 42%. Untuk mencegah sel semakin membengkak dan lisis, elektrolit (natrium, klorida, magnesium dipompa ke dalam darah sehingga menimbulkan sedikit perubahan pada keseimbangan rasio natrium dan kalium. Konsentrasi elektrolit yang tinggi dalam air laut mengakibatkan osmosis air secara terusmenerus ke dalam jaringan paru (Guyton dan Hall, 1997), sehingga terjadi edema pulmoner, hemokonsentrasi, dan hipovolemi (Budiyanto, et al., 1997). Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan permeabilitas kapiler paru (non kardiogenik), atau saat tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi tekanan onkotik plasma (kardiogenik), atau keduanya. Mekanisme pada korban tenggelam belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga karena peningkatan tekanan kapiler paru dari sistem saraf simpatis, peningkatan tekanan negatif intra-torakal, atau respon adrenergik terhadap kondisi di dalam air yang belum dapat dijelaskan secara biokimia (Slade, et al., 2001). Kematian dapat terjadi dalam 8 sampai 10 menit (Budiyanto, et al., 1997).d. Proses patologi korban tenggelam

FaseLama (menit)Tanda

1.Tenggelam0-2Menelan air

Reflex spasme laring

2. Aspirasi0-3Spasme hilang

Aspirasi

3. Hipoksia0-60Hipoksia

Peredaran darah berhenti

Jaringan otak rusak irreversibel

Hipotermia

(Sjamsuhidajat dan de Jong, 2005)

e. Klasifikasi1) Wet drowning

Air terhirup ke dalam paru-paru, sehingga alveolus terisi oleh air.

2) Dry drowning

Air tidak masuk ke dalam paru-paru. Terdapat laringospasme (kompensasi dari adanya air ke nasofaring/laring)

3) Secondary drowning (Post-immersion syndrome or near drowning)

Kematian terjadi setengah sampai beberapa hari setelah resusitasi akibat anoxia cerebral dengan gangguan otak yang irreversible. Terdapat gangguan elektrolit dan asidosis metabolic.

4) Immersion syndrome

Kematian akibat cardiac arrest karena hambatan vagal akibat dari

a. Air dingin menstimulasi nervus ending pada permukaan tubuh

b. Air menyerang epigastrium

c. Air dengan masuk ke ear burns, saluran nafas, faring, laring.

Berdasarkan suhu

1) Tenggelam di air hangat (warm water drowning), bila temperatur air 200C atau lebih

2) Tenggelam di air dingin (cold water drowning), bila temperatur air di bawah 200C

3) Tenggelam di air sangat dingin (very cold drowning), bila temperatur air di bawah 50Cf. Manifestasi klinisGambaran klinik korban tenggelam sangat bervariasi berhubungan dengan lamanya tenggelam. Conn dan Barker mengembangkan suatu klasifikasi yang dianggap bermanfaat untuk pedoman penilaian dan pengobatan pasien tenggelam. Klasifikasi ini berdasarkan status neurologis dan sangat berguna bila digunakan dalam 10 menit pertama.Tabel 1. Gambaran Klinik Mennurut Conn dan Barker

Kategori A (Awake)Kategori B (Blunted)Kategori C (Comatase)

- Sadar (GCS 15) sianosis, apnoe beberapa menit dilakukan pertolongan kembali bernapas spontan

- Hipotermi ringan

- Perubahan radiologis ringan pada dada

- Laboratorium AGDA: asidosis metabolik, hipoksemia, pH < 7,1- Stupor (fungsi kortek memburuk)

- Respons terhadap rangsangan.

- Distress pernapasan, sianosis, tachypone, perubahan auskultasi dada.

- Perubahan radiologis dada

- Laboratorium AGDA: asidosis metabolik, hipercarbia, hipoksemia.- Koma (desfungsi batang otak)

- Respons abnormal terhadap rangsangan nyeri.

- Pernapasan sentral abnormal (disfungsi batang otak)

- Hipotermi

- Laboratorium AGDA abnormal

Pembagian:

- C1 (dekortikasi): fleksi bila dirangsang nyeri, pernapasancheyne-stokes.

- C2 (deserebrasi): ekstensi terhadap rangsangan nyeri, hiperventilasi central (GCS 4)

- C3 (flaccid): tidak ada respons terhadap nyeri, apnoe, atau gagal napas (GCS 3)

- C4 (deceased): flaccid, apnoe, sirkulasi tidak teraba.

Tabel 1. Gambaran Klinik Menurut Conn dan Barker Pada hipoksia berat (G3, C4) mengalami kegagalan organ multisistem dan gambaran laboratorium yang abnormal seperti gangguan kardiovaskuler (shock, dysritmia), gangguan metabolik (Bic-Nat, Kalium, Glukosa, Calcium),Diseminated Intravaskuler Coagulation, gagal ginjal, dan gangguan gastrointestinal (perdarahan, pengelupasan mukosa).g. TatalaksanaPenanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:A. Bantuan Hidup Dasar

Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan kesadaran (Wang, 2004). Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat (Soar, 2010).Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah, yaitu:

Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada

Listen, yaitu mendengarkan suara napas

Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas

Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to mask, dan mouth to neck stoma (ARC, 2011).Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama 80 mmHg pada anak-anak setelah pemberian oksigen 100%

Penurunan kesadaran dan kemampuan untuk mempertahankan jalan napas

Kegagalan pernapasan, dengan PaCO2 >45 mmHg

Hasil analisis gas darah arterial yang buruk

Beberapa teknik dalam intubasi trakeal yaitu:

CPAP atau BiPAP (bilevel positive airway pressure) dapat digunakan pada pasien yang kesadarannya baik

PEEP (positive end-respiratory pressure) digunakan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan cara (Shepherd, 2011):

Memindahkan air pada interstitium paru ke kapiler

Meningkatkan volume paru dengan menghindari kolaps jalan napas

Memperbaiki ventilasi alveolar dan menurunkan aliran darah kapiler

Meningkatkan diameter saluran napas untuk meningkatkan efisiensi ventilasi

ECMO

Bronkoskopi, digunakan untuk mengeluarkan benda asing dari jalan napas

Terapi surfaktan

Pengukuran titrasi oksigen yang masuk melalui inspirasi dapat dilakukan dengan oksimetri pulsasi dan analisis gas darah arteri. Setelah pemasangan tuba trakeal, titrasi oksigen darah dilakukan hingga SaO2 mencapai 94 98% (Soar, 2010).Korban yang memiliki suhu 90 % untuk :

Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Menurunkan kerja nafas dan miokard. Menilai fungsi pertukaran gasAlatAliran (L/menit)Fi O2(fraksi oksigen inspirasi)

Kanula nasal1234560,240,280,320,360,400,44

Masker oksigen5-66-77-80,400,500,60

Masker dengan kantong reservoir6789100,600,700,800,800,80

II.3. Indikasi

a. Pasien hipoksia

Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistim pernafasan lainnya.Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:1.Pengaruh penurunan tekanan barometerPenurunan PCO2darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis respiratorik.2.Gejala hipoksia saat bernafas oksigenDi ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan pada tekanan yang rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum gelembung uap air panas dari dalam tubuh menimbulkankematian.3.Gejala hipoksia saat bernafas udara biasaGejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700 m. Pada ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya seseorang hilang kesadaran.4.Efek lambat akibat ketinggianKeadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak nafas, serta mual dan muntah.5.AklimatisasiRespon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena alkalosis cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan menyebabkan penurunan pH LCSdan meningkatkan respon terhadap hipoksia. Penyakit yang menyebabkan Hipoksia HipoksikPenyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan organ pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung kongenital dengan sebagian besar darah dipindah dari sirkulasi vena kesisi arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa pernafasan. Kegagalan paru terjadi bilakeadan seperti fibrosis pulmonal menyebabkan blok alveoli kapiler atau terjadi ketidak seimbangan ventilasi perfusi. Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh kelelahan otot-otot pernafasan pada keadaan dengan peningkatan beban kerja pernafasan atau oleh berbagai gangguan mekanik seperti pneumothoraks atau obstruksi bronkhialyang membatasi ventilasi. Kegagalan dapat pula disebabkan oleh abnormalitas pada mekanisme persarafan yang mengendalikan ventilasi, seperti depresi neuron respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obat-obat lain. Hipoksia AnemikSewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapatpeningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan pengangkutan O2kejaringan aktif. Hipoksia StagnanHipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih tinggi dari jantung. Hipoksia HistotoksikHipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik. Kemampuan pengobatan menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat dibentuk dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.

b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal

c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal

d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.

e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.

f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.

Contoh :

Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD

Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia ditandai dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang teridentifikasi hipoksemia contohnya syok dan keracunan CO. Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Beberapa trauma

Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :

Sianosis

- Keracunan

Hipovolemi

- Asidosis

Perdarahan

- Selama dan sesudah pembedahan

Anemia berat

- Klien dengan keadaan tidak sadarKriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah ini.1.Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai: PaO2kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%. PaO2antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale, polisitemia (hematokrit >56%).2.Pemberian secara berselangDiberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai: Pada saat latihan PaO255 mmHg atau saturasi 88% Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka panjang.Kontra Indikasi

Tidak ada kontra indikasi absolut :

a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.

b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.

c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.Protokol Prosedur

Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :Sistem Aliran Rendah

Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, bekerja dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2 aktual yang diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran rendah cocok untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 20 kali permenit.Contoh sistem aliran rendah adalah :Low flow low concentration :

a. Kateter nasal

b. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong.

Low flow high concentration

a. Sungkup muka sederhana.

b. Sungkup muka dengan kantong rebreathing

c. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.a. Kateter Nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak.

a. Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.

b. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat kateter melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat dan tertekuk.

b. Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.FiO2 estimation :

Flows FiO2

1 Liter /min : 24 %

2 Liter /min : 28 %

3 Liter /min : 32 %

4 Liter /min : 36 %

5 Liter /min : 40 %

6 Liter /min : 44 %

Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %

a. Keuntungan

Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.

b. Kerugian

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.c. Sungkup Muka Sederhana

Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.FiO2 estimation :

Flows FiO2

5-6 Liter/min : 40 %

6-7 Liter/min : 50 %

7-8 Liter/min : 60 %

a. Keuntungan

Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.

b. Kerugian

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.

d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing

Rebreathing mask

Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 60% dengan aliran 6 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.FiO2 estimation :

Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )

6 : 35 %

8 : 40 50 %

10 15 : 60 %

a. Keuntungan

Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir.

b. Kerugian

Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.

e. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing

Non rebreathing mask

Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai 90 % dengan aliran 6 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes dengan total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada tempatnya dan tanpa tongkat.FiO2 estimation :

Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )

6 : 55 60

8 : 60 80

10 : 80 90

12 15 : 90

a. Keuntungan :

Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan selaput lendir.

b. Kerugian :

Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-anak.

Sistem Aliran Tinggi

Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2 atau 3 kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.

Contoh sistem aliran tinggi :

a. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low concentration).

Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi yang tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan aliran udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang telah ditetapkan. Masker venturi menerapkan prinsip entrainmen udara (menjebak udara seperti vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang dihembuskan. Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali hipoksia untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia sedang sampai berat.FiO2 estimation

Menurut Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2 venturi mask merk Hudson

Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )

Biru : 2 : 24

Putih : 4 : 28

Orange : 6 : 31

Kuning : 8 : 35

Merah : 10 : 40

Hijau : 15 : 60

a. Keuntungan

Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk pada alat.

FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2 analiser.

Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.

Tidak terjadi penumpukan CO2.

b. Kerugian

Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam mata.

Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila pasien makan, minum, atau minum obat.

Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak mengganggu konsentrasi O2.

b. Bag and Mask / resuscitator manualDigunakan pada pasien :

Cardiac arrest

Respiratory failure

Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 15 liter, selama resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong resusitasi dengan reservoir harus digunakan untuk memberikan konsentrasi oksigen 74 % - 100 %. Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai reservoir untuk kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15 liter/menit telah ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten dengan konsentrasi 95 % - 100 %. Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter juga memberikan jaminan visual bahwa aliran oksigen utuh dan kantong menerima oksigen tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan penggunaan adalah vital :

Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).

Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi

Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.

Hal hal yang harus diperhatikan :

Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan apakah terjadi distensi abdomen.

Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru.

Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau spasme bronkus yang memburuk.

Syarat syarat Resusitator manual :

Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi akut.

Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan observasi terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan aspirasi.

Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.

Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.Large Volume Aerosol Sistem. Sumber :

Travers, A.H. et al. 2010. Part 5: Adult basic life support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S685S705Rahajoe, N.N., Supriyatno, B.,Setyanto,D.B.,2008. Buku ajar respirologi anak edisi pertama. Jakarta : Badan penerbit IDAI

Sjamsuhidajat R, de Jong W (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hanafiah MJ, Amir A (2007). Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCwww.forensicpathologyonline.com/ebook/asphyxia/drowningCantwell, G Patricia (2013). Drowning. http://emedicine.medscape.com/article/772753-overview#a0104 Diakses Mei 2015

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, dkk(2007). Kematian akibat asfiksia mekanik. Dalam: Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian KedokteranForensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 64-70Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, A. M., Sidhi,

Hertian, S., Sampurna, B., Purwadianto, A., Rizkiwijaya, Herkutanto,

Atmadja, D. S., Budiningsih, Y., Purnomo, S. 1997. Ilmu Kedokteran

Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.Medscape (2013). Drowning. http://emedicine.medscape.com/article/772753-overview#a0104. Diakses Mei 2015Anonim., 2010. Drowning Causes. http://www.emedicinehealth.com/drowning/page2_em.htm#Drowning%20Causes Diakses Juni 2015.

Guyton, A. C. dan Hall, J. E., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta: EGC.Slade, J. B., Hattori, T., Ray, C. S., Bove, A. A., Cianci, P. 2001. Pulmonary

Edema Associated With Scuba Diving : Case Reports and Review.

Chest. 120 : 1686-94.

Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.

Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi Dan Respiratori FK UI. Jakarta.