bab 2 landasan teori output ) data dan...
TRANSCRIPT
8
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi
Menurut Stair dan Reynolds (2010, p.10), sistem informasi adalah seperangkat
elemen yang saling terhubung atau komponen yang mengumpulkan (input),
memanipulasi (proses), menyimpan dan menyebarkan (output) data dan informasi,
menyediakan sebuah reaksi koreksi (mekanisme umpan balik) untuk mencapai sebuah
obyektif.
Menurut O’Brien (2006, p.703), sistem informasi adalah rangkaian orang,
prosedur, dan sumber daya yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi
dalam sebuah organisasi. Atau sebuah sistem yang menerima sumber daya data sebagai
input dan memprosesnya ke dalam produk informasi sebagai output-nya.
Menurut Whitten, Bentley dan Ditman (2004, p10), sistem informasi adalah
pengaturan orang, data, proses dan informasi (TI) atau teknologi informasi yang
berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan menyediakan sebagai
output informasi yang diperlukan untuk mendukung sebuah organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah kumpulan dari sumber
daya manusia, software, hardware, jaringan dan memproses sumber daya data menjadi
informasi yang berguna bagi pengguna akhir.
2.1.1 Pengertian Sistem
Menurut O’Brien dan Marakas (2006,p.24) sistem adalah sekelompok komponen
yang berkaitan, dengan batasan-batasan yang jelas, bekerja bersama untuk mencapai
9
tujuan bersama dengan menerima input serta menghasilkan output dalam proses
transformasi yang teratur.
Sistem memiliki tiga komponen yang berinteraksi :
1. Input: melibatkan penangkapan dan perakitan berbagai elemen yang memasuki
sistem untuk diproses.
2. Pemrosesan: melibatkan proses transformasi yang mengubah input menjadi output.
3. Output: melibatkan pemindahan elemen yang telah diproduksi oleh ke tujuan akhir.
2.1.2 Pengertian Informasi
Menurut Rainer dan Cegielski (2011, p.10) informasi adalah data yang sudah
diolah sehingga memiliki arti dan bernilai bagi penerimanya.
2.2 E-Business
Menurut Rainer dan Cegielski (2011, p.201), e-business adalah konsep yang
agak lebih luas dari e-commerce. Di samping pembelian dan penjualan barang dan jasa,
e-business juga mengacu melayani pelanggan, berkolaborasi dengan mitra bisnis dan
melakukan transaksi elektronik dalam sebuah organisasi.
2.3 Manajemen
Menurut Robbins dan Coulter (2002, p6) manajemen adalah proses
pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan
secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
Berdasarkan pengertian diatas, terdapat beberapa kata yang dapat dijabarkan
lebih lanjut untuk memperoleh pengertian secara detail atas konsep manajemen, antara
lain proses, efektif, dan efisien.
Proses menggambarkan fungsi-fungsi yang sedang berjalan atau kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh para manajer. Efisiensi mengacu pada memperoleh output
10
terbesar dengan input yang terkecil, digambarkan dengan melakukan segala sesuatu
secara benar. Sementara efektivitas digambarkan sebagai melakukan sesuatu yang benar,
yaitu menyelesaikan kegiatan-kegiatan sehingga sasaran organisasi dapat tercapai.
2.4 Sistem Informasi Manajemen
Menurut Whitten et al (2004, p10) sistem informasi manajemen adalah sebuah
sistem informasi yang menyediakan untuk pelaporan berorientasi manajemen
berdasarkan pemrosesan transaksi dan operasi organisasi.
Menurut Laudon dan Laudon (2004, p16) sistem informasi manajemen adalah
sebuah bidang studi sistem informasi yang berfokus pada penggunaan sistem informasi
tersebut pada manajemen dan bisnis. Sistem informasi manajemen mengkombinasikan
konsep teoretis dari ilmu komputer, ilmu manajemen, dan riset operasional dengan
berorientasi pada praktek pengembangan solusi sistem untuk menghadapi masalah-
masalah yang terjadi pada dunia nyata dan mengelola sumber daya teknologi informasi
yang ada.
Menurut Mc Leod dan Schell (2004, p11) sistem informasi manajemen adalah
sebuah sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi para pengguna yang
memiliki kebutuhan yang sama.
Menurut O’brien (2005, p15) sistem informasi manajemen berfokus pada
pengembangan aplikasi bisnis yang memberi para pemakai akhir tingkat manajerial
laporan manajemen yang telah ditetapkan, yang akan membantu para manajer tersebut
informasi yang mereka butuhkan untuk tujuan pengambilan keputusan.
Jadi menurut beberapa definisi diatas, sistem informasi manajemen ialah suatu
sistem berbasis komputer yang berfokus pada bidang manajemen dan bisnis, dimana
11
sistem tersebut akan memberi laporan-laporan manajerial untuk mendukung para
praktisi bisnis dalam pengambilan keputusan.
2.5 Persediaan
Menurut Nasution (2003, p103), persediaan adalah sumberdaya menganggur
yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih lanjut tersebut adalah
berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada
system distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga.
Menurut Schroeder (2000, p304), persediaan adalah barang yang disimpan dan
digunakan untuk memfasilitasi kegiatan produksi atau untuk memenuhi permintaan
pelanggan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, persediaan adalah barang yang disimpan
dan sedang menunggu pemrosesan lebih lanjut dalam proses produksi untuk
memenuhi permintaan pelanggan
Menurut Nasution (2003, p103), dalam sistem manufaktur, persediaan terdiri dari
tiga bentuk sebagai berikut :
1. Bahan baku, yaitu yang merupakan input awal dari proses transformasi
menjadi produk jadi.
2. Barang setengah jadi, yaitu yang merupakan bentuk peralihan antara bahan baku
dengan produk setengah jadi.
3. Barang jadi, yaitu yang merupakan hasil akhir proses transformasi yang
siap dipasarkan kepada konsumen.
12
Menurut Schroeder (2000, p306), ada empat alasan diperlukannya persediaan :
1. Untuk mengatasi ketidakpastian.
Dalam sistem persediaan, terdapat ketidakpastian dalam hal penawaran,
permintaan, dan waktu tenggang. Persediaan pengaman dibuat untuk mengatasi
ketidakpastian tersebut.
2. Untuk pembelian dan produksi yang ekonomis.
Seringkali memproduksi barang dalam jumlah besar lebih ekonomis. Begitu juga
dengan pembelian bahan baku mentah.
3. Untuk mengatasi perubahan yang telah diperkirakan dalam permintaan
atau penawaran.
Ada beberapa tipe kondisi dimana perubahan dalam permintaan atau
penawaran dapat diperkirakan. Salah satunya adalah ketika harga atau
ketersediaan bahan baku mentah diperkirakan berubah.
4. Untuk memperlengkapi transit.
Persediaan transit terdiri dari barang dalam perjalanan dari satu titik ke titik
lainnya. Biasanya persediaan ini dipengaruhi oleh penentuan lokasi gedung dan
pemilihan pihak yang mengirim.
Menurut Render dan Heizer (2006, p471-472), tujuan dari kebanyakan model
persediaan adalah untuk meminimalkan biaya total. Terdapat tiga model persediaan yang
digunakan untuk menentukan kapan pemesanan dilakukan dan berapa banyak yang akan
dipesan. Model-model permintaan independen ini adalah Economic Order Quantity
(EOQ), Production Order Quantity (POQ), dan Quantity Discount. EOQ (Economic
Order Quantity) merupakan salah satu tehnik pengendalian persediaan tertua dan paling
dikenal.
13
Beberapa Asumsi yang dipakai dalam EOQ (Render dan Heizer, 2006, p474),
adalah:
1. Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan.
2. Lead time, yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan, diketahui,
dan bersifat konstan.
3. Persediaan diterima dengan segera. Dengan kata lain, persediaan yang dipesan
tiba dalam bentuk kumpulan produk, pada satu waktu.
4. Tidak mungkin diberikan diskon.
5. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemasangan atau pemesanan dan biaya
penahan atau penyimpanan persediaan sepanjang waktu.
6. Keadaan kehabisan stok dapat dihindari sama sekali bila pemesanan dilakukan
pada waktu yang tepat.
Dalam lingkungan produksi, ada waktu tertentu dimana sebuah perusahaan dapat
menerima persediaannya sepanjang suatu periode. Keadaan seperti ini mengharuskan
pemakaian model yang berbeda, yaitu model yang tidak memerlukan asumsi penerimaan
pesanan seketika. Model ini diterapkan ketika persediaan secara terus menerus mengalir
atau terbentuk sepanjang suatu periode waktu setelah dilakukan pemesanan atau ketika
produk diproduksi dan dijual pada saat bersamaan. Production Order Quantity (POQ)
merupakan modifikasi dari teknik EOQ akan tetapi perbedaannya adalah teknik ini
mempunyai besar ukuran lot yang berbeda tiap pesanannya. Model ini disebut
14
Production Order Quantity (POQ) dengan asumsi EOQ tradisionalnya valid (Render
dan Heizer, 2006, p477).
POQ = Q* p =
Keterangan :
Q* = Jumlah optimal barang per pesanan
D = Permintaan tahunan barang persediaan
S = Biaya pemasangan atau pemesanan untuk setiap pemesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
p = Tingkat produksi harian
d = Tingkat permintaan harian
N =
Keterangan :
N = Jumlah pemesanan
D = Permintaan tahunan barang persediaan
POQ = Jumlah unit yang dipesan.
Menurut Render dan Heizer (2006,p476), model-model persediaan
mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan menunggu sampai tingkat persediaannya
mencapai nol. Sebelum perusahaan memesan lagi, dan dengan seketika kiriman yang
dipesan akan diterima. Akan tetapi, waktu antara dilakukannya pemesanan, disebut Lead
Time atau waktu pengiriman, bisa cepat, beberapa jam atau lambat, beberapa bulan.
15
Maka, keputusan kapan akan memesan biasanya diungkapkan dalam konteks Reorder
Point (ROP), tingkat persediaan dimana harus dilakukan pemesanan.
ROP = d x L
Keterangan :
d = Tingkat permintaan harian
L = Lead time untuk pemesanan baru dalam hari
Persamaan diatas mengasumsikan bahwa permintaannya sama dan bersifat
konstan. Bila tidak demikian halnya, harus ditambahkan stok tambahan, seringkali
disebut stok pengaman (safety stock). Penambahan safety stock menyebabkan perubahan
persamaan menjadi :
Safety Stock = (p - d) x L
ROP = d x L + Safety Stock
Keterangan :
d = Tingkat permintaan harian
L = Lead time untuk pemesanan baru dalam hari
p = Tingkat produksi harian
2.6 Procurement
Pengadaan barang, atau disebut juga procurement, merupakan salah satu bagian
dari supply chain management. Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p314)
procurement secara luas mencakup semua aktivitas perusahaan yang melibatkan proses
mendapatkan barang dari pemasok, termasuk didalamnya terdapat proses permintaan,
pembelian, pengiriman, penyimpanan, dan penggunaannya didalam lingkup perusahaan.
16
Proses procurement tradisional biasanya terdiri dari :
Gambar 2.1 Proses Procurement Tradisional Sumber : Turban et al (2010, 253)
Di dalam SAP, proses procurement terdiri dari:
1. Determination of requirement
User dari departemen yang bersangkutan dapat menyerahkan data kebutuhan
bahan kepada bagian pembelian dalam bentuk Purchase Requisition (PR).
2. Determination of source supply
Departemen pembelian membuat Request for Quotation (RFQ).
3. Vendor selection
Sistem menyeleksi pemasok dengan membuat perbandingan harga dari
berbagai quotation yang ada.
4. Purchase order handling
Membuat Purchase Order (PO) baik secara manual atau secara otomatis
dengan menggunakan sistem
17
5. Purchase order monitoring
Kita dapat memonitor status pemrosesan dari purchase order dalam sistem
6. Good receipt
Ketika terjadi incoming deliveries dalam sistem, kita dapat langsung
menemukan PO yang sesuai sehingga dapat menghemat waktu entry dan kita
dapat mengecek apakah barang yang dikirim dan jumlahnya sudah sesuai
dengan PO.
7. Invoice verification
Ketika masuk ke dalam invoice, dapat mengecek perhitungan dan akurasi
dari invoice.
8. Payment processing
Pembayaran dijalankan dalam modul Financial Accounting
Terdapat beberapa metode procurement yang dapat digunakan oleh
perusahaan dalam menperoleh barang dan jasa menurut Turban (2010, p251),
antara lain:
1. Membuat sistem penawaran dimana supplier akan berkompetisi antara satu
sama lain. Biasanya metode ini digunakan dalam pengadaan yang
kuantitasnya besar.
2. Membeli langsung dari pabrik, wholesaler, dan pengecer, baik dari katalog
yang telah disediakan, maupun dengan metode negosiasi.
3. Membeli dari lelang, baik yang bersifat pribadi maupun umum, dimana
perusahaan berpartisipasi sebagai pembeli.
18
4. Membeli dari catalog perantara (e-distributor) yang menggabungkan catalog-
katalog penjual lainnya.
5. Membeli dari katalog pembelian internal, dimana katalog vendor yang telah
disetujui oleh perusahaan, termasuk harga yang telah disepakati bersama,
tergabung didalamnya. Pendekatan ini digunakan untuk implementasi dari
desktop purchasing, yang memungkinkan peminta dapat memesan langsung
kepada vendor, tanpa melalui bagian pengadaan.
6. Bergabung dengan suatu grup sistem pembelian yang menggabungkan
permintaan anggota-anggotanya dan mengumpulkannya menjadi jumlah
yang besar. Kemudian grup tersebut akan melakukan negosiasi harga atau
memulai proses penawarannya.
7. Membeli pada industrial mall
8. Berkolaborasi dengan supplier untuk berbagi informasi mengenai penjualan
dan persediaan, sehingga ketika persediaan berkurang dan mengalami stock-
out, perusahaan dapat melakukan just-in-time delivery.
2.7 Manajemen Pengadaan
Menurut Turban (2010, p253) manajemen pengadaan adalah proses perencanaan,
pengelolaan, dan pengkoordinasian seluruh aktivitas yang berkaitan dengan pembelian
barang dan jasa yang dibutuhkan untuk mencapai misi organisasi.
Menurut Pujawan (2005, p137) manajemen pengadaan adalah salah satu
komponen utama dari supply chain management. Terdapat beberapa tugas dari
manajemen pengadaan secara umum, yakni:
1. Menyediakan input, berupa barang dan jasa yang dibutuhkan dalam
kegiatan produksi maupun kegiatan lain dalam perusahaan.
19
2. Menyediakan jasa seperti jasa transportasi dan pegudangan, jasa konsultasi,
dan sebagainya.
3. Merancang hubungan yang tepat dengan supplier.
4. Memilih supplier.
5. Memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok.
6. Memelihara data item yang dibutuhkan dan data supplier.
7. Melakukan proses pembelian.
8. Mengevaluasi kinerja supplier.
2.8 E-procurement
2.8.1 Pengertian E-procurement
Menurut Chaffey (2007, p309) e-procurement adalah pengelolaan dan
integrasi aktivitas pengadaan secara elektronik, termasuk didalamnya proses
permintaan, otorisasi, pemesanan, pengiriman, dan pembayaran antara pembeli
dan supplier. Sementara menurut Turban (2010, p253) e-procurement adalah
perolehan barang dan jasa secara elektronik untuk kebutuhan perusahaan.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa e-procurement adalah
proses pengadaan barang, termasuk didalamnya adalah permintaan, otorisasi,
pemesanan, pengiriman, dan pembayaran antara perusahaan sebagai pembeli
dengan vendor, dengan bantuan internet atau jaringan lainnya.
20
Gambar 2.2 Manajemen E-Procurement Sumber : Kalakota (2001, p339)
21
2.8.2 Proses dan kegiatan dalam E-procurement
Gambar 2.3 Proses E-Procurement Sumber : Turban et al (2010, p354)
Seperti yang telah dijelaskan pada gambar 2.5, proses e-procurement
terdiri dari beberapa tahap, yakni:
Search for vendor and Product E-catalog, brochures, conventions, exhibits, telephone calls, visits
Qualify Vendors Which vendors can we do business with? Research firms, financial stability, and credit history
Select a Market Mechanism Private, public, auctions (tendering), exchange, bartering (tendering system has a special process)
Compare and Negotiate Compare price, financing, delivery, quality, etc. Select a vendor
Make a Purchase Arrangement (individual or committee) Have a contract Arrange payment
Pre – Purchase Activities
Initiate a Purchase Order (PO) Fill in electronic form or trigger ready order
Arrange a pickup or receive shipment Check shipping documents
Make payments Approve payments Arrange money transfer
After- Purchase Activities
22
1. Melakukan pencarian vendor dan produk dengan menggunakan katalog,
brosur, telepon, dan lainnya.
2. Melakukan kualifikasi vendor sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan. Dari list vendor yang ada, ditentukan mana yang sekiranya dapat
diajak bekerja sama.
3. Memilih mekanisme pasar, seperti private, umum, lelang, barter, dll.
4. Melakukan perbandingan serta negosiasi, baik mengenai kualitas barang,
harga barang, metode pengiriman, dll.
5. Membuat kesepakatan pembelian setelah negosiasi berhasil.
6. Membuat Purchase Order (PO).
7. Mengatur jadwal pengambilan atau pengiriman barang, sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibentuk sebelumnya.
8. Melakukan pembayaran terhadap vendor.
Menurut Kalakota (2001, p315), proses E-Procurement terangkum dalam
skema rantai e-procurement seperti gambar dibawah ini.
23
Gambar 2.4 Rantai E-Procurement Sumber : Kalakota (2001, p315)
2.8.3 Tujuan dan Manfaat E-procurement
Menurut Turban (2010, p254), terdapat beberapa tujuan dan manfaat
dalam penggunaan e-procurement, antara lain:
Meningkatkan produktivitas dari bagian pembelian (menyediakan lebih
banyak waktu dan mengurangi tekanan pekerjaan)
1. Mengurangi harga pembelian melalui adanya standarisasi produk,
reverse auction, diskon, dan pembelian konsolidasi.
2. Meningkatkan arus dan pengelolaan informasi. Misal : informasi
supplier dan informasi harga.
3. Meminimalisasi pembelian dari vendor yang tidak memiliki kontrak
kerja sama dengan perusahaan (maverick buying).
4. Meningkatkan proses pembayaran dan penyimpanan untuk
mempercepat proses pembayaran (untuk penjual).
24
5. Menciptakan hubungan yang kolaboratif dan efisien dengan supplier.
6. Memastikan proses pengiriman tepat waktu setiap saat.
7. Memangkas waktu pemrosesan dan pemenuhan pesanan dengan
leveraging automation.
8. Mengurangi kebutuhan akan keahlian dan kebutuhan pelatihan untuk
bagian pembelian.
9. Mengurangi jumlah supplier.
10. Mempersingkat proses pembelian dan membuatnya lebih cepat dan
mudah dimengerti (biasanya melibatkan adanya otorisasi peminta
dalam melakukan permintaan melalui desktop, tanpa melalui bagian
pengadaan).
11. Mempersingkat proses rekonsiliasi invoice dan adanya perselisihan
dalam pemecahan masalah.
12. Mengurangi biaya proses administrasi per pemesanan.
13. Dapat menemukan supplier dan vendor baru yang dapat menyediakan
barang dan jasa lebih cepat atau lebih murah.
14. Mengintegrasi pengawasan anggaran yang ada dalam proses
pengadaan.
15. Meminimalisasi adanya human error dalam proses pembelian dan
pengiriman.
16. Mengawasi dan meregulasi perilaku pembelian.
Menurut Pujawan (2005, p165) banyak manfaat yang bisa direalisasikan
dengan mengaplikasikan e-commerce, antara lain:
25
1. Proses administrasi dapat dilangsungkan lebih cepat, akurat, dan
murah. Mengundang supplier untuk memasukkan proposal atau
penawaran tidak lagi dilakukan lewat surat atau fax, tetapi bisa
dilakukan dengan fasilitas web.
2. Perusahaan yang menggunakan sistem lelang bisa mendapatkan
keuntungan berupa harga yang jauh lebih murah karena supplier akan
sedapat mungkin menurunkan harga penawaran agar bisa menjadi
pemenang.
3. Perusahaan bisa mendapatkan calon-calon supplier yang lebih banyak
dari berbagai tempat sehingga berpeluang untuk melakukan transaksi
dengan supplier yang lebih berkompeten.
4. Perusahaan maupun supplier bisa melacak transaksi maupun proses-
proses fisik (pengiriman, dll.) sehingga kedua belah pihak cepat
mengetahui kalau ada masalah yang membutuhkan penanganan lebih
lanjut.
5. Pihak perusahaan maupun supplier bisa melakukan proses-proses
tersebut dari mana saja asalkan terhubung dengan jaringan internet.
2.9 Pemilihan dan Penilaian Vendor
Pemilihan vendor merupakan salah satu aktivitas vital dalam proses
procurement. Pemilihan vendor akan berkaitan erat dengan harga produk, kualitas
produk, dan bahkan margin yang didapatkan serta secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap harga jual produk atau jasa yang dihasilkan. Menurut Pujawan
(2005, p137), memilih supplier merupakan kegiatan strategis, terutama apabila supplier
26
tersebut akan memasok item yang penting dan/atau akan digunakan dalam jangka
panjang sebagai supplier penting.
Pemilihan vendor berkaitan erat dengan perhitungan performa vendor. Dengan
melakukan evaluasi performa vendor yang telah melakukan transaksi sebelumnya, maka
hasil evaluasi tersebutlah yang akan digunakan sebagai data dalam pemilihan vendor
dimasa datang. Menurut Gordon (2005, p21) terdapat beberapa alasan mengapa kita
harus melakukan evaluasi performa supplier, antara lain :
1. You can’t manage, when you don’t measure. Perusahaan tidak akan dapat
mengelola baik proses procurement secara keseluruhan, maupun mengelola
hubungan dengan supplier ketika perusahaan tersebut tidak menghitung atau
menganalisis apa yang telah dilakukan supplier, bagaimana kinerjanya,
bagaimana kualitas barang, dan lain-lain.
2. If you measure supplier, they will improve. Ketika perusahaan menganalisa,
menghitung, dan melaporkan hasil perhitungan kuantitatif tersebut kepada
supplier, maka supplier akan menerima suatu laporan atas kinerjanya.
Supplier dapat menjadikannya tolak ukur atas kinerjanya sendiri dan tentunya
akan menjadikannya sebagai pertimbangan untuk meningkatkan performa
mereka.
3. You can uncover and remove hidden waste and cost driver in the supply
chain. Dengan menghitung sesuai dengan data kuantitatif, maka tidak ada
lagi produk-produk yang terbuang dan perusahaan dapat mengendalikan
biaya yang timbul dalam proses supply chain.
27
4. You can facilitate supplier performance improvement. Seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya, perhitungan atas performa supplier dapat
memfasilitasi supplier untuk meningkatkan performanya.
5. You can increase competitiveness by shrinking order cycle times and
inventory levels. Menyusutkan tingkat persediaan dan waktu siklus
pemesanan, perusahaan akan meningkatkan persaingan antar supplier. Siklus
pemesanan yang lebih singkat akan memacu supplier untuk terus
meningkatkan kinerja secara cepat sehingga dapat lebih unggul dari supplier
lainnya.
6. You can make informed business decision that impact the enterprise. Hasil
evaluasi performa supplier dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan
dalam perusahaan, baik keputusan dalam pemilihan supplier maupun
keputusan bisnis lainnya.
Kriteria pemilihan adalah salah satu hal penting dalam pemilihan vendor.
Kriteria yang digunakan tentunya harus mencerminkan strategi supply chain maupun
karakteristik dari item yang akan dipasok.
Terdapat beberapa kriteria dasar dalam pemilihan vendor yang digunakan oleh
perusahaan, antara lain : kualitas barang yang ditawarkan, harga, dan ketepatan waktu
pengiriman. Namun tidak jarang juga perusahaan membutuhkan kriteria lainnya yang
dianggap penting untuk pemilihan vendor. Berikut keragaman criteria vendor yang ada
berdasarkan penelitian terhadap 170 manajer pembelian di Amerika Serikat.
Tabel 2.1 Tabel Kriteria Pemilihan Supplier Kriteria Skor
Quality 3.5 Delivery 3.4
28
Performance History 3.0 Warranties and Claim Policies 2.8 Price 2.8 Technical Capability 2.8 Financial Position 2.5 Procedural Compliance 2.5 Communication System 2.5 Reputation and Position in Industry 2.4 Desire for Business 2.4 Management and Organization 2.3 Operating Control 2.2 Repair Service 2.2 Attitudes 2.1 Impression 2.1 Packaging Ability 2.0 Labor Relations Record 2.0 Geographical Location 1.9 Amount of Past Business 1.6 Training Aids 1.5 Reciprocal Arrangements 0.6
Sumber : Pujawan (2005, p138)
Berdasarkan banyaknya keragaman kriteria yang muncul itulah, maka
kriteria pemilihan vendor menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk
diidentifikasi secara jelas oleh perusahaan dalam pemilihan vendor.
Terdapat banyak metode dalam melakukan perhitungan performa vendor,
baik menggunakan cara tradisional maupun modern. Salah satunya ialah dengan
menggunakan metode Linear Average (Rata-rata Linear). Dalam metode ini,
kriteria terdapat tiga kriteria yang digunakan, antara lain: On Time Delivery
(OTD), Quality, dan Total Cost. Ketiga kriteria ini akan diperhitungkan dengan
rumus masing-masing, dan kemudian hasilnya akan dikalikan dengan bobot
tertentu, sesuai dengan kebijakan perusahaan. Hasil perkalian tersebutlah yang
kemudian akan menjadi nilai akhir dari performa vendor.
29
1. On Time Delivery (OTD)
Menurut Cormican dan Cunningham (2006, p356), matriks OTD
supplier digunakan untuk membandingkan antara tanggal yang
dijanjikan dengan tanggal actual dimana barang akan diterima oleh
tangan perusahaan atau pembeli. Pada umumnya, batas keterlambatan
penerimaan yang ditoleransi ialah 5 hari keterlambatan, dengan
mempertimbangkan adanya akhir pekan dan hari libur. Rumus
perhitungan OTD ialah :
OTD = Number parts received on time x 100% Number of total parts expected
30
2. Quality
Menurut Cormican dan Cunningham (2006, p358), indikator kualitas
supplier ialah persentase perbandingan dari jumlah barang / bagian
yang dikembalikan kepada supplier (RTS) dan jumlah barang / bagian
yang diterima dari supplier. Terdapat dua jenis metode yang dapat
digunakan untuk menghitung indikator kualitas, antara lain:
1. Angka Kualitas untuk Produk Volume Rendah
Menurut Howmet (2002, p2) dan Cormican dan Cunningham
(2006, p358), cara dasar dalam menghitung angka kualitas ialah
dengan membandingkan antara jumlah barang yang ditolak atau
dikembalikan kepada supplier dengan jumlah total barang yang
diterima. Rumusnya ialah :
Namun dalam perhitungan ini, yang dibutuhkan ialah perhitungan
dari sisi jumlah barang yang diterima sehingga ketika nilai akan
digabungkan dengan perhitungan kriteria lainnya dapat sebanding.
Oleh karena itu, rumusnya ialah:
2. Angka Kualitas dengan Produk Volume Tinggi
Menurut Howmet (2002, p2) dan Cormican dan Cunningham
(2006, p358), untuk produk dengan volume tinggi maka
Angka Kualitas = Jumlah Barang yang di tolak x 100% Total barang yang diterima
Angka Kualitas = 1- Jumlah Barang yang di tolak x 100% Total barang yang diterima
31
perhitungan akan dilakukan dengan berbasis Part Per Million
(PPM) dan final point nya akan dikonversikan dengan
menggunakan PPM Conversion Table. Rumusnya ialah :
Dalam perhitungan ini, Cormican dan Cunningham (2006, p358)
memiliki spesifikasi khusus dalam hal pembobotannya.
Pembobotan yang akan diberikan ialah 40 %, 40%, dan 20%
untuk masing-masing nilai OTD, nilai Kualitas, dan nilai TC.
Pembobotan ini sesuai dengan tabel PPM Conversion yang hasil
akhirnya telah dibobotkan sebanyak 40 %.
Tabel 2.2 Tabel Konversi PPM
Sumber : Cormican dan Cunningham (2006, p358)
3. Total Cost (TC)
PPM = Jumlah Barang yang di tolak x 1.000.000 Total barang yang diterima
32
Matriks Total Cost supplier diperoleh dari rasio total biaya yang
dibutuhkan per total biaya yang pantas keluar untuk barang-
barang tersebut (maximum reasonable price). Rumusnya ialah :
2.9.2 Metode Coefficient of Variance
Mengukur persebaran data merupakan salah satu hal yang paling
penting dalam pengambilan keputusan berbasis kuantitatif. Persebaran
data mengindikasikan seberapa besar resiko yang terdapat dalam
distribusi data tertentu. Semakin besar persebaran data maka tingkat
resiko akan semakin besar dan sebaliknya. Pengukuran persebaran data
dapat dilakukan dengan beberapa cara, namun sebelumnya, perlu
dilakukan terlebih dahulu pengukuran deskriptif akan data.
Menurut Groebner et al. (2001, p106), terdapat beberapa
pengukuran deskriptif yang penting yang berguna untuk merubah data
menjadi informasi yang memiliki arti. Dua dari pengukuran deskriptif
tersebut adalah Mean (rata-rata) dan Standar Deviasi.
Menurut Groebner et al. (2001, p82), mean atau rata-rata adalah
sebuah pengukuran numerik terpusat atas sekumpulan perhitungan
kuantitatif yang dihitung dengan cara membagi total dari nilai-nilai data
yang ada dengan jumlah data yang ada.
Menurut Aczel dan Sounderpandian (2009, p24), mean adalah
rata-rata. Mean ialah jumlah total dari seluruh observasi yang dilakukan
dibagi dengan jumlah observasi yang dilakukan.
Total Cost = 1 – Biaya yang harus dikeluarkan x 100% Maximum Reasonable Price
33
Menurut Groebner et al. (2001, p85), rumus mean ada dua, yakni
mean dari sampel dan mean dari populasi. Populasi ialah sekumpulan
objek atau individu yang memiliki kepentingan tertentu atau pengukuran
yang diperoleh dari objek-objek atau individu-individu yang memiliki
ketertarikan sama. Sementara sampel adalah bagian dari populasi itu
sendiri. Rumus mean untuk sampel adalah :
n
xxx
n
Xi
xn
n
i +++==∑
= ...211
Dimana x adalah nilai data yang dihasilkan dari setiap observasi
yang dilakukan dan n adalah jumlah observasi yang dilakukan. Sementara
rumus mean untuk populasi adalah :
µ = N
xN
i
i∑=1
Dimana x adalah nilai data yang dihasilkan oleh tiap observasi
dan N adalah ukuran atau jumlah dari populasi yang ada.
Menurut Groebner et al. (2001, p99), varians adalah rata-rata dari
jarak antara nilai data dengan mean yang dinyatakan dalam persegi.
Sementara standar deviasi adalah akar positif dari varians. Berikut adalah
rumus varians dan standar deviasi.
N
XN
ii∑
=
−= 1
2
2
)(
:Variance Population
µσ
1
)(
:Variance Sample
2
12
−
−=∑
=
−
n
xx
s
n
ii
34
N
xN
ii
2
12
)(
:Deviation Standar Population
µσσ
−==∑
=
1
)(
:Deviation Standard Sample
1
2_
−
−=∑
−
n
xxs
n
ii
Menurut Groebner et al. (2001, p106), standar deviasi digunakan
untuk menghitung variasi dalam sekelompok data. Untuk para pengambil
keputusan, standar deviasi mengindikasikan bagaimana persebaran atau
bagaimana variable dari sebuah distribusi data. Untuk distribusi data yang
memiliki rata-rata (mean) yang sama, maka distribusi data dengan standar
deviasi yang terbesar memiliki persebaran data relatif yang terbesar pula.
Namun ketika dua atau lebih distribusi data memiliki rata-rata (mean)
yang berbeda, pengukuran persebaran data tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan standar deviasi saja.
Metode Coefficient of Variation (CV) digunakan untuk
melakukan pengukuran variasi persebaran data relatif dengan rata-rata
(mean) yang berbeda. Rumus untuk metode CoV adalah:
%100
: CV Population
xCVµσ=
%100
:CV Sample
xx
sCV =
Dalam membandingka dua atau lebih nilai CV, maka distribusi
data dengan nilai CV terbesar merupakan distribusi data yang memiliki
persebaran data relatif yang terbesar, dengan kata lain, memiliki tingkat
resiko yang lebih tinggi.
2.10 Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
35
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.14-15), analisa dan perancangan berorientasi
objek meliputi empat aktivitas atau kegiatan utama yang terdiri dari dua tahap analisa
dan dua tahap perancangan, yaitu analisis problem-domain, analisis application-domain,
desain arsitektur (architectural design), dan desain komponen (component design).
Gambar 2.6 Kegiatan utama dan hasil analisa dan perancangan berorientasi objek
(Sumber: Matthiasen et al., p. 15)
Notasi standar yang digunakan dalam OOAD adalah UML (Unified Modelling
Language). UML hanya digunakan sebagai notasi dan bukan sebagai metode dalam
melakukan modelling.
2.10.1 Object
“Object is an entity with identity, state, and behaviour.” (Mathiassen et
al., 2000, p.4)
Yang artinya objek adalah sebuah entitas dengan identitas, keadaan, dan
perilaku. Identitas objek membedakan antara satu objek dengan objek lainnya.
Identitas suatu objek juga mengekspresikan bagaimana objek lain dapat
mengenali dan mengaksesnya. Dalam analisis, objek dipergunakan untuk
36
membantu pemahaman konteks sistem. Dalam desain, objek digunakan untuk
menggambarkan sistem itu sendiri.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.5-6), keuntungan dari orientasi objek
(object-orientation), yaitu:
a. Menyediakan informasi yang jelas mengenai konteks sistem.
b. Terdapat kaitan yang erat antara analisa berorientasi objek (object-
oriented analysis), desain berorientasi objek (object-oriented design),
antar muka berorientasi objek (object-oriented user interface),
pemrograman beroorientasi objek (object-oriented programming).
2.10.2 System Definition
”System definition is a conscise description of a computerized system
expressed in natural language.” (Mathiassen et al., 2000, p.24)
Yang artinya definisi sistem adalah definisi singkat dari sistem yang
terkomputerisasi yang diekspresikan dalam bahasa natural. System definition
mendeskripsikan konteks sistem, informasi apa yang ada didalamnya, mana yang
akan digunakan, dan kondisi pengembangan apa yang berlaku.
2.10.3 Rich picture
“Rich picture is an informal drawing that present the illistrator’s
understanding of a situation.” (Mathiassen et al., 2000, p.26)
Yang artinya rich picture adalah sebuah gambaran informal yang
digunakan oleh pengembang sistem untuk menyatakan pemahaman mereka
terhadap situasi dari sistem yang sedang berlangsung. Rich picture juga dapat
digunakan sebagai alat yang berguna untuk memfasilitasi komunikasi yang baik
antara pengguna dalam sistem.
37
2.10.4 The FACTOR Criterion
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.39-40), kriteria FACTOR terdiri dari
6 (enam) elemen, yaitu:
• Functionality
Fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas dalam application
domain.
• Application domain
Bagian dari organisasi yang mengadministrasi, memonitor atau
mengontrol problem domain.
• Conditions
Kondisi di mana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
• Technology
Mencakup teknologi yang akan digunakan untuk mengembangkan
sistem dan teknologi dimana sistem akan dijalankan.
• Objects
Objek utama dari problem domain.
• Responsibility
Tanggung jawab keseluruhan sistem dalam hubungan dengan
konteksnya.
2.10.5 Problem Domain Analysis
“Problem domain is that part of a context that is administrated,
monitored, and controlled by a system.” (Mathiassen et al., 2000, p.6)
38
Yang artinya problem-domain adalah bagian dari konteks yang
diadministrasikan, dimonitor, atau dikendalikan oleh sistem. Analisis problem
domain memfokuskan pada informasi apa yang harus ditangani oleh sistem dan
menghasilkan sebuah model yang merupakan gambaran dari class, objek,
stucture dan behaviour yang ada dalam problem domain.
Gambar 2.7 Aktivitas didalam model problem-domain
(Sumber: Matthiasen et al., p. 46)
2.10.6 Classes
“Class is a description of a collection of object sharing structure,
behavioral pattern, and attributes.” (Mathiassen et al., 2000, p.53)
Yang artinya class adalah deskripsi dari sekumpulan objek yang
mempunyai struktur, pola perilaku, dan atribut. Class merupakan kegiatan yang
pertama dilakukan didalam analisis problem-domain. Ada beberapa tugas utama
dalam kegiatan ini, yaitu:
i. Mengklasifikasikan objek (objects) dan kejadian (events)
“Object is an entity with identity, state, and behaviour.”
(Mathiassen et al., 2000, p.51)
39
Yang artinya objek adalah sebuah entitas yang memiliki identitas
keadaan, dan perilaku.
“Event is an instantaneous incident involving one or more objects.”
(Mathiassen et al., 2000, p.51)
Yang artinya kejadian adalah insiden atau kejadian seketika yang
melibatkan satu atau lebih objek.
ii. Menemukan Class
Dimulai dengan menentukan kandidat kelas (class candidates),
kemudian menentukan class yang tepat.
iii. Menemukan Event
Dimulai dengan menentukan kandidat kejadian (event candidates),
kemudian menentukan event yang tepat untuk setiap class.
iv. Evaluasi sistematis
Pada bagian ini dilakukan evaluasi kriteria class dan event yang
sudah ditemukan.
Gambar 2.8 Sub-aktivitas dalam memilih problem-domain class dan
event (Sumber: Matthiasen et al., p. 55)
2.10.7 Structure
40
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.69), structure bertujuan untuk
menggambarkan hubungan terstruktur antara classes dan object dalam problem
domain.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.70), object oriented structure dapat
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Structure antar class, terdiri dari:
a. Generalization
“Generalization is a general class (the super class) describes
properties common to a group of specialized classes (the
subclasess).” (Mathiassen et al., 2000, p.72)
Yang artinya generalisasi adalah hubungan antara 2 atau lebih
class yang lebih khusus (sub class) dengan class yang lebih
umum (super class).
Gambar 2.9 Generalization Structure
(Sumber: Matthiasen et al., p. 73)
b. Cluster
“Cluster is a collection of related class.” (Mathiassen et al.,
2000, p.74)
Yang artinya kluster adalah kumpulan class yang saling
berkaitan. Cluster digambarkan dengan notasi file folder yang
41
mencakup class-class di dalamnya. Class dalam cluster yang
sama dihubungkan dengan generalization ataupun aggregation,
sedangkan class yang berada pada cluster yang berbeda
dihubungkan dengan association.
Gambar 2.10 Cluster Structure
(Sumber: Matthiasen et al., p. 75)
2. Structure antar objek, terdiri dari:
a. Aggregation
“Aggregation is a superior object (the whole) consist of a number
of inferior objects (the parts).” (Mathiassen et al., 2000, p.76)
Yang artinya agregasi adalah objek superior (keseluruhan) yang
terdiri dari sejumlah objek inferior (bagian).
42
Gambar 2.11 Aggregation Structure
(Sumber: Matthiasen et al., p. 76)
Terdapat tiga struktur agregasi, yaitu:
• Whole-Part
Dimana objek superior merupakan penjumlahan dari objek
inferior; jika objek inferior tersebut ditambah atau
dihilangkan, akan mengubah total objek superior.
• Container-Content
Dimana objek superior adalah container untuk objek inferior.
Objek superior tidak akan berubah jika terjadi penambahan
atau penghapusan objek inferior.
43
• Union-Member,
Dimana objek superior merupakan kesatuan dari objek
inferior. Objek superior tidak akan berubah jika terjadi
penambahan atau penghapusan objek inferior, namun tetap
memiliki batasan.
b. Association
“Association is a meaningful relation between a number of
objects.” (Mathiassen et al., 2000, p.77)
Yang artinya asosiasi adalah hubungan antara sejumlah objek
yang memiliki arti di mana objek-objek yang saling berhubungan
tersebut bukan merupakan bagian dari objek lainnya.
Gambar 2.12 Association Structure
(Sumber: Matthiasen et al., p. 77)
2.10.8 Behaviour
Menurut Mathiassen et al. (2000, p89), behaviour bertujuan untuk
memodelkan apa yang terjadi (perilaku dinamis) dalam problem-domain sistem
sepanjang waktu. Tugas utama dari kegiatan ini adalah menggambarkan pola
perilaku (behavioural pattern) dan atribut dari setiap kelas.
2.10.8.1 Event Trace
44
“Event trace is a sequence of events involving a specific objects.”
(Mathiassen et al., 2000, p.90)
Yang artinya jejak peristiwa (event trace) adalah urutan dari kejadian
yang terjadi pada suatu objek.
2.10.8.2 Behavioral Pattern
“Behavioral pattern is a description of possible event traces for all
objects in class.” (Mathiassen et al., 2000, p. 90)
Yang artinya pola perilaku (behavioral pattern) adalah daftar
kemungkinan event traces yang terjadi pada semua objek didalam class.
Tiga jenis notasi untuk behavioural pattern yaitu:
1. Sequence (urutan), dimana event muncul satu per satu secara
berurutan. Notasinya: ”+”
2. Selection (pilihan), dimana terjadi pemilihan satu event dari
sekumpulan event yang muncul. Notasinya: ”|”
3. Iteration (iterasi), dimana sebuah event muncul sebanyak
muncul nol atau beberapa kali. Notasinya: ”*”
Gambar 2.13 Struktur kontrol dalam statechart
(Sumber: Matthiasen et al., p. 95)
2.10.8.3 Explore Pattern
45
Terdapat 3 (tiga) macam pola, yaitu:
1. The Stepwise Relation Pattern
Digunakan untuk assosiasi dengan agregasi multiple level.
2. The Stepwise Role Pattern
Digunakan untuk lifecycle yang menambah peran baru.
3. The Composite Pattern
Digunakan ketika part ditambahkan secara recursive.
2.10.9 Application Domain Analysis
“Application domain is an organization that administrates, monitors, or
controls a problem domain.” (Mathiassen et al., 2000, p.115)
Yang artinya application domain adalah organisasi yang mengatur,
memonitor, atau mengendalikan problem-domain. Analisa application domain
memfokuskan pada bagaimana target sistem akan digunakan dengan menentukan
kebutuhan function dan antarmuka sistem.
2.10.10 Usage
Menurut Mathiassen et al. (2000, p119), tujuan dari kegiatan usage
adalah untuk menentukan bagaimana aktor-aktor yang merupakan pengguna atau
sistem lain berinteraksi dengan sistem yang dituju. Interaksi antara aktor dengan
sistem tersebut dinyatakan dalam use case. Hasil dari kegiatan usage ini adalah
deskripsi lengkap dari semua use case dan aktor yang ada, yang digambarkan
dalam tabel aktor atau use case diagram. Use case dapat dimulai dengan
mengidentifikasi aktor yang berhubungan dengan target sistem.
46
“Actor is an abstraction of users or other systems that interact with the
target system.” (Mathiassen et al., 2000, p.119)
Yang artinya aktor adalah abstraksi dari user atau sistem lain yag
berinteraksi dengan sistem target.
Aktor dapat digambarkan dalam spesifikasi aktor yang dibagi menjadi 3
(tiga) menurut Mathiassen (2000, p.126), yaitu:
i. Tujuan, yaitu peran dari aktor dalam sistem target.
ii. Karakteristik, maenggambarkan aspek-aspek yang penting dari
aktor.
iii. Contoh dari aktor tersebut.
“Use case is a pattern for interaction between the system and actors in
the appication domain.” (Mathassen et al., 2000, p.120)
Yang artinya use case adalah pola interaksi antara sistem dan aktor di
dalam application domain.
Gambar 2.14 Contoh use case diagram
(Sumber: Matthiasen et al., p. 129)
2.10.11 Sequence Diagram
47
“A sequence diagram describes the interaction among several object
over time.” (Matthiasen, et al., 2000, p.340)
Yang artinya sequence diagram mendeskripsikan interaksi antar beberapa
objek sepanjang waktu. Sequence diagram melampirkan class diagram yang
mendeskripsikan situasi umum dan statis. Sequence diagram dapat menguasai
detail mengenai situasi komplek dan dinamis meliputi beberapa dari banyak
objek yang diciptakan dari kelas-kelas dalam class diagram.
“The sequence diagram is semantically equivalent to communication
diagram for simple interaction. A sequence diagram shows an interaction
between objects arranged in time sequence.” (Bennet et al., 2006, p.252-253)
Yang artinya sequence diagram dapat dikatakan equivalen dengan
diagram komunikasi untuk interaksi yang sederhana. Sebuah sequence diagram
menunjukkan interaksi antara objek yang disusun dalam suatu sequence.
Interaction sequence diagram adalah satu dari beberapa jenis UML
interaction diagram. Sequence diagram pada umumnya serupa dengan diagram
yang memperlihatkan komunikasi untuk interaksi objek yang sederhana. Sebuah
interaksi menkhususkan pola komunikasi antara serangkaian objek atau sistem
yang berpartisipasi dalam kolaborasi. Interaksi dideskripsikan dengan sebuah
sequence di mana pesan ditempatkan dalam sebuah rangkaian waktu dua atau
lebih pesan mungkin dikirimkan pada waktu yang sama di antara objek atau
aturan komunikasi. Secara umum, selama analisis kebutuhan atau desain
interaksi, objek dimodelkan dalam bentuk peranan yang mereka mainkan dan
berkomunikasi dengan meneruskan pesan.
48
Sebuah sequence diagram memperlihatkan interaksi antar objek yang
diatur dalam sebuah rangkaian waktu. Sequence diagram dapat digambar pada
level detil yang berbeda dan untuk menemukan tujuan yang berbeda pada
beberapa tingkatan dalam pengembangan daur hidup. Aplikasi sequence diagram
yang paling umum adalah untuk merepresentasikan interaksi objek detail yang
terjadi untuk sebuah use case atau untuk suatu operasi.
Dalam sequence diagram yang diadaptasi dari Bennet, et al., terdapat
satu buah notasi yang disebut fragment. Fragment ini biasa digunakan dalam
setiap tipe UML diagram. Fragment yang digunakan pada sequence diagram
dimaksudkan untuk memperjelas bagaimana sequence ini saling dikombinasikan.
Fragment terdiri dari beberapa jenis interaction operator yang
menspesifikasikan tipe dari kombinasi fragment. Tipe-tipe interaction operator
yang ada dalam sequence diagram antara lain dibahas dalam Tabel sebagai
berikut:
Tabel 2.3 Tipe interaction operator yang digunakan dalam fragment
Interaction
Operator
Penjelasan dan Penggunaan
alt Alternatif ini mewakili alternative behavior yang ada,
setiap behavior ditampilkan dalam operasi yang terpisap.
opt Option ini merupakan pilihan tunggal atas operasi yang
hanya akan dieksekusi bila batasan interaksi bernilai true.
49
break Break mengindikasi bahwa dalam combined fragment
ditampilkan sementara oleh sisa dari interaction fragment
yang terlampir.
par Parallel mengindikasi bahwa eksekusi operasi dalam
combined fragment biasa digabungkan dalam sequence
manapun.
seq Weak Sequencing menampilkan dalam urutan dari tiap
operasi yang telah dimaintain tetapi keterjadian suatu event
adalah berbeda operasinya dalam perbedaan lifeline yang
dapat terjadi dalam urutan apapun.
Strict Strict Sequencing membuat sebuah strict sequence berada
dalam eksekusi sebuah operasi tapi tidak termasuk urutan
dalam operasi.
neg Negative menggambarkan sebuah operasi yang bersifat
tidak sap.
critical Critical Region mengadakan sebuah batasan dalam sebuah
operasi yang tidak memiliki event yang terjadi dalam
lifeline.
ignore Ignore menandakan tipe pesan, spesifikasi sebagai
parameter, yang seharusnya diabaikan dalam sebuah
interaksi.
consider Consider merupakan keadaan dimana pesan-pesan
seharusnya dipertimbangkan dalam sebuah interaksi.
50
assert Assertion merupakan keadaan bahwa sebuah sequence dari
pesanan dalam operasi hanyalah satu-satunya yang
memiliki lanjutan yang bersifat sap.
loop Loop digunakan untuk mengindikasi sebuah operasi yang
diulang berkali-kali sampai batasan interaksi untuk
pengulangan berakhir.
Sumber : Bennet, et al. (2006, p270)
2.10.12 Function
“Function is a facility for making a model useful for actors.” (Mathiassen
et al., 2000, p.137)
Yang artinya function adalah sebuah fasilitas yang membuat model dapat
berguna bagi aktor. Kegiatan function memfokuskan pada bagaimana cara
sebuah sistem dapat membantu aktor dalam melaksanakan pekerjaan mereka.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.137), tujuan dari kegiatan function
adalah untuk menentukan kemampuan sistem memproses informasi. Hasil dari
kegiatan ini adalah sebuah daftar function-function yang merinci function-
function yang kompleks. Daftar function harus lengkap, menyatakan kebutuhan
kolektif dari pelanggan dan aktor, dan harus konsisten dengan use case.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.138), terdapat 4 (empat) tipe fungsi
dari functions, yaitu:
1. Update, fungsi diaktifkan oleh kejadian di problem-domain dan
mengakibatkan perubahan di keadaan model.
51
2. Signal, fungsi diaktifkan dengan perubahan di keadaan model dan
menghasilkan reaksi pada konteks.
3. Read, fungsi diaktifkan berdasarkan kebutuhan informasi dalam
pekerjaan aktor dan mengakibatkan sistem menampilkan bagian yang
berhubungan dengan informasi dalam model.
4. Compute, fungsi diaktifkan berdasarkan kebutuhan informasi dalam
pekerjaan aktor dan berisi perhitungan yang melibatkan informasi
yang disediakan oleh aktor atau model; hasil dari function ini adalah
tampilan dari hasil komputasi.
Gambar 2.15 Hubungan semua tipe fungsi
(Sumber: Matthiasen et al., p. 140)
Hasil dari fungsi ini adalah function list yang lengkap dengan
spesifikasi fungsi yang kompleks. Class biasa menimbulkan read dan
update function, event menimbulkan update function, dan use case dapat
menimbulkan semua jenis function.
2.10.13 Interfaces
“Interface is facilities that make a system’s model and functions
avaliable to actor.” (Mathissen et al., 2000, p.151)
52
Yang artinya interface adalah sebuah fasilitas yang dapat membuat
sebuah model sistem dan fungsi-fungsi tersedia bagi aktor.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.151-152), terdapat 2 (dua) macam
tipe interface, yaitu:
1. User interface, yaitu interface yang menghubungkan user dengan
sistem.
2. System interface, yaitu interface yang menghubungkan suatu sistem
dengan sistem lain.
Sebuah user interface yang baik harus dapat beradaptasi dengan tugas
pengguna dan konsep dari sistem tersebut. Kualitas user interface ditentukan
oleh kegunaan atau usability interface tersebut bagi pengguna. Usability
tergantung pada pengguna dan situasi saat sistem tersebut digunakan. Oleh
karena itu, usability bukan merupakan sebuah ukuran yang pasti atau objektif.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.154-156), terdapat 4 (empat) jenis
pola dialog yang penting dalam menentukan user interface, yaitu:
1. Menu selection, menampilkan pilihan-pilihan menu dalam user
interface.
2. Form-fill, merupakan pola klasik untuk memasukkan data.
3. Command language, dimana user memasukkan dan mengaktifkan
format perintah sendiri.
4. Direct manipulation, dimana user memilih objek dan melaksanakan
fungsi objek, serta melihat hasil dari interaksi tersebut.
Hasil dari kegiatan interface adalah sebuah deskripsi elemen-elemen user
interface dan system interface yang lengkap, dimana kelengkapan sistem ini
53
menunjukkan pemenuhan kebutuhan pengguna. Hasil dari kegiatan user
interface berupa form presentasi dan dialogue style, diagram window terpilih,
dan diagram navigasi. Sedangkan hasil dari system interface berupa class
diagram untuk peralatan dan external protocol untuk berinteraksi dengan sistem
yang lain.
Gambar 2.16 Contoh navigation diagram
(Sumber: Matthiasen et al., p. 160)
2.10.14 Architectural Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.173), tujuan dari architecture design
adalah untuk membentuk struktur dari sistem yang telah terkomputerisasi. Baik atau
tidaknya sistem tergantung pada kuat atau tidaknya architecture design. Aktivitas
dalam architectural design meliputi criteria, component architecture, dan process
architecture.
54
Gambar 2.17 Aktivitas dalam architectural design
(Sumber: Matthiasen et al., p. 176)
2.10.15 Criteria
“Criterion is a preferred property of an architecture.” (Mathiassen et al.,
2000, p.177)
Yang artinya kriteria adalah properti istimewa dari sebuah arsitektur. Tujuan
dari kriteria yaitu untuk menyiapkan prioritas dari sebuah rancangan.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p. 186), ada 3 (tiga) prinsip desain yang
baik, yaitu:
1. Tidak memiliki kelemahan
Cacat tunggal cukup dapat membatalkan sistem. Desain yang baik
sehingga serusaha untuk mencapai sifat yang baik, dan pada saat yang
sama menghidari yang buruk.
2. Menyeimbangkan beberapa kriteria
Desain yang baik harus memenuhi beberapa kriteria. Karena kriteria
ini dapat bertentangan, memprioritaskan semua kriteria sangatlah
penting.
3. Dapat digunakan, fleksibel, dan dapat dipahami.
Kegunaan sistem ditentukan oleh ketegangan antara kualitas sistem
teknis dan penerapan untuk pekerjaan pengguna.
55
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.184), untuk menciptaan sebuah desain
yang baik diperlukan pertimbangan mengenai kondisi dari setiap proyek yang
dapat mempengaruhi kegiatan desain, yaitu:
1. Teknis, terdiri dari:
a. Perangkat keras, perangkat lunak dasar, dan sistem yang ada.
b. Penggunaan kembali pola dan komponen yang ada.
c. Menggunakan komponen standart yang dibeli.
2. Organisasi, terdiri dari:
a. Pengaturan kontrak.
b. Rencana untuk pengembangan lebih lanjut.
c. Pembagian kerja antar pengembang.
3. Manusia, terdiri dari:
a. Kompetensi desain.
b. Pengalaman dengan sistem serupa.
c. Pengalaman dengan platform teknis.
Tabel 2.4 Kriteria kualitas perangkat lunak
Criterion Ukuran dari
Usable Kemampuan sistem untuk menyesuaikan
diri dengan konteks, organisasi yang
berhubungan dengan pekerjaan dan teknis
Secure Ukuran keamanan sistem dalam
menghadapi akses yang tidak terotorisasi
56
terhadap data dan fasilitas
Efficient Eksploitasi ekonomis terhadap fasilitas
platform teknis
Correct Pemenuhan dari kebutuhan
Reliable Ketepatan pemenuhan kebutuhan untuk
melaksanakan fungsi
Maintainable Biaya untuk menemukan dan memperbaiki
kerusakan sistem
Testable Biaya untuk memastikan bahwa sitem yang
dibentuk dapat melaksanakan fungsi yang
diinginkan
Flexible Biaya untuk mengubah sistem yang
dibentuk
Comprehensible Usaha untuk mendapatkan pemahaman
sistem
Reusable Kemungkinan untuk menggunakan bagian
sistem pada sistem lain yang berhubungan
Portable Biaya untuk memindahkan sistem ke
platform teknis yang berbeda
Interoperable Biaya untuk menggabungkan sistem ke
sistem lain
Sumber: Matthiasen et al.,(2000, p. 178)
2.10.16 Component Architecture
57
“Component architecture is a system structure composed of interconnected
components.” (Mathiassen et al., 2000, p.190)
Yang artinya component architecture adalah struktur sistem yang terdiri dari
komponen-komponen yang saling berhubungan. Component architecture yang baik
menunjukkan beberapa prinsip, yaitu mengurangi kompleksitas dengan membagi
menjadi beberapa tugas, menggambarkan stabilitas dari konteks sistem, dan
memungkinkan suatu komponen dapat digunakan pada bagian lain.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.193-197), terdapat beberapa pola umum
dalam component architecture, yaitu:
1. Layered architeture pattern
Sebuah layered- architecture terdiri dari beberapa komponen yang
dibentuk menjadi lapisan-lapisan dimana lapisan yang berada di atas
bergantung pada lapisan yang di bawahnya. Perubahan pada suatu
lapisan akan mempengaruhi lapisan di atasnya.
Gambar 2.18 Layered architeture pattern
(Sumber: Matthiasen et al., p. 193)
2. Generic architecture pattern
Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari
komponen interface, function, dan model. Komponen model terletak
58
pada lapisan yang paling bawah, kemudian dilanjutkan dengan
function layer dan paling atasnya komponen interface.
Gambar 2.19 Generic architecture pattern
(Sumber: Matthiasen et al., p. 196)
3. Client-server architecture pattern
Komponen pada arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa
client. Tanggung jawab server adalah menyediakan database dan
resource yang dapat disebarkan kepada client melalui jaringan. Client
bertanggung jawab untuk menyediakan interface lokal untuk setiap
user-nya. Identifikasi komponen umumnya dimulai dengan layer
architecture dan client-server architecture dimana keduanya
merupakan dua layer yang berbeda tapi saling melengkapi.
Gambar 2.20 Client-server architecture pattern
(Sumber: Matthiasen et al., p. 197)
59
Berikut ini adalah beberapa jenis distribusi dalam arsitektur client-server,
dimana U adalah user interface, F adalah function, dan M adalah model.
Tabel 2.5 Jenis arsitektur client-server
Client Server Architecture
U U+F+M Distibuted Presentation
U F+M Local Presentation
U+F F+M Distibuted Functionality
U+F M Centralized Data
U+F+M M Distibuted Data
Sumber: Matthiasen et al., (2000, p. 200)
2.10.17 Process Architecture
“Process architecture is a system-execution structure composed of
interdependent process.” (Mathiassen et al., 2000, p.211)
Yang artinya process architecture adalah eksekusi sistem yang terdiri dari
proses-proses yang saling bergantungan. Tujuan dari process architecture adalah
untuk menetapkan struktur fisik sistem. Hasilnya adalah sebuah deployment diagram
yang menunjukan processor dengan komponen program dan objek yang aktif.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.215-219), terdapat 3 (tiga) pole distribusi,
yaitu:
1. Centralized pattern
Pola ini menyimpan semua data pada server pusat dan user hanya
dapat melihat user interface. Keuntungannya adalah dapat
diimplementasikan pada client dengan murah, semua data konsisten
60
karena berada di satu tempat, strukturnya mudah dimengerti dan
diimplementasikan, dan kemacetan jaringannya moderat.
Gambar 2.21 Centralized pattern
(Sumber: Matthiasen et al., p. 216)
2. Distributed pattern
Semua data terdistribusi ke user atau client dan server hanya
menyebarkan model yang terbaru di antara client. Keuntungannya
adalah waku akses yang rendah, kinerja lebih maksimal, dan banyak
back-up data. Kerugiannya adalah redudansi data sehingga konsistensi
data terancam, kemacetan jaringan tinggi, arsitektur sulit dipahami
dan diimplementasikan.
61
Gambar 2.22 Distributed pattern
(Sumber: Matthiasen et al., p. 217)
62
3. Decentralized pattern
Pola ini berada di antara kedua pola di atas. Pada pola ini, client
memiliki data tersendiri sehingga data umum hanya berada di server.
Server menyimpan data umum dan fungsi data-data tersebut,
sedangkan client menyimpan data milik application domain client.
Keuntungannya adalah konsistensi data, tidak ada duplikasi data, lalu
lintas jaringan jarang karena jaringan hanya digunakan untuk update
data umum di server. Kekurangannya adalah semua prosesor harus
mampu melakukan fungsi yang kompleks dan memelihara model
dalam jumlah besar, sehingga meningkatkan biaya hardware.
Gambar 2.23 Decentralized pattern
(Sumber: Matthiasen et al., p. 219)
2.10.18 Component Design
Tujuan dari kegiatan component design adalah untuk menentukan kebutuhan
implementasi dalam kerangka arsitektural. Kegiatan component design berawal dari
63
spesifikasi arsitektural dan kebutuhan sistem. Hasil kegiatan ini adalah spesifikasi
dari komponen yang saling berhubungan. Aktivitas dari component design meliputi
model component, function component, dan connecting component.
Gambar 2.24 Component design
(Sumber: Matthiasen et al., p. 232)
2.10.19 Model Component
“Model component is a part of system that implements the problem-domain
model.” (Mathiassen et al., 2000, p.235)
Yang artinya model component adalah bagian dari sistem yang
mengimplementasikan model problem domain. Tujuan dari model component adalah
merepresentasikan model pada problem-domain. Hasil dari kegiatan ini adalah revisi
dari class diagram dari kegiatan analisis yang terdiri dari kegiatan penambahan
class, atribut, dan struktur baru yang mewakili event.
Gambar 2.25 Revised class diagram
64
(Sumber: Matthiasen et al., p. 236)
2.10.20 Function Component
“Function component is a part of system that implements functional
requirements.” (Mathiassen et al., 2000, p.251)
Yang artinya function component adalah bagian dari sistem yang
mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan function component adalah
untuk menentukan fungsi yang harus diimplementasikan.
Hasil utama kegiatan ini adalah class diagram dengan operation dan
specification dari operation yang kompleks. Sub kegiatan ini menghasilkan
kumpulan operasi yang dapat mengimplementasikan fungsi sistem seperti yang
ditentukan dalam problem domain analysis dan function list.
Gambar 2.26 Class diagram dengan operation
(Sumber: Matthiasen et al., p. 235)
2.10.21 Connecting Components
65
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.271), tujuan dari connecting component
yaitu untuk menghubungkan komponen-komponen sistem.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p272-273), ada 2 (dua) konsep dalam
connecting component, yaitu:
• Coupling adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan
bagaimana dekatnya hubungan antara dua class atau component.
• Cohesion adalah ukuran seberapa kuatnya ikatan dari suatu class
atau component.
66
2.11 Kerangka Pikir
67
Gambar 2.27 Kerangka Pikir