bab 2 tinjauan pustaka 2.1. konsep partisipasi 2.1.1...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Partisipasi
2.1.1. Pengertian Partisipasi
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam
memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi
masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam hal ini, masyarakat
sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya. Institusi kesehatan
hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya (Notoatmodjo, 2007).
Mikkelsen dalam Soetomo (2006), mengatakan bahwa pembangunan pada
dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang
diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang
semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu
perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Ada enam jenis tafsiran
mengenai partisipasi masyarakat tersebut antara lain:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau
program pembangunan tanpa ikut serta dalam pengambil keputusan.
Universitas Sumatera Utara
2. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan
kemauan menerima dan kemampuan menangapi proyek-proyek atau program-
program pembangunan.
3. Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau
kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu.
4. Partisipasi adalah penetapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf
dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek/program agar
memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial.
5. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukan sendiri.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan
dan lingkungan mereka.
Conyer dalam Soetomo (2006), mengemukakan partisipasi masyarakat adalah
keikutsertaaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan
kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan. Ada lima cara
untuk melibatkan keikutsertaan masyarakat yaitu:
1. Survei dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang
diperlukan.
2. Memanfaatkan petugas lapangan, agar sambil melakukan tugasnya sebagai agen
pembaharu juga menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan dalam
perencanaan.
Universitas Sumatera Utara
3. Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberikan peluang yang
semakin besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
4. Perencanaan melalui pemerintah lokal.
5. Menggunakan strategi pembangunan komunitas (community development)
Menurut Slamet (2003), berdasarkan pengertian partisipasi, maka partisipasi
dalam pembangunan dapat dibagi menjadi lima jenis :
1. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input tersebut
dan ikut menikmati hasilnya.
2. Ikut memberi input dan menikmati hasilnya.
3. Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil
pembangunan secara langsung.
4. Menikmati/memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input.
5. Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menerima hasilnya.
2.1.2. Peranan Partisipasi Masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2007), di dalam partisipasi setiap anggota masyarakat
dituntut suatu kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas
pada dana dan finansial saja tetapi dapat berbentuk daya (tenaga) dan ide (pemikiran).
Dalam hal ini dapat diwujudkan di dalam 4 M, yakni manpower (tenaga), money
(uang), material (benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, batu, dan sebagainya),
dan mind (ide atau gagasan). Supaya lebih jelas dapat digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
M anpower
M oney
M aterial
M ind/ideas
Health
Services
Health Status
(Derajat Kesehatan)
Gambar 2.1 Macam-macam Kontribusi
2.1.3. Dasar-Dasar Filosofi Partisipasi Masyarakat
Dalam hubungannya dengan fasilitas dan tenaga kesehatan, partisipasi
masyarakat dapat diarahkan untuk mencukupi kelangkaan tersebut. Dengan kata lain,
partisipasi masyarakat dapat menciptakan fasilitas dan tenaga kesehatan. Pelayanan
kesehatan yang diciptakan dengan adanya partisipasi masyarakat didasarkan kepada
idealisme (Notoatmodjo, 2007).
1) Community felt need.
Apabila pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat sendiri, ini berarti bahwa
masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut. Sehingga adanya pelayanan
kesehatan bukan karena diturunkan dari atas, yang belum dirasakan perlunya,
tetapi tumbuh dari bawah yang diperlukan masyarakat dan untuk masyarakat.
2) Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisipasi
masyarakat adalah salah satu bentuk pengorganisasian masyarakat. Hal ini berarti
Universitas Sumatera Utara
bahwa fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri.
3) Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Artinya
tenaganya dan penyelenggaraannya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu
sendiri yang dasarnya sukarela.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa filosofi partisipasi masyarakat
dalam pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan untuk
masyarakat, dari masyarakat dan oleh masyarakat.
2.1.4. Pendekatan Partisipasi Masyarakat
Menurut Club du Sahel dalam Mikkelsen (2003), beberapa pendekatan untuk
memajukan partisipasi masyarakat yaitu:
1. Pendekatan pasif, pelatihan dan informasi; yakni pendekatan yang beranggapan
bahwa pihak eksternal lebih menguasai pengetahuan, teknologi, keterampilan dan
sumber daya. Dengan demikian partisipasi tersebut memberikan komunikasi satu
arah, dari atas ke bawah dan hubungan pihak eksternal dan masyarakat bersifat
vertical.
2. Pendekatan partisipasi aktif; yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas eksternal, contohnya
pelatihan dan kunjungan.
3. Pendekatan partisipasi dengan keterikatan; masyarakat atau individu diberikan
kesempatan untuk melakukan pembangunan, dan diberikan pilihan untuk terikat
pada sesuatu kegiatan dan bertanggung jawab atas kegiatan tersebut.
4. Pendekatan dengan partisipasi setempat; yaitu pendekatan dengan mencerminkan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh masyarakat
setempat.
Agar memperbaiki kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat, maka
usaha untuk dapat menggerakkan partisipasi masyarakat:
1. Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata.
2. Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya
jawaban (respons) yang dikendaki.
3. Dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah
laku (behavior) yang dikehendaki secara berlanjut (Ndraha,1990).
Berdasarkan hasil penelitian Goldsmith dan Blustain tahun 1980 di Jamaica
dalam Ndraha (1990), berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi
jika:
1. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah
ada di tengah-tengah masyarakat.
2. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang
bersangkutan.
3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan
masyarakat setempat.
4. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh
masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau
kurang berperanan dalam pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Strategi Partisipasi Masyarakat
Strategi partisipasi masyarakat menurut Notoatmodjo (2007) :
1. Lembaga Sosial Desa atau Lembaga Kerja Pembangunan Masyarakat Desa
(LKPMD) adalah suatu wadah kegiatan antar disiplin di tingkat desa, tiap
kelurahan atau desa mempunyai lembaga semacam ini. Tugas utama lembaga ini
adalah merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan
pembangunan di desanya, termasuk juga pembangunan di bidang kesehatan. Oleh
karena itu, tenaga kesehatan dari puskesmas dapat memanfaatkan lembaga ini
untuk menjual idenya, dengan memasukkan ide-idenya ke dalam program
LKPMD.
2. Program yang dijual oleh Puskesmas ke lembaga ini tidak harus kesehatan, tetapi
juga kegiatan-kegiatan non kesehatan yang akhirnya akan menyokong program
kesehatan, misalnya; pertanian, peternakan, pendidikan, dan lain-lain.
3. Puskesmas dapat dijadikan pusat kegiatan, walaupun pusat perencanaannya
adalah di desa (LKPMD), dan petugas kesehatan adalah merupakan motivator dan
dinamisatornya.
4. Dokter puskesmas atau petugas kesehatan yang lain dapat membentuk suatu team
work yang baik dengan dinas-dinas atau instansi-instansi lain.
5. Dalam pelaksanaan, program dapat dimulai desa demi desa tidak usah seluruh
desa di kecamatan tersebut. Hal ini untuk menjamin agar puskesmas dapat
memonitor dan membimbingnya dengan baik. Bilamana perlu membentuk suatu
proyek percontohan sebagai pusat pengembangan untuk desa yang lain.
Universitas Sumatera Utara
6. Bila desa ini masih dianggap terlalu besar, maka dapat dimulainya dari tingkat
RW atau RT yang populasinya lebih kecil, sehingga mudah diorganisasi
2.1.6. Metode
Notoatmodjo (2005), menyatakan metode yang dapat dipakai pada partisipasi
masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan masyarakat, diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat.
Pendekatan ini terutama ditujukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang formal
maupun informal.
2. Pengorganisasian masyarakat, dan pembentukan panitia (tim).
a. Dikoordinasi oleh lurah atau kepala desa.
b. Tim kerja, yang dibentuk ditiap RT.
Anggota tim ini adalah pemuka-pemuka masyarakat RT yang bersangkutan,
dan dipimpin oleh ketua RT.
3. Survei diri (Community self survey)
Tiap tim kerja di RT, melakukan survei di masyarakatnya masing-masing dan
diolah serta dipresentasikan kepada warganya.
4. Perencanaan program
Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan presentasi
survei diri dari tim kerja, serta telah menentukan bersama tentang prioritas
masalah yang akan dipecahkan. Dalam merencanakan program ini, perlu
diarahkan terbentuknya dana sehat dan kader kesehatan. Kedua hal ini sangat
penting dalam rangka pengembangan partisipasi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
5) Training
Training untuk para kader kesehatan sukarela harus dipimpin oleh dokter
puskesmas. Di samping di bidang teknis medis, training juga meliputi
manajemen kecil-kecilan dalam mengolah program-program kesehatan tingkat
desa serta sistem pencatatan, pelaporan, dan rujukan.
6) Rencana evaluasi
Dalam menyusun rencana evaluasi perlu ditetapkan kriteria-kriteria keberhasilan
suatu program, secara sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat atau
kader kesehatan sendiri.
2.1.7. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Masyarakat
Dalam upaya mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat ada
beberapa faktor yang bisa membantu atau mendorong upaya tersebut. Faktor-faktor
tersebut sebagian kita jumpai di masyarakat dan sebagian di provider sendiri.
1. Faktor-faktor di masyarakat
Konsep partisipasi masyarakat sebenarnya bukan hal baru bagi kita di
Indonesia. Dari sejak nenek moyang kita, telah dikenal adanya semangat gotong
royong dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di masyarakat. Semangat ini
mendorong timbulnya partisipasi masyarakat.
2. Faktor-faktor pendorong di pihak provider
Faktor pendorong terpenting yang ada dipihak provider ialah adanya kesadaran
di lingkungan provider, bahwa perilaku merupakan faktor penting dan besar
pengaruhnya terhadap derajat kesehatan. Kesadaran ini melandasi pemikiran
Universitas Sumatera Utara
pentingnya partisipasi masyarakat. Selain itu, keterbatasan sumber daya di
pihak provider untuk mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat
(Depkes, 1991).
Menurut Sastropoetro (1988), ada lima unsur penting yang menentukan gagal
dan berhasilnya partisipasi, yaitu:
1. Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif atau berhasil.
2. Perubahan sikap,pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian
yang menumbuhkan kesadaran.
3. Kesadaran yang didasarkan pada perhitungan dan pertimbangan.
4. Kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa
dipaksa orang lain.
5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.
Hadi dalam Dwiyanti (2005), mengemukakan bahwa faktor penghambat
untuk meningkatkan partisipasi publik di Indonesia adalah:
1. Faktor sosial, seperti: tingkat pendidikan, pendapatan dan komunikasi
2. Faktor budaya, meliputi: sikap dan perilaku, pengetahuan dan adat istiadat.
3. Faktor politik
4. Faktor birokrasi para pengambil keputusan.
Menurut Mikkelsen (2003), rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu:
1. Adanya penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat dan penolakan
eksternal terhadap pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
2. Kurangnya dana.
3. Terbatasnya informasi, pengetahuan atau pendidikan masyarakat, dan
4. Kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Banyak program pembangunan yang kurang memperoleh antusias dan
partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi. Di lain pihak juga sering dirasakan kurangnya
informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk
apa mereka dapat atau dituntut untuk berpartisipasi. Pemberian kesempatan
berpartisipasi pada masyarakat, harus dilandasi oleh pemahaman bahwa masyarakat
setempat layak diberi kesempatan karena mereka juga punya hak untuk berpartisipasi
dan memanfaatkan setiap kesempatan membangun bagi perbaikan mutu hidupnya.
Menurut Margono dalam Mardikanto (2003), tumbuh kembangnnya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
Adanya kesempatan yang diberikan, merupakan faktor pendorong tumbuhnya
kemauan, dan kemauan akan menentukan kemampuannya. Sebaliknya, adanya
kemauan akan mendorong seseoransg untuk meningkatkan kemampuan serta
memanfaatkan setiap kesempatan.
2. Adanya kemauan untuk berpartisipasi
Kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama bagi tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat. Kesempatan dan kemampuan yang cukup
Universitas Sumatera Utara
belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk membangun.
3. Adanya kemampuan untuk berpartisipasi
Kemampuan untuk berpartisipasi adalah :
a. Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan
untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun
(memperbaiki mutu hidupnya).
b. Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.
c. Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan sumber daya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia
secara optimal.
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), bentuk partisipasi masyarakat
terdiri dari partisipasi perorangan dan keluarga, partisipasi masyarakat umum,
partisipasi masyarakat penyelenggara, serta partisipasi masyarakat profesi kesehatan.
Sejalan dengan itu masyarakat mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya
pemeliharaan kesehatannya sendiri, keluarga maupun lingkungan. Bahkan diharapkan
ikut berperan secara aktif dalam pembangunan kesehatan (Depkes, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Konsep Dukungan Sosial
2.2.1. Dukungan Sosial
Sarafino (1998), mengatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan,
perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh individu dari orang lain, dimana
orang lain disini dapat diartikan sebagai individu perorangan atau kelompok. Hal
tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan menjadi
dukungan sosial atau tidak, tergantung pada sejauh mana individu merasakan hal
tersebut sebagai dukungan sosial.
Sarason (1991), mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan,
kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan
menyayangi kita. Sarason berpendapat bahwa dukungan sosial itu selalu mencakup
dua hal yaitu :
a. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia, merupakan persepsi individu
terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan
bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).
b. Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima, berkaitan dengan
persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan
kualitas).
Dukungan sosial didefinisikan oleh Taylor (2009), sebagai transaksi
interpersonal yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek yang terdiri dari perhatian
emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi, dan adanya penilaian atau
penghargaan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial
Sarafino (1998) dan Taylor (2009), membagi dukungan sosial dalam empat
bentuk, yaitu :
a. Emosional
Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya pada orang
lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain
tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang kepadanya. Dukungan ini
mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu,
sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Beberapa
hal yang termasuk interaksi yang mendukung adalah mendengarkan dengan
penuh perhatian, merefleksikan pernyataan subjek, menawarkan simpati dan
menyakinkan kembali, membagi pengalaman pribadi dan menghindari konflik.
b. Instrumental
Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong orang
lain sebagai contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung
lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu untuk memberikan
bantuan langsung. Dukungan ini dikenal juga dengan istilah dukungan
pertolongan, dukungan nyata atau dukungan material.
c. Informatif
Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah. Aspek
informatif ini terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain
yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan, sehingga individu dapat
Universitas Sumatera Utara
mengatasi masalahnya dan mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan
masalahnya.
d. Penilaian / penghargaan
Aspek ini terdiri atas dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik,
perbandingan sosial, dan afirmasi (persetujuan). Pemberian dukungan ini
membantu individu untuk melihat segi-segi positif yang ada dalam dirinya
dibandingkan dengan keadaan orang lain yang berfungsi untuk menambah
penghargaan diri, membentuk kepercayaan diri dan kemampuan serta merasa
dihargai dan berguna saat individu mengalami tekanan. Dukungan sosial dalam
bentuk penilaian yang positif dapat membantu individu dalam mengembangkan
kepribadian dan meningkatkan identitas diri.
Dalam kaitannya dengan peran sebagai pemberi dukungan, Ife dalam Adi
(2008), melihat bahwa salah satu peran dari pemberdaya masyarakat adalah untuk
menyediakan dan mengembangkan dukungan terhadap warga yang mau terlibat
dalam struktur dan aktivitas komunitas tersebut. Dukungan itu sendiri tidak selalu
bersifat ekstrinsik ataupun materil, tetapi dapat juga bersifat instrinsik seperti pujian,
penghargaan dalam bentuk kata-kata, ataupun sikap dan perilaku yang menunjukkan
dukungan dari pelaku perubahan terhadap apa yang dilakukan oleh masyarakat.
Seperti menyediakan waktu bagi ibu-ibu balita bila mereka ingin berbicara
dengannya guna membahas permasalahan yang mereka hadapi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Sumber-Sumber Dukungan Sosial
Dukungan sosial dapat dipenuhi dari teman atau persahabatan, keluarga,
dokter (petugas kesehatan), psikolog, psikiater (sarafino,1998). Hal senada juga
diungkapkan oleh Taylor (2009), bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang
yang memiliki hubungan berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat,
pasangan hidup, rekan kerja, tetangga, dan saudara.
2.3. Konsep Dasar Posyandu
2.3.1. Pengertian
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan bayi. Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan yang
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang sekurang-kurangnya
mencakup 5 (lima) kegiatan, yakni KIA, KB, imunisasi, gizi, dan penanggulangan
diare (Depkes, 2006).
2.3.2. Tujuan Posyandu
a. Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar,
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu, terutama
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
2.3.3 Sasaran
Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya: Bayi, Anak balita,
Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS).
2.3.4. Manfaat Posyandu
1. Bagi Masyarakat
a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan
kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
b. Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan
terutama terkait kesehatan ibu dan anak.
c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain
terkait.
2. Bagi Kader, Pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat
a. Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait
dengan penurunan AKI dan AKB.
b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat
menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.
3. Bagi Puskesmas
a. Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan strata pertama.
b. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
kesehatan sesuai kondisi setempat.
c. Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui pemberian pelayanan
secara terpadu
4. Bagi sektor lain
a. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan
AKB sesuai kondisi setempat.
b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai
dengan tupoksi masing-masing sektor.
2.3.5. Kegiatan Posyandu
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
a. Ibu Hamil
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup :
1. Pengembangan berat badan dan pemberian tablet besi yang dilakukan oleh
kader kesehatan. Jika ada petugas Puskesmas ditambah dengan
pengukuran tekanan darah dan pemberian imunisasi Tetanus Toksoid. Bila
tersedia ruang pemeriksaan, ditambah dengan pemeriksaan tinggi
fundus/usia kehamilan. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke
Puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
2. Diselenggarakan Kelompok Ibu Hamil pada setiap hari buka Posyandu.
Kegiatan Kelompok Ibu Hamil antara lain sebagai berikut:
a) Penyuluhan: tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan,
persiapan menyusui, KB dan gizi.
b) Perawatan payudara dan pemberian ASI
c) Peragaan pola makan ibu hamil
d) Peragaan perawatan bayi baru lahir
e) Senam ibu hamil
b. Ibu Nifas dan Menyusui
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup:
1) Penyuluhan kesehatan, KB, ASI dan gizi, ibu nifas, perawatan kebersihan
jalan lahir (vagina)
2) Pemberian vitamin A dan tablet besi.
3) Perawatan payudara.
4) Senam ibu nifas.
5) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dan tersedia ruangan, dilakukan
pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi
fundus dan pemeriksaan lochs. Apabila ditemukan kelainan, segera
dirujuk ke Puskesmas.
c. Bayi dan Anak balita
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita
mencakup:
Universitas Sumatera Utara
1) Penimbangan berat badan
2) Penentuan status pertumbuhan
3) Penyuluhan
4) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan,
imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan,
segera dirujuk ke Puskesmas.
2. Keluarga Berencana (KB)
Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diselenggarakan oleh kader adalah
pemberian kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan
Puskesmas dilakukan suntikan KB, dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan
dan peralatan yang menunjang dilakukan pemasangan IUD.
3. Imunisasi
Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan apabila ada petugas
Puskesmas. Jenis imunisasi. yang diberikan disesuaikan dengan program, baik
terhadap bayi dan balita maupun terhadap ibu hamil.
4. Gizi
Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Sasarannya adalah bayi,
balita, ibu hamil dan WUS. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan
berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, pemberian
PMT dan pemberian vitamin A. Khusus untuk ibu hamil dan ibu nifas ditambah
dengan pemberian tablet besi serta kapsul Yodium untuk yang bertempat tinggal
di daerah gondok endemik. Apabila setelah 2 kali penimbangan tidak ada
Universitas Sumatera Utara
kenaikan berat badan, segera dirujuk ke Puskesmas.
5. Pencegahan dan Penanggulangan Diare
Pencegahan diare di Posyandu dilakukan antara lain dengan penyuluhan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penanggulangan diare di Posyandu
dilakukan antara lain penyuluhan, pemberian larutan gula garam yang dapat
dibuat sendiri oleh masyarakat atau pemberian Oralit yang disediakan.
6. Kegiatan Pengembangan/Tambahan
Dalam keadaan tertentu masyarakat dapat menambah kegiatan Posyandu
dengan kegiatan baru, disamping 5 kegiatan utama yang telah ditetapkan.
Kegiatan baru tersebut misalnya: perbaikan kesehatan lingkungan, pemberantasan
penyakit menular, dan berbagai program pembangunan masyarakat desa lainnya.
Posyandu yang seperti ini disebut dengan nama Posyandu Plus.
Penambahan kegiatan baru sebaiknya dilakukan apabila 5 kegiatan utama
telah dilaksanakan dengan baik dalam arti cakupannya di atas 50%, serta tersedia
sumber daya yang mendukung. Penetapan kegiatan baru harus mendapat
dukungan yang cukup dari seluruh masyarakat yang tercermin dari hasil Survei
Mawas Diri (SMD) dan disepakati bersama melalui forum Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD).
2.3.6. Penyelenggaraan Posyandu
Kegiatan rutin Posyandu diselenggarakan dan dimotori oleh Kader Posyandu
dengan bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait. Penyelenggaraan
Posyandu dilakukan dengan ”pola lima meja” yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Langkah-Langkah Penyelenggaraan Posyandu
Langkah Pelayanan Pelaksana Meja I Pendaftaran Kader Meja II Penimbangan Kader Meja III Pengisian KMS Kader Meja IV Penyuluhan Kader
Meja V Pelayanan kesehatan Petugas kesehatan dan sektor
tersebut bersama kader
2.3.7. Tugas dan Tanggung Jawab Para Pelaksana
Terselenggaranya pelayanan Posyandu melibatkan banyak pihak. Adapun
tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam menyelenggarakan Posyandu
adalah sebagai berikut :
1. Kader
Pada hari buka posyandu, antara lain :
a. Menyiapkan tempat pelaksanaan, peralatan, sarana dan prasarana posyandu
termasuk penyiapan makanan tambahan (PMT).
b. Melaksanakan pendaftaran pengunjung Posyandu.
c. Melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang berkunjung ke Posyandu.
d. Mencatat hasil penimbangan di KMS atau buku KIA
e. Melaksanakan kegiatan penyuluhan kesehatan dan gizi sesuai dengan hasil
penimbangan serta memberikan PMT.
f. Memberikan pelayanan kesehatan dan KB sesuai kewenangannya, misalnya
memberikan Vitamin A, pemberian tablet zat besi (Fe), oralit, pil KB, kondom.
Apabila pada hari buka tenaga kesehatan datang berkunjung (sebulan sekali),
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan dan KB ini diselenggarakan bersama petugas Puskesmas.
g. Setelah pelayanan Posyandu selesai, kader bersama petugas melengkapi
pencatatan dan membahas hasil kegiatan serta tindak lanjut.
Di Luar Hari Buka Posyandu, antara lain:
a. Mengadakan pemutakhiran data sasaran Posyandu: bayi, anak balita, ibu hamil
dan ibu menyusui.
b. Membuat grafik SKDN, yaitu: jumlah semua balita yang bertempat tinggal di
wilayah kerja Posyandu (S), jumlah balita yang mempunyai kartu Menuju Sehat
atau Buku KIA (K), jumlah balita yang datang pada hari buka Posyandu (D) dan
jumlah balita yang timbangan berat badannya naik (N).
c. Melakukan tindak lanjut terhadap :
1) Sasaran yang tidak datang
2) Sasaran yang memerlukan penyuluhan lanjutan
d. Memberitahukan kepada kelompok sasaran agar berkunjung ke Posyandu.
e. Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat, dan menghadiri
pertemuan rutin kelompok masyarakat atau organisasi keagamaan.
2. Petugas Puskesmas
Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas yang diwajibkan di Posyandu hanya
satu kali dalam sebulan. Dengan perkataan lain kehadiran tenaga kesehatan
Puskesmas tidak pada setiap hari buka Posyandu (untuk Posyandu yang buka lebih
dari satu kali dalam sebulan). Peran petugas Puskesmas pada hari buka Posyandu
antara lain sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Membimbing kader dalam penyelengggaraan Posyandu.
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan Keluarga Berencana di meja 5 (lima).
Sesuai dengan kehadiran wajib petugas Puskesmas, pelayanan kesehatan dan KB
oleh petugas Puskesmas hanya diselenggarakan satu kali sebulan. Dengan
perkataan lain jika hari buka Posyandu lebih dari satu kali dalam sebulan,
pelayanan tersebut diselenggarakan hanya oleh kader Posyandu sesuai dengan
kewenangannya.
c. Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan, KB dan gizi kepada pengunjung
Posyandu dan masyarakat luas.
d. Menganalisa hasil kegiatan Posyandu, melaporkan hasilnya kepada Puskesmas
serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai dengan
kebutuhan Posyandu.
3. Stakeholder (Pemangku Kepentingan)
a. Camat, selaku penanggung jawab Pokjanal Posyandu kecamatan:
1) Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut kegiatan Posyandu.
2) Memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan kinerja Posyandu.
3) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Posyandu.
b. Lurah/Kepala Desa, selaku penanggung jawab Pokja Posyandu kelurahan/desa
1) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan
Posyandu.
2) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk dapat Nadir pada hari
buka Posyandu
Universitas Sumatera Utara
3) Mengkoordinasikan peran kader Posyandu, pengurus Posyandu dan tokoh
masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan Posyandu.
4) Menindaklanjuti hasil kegiatan Posyandu bersama LKMD/LPM/LKD atau
sebutan lainnya.
5) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Posyandu secara
teratur.
c. Tokoh Masyarakat/Konsil Kesehatan Kecamatan (apabila telah terbentuk)
1) Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan Posyandu.
2) Menaungi dan membina kegiatan Posyandu.
3) Menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam
kegiatan Posyandu.
d. Organisasi Kemasyarakatan/LSM
1) Bersama petugas Puskesmas berperan aktif dalam kegiatan Posyandu, antara
lain: pelayanan kesehatan masyarakat penyuluhan, penggerakan kader sesuai
dengan minat dan misi organisasi.
2) Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pelaksanaan kegiatan
Posyandu.
2.3.8. Tingkat Perkembangan Posyandu
a. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh
kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader
sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang, frekuensi penimbangannya
Universitas Sumatera Utara
kurang dari 8 kali per tahun, pencapaian cakupan 5 program kurang dari 50%,
tidak ada program tambahan, serta belum adanya dana sehat.
b. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih
dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau
lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya kurang dari 50%, belum ada
program tambahan, serta belum adanya dana sehat.
c. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang
atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu
menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya
masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu.
d. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang
atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu
menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Posyandu (Runjati, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori
Partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan
dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu baik secara
langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan tersebut dimulai dari gagasan,
perumusan kebijaksanaan, hingga pelaksanaan program.
Menurut Mikkelsen (2003), partisipasi merupakan sesuatu yang harus
ditumbuh kembangkan dalam proses pembangunan. Partisipasi adalah suatu proses
yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait,
mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan sesuatu
kegiatan yang merupakan keterlibatan sukarela dan ikut serta dalam pembangunan
diri, kehidupan dan lingkungan.
Mikkelsen dalam Soetomo (2006), mengemukakan asumsi teorik bahwa
pembangunan menjadi positif apabila ada partisipasi masyarakat dan sebaliknya
kurangnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan berarti adanya
penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat itu sendiri dan secara
eksternal terhadap pemerintah atau pelaksana program.
Mikkelsen (2003), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
partisipasi masyarakat yaitu :
a. Faktor sosial yaitu dilihat dari adanya perrbedaan sosial masyarakat untuk
berpartisipasi, adanya dukungan sosial terhadap individu.
b. Faktor budaya yaitu adanya kebiasaan atau adat istiadat yang bersifat tradisional
statis dan tertutup terhadap perubahan.
Universitas Sumatera Utara
c. Faktor politik yaitu apabila proses pembangunan yang dilaksanakan kurang
melibatkan masyarakat pada awal dan akhir proses pembangunan sehingga
terkendala untuk berpartisipasi dan pengambilan keputusan.
Partisipasi ibu dalam membawa balitanya berkunjung ke posyandu dalam
meningkatkan derajat kesehatannya diperlukan adanya dukungan sosial yang bisa
didapat dari kader, petugas kesehatan dan kelurga/suami. Menurut Taylor (2009),
dukungan sosial ini dapat diberikan dalam bentuk dukungan emosional, dukungan
instrumental, dukungan informatif dan dukungan penilaian/penghargaan.
Menurut Ife dalam Adi (2008), dukungan peran dalam pemberdayaan
masyarakat dapat bersifat ekstrinsik ataupun materil maupun bersifat instrinsik seperti
pujian, penghargaan dalam bentuk kata-kata, ataupun sikap dan perilaku yang dapat
diberikan bagi ibu-ibu balita sehingga mereka mau membawa balitanya berkunjung
ke posyandu.
2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan rumusan teori tersebut, maka peneliti membuat kerangka konsep
penelitian serta variabel – variabel yang akan diteliti, seperti pada gambar berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Dukungan Sosial : 1. Dukungan Emosional 2. Dukungan Instrumental 3. Dukungan Informasi 4. Dukungan Penghargaan
Partisipasi ibu balita berkunjung ke posyandu
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Kerangka konsep menggambarkan bahwa variabel independen yaitu
dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi,
dukungan penghargaan) dan yang merupakan variabel dependen adalah partisipasi
ibu balita berkunjung ke posyandu.
Universitas Sumatera Utara