bab 2 tinjauan pustaka 2.1 edukasi 2.1.1 definisi...

12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasi Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru (Craven dan Hirnle, 1996 dalam Suliha, 2002). Edukasi merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat (Setiawati, 2008). Definisi di atas menunjukkan bahwa edukasi adalah suatu proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Edukasi merupakan proses belajar dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu dan dari tidak mampu mengatasi kesehatan sendiri menjadi mandiri (Suliha, 2002). Dalam keperawatan, edukasi merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik. Universitas Sumatera Utara

Upload: truongdieu

Post on 25-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Edukasi

2.1.1 Definisi Edukasi

Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang

melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta

atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self

direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru (Craven dan

Hirnle, 1996 dalam Suliha, 2002). Edukasi merupakan serangkaian upaya yang

ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok,

keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat (Setiawati,

2008).

Definisi di atas menunjukkan bahwa edukasi adalah suatu proses

perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau

masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.

Edukasi merupakan proses belajar dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi

tahu dan dari tidak mampu mengatasi kesehatan sendiri menjadi mandiri (Suliha,

2002).

Dalam keperawatan, edukasi merupakan satu bentuk intervensi

keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok,

maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan

pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

Pelaksanaan edukasi dalam keperawatan merupakan kegiatan pembelajaran

dengan langkah-langkah sebagai berikut: pengkajian kebutuhan belajar klien,

penegakan diagnosa keperawatan, perencanaan edukasi, implementasi edukasi,

evaluasi edukasi, dan dokumentasi edukasi (Suliha, 2002).

2.1.2 Tujuan Edukasi

Menurut Notoatmodjo (1997) tujuan edukasi adalah:

a. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat.

b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

c. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada.

Tujuan edukasi di atas pada dasarnya dapat disimpulkan untuk mengubah

pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan agar

menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai, mandiri, dalam mencapai

tujuan hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang

ada dengan tepat dan sesuai (Suliha, 2002).

Dalam keperawatan, tujuan edukasi adalah untuk meningkatkan status

kesehatan, mencegah timbulnya penyakit dan bertambahnya masalah kesehatan,

mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan

peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi

masalah kesehatan (Suliha, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

2.1.3 Pentingnya Edukasi dalam Keperawatan

Pentingnya edukasi dalam keperawatan dapat digambarkan seperti yang

dikemukakan Notoatmodjo (1997) tentang hubungan status kesehatan, perilaku

dan edukasi dengan memodifikasi konsep Blum dan Green seperti pada gambar

berikut ini:

Keturunan

Pelayanan Status Kesehatan Lingkungan Kesehatan

Perilaku

Proses Perubahan

Predisposing Factors Enabling Factors Reinforcing Factors

(Pengetahuan, Sikap, (Ketersediaan Sumber Daya) (Sikap dan Perilaku

Tradisi, dan Nilai) Petugas Kesehatan)

Komunikasi Penyuluhan Pemberdayaan Training

Masyarakat Pengembangan

Pemasaran Sosial

Edukasi

(Dalam Keperawatan)

Gambar 1. Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Edukasi

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

Skema tersebut menggambarkan empat faktor yang mempengaruhi “Status

Kesehatan” individu dan masyarakat. Faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi

dan saling berinteraksi satu sama lain.

a. Faktor keturunan: merupakan kondisi yang ada pada manusia serta organ

manusia yang ada, misalnya pada keluarga yang menderita diabetes.

b. Faktor pelayanan kesehatan: petugas kesehatan berupaya dan bertanggung

jawab memberikan pelayanan kesehatan pada individu dan masyarakat,

mutu pelayanan yang profesional akan mempengaruhi status kesehatan

masyarakat.

c. Faktor perilaku: perilaku bisa dari individu tersebut dan dapat pula

dipengaruhi dari luar misalnya pengaruh dari budaya, nila-nilai ataupun

keyakinan yang ada dalam masyarakat.

d. Faktor lingkungan: suatu kondisi atau lingkungan yang menggambarkan

lingkungan kehidupan manusia yang dihubungkan dengan status

kesehatan meliputi: perumahan, penyediaan air bersih, pembuangan

sampah, pembuangan kotoran manusia, halaman rumah, selokan, kandang

hewan dan ventilasi (Suliha, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

2.3 Konsep Ambulasi Dini

2.3.1 Definisi Ambulasi

Ambulasi merupakan latihan yang dilakukan dengan hati-hati tanpa

tergesa-gesa untuk memperbaiki sirkulasi dan mencegah flebotrombosis

(Hinchliff, 1999). Ambulasi adalah latihan aerobik yang paling berat dimana

pasien yang dirawat di rumah sakit dapat berpartisipasi kecuali

dikontraindikasikan oleh kondisi pasien. Hal ini harus menjadi bagian dalam

perencanaan latihan untuk semua pasien (Berger & Williams, 1992).

Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien

pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat

tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper,

2002). Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan pasca

operasi karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama

sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk mulai berjalan

(Kozier, 1987).

2.3.2 Manfaat Ambulasi Dini

Pelaksanaan ambulasi dini pada pasien akan memberikan efek positif

terhadap sistem tubuh. Menurut Asmadi (2008) manfaat ambulasi adalah: (1)

mencegah dampak immobilisasi pasca operasi meliputi: sistem integumen;

kerusakan integritas kulit seperti abrasi, sirkulasi darah yang lambat yang

menyebabkan terjadinya atrofi otot dan perubahan turgor kulit, sistem

kardiovaskuler; penurunan kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung,

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

hipotensi ortostatik, phlebotrombosis, sistem respirasi; penurunan kapasitas vital,

penurunan ventilasi volunter maksimal, penurunan ventilasi/ perfusi setempat,

mekanisme batuk yang menurun, sistem pencernaan; anoreksia, konstipasi,

penurunan metabolisme, sistem perkemihan; menyebabkan perubahan pada

eleminasi urine, infeksi saluran kemih, hiperkalsiuria, sistem muskuloskeletal;

penurunan massa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot, sistem neurosensoris;

kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan saraf pada bagian distal, nyeri yang

hebat (2) depresi (3) perubahan tingkah laku (4) perubahan siklus tidur (5)

perubahan kemampuan pemecahan masalah.

2.3.3 Persiapan Ambulasi Dini

Persiapan latihan fisik yang diperlukan pasien hingga memiliki

kemampuan ambulasi, antara lain:

a. Latihan otot-otot quadriceps femoris dan otot-otot gluteal:

1) Kerutkan otot-otot quadriceps sambil berusaha menekan daerah

popliteal. Seolah-olah ia menekan lututnya ke bawah sampai masuk

kasur sementara kakinya naik ke atas. Hitung sampai hitungan kelima.

Ulangi latihan ini 10-15 kali.

b. Latihan untuk menguatkan otot-otot ekstremitas atas dan lingkar bahu:

1) Bengkokkan dan luruskan lengan pelan-pelan sambil memegang berat

traksi atau benda yang beratnya berangsur-angsur ditambah dan

jumlah pengulangannya. Ini berguna untuk menambah kekuatan otot

ekstremitas atas.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

2) Menekan balon karet. Ini berguna untuk meningkatkan kekuatan

genggaman.

3) Angkat kepala dan bahu dari tempat tidur kemudian rentangkan

tangan sejauh mungkin.

4) Duduk di tempat tidur. Angkat tubuh dari tempat tidur, tahan selama

beberapa menit(Asmadi, 2008).

2.3.4 Alat yang Digunakan Untuk Ambulasi

Banyak alat yang tersedia untuk membantu ketidakmampuan pasien

melaksanakan ambulasi. Jenis dari alat dipilih dan lamanya waktu untuk

menggunakan alat tersebut tergantung pada ketidakmampuannya. Terlebih dahulu

terapis harus menentukannya apakah kekuatan otot pasien cukup dan

mengkoordinasikannya dengan program ambulasi (Gartland, 1987).

Alat bantu yang digunakan untuk ambulasi adalah: (1) kruk; dapat

digunakan sementara ataupun permanen, terbuat dari logam dan kayu, misalnya

Conventional, Adjustable dan Lofstrand. Kruk biasanya digunakan pada pasien

fraktur hip dan ekstremitas bawah (2) Canes (tongkat) adalah alat yang ringan,

mudah dipindahkan, setinggi pinggang, terbuat dari kayu atau logam, digunakan

pada pasien yang mengalami kelemahan pada satu kaki, terdiri dari dua tipe yaitu:

single straight-legged dan quad cane (3) walker adalah suatu alat yang sangat

ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang, terbuat dari pipa logam, dan

mempunyai empat penyangga yang kokoh (Gartland, 1987; Potter & Perry, 2006;

Wahyuningsih, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

2.3.5 Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Ekstremitas Bawah

Setiap sendi pasien dengan kondisi tirah baring harus dilatih dan

digerakkan sesuai kemampuan geraknya untuk mempertahankan fungsinya.

Hubungan terapeutik dapat membantu pasien berpartisipasi dalam program

ambulasi yang telah dirancang. Program ambulasi dirancang sesuai kebutuhan

masing-masing pasien, kesehatan umum fisik, dan dampak disabilitas sendi

terhadap kehidupannya dan usia. Sasarannya adalah untuk mengembalikan pasien

ke jenjang fungsi tertinggi dengan waktu sesingkat mungkin sesuai prosedur

bedah yang dilakukan (Brunner & Suddarth, 2002).

Pasien biasanya mampu melakukan ambulasi bila mereka telah diyakinkan

bahwa gerakan yang akan diberikan perawat selama masih dalam batas terapeutik

sangat menguntungkan, ketidaknyamanan dapat dikontrol dan sasaran aktivitas

pasti akan tercapai (Brunner & Suddarth, 2002). Pasien dengan ketidakmampuan

ekstremitas bawah biasanya dimulai dari duduk di tempat tidur. Aktivitas ini

seharusnya dilakukan 2 atau 3 kali selama 10 sampai dengan 15 menit, kemudian

dilatih untuk turun dari tempat tidur dengan bantuan perawat sesuai dengan

kebutuhan pasien (Lewis et al., 1998).

Tahapan pelaksanaan ambulasi dini yang dilakukan pada pasien pasca

operasi yaitu:

a. Sebelum pasien berdiri dan berjalan, nadi, pernafasan dan tekanan

darah pasien harus diperiksa terlebih dahulu.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

b. Jika pasien merasakan nyeri, perawat harus memberikan medikasi

pereda nyeri 20 menit sebelum berjalan, karena penggunaan otot

untuk berjalan akan menyebabkan nyeri (Wahyuningsih, 2005).

c. Pasien diajarkan duduk di tepi tempat tidur, menggantungkan kakinya

beberapa menit dan melakukan nafas dalam sebelum berdiri. Tindakan

ini bertujuan untuk menghindari rasa pusing pada pasien.

d. Selanjutnya, pasien berdiri di samping tempat tidur selama beberapa

menit sampai pasien stabil. Pada awalnya pasien mungkin hanya

mampu berdiri dalam waktu yang singkat akibat hipotensi ortostatik.

e. Jika pasien dapat berjalan sendiri, perawat harus berjalan dekat pasien

sehingga dapat membantu jika pasien tergelincir atau merasa pusing

(Wahyuningsih, 2005; Stevens et al., 2000).

f. Perawat dapat menggandeng lengan bawah pasien dan berjalan

bersama. Jika pasien tampak tidak mantap, tempatkan satu lengan

merangkul pinggul pasien untuk menyokong dan memegang lengan

paling dekat dengan perawat, dengan menyokong pasien pada siku.

g. Setiap penolong harus memegang punggung lengan atas pasien

dengan satu tangan dan memegang lengan bawah dengan tangan yang

lain.

h. Bila pasien mengalami pusing dan mulai jatuh, perawat

menggenggam lengan bawah dan membantu pasien duduk di atas

lantai atau di kursi terdekat (Wahyuningsih, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

i. Pasien diperkenankan berjalan dengan walker atau tongkat biasanya

dalam satu atau dua hari setelah pembedahan. Sasarannya adalah

berjalan secara mandiri.

j. Pasien yang mampu mentoleransi aktivitas yang lebih berat, dapat

dipindahkan ke kursi beberapa kali sehari selama waktu yang singkat

(Brunner & Suddarth, 2002).

Pembebanan berat badan (weight-bearing) pada kaki ditentukan oleh

dokter bedah. Weight bearing adalah jumlah dari beban seorang pasien yang

dipasang pada kaki yang dibedah. Tingkatan weight bearing dibedakan menjadi

lima yaitu: (1) Non Weight Bearing (NWB): kaki tidak boleh menyentuh lantai.

Non weight bearing adalah 0 % dari beban tubuh, dilakukan selama 3 minggu

pasca operasi (2) Touch Down Weight Bearing (TDWB): berat dari kaki pada

lantai saat melangkah tidak lebih dari 5 % beban tubuh (3) Partial Weight Bearing

(PWB): berat dapat berangsur ditingkatkan dari 30-50 % beban tubuh, dilakukan

3-6 minggu pasca operasi (4) Weight Bearing as Tolerated (WBAT): tingkatannya

dari 50-100 % beban tubuh. Pasien dapat meningkatkan beban jika merasa

sanggup melakukannya (5) Full Weight Bearing (FWB): kaki dapat membawa

100 % beban tubuh setiap melangkah, dilakukan 8-9 bulan pasca operasi (Pierson,

2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

2.3.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien

Pasca Operasi Ekstremitas Bawah

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi pada pasien

pasca operasi adalah:

a. Kesehatan umum

Penyakit, kelemahan, infeksi, penurunan aktifitas, kurangnya

latihan fisik, dan lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada

fungsi muskuloskeletal (Kozier, 1987).

b. Tingkat kesadaran

Pasien dengan kondisi disorientasi, bingung atau mengalami

perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca

operasi.

c. Nutrisi

Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot, penurunan

jaringan subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit. Pasien juga akan mengalami defisiensi protein, keseimbangan

nitrogen negatif, dan tidak adekuat asupan vitamin C (Potter & Perry,

2006).

d. Emosi

Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan, dan pengahargaan

pada diri sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur

ambulasi (Kozier, 1987).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter II.pdf · peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga

e. Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan atau

keterampilan yang diperoleh melalui proses belajar. Pendidikan

menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada

keterampilan yang lebih baik dalam menggunakan dan mengevaluasi

informasi (Goldman, 2002).

Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk

mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran kesehatan dan

merubah perilaku yang tidak baik bagi mereka (WimGroot, 2005).

Jadi tingkat pendidikan mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pada

pasien pasca operasi ekstremitas bawah.

f. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Hasil

penelitian mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 1993). Rendahnya pengetahuan pasien mengenai

pentingnya ambulasi akan menghambat pelaksanaan ambulasi dini pasca

operasi.

Universitas Sumatera Utara