bab 2 landasan teori -...
TRANSCRIPT
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Sistem Informasi
2.1.1 Definisi Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan sekumpulan elemen yang saling
berikatan yang bekerjasama untuk menangani proses merubah masukan
(input) menjadi keluaran (output) yang diinginkan. Sistem informasi
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung
operasi organisasi dengan kegiatan strategi sehingga menghasilkan laporan
yang dibutuhkan oleh pihak tertentu (Aisyah & Falgenti, 2017).
Sistem informasi terdiri dari beberapa komponen seperti hardware dan
software yang berfungsi sebagai people, procedures, dan machine dan ketiga
komponen tersebut bekerjasama untuk mendukung jalannya kegiatan
operasional perusahaan (Kalimantara, Witjaksono, & Ambarsari, 2016).
Menurut (Ariaji, Utami & Sunyoto,2014), sistem informasi
menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan bagi pihak luar dalam
bentuk laporan yang berisikan data kombinasi antara pengolahan transaksi
harian, pendukung operasi, dan kegiatan strategi dari sebuah organisasi.
Dari pengertian sistem informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa
sistem informasi terdiri dari elemen-elemen seperti orang, mesin, dan
prosedur yang saling berkaitan dan bekerjasama guna mendukung jalannya
operasi serta menyediakan laporan dalam upaya pencapaian tujuan strategis
perusahaan
2.1.2 Fungsi Sistem Informasi
Menurut (Hendarti, 2011), fungsi sistem informasi antara lain:
a. Menjadi kontributor untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
kegiatan operasional perusahaan, serta produktifitas dan
pelayanan terhadap pelangannya
10
b. Sebagai area fungsional yang penting untuk mejalankan proses
bisnis seperti akuntansi, keuangan, pemasaran, manajaemen
operasional maupun sumber daya manusia
c. Menjadi penyedia sumber informasi untuk mendukung pihak
manjaerial dalam pengambilan keputusan
d. Memberikan competitive advantage bagi perusaahan agar dapat
bersaing di pasar global
e. Memberikan peluang dalam berkarir dinamis
f. Sebagai komponen penting dari sumber daya, infrastruktur dan
kemampuan perusahaan bisnis yang akan membentuk jaringan
Dalam jurnal “Pengaruh Kualitas Sistem, Kualitas Informasi dan Kualitas
Layanan Terhadap Kepuasan Pengguna Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
Daerah Kalisat Kabupaten Jember” yang ditulis oleh (Putra dan Siswanto, 2016)
ditemukan bahwa sebuah sistem yang berkualitas (kemudahan penggunaan,
kemudahan dipelajari, kecepatan akses, keandalan sistem, kegunaan fitur dan fungsi)
akan menghasilkan output berupa informasi yang tepat waktu, lengkap, dan akurat
dan kedua variable tersebut positif mempengaruhi kepuasan pelanggan akan layanan
yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan
adanya keberadaan sistem informasi yang berkualitas, proses bisnis dalam sebuah
organisasi dapat mengalami peningkatan sehingga dapat melayani pelanggannya
dengan lebih baik.
2.2 Akuntansi
Menurut (Weygandt, Kieso, dan Kimmel, 2015) akuntansi merupakan sebuah
sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, mencatat dan menyampaikan kejadian
bersifat ekonomis dari suatu organisasi kepada seluruh pengguna yang memiliki
kepentingan
2.2.1 Sistem Informasi Akuntansi (SIA)
Menurut (Hall, 2011), sistem informasi akuntansi merupakan sebuah
sistem yang memproses transaksi keuangan (contoh: transaksi penjualan)
maupun bukan keuangan (contoh: menambahkan list supplier bahan baku)
11
yang akan mempengaruhi pemrosesan suatu transaksi keuangan sebuah
organisasi. SIA terbagi menjadi tiga subsistem besar yaitu
a. Transaction Processing System (TPS): Menunjang aktifitas operasi bisnis
harian dengan berbagai macam laporan, dokumen, maupun pesan antar
individu di dalam organisasi
b. General Ledger/ Financial Reporting System (GL/FRS): Menghasilkan
laporan keuangan seperti income statement, balance sheet, statement of
cash flow, tax returns, dan laporan lainnya yang di wajibkan secara hukum
c. Management Reporting System (MRS): Menyediakan laporan untuk
manajemen internal dengan informasi yang dibutuhkan untuk pembuatan
keputusan seperti pembuatan anggaran, analisa varian, dan laporan
pertanggungjawaban.
2.2.2 Komponen Sistem Informasi Akuntansi
Terdapat enam komponen dari sistem informasi akuntansi yaitu:
a. People: individu yang mengoperasikan sistem dan fungsi di dalamnya
b. Procedures: Aktifitas mengumpulkan, pemrosesan, dan penyimpanan
berbagai macam aktifitas perusahaan
c. Data: Berisikan informasi mengernai kegiatan dan proses bisnis
perusahaan
d. Software: Merupakan perangkat lunak yang menopang proses
pengolahan data di perusahaan
e. Information Technology Infrastructure: Mencakup perangkat keras
seperti komputer, jaringan, dan perangkat pendukung lainnya untuk
mengumpulkan, memproses, menyimpan informasi perusahaan
f. Internal Control: Upaya untuk mengamankan informasi yang terdapat di
dalam Sistem Informasi Akuntansi
2.3. Evaluasi
Menurut (Beddu, 2017), evaluasi merupakan sebuah proses sistematis
untuk menentukan nilai sesuatu (ketentuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja,
proses, orang, objek dan yang lainnya) dengan cara dibandingkan dengan
kriteria tertentu melalui penilaian. Dari perbandingan terhadap kriteria inilah
12
kira dapat mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan/ pencapaian kriteria
tersebut. Evaluasi memberikan penilaian objektif mengenai derajat dari
seluruh pelayanan apakah sudah mencapai hasil sesuai dengan rencana atau
belum, kemudian hasil penilaian dapat digunakan sebagai panduan untuk
pengambilan keputusan maupun langkah yang akan dilakukan selanjutnya
(Ariaji, Utami & Sunyoto,2014).
Hal ini dibuktikan dalam jurnal “Evaluasi Sistem Akuntansi Penjualan
dan Penerimaan Kas dalam Meningkatkan Pengendalian Intern yang Efektif
(Studi pada PT Sun Star Motor)” dimana penulis melakukan evaluasi pada
sistem informasinya dan menemukan masih ada beberapa kelemahan yaitu
sistem penagihan hutangnya disatukan dengan penagihan dan semua
dilakukan oleh satu orang. Dari hasil evaluasi dapat diketahui bahwa
perusaahaan tersebut rawan terjadi fraud karena tidak adanya pemisahan
wewenang. Dan dari hasil evaluasi tersebut, penulis mengusulkan
dijalankannya job rotation secara berkala dan juga pemisahaan kewenangan
untuk operasional yang lebih baik di masa yang mendatang. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa dengan dilakukannya evaluasi, dapat diketahui
kelemahan yang masih terdapat dalam organisasi sehingga dapat dilakukan
perbaikkan terhadap kekurangan tersebut.
Berdasarkan pembahasan diatas maka disimpulkan bahwa evaluasi
merupakan proses sistematis untuk memberikan penilaian mengenai sesuatu.
Penilaian akan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan dan
kemudian hasil penilaian akan digunakan untuk perbaikan yang akan
dilakukan pada masa mendatang.
2.4 Sistem Pengendalian Internal
2.4.1. Definisi Sistem Pengendalian Internal
Menurut (Hery, 2015), pengendalian internal adalah seperangkat
kebijakan atau prosedur yang bertujuan untuk melindungi aset organisasi dari
segala bentuk penyalahgunaan, menjamin ketersediaan informasi yang akurat,
13
serta memastikan undang-undang atau peraturan telah dijalankan seluruh
karyawan perusahaan.
Menurut (Iswandi, 2011) pengendalian internal merupakan sebuah
teknik pengawasan keseluruhan dari kegiatan operasi perusahaan baik
mengenai organisasinya maupun sistem atau prosedur yang digunakan pada
perusahaan serta alat-alat yang digunakan. Pengendalian internal harus
senantiasa di monitor dan di evaluasi sehingga manfaatnya dapat
dipertanggungjawabkan.
Dari pemahaman diatas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian
internal merupakan kebijakan atau prosedur pengawasan perusahaan secara
menyeluruh, dan digunakan untuk melindungi jalannya operasi organisasi
dari penyelewengan, meyediakan informasi yang akurat, serta memastikan
bahwa peraturan dan kebijakan manajemen dipatuhi seluruh karyawannya
dan pengendalian internal harus secara berkala diawasi sehingga manfaatnya
dapat dirasakan.
2.4.2. Tujuan Sistem Pengendalian Internal
Menurut (Sanusi, Johari, Said & Iskandar, 2015) internal kontrol harus
diimplemetasikan dengan benar dalam sebuah organisasi untuk memastikan adanya
perlindungan terhadap aset perusahaan dan laporan keuangan yang dihasilkan dapat
diandalkan. Sistem Pengendalian Internal memastikan bahwa manager akan
mengutilisasi sumber daya finansial untuk mengamankan kepentingan kontributor
perusahaan.
Menurut (Arens, Elder & Beasley, 2014) pengendalian internal bertujuan
untuk memastikan efektifitas dan efisiensi operasi, menjamin keandalan laporan
keuangan, serta mejamin kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Pengendalian
yang dilakukan harus dapat mencegah dilakukannya kegiatan yang tidak perlu
ataupun mencegah pemborosan serta mengamankan aktifa dan catatan akuntansi.
Dengan demikian manajemen memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa informasi
yang telah disiapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.
14
Dalam jurnal “The Influence of Internal Control Weaknessed on Firm
Performance” yang ditulis oleh (Lai, Li, Lin, dan Wu,2017) menunjukkan bahwa
perusahaan yang memiliki internal kontrol inventory yang rendah rasio inventory
turnovernya lebih rendah serta lebih tinggi tingkat kerusakan inventorinya. Dan
ketika internal kontrolnya diperbaiki, perusahaan menunjukkan hasil operasi yang
membaik. Hal ini menunjukkan bahwa internal kontrol yang memadai dapat
memberikan perlindungan terhadap aset organisasi seperti pada teori yang dicetuskan
oleh (Sanusi, Johari, Said & Iskandar, 2015)
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem
pengendalian internal bertujuan untuk memastikan bahwa operasi di dalam
organisasi dilaksanakan dengan efektif dan efisien, laporan keuangan dapat
diandalkan, patuh terhadap kebijakan manajemen, juga sumber daya finansial
diutilisasi dengan baik sehingga pemegang kepentingan dalam perusahaan dapat
terpenuhi kepentingannya.
2.4.3 Unsur Sistem Pengendalian Internal
Menurut (Mulyadi, 2014:164), ada beberapa unsur pokok sistem
pengendalian internal yaitu:
1. Adanya pemisahan tanggung jawab fungsional dalam struktur organisasi.
Struktur organisasi menjadi kerangka yang berfungsi untuk membagi
tanggung jawab fungsional kepada unit organisasi untuk menjalankan
tugasnya masing-masing. Pembagian tanggung jawab harus didasarkan pada
prinsip:
a. Fungsi operasi dan penyimpanan dipisahkan
b. Sebuah fungsi tidak boleh memiliki tanggung jawab penuh untuk
melaksanakan semua tahapan transaksi
2. Prosedur pencatatan dan wewenang pada organisasi memberikan
perlindungan yang memadai terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.
Organisasi harus memiliki pembagian wewenang dalam menjalankan
transaksi. Setiap kegiatan yang terjadi dalam harus mendapatkan otorisasi
dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi
15
tersebut demi menjamin terciptanya pembukuan yang dapat dipercaya
sehingga menjadi masukan yang dapat diandalkan bagi proses akuntansi.
3. Praktik yang sehat pada setiap unit
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk
memastikan praktik yang sehat yaitu:
a. Pemberian nomor urut pada dokumen sehingga pemakaiannya dapat
dipertanggungjawabkan
b. Dilakukannya pemeriksaan secara mendadak (tanpa pemberitahuan)
c. Transaksi yang terjadi tidak boleh di tangani hanya satu orang atau satu
unit organisasi
d. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak
e. Melakukan pencocokan aset tercatat dengan wujud fisiknya secara
periodik
f. Adanya rotasi jabatan
g. Adanya unit organisasi yang melakukan pengecekan unsur sistem
pengendalian internal
4. Karyawan memiliki mutu yang sesuai dengan tanggung jawabnya
Kelancaran jalannya sebuah organisasi tidak hanya bergantung pada
struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan, maupun praktik
yang sehat. Mutu sumber daya manusia yang ada di dalam sebuah organisasi
juga merupakan unsur sistem pengendalian internal yang sangat berpengaruh.
Jika seorang karyawan yang di rekrut memiliki kompetensi dan kejujuran,
maka mereka akan melakukan pekerjaannya dengan efektif dan efisien
meskipun hanya sedkit unsur sistem pengendalian internal yang
mendukungnya sehingga dapat menghasilkan pertanggungjawaban keuangan
yang dapat diandalkan.
Hal ini dibuktikan oleh (Alfian, Musadieq, dan Sulistyo, 2018) pada
jurnal “Pengaruh Kepribadian dan Kompetensi Terhadap Kinerja Karyawan”
dan menemukan hasil bahwa variabel kompetensi karyawan memberikan
kontribusi sebesar 40,8% terhadap kinerja karyawan. Jadi dengan semakin
meningkatnya kompetensi karyawan, maka akan semakin meningkatkan pula
kinerjanya.
16
2.4.4 Pihak yang Bertanggung Jawab
Menurut (Mulyadi, 2014), pihak yang memiliki tanggung jawab
terhadap jalannya pengendalian internal dalam sebuah organisasi yaitu:
1. Manajemen
Manajemen bertanggung jawab untuk menjalankan, mengembangkan,
melakukan sosialisasi pengendalian internal yang dijalankan dalam
perusahaan.
2. Komisaris dan komite audit
Dewan komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tugas
manajemen dalam melaksanakan pengendalian internal telah terpenuhi
3. Audtior internal
Auditor internal bertugas untuk melakukan evaluasi kegiatan internal
perusahaan, menilai pengendalian internal yang dijalankan serta memberi
rekomendasi masukan untuk peningkatan yang dapat dilakukan.
4. Personel organisasi
Tidak hanya manajemen tingkat atas yang memiliki peran dalam
menjalankan pengendalian internal, seluruh personel dalam perusahaan juga
harus memiliki peran dan tanggung jawab yang telah ditetapkan dan
dikomunikasikan dengan jelas kepada mereka. Ada beberapa cara yang bisa
diterapkan untuk menyeleksi pegawai yang memiliki integritas dan
kompetensi yaitu:
a. Menyeleksi calon pegawai atas persyaratan yang kebutuhannya sesuai
bidangnya
b. Pengembangan dalam bidang pendidikan selama tetap menjadi karyawan
perusahaan sesuai dengan keadaan perkembangan pekerjaannya
5. Auditor eksternal
Merupakan auditor yang berasal dari luar organisasi. Bertugas untuk
melakukan audit laporan keuangan, melakukan evaluasi pengendalian
internal kliennya serta mengkomunikasikan temuan mereka kepada
manajemen, komite audit, maupun dewan komisaris dalam perusahaan
17
6. Pihak eksternal lainnya
Pihak eksternal lain yang memiliki tanggung jawab atas pengendalian internal
entitas yaitu badan pengatur seperti Bank Indonesia atau Badan Pengawas
Pasar Modal
2.4.5 Keterbatasan pada Pengendalian Internal
Menurut (Mulyadi,2014) terdapat beberapa keterbatasan atas
pegendalian internal yaitu:
1. Kesalahan dalam pertimbangan
Pengambilan keputusan manajemen dapat terjadi kesalahan akibat tidak
memadainya informasi, waktu yang terbatas, atau tekanan lain.
2. Gangguan
Gangguan dalam pengendalian dapat terjadi ketika personel keliru dalam
memahami perintah atau membuat kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian,
kelelahan atau kurangnya perhatian
3. Kolusi
Kolusi merupakan tindakan persekongkolan atau pemufakatan yang
dilakukan sekelompok individu untuk mencapai tujuan mereka pribadi.
Kolusi dalam organisasi dapat mengakibatkan kecurangan terhadap sistem
pengendalian internal yang telah dirancang, dan jika diabaikan terus menerus
dapat berdampak buruk bagi aset entitas
4. Pengabaian manajemen
Terjadi ketika manajemen sengaja mengabaikan kebijakan atau prosedur
yang telah ditetapkan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Contoh: manajer
melaporkan laba yang lebih tinggi daripada yang sesungguhnya sehingga
mendapatkan bonus yang lebih tinggi
5. Biaya yang lebih besar dari manfaat
Dalam menetapkan struktur pengendalian internal, harus dapat
dipastikan bahwa biaya yang dikeluarkan tidak lebih besar dari manfaat yang
didapatkan. Walaupun pengukuran tidak dapat dilakukan secara tepat baik
biaya maupun manfaat karena dapat terjadi hal yang tidak terduga,
manajemen harus melakukan estimasi sebaik mungkin sehingga peramalan
tidak jauh dari kondisi aktualnya.
18
2.5 Committee of Sponsoring Organization (COSO)
2.5.1 Definisi Committee of Sponsoring Organization (COSO)
Menurut (Arens, Elder, Beasley, 2014) COSO Framework
merupakan kerangka pengendalian interal yang paling banyak diterima di
A.S dikeluarkan oleh Committee of Sponsoring Organizations (COSO)
ditujukkan untuk organisasi untuk menilai efektifitas sistem kontrol
internal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh manajemen.
Framework COSO memiliki tiga kategori tujuan, yaitu:
1. Operations Objectives
Operasi yang efektif menghasilkan hasil yang diinginkan dari prosesnya,
dimana operasi yang efektif berarti meminimalkan sumber daya yang
terbuang
2. Reporting Objectives
Menghasilkan laporan keuangan yang dapat diandalkan baik laporan
finansial maupun non-finansial kepada pihak internal maupun eksternal
3. Compliance Objectives
Tujuan ini berkaitan dengan hukum dan peraturan yang harus diikuti oleh
entitas.
2.5.2 Komponen Framework COSO
Menurut (Arens, Elder, Beasley, 2014) terdapat lima komponen dari
pengendalian internal yaitu:
1. Control Environment
Lingkungan pengendalian merupakan standar, proses dan struktur
yang menjadi landasan pengendalian internal dalam organisasi.
Lingkungan pengendalian menggambarkan keseluruhan sikap
manajemen, direksi, dan pemilik organisasi atas kesadaran akan
pentingnya pengendalian dan standar perilaku yang diharapkan. Sub
komponen dari control environment yaitu:
a) Integritas dan nilai etika
b) Komitmen terhadap kompetensi
c) Partisipasi dewan direksi dan komisaris/komite audit
19
d) Struktur organisasi
e) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
2. Risk Assessment
Merupakan aktifitas yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan
menganalisis resiko yang mungkin terjadi yang dapat mengakibatkan
terhambatnya pencapaian tujuan. Resiko yang mungkin terjadi bisa saja bisa
bersifat internal maupun eksternal. Penanganan resiko akan dikelola
berdasarkan tingkat toleransi resiko yang telah ditetapkan.
3. Control Activities
Berisikan tindakan-tindakan yang ditetapkan melalui kebijakan dan
prosedur untuk memastikan bahwa seluruh aktifitas yang dilakukan oleh
entitas dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Beberapa aktifitas
pengendalian yaitu:
a) Separation of Duties (Pemisahan tugas yang memadai)
b) Authorization of Transactions and Activities (Otorisasi yang tepat atas
transaksi dan aktifitas)
c) Adequate Documents and Records (Dokumen dan catatan yang
memadai)
d) Control Over Assets and Records (Pengendalian fisik atas aset dan
dokumen)
e) Independent Checks on Performance (Pengecekan terhadap pekerjaan
secara independen)
4. Information and Communication
Manajemen harus memperoleh, menghasilkan dan menggunakan
informasi yang relevan dan berkualitas demi mendukung tecapainya tujuan
organisasi. Sementara komunikasi dalam kerangka kerja COSO diartikan
sebagai proses berkelanjutan untuk memperoleh, membagikan, dan
menyediakan informasi. Pembagian informasi harus terjadi secara
menyeluruh, baik dari atas ke bawah, bawah keatas maupun lintas fungsi.
20
5. Monitoring
Merupakan pemantauan berkala yang dilakukan oleh manajemen
untuk memastikan bahwa pengendalian internal dijalankan sesesuai yang
telah ditetapkan dan bila ada penyimpangan dimodifikasi atau dilakukan
perubahan. Terdapat dua prinsip dalam penerapan pengendalian internal yang
dapat mendukung komponen monitoring yang lebih baik yaitu:
a. Organisasi melakukan evaluasi berkelanjutan atau terpisah untuk
memastikan apakah komponan pengendalian internal ada dan berfungsi
dengan baik
b. Organisasi melakukan evaluasi dan mengkomunikasikan kekurangan
pengendalian internal secara tepat waktu kepada pihak yang memiliki
tugas untuk melakukan tindakan korektif termasuk manajemen senior dan
dewan direksi.
Beberapa penelitian yang menggunakan COSO sebagai acuan dalam
pelaksanaan pengendalian internal:
Peneliti Jurnal Masalah/ Hipotesa Temuan
Sukhman Raj
Singh
Dhillon,
Alfiandri
(2018)
The Effect of
Internal
Control by
using COSO
Framework on
Revenue
Toward
Employee
Performance:
A Case Study
in Public
Hospital of
South of
Tangerang,
Indonesia
1. Control activities
memiliki
pengaruh yang
signifikan
terhadap
performa
karyawan dalam
divisi akuntansi
& finance
2. Monitoring yang
memadai
memiliki
pengaruh
terhadap
performa
karyawan
1. Pemisahan
wewenang yang
mencukupi,
dokumentasi cukup,
sosialisasi yang baik
mengenai aturan dan
kebijakan membantu
pekerja menjadi
lebih focus sehingga
performanya
meningkat
2. Monitoring tidak
memiliki pengaruh
terhadap performa
karena dilakukan
oleh supervisor
21
internal
Abidin, A.,
& Andri, A.
(2018)
Internal
Control
Implementation
in The Revenue
Cycle – A Case
Study an
Online
Transportation
Company
Jumlah transaksi
yang mencapai
ratusan ribu sehari
dapat menyebabkan
tingginya fraud jika
tidak adanya internal
control
1. Menerapkan salah
satu elemen COSO
yaitu access control
yaitu hanya pihak
yang memiliki
authorisasi yang
dapat mengakses
informasi sensitif.
2. Menerapkan
pemisahan
wewenang antara
billing dan shipping
serta adanya
rekonsiliasi antara
kedua fungsi
tersebut
2.5.3 Hubungan Tujuan dan Komponen Pengendalian Internal
Gambar 2.1 Hubungan Tujuan dan Komponen COSO
22
Pada gambar 2.1 menunjukkan bahwa COSO (Committee of Sponsoring
Organization) memiliki lima komponen yaitu control environment, risk assessment,
control activities, information & communication, dan monitoring activities. Dimana
masing-masih komponen memiliki fungsi yaitu:
1. Control environment berhubungan dengan lingkungan organisasi seperti
manajemen, direksi, maupun kebijakan yang terdapat di dalam organisasi
2. Risk assessment berkaitan dengan bagimana organisasi menilai resiko yang
mungkin terjadi dan meminimalisir terjadinya resiko tersebut
3. Control activities merupakan aktifitas yang membatasi kewenangan maupun
tanggung jawab masing-masing individu
4. Information & communication berkaitan dengan informasi yang diperoleh,
diolah, dan di distribusikan di dalam organisasi
5. Monitoring berkaitan dengan adanya pengawasan untuk memastikan bahwa
segala aktifitas dijalankan sesuai dengan yang telah ditentukan
Semua aktifitas ini berkaitan dalam mendukung tiga tujuan utama
pengendalian internal yaitu operasi manajemen yang diajalankan dengan efektif,
laporan yang tidak mengandung kesalahan yang bersifat material, dan kesesuaian
dengan peraturan yang berlaku. Tujuan dan komponen yang ada tidak dapat tercapai
tanpa adanya kerjasama dengan semua pihak dalam organisasi dimulai dari
manajemen terbesar hingga fungsi divisi terkecil dalam organisasi. Setiap orang
memiliki peran dalam mewujudkan tercapainya tujuan pengendalian internal.
2.6 Fit/Gap Analysis
2.6.1 Definisi Fit/Gap Analysis
Fit Gap Analysis menurut (Pol & Partukar, 2011), merupakan sebuah
metodologi dimana keseluruhan proses organisasi dan fungsi yang dijalankan
oleh sistem dilakukan perbandingan, di evaluasi kondisinya dan hasilnya akan
dikategorikan menjadi sesuai (fit) atau terjadi ketidaksesuaian (gaps).
Menurut Bens (2012: 78) Gap analysis merupakan suatu metode yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi langkah yang harus dijalankan untuk
mencapai tujuan. Gap analysis digunakan untuk memahami situasi yang
sedang berjalan dengan situasi yang diinginkan di masa mendatang
23
Dapat disimpulkan bahwa Fit/Gap Analysis merupakan sebuah
metode yang digunakan untuk mengindentifikasi proses organisasi yang
sedang berjalan saat ini kemudian dibandingkan dengan tujuan yang ingin
dicapai, dan hasilnya dikategorikan menjadi fit atau gap berdasarkan tingkat
kesesuaiannya.
Beberapa penelitian yang telah menggunakan metode fit gap analysis
untuk melakukan evaluasi beserta memberikan solusi untuk penyelesaian
masalah terkait dengan sistem:
Peneliti Judul Jurnal Permasalahan Solusi
Jordi
Nugra,
Mahendra
Wiyarta,
Yohannes
Kurniawan
(2018)
The
Evaluation of
Inventory
Management
Module of
Enterprise
Resource
Planning
System (A
Case Study
Approach)
1. License software
sudah melampaui
masa guna
2. Kurangnya
dokumentasi
pergerakan
keluar masuk
barang
3. Keterlambatan
proses produksi
1. Melakukan
upgrade sistem
2. Menciptakan
sistem internal
untuk
implementasi
barcode
3. Menambahkan
menu “Add”
pada Reorder
Point
Suryanto
(2014)
Evaluasi
Sistem
Informasi
Manajemen
Perhotelan
Berbasis Web
Pada PT XYZ
Tiga hotel yang
berada di naungan
PT XYZ tidak
dapat
mengintergrasikan
data yang
diperlukan
Tagihan fasilitas
dan kamar
customer terpisah
Membuatkan
sistem yang dapat
melakukan
integrasi data
maupun
mengakomodasi
pembuatan laporan
24
(tidak teringrasi)
Sistem tidak dapat
mengakomodasi
pembuatan laporan
Angellia
debora
Suryawan,
Marlene
Martani,
Mahenda
Metta
Surya
(2015)
Pengembangan
Sistem
Penunjang
Operasional
dan
Pengelolaan
Sumber Daya
Manusia untuk
Laboratorium
Komputer
1. Belum ada
sistem untuk
mengelola data
kepegawaian
2. Belum ada
sistem
perhitungan KPI
(Key
Performance
Indicator)
3. Belum ada
sistem yang
dapat
menampilkan
hasil pencapaian
asisten
1. Membuatkan
rancangan
database dalam
bentuk ERD
(Entity
Relationship
Diagram)
2. Membuat menu
KPI dan
menentukan
komponen
indikatornya
3. Membuatkan
rekap dashboard
realisasi KPI
dalam score
Nurlina
(2013)
Studi
Kelayakan
Implementasi
SAP R/3
Modul
Penjualan
untuk
Perusahaan
Distributor
Evaluasi sistem
ERP layak
diimplementasikan
pada perusahaan
tersebut untuk
mendukung
kegiatan
operasional
ERP sistem layak
diimplementasikan
berdasarkan
pertimbangan akan:
1. Mengurangi
biaya operasional
2. Meningkatkan
kinerja
3. Mengurangi
resiko kesalaah
4. Meningkatkan
kemanana
5. Kemudahan
25
penyimpanan dan
akses data
Ginanjar
Dewi
Girang,
Rachmadita
Andreswari
Umar
Yunan
K.S.H
(2017)
Perancangan
sistem ERP
modul payroll
berbasis odoo
8 dengan
metode rapid
application
development
Teridentifikasi gap
yang terkait dengan
kesalahan pada
perhitungan
sehingga
menyebabkan
pelaporan slip gaji
tidak sesuai dengan
gaji yang diterima
Melakukan
implementasi
ERP pada modul
payroll yang
digunakan untuk
perhitungan
penggajian dan
pembuatan
laporan
penggajian
2.6.2 Tujuan Fit Gap Analysis
Beberapa tujuan dari metode Fit Gap Analysis menutur (Pol &
Partukar, 2011) yaitu:
1. Memastikan bahwa aplikasi yang telah dibangun oleh perusahaan
dapat menjalankan proses bisnis sesuai dengan yang dibutuhkan
2. Mengidentifikasi apakah sistem saat ini memiliki kekurangan / telah
sesuai
3. Mencari solusi untuk peningkatan kinerja sistem yang masih belum
berjalan sesuai dengan kebutuhan
4. Memastikan bahwa prosedur yang dijalankan dalam perusahaan
adalah best practice (secara luas digunakan oleh individu atau
perusahaan dalam industri yang sama)
5. Melihat kemampuan aplikasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang
muncul di masa depan.
6. Menentukan penyesuaian (customization) yang diperlukan
2.6.3 Langkah pelaksanaan Fit Gap Analysis
Menurut (Pol & Partukar, 2011), ada beberapa langkah yang
harus dilakukan pada saat melakukan fit gap analysis yaitu:
26
1. Requirement ranking
Kebutuhan yang terdapat di dalam proses binis memiliki tingkat
prioritas dan urgensi yang berbeda, oleh karena itu sangatlah penting
untuk mengurutkan kebutuhan tersebut sehingga memudahkan
pemegang kepentingan dalam projek dalam menentukan mana yang
harus diselesaikan/ diberi perhatan lebih. Ada tiga macam level untuk
requirement:
• High/ Kebutuhan Penting
Kebutuhan ini merupakan yang paling penting dimana jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat jalannnya
proses bisnis yang dijalankan.
• Medium/ Kebutuhan Penambah Nilai
Kebutuhan pada tingkat ini akan memberikan nilai tambah yang
signifikan pada perusahaan jika dipenuhi, tetapi tidak bersifat
wajib.
• Low/ Kebutuhan yang Diinginkan
Pada tingkatan ini, kebutuhan hanya akan memberikan nilai tambah
sedikit dan tidak akan terlalu berpengaruh bagi perusahaan
2. Degree of Fit
Tingkat kesesuaian sistem yang di analisa akan dikelompokkan ke dalam
salah satu kategori dibawah ini:
a. Fit
Terjadi ketika requirement secara keseluruhan telah terpenuhi oleh sistem
yang dijalankan.
b. Gap
Terjadi ketika sistem yang berjalan mengalami ketidaksesuaian dengan
kebutuhan (requirement).
c. Partial Fit
Terjadi ketika sistem yang berjalan telah memenuhi kebutuhan, tetapi
masih ada bagian yang kurang/ masih belum sempurna.
27
Gambar 2.1 Template Fit/ Gap Analysis (Sumber: Waterloo, 2012)
3. Gap Resolution
Setelah sistem diidentifikasi tingkat kesesuaiannya, jika ditemukan
gap (ketidaksesuaian) maka akan dirumuskan solusi untuk menyelesaikan
ketidaksesuaian tersebut.
2.5.3 Tipe Pendekatan pada Fit/Gap Analysis:
Menurut (Pol & Paturkar, 2011) ada beberapa tipe pendekatan yang
digunakan di dalam fit/gap analysis antara lain:
1. Simulation based
Sistem di instalasi di simulate development atau sandbox sistem untuk
dapat mengetahui fungsionalitas sistem yang ditawarkan
28
2. Brainstorming discussion based
Pada metode ini, dibutuhkan peran konsultan yang mempunyai
pengetahuan sistem yang luas serta partisipasi para pemegang
kepentingan proyek. Sesi diskusi ini diisi dengan topik diskusi,
pertemuan konsultan serta adanya presentasi unutk membuat komunikasi
lebih efektif.
3. Questionnaire based
Dengan metode ini, dibuatkan kuesioner yang berisikan jawaban dari
user. Kemudian jawaban tersebut akan menjadi acuan untuk
membandingkan fitur dan funsionalitas sistem dengan kondisi aktualnya.
4. Hybrid
Pendekatan yang mencampurkan dua atau lebih metode yang telah
disebutkan diatas. Biasanya pendektan hybrid dimulai dengan
brainstorming yang berhubungan dengan sistem.
2.7 Unified Modeling Language (UML)
Menurut (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2012) UML (Unified
Modeling Language) merupakan sebuah metode pemodelan visual untuk
menggambarkan perancangan sistem berorientasi objek. UML merupakan
Bahasa yang sudah menjadi standar pada visualisasi, perancangan dan juga
dokumentasi sistem.
Tidak hanya berguna untuk merancang sistem, UML diagram juga
berguna untuk melakukan maintenance sistem seperti yang diungkapkan oleh
(Fernández-Sáez, Chaudron, dan Genero,2015) dalam jurnal “An industrial
case study on the use of UML in software maintenance and its perceived
benefits and hurdles. Empirical Software Engineering” dimana mereka
melakukan wawancara dengan seluruh pengembang sistem dan seluruh
responden setuju bahwa diagram memberikan keseragaman dokumentasi
dibangingkan dengan dokumentasi berbentuk teks. Diagram juga memberikan
overview struktur sistem dan hubungan komponen di dalamnya. Sehingga
ketika melakukan perubahan pengembang sistem dapat mengacu kepada
dokumentasi UML yang telah dibuat sebelumnya.
29
2.7.1 Tujuan atau Fungsi Penggunaan UML (Unified Modelling Language)
Beberapa tujuan atau fungsi penggunaan UML antara lain:
a. Memberikan bahasa pemodelan kepada pengguna dari berbagai macam
pemrograman
b. Menyatukan praktek-praktek terbaik yang ada dalam pemodelan sistem
c. Merupakan bahasa pemodelan visual yang ekspresif mengembangkan
sistem, dan mudah untuk dilakukan penukaran antar model
d. Berfungsi sebagai blueprint, dikarenakan detail dan kelengkapannya
yang menunjukkan informasi yang akan dibutuhkan saat melakukan
pemrograman sistem
e. Menciptakan suatu bahasa pemodelan yang nantinya dapat digunakan
manusia maupun mesin
2.7.2 Activity Diagram
Menurut (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2012) activity diagram
merupakan sebuah diagram yang menggambarkan alur kerja atau aktifitas user
secara berurutan. Notasi yang terdapat di dalam activity diagram antara lain:
Gambar 2.2 Activity Diagram
30
Gambar 2.3 Contoh Activity Diagram
a. Swimlane
Memiliki bentuk persegi dan berfungsi untuk merepresentasikan aktifitas
yang dilakukan oleh setiap agen/ user yang terlibat dalam aktifitas
b. Starting Activity (Pseudo)
Memiliki bentuk lingkaran yang dihitamkan dan berfungsi untuk
menunjukkan awal dimulainya sebuah aktifitas
c. Transition Arrow
Memiliki bentuk anak panah yang menunjukkan alur perpindahan sebuah
aktifitas
d. Activity
Merupakan notasi yang menunjukkan aktifitas yang dilakukan oleh agen
e. Ending Activity (Pseudo)
Berbentuk lingkaran yang di hitamkan di bagian tengah dan berfungsi
untuk menandai bahwa aktifitas telah selesai
f. Synchronization bar (Split)
Berfungsi untuk memisahkan urutan jalur aktifitas
31
g. Synchronization bar (Join)
Berfungsi unutk menyatukan urutan jalur aktifitas
h. Decision Activity
Merupakan notasi yang menunjukkan kondisi pilihan dari sebuah aktifitas
2.7.3 Use Case Diagram
Menurut (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2012), use case
menggambarkan aktifitas yang dapat dilakukan oleh user terhadap sistem
beserta hubungan antara aktor pengguna tersebut di dalam sistem. Dalam
notasi use case diagram terdapat aktor yang digambarkan dengan figur
manusia, lingkaran yang menunjukkan aktifitas yang dapat dilakukan oleh
aktor, beserta notasi persegi yang membatasi antara sistem dengan aktor
Gambar 2.3 Use Case Diagram
(Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd,2012)
2.7.4 Use Case Desription
Menurut (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2012), use case description
merupakan penjelasan terperinci mengenai sebuah proses yang terdapat pada
use case diagram tentang aktifitas yang dapat dilakukan oleh user. Use case
juga mmeberikan gambaran dar semua penggunaan kasus untuk sistem
32
Gambar 2.4 Use Case Description
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012)
2.8 User Interface
User Interface merupakan bentuk tampilan grafis yang
berhubungan langsung dengan pengguna. User Interface merupakan
penghubung anara sistem operasi dengan orang yang menggunakan sistem
tersebut. Menurut (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2012) User Interface
adalah bagian dari sebuah sistem informasi yang membutuhkan interaksi
pengguna untuk membuat input dan output. Dalam merancang user
interface terdapat delapan aturan emas (eight golden rules) yang mendukung
perancangan yaitu:
1. Consistency
Konsisten pada rancangan user interface berarti menggunakan pola
desain atau urutan action yang sama pada situasi yang sama. Juga
menggunakan warna, font, perumpamaan pada tampilan, menu dsb di
keseluruhan desain
2. Enable user to use shortcut
33
User akan sangat terbantu dengan adanya jalur singkat untuk
menghindari jumlah interaksi yang dibutuhkan user untuk melakukan
sebuah task. Dengan adanya shortcut maka akses informasi akan lebih
cepat serta menghindari alur menu yang panjang dan kotak dialog yang
ganda
3. Offer informative Feedback
Umpan balik berguna agar user dapat mengetahui aksi yang telah
dilakukannya. Umpan balik dapat berupa konfirmasi, informasi atau
suatu aksi
4. Design dialogs that yield closure
Urutan sebuah aksi harus memiliki awal, tengah dan akhir. Ketika
sebuah aksi telah dilakukan, user harus diberikan pemberitahuan
mengenai hal tersebut juga diberikan opsi yang menuntun pengguna
untuk lanjut ke tahapan berikutnya.
5. Error handling
User interface yang baik harus dibuat untuk meminimalisir terjadinya
kesalahan. Tetapi ketika terjadi kesalahan, sistem harus dapat
memberikan solusi agar pengguna sistem mengetahui tindakan yang
harus dilakukan untuk memperbaikinya. Cara yang mudah untuk
menangani eror adalah menyediakan noritifkasi atau deskripsi error
yang memberikan penjelasan kepada user cara untuk menangani
masalah tersebut.
6. Easy reversal of actions
Sistem harus dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan oleh
pengguna. Dengan adanya undo maka user akan lebih nyaman ketika
menggunakan sistem dan tidak takut melakukan eksplorasi terhadap
sistem
7. Support internal locus of control
User harus diberikan kontrol dan kebebasan sehingga mereka merasa
memiliki kontrol terhadap output yang akan diberikan oleh sistem.
Hindari kejutan, interupsi atau hal yang belum diberikan ijin oleh user.
8. Reduce short term memory load
34
Sistem tidak boleh menyulitkan pengguna dengan banyaknya menu pada
sistem atau aplikasi, menu, navigasi, komponen yang terdapat di dalam
sistem harus muda diingat oleh user sehingga memudahkan penggunaan.
2.9 Report (laporan)
Menurut (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2012), ada empat jenis laporan
keluaran yang biasa disediakan oleh sistem informasi adalah sebagai berikut:
1. Laporan detail
Bersifat dan berisi detail akan suatu transaksi bisnis.
2. Laporan Ringkasan
Digunakan sebagai rekapan aktivitas periodik.
3. Laporan Pengecualian
Di dalam laporan ini memberikan rincian atau ringkasan informasi tentang
transaksi atau hasil operasi yang berada di luar dari yang telah ditentukan
atas rentang nilai tertentu
4. Laporan Eksekutif
Biasa digunakan oleh level atas yang berisi keseluruhan dari semua
pendapatan dan performa perusahaan.
2.10 Persediaan
2.10.1 Pengertian persediaan
Persediaan merupakan simpanan material yang dapat berupa bahan
mentah, barang dalam proses dan barang jadi. (Wijaya, Arifin, dan
Soebijono,2013). Menurut (Minarni& Susanti,2014) persediaan merupakan
barang yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari pelanggan.
Persediaan merupakan salah satu aset termahal dari banyak
perusahaan, mencerminkan kurang lebih 50% dari total modal yang
diinvestasikan. (Heizer dan Render,2015)
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa inventory
merupakan barang yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan,
dan wujudnya dapat berupa barang mentah, barang dalam proses dan barang
jadi. Juga persediaan merupakan salah satu aset termahal dari perusahaan
35
2.10.2 Fungsi dan Tujuan Persediaan
Menurut (Heizer dan Render, 2015) persediaan memiliki beberapa
fungsi yang dapat meningkatkan felksibilitas operasi perusahaan. Terdapat
empat fungsi yaitu:
1. Memberikan pilihan barang agar dapat memenuhi permintaan pelanggan
yang tekah diantisipasi dan melindungi perusahaan dari fluktuasi
permintaan. Metode persediaan ini secara umum digunakan pada
perusahaan ritel.
2. Memisahkan tahapan dari proses produksi
3. Mendapatkan keuntungan dari potongan harga akibat pembelian dalam
jumlah besar maupun untuk mengurangi biaya akibat pengiriman
4. Menghindari inflasi harga barang
Berdasarkan tujuannya, persediaan terdiri dari:
1. Persediaan pengaman (safety stock) yang digunakan untuk mengantisipasi
ketidakpastian dalam permintaan dan persediaan. Biasanya persediaan
pengaman digunakan untuk menghindari terjadinya kehabisan persediaan
(stockout) yang mengakibatkan terhambatnya penyediaan barang terhadap
pembeli.
2. Persediaan antisipasi (anticipation stock) digunakan untuk mengatasi
fluktuasi permintaan yang telah di prediksi sebelumnya
3. Persediaan dalam pengiriman (transit stock) dapat juga disebut work-in
process stock karena masih dalam proses pengiriman, dan terbagi menjadi:
a. Eksternal transit stock yaitu persediaan yang masih berada dalam
proses transportasi
b. Internal transit stock merupakan persediaan yang masih menunggu
untuk proses atau belum dipindahkan
2.10.3 Jenis dan Tipe Persediaan
Terdapat beberapa jenis persediaan yang memiliki karakteristik berbeda serta
cara pengelolaan yang juga berbeda. Berdasarkan jenisnya, menurut (Rusdiana,
2014) persediaan dikategorikan menjadi:
1. Bahan baku (raw materials)
36
Bahan baku merupakan barang yang diperoleh baik dari alam maupun
dibeli dari supplier sebuah perusahaan yang dapat dikelola atau di proses
menjadi wujud lain.
2. Barang dalam proses (work in process)
Barang dalam proses merupakan barang yang sedang dalam proses
pengolahan dan belum selesai sehingga belum dapat dijual kepada
pelanggan. Persediaan ini meliputi tiga unsur biaya yaitu biaya langsung,
upah langsung, dan biaya tidak langsung (overhead cost)
3. Barang jadi (finished goods)
Merupakan produk yang berasal dari bahan baru yang telah selesai
diolah dan siap dijual kepada pembeli. Pada saat produk ini diselesaikan,
biaya yang terakumulasi pada proses produksi ditransfer dari barang dalam
proses ke persediaan barang jadi.
2.10.4 Biaya Persediaan
Menurut (Heizer dan Render, 2015), ada tiga jenis biaya persediaan yaitu:
1. Biaya penyimpanan (holding cost), merupakan biaya yang terkait
dengan penyimpanan persediaan dalam kurun waktu tertentu
2. Biaya pemesanan (ordering cost) mencakup biaya dari proses
pembelian, pemesanan, administrasi, dsb yang berkaitan dengan proses
pemesanan barang.
3. Biaya pemasangan (setup cost), merupakan biaya untuk mempersiapkan
sebuah mesin untuk memproses atau membuat sebuah pesanan. Ini
menyertakan waktu dan tenaga kerja untuk mempersiapkan mesin
tersebut.
37
2.11 Kerangka Pikir
Gambar 2.5 Kerangka Pikir
38
Penulis akan pertama-tama melakukan studi pustaka dari berbagai sumber
yaitu jurnal, buku maupun melalui informasi yang di akses dari internet mengenai
fit/gap analysis maupun framework COSO (Committee of Sponsoring Organization).
Kemudian penulis menentukan sistem dan area yang akan dilakukan evaluasi oleh
penulis.
Setelah menentukan sistem dan areanya, secara bersamaan penulis akan
melakukan identifikasi lingkungan sistem yang menjadi cakupan evaluasi, saat
melakukan evaluasi lingkungan dimana sistem dijalankan yaitu pada PT XYZ
dengan menggunakan framework COSO komponen control environment, risk
assessment, dan monitoring. Kemudian penulis akan melakukan evaluasi sistem itu
BAA (Berita Acara Adjustment) dan menyesuaikannya dengan komponen control
activities, dan information & communication. Tahapan awal evaluasi sistem BAA
yaitu dengan melakukan evaluasi requirement sistem yang telah didefinisikan pada
tahap awal pengembangan sistem. Kemudian akan disesuaikan requirements tersebut
dengan sistem yang ada saat ini untuk dilihat tingkat kesesuaian atau degree of fit
nya. Setelah melakukan evaluasi, jika ada kekurangan maka penulis akan
membuatkan rancangan rekomendasi perbaikan sistem, kebutuhan rancangan
maupun hal yang dapat diperbaiki akan dikumpulkan melalui wawancara dengan tim
yang terkait dengan pembuatan sistem. Jika rekomendasi telah dibuat, maka penulis
akan menuliskan penutup berupa kesimpulan dari hasil evaluasi pada tulisan ini.