bab 2 kajian pustaka - perpustakaan digital...
TRANSCRIPT
6
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI FRACTIONAL AIRCRAFT OWNERSHIP
Fractional Aircraft Ownership (FAO), yang dikenal pula dengan
sebutan Fractional Jets, merupakan suatu konsep kemilikan pesawat secara
bersama dengan sistem saham atau share. Berdasarkan FAR Part 91 Subpart
K (Fauzia, 2007), komponen-komponen yang terlibat di dalam FAO antara
lain:
Fractional owner
Fractional owner adalah individu atau entitas yang memiliki fractional
ownership interest (atau FAO share) minimum atas pesawat dalam
program FAO yang tercantum dalam perjanjian. Untuk minimal satu
pesawat subsonic, fixed-wing, atau powered-lift, maka FAO share
minimum adalah sebesar atau lebih dari 1/16. Sedangkan untuk minimal
satu pesawat rotorcraft, FAO share minimum adalah sebesar atau lebih
dari 1/32.
Fractional ownership program
Fractional ownership program adalah suatu sistem kepemilikan pesawat
yang terdiri dari elemen-elemen berikut:
Fractional Management Company (FMC) yang mewakili
fractional owners.
Dua atau lebih pesawat yang memenuhi syarat kelaikan udara.
Satu atau lebih fractional owners.
Kepemilikan atas fractional ownership interest minimum pada satu
atau lebih FAO aircraft (pesawat yang termasuk dalam program
FAO).
Kajian Pustaka
7
Perjanjian yang mencakup fractional ownership, program
management service, dan dry-lease aircraft exchange dari setiap
pesawat.
Fractional ownership program
Fractional ownership program adalah satuan administrasi yang
bertanggung jawab atas:
Pembuatan dan implementasi panduan keselamatan terbang.
Pekerjaan atau kontrak atas pilot dan kru pesawat lain.
Pelatihan dan kualifikasi dari pilot dan kru pesawat lain.
Penjadwalan dan koordinasi pesawat dan kru.
Perawatan pesawat.
Pemenuhan persyaratan dan dokumentasi pelaksanaan teknis.
Fractional ownership program merupakan kebijakan yang dilakukan
oleh FMC untuk mewakili konsumen dalam pengelolaan operasional
pesawat.
2.2 DEFINISI STUDI KELAYAKAN
Studi kelayakan atau feasibility study merupakan suatu penelitian
yang dilakukan untuk menentukan apakah suatu proyek layak atau tidak
untuk dilaksanakan. Studi ini merupakan jalan untuk meminimalkan
terjadinya penghamburan biaya proyek di masa yang akan datang.
Studi kelayakan menggambarkan tentang kelayakan proyek, baik
secara operasional maupun finansial, kepada pihak-pihak terkait, seperti
pemilik proyek dan penanam modal. Suatu studi kelayakan paling tidak
harus mampu menjawab lima pertanyaan penting berikut:
Apakah proyek akan berjalan atau tidak?
Apakah proyek menguntungkan atau tidak?
Berapa biaya yang diperlukan untuk dapat memulai proyek?
Apakah pelaksanaan proyek itu berharga?
Kajian Pustaka
8
Apakah proyek layak ditindaklanjuti menjadi suatu business plan?
Dalam kaitannya dengan jasa transportasi udara, maka studi
kelayakan merupakan bagian dari perencanaan operasi bagi aircraft
operator. Dan dalam hal operasi penerbangan dengan sistem FAO, maka
FMC adalah pihak yang bertindak sebagai aircraft operator.
Studi perencanaan operasi bagi aircraft operator merupakan hal
yang penting untuk dilakukan. Bentuk perencanaan operasi yang dilakukan
oleh aircraft operator diantaranya adalah airline analysis. Studi tersebut
dilakukan airline untuk melaksanakan operasi penerbangan berjadwal.
Namun, konsep ini pun dapat diterapkan pada operasi penerbangan dengan
sistem FAO karena posisi FMC adalah sebagai aircraft operator.
Analisis perencanaan operasi dapat dilakukan dengan melakukan
langkah-langkah berikut ini:
1. Analisis Pasar/Daerah Operasi (Market Analysis)
2. Analisis Perlengkapan (Equipment Analysis)
3. Analisis Operasi (Operational Analysis)
4. Analisis Ekonomi (Economic Analysis)
5. Analisis Keuangan (Financial Analysis)
Analisis di atas sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi
resiko di masa yang akan datang, menentukan posisi di pasar dibandingkan
dengan kompetitor lain, dan mengetahui segala potensi yang dimiliki untuk
kemudian dimanfaatkan untuk pengembangan operasi aircraft operator.
Keterkaitan antara lima bagian tersebut digambarkan oleh Darma (2003)
dalam skema berikut:
Kajian Pustaka
9
Gambar 2-1 Skema Airline Analysis
2.2.1 Analisis Pasar (Market Analysis)
Analisis pasar adalah suatu awal bagi perencanaan kegiatan
aircraft operator, termasuk FMC. Analisis yang dilakukan dapat
memberikan kerangka dasar yang akurat dan fleksibel bagi perencanaan
lanjutan, yaitu perencanaan rute perjalanan, pemilihan tipe pesawat,
analisis keuangan, dan finansial.
Tujuan analisis pasar adalah memperkirakan kebutuhan perjalanan
konsumen yang ingin menikmati kebebasan penerbangan tanpa terikat
oleh jadwal. Potensi pemasaran untuk sistem operasi FAO adalah pihak-
pihak yang membutuhkan mobilisasi secara cepat dan tidak ingin terikat
jadwal ataupun pihak-pihak yang ingin mencapai daerah tujuan yang tidak
dilayani oleh penerbangan komersial berjadwal.
Analisis pasar dapat dilakukan dengan metodologi prakiraan
(forecast). Proses prakiraan pasar dapat dilakukan pada regional yang luas
Kajian Pustaka
10
(tingkat makro) dan berlanjut pada tingkat negara, prakiraan daerah
operasi hingga rangkaian perjalanan.
2.2.2 Analisis Perlengkapan (Equipment Analysis)
Menurut Banfe (1992), aset fisik yang paling penting yang dimiliki
aircraft operator adalah pesawat, yang nilainya sekitar 80% dari aset tetap
yang dimiliki. Sekitar ¼ dari 80% aset tersebut terdiri dari suku cadang
dan mesin. Perlengkapan yang dimiliki oleh aircraft operator bukan hanya
sebagai investasi utama, tetapi juga penentu dari prosedur operasi,
menentukan citra/image dari aircraft operator yang bersangkutan dan
pasar yang menjadi sasaran pengoperasian, respon positif dari penumpang
dan mencerminkan potensi keuntungan atau kerugian aircraft operator.
Dalam pemilihan perlengkapan, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, diantaranya:
Analisis pesawat udara, yang perlu diperhatikan adalah konfigurasi
internal/kabin dan performa pesawat secara keseluruhan (mesin, berat
pesawat, prestasi, dan sebagainya).
Karakteristik dan kemampuan dari bandara. Kondisi bandara akan
memengaruhi berat take-off dan landing maksimum yang diijinkan.
Keberadaan bandara cadangan selama operasi.
Kondisi kawasan operasi yang meliputi: jarak terbang, arah/kecepatan
angin, temperatur, block fuel, dan pengeluaran untuk setiap block time
operasi pesawat.
2.2.3 Analisis Operasi (Operational Analysis)
Dalam kaitannya dengan operasi penerbangan dengan sistem FAO,
maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah ketersediaan pesawat untuk
memenuhi permintaan konsumen, manajemen waktu perawatan
(scheduling), transit times, dan turnaround times. Operasi pesawat untuk
melayani berbagai rute dianalisis secara mendalam pada tahap ini. Hal ini
Kajian Pustaka
11
dimaksudkan agar gambaran rotasi penggunaan pesawat dan segala
kemungkinan terjadinya keterlambatan atau ketidaktersediaan armada
dapat sedini mungkin diantisipasi.
2.2.4 Analisis Ekonomi (Economic Analysis)
Dengan memperhatikan sisi keuangan dari implikasi operasi, maka
analisis ekonomi yang dapat dilakukan FMC secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Revenue Analysis, meliputi analisis pendapatan yang didapatkan dari
penjualan share yang ditawarkan FMC kepada konsumen. Dari
analisis ini dapat diperkirakan besarnya annual revenue.
2. Cost Analysis, meliputi:
Perhitungan Direct Operating Cost (DOC), yang bergantung pada
lingkungan operasional sesuai dengan karakteristik pesawat, dan
Perhitungan Indirect Operating Cost (IOC), yang bergantung pada
metode alokasi biaya yang dilakukan, bagaimana, dan dimana
pesawat dioperasikan.
2.2.5 Analisis Keuangan (Financial Analysis)
Analisis keuangan dibuat untuk menentukan kekuatan relatif dari
FMC. Terutama digunakan untuk mengetahui keuntungan yang dapat
diraih oleh perusahaan. Informasi yang didapatkan dari analisis ini
memberikan pula gambaran perkembangan perusahaan bagi investor untuk
memperkirakan antara cash flow dengan stabilitas dari aliran cash itu
sendiri.
2.3 KEBIJAKAN TRANSPORTASI UDARA DI INDONESIA
Aturan penyelenggaraan angkutan udara di Indonesia, secara
khusus, diatur oleh Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun
Kajian Pustaka
12
2004. Dalam aturan tersebut, izin usaha angkutan udara dibagi ke dalam dua
kategori, yaitu:
1. Angkutan udara niaga, yang terbagi menjadi angkutan udara niaga
berjadwal dan angkutan udara niaga tak berjadwal, dan
2. Angkutan udara bukan niaga.
Proses perijinan usaha angkutan udara niaga meliputi permohonan
kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dengan menyertakan
kelengkapan dokumen berupa Akta pendirian perusahaan yang disahkan
oleh Menteri Kehakiman dan HAM, studi kelayakan, Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP), dan domisili perusahaan. Studi kelayakan mencakup aspek
demand dan supply, aspek jenis dan jumlah pesawat, rute penerbangan
(untuk penerbangan berjadwal) atau daerah operasi (untuk penerbangan
tidak berjadwal), aspek pemasaran, aspek SDM dan organisasi, aspek
kesiapan teknik dan kelayakan operasi, serta aspek analisis ekonomi dan
finansial. Studi kelayakan ini harus mencantumkan perencanaan sekurang-
kurangnya lima tahun ke depan.
Setelah mengajukan permohonan, calon harus memberikan
presentasi di hadapan Ditjen Perhubungan Udara yang juga dihadiri oleh
INACA. Ditjen Perhubungan Udara kemudian akan menilai kelayakan
calon, yang mana persetujuan atau penolakan akan diberikan dalam jangka
waktu paling lambat 60 hari. Penolakan yang diberikan wajib diberikan
alasan.
Berdasarkan tipe pesawat, dikenal dua jenis operator, yaitu
operator yang mendapatkan sertifikasi berdasarkan CASR 121 untuk
operator angkutan udara berjadwal (pesawat yang lebih dari 30 kursi) dan
operator dengan sertifikasi operasi berdasarkan CASR 135 untuk operator
angkutan udara tidak berjadwal (pesawat dengan kursi kurang dari 30).
Untuk mendapatkan sertifikat operator pesawat (Air Operator Certificate
atau AOC) calon harus memenuhi KM No. 18 Tahun 2002 tentang CASR
Part 135 revisi 02 atau KM 22 Tahun 2002 tentang CASR Part 121 revisi 02.
Kajian Pustaka
13
Hingga saat ini, masih belum ada aturan yang menjelaskan secara
lengkap tentang pelaksanaan FAO di Indonesia. Untuk menyikapi hal ini,
maka dilakukan penyesuaian dengan aturan yang ada saat ini ditambah
dengan aturan yang berlaku menurut FAR Part 91 Subpart K.
Dengan merujuk pada aturan yang berlaku pada KM 81 Tahun
2004, maka kepemilikan pesawat dengan konsep FAO dapat digolongkan
sebagai operasi angkutan udara niaga tidak berjadwal. Angkutan udara niaga
tak berjadwal adalah angkutan udara niaga yang dilaksanakan pada rute dan
jadwal penerbangan yang tidak tetap dan tidak teratur dengan tarif sesuai
kesepakatan antara penyedia dan pengguna jasa dan tidak dipublikasikan.
Dalam hal ini, penyedia jasa dapat dikatakan sebagai Fractional
Management Company (FMC), sedangkan pengguna jasa adalah Fractional
owners.
Berdasarkan aturan yang sama, maka ada beberapa poin dalam
studi kelayakan untuk angkutan niaga tidak berjadwal yang harus
diperhatikan. Poin-poin tersebut adalah:
1. Permintaan (Demand)
Demand sesuai dengan rencana daerah operasi yang akan dilayani,
ditunjukkan dengan jumlah pergerakan angkutan udara pada kurun
waktu tertentu.
Data demand sesuai rencana daerah operasi, minimal data empiris
selama kurun waktu lima tahun terakhir.
Prakiraan demand untuk minimal lima tahun ke depan
menyertakan:
o Metode prakiraan permintaan
o Faktor-faktor eksternal, yaitu ekonomi, sosial, pariwisata,
politik, dan sebagainya.
o Asumsi dasar penyusunan prakiraan permintaan (demand
forecast) yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kajian Pustaka
14
2. Aspek Daerah Operasi
Tahapan rencana untuk lima tahun ke depan dibuat dengan
memperhatikan:
Segmentasi pasar atau target pangsa pasar.
Kondisi pesaing angkutan udara niaga tidak berjadwal.
Kemampuan perusahaan dalam meraih segmen pasar.
3. Aspek Armada Udara
Perencanaan armada untuk minimal lima tahun ke depan, memuat:
Alasan pemilihan jenis dan tipe pesawat yang akan digunakan.
Karakteristik dan spesifikasi jenis dan tipe pesawat yang akan
digunakan.
Perhitungan kebutuhan jumlah pesawat dan tahapan pengadaan,
dengan minimal dua pesawat udara yang dapat saling mendukung
operasi.
Cara perolehan pesawat udara:
o Cara perolehan
1) Cara sewa, dengan penjelasan sistem sewa.
2) Cara beli, dengan penjelasan sistem
pembelian.
o Sumber atau negara asal pesawat udara
2.4 OPERASI PENERBANGAN DENGAN SISTEM FAO
Setiap pemegang saham atau fractional owner memiliki hak untuk
menggunakan pesawat sebesar jam terbang tertentu sesuai dengan perjanjian
yang dibuat bersama FMC.
Fractional owner membeli saham atau fractional interests dari
suatu pesawat yang berkisar antara ½ hingga 1/16 bagian. Suatu program
FAO biasanya menawarkan suatu armada pesawat yang terdiri dari satu atau
beberapa tipe pesawat dan kemudian menjual setiap pesawat dalam bentuk
bagian saham kepada konsumen. Konversi jam terbang yang menjadi hak
Kajian Pustaka
15
fractional owner berdasarkan bagian saham yang dibelinya dapat dilihat
pada Tabel 2-1.
Tabel 2-1 Tabel Konversi Saham terhadap Jam Terbang
Bagian Saham
(Fractional Interest) Jam terbang/tahun
1/16 50
1/8 100
3/16 150
¼ 200
5/16 250
3/8 300
7/16 350
½ 400
Jika dibandingkan dengan konsep penerbangan charter, maka
operasi penerbangan hanya berbeda dari segi kepemilikan saja. Pada operasi
penerbangan charter, konsumen memiliki kebebasan untuk melakukan
pemesanan keberangkatan dengan batas waktu tertentu. Begitu pula dengan
sistem pemesanan keberangkatan yang biasanya memiliki waktu pemesanan
maksimum tiga jam sebelum keberangkatan.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Hubbard, et al. (2006)
dan menurut FAR 91.1015, operasi penerbangan biasanya diawali dan
diakhiri dari suatu kota atau bandara tertentu, yang menjadi base atau basis
operasi. Bandara yang dipilih sebagai basis operasi harus merupakan suatu
bandara dengan komponen pendukung yang lengkap selain operasi tinggal
landas dan pendaratan, seperti perawatan, hangar, pengisian bahan bakar,
dan lainnya. Selain itu, bandara tersebut berada pada daerah yang strategis,
yaitu dekat dengan pasar potensial, seperti ibukota negara, ibukota propinsi,
kabupaten/kota, atau kota pusat dagang/bisnis.
Jika owner tidak berdomisili di kota di mana bandara basis operasi
berada maka akan terjadi yang dinamakan penerbangan kosong atau dead
head atau repositioning flight. Penerbangan tersebut dilakukan untuk
menjemput owner yang berada di kota lain untuk diantar ke kota
Kajian Pustaka
16
selanjutnya. Selain untuk penjemputan, penerbangan kosong pun dapat
terjadi jika kota tujuan terakhir owner bukanlah bandara basis operasi.
Fractional Management Company (FMC) yang telah ada sejak
lama dan berkembang pesat seperti NetJets dan FlexJet, mulanya hanya
melayani daerah-daerah regional suatu negara saja, seperti Amerika Serikat.
Namun kini, tidak hanya sebatas itu karena perusahaan-perusahaan tersebut
telah melayani penerbangan lintas negara.
Permintaan owner untuk melakukan rangkaian perjalanan tidak
dapat diketahui secara pasti karena pada kenyataannya ke mana dan kapan
ia akan berangkat tidak didasarkan pada jadwal yang dikeluarkan oleh
operator, atau dalam hal ini FMC. Jadi, salah satu cara untuk memahami
pola pergerakan pesawat atau rangkaian perjalanan yang dilakukan oleh
owner adalah dengan membuat pemodelan terhadap permintaan dan
pergerakan itu sendiri.
2.5 PEMODELAN OPERASI PENERBANGAN
Pemodelan suatu sistem, seperti operasi penerbangan, dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai macam teknik dan metode, salah
satunya adalah simulasi. Menurut Oxford English Dictionary, yang
diterjemahkan secara bebas, simulasi merupakan suatu teknik meniru
kelakuan dari beberapa situasi atau sistem (ekonomi, mekanik, dan lain-lain)
yang dilakukan dengan membuat suatu model, situasi, atau alat yang data
digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih baik.
Dengan kata lain, simulasi adalah suatu teknik pembangunan suatu
model dari suatu sistem yang riil untuk mengetahui kelakuan sistem tersebut
pada kondisi-kondisi tertentu. Kunci utama dari suatu simulasi adalah
kemampuan untuk memodelkan suatu sistem yang kelakuannya dapat
berubah seiring berjalannya waktu.
Salah satu metode simulasi yang dapat dilakukan untuk
memodelkan suatu sistem adalah discrete event simulation, yang merupakan
simulasi yang menganalisis kelakuan dinamis dari suatu sistem terhadap
waktu. Operasi penerbangan merupakan suatu bentuk sistem yang
Kajian Pustaka
17
kelakuannya berubah terhadap waktu. Aspek-aspek yang dapat dimodelkan
dalam operasi penerbangan, khususnya dalam analisis operasi penerbangan
FAO, adalah permintaan owner dan pergerakan pesawat.
Pemodelan terhadap permintaan dapat dilakukan dengan membuat
suatu analisis pembangkitan rute atau yang dikenal dengan istilah trip
generation. Pembangkitan rute yang dilakukan oleh Hubbard, et al. (2006)
menggunakan metode Monte Carlo untuk mengetahui permintaan owner
yang bervariasi.
Pembangkitan rute perjalanan tersebut dibuat dengan memasukkan
data kota-kota yang menjadi daerah operasi penerbangan. Lalu, seluruh
perjalanan yang mungkin dilakukan berdasarkan batasan tertentu,
dikumpulkan dan dipilah-pilah berdasarkan jarak leg, atau jarak langsung
dari kota asal (origin) ke kota tujuan (destination). Perjalanan-perjalanan
tersebut kemudian menjadi masukan bagi analisis biaya dan finansial.
Pemodelan pada penelitian tersebut dibuat dengan menggunakan
perangkat lunak berbasis simulasi desain utilisasi bernama ARENA.
Simulasi tersebut dilakukan untuk mengetahui performa rancangan operasi
yang telah dibuat sehingga sistem pembiayaan dapat dianalisis secara lebih
lengkap berdasarkan pola operasi yang dilakukan.