bab 2 landasan teori 2.1 manajemen operasional · pdf filemenghasilkan produk berupa barang...
TRANSCRIPT
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Operasional
2.1.1 Pengertian Manajemen Operasional
Kegiatan operasional merupakan suatu tindakan atau keputusan dalam
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk menciptakan barang ataupun jasa
yang dapat dinikmati oleh konsumen. Berikut ini definisi yang dikemukakan oleh
para ahli, diantaranya sebagai berikut :
Menurut Stevenson (2009:4), manajemen operasional adalah sistem
manajemen atau serangkaian proses dalam pembuatan produk atau penyediaan
jasa. Menurut Heizer dan Rander (2009:4), manajemen operasional adalah
serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa
dengan mengubah input menjadi output. Menurut Evans dan Collier (2007:5),
manajemen operasional adalah ilmu dan seni untuk memastikan bahwa barang
dan jasa diciptakan dan berhasil dikirim kelapangan. Menurut Herjanto (2007:2),
manajemen operasional adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan
pembuatan barang, jasa dan kombinasinya melalui proses transformasi dari
sumber daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan. Menurut Daft
(2006:216), manajemen operasional adalah bidang manajemen yang
mengkhususkan pada produksi barang, serta menggunakan alat dan teknik khusus
untuk memecahkan masalah produksi.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan, sebagaian besar mengandung
unsur persamaan sebagai berikut : serangkaian proses, produk, serangkaian
aktifitas, output,barang dan jasa, kegiatan, produksi barang. Dari unsur persamaan
tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen operasional merupakan
serangkaian proses pengubahan input menjadi output yang bernilai untuk
memenuhi kebutuhan konsumen.
12
2.2 Pengendalian Kualitas
Dengan semakin banyaknya perusahaan yang berkembang di indonesia
dewasa ini, maka bagi manajemen, kualitas produk menjadi lebih penting dari
sebelumnya. Persaingan yang sangat ketat menjadikan pengusaha semakin
menyadari pentingnya kualitas produk agar dapat bersaing dan mendapat pangsa
pasar yang lebih besar. Perusahaan membutuhkan suatu cara yang dapat mewujudkan
terciptanya kualitas yang baik pada produk yang dihasilkannya serta menjaga
konsistensinya agar tetap sesuai dengan tuntutan pasar yaitu dengan menerapkan
sisitem pengendalian kualitas (qualitiy control) atas aktivitas proses yang dijalani.
Dalam menjalani aktivitas manajemen operasi, pengendalian kualitas
merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses
produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan
menghasilkan produk akhir. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat
menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang
diinginkan dan direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan dan sebisa mungkin mempertahankan kualitas
yang sesuai. Sebelum membahas pengertian pengendalian kualitas, terlebih dahulu
dikemukakan pengertian pengendalian, pengertian kualitas menurut beberapa ahli.
2.2.1 Pengertian Pengendalian
Menurut Gasperz (2005:480), pengendalian adalah “Control can mean an
evaluation to indicate needed corrective responses, the act guilding, or the state
of process in which the variability is atribute to a constant system of chance
couses”. Menurut pengertian diatas, pengendalian dapat diartikan sebagai kegiatan
yang dilakukan untuk memantau aktivitas dan memastikan kinerja sebenarnya
yang dilakukan telah sesuai dengan yang direncanakan. Menurut Robin (2005:5),
pengendalian adalah “Control can be defined as the process of monitoring
activities to ensure they are being accomplished as planned and correcting any
significant deviations”.
13
Menurut pengertian diatas, pengendalian dapat diartikan sebagai proses
aktivitas untuk memastikan bahwa proses tersebut dapat diselesaikan sesuai
dengan yang telah direncanakan dan memperbaiki perbedaan signifikan. Menurut
Assauri (2005:25), pengendalian dan pengawasan merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi yang dilaksanakan
sesuai dengan apa yang direncanakan, dan apabila terjadi penyimpangan, maka
penyimpangan tersebut dapat dikoreksi, sehingga apa yang diharapkan dapat
tercapai. Menurut Coulter (2004:526), pengendalian adalah “proses memantau
kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan itu diselesaikan
sebagaimana telah direncanakan, dan apabila terjadi penyimpangan, maka
penyimpangan tersebut dapat dikoreksi, sehingga apa yang diharapkan dapat
terjadi”.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan, sebagaian besar mengandung
unsur persamaan sebagai berikut : kegiatan, memantau aktivitas, sesuai dengan
yang direncanakan, memperbaiki, penyimpangan, dapat dikoreksi. Dari unsur
persamaan tersebut dapat di simpulkan bahwa pengendalian adalah kegiatan yang
dilakukan untuk memantau aktivitas sesuai dengan yang direncanakan dan dapat
memperbaiki dan mengkoreksi penyimpangan.
Menurut Evans dan Lindsay (2007:236) pengendalian diperlukan karena
adanya 2 alasan, yaitu :
1. Pengendalian merupakan dasar bagi manajemen kerja harian yang
efektif bagi semua tingkatan.
2. Perbaikan jangka panjang tidak dapat diterapkan pada suatu proses
kecuali proses tersebut terkendali dengan baik.
Menurut Evans dan Lindsay (2007:236) Suatu sistem pengendalian
mempunyai 3 komponen yaitu :
1. Standar atau tujuan
2. Cara untuk mengukur keberhasilan
3. Perbandingan antara hasil sebenarnya dengan standar, serta umpan
balik guna membentuk dasar untuk tindakan korektif.
14
Dalam melakukan pengendalian ada 4 langkah yang digunakan Evans dan
Lindsay (2007:236) yaitu :
1. Menentukan standar (setting standard)
Menentukan standar mutu biaya (cost quality), standar mutu kerja
(performance quality), standar mutu keamanan (safety quality),
standar mutu keandalan (reliability quality) yang diperlukan untuk
suatu produk.
2. Menilai kesesuaian (appraising conformance)
Membandingkan kesesuaian dari produk yang dibuat dengan standar
yang telah ditetapkan.
3. Bertindak bila perlu (acting when necessary)
Mengoreksi masalah dan penyebabnya melalui faktor-faktor yang
mencakup marketing, desain, engineering, produksi, dan pemiliharaan
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
4. Merencanakan perbaikan (planning for improvement)
Merencanakan suatu upaya yang berlanjut untuk memperbaiki standar
biaya, kinerja, keamanan, dan keandalan.
2.2.2 Pengertian Kualitas
Kualitas merupakan suatu istilah relatif yang sangat bergantung pada
situasi.Ditinjau dari pandangan konsumen, secara subjektif orang mengatakan
kualitas adalah sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for use).Produk
dikatakan berkualitas apabila produk tersebut mempunyai kecocokan penggunaan
bagi dirinya. Pandangan lain mengatakan kualitas adalah barang atau jasa yang
dapat menaikkan status pemakai. Ada juga yang mengatakan barang atau jasa
yang memberikan manfaat pada pemakai (measure of utility and
usefulness).Kualitas barang atau jasa dapat berkenaan dengan keandalan,
ketahanan, waktu yang tepat, penampilannya, integritasnya, kemurniannya,
individualitasnya, atau kombinasi dari berbagai faktor tersebut. Uraian di atas
menunjukkan bahwa pengertian kualitas dapat berbeda-beda pada setiap orang
pada waktu khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja (performance),
keandalan (reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainability) dan
karakteristiknya dapat diukur (Juran, 2004).
15
Adapun pengertian kualitas menurut American Society for Quality dari
buku Heizer & Render (2006:253) : “Kualitas adalah keseluruhan fitur dan
karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat
atau yang tersamar”. Para ahli lainnya juga mempunyai pendapat yang berbeda
tentang pengertian kualitas, diantaranya adalah, Menurut Crosby (2007:58) dalam
buku pertamanya “Quality is Free” menyatakan bahwa, kualitas adalah
“conformance to requirement”,yaitu sesuai dengan yang diisyaratkan atau
distandarkan. Menurut Kotler (2005:49), “kualitas produk adalah keseluruhan ciri
serta dari suatu produk atau pelayanan pada kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat”. Prawirosentono (2007:5), pengertian
kualitas suatu produk adalah “Keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk
bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan
memuaskan sesuai dengan nilai uang yang telah dikeluarkan”.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan, sebagaian besar mengandung
unsur persamaan sebagai berikut : produk, sesuai, distandarkan, kesesuaian,
kebutuhan pasar, keadaan fisik,fungsi dan sifat, sesuai. Dari unsur persamaan
tersebut dapat di simpulkan bahwa kualitas adalah produk yang telah distandarkan
sesuai dengan kebutuhan pasar dan standar kualitas yang telah ditentukan.
Kualitas tidak bisa dipandang sebagai suatu ukuran yang sempit, yaitu
kualitas produk semata-mata. Hal itu bisa dilihat dari beberapa pengertian tersebut
diatas, dimana kualitas tidak hanya kualitas produk saja akan tetapi sangat
kompleks karena melibatkan seluruh aspek dalam organisasi serta diluar
organisasi. Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara
universal, namun dari beberapa definisi kualitas menurut para ahli di atas terdapat
beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut (M.N Nasution,
2005:3) :
a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
b. Kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses dan lingkungan.
c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada masa mendatang).
Jadi pengertian kualitas itu sendiri bisa disimpulkan sebagai keseluruhan
dari barang ataupun jasa yang diharapkan dapat memberikan kepuasan kepada
orang yang menggunakannya.
16
Ada 2 macam kualitas (Sritomo, 2003:253) yaitu :
1. Kualitas desain / rancangan
Kualitas desain / rancangan dinyatakan sebagai derajat dimana
kelas atau katagori dari suatu produk akan mampu memberikan
kepuasan pada consumer secara umum. Kualitas desain /
rancangan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu aplikasi penggunaan,
pertimbangan biaya, dan kebutuhan / permintaan pasar.
2. Kualitas kesesuaian / kesamaan
Kualitaskesesuaian berkaitan dengan 3 macam bentuk
pengendalian yaitu :
a. Pencegahan cacat
Pencegahan cacat yaitu mencegah kerusakan / cacat sebelum
benar-benarterjadi.Contohnya seperti pembuatan standar-
standar kualitas, inspeksi terhadap material yang datang,
membuat peta control untuk mencegah penyimpangan dalam
proses kerja yang berlangsung.
b. Mencari kerusakan, kesalahan atau cacat
Suatu proses untuk mencari penyimpangan-penyimpangan
terhadap tolak ukur atau standar yang telah ditetapkan.
c. Analisa dan tindakan koreksi
Menganalisa kesalahan-kesalahan yang terjadi dan melakukan
koreksi-koreksi terhadap penyimpangan tersebut.
Suatu pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat
(Vincent, 1998:6) dalam Chrestella (2009)yaitu :
1. Pengukuran pada tingkat proses
Untuk mengatur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan
karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan
karakteristik output yang diinginkan. Beberapa contoh ukuran pada
tingkat proses adalah lama waktu manjawab panggilan telepon,
banyaknya panggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan,
konformansi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, persentase
material cacat yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk,
banyaknya inventori barang setengah jadi, dll.
17
2. Pengukuran pada tingkat output
Untuk mengukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan
terhadap spesifikasi karakteristik yang diingankan pelanggan. Beberapa
contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang
tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang di tetapkan (banyaknya produk
yang cacat), tingkat efektivitas dan efesiensi produksi, karakteristik
kualitas dari produk yang dihasilkan, dll.
3. Pengukuran pada tingkat outcome
Untuk mengukur bagaimana suatu produk memenuhi kebutuhan dan
ekspektasi pelanggan atau mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam
mengkonsumsi produk yang diserahkan. Beberapa contoh ukuran pada
tingkat outcome adalah banyaknya keluhan pelanggan yang diterima,
banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan
waktu penyerahan produk tepat waktu sesuai dengan waktu yang
dijanjikan, dll.
2.2.2.1 Dimensi Kualitas
Secara umum, dimensi kualitas menurut Garvin (dalam Gazpers,
1997:3) sebagaimana ditulis oleh M. N. Nasution (2005:4-5)dalam bukunya,
mengindetifikasi delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan untuk
menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu sebagai berikut :
1. Performa(performance)
Berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan
karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin
membeli suatu produk.
2. Keistimewaan(features)
Merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi
dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
3. Keandalan (reliability)
Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk melaksanakan
fungsinya secara berhasil dalam periode waktu tertentu dibawah
kondisi tertentu.
18
4. Konformasi (conformance)
Berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi
yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan
pelanggan.
5. Daya tahan (durability)
Merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini
berkaitan dengan daya tahan dari produk itu.
6. Kemampuan pelayanan (service ability)
Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan,
keramahan/kesopanan, kompetisis, kemudahan serta akurasi
dalam perbaikan.
7. Estetika (aesthetics)
Merupakan karakteristik yang bersifat subjektif sehingga
berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi
atau pilihan individual.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam
mengkonsumsi produk tersebut.
Ada 5 elemen utama dalam sistem kualitas yaitu :
1. Penyalur barang (suppliers)
Suppliers merupakan orang atau kelompok orang yang memberikan
informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses.
2. Masukan (inputs)
Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok
kepadaproses.
3. Proses (Process)
Process merupakan sekumpulan langkah yang mentransformasi dan
secara ideal, menambah nilai kepada inputs.
4. Keluaran (outputs)
Outputs merupakan produk dari suatu proses. Dalam industry
manufaktur outputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang
jadi.
19
5. Pelanggan (customers)
Customers merupakan orang atau kelompok orang, atau sub-proses
yang menerima outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub-
proses, maka sub-proses, sesudahnya dapat dianggap sebagai
pelanggan internal. Proses berikut merupakan pelanggan anda.
2.2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas
Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian kualitas sebelum, selama,
dan sesudah proses produksi ini, menurut Tjiptono dan Diana (2007:262) ada
sembilan faktor yang mempengaruhi kualitas produk atau jasa, yaitu sebagai
berikut :
1. Market
Keinginan dan kebutuhan konsumen diidentifikasikan sebagai dasar
untuk mengembangkan produk-produk baru sehingga konsumen
percaya akan ada produk yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tersebut. Kebanyakan produk ini merupakan hasil
pengembangan teknologi-teknologi baru. Akibatnya, bisnis ini harus
lebih flexibel dan berubah arah dengan cepat.
2. Money
Kebutuhan akan otomatisasi dan pemekanisan telah mendorong
pengeluaran biaya yang besar untuk proses dan perlengkapan baru,
namun penambahan investasi dapat meningkatkan produktivitas dan
juga berperan dalam pemeliharaan dan perbaikan mutu.
3. Management
Mandor dan teknisi mempunyai tanggung jawab sepenuhnya atas
kualitas produk, manajemen puncak mengalokasikan tanggung jawab
yang tepat untuk mengoreksi penyimpangan dari standar kualitas yang
telah ditetapkan.
4. Man
Kemajuan dibidang teknologi meningkatkan permintaan akan pekerja-
pekerja dengan kemampuan yang terspesialisasi. Spesialisasi menjadi
bagian penting seiring dengan meningkatkan jumlah bidang ilmu
pengetahuan.
20
5. Motivation
Meningkatkan kompleksitas kualitas produk memerlukan motivasi
yang tinggi dari karyawan dalam menghasilkan output yang
berkualitas. Selain dipengaruhi oleh imbalan, motivasi karyawan dapat
meningkat bila diberikan dorongan dan pengakuan positif atas
pekerjaannya.
6. Materials
Tingginya biaya produksi dan kebutuhan kualitas yang baik membuat
perancang produk membuat bahan baku yang lebih murah tetapi
dengan output yang tetap baik.
7. Machine and Mechanization
Keinginan perusahaan akan peningkatan efisiensi serta
memaksimalkan volume produksi telah memaksa digunakannya
peralatan manufaktur secara bertahap menjadi semakin kompleks dan
semakin tergantung terhadap kualitas bahan baku. Banyak perusahaan
yang menggunakan otomatisasi atau mekanisme agar dapat menekan
biaya dan meningkatkan kegunaan tenaga kerja serta mesin sampai
pada tingkat yang memuaskan.
8. Modern Information Methods
Teknologi informasi menyediakan cara untuk mengendalikan mesin
dan proses selama waktu pemrosesan dan mengendalikan produk dan
jasa. Semua usaha tersebut digunakan dengan maksud menjamin
kualitas produk sehingga konsumen merasa puas.
9. Mounting Product Requirements
Semakin kompleksnya desain mutu produk menuntut pengendalian
yang lebih ketat terhadap proses produksi.
21
2.2.3 Pengertian PengendalianKualitas
Setelah kita mengetahui pengertian pengendalian dan pengertian kualitas,
maka akan dikemukakan pengertian pengendalian kualitas.
Pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan
mulaidarisebelum proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga
proses produksi berakhir dengan menghasilkan produk akhir. Pengendalian
kualitas dilakukan agar dapat menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang
sesuai dengan standar yang diinginkan dan direncanakan, serta memperbaiki
kualitas produk yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan
sebisa mungkin mempertahankan kualitas yang sesuai.
Adapun pengertian pengendalian yang dikemukana menurut para ahli
adalah sebagai berikut, Menurut Assauri (2008:210), pengendalian kualitas adalah
“pengawasan mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu atau kualitas
dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah
ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan”. Sedangkan menurut
Gasperz (2005:480), pengendalian kualitas adalah “ Kegiatan yang dilakukan
untuk memantau aktivitas dan memastikan kinerja sebenarnya yang dilakukan
telah sesuai dengan yang direncanakan.”
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan aktivitas/tindakan yang terencana
yang dilakukan untuk mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas
suatu produk dan jasa agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat
memenuhi kepuasan konsumen.
2.2.3.1 Tujuan Pengendalian Kualitas
Secara terperinci, dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian
kualitas menurut Sofjan Assauri (2008:210) adalah :
1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah
ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
22
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan
menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil
mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan
bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas
yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau
serendah mungkin.
Pengendalian kualitas tidak dapat dilepaskan dari pengendalian
produksi, karena pengendalian kualitas merupakan bagian dari pengendalian
produksi.Pengendalian produksi baik secara kualitas maupun kuantitas
merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini
disebabkan karena kegiatan produksi yang dilaksanakan akan dikendalikan,
supaya barang atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan, dimana penyimpangan-penyimpangan yang terjadi diusahakan
diminimumkan.
Pengendalian kualitas juga menjamin barang atau jasa yang dihasilkan
dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya pada pengendalian produksi,
dengan demikian antara pengendalian produksi dan pengendalian kualitas erat
kaitannya dalam pembuatan barang.
2.2.3.2 Faktor-faktor Pengendalian Kualitas
Menurut Douglas C. Montgomery (2001:26) dalam Nur Ilham
(2012:14-15) dan berdasarkan beberapa literatur lain menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas yang dilakukan
perusahaan adalah :
1. Kemampuan Proses
batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan
kemampuan proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu
proses dalam batas-batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan
proses yang ada.
23
2. Spesifikasi yang berlaku
Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila
ditinjau dari segi kamampuan proses dan keinginan atau kebutuhan
konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini
haruslah dapat dipastikan dahulu apakah spesifikasi tersebut dapat
berlaku dari kedua segi yang telah disebutkan di atas sebelum
pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai.
3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima
Tujuan dilakukannya pengendalian suatu proses adalah dapat
mengurangi produk yang berada di bawah standar seminimal mungkin.
Tingkat pengendalian yang diberlakukan tergantung pada banyaknya
produk yang berada dibawah standar yang dapat diterima.
4. Biaya kualitas
biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas
dalam menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai
hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang berkualitas.
5. Biaya Pencegahan (prevention cost)
Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah terjadinya
kerusakan produk yang dihasilkan. Biaya ini meliputi biaya yang
berhubungan dengan perancangan, pelaksanaan, dan pemeliharaan
sistem kualitas. Contoh : biaya training karyawan.
6. Biaya Deteksi / Penilaian (detection / appraisal cost)
Biaya deteksi adalah biaya yang timbul untuk menentukan apakah
produk dan jasa yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan-
persyaratan kualitas. Tujuan utama dari fungsi deteksi ini adalah untuk
menghindari terjadinya kesalahan dan kerusakan sepanjang proses
produksi. Contoh : mencegah pengiriman barang-barang yang tidak
sesuai dengan persyaratan kepada para konsumen.
7. Biaya Kegagalan Internal (internal failure cost)
Merupakan biaya yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian dengan
persyaratan dan terdeteksi sebelum barang atau jasa tersebut dikirimkan
ke pihak luar (pelanggan atau konsumen). Pengukuran biaya kegagalan
internal dilakukan dengan menghitung kerusakan produk sebelum
meninggalkan pabrik. Contoh : sisa bahan.
24
8. Biaya Kegagalan Eksternal (external failure cost)
Merupakan biaya yang terjadi karena produk atau jasa tidak sesuai
dengan persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut
dikirimkan kepada para pelanggan atau konsumen. Biaya ini
merupakan biaya yang paling membahayakan, karena dapat
menyebabkan reputasi buruk, kehilangan pelanggan dan menurunnya
pangsa pasar. Contoh : biaya penarikan kembali produk dan biaya
garansi.
2.2.3.3 Langkah-langkah Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas harus dilakukan melalui proses yang terus-
menerus dan berkesinabungann. Proses pengendalian kualitas tersebut dapat
dilakukan melalui proses PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang diperkenalkan
oleh Dr. W. Edwards Deming, seorang pakar kualitas ternama yang
berkebangsaan Amerika Serikat, sehingga siklus ini disebut siklus Deming
(Deming Cycle).
Siklus PDCA umumnya digunakan untuk mengetes dan
mengimplementasikan perubahan-perubahan untuk memperbaiki kinerja
produk, proses atau suatu sistem dimasa yang akan datang.
Tahap-tahap dalam siklus PDCA terdiri dari :
1. Plan
Merencanakan spesifikasi, menetapkan spesifikasi atau standar
kualitas yang baik, memberi pengertian kepada bawahan akan
pentingnya kualitas produk, pengendalian kualitas dilakukan
secara terus-menerus dan berkesinabungan.
2. Do
Proses produksi dilaksanakan dan tindakan pengendalian
pengarahan pada karyawan, maksudnya adalah semua orang yang
mempunyai tanggung jawab dalam pekerjaannya. Hal lain yang
menunjang proses produksi adalah suhu, kebersihan ruangan,
lingkungan sekitar, dan lain-lain diterapkan dalam proses
produksi.
25
3. Check
Membandingkan kualitas hasil produksi dengan yang telah
ditetapkan, berdasarkan penelitian diperoleh data kegagalan dan
kemudian ditelaah penyebab gegagalannya.
4. Action
Dilakukan usaha-usaha untuk memperbaiki atau mencegah
kegagalan tersebut, menstandarisasikan hasil-hasil, dan
merencanakan perbaikan secara terus menerus dan diharapkan
efisiensi perusahaan dimasa yang akan datang meningkat.
Gambar 2.1 Siklus PDCA
Sumber : Richard B. Chase, Nicholas J. Aquilano and F. Robert
Jacobs,2004
Untuk melaksanakan pengendalian kualitas, terlebih dahulu perlu
dipahami beberapa langkah dalam melaksanakan pengendalian kualitas.
Menurut Schroeder (2007:173) untuk mengimplementasikan perencanaan
pengendalian dan pengembangan kualitas diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Mendefinisikan karakteristik (atribut) kualitas.
26
2. Menentukan bagaimana cara mengukur setiap karakteristik.
3. Menetapkan standar kualitas.
4. Menetapkan program inspeksi.
5. Mencari dan memperbaiki penyebab kualitas yang rendah.
6. Terus-menerus melakukan perbaikan.
Untuk memperoleh hasil pengendalian kualitas yang efektif, maka
pengendalian terhadap kualitas suatu produk dapat dilaksanakan dengan
menggunakan teknik-teknik pengendalian kualitas, karena tidak semua hasil
produksi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Menurut Prawirosentono (2007:72), terdapat beberapa standar kualitas
yang bisa ditentukan oleh perusahaan dalam upaya menjaga output barang hasil
produksi diantaranya :
1. Standar kualitas bahan baku yang digunakan.
2. Standar kualitas proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang
melaksanakannya).
3. Standar kualitas barang setengah jadi.
4. Standar kualitas barang jadi.
5. Standar administrasi, pengepakan dan pengiriman produk akhir
tersebut sampai ke tangan konsumen.
Dikarenakan kegiatan pengendalian kualitas sangatlah luas, untuk itu
semua pengaruh terhadap kualitas harus dimasukan dan diperhatikan. Secara
umum menurut Prawirosentono (2007:74), pengendalian atau pengawasan akan
kualitas disuatu perusahaan manufaktur dilakukan secara bertahap meliputi hal-
hal sebagai berikut :
1. Pemeriksaan dan pengawasan kualitas bahan mentah (bahan baku,
bahan baku penolong dan sebagainya), kualitas bahan dalam proses
dan kualitas produk jadi. Demikian pula standar jumlah dan
kompesisinya.
2. Pemeriksaan atas produk sebagai hasil proses pembuatan. Hal ini
berlaku untuk barang setengah jadi maupun barang jadi.
Pemeriksaan yang dilakukan tersebut memberi gambaran apakah
proses produksi berjalan seperti apa yang telah ditetapkan atau tidak.
27
3. Pemeriksaan cara pengepakan dan pengiriman barang ke konsumen.
Melakukan analisis fakta untuk mengetahui menyimpangan yang
mungkin terjadi.
4. Mesin, tenaga kerja dan fasilitas lainnya yang dipakai dalam proses
produksi harus juga diawasi sesuai dengan standar kebutuhan.
Apabila terjadi penyimpangan, harus segera dilakukan koreksi agar
produk yang dihasilkan memenuhi standar yang direncanakan.
Kegiatan pengendalian kualitas sangat luas. Karena semua pengaruh
terhadap kualitas harus diperhatikan. Tahapan pengendalian/pengawasan
kualitas menurut Assauri (2008:210) terdiri dari :
1. Pengawasan selama pengolahan (proses)
Banyak cara-cara pengawasan mutu yang berkenaan dengan proses
yang teratur. Contoh-contoh atau sample yang diambil pada jarak
waktu yang sama, dan dilanjutkan dengan pengecekan statistik untuk
melihat apakah proses dimulai dengan baik atau tidak. Apabila
mulainya salah, maka keterangan kesalahan ini dapat diteruskan
kepada pelaksana semula untuk penyesuaian kembali. Perlu diingat
bahwa pengawasan dari proses haruslah berurutan dan teratur.
Pengawasan yang dilakukan hanya terhadap sebagaian dari proses,
mungkin tidak ada artinya bila tidak diikuti dengan pengawasan pada
bagian lain. Pengawasan terhadap proses ini termasuk pengawasan
atas bahan-bahan yang akan digunakan untuk proses.
2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan
Walaupun telah diadakan pengawasan mutu dalam tingkat-tingkat
proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil
yang rusak atau kurang baik ataupun tercampur dengan hasil yang
baik. Untuk menjaga supaya hasil barang yang cukup baik atau
paling sedikit rusaknya, tidak keluar atau lolos dari pabrik sampai ke
konsumen/pembeli,maka diperlukan adanya pengawasan atas barang
hasil akhir/produk selesai. Adanya pengawasan seperti ini tidak
dapat mengadakan perbaikan dengan segera.
28
2.3 Pengertian Produk
Produk adalah barang-barang fisik maupun jasa yang dapat memuaskan
kebutuhan konsumen Jeff (2001:393) dalam Chrestella (2009:11-12). Produk yang
berwujud biasanya disebut sebagai barang, sedangkan yang tidak berwujud disebut
jasa.
Terdapat 3 aspek dari produk yang perlu diperhatikan :
1. Produk inti
Produk inti merupakan manfaat inti yang ditampilkan oleh suatu produk
kepada konsumen dalam memenuhi kebutuhan serta keinginannya.
2. Produk yang diperluas (augmented product)
Produk yang diperluas merupakan manfaat tambahan diluar produk inti
disebut produk yang diperluas.Tambahan manfaat itu berupa pemasangan
instalasi, pemeliharaan, pemberian garansi serta pengirimannya.
3. Produk formal
Produk formal adalah produk yang merupakan “penampilan atau
perwujudan” dari produk inti maupun perluasan produk.Produk formal inilah
yang dikenal pembeli sebagai daya tarik yang tampak langsung atau tangible
offer dimata konsumen. Terdapat 5 komponen yang terdapat pada produk
formal yaitu :
- Desain / bentuk / coraknya
- Daya tahan / mutunya
- Daya Tarik / keistimewann
- Pengemasan / bungkus
- Nama merek / brand name
Kebanyakan produk di produksi untuk melayani konsumen yang dapat
diklasifikasikan sebagai :
1. Produk Konsumen
Produk konsumen adalah produk yang tersedia secara luas bagi
konsumen, sering dibeli oleh konsumen, dan sangat mudah didapat.
2. Produk Belanja
Produk belanja berbeda dengan produk konsumen karena produk belanja
tidak sering dibeli. Ketika konsumen bersiap untuk membeli produk
29
belanja, pertama mereka akan berkeliling melihat perbandingan kualitas
dan harga dari produk pesaing.
3. Produk spesial
Produk special adalah produk yang dimaksudkan untuk konsumen
tertentu yang special dan oleh karenanya memerlukan upaya khusus
untukmembelinya.
2.4 Produk Rusak
Produk rusak merupakan produk yang mempunyai wujud produk selesai,
tetapi dalam kondisi yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh
perusahaan. Produk rusak ini kemungkinan ada yang dapat dijual, namun ada juga
yang tidak dapat dijual. Tergantung dari kondisi barang tersebut, apakah
kerusakannya masih dalam batas normal atau tidak normal. Produk rusak adalah
produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan
tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis
produk tersebut dapat diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu, tetapi biaya
yang dikeluarkan cenderung lebih besar dari nilai jual setelah produk tersebut
diperbaiki. Produk rusak ini pada umumnya diketahui setelah proses produksi
selesai.
2.5 Pencegahan vs Deteksi
Salah satu masalah terbesar dalam perindustrian sekarang ini adalah beberapa
versi pengendalian kualitas beberapa perusahaan adalah mencari barang-barang yang
rusak setelah barang selesai diproduksi. Hal ini mengarah kepada kualitas sistem
penemuan barang yang cacat. Bagaimanapun, sistem ini tidak benar-benar memenuhi
standar kualitas, bahkan sistem ini dapat meloloskan barang-barang yang cacat
produksi. SPC disisi lain, mengarah kepada sistem pencegahan, yang mana nantinya
akan menggantikan sistem sebelumnya (detection sistem). Sinyal statistik digunakan
untuk meningkatkan proses sistematik jadi akan mengurangi terjadinya cacat
produksi.
Model penemuan seperti gambar 2.1 biasanya bergantung kepada
sekumpulan inspektor (tim pemeriksa) untuk memeriksa barang jadi dalam berbagai
30
hal dan mencari cacat produksi. Pengendalian kualitas dengan metode ini sangat
tidak berguna dan tidak menguntungkan. Uang, waktu, dan materi diinvestasikan
kedalam produk atau jasa yang tidak selalu berguna atau memuaskan. Setelah fakta
bahwa metode ini sangat tidak ekonomis dan tidak dapat diandalkan. Pemeriksaan
tanpa analisa dan tidak lanjut dari masalah sebelumnya, tidak dapat meningkatkan
atau mempertahankan kualitas dari produk tersebut. Rencana pemeriksaan tidak
dapat menemukan semua barang yang cacat dan menimbulkan pemborosan yang
sangat buruk. Perusahaan membayar karyawan untuk membuat barang cacat dan
kemudian membayar inspektor (tim pemeriksa) untuk mencari barang cacat tersebut.
Jika sang inspektor (tim pemeriksa) menemukannya, perusahaan akan membayar
karyawan lain untuk memperbaikinya. Dan juga, barang cacat yang lolos
pengendalian kualitas menjurus kepada biaya garansi, citra buruk perusahaan dan
pembatalan pemesanan. Kecuali perusahaan mengambil tindakan pada kesalahan
proses tersebut, persentase dari barang jadi yang cacat akan tetap stabil.
Gambar 2.2 Model Deteksi
Sumber : Gerald Smith
Suatu dari pelajaran statistik yang akan diajarkan dari penulisan ini adalah
tanpa adanya perkembangan atau perbaikan dalam proses produksi, persentase dari
barang cacat yang diproduksi sekarang, minggu depan, dan tahun depan akan selalu
Proses Inspeksi
Perbaikan / Mengolah Kembali
Pengiriman
Membatalkan / Membuang
31
sama. Itulah pentingnya untuk menghindari cacat produsi dibagian awal produksi. Ini
adalah dasar dari model pencegahan.
Model pencegahan menggunakan sinyal statistik pada tingkatan yang wajar
dalam proses untuk meningkatkan produksi dan untuk menjaga kontrol dalam tingkat
perkembangan. Sinyal statistik menyediakan metode yang efesien untuk menganalisa
sebuah proses untuk mengindikasikan dimana perkembangan harus dilakukan untuk
mencegah adanya barang cacat dan untuk meningkatkan kualitas dari barang
produksi tersebut.
Gambar 2.3 Model Pencegahan
Sumber : Gerald Smith
Pencegahan menghindari hal buruk. Jika produk tersebut tidak sempurna dari
awal produksi, perbaikilah prosesnya agar pada produksi selanjutnya produk akan
lebih sempurna. Awasi prosesnya sehingga penyesuaian dapat dilakukan sebelum
produk menjadi cacat.
Pengendalian proses statistikal atau statistical process control (SPC) menjadi
inti dari keduanya, baik pengembangan kualitas dan pertahanan kualitas. Keputusan
penting untuk mengoptimalkan waktu penyesuaian dibuat pada tingkatan shop-floor
(pabrikasi) yang nantinya akan diteruskan ke manajemen tingkat atas untuk membuat
perubahan menggunakan pengendalian proses statistikal atau statistical process
control (SPC). Metode dan teknik statistik seperti kontrol chart analisis dari proses
atau hasil jadinya, sekarang digunakan untuk membuat keputusan ekonomi. Proses
Pengiriman Output
Proses
Memeriksa dengan SPC
Analisis Memperbaiki
32
analisis mengarah kepada tindakan yang wajar untuk mencapai dan mempertahankan
sebuah tingkatan dari pengendalian statistik dan untuk mengurangi variabelitas.
Sebuah halangan besar untuk mencapai produk berkualitas tinggi adalah
variabelitas produk. Rancangan kualitas dapat berbeda-beda diantara produk-produk,
contohnya Lincoln Towncar mempunyai rancangan kualitas yang lebih hebat dari
pada Ford Escord. Tetapi tuntutan kualitas tetap ada pada setiap rancangan kualitas.
Semua mobil pasti mempunyai ciri khas kualitas tertentu dibandingkan merek
konpetitor, dankualitas tersebut hanya bisa dicapai dengan mengurangi variabelitas
dari bagian-bagian komponen.
Pengendalian proses statistikal atau statistical process control (SPC) dapat
meningkatkan kualitas dengan mengurangi variabelitas produk dan efesiensi
produksi dengan mengurangi kesalahan proses produksi. Hal ini dapat digunakan
untuk mengawasi sebuah proses untuk menentukan kapan material produk yang akan
diproduksi sehingga penyesuaian dapat dilakukan untuk mencegah adanya barang
cacat. Sebuah konsep besar untuk mengerti tentang SPC, bagaimanapun, SPC
digunakan sebagai indikator masalah. Lalu untuk setiap aplikasi statistik seperti
kontrol chart atau histogram ada sebuah bentuk atau pola yang diharapkan, dan pada
saat bentuk atau pola yang diharapkan berubah, biasanya ada sebuah sinyal yang
menunjukan bahwa ada sebuah masalah. Potensi dari masalah harus dicari dan
selesaikan. Jadi SPC itu sendiri tidak akan meningkatkan kualitas, hanya tindakan
yang wajar terhadap sinyal masalah yang dapat meningkatkan dan mempertahankan
kualitas.
2.6 Statistical Process Control
2.6.1 Pengertian SPC (Statiscal Process Control)
Pengendalian Proses statistikal (Statistical Process Control) adalah suatu
terminologi yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan
penggunaan teknik-teknik statistikal (statistical techniques) dalam memantau dan
meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualitas. Pada tahun
1950-an sampai 1960-an digunakan terminologi pengendalian kualitas statistikal
(Statistical Quality Control) yang memiliki pengertian sama dengan pengendalian
proses statistikal (Statistical Quality Control), (Vincent Gaspersz, 1998:1) dalam
Chrestella (2009:12-13).
33
Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui
mana kita mengukur karakteristik kualitas dari output (barang dan / atau jasa),
kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output yang
diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila
ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar (Vincent Gaspersz,
1998:1) dalam Chretella (2009:12-13).
Berdasarkan uraian di atas, kita boleh mendefinisikan pengendalian proses
statistikal (SPC) sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data
kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang
menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan
kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi.
Langkah-langkah dalam pengendalian proses statistikal dapat diuraikan
sebagai berikut:
• Merencanakan penggunaan alat-alat statistical (statistical tools).
• Memulai menggunakan alat-alat statistical tersebut.
• Mempertahankan atau menstabilkan prosesdengancara menghilangkan var
iasi penyebab khusus yang dianggap merugikan.
• Merencanakan perbaikan proses terus-menerus dengan mengurangi variasi
penyebab umum.
• Mengevaluasi dan meninjau ulang terhadap penggunaan alat-alat statistical
itu
Statistical Processing Control merupakan sebuah teknik statistik yang
digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar.
Dengan kata lain, selain Statistical Process Control merupakan sebuah proses
yang digunakan untuk mengawasi standar, membuat pengukuran dan mengambil
tindakan perbaikan selagi sebuah produk atau jasa sedang diproduksi. (Render dan
Heizer, 2005:286)
SPC (Statistical Process Control atau Pengendalian Proses Statistical)
adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan
dan interpretasi pengukuran – pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam
suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi
kebutuhan dan ekspetasi pelanggan. Vincent(1998:1) dalam Chrestella
(2009).Menurut Smith (2003:1) dalam Nur Ilham (2012:29) : “Statistical Process
34
Controlmerupakan kumpulan dari metode – metode produksi dan konsep
manajemen yang dapat digunakan untuk mendapatkan efisiensi, produktivitas dan
kualitas untuk memproduksi produk yang kompetitif dengan tingakat yang
maksimum, dimana Statistical Process Control melibatkan penggunaan signal–
signal statistik untuk meningkatkan performa dan untuk memelihara pengendalian
dari produksi pada tingkat kualitas yang lebih tinggi”. Pengukuran dari beberapa
ahli ada empat yaitu kumpulan, pengukuran, produksi dan kualitas.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan, sebagaian besar mengandung
unsur persamaan sebagai berikut : teknik statistik, mengawasi standar, membuat
pengukuran, produk atau jasa, metodelogi pengumpulan, meningkatkan kualitas,
metode-metode produksi, meningkatkan performa. Dari unsur persamaan tersebut
dapat di simpulkan bahwa statitical process control (SPC) adalah sebagai
kumpulan dari metode–metode dan pengukuran untuk meningkatkan kualitas
yang lebih tinggi dari suatu produk maupun jasa yang diproduksinya guna
memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.6.2 Tujuan dan Manfaat SPC (Statiscal Process Control)
tujuan utama penggunaa SPC (Statistical Process Control) didalam suatu
proses adalah untuk memimalkan variability, memperbaiki kualitas produk, serta
menjaga kestabilan proses.
Menurut Sofjan Assauri (1998:223) dalam Nur Ilham (2012:30-31),
manfaat/keuntungan melakukanpengendalian kualitas secara statistik adalah :
1. Pengawasan (control)
Di mana penyelidikan yang diperlukan untuk dapatmenetapkan
statistical control mengharuskan bahwa syarat-syaratkualitas pada
situasi itu dan kemampuan prosesnya telah dipelajarihingga mendetail.
Hal ini akan menghilangkan beberapa titik kesulitantertentu, baik dalam
spesifikasi maupun dalam proses.
2. Pengerjaan kembali barang-barang yang telah scrap-rework
Dengandijalankan pengontrolan, maka dapat dicegah terjadinya
penyimpanganpenyimpangandalam proses. Sebelum terjadi hal-hal
yang serius danakan diperoleh kesesuaian yang lebih baik antara
kemampuan proses(process capability) dengan spesifikasi, sehingga
35
banyaknya barangbarangyang diapkir (scrap) dapat dikurangi sekali.
Dalam perusahaanpabrik sekarang ini, biaya-biaya bahan sering kali
mencapai 3 sampai 4kali biaya buruh, sehingga dengan perbaikan yang
telah dilakukan dalamhal pemanfaatan bahan dapat memberikan
penghematan yangmenguntungkan.
3. Biaya-biaya pemeriksaan, karena Statistical Quality Control
dilakukandengan jalan mengambil sampel-sampel dan mempergunakan
samplingtechniques, maka hanya sebagian saja dari hasil produksi yang
perluuntuk diperiksa. Akibatnya maka hal ini akan dapat menurunkan
biayabiaya
pemeriksaaan.SPC dapat digunakan manajemen maupun pekerja produksi
karena SPC mengandung metode statistik yang memudahkan para ahli dari
perusahaan terkait dalam hal pemecahan masalah. Manajemen dapat
menggunakan SPC sebagai alat yang efektif untuk mengurangi biaya operasional
dan meningkatkan kualitas dengan menggunakan metodenya untuk mengorganisir
dan menerapkan upaya kualitas. Seluruh proses menjadi jelas sehingga manajer
dapat mencapai strategi yang lebih baik untuk target kuantitas. SPC menciptakan
filosofi baru mengenai manajemen, komunikasi lebih terbuka diantara para
karyawan demi kebaikan perusahaan dan produk baru.
SPC juga berguna untuk produktifitas karyawan. Karyawan dapat
menggunakan SPC untuk mengembangkan alat yang efektif demi bekerja lebih
efesien. Saat para karyawan mempelajari SPC, mereka bekerja lebih pintar. Dari
kontrol chart, mereka dapat mengetahui pekerjaan mereka bagus atau tidak. SPC
memberikan kesempatan mereka untuk mempengaruhi proses produksi dan
bertanggung jawab atas pekerjaan mereka. SPC dapat meningkatkan kebanggaan
karyawan dengan cara memperbolehkan mereka untuk masuk dalam proses
produksi, pekerja produksi biasanya adalah karyawan yang memenuhi kualifikasi
untuk menentukan baik atau buruk pada setiap proses produksinya.
Manfaat SPC (Statistical Process Control) adalah:
1. Meminimalisasi variasiyang munculdidalam prosesuntukmeningkatkan
kemampuan bersaing.
2. Mengurangi biaya (melalui kegiatan kontrol disetiap tahapan proses).
3. Meningkatkan produktivitas (mengurangi kesalahan/cacat).
4. Meningkatkan keterampilan karyawan dalam mengendalikan proses.
36
2.6.3 Teknik SPC
Teknik-teknik penting dalam SPC termasuk dalam penggunaan (Gerald
Smith yaitu :
1. Proses kontro chart/diagram kontrol untuk mendapatkan dan
mempertahankan statistik pengendalian pada setiap proses.
2. Proses pembelajaran kapalititas yang menggunakan kontrol chart /
diagram kontrol untuk mendukung proses kapabilitas dalam hubungan
dengan spesifikasi produk dan permintaan pelanggan.
3. Sampel statistik sebagai bagian dari rencana selft-certification untuk
vendor.
4. Studi untuk mengukur kemampuan.
5. 7 alat yang digunakan dalam SPC, dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah.
SPC membantu menciptakan sebuah produk yang variabelitasnya sangat
rendah tetapi masih dalam batasan spesifikasi, hasil akhir menjadi lebih seragam
dan lebih berkualitas. Yang artinya lebih sedikit barang cacat yang diperbaiki dan
lebih sedikit barang cacat yang didaur ulang, jadi hasil akhir dan keuntungan
keduanya meningkat. Penggunaan SPC oleh karyawan produksi dapat
menunjukan kearah proses produksi yang lebih berkualitas dan memperkecil
kesalahan. Pengalaman bekerja dan berpengalaman dengan menggunakan mesin
dapat mengarah kepada pembuatan produk berkualitas, daripada memperbaiki
barang cacat, jadi biaya dapat ditekan. Hal ini dapat mengarah kepada
pengurangan biaya rata-rata, dan hal ini dapat meningkatkan minat pada suatu
posisi, dan banyak lapangan pekerjaan terbuka karena permintaan pelanggan naik.
SPC harus diadopsi sebagai bagian penting dari kebijakan jangka panjang
untuk pengembangan berkelanjutan dalam kualitas sebuah produk dan
produktifitas. Jika SPC terbatas hanya dalam pengguan control chart saja, hasil
yang positif akan menjadi tebatas. Tidak ada cara cepat atau jalan pintas dalam
masalah kualitas. Diagram dan teknik SPC akan menunjukan dimana masalah
berada dan menyediakan bantuan dalam hal menemukan penyebab masalah.
Manajemen harus membentuk rangkaian tindakan yang responsif. SPC dapat
diaplikasikan pada area dimana pekerjaan sudah selesai., biasanya digunakan
untuk memecahkan masalah dalam teknik mesin, produksi, inspeksi, manajemen,
37
service, dan pembukuan. Agar efektif, SPC harus menjadi bagian penting dari
perusahaan seperti bagian dari program pengendalian kualitas. Ini adalah bagian
yang penting dalam filosifi baru menjalankan sebuah bisnis. Manajemen harus
merubah pendekatan atasan dan bawahan dan menciptakan melalui pelatihan yang
baik. Sebuah struktur yang dapat bekerjasama pada setiap tingkatannya.sebuah
tingkatan komunikasi baru harus dibentuk, setiap bagian bertanggung jawab atas
bagiannya pada saat produk, dan semangat untuk bekerjasama demi kebaikan
perusahaan tidak boleh dilupakan.
2.7 Definisi Tentang Data dalam Konteks SPC
Data adalah cacatan tentang susuatu, baik bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data,
dapat dipelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian diambil tindakan yang tepat
berdasarkan fakta tersebut.
Dalam konteks pengendalian proses statistical, dikenal dua jenis data Vincent
(1998:43) yaitu:
1. Data atribut
Data atribut (Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung
menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan
analisis. Data atribut bersifat diskrit.Jika suatu catatan hanya merupakan
suatu ringkasan atau klasifikasi yangn berkaitan dengan sekumpulan
persyaratan yang telah ditetapkan, maka catatan itu dianggap sebagai
"atribut". Contoh data atribut adalah ketiadaan label pada kemasan produk,
kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat
pada produk, dan lain-lain. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk
unit–unit nonkonformans atau ketidak sesuaian dengan spesifikasi atribut
yang ditetapkan.
2. Data variabel
Data variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur
menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan
analisis.Data variabel bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuat berdasarkan
keadaan aktual,diukur secara langsung, maka karakteristik kualitas yang
38
diukur itu disebut sebagai "variabel". Contoh data variabel adalah diameter
pipa, ketebalan suatu produk, berat suatu produk, dan lain-lain.
2.8 Alat yang Digunkan dalam SPC
Pengendalian kualitas statistik dilakukan dengan menggunakan alat bantu
statistik yang terdapat pada SPC (Statistical Process Control) merupakan teknik
penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan,
menganalisis, mengelola dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-
metode statistik.
Dengan memantau proses produksi tersebut melalui pengambilan sampel
secara acak, maka pengendalian yang konstan dapat dipertahankan. Pengendalian
kualitas secara statistik dengan menggunakan SPC (Statistical Process Control) dan
SQC (Statistical Quality Control), mempunyai 7 (tujuh) alat statistik utama yang
dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas sebagaimana
disebutkan juga oleh Heizer dan Render dalam bukunya Manajemen Operasi
(2006:263-268), antara lain yaitu;
1. Diagram Alir (Flow Chart )
2. Diagram Pareto (Pareto Chart )
3. Lembar Periksa (Check Sheef)
4. Diagram Sebab-Akibat (cause-and-Effect Diagram)
5. Diagram Batang (Histogram)
6. Peta Kontrol atau Bagan Kendali (Control Chart)
7. Diagram Tebar (Scatter Diagram)
39
Gambar 2.4 Alat Bantu Pengendalian Kualitas
Sumber : Jay Heizer and Barry Render, 2005
2.8.1 Diagram Alir/Diagram Proses (Proses Flow Chart)
Diagram alir (flowchart) digunakan untuk membuat proses menjadi lebih
mudah dilihat berdaskan urutan-urutan (langkah-langkah) dari proses itu,
sehingga bermanfaat bagi anisis dan perbaikan proses terus-menerus.Menurut
Render dan Heizer (2005:267) diagram alir secara grafis menunjukan sebuah
proses atau sistem dengan menggunakan kotak dan garis yang saling
berhubungan. Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat
baik untuk mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan langkah–langkah
sebuah proses.Diagram alir digunakan untuk membuat proses menjadi lebih
mudah dilihat berdasarkan urutan–urutan atau langkah–langkah dari proses itu,
sehingga bermanfaat bagi analisis dari proses terus–menerus.
Diagram alir digunakan apabila berkaitan dengan hal–hal berikut :
- Terdapat masalah dalam proses yang ditunjukkan melalui
tingkatperformasi proses yang rendah.
- Memberikan pelatihan kepada karyawan baru.
- Mengembangkan sistem pengukuran.
- Menganalisis ketidaksinkronan, kesenjangan, dll yang berkaitan dengan
proses.
- Landasan untuk perbaikan proses secara terus – menerus.
40
Langkah – langkah pembuatan diagram alir proses yaitu :
• Langkah 1 :
harus membuat suatu diagram alir awal dengan menggunakan
dokumen definisi proses untuk mendefinisikan input, pemasok, output
dan pelanggan.
• Langkah 2 :
memperbaiki diagram alir proses dengan cara pemeriksaan kembali
apakah diagram alir itu telah sesuai dengan proses sekarang.
• Langkah 3 :
validasi diagram alir berkaitan dengan apakah diagram alir proses
terlalu spesifik ataukah terlalu global, akurasi ruang lingkup proses,
keterlibatan antar fungsi manajemen, dll.
• Langkah 4 :
interpretasi diagram alir proses melalui menghitung total waktu
tunggu, total waktu kerja, identifikasi kesempatan untuk menciptakan
biaya rendah atau tanpa biaya dalam proses itu, serta identifikasi
aktivitas–aktivitas tidak bernilai tambah serta aktivitas-aktivitas yang
tidak saling berkait.
2.8.2 Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto
dandigunakan pertama kali oleh Joseph Juran. Diagram pareto merupakan sebuah
metode untuk mengelola kesalahan, masalah, atau cacat untuk membantu
memusatkan perhatian pada usaha penyelesaian masalah. Dengan memakai
diagram pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan sehingga dapat
mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Fungsi diagram pareto adalah untuk
mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk peningkatkan kualitas dari
yang paling besar ke yang paling kecil. Render dan Heizer (2005:266).
41
Langkah-langkah pembuatan diagram pareto, yaitu :
• Langkah 1 :
Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasi
kategori-kategori atau penyebab-penyebab dari masalah yang akan
diperbandingkan. setelah itu, merencanakan dan melaksanakan
pengumpulan data.
• Langkah 2 :
Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi
kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan
formulir pengumpulan data atau lembar periksa.
• Langkah 3 :
Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi
kejadian dari yang tertinggisampai terendah, serta hitunglah frekuensi
kumulatif, persentase dari total kejadian, dan persentase dari total
kejadian secara kumulatif.
• Langkah 4 :
Menggambar dua buah garis yaitu sebuah garis vertical dan sebuah
garis horizontal.
1. Garis vertical
- Garis vertical sebelah kiri: skala pada garis ini
merupakan skala dari nol sampai total keseluruhan
dari kerusakan.
- Garis vertical sebelah kanan : buatkan pada garis ini,
skala dari 0% sampai 100%.
2. Garis horizontal
Garis ini dibagi ke dalam banyaknya interval sesuai dengan
banyaknya item masalah yang diklarifikasikan.
• Langkah 5 :
Buatlah histogram pada diagram pareto.
• Langkah 6 :
Gambarkan kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif
disebelah kanan atas dari interval setiap item masalah.
42
• Langkah 7 :
Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas
penyebabutama dari masalah yang sedang terjadi itu.
Diagram pareto terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Diagram Pareto Mengenai Fenomena, berkaitan dengan hasil-hasil
berikut yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui
apa masalah utama yang ada. Beberapa contohnya antara lain :
a) Kualitas : kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item
yang dikembalikan, perbaikan (reparasi), dll.
b) Biaya : jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dll.
c) Penyerahan (delivery) : penundaan penyerahan,
keterlambatan pembayaran, kekurangan stok, dll.
d) Keamanan : kecelakaan, kesalahan, gangguan, dll.
2. Diagram Pareto Mengenai Penyebab, berkaitan dengan penyebab
dalam proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab
utama dari masalah yang ada. Beberapa contohnya antara lain :
a) Operator : umur, pengalaman, keterampilan, sifat
individual, pergantian kerja (shift), dll.
b) Mesin : peralatan, mesin, instrument, dll.
c) Bahan baku : pembuatan bahan baku, macam bahan baku,
pabrik bahan baku, dll.
d) Metode operasi : kondisi operasi, metode kerja, sistem
pengaturan, dll.
2.8.3 Lembar Periksa (Check Sheet)
Menurut Heizer dan Render (2005:263) check sheet adalah suatu formulir
yang didesain untuk mencatat data. Pencatatan dilakukan sehingga pada saat data
diambil pola dapat dilihat dengan mudah.Lembar pengecekan membantu analisis
selanjutnya.
Sedangkan, menurut Gasperz check sheet atau lembarperiksa adalah suatu
formulir dimana item – item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir itu,
dengan maksud agar data dapat dikumpulkan secara mudah dan ringkas. Dengan
demikian, lembar periksa adalah catatan yang sederhana dan teratur dalam
43
pengumpulan dan pencatatan data sehingga memudahkan dalam mengontrol
proses dan pengambilan keputusan.
Tujuan digunakannya check sheet ini adalah untuk mempermudah proses
pengumpulan data dan analisis, serta untuk mengetahui area permasalahan
berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan untuk
melakukan perbaikan atau tidak. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara mencatat
frekuensi munculnya karakteristik suatu produk yang berkenaan dengan
kualitasnya. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengadakan analisis
masalah kualitas.
Ada beberapa jenis lembar periksa yang digunakan untuk keperluan
pengumpulan data (Sritomo, 2003: 264) :
1. Production Process Distribution Check Sheet
Lembar periksa ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berasal
dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai
dengan klasifikasi yang telah ditetapkan untuk dimasukan dalam lembar
kerja, sehingga akhirnya secara langsung akan dapat diperoleh pola
distribusi yang terjadi.
2. Defective Check Sheet
Lembar periksa ini digunakan untuk mengurangi jumlah kesalahan atau
cacat yang ada dalam suatu proses kerja, maka terlebih dulu kita harus
mampu mengidentifikasikan kesalahan-kesalahannya.
3. Defect Location Check Sheet
Lembar periksa ini adalah sejenis lembar pengecekan dimana gambar
sketsa dari benda kerja akan disertakan sehingga lokasi cacat yang
terjadi bisa segera diindentifikasi.
4. Defective Cause Check Sheet
Lembar periksa ini digunakan untuk menganalisa sebab-sebab
terjadinya kesalahan dari suatu output kerja.
5. Check Up Conformation Check Sheet
Lembar periksa ini lebih menitik beratkan pada karakteristik kualitas
atau cacat-cacat yang terjadi. Lembar periksa ini digunakan untuk
melaksanakan semacam general check up pada akhir proses kerja yang
pada intinya untuk lebih meyakinkan apakah output sudah selesai
dikerjakan dengan baik.
44
6. Work Sampling Check Sheet
Lembar periksa ini adalah suatu metode untuk menganalisa waktu
kerja.
Langkah – langkah pembuatan lembar periksa yaitu :
• Langkah 1 :
Menjelaskan tujuan pengumpulan data. Adalah baik untuk memulai
mengumpulkan data (apakah menggunakan lembar periksa atau
bukan) dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan
dengan hal berikut :
- Apa yang menjadi masalah utama ?
- Mengapa data harus dikumpulkan ?
- Siapa yang akan menggunakan informasi yang sedang
dikumpulkan dan informasi apa yang benar-benar dibutuhkan.
Apakah informasi itu perlu diperinci berdasarkan departemen,
hari, bulan, shift, mesin, dll ?
- Siapa yang akan mengumpulkan data ?
• Langkah 2 :
• identifikasi apa variabel atau atribut karakteristik kualitas yang sedang
diukur. Berkaitan dengan hal tersebut, langkah-langkah spesifik
sebagai berikut :
- Memulai memberikan judul dari lembar periksa itu. Pemberian
judul harus tegas dan memberitahukan kepada orang tentang
apa yang sedang dikaji.
- Menulis hal-hal spesifik yang akan diukur pada lembar periksa
itu.
• Langkah 3 :
menentukan waktu atau tempat pengukuran.
• Langkah 4 :
mengumpulkan data untuk item yang sedang diukur. Dalam kaitannya
kejadian harus dicatat secara langsung pada lembar periksa.
• Langkah 5 :
menjumlahkan data yang telah dikumpulkan.
45
• Langkah 6 :
memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab
masalah yang terjadi. Setiap tindakan perbaikan diambil berdasarkan
fakta, bukan hanya berdasarkan opini. Apabila ditemukannya hal-hal
yang berkaitan dengan fakta masih diragukan, harus dilakukan
verifikasi atas data tersebut yang telah dikumpulkan.
2.8.4 Diagram Sebab – Akibat (Cause and Effect Diagram)
Menurut Render dan Heizer (2005:265) Diagram ini disebut juga diagram
tulang ikan (fishbone chart) dan berguna untuk memperlihatkan faktor – faktor
utama yang berpengaruh pada kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang
kita pelajari. Selain itu, kita juga dapat melihat faktor – faktor yang lebih
terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut
yang dapat kita lihat pada panah – panah yang berbentuk tulang ikan.
Gambar 2.5 Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram)
Sumber : Vincent Gasperz, 2006:319
Diagram sebab – akibat ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950
oleh seorang pakar kualitas dari jepang yaitu Dr. Kaoru Ishikawa yang
menggunakan uraian grafis dari unsur – unsur proses untuk menganalisa sumber –
sumber potensial dari penyimpangan proses. Diagram sebab-akibat dapat
dipergunakan untuk :
1) Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
2) Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
AKIBAT SEBAB SEBAB
SEBAB SEBAB
SEBAB SEBAB
SEBAB SEBAB
46
3) Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
4) Menganalisa kondisi yang sebenarnya yang bertujuan untuk
memperbaiki peningkatan kualitas.
5) Mengurangi kondisi – kondisi yang menyebabkan ketidak sesuaian
produk dengan keluhan konsumen.
6) Menentukan standarisasidari operasi yang sedang berjalan atau yang
akan dilaksanakan.
7) Merencanakan tindakan perbaikan.
Langkah-langkah pembuatan diagram sebab-akibat, yaitu :
• Langkah 1 :
Mulai dengan pernyataan masalah - masalah utama yang penting
danmendesak untuk diselesaikan.
• Langkah 2 :
Tuliskan pernyataan masalah itu pada “kepala ikan”, yang merupakan
akibat.
• Langkah 3 :
Tuliskan factor - faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang
mempengaruhi masalah kualitas sebagai “tulang besar”, juga
ditempatkan dalam kotak.
• Langkah 4 :
Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab
- penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab
sekunder itu dinyatakan sebagai “tulang-tulang berukuran sedang”.
• Langkah 5 :
Tuliskan penyebab - penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-
penyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), sertapenyebab-
penyebab tersier itu dinyatakan sebagai “tulang-tulang berukuran
kecil”.
• Langkah 6 :
Tentukan item-item yang penting dari setiap factor dan tandailah
factor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh
nyata terhadap karakteristik kualitas.
47
• Langkah 7 :
Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu,
seperti judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan,
tanggal, dll.
Ada 5 faktor penyebab utama terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja
(Sritomo, 2003:268), yaitu :
1. Manusia (Man)
2. Metode kerja (Work-method)
3. Mesin atau peralatan kerja lainnya (Machine/equipment)
4. Bahan baku (Raw materials)
5. Lingkungan kerja (Work environment)
2.8.5 Diagram Batang (Histogram)
Histogram adalah suatu alat yang membantu untuk menentukan variasi
dalam proses. Berbentuk diagram batang yang menunjukan tabulasi dari data yang
diatur berdasarkan ukurannya. Tabulasi data ini umumnya dikenal dengan
distribusi frekuensi.Histogram menunjukan karakteristik–karakteristik dari data
yang dibagi–bagi menjadi kelas–kelas.Histogram dapat berbentuk “normal” atau
berbentuk seperti lonceng yang menujukan bahwa banyak data yang terdapat pada
nilai rata – ratanya.Bentuk histogram yang miring atau tidak simentris menujukan
bahwa banyak data yang tidak berada pada nilai rata – ratanya tetapi kebanyakan
datanya berada pada batas atas atau bawah.
Histogram menunjukuan peristiwa yang paling sering terjadi dan juga
variasi dalam pengukurannya. Statistik deskriptif seperti rata-rata dan standar
deviasi dapat dihitung untuk menjelaskan distribusinya. Walaupun demikian
datanya harus selalu dipetakan sehingga bentuk distribusinya dapat “terlihat”.
Sebuah gambar visual dari distribusi juga dapat memberikan informasi mengenai
penyebab variasinya (Hezer dan Render, 2006:322).
Histogram dapat digunakan untuk :
- Mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses.
- Membantu manajemen dalam membuat keputusan - keputusan
yang berfokus pada usaha perbaikan terus-menerus.
48
Langkah-langkah pembuatan diagram batang, yaitu :
• Langkah 1 :
Mengumpulkan data pengukuran.
• Langkah 2 :
Tentukan besarnya range ( R ).
R = X max – X min
= ( nilai terbesar – nilai terkecil )
• Langkah 3 :
Tentukan banyaknya kelas interval (K).
K = 1 + 3.322 log n
• Langkah 4 :
Tentukan interval kelas, batas kelas, dan nilai tengah kelas.
a) Lebar dari setiap kelas interval (L) ditentukan berdasarkan
pembagian antara range data (R) dan banyaknya kelas interval (K)
yang diinginkan. Untuk menentukan lebar dari setiap kelas
interval digunakan rumus sebagai berikut :
L = =
b) Tentukan batas untuk setiap kelas interval, dimana setiap data
pengukuran harus jatuh atau berada diantara dua batas kelas (batas
bawah dan batas atas). Untuk menetapkan batas bawah dan batas
atas digunakan rumus :
Batas Bawah ( BB ) = ( Nilai terkecil – ½ x Unit pengukuran )
Batas atas ( BA ) = BB + L
c) Tentukan nilai tengah kelas dengan menggunakan rumus
sebagaiberikut :
Nilai tengah kelas ke 1 =
Nilai tengah kelas ke 2 =
Dan seterusnya.
• Langkah 5 :
Tentukan frekuensi dari setiap kelas interval
• Langkah 6 :
49
buatlah histogramnya.
2.8.6 Peta Kontrol atau Bagan Kendali (Control Chart)
Sebuah diagram dengan waktu sebagai sumbu horizontalnya untuk
menunjukan nilai-nilai dari sebuah statistik (batas kendali atas, nilai sasaran, batas
kendali bawah dan waktu). Diagram kendali (control chart) adalah refresentasi
grafis dari data sejalan dengan waktu yang menunjukan batas atas dan bawah
proses yang ingin kita kendalikan. Diagram kendali dibuat sedemikian rupa
sehingga data baru dapat dibandingkan dengan data lampau dengan cepat.sample
output proses diambil dan rata-rata sample ini dipetakan pada sebuah diagram
yang memiliki batas-batasnya. Batas atas dan bawah dalam sebuah diagram
kendali dapat dinyatakan dalam satuan temperatur tekanan, berat, panjang, dan
sebagainya. Saat rata-rata sample jatuh diantara batas kendali atas dan bawah,
serta tidak ada pola teratur yang dapat dilihat, prosesnya dikatakan berada dalam
kendali dengan adanya variasi alamiah. Jika tidak, maka proses berada diluar
kendali atau tidak sesuai (Heizer dan Render, 2006:322-323). Peta kontrol
digunakan untuk :
- Mencapai suatu keadaan terkendali secara statistical.
- Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses
tetap stabil secara statistical dan hanya mengandung variasi
penyebab umum.
- Menentukan kemampuan proses.
Manfaat dari peta kendali adalah untuk :
1. Memberikan informasi apakah suatu proses produksi masih berada
didalam batas – batas kendali kualitas atau tidak terkendali.
2. Memantau proses produksi secara terus – menerus agar tetap stabil.
3. Menentukan kemampuan proses.
4. Mengevaluasi performancepelaksanaan dan kebijaksanaan
pelaksanaan proses produksi.
5. Membantu menentukan kriteria batas penerimaan kualitas produk
sebelum dipasarkan.
50
Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem industri
sehinggamenimbulkan perbedaan dalam kualitas pada produk yang
dihasilkan.(Vincent, 1998:28).Ada 2 sumber atau penyebab timbulnya
variasi(Vincent, 1998:28), yaitu :
1. Variasi penyebab khusus
Variasi penyebab khusus adalah kejadian-kejadian di luar sistem
industri yang mempengaruhi variasi dalam sistem industri itu.
Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor manusia,
peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain- lain. Jenis
variasi ini dalam pengendalian proses statistikal menggunakan
peta kontrol, yang ditandai dengan titik-titik pengamatan yang
melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang
didefinisikan.
2. Variasi penyebab umum
Variasi penyebab umum adalah faktor-faktor di dalam sistem industri
atau yang melekat pada proses industri yang menyebabkan timbulnya
variasi dalam sistem industri serta hasil-hasilnya. Jenis variasi ini
dalam pengendalian proses statistikal menggunakan peta kontrol,
yang ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-
batas pengendalian yang didefinisikan.
Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki:
1. Garistengah(CentralLine/CL) merupakan garis yang menunjukkan
nilai rata-rata dan batas kendali dari karakteristik sebagai indikasi
dimana proses terpusat.
2. Sepasang batas control, dimana satu batas control ditempatkan di
atas garis tengah yang dikenal sebagai batas control atas (Upper
Control Limit/UCL) merupakan garis yang menunjukkan nilai
rata-rata batas kendali bagian atas. Sedangkan yang satu lagi
ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas
control bawah (Lower Control Limit/LCL) merupakan garis yang
menunjukkan nilai rata-rata batas kendali bagian bawah.
51
3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan
keadaan dari proses. Jika semua nilai-nilai yang ditebarkan pada
peta itu berada di dalam batas-batas kontrol tanpa memperlihatkan
kecenderungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap
sebagai berada dalam keadaan terkontrol atau terkendali secara
statistical, atau berada dalam pengendalian statistical. Sedangkan
jika nilai - nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada di
luar batas-batascontrol atau memperlihatkan kecenderungan
tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada
dalam keadaan diluar control atau tidak berada dalam
pengendalian statistical.
Dalam setiap peta control, batas control dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
UCL = ( Nilai rata-rata ) + 3 ( Simpangan baku )
LCL = ( Nilai rata-rata ) – 3 ( Simpangan baku )
Simpangan baku adalah variasi yang disebabkan oleh penyebab
umum.Peta-peta control untuk data atribut dalam Nur Ilham (2012:27), terdiri dari
:
a. Peta p, yaitu peta control untuk mengamati proporsi atau
perbandingan antara produk yang cacat dengan total produksi,
contohnya : go-on go,baik – buruk, bagus – jelek.
b. Peta c, yaitu peta control untuk mengamati jumlah kecacatan per
total produksi.
c. Peta u, yaitu peta control untuk mengamati jumlah kecacatan per
unit produksi.
d. Peta np.
Out off controladalah suatu kondisi dimana karakteristik produk tidak sesuai
dengan spesifikasi perusahaan ataupun keinginan pelanggan dan posisinya pada
peta kontrol berada diluar kendali. Didalam Nur Ilham (2012:25-26), tipe-tipe out
off control meliputi :
1. Aturan satu titik
Terdapat satu titik data yang berada diluar batas kendali, baik yang berada
diluar UCL maupun LCL, maka data tersebut out off control.
2. Aturan tiga titik
52
Terdapat tiga titik data yang berurutan dan dua diantaranya berada di
daerah A baik yang berada didaerah UCL maupun LCL, maka satu dari
data tersebut out off control, yakni data yang berada paling jauh dari
central control limit.
3. Aturan lima titik
terdapat lima titik yang berurutan dan empat diantaranya berada didaerah
B baik yang berada di daerah UCL maupun LCL, maka satu dari data
tersebut out off control, yakni data yang berada paling jauh dari central
control limit.
Aturan delapan titik terdapat delapan titik data yang berurutan dan berada
berurutan di daerah C dan didaerah UCL maka satu data tersebut out off
control yakni data yakni data yang berada paling jauh dari central control
limit.
Gambar 2.6 Tipe-Tipe Out Off Control dalam Peta Kendali
Sumber : Nur Ilham 2012
53
2.8.6.1 Peta Kontrol p
Peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item
yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang
cacat yang dihasilkan dalam suatu proses.
Langkah-langkah dalam membuat peta kontrol p, yaitu :
• Langah 1 :
Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n > 30)
• Langah 2 :
Kumpulkan 20 – 25 set contoh
• Langah 3 :
Hitunglah nilai proporsi cacat yaitu dengan rumus :
p – bar =
• Langah 4 :
Hitunglah nilai simpangan baku yaitu dengan rumus :
Sp =
Jika p-bar dinyatakan dalam persentase, maka Sp dihitung sebagai
berikut :
Sp =
• Langkah 5 :
Hitunglah batas-batas kontrol 3-sigma dari :
CL = p – bar
UCL = p – bar + 3 Sp
LCL = p – bar – 3 S
• Langkah 6 :
Tebarkan data proporsi cacat dan lakukan pengamatan apakah data
itu berada dalam pengendalian statistikal.
• Langkah 7 :
54
Apabiladatapengamatan menunjukkanbahwaprosesberadadalam
pengendalian statistical, tentukan kapabilitas proses untuk
menghasilkan produk yang sesuai(tidakcacat)sebesar:(1–p-
bar)atau(100%-p-bar,%),haliniserupa dengan proses
menghasilkan produk cacat sebesar p-bar.
• Langkah8:
Apabiladatapengamatanmenunjukkanbahwaprosesberadadalam
pengendalianstatistical,gunakanpetacontrolp
untukmemantauprosesterus-
menerus.Apabiladatapengamatanmenunjukkanbahwaproses
tidakberadadalam pengendalianstatistical,prosesitu
harusdiperbaikiterlebihdahulusebelum menggunakan peta
controlpuntuk pengendalian proses terus-menerus.
2.8.6.2 Peta Kontrol np
Peta control np dan p cocok untuk situasi dasar yang sama, sehingga
peta kontrol np digunakan apabila :
- Data banyaknya item yang titak sesuai adalah lebih bermanfaat
dan mudah untuk diinterpretasikan dalam pembuatan laporan
dibandingkan data proporsi.
- Ukuran contoh (n) bersifat konstan dari waktu ke waktu.
Langkah-langkah dalam membuat peta control np yaitu :
• Langkah 1 :
Tentukan ukuran contoh yang cukup besar ( n> 30 ) dan konstan
dari waktu ke waktu.
• Langkah 2 :
Kumpulkan 20-25 set contoh selama beberapa periode
pengamatan.
• Langkah 3 :
Hitung nilai rata-rata banyaknya cacat yaitu dengan rumus :
np – bar =
55
Dimana np1, np2, ......,npk adalah banyaknya item yang cacat
tidak sesuai dalamk periode atau k kelompok pengamatan.
• Langkah 4 :
Hitung nilai simpangan baku yaitu dengan rumus :
SP =
• Langkah 5 :
Hitung batas-batas control 3-sigma dari :
CL = np-bar
UCL = np-bar + 3 Snp
LCL = np-bar – 3 Snp
• Langkah 6 :
Tebarkan data banyaknya item cacat dan lakukan pengamatan
apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
• Langkah 7 :
Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada
dalam pengendalian statistical, maka tentukan kapabilitas proses.
Kapabilitas proses untuk peta kontrol np yaitu : (1 – p-bar), hal ini
serupa dengan proses menghasilkan produk cacat adalah sebesar
p-bar.
• Langkah 8 :
Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada
dalam pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol np untuk
memantau proses terus- menerus. Apabila data pengamatan
menunjukkan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian
statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum
menggunakan peta control np untuk pengendalian proses terus-
menerus.
2.8.6.3 Peta Kontrol c
56
Petacontrolc
didasarkanpadatitikspesifikyangtidakmemenuhisyaratdalam produkitu,
sehinggasuatuprodukdapatdianggap memenuhi syaratmeskipunmengandung
satuataubeberapatitikspesifikyangcacat.Petacontrolcmembutuhkanukuranconto
h konstan ataubanyaknyaitemyang diperiksabersifatkonstanuntuk setiapperiode
pengamatan.
Langkah-langkah dalam membuat petacontrol cyaitu :
• Langkah 1 :
Tentukan ukuran contoh yang bersifat konstan selama periode
pengamatan.
• Langkah 2 :
Lakukan pengamatan untuk beberapa periode waktu atau beberapa
kelompok contoh.
• Langkah3:
Hitungnilairata-ratabanyaknyaketidaksesuaianyangditemukanyaitu
dengan rumus :
c – bar =
keterangan :
k = periode atau kelompok pengamatan.
• Langkah 4 :
Hitung nilai simpangan baku yaitu dengan rumus :
Sc =
• Langkah 5 :
Hitung nilai batas – batas kontrol 3-sigma dari :
CL = c – bar
UCL = c – bar + 3Sc
LCL = c – bar – 3 Sc
• Langkah 6 :
Tebarkan data banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai dan
lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian
statistical.
• Langkah 7 :
57
Apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses berada dalam
pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses untuk
menghasilkan banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai sebesar :
c-bar.
• Langkah 8 :
apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses berada dalam
pengendalian statistikal, gunakan padakontrol cuntuk memantau
proses terus menerus. Apabila data pengamatan menunjukan
bahwa proses tidak berada dalam pengendalian statistikal, maka
proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan
peta kontrol c untuk pengendalian proses terus menerus.
2.8.6.4 Peta Kontrol u
Peta kontrol u dapat mengukur banyaknya ketidaksesuaian (titik
spesifik) per unit laporan inspeksi dalam kelompok (periode) pengamatan, yang
mungkin memiliki ukuran contoh (banyaknya item yang diperiksa). Peta
kontrol u dapat digunakan apabila ukuran contoh lebih dari satu unit dan
mungkin bervariasi dari waktu ke waktu.
Langkah-langkah dalam pembuatan peta kontrol u yaitu :
• Langkah 1 :
Tentukan ukuran contoh selama periode pengamatan.
• Langkah 2 :
Lakukan pengamatan untuk beberapa periode waktu atau
beberapa kelompok contoh.
• Langkah 3 :
Hitunglah nilai rata-rata banyaknya ketidaksesuaian (titik
spesifik) yang ditemukan per unit item, yaitu dengan rumus :
U – bar =
• Langkah 4 :
Hitunglah nilai simpangan baku yaitu dengan rumus :
Su =
58
• Langkah 5 :
Hitunglah batas-batas kontrol 3-sigma dari :
CL = u - bar
UCL = u – bar + 3 Su
LCL = u – bar - 3 Su
• Langkah 6 :
Tebarkan data banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai per unit
item yang diperiksa dan lakukan pengamatan apakah data itu
berada dalam pengendalian statistikal.
• Langkah 7 :
Apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses berada dalam
pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses untuk
mengahasilkan banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai per unit
item sebesar : u – bar.
• Langkah 8 :
Apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses berada dalam
pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol u untuk memantau
proses itu terus menerus. Tetapi apabila data pengamatan
menunjukan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian
proses statistikal, maka proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu
sebelum menggunakan peta kontrol u untuk pengendalian proses
terus menerus.
2.8.7 Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Diagram tebar menunjukan hubungan antara dua pengukuran. Contohnya
adalah hubungan berbanding lurus antara lamanya waktu pelayanan jasa yang
dipanggil kerumah dengan jumlah perjalanan yang dilakukan teknisi kembali ke
truknya untuk mengambil komponen. Jika kedua hal berkolerasi erat, maka titik-
titik datanya akan membentuk sebuah daerah yang sempit jika hasilnya adalah
59
sebuah pola yang acak maka kedua hal tersebut tidak berhubungan (Heizer dan
Render, 2006:316-318).
Diagram tebar merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan
untuk:
- Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel.
- Menentukan jenis hubungan dari dua variabel itu, apakah positif,
negatif, atau tidak ada hubungan.
Dua variabel yang ditunjukkan dalam diagram tebar dapat berupa :
- Karakteristik kualitas dan faktor yang mempengaruhinya.
- Dua karakteristik kualitas yang saling berhubungan.
- Dua faktor yang saling berhubungan yang mempengaruhi
karakteristik kualitas.
Pada dasarnya terdapat tiga pola diagram tebar, sesuaidengan bentuk
hubungan diantara dua variabel x dan y yaitu :
- Pola diagram tebar berkorelasi positif
Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan
korelasi positif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari
variabel x berhubungan dengan nilai- nilai yang besar dari variabel
y, serta nilai-nilai yang kecil dari variabel x berhubungan dengan
nilai-nilai yang kecil dari variabel y.
- Pola diagram tebar berkorelasi negative
Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan
korelasi negatif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari
variabel x berhubungan dengan nilai- nilai yang kecil dari variabel y,
serta nilai-nilai yang kecil dari variabel x berhubungan dengan nilai-
nilai yang besar dari variabel y.
- Pola diagram tebar tidak berkorelasi
Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang tidak memiliki hubungan
(tidak berkorelasi), dimana tidak ada kecenderungan bagi nilai-nilai
tertentu dari variabel x untuk terjadi bersama-sama dengan nilai-nilai
tertentu dari variabel y.
Langkah-langkah dalam membuat diagram tebar,yaitu :
60
• Langkah 1 :
Kumpulkan pasangan data ( x,y ) yang akan dipelajari hubungannya
serta susunlah data itu dalam tabel.
• Langkah 2 :
Tentukan nilai-nilai maksimum dan minimum untuk kedua variabel x
dan y.
• Langkah 3 :
Tebarkan ( plot ) data pada selembar kertas.
• Langkah 4 :
Berikan informasi secukupnya agar orang lain dapat memahami
diagram tebar itu. Informasi yang biasa diberikan adalah :
a. interval waktu
b. banyaknya pasangan data
c. judul dan unit pengukuran dari setiap variabel pada garis
horizontal dan vertical.
d. judul dari grafik itu
e. apabila dipandang perlu dapat mencantumkan nama dari orang
yang membuat diagram tebar itu.
2.9Pembagian Pengendalian Kualitas Statistik
Terdapat 2 jenis metode pengendalian kualitas secara statistika yang berbeda,
yaitu :
1. Acceptance Sampling
Didefinisikan sebagai pengambilan satu sampel atau lebih secara acakdari
suatu partai barang, memeriksa setiap barang di dalam sampel tersebut
dan memutuskan berdasarkan hasil pemeriksaan itu, apakah menerima
atau menolak keseluruhan partai.Jenis pemeriksaan ini dapat digunakan
oleh pelanggan untuk menjamin bahwa pemasok memenuhi spesifikasi
kualitas atau oleh produsen untuk menjamin bahwa standar kualitas
dipenuhi sebelum pengiriman.Pengambilan sampel penerimaan lebih
sering digunakan daripada pemeriksaan 100% karena biaya pemeriksaan
jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya lolosnya barang yang tidak
61
sesuai kepada pelanggan.
2. Process Control
Pengendalian proses menggunakan pemeriksaan produk atau jasa ketika
barang tersebut masih sedang diproduksi (WIP/work in process). Sampel
berkala diambil dari outpu proses produksi. Apabila setelah pemeriksaan
sampel terdapat alasan untuk mempercayai bahwa karekteristik kualitas
proses telah berubah, maka proses itu akan diberhentikan dan dicari
penyebabnya. Penyebab tersebut dapat berupa perubahan pada operator,
mesin atau pada bahan. Apabila penyebab ini telah dikemukakan dan
diperbaiki, maka proses itu dapat dimulai kembali. Dengan memantau
proses produksi tersebut melalui pengambilan sampel secara acak, maka
pengendalian yang konstan dapat dipertahankan. Pengendalian proses
didasarkan atas dua asumsi penting, yaitu :
a. Variabilitas
Mendasar untuk setiap proses produksi. Tidak peduli bagaimana
sempurnanya rancangan proses, pasti terdapat variabilitas dalam
karakteristik kualitas dari tiap unit. Variasi selama proses produksi tidak
sepenuhnya dapat dihindari dan bahkan tidak pernah dapat dihilangkan
sama sekali. Namun sebagian dari variasi tersebut dapat dicari
penyebabnya serta diperbaiki.
b. Proses
Proses produksi tidak selalu berada dalam keaadaan terkendali, karena
lemahnya prosedur, operator yang tidak terlatih pemeliharaaan mesin
yang tidak cocok dan sebagainya, maka variasi produksinya biasanya
jauh lebih besar dari yang semestinya.
2.10Jenis Kecacatan
Kecacatan pada suatu produk diklasifikasikan kedalam 3 kategori (Evans
dan Lindsay, 2007:114) yaitu :
1. Cacat kritis
62
Cacat kritis adalah suatu bentuk cacat dimana penilaian dan pengalaman
mengindikasikan bahwa cacat produk tersebut akan menghasilkan kondisi
yang berbahaya atau tidak aman bagi orang yang menggunakan,
menyimpan, atau tergantung pada produk tersebut, serta membuat produk
tersebut tidak dapat menunjukkan kinerja yang baik.
2. Cacat penting
Cacat penting adalah suatu bentuk cacat yang tidak kritis namun dapat
mengakibatkan kegagalan atau secara material akan mengurangi
tingkat penggunaan unit produk tersebut. Cacat penting dapat
mengakibatkan konsekuensi yang serius ataupun tuntutan hukum, maka
jenis cacat ini harus diawasi dan dikendalikan dengan hati-hati.
3. Cacat kecil
Cacat kecil adalah cacat yang tidak terlalu mengurangi penggunaan suatu
produk, atau mengakibatkan dampak penting pada efektivitas penggunaan
atau pengoperasian produk tersebut.Cacat jenis ini dapat mengakibatkan
ketidakpuasan pelanggan.
2.11 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini untuk
menggambarkan bagaimana pengendalian kualitas yang dilakukan secara statistik
dapat menganalisis tingkat kecacatan produk yang dihasilkan oleh PT. Wieda
Sejahtera yang melebihi batas toleransi serta mengidentifikasi penyebab masalah
tersebut untuk kemudian ditelusuri sehingga menghasilkan usulan atau rekomendasi
perbaikan kualitas produksi dimasa mendatang. Berdasarkan tinjauan landasan teori
dan penelitian terdahulu maka dapat disusun kerangka pemikiran dalam penelitian
ini.
63
Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran
Sumber : Hasil Analisa, Mei 2015
NO
Melakukan Pengontrolan Pengamatan Serta Menganalisis untuk Mengetahui
Jenis dan Faktor-Faktor Kecacatan
Proses Produksi
Produk Jadi Tidak Cacat
Barang Cacat
Pengendalian Proses Produksi dengan Metode Statistical
Process Control :
• Diagram Alir (Flow Chart)
• Diagram Pareto (Pareto Chart)
• Lembar Periksa (Check Sheet)
• Diagram sebab-akibat (Cause-and-Effect Diagram)
• Diagram Batang (Histogram)
• Peta Kontrol atau Bagan Kendali (Control Chart)
• Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Analisis
Hasil Analisis
Rekomendasi
Hasil Produksi
64