bab 2 tinjauan pustaka 2.1 manajemen mutu pelayanan

39
11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan 2.2.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan Menurut Institute of Medicine (1994) mutu layanan kesehatan adalah sebagai derajat layanan bagi individu dan populasi yang meningkatkan kecenderungan hasil akhir yang diinginkan dan konsisten dengan pengetahuan profesional terkini (Marquis & Huston, 2010). Memenuhi mutu pelayanan kesehatan maka dasar yang dipergunakan untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan adalah memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas kepada klien (customer satisfaction) terhadap pelayanan jasa kesehatan. Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan, maka makin baik mutu pelayanan kesehatan (Herlambang, 2016). Jadi mutu pelayanan kesehatan adalah memberikan pelayanan sesuai dengan harapan dari klien sehingga menimbulkan rasa puas terhadap pelayanan yang diberikan, semakin puas klien maka akan berdampak terhadap mutu pelayanan. Mutu pelayanan kesehatan menjadi hal yang penting dalam rumah sakit, peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan mendorong setiap rumah sakit untuk sadar mutu dalam memberikan pelayanan kepada klien. Setiap permasalahan yang

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurut Institute of Medicine (1994) mutu layanan kesehatan adalah

sebagai derajat layanan bagi individu dan populasi yang meningkatkan

kecenderungan hasil akhir yang diinginkan dan konsisten dengan

pengetahuan profesional terkini (Marquis & Huston, 2010).

Memenuhi mutu pelayanan kesehatan maka dasar yang dipergunakan

untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan adalah memenuhi

kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang

apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas kepada

klien (customer satisfaction) terhadap pelayanan jasa kesehatan. Jadi

yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk

pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan

rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan, maka

makin baik mutu pelayanan kesehatan (Herlambang, 2016).

Jadi mutu pelayanan kesehatan adalah memberikan pelayanan sesuai

dengan harapan dari klien sehingga menimbulkan rasa puas terhadap

pelayanan yang diberikan, semakin puas klien maka akan berdampak

terhadap mutu pelayanan.

Mutu pelayanan kesehatan menjadi hal yang penting dalam rumah

sakit, peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan

pelayanan kesehatan mendorong setiap rumah sakit untuk sadar mutu

dalam memberikan pelayanan kepada klien. Setiap permasalahan yang

12

muncul dalam rumah sakit khususnya berkaitan dengan mutu layanan

kesehatan, menurut Herlambang (2016) terdapat tiga konsep utama

yang selalu muncul. Konsep tersebut adalah akses, biaya, dan mutu.

Berdasarkan penelitian Diab (2014) yang menyatakan untuk dapat

berkompetensi harus mempunyai keunggulan dalam hal biaya,

fleksibilitas, dan pelayanan. Dalam mutu pelayanan kesehatan elemen

kepuasan klien merupakan yang terpenting. Jika klien tidak puas

dengan pelayanan yang diberikan, maka kemungkinan besar klien akan

komplain ke manajemen rumah sakit terkait dengan pelayanan jasa

yang diberikan.

Berdasarkan penelitian Sari & Wulandari (2014) bahwa jumlah pasien

di rumah sakit H.S Samsoeri Mertojoso Surabaya mengalami

penurunan lebih dari 10% tahun 2014 menunjukkan bahwa ada masalah

dengan kualitas layanannya. Dimensi kualitas pelayanan kesehatan

berkorelasi dengan aspek penghormatan dan kepedulian, kewajaran

pelayanan, informasi, efisiensi, kesan pertama, dan keragaman staf

rumah. Kepuasan pada aspek kewajaran pasien kurang puas untuk

38,1% responden. Itu adalah aspek dengan tingkat kepuasan terendah.

Hal itu menunjukkan hal itu aspek keadilan rumah sakit perlu

ditingkatkan.

2.2.3 Indikator Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan

Adalah variabel ukuran atau tolak ukur untuk mengetahui adanya

perubahan penyimpangan yang dikaitkan dengan target atau standar yang

telah ditentukan, indikator biasanya digunakan dalam mengukur

keberhasilan kinerja seseorang, kelompok atau rumah sakit tertentu,

berikut salah satu jenis pelayanan, indikator, dan standar dalam penilaian

standar dalam penilain standar pelayanan minimal (Putra, 2014).

13

Menurut Woodruff dan Gardial (2002) kepuasan sebagai model kesenjangan

antara harapan (standar kinerja yang seharusnya) dengan kinerja aktual yang

diterima klien. Kepuasan klien merupakan perasaan senang atau puas bahwa

pelayanan atau jasa telah sesuai atau melebihi harapan pasien. Kepuasan

klien terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, harapan klien

dapat dipenuhi, maka klien akan puas (Nursalam, 2015).

Kepuasan klien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang

diberikan dan merupakan modal untuk mendapatkan pasien yang loyal.

Pasien yang loyal akan menggunakan kembali pelayanan kesehatan yang

sama bila mereka membutuhkan lagi. Pasien yang loyal adalah sarana

promosi yang murah, karena diketahui bahwa pasien loyal akan mengajak

orang lain untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang sama.

Indikator kepuasan pasien di rumah sakit merupakan indikator mutu

pelayanan di rumah sakit, adalah sebagai berikut (Susatyo, 2016):

2.2.3.1 Pelayanan dokter, yaitu; (1) sikap dan perilaku dokter saat

melakukan pemeriksaan rutin; (2) penjelasan dokter terhadap

pengobatan yang akan dilakukannya; (3) ketelitian dokter memeriksa

pasien; (4) kesungguhan dokter dalam menangani penyakit pasien;

(5) penjelasan dokter tentang obat yang harus diminum; (6)

penjelasan dokter tentang makanan yang harus dipantang; (7)

kemanjuran obat yang diberikan dokter; (8) tanggapan dan jawaban

dokter atas komplain pasien dan (9) pengalaman dan senioritas

dokter.

2.2.3.2 Pelayanan perawat, yaitu: (1) keteraturan pelayanan perawat setiap

hari (pemeriksaan nadi, suhu tubuh dan sejenisnya); (2) tanggapan

perawat terhadap komplain pasien; (3) kesungguhan perawat dalam

melayani kebutuhan pasien; (4) keterampilan perawat dalam

14

melayani (menyuntik, mengukur tensi dan lain-lain); (5) pertolongan

sifatnya pribadi (mandi, menyuapi makanan dan sebagainya); (6)

sikap perawat terhadap keluarga pasien dan pengunjung/tamu pasien;

(7) pemberian obat dan penjelasan cara meminumnya; (8) penjelasan

perawat atas tindakan yang akan dilakukannya dan (9) pertolongan

perawat untuk duduk, berdiri dan berjalan.

2.2.3.3 Sarana medis dan obat-obatan, yaitu: (1) ketersediaan obat-obatan di

apotek rumah sakit; (2) pelayanan petugas di apotek rumah sakit; (3)

lama waktu pelayanan apotek di rumah sakit; (4) kelengkapan

peralatan medis sehingga tak perlu dikirim ke rumah sakit lain untuk

pemakaian suatu alat; (5) kelengkapan pelayanan laboratorium

rumah sakit; (6) sikap dan perilaku petugas pada fasilitas penunjang

medis; dan (7) lama waktu mendapatkan kepastian hasil dari

penunjang medis.

2.2.3.4 Pelayanan administrasi keluar rumah sakit yaitu: (1) pelayanan

administrasi tidak berbelit-belit dan menyulitkan; (2) peraturan

keuangan sebelum masuk ruang perawatan; (3) cara pembayaran

biaya perawatan selama dirawat; (4) penyelesaian administrasi

menjelang pulang; dan (5) sikap dan perilaku petugas administrasi

menjelang pulang.

Berdasarkan penelitian Trisnawati (2015) bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan antara penanganan komplain terhadap kepuasan pasien. Tetapi

hanya satu faktor yang paling dominan yaitu kecepatan dengan nilai t

sebesar ( 2,415 ). Adapun persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y =

4.087 + 146 X1 +147 X2 + 380 X3 + 278 X4 + 080 X5. Maka dengan itu

rumah sakit harus peka terhadap apa yang disampaikan klien terhadap

pengelola rumah sakit, karena akan berdampak terhadap rumah sakit apabila

komplain lambat atau bahkan tidak dihiraukan. Berdasarkan penelitian

Berlianty et al (2013) Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya

hubungan yang bermakna dari semua variabel dengan loyalitas pasien,

15

penelitian ini menyarankan kepada pihak Rumah Sakit untuk

memperhatikan hal-hal yang menjadi kepuasan pasien dan

mempertahankannya sehingga sikap loyal pasien dalam menggunakan

pelayanan jasa kesehatan di RS. Bhayangkara dapat tetap terjaga. Penelitian

lain Juhana et al (2015) dan Amin et al (2013) kepuasan pasien

mempengaruhi loyalitas pasien.

Kepuasan klien salah satu indikator kualitas pelayanan dan tolak ukur mutu

pelayanan yang diberikan, sehingga apabila terjadi komplain terhadap

pelayanan yang diberikan petugas kesehatan ini mengindikasikan adanya

ketidakpuasan klien terhadap pelayanan. Makanya rumah sakit harus betul-

betul menjaga kepuasan klien, karena kepuasan klien merupakan modal

untuk mendapatkan pasien yang loyal.

2.2 Akredetasi Rumah Sakit

2.3.1 Pengertian Akredetasi Rumah Sakit

Akreditasi rumah sakit adalah suatu proses dimana suatu lembaga

independen baik dari dalam atau luar negeri, biasanya non pemerintah,

melakukan asesmen terhadap rumah sakit berdasarkan standar

akreditasi yang berlaku. Rumah sakit yang telah terakreditasi akan

mendapatkan pengakuan dari Pemerintah karena telah memenuhi

standar pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Akreditasi rumah

sakit di Indonesia telah dilaksanakan sejak Tahun 1995, yang dimulai

hanya 5 pelayanan, pada Tahun 1998 berkembang menjadi 12

pelayanan, dan pada Tahun 2002 menjadi 16 pelayanan. Namun rumah

sakit dapat memilih akreditasi untuk 5, 12, atau 16 pelayanan, sehingga

standar mutu rumah sakit dapat berbeda tergantung berapa pelayanan

akreditasi yang diikuti (Kemenkes RI dan KARS, 2011).

16

Jadi akredetasi rumah sakit adalah suatu pengakuan terhadap rumah

sakit oleh pemerintah, dimana prosesnya dilaksanakan lembaga

independen, melakukan asessmen terhadap rumah sakit berdasarkan

standar akreditasi yang berlaku, untuk penilaian akredetasi instrumen

penilaian akredetasi rumah sakit menggunakan versi KARS 2012.

Instrumen penilaian akreditasi rumah sakit saat ini menggunakan versi

KARS 2012. Standar akreditasi baru tersebut terdiri dari 4 kelompok

standar yang terdiri dari 1.048 elemen yang akan dinilai, termaasuk

dalam Gambar 1 sebagai berikut (Kemenkes RI dan KARS, 2011):

Gambar 2.1

Standar Akreditasi KARS versi 2012

I. KELOMPOK STANDAR PELAYANAN BERFOKUS PADA PASIEN

BAB 1. Akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan (APK)

BAB 2. Hak pasien dan keluarga (HPK)

BAB. 3 Asesmen pasien (AP)

BAB. 4 Pelayanan pasien (PP)

BAB. 5 Pelayanan anestesi dan bedah (PAB)

BAB. 6 Manajemen dan penggunaan obat (MPO)

BAB. 7 Pendidikan pasien dan keluarga (PPK)

II. KELOMPOK STANDAR MANAJEMEN RUMAH SAKIT

BAB 1. Peningkatan mutu dan keselematan pasien (PMKP)

BAB 2. Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)

BAB 3. Tata kelola, kepemimpinan, dan pengarahan (TKP)

BAB 4. Manajemen fasilitas dan keselematan (MFK)

BAB 5. Kualifikasi dan pendidikan staf (KPS)

BAB 6. Manajemen komunikasi dan informasi (MKI)

III. SASARAN KESELEMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Sasaran I. Ketepatan identifikasi pasien

Sasaran II. Peningkatan komunikasi yang efektif

Sasaran III. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

Sasaran IV. Kepastian tepat lokasi, tepat prosuder, tepat pasien operasi

17

Sasaran V. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

Sasaran VI. Pengurangan risiko pasien jatuh

IV. SASARAN MILENIUM DEVELOPMENT GOALS

Sasaran I. Penurunan angka kematian bayi dan peningkatan kesehatan ibu

Sasaran II. Penurunan angka kesakitan HIV/AIDS

Sasaran III. Penurunan angka kesakitan TB

(Kemenkes RI dan KARS, 2011)

Adanya akredetasi agar mendorong rumah sakit untuk menjaga mutu,

keamanan, dan keselamatan klien sehingga apabila rumah sakit sudah

menjaga mutu, keamanan, dan keselamatan klien maka secara otomatis

kepuasan klien akan terpenuhi dan apabila klien sudah puas maka klien

tidak akan komplain terhadap rumah sakit Sehingga dapat berdampak

terhadap peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

2.3 Komite Keperawatan

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1045 tentang pedoman organisasi rumah

sakit di lingkungan Departemen Kesehatan menyatakan bahwa komite

merupakan wadah non struktural tenaga ahli atau profesi dibentuk untuk

memberikan pertimbangan strategi kepada pimpinan rumah sakit untuk

meningkatkan dan pengembangan pelayanan rumah sakit. Keputusan Menteri

Dalam Negeri No. 1 Tahun 2002 menyatakan bahwa komite keperawatan

merupakan kelompok profesi perawat yang anggotanya terdiri dari perawat.

Komite Keperawatan ini mempunyai fungsi utama mempertahankan dan

meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme

kredensial, penjagaan mutu profesi, dan pemeliharaan etika dan disiplin

profesi dan dalam melaksanakan fungsinya (Peraturan Menteri Kesehatan No.

49 Tahun 2013). Peran dan fungsi dari komite keperawatan tersebut adalah

untuk menjaga profesional perawat.

Kompetensi untuk praktisi di rumah sakit ini telah diamanahkan oleh

PERMENKES No. 49 Tahun 2013 tentang komite keperawatan rumah sakit

18

bahwa untuk menjamin profesionalisme dan kompetensi perawat harus

dievaluasi melalui sistem kredensial, peningkatan mutu dengan CPD dan etik

disiplin perawat. Kompetensi menunjukan pengetahuan, ketrampilan dan

sikap tertentu dari suatu profesi dalam ciri keahlian tertentu, yang menjadi

ciri dari seorang profesional (Wibowo, 2013). Kompetensi seseorang

ditunjukkan dari pekerjaan yang dilakukannya dan kemampuan bekerjasama

dengan pekerjaan lainnya. Dalam penelitian Husna dan Fitriani (2016)

Kompetensi seorang perawat adalah sesuatu yang ditampilkan secara

menyeluruh oleh seorang perawat dalam memberikan pelayanan profesional

kepada klien yang aman dan etis, mencakup pengetahuan, ketrampilan dan

sikap yang dipersyaratkan dalam situasi praktek.

Menurut Conesa Hernandez et al. (2012) menyatakan bahwa dengan

kredensial perawat, salah satu upaya untuk menjaga profesional seorang

perawat dan pendapat Raeun et al. (2016) menyatakan bahwa kompetensi

merupakan kemampuan, kesanggupan, kepandaian, keahlian, keterampilan,

bakat, tahu dan bagaimana dalam bertindak. Dari penelitian perawat di

Taiwan menurut Lin et al. (2016) menyatakan bahwa kompetensi perawat

klinis dapat diukur melalui skala untuk menilai kompetensi yang dimiliki oleh

perawat di Taiwan.

Adanya komite keperawatan di rumah sakit dapat mempertahankan dan

meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme

kredensial, penjagaan mutu profesi, dan pemeliharaan etika dan disiplin

profesi. Komite keperawatan dapat membina perawat-perawat baik dalam

segi kompetensi, mutu, dan terkait dengan etik dan disiplin dalam

pekerjaannya sebagai profesi perawat.

2.4 Komunikasi dalam Organisasi

2.4.1 Pengertian Komunikasi

19

Komunikasi diartikan sebagai proses pemindahan dalam gagasan atau

informasi seseorang ke orang lain. Komunikasi mempunyai pengertian

tidak hanya berupa kata-kata yang disampaikan seseorang tapi

mempunyai pengertian yang lebih luas seperti ekpresi wajah, intonasi

dan sebagainya (Putra, 2014). Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia

Moss; komunikasi merupakan proses pembentukan makna diantara dua

orang atau lebih (Mulyana, 2012). Agar komunikasi berjalan lebih

komunikatif, komunikator harus mampu menempatkan diri sebagai

pengirim pesan yang baik dengan segala ide dan gayanya dalam

berkomunikasi verbal maupun non verbal (Barata, 2006). Jadi

komunikasi adalah penyampaian informasi antara dua orang atau lebih,

komunikasi tidak hanya kata-kata tetapi juga berupa bahasa tubuh,

intonasi dan sebagainya. Dalam artian komunikasi harus

memperhatikan bahasa verbal maupun non verbal.

2.4.2 Komunikasi yang efektif

The American Management Association (AMA) dalam Putra (2014)

menyusun sepuluh pedoman efektifitas komunikasi organisasi yaitu:

2.4.2.1 Cobalah menjemihkan gagasan anda sebelum berkomunikasi

2.4.2.2 Telitilah kegunaan sebenarnya dari setiap komunikasi

2.4.2.3 Pertimbangkan situasi manusia dan fisik secara keseluruhan

bilamana anda berkomunikasi

2.4.2.4 Berkonsultasi dengan orang lain, bila perlu dalam

merencanakan komunikasi.

2.4.2.5 Berhati-hatilah ketika anda berkomunikasi, mengenai nada

maupun isi pokok dari pesan anda.

2.4.2.6 Ambilah kesempatan bila muncul untuk menyampaikan

sesuatu yang dapat membantu atau bermilai bagi penerima.

2.4.2.7 Lakukan tindak lanjut komunikasi anda.

2.4.2.8 Berkomunikasi untuk hari esok sebaik hari ini.

2.4.2.9 Pastikan bahwa tindakan anda mendukung komunikasi anda.

20

2.4.2.10 Berusahalah bukan saja untuk dimengerti tetapi juga untuk

mengerti serta jadilah pendengar yang baik.

Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan

dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai

dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang

islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi

yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber dari Al

Qur’an dan As Sunah. Hendaknya kita berkomunikasi yaitu dengan:

Qaulan Sadida (perkataan yang benar, jujur)

QS. An Nisa ayat 9

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka

meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka, yang mereka

khawatirkan terhadap (kesejahteraannya)nya. Oleh sebab itu, hendaklah

mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan

tutur kata yang benar (qaulan sadida)”.

Qaulan Layyinan (perkataan yang lembut)

QS. Thaha ayat 43-44

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun karena benar-benar dia telah

melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-

kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut”.

21

Dari ayat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Qaulan Layina

berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar,

dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak

mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapapun tidak

suka bila berbicara dengan orang-orang yang kasar. Dengan demikian, dalam

komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara

(intonasi) yang bernada keras dan tinggi (Dahlan & Syihabuddin, 2001).

Berkomunikasi merupakan seni dari setiap masing-masing individu sehingga

terbentuk samanya persepsi antara pengirim dan penerima pesan tersebut.

dalam islam juga sudah diajarkan bagaimana kita harus berkomunikasi yaitu

dengan berkata jujur, lemah lembut, komunikatif dan sebagainya. Kita

usahakan apabila kita berhadapan dengan orang yang komplain maka kita

menjadi pendengar yang baik dan menanggapi komplain harus lemah lembut

sehingga dapat menyentuh hati yang komplain.

2.5 Manajamen Komplain

2.5.1 Pengertian Manajemen

Menurut Fayol manajemen adalah memperkenalkan dan merencanakan,

mengorganisasikan, memimpin, mengkoordinasikan dan

mengendalikan (Swansburg, 2000)

Manajemen adalah suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam

menjalankan suatu kegiatan di organisasi (Putra, 2014)

Menurut George R. Terry Manajemen adalah proses khas yang terdiri

dari dari tindakan planning, organizing, actuating dan controling yang

penggunannya secara ilmu dan seni untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan (Herlambang, 2016)

22

Jadi manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan

sumber daya secara efesien dan efektif untuk mencapai tujuan rumah

sakit melalui proses planning, organizing, actuating dan controling.

2.5.2 Unsur-unsur manajemen

Agar manajemen dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka

dibutuhkan unsur-unsur manajemen. Unsur-unsur manajemen lebih

dikenal dengan 5 M.

Menurut Emerson dalam John. F dan Robert. V (1960) dalam Herujito

(2001) manajemen mempunyai lima unsur (5M) yaitu:

2.5.2.1 Man

Keterlibatan manusia sebagai penggerak yang memiliki

peranan, pikiran, harapan serta gagasan.

2.5.2.2 Money

Ketersedian dana yang mamadai.

2.5.2.3 Materials

Benda atau bahan mentah yang dibutuhkan dalam membuat

sesuatu.

2.5.2.4 Machines

Mesin kerja yang digunakan dalam proses produksi.

2.5.2.5 Methods

Prosuder, cara kerja yang ditetapkan oleh sebagai organisasi.

2.5.3 Definisi Komplain

Menurut Kaihatu et al (2015) komplain atau komplain klien adalah

umpan balik dari klien yang ditujukkan kepada rumah sakit yang

cenderung bersifat negatif. Komplain tersebut terjadi bila klien merasa

tidak senang atau tidak puas dengan standar pelayanan yang dilakukan

oleh rumah sakit.

23

Menurut Queensland Ombudsman (2008) menyebutkan bahwa

manajemen komplain merupakan kompenen penting setiap kerangka

kerja pengambilan keputusan dan sangat relevan bagi lembaga yang

memiliki layanan yang berorientasi peran di sektor publik. Dengan

meningkatkannya harapan dari masyarakat, lembaga pelru menanggapi

komplain dengan cara yang efektif dan tepat waktu.

Menurut Kadampully manajemen komplain suatu proses yang terdiri

dari pengaduan akuisisi, transmisi, analisis, penanganan dan

penggunaan infromasi komplain dalam pengambilan keputusan

(Hammani, 2011).

Jadi manajemen komplain adalah mekanisme mengantisipasi,

mencegah dan penyelesaian komplain dengan berbagai pendekatan

dengan secara adil, efektif dan efisien, dan output yang di harapkan

klien merasa puas dengan pelayanan rumah sakit.

Komplain merupakan reaksi awal yang ditunjukkan klien sebelum

tuntutan diajukan pada rumah sakit. Dalam hal ini, klien memberikan

kesempatan pada rumah sakit untuk memperbaiki barang ataupun jasa

yang diberikan, dimana klien masih bisa merasa puas atas respon yang

diberikan rumah sakit atas komplain tersebut.

Dalam era media sosial sekarang, satu komplain yang ditunjukkan klien

dapat dilihat ratusan bahkan ribuan orang sehingga langkah rumah sakit

untuk menyelesaikan komplain tersebut akan menjadi sangat berat,

karena ketidakpuasan klien sudah tereskpresikan di media yang bisa

dibaca siapa saja. Sebaliknya. Terdapat sisi positif dari hal ini.

Penanganan komplain yang mengakibatkan kepuasan juga bisa

dimunculkan dalam media sosial sehingga rumah sakit mampu

menanamkan image sebagai rumah sakit yang memperhatikan klien.

24

Komplain yang disampaikan pada rumah sakit pada umumnya memiliki

tiga bentuk yaitu:

2.5.3.1 Voice Response

Penyampaian komplain dengan Voice Response, adalah upaya

penyampaian komplain klien yang langsung dilakukan dengan

cara meminta ganti rugi kepada rumah sakit yang

bersangkutan.

2.5.3.2 Private Response

Pada Private Response, tindakan yang dilakukan oleh klien

antara lain memperingatkan atau memberi tahu rekan kerja

atau keluarga mengenai pengalaman pribadinya ketika

menggunakan pelayanan rumah sakit yang bersangkutan.

2.5.3.3 Third Party Response

Pada kategori ini, komplain atas ketidakpuasan klien sudah

berkembang menjadi tuntutan ganti rugi secara hukum dengan

melaporkan kepada lembaga-lembaga yang berada pada jalur

hukum, seperti lembaga klien, instansi hukum, dan lain

sebagainya (Kaihatu et al, 2015, Healt Services Review

Council, 2005, dan Rangkuti, 2003).

2.5.4 Empat Macam Cara Penyampaian Komplain

Proses penyampain komplain, terdapat banyak pilihan bagi klien.

Rumah sakit wajib untuk menyediakan media komplain yang mudah

diakses oleh klien. Berikut adalah cara-cara penyampaian komplain

klien:

2.5.4.1 Melalui surat

Sarana ini sering dipilih sebagai alat menyampaikan komplain.

Oleh karena itu, banyak rumah sakit yang menyediakan kotak

surat.

25

2.5.4.2 Disampaikan langsung

Komplain biasanya akan disampaikan langsung kepada front

line staff atau customers service.

2.5.4.3 Melalui telpon

Penyampain komplain melalui telepon merupakan pilihan bagi

klien yang ingin berbicara to the point. Bentuk ini juga biasa

dipakai bila klien enggan untuk menuliskan komplainnya, atau

tidak terlalu ingin menggunakan bahasa yang formal tanpa

melakukan tatap muka.

2.5.4.4 Melalui email

Komplain yang disampaikan melalui email sebenarnya hampir

sama dengan surat biasa, namun karena sifatnya yang real time,

maka email bisa memiliki gabungan antara surat dan telepon

(Kaihatu et al, 2015).

Menurut Focus (2010) berikut ini dua jenis komplain

diantaranya sebagai berikut:

1. Komplain langsung yaitu memberikan reakasi agresif sekita

kepada kinerja

2. Komplain tidak langsung, merupakan berupa ungkapan yang

diapresiasikan ke dalam bentuk tulisan (surat pembaca, email,

wordof mounth dan lain-lain).

Berdasarkan penelitian Jeddi et al (2015) menyatakan bahwa 8

(29,6%) dari 27 peserta menyatakan bahwa pasien memiliki

akses terhadap informasi yang berkaitan dengan proses

pendaftaran komplain. Sebanyak 27 (100%) peserta mengklaim

bahwa tidak ada unit di rumah sakit yang bertanggung jawab

untuk menyelidiki komplain klien. Berarti dalam rumah sakit

26

sangat penting adanya unit pengaduan sehingga klien mudah

dalam akses penyampaian komplain.

Menurut undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

pelayanan publik, dimana dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b

menyatakan bahwa penyelenggara pelayanan publik harus

memiliki pengelolaan pengaduan masyarakat. Dalam Pasal 36

dan 37 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang

mengamanatkan penyelenggara wajib menyediakan sarana

pengaduan, menugaskan pelaksana yang berkompeten dalam

pengelolaan pengaduan. Pemerintah telah menerbitkan

Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang pengelolaan

pengaduan pelayanan publik.

2.5.5 Penyebab komplain

Komplain adalah sebagai akibat kebalikan dari kepuasan klien.

Komplain klien adalah salah satu indikator, gejala, dan tanda adanya

ketidakpuasan atas pelayanan atau layanan rumah sakit.

Rumah sakit harus memperhatikan tiap elemen yang berpotensi

mengakibatkan ketidakpuasan klien. Komplain pada jasa atau

pelayanan. Jika berbasis pelayanan atau jasa, maka klasifikasi komplain

terhadap pelayanan itu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

2.5.4.5 People-Bassed Complaint, dimana objek komplain bersumber

seperti misalnya ketidakmampuan pihak penyedia jasa untuk

menyediakan sumber daya yang berkompeten.

2.5.4.6 Equipment-Bassed Complaint, dimana objek komplain

bersumber dari peralatan pendukung layanan yang diberikan

pada klien. Seorang klien menginginkan kenyaman saat

melakukan proses konsumsi sehingga peralatan pendukung

27

sangat vital dalam proses konsumsi tersebut. Dalam hal ini,

sumber komplain juga bisa berasal dari banyak hal.

2.5.4.7 Programme-based Complaint, dimana komplain klien timbul

dari program atau sistem yang diberlakukan pihak penyedia

layanan, dan klien merasa dirugikan atas program tersebut.

Dalam hal ini, rumah sakit biasanya menyediakan terms and

conditions dalam program yang diberlakukan untuk

menghindari terjadinya komplain. Akan tetapi, seringkali

rumah sakit tidak menyampaikan informasi tersebut secara

gamblang kepada klien sehingga klien memahami program

tersebut secara tidak benar (Kaihatu et al, 2015).

Berdasarkan penelitian Hsieh (2012) dan Okyere et al (2015)

menemukan bahwa ketidakpuasan pasien disebabkan ketidakramahan

atau perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan baik

perawatan atau pengobatan terhadap pasien sehingga menyebabkan

pasien mengeluh terhadap manajemen rumah sakit. Untuk petugas

kesehatan perlu mengenal yang namanya caring. Menurut Fry (1988)

menyatakan beberapa petunjuk tentang caring: caring harus dilihat

sebagai nilai puncak atau nilai tertinggi untuk membimbing tindakan

seseorang, caring harus dipertimbangkan sebagai sesuatu yang bernilai

universal, caring harus dipertimbangkan secara jelas karena perilaku

tertentu (empati, dukungan, simpati, perlindungan, dan lain-lain)

diutamakan, caring harus berkenaan dengan orang lain harus berpikir

untuk menyejahterakan orang lain dan bukan menyejahterakan diri

sendiri (Morrison & Burnard, 2002)

Berdasarkan penelitian Agustin (2002), Palese (2011), Tiara dan Lestari

(2013) menunjukkan hasil adanya hubungan yang positif antara

perilaku perawat dengan kepuasan pasien. Penelitian lain dari Siswati

(2014) diperlukan perilaku caring bagi perawat dalam memberikan

28

pelayanan keperawatan. Hal ini akan berdampak pada mutu pelayanan

kesehatan disuatu rumah sakit, yang akhirnya akan meningkatkan

kepuasa pasien. Perilaku caring sebagai tenaga kesehatan sangat

penting khususnya perawat yang 24 jam ketemu dengan pasien terus.

Sikap peduli, empati, simpati, dan sebagainya salah satu faktor yang

membuat pasien puas dalam pelayanan di rumah sakit.

Seorang dokter dikatakan telah melakukan praktik yang buruk

manakala dia tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah

ditentukan dalam kode etik kedokteran, standar profesi, standar

pelayanan medik. Demikian pula dipenuhinya persyaratan administrasi

sebelum dokter melakukan praktik kedokterannya serta adanya

persetujuan atau kesepakatan antara dokter dengan pasiennya (informed

consent) sebelum melakukan tindakan medik (Riyadi, 2015).

Menurut penelitian David et al (2014) Secara keseluruhan pasien yang

puas hanya 14% dan cukup puas 60%. Ketidakpuasan tertinggi (>50%)

didapatkan pada aspek keterlambatan dokter dan permintaan maaf dari

dokter ketika terlambat. Hasil menunjukkan hubungan yang kuat antara

kepuasan pasien dengan ketepatan jam kedatangan dokter di instalasi

rawat jalan rumah sakit (p<0,001).

Biaya layanan kesehatan jika ditinjau dari sudut pandang pasien sebagai

pembeli layanan kesehatan, biaya mencakup besaran nilai rupiah yang

dibutuhkan sebagai nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang

telah diberikan rumah sakit, baik yang dibayar oleh pasien langsung

(out of pocket), penjamin (insurance), maupun subsidi. Jika terminologi

ini ditinjau dari sudut pandang rumah sakit sebagai penyedia layanan

kesehatan, maka biaya kesehatan yang dimaksud di sini tidak lain

adalah tarif (charge) yang dikenakan rumah sakit atas layanan

kesehatan yang diberikannya (Heru, 2007).

29

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara

ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan

dengan kehidupan manusia (Sinambela, 2010). Penelitian Mukti et al

(2013) yang menyatakan layanan kesehatan yang bermutu harus

mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan,

dimana, dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan atau telah

dilaksanakan. Dijelaskan dalam Undang-undang No. 44 tahun 2009

pasal 32 dipoint 8 dijelaskan bahwa meninggalkan barang-barang

berharga di rumah dan membawa hanya barang-barang yang penting

selama tinggal di rumah sakit.

2.5.5 Sisi Positif Komplain

Komplain tidak sepenuhnya bersifat negatif. Sebaliknya, komplain

memiliki sisi positif yang kuat daripada sisi negatifnya, tergantung dari

jenis komplain yang diajukan. Komplain yang tidak memiliki dasar

tentu saja memberikan hal negatif pada rumah sakit, terutama pada

pekerja fornt line rumah sakit tersebut. Namun, komplain akibat

ketidakpuasan baik atas barang maupun jasa memiliki banyak sisi

positif, menurut Kaihatu et al (2015) antara lain:

2.5.5.1 Membuat rumah sakit menyadari apa yang terlewatkan dari

prosuder yang dilakukan.

2.5.5.2 Menjadikan masukan yang berharga untuk pengembangan

pelayanan atau jasa

2.5.5.3 Menunjukkan bahwa klien masih memberi kesempatan rumah

sakit untuk memperbaiki diri.

2.5.5.4 Memberikan kesempatan untuk memperlihatkan pada klien

bahwa rumah sakit peduli pada mereka.

Adanya komplain bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan pada

jasa pelayanan dirumah sakit. Melalui komplain kita bisa mengetahui

kelemehan-kelemahan jasa kita sehingga bisa dilakukan perbaikan-

30

perbaikan di masa mendatang (Kaihatu, et al; 2014). Sejalan dengan

penelitian yang di tulis Filip (2013), Hsieh (2012), Jabbari et al (2014)

Irawan et al (2016), Pratiwi et al (2016) menyatakan bahwa komplain

dapat sebagai media informasi, dijadikan pengalaman untuk

memodifikasi, mengubah kinerja rumah sakit di masa depan dan

membantu manajer rumah sakit meningkatkan pelayanan.

Penelitian Wiranta dan Supriyadi (2014), Setiyowati et al (2013),

Widadi dan Wadji (2015), Yunida (2016), Zhou et al (2017) semakin

baik brand image rumah sakit, maka tingkat loyalitas pasien akan

semakin tinggi dan semakin positif brand image rumah sakit dalam

pikiran klien, maka akan meningkatkan dan mempengaruhi minat klien

untuk kembali memanfaatkan pelayanan di rumah sakit tersebut.

Makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona. Menurutnya

karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in

a morally good way.” Selanjutnya Lickona menambahkan, “Character

so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral

feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991). Menurut Lickona

karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang

kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan

akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter

mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap

(attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan

keterampilan (skills).. Menurut Griek mengemukakan bahwa karakter

dapat didefinisikan sebagai panduan dari pada segala tabiat yang

bersifat tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan

orang yang satu dengan yang lain (Zubaedi, 2012). Jadi, karakter adalah

tabiat atau watak yang bersifat tetap, yang kan menimbulkan

serangkaian sikap, perilaku, pengetahuan, motivasi dan keterampilan.

31

2.5.6 Faktor yang mempengaruhi penanganan dan penyelesaian komplain

Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan dan penyelesaian

komplain. Salah satu faktornya yaitu memprioritaskan penanganan dan

penyelesaian komplain. Prioritas (prioritization) yaitu suatu konsep

bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat

yang bersamaan, mengingat sumber daya yang ada (Tjiptono &

Anastasia, 2003). Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia,

pengertian prioritas adalah sesuatu yang didahulukan dan diutamakan

dari pada hal yang lain. Penetapan prioritas masalah menjadi bagian

penting dalam proses pemecahan masalah dikarenakan dua alasan.

Pertama, karena terbatasnya sumber daya tersedia, dan karena itu tidak

mungkin menyelesaikan semua masalah. Kedua, karena adanya

hubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya, dan karena itu

tidak perlu semua masalah diselesaikan (Azwar, 1996). Jadi, prioritas

adalah penanganan dan penyelesaian komplain sesuai yang mendesak

sehingga perlu didahulukan dan diutamakan untuk pemecahan masalah

dan akhirnya memberikan solusi bagi pasien yang komplain.

Melihat dari prioritas penanganan dan penyelesaian komplain, kita

lihat juga tingkat urgensi komplain tersebut apakah mengancam jiwa

atau tidak. Urgensi yaitu kata dasar dari “urgen” mendapat akhiran “i”

yang berarti sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan

yang terutama atau unsur yang penting (Saleh & Wahab, 2004). Fakor

yang lain yang juga mempengaruhi penyelesaian komplain adalah

waktu penanganan dan penyelesaian yang sudah ditetapkan rumah

sakit. Pengguna jasa yang komplain tidak bisa menunggu lama tentang

kepastian penyelesaian komplainnya. Rumah sakit harus membuat

standar berapa lama waktu yang diperlukan untuk menangani suatu

komplain (Kaihatu, et al; 2015).

32

Faktor lain yang mempengaruhi penanganan dan penyelesaian

komplain adalah pengorganisasiaan. Pengorganisasian adalah

pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk tujuan mencapai objektif,

penugasan suatu kelompok manajer dengan autoritas pengawasan setiap

kelompok, dan menentukan cara dari pengkoordinasian aktivitas yang

tepat dengan unit lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal, yang

bertanggung jawab untuk mencapai objektif organisasi (Swansburg,

2000). Dalam pengorganisasian terdapat yang nama birokrasi dalam

sebuah organisasi atau rumah sakit. Menurut Swansburg (2000)

Birokrasi dimulai dari prinsip-prinsip awal administrasi termasuk

pengorganisasian. Menurut Rourke birokrasi adalah sistem administrasi

dan pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hirarki

yang jelas, dilakukan dengan tertulis, oleh bagian tertentu yang terpisah

dengan bagian lainnya, oleh orang yang dipilih karena kemampuan dan

keahlian di bidangnya (Martini, 2012). Jadi, birokrasi adalah melakukan

pekerjaan yang terstruktur sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi

sehingga tidak fleksibelitas dalam melakukan suatu pekerjaan.

Rumah sakit perlu pemimpin yang mempunyai power atau kekuasaan

sehingga memudahkan untuk mengarahkan atau mempengaruhi

bawahannya untuk bertindak sesuai dengan peraturan yang sudah

ditetapkan rumah sakit. Rendahnya power manajemen merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi penanganan dan penyelesaian

komplain. Power diidentifikasikan sebagai kemampuan seseorang/

bagian dalam organisasi untuk mempengaruhi orang/ bagian lain (agar

menjalankan perintah atau mengerjakan sesuatu yang sebelumnya tidak

mereka inginkan) untuk mencapai tujuan, sesuai keinginan pemilik

power (Achmad, 2000). Kekuasaan merupakan sarana bagi pemimpin

untuk mempengaruhi perilaku pengikutnya (Thoha, 2009).

33

Topuksi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

penanganan dan penyelesaian komplain. Topuksi itu adalah tugas

pokok dan fungsinya. Dalam menjalankan pekerjaan seseorang pasti

akan melihat topuksinya atau tanggung jawabnya sampai mana dia

harus menjalankan tugas. Tugas pokok yaitu sebagai sasaran utama

yang dibebankan kepada organisasi atau jabatan untuk dicapai,

sedangkan fungsi artinya adalah pekerjaan yang dilakukan

(Ayuningtyas, 2011). Menurut Fitria (2013) menyebutkan bahwa tugas

pokok dan fungsi (topuksi) merupakan kesatuan pekerjaan atau

kegiatan yang dilaksanakan oleh para pegawai yang memiliki aspek

khusus serta saling berkaitan satu sama lain menurut sifat atau

pelaksanaannya untuk mencapai tujuan tertentu dalam sebuah

organisasi.

2.5.7 Upaya-upaya perbaikan komplain di pelayanan rumah sakit.

Berbagai hal yang perlu dilakukan oleh rumah sakit dalam menghadapi

dan memperbaiki komplain. Secara lebih luas, hal-hal yang perlu

dilakukan rumah sakit adalah sebagai berikut Kaihatu et al (2015):

2.5.7.1 Kembangkan budaya rumah sakit yang tidak memandang

komplain secara negatif.

Banyak yang menganggap komplain adalah sesuatu yang

menakutkan dan merepotkan rumah sakit. Pendapat tersebut

jelas kurang tepat. Komplain sangat bermanfaat bagi rumah

sakit yaitu sebagai informasi balik dari pasien.

2.5.7.2 Beri jalan bagi pelanggan untuk menyampaikan komplain dan

ketidakpuasannya.

Rumah sakit tidak perlu bersikap tertutup terhadap komplain.

Rumah sakit harus membuat mudah bagi pasien untuk

melakukan komplain.

2.5.7.3 Mencari akar permasalahan komplain dan mengadakan

perbaikan sehingga kejadian yang serupa tidak terjadi lagi.

34

Tujuan utama penanganan dan penyelesaian komplain selain

untuk mengobati kekecawaan pelanggan, juga untuk mencari

akar permasalahan kenapa komplain tersebut bisa terjadi. Harus

dipelajari secara mendetail permasalahan yang meyebabkan

timbulnya komplain tersebut dan melakukan perbaikan-

perbaikan agar kejadian seperti itu tidak terulang lagi.

Menurut penelitian Norouzinia et al (2016) agar perawat dilatih secara

efektif dalam keterampilan berkomunikasi dan didorong oleh

pemantauan terus menerus terhadap keterampilan yang diperoleh.

Penelitian lain dari Rarasati (2016) hasil pengujian dan analisis yang

dilakukan menyatakan bahwa variabel pelatihan dan pengembangan,

serta lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja perawat rawat inap di Rumah Sakit Semen Gresik.. Penelitian

lain dari Majid (2016) bahwa ada pengaruh pelatihan terhadap kinerja.

Adapun penelitian dari Hasanah (2015) hasil penelitian didapatkan nilai

P value 0,008 (P<0,05) sehingga terdapat hubungan antara pendidikan

dan pelatihan dengan kinerja perawat dalam pelayanan kesehatan di

RSUD Muntilan Kabupaten Magelang.

Menurut Ardana, et al (2012) penempatan adalah proses mencocokkan

atau membandingkan kualifikasi yang dimiliki dengan persyaratan

pekerjaan dan sekaligus memberikan tugas, pekerjaan kepada calon

pegawai untuk dilaksanakan. Transfer akan bermanfaat bagi pegawai

karena akan menambah pengalaman kerja mereka dan mempunyai

keahlian baru. Penelitian Meigantari & Netra (2016) hasil analisis dapat

diketahui bahwa penempatan, keadilan organisasi dan kepuasan kerja

berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap kinerja

pegawai, sehingga pihak manajemen harus melihat jenjang pendidikan,

pengetahuan, pegalaman seseorang, sehingga memiliki keterampilan

dan kepribadiannya yang baik dalam melakukan pelayanan kepada

35

pasien. Penelitian lain dari Anggraini (2016) hasil metode analisis

penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kompetensi,

penempatan kerja, dan pengembangan karir berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Islam Malahayati

Medan.

Menurut Sulaksana (2003) bedah kasus menyediakan informasi rinci

tentang kondisi dan masalah di pelayanan medik, latihan dalam

menganalisis pelayanan medik demi pelayanan medik dan demi situasi

akan dapat memberikan manfaat ganda. Knowledge transfer

didefinisikan sebagai sebuah pertukaran pengetahuan antar dua

individu; satu orang yang mengkomunikasikan pengetahuan, sedangkan

seorang lainnya mengasimilasi pengetahuan tersebut (Jacobson, 2006).

Fokus utama dari knowledge transfer dari masing-masing individu yaitu

mampu menjelaskan, mengkodekan dan mengkomunikasikan

pengetahuan kepada orang lain, kelompok, dan khususnya kepada

organisasi. Knowledge transfer dapat terjadi diantara individu, di dalam

dan diantara tim, antara unit organisasi, dan antara organisasi (Glassop,

2002). Penelitian Firdaus dan Suryadi (2007) Proses knowledge sharing

ini lebih ditujukan kepada para perawat baru yang masih minim

pengalaman di lapangan. Dengan mengganti metode knowledge sharing

ini, dihasilkan beberapa perubahan yang mengarah kepada kondisi yang

lebih baik.

Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 53

Tahun 2010 pasal 7 bahwa ada tingkat dan jenis hukuman disiplin yaitu

tingkatan hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang dan

hukuman disiplin berat. Untuk jenis hukuman disiplin ringan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: teguran lisan,

teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Untuk jenis

hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

36

terdiri dari: penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun,

penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, dan runan pangkat

setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. Untuk jenis hukuman

disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:

penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun,

pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah,

pembebasan dari jabatan, dan pemberhentian dengan hormat tidak atas

permintaan sendiri sebagai PNS.

2.5.8 Tahapan dalam penanganan dan penyelesaian komplain klien

Saat sebuah komplain muncul, penangan terhadap komplain tersebut

bervariasi. Biasanya, sebuah rumah sakit memiliki standar operasional

prosuder (SOP) dalam menangani komplain, dan SOP ini berbeda satu

dengan yang lainnya. Namun demikian, pelaksanaan dari SOP ini

sering kali efektif, terutama karena gambaran besar langkah

penanganan komplain tidak dipahami, baik di customer service atau

unit pengaduan sebuah rumah sakit. Garis besar dari penanganan

komplain dapat dibagi 5 tahap yaitu Kaihatu et al (2015):

2.5.8.1 Mendengarkan dan memahami

Kunci utama dalam menangani klien adalah mendengarkan.

Mendengarkan menjadi sikap dasar untuk menangkap apa yang

menjadi kegelisahan dan kebutuhan klien. Dalam hal ini,

mendengarkan bisa berupa banyak hal, tergantung pada media

dimana komplain disampaikan.

2.5.8.2 Klarifikasi dan penyamaan persepsi

Proses klarifikasi merupakan kelanjutan dari proses

mendengarkan dan memahami. Saat pihak rumah sakit, baik itu

petugas kesehatan/administrasi atau unit pengaduan telah

memiliki persepsi tentang komplain yang dilayangkan, persepsi

ini harus diklarifikasikan sekali lagi pada pihak klien yang

37

melayangkan komplain. Hal ini untuk mencegah kesalahan

rumah sakit dalam penanganan komplain.

2.5.8.3 Penjelesan dan permohonan maaf

Pihak rumah sakit melakukan penjelasan terhadap penyebab

ketidakpuasan klien tersebut dari perspektif rumah sakit. Perlu

diperhatikan bahwa sekali lagi, proses ini memerlukan

pembahasan yang diplomatis. Dalam menjelaskan sumber

maupun penyebab ketidakpuasan klien sehingga dilayangkannya

komplain.

2.5.8.4 Solusi dan taking action

Seringkali solusi dalam penanganan komplain berhubungan

dengan SOP yang ada. Saat komplain disampaikan, dipahami,

serta klarifikasi dengan klien bersangkutan, biasanya komplain

tersebut akan dikategorikan. Kategori komplain bervariasi,

tergantung dari kebijakan dari rumah sakit. Salah satu contoh

proses pengkategorian komplain adalah dari komplain ringan,

menengah, hingga komplain fatal. Solusi yang ditawarkan pada

klien biasanya bersifat menguntungkan klien tersebut. Namun,

tidak semua solusi akan langsung disepakati oleh pihak klien.

2.5.8.5 Follow up

Tahap ini merupakan tahap yang sering dilupakan ataupun

sengaja dilupakan oleh pihak rumah sakit. Hal ini terutama

karena pihak rumah sakit harus sekali lagi berurusan dengan

klien yang mengajukan komplain, walaupun komplain tersebut

ditangani. Namun, tahapan follow up adalah tahap yang sangat

penting karena tahap ini mencakup pembangunan hubungan

baik dengan klien yang telah melayangkan komplain. Adapun

tahap ini sebaiknya dilakukan level manajerial, hal ini akan

membuat klien merasa bahwa dirinya adalah sosok penting bagi

perusahaan sehingga meningkatkan kesempatan untuk membuat

klien tersebut tidak hanya puas, namun juga loyal.

38

Menurut Rangkuti (2003) langkah penting untuk mengatasi komplain

klien yaitu :

2.5.8.6 Mendengarkan keluhan yang datang dari klien.

2.5.8.7 Mengerti masalah dan mengkroscek dengan pihak

bersangkutan.

2.5.8.8 Meminta maaf atas nama rumah sakit dan berterima kasih atas

komplain yang disampaikan.

2.5.8.9 Menjelaskan proses yang akan dilakukan oleh rumah sakit

untuk memecahkan masalah tersebut.

2.5.8.10 Berikan informasi secara detail kapan kompalin tersebut dapat

terselesaikan dan dengan siapa klien dapat menghubungi.

Menurut Barlow & Moller (1996) langkah yang harus dilakukan oleh

pelaksana untuk mengatasi komplain klien yaitu :

2.5.8.11 Mengucapkan terima kasih, tidak ada cara yang lebih baik

untuk membuat orang lain merasa diterima selain dengan

mengucapkan terima kasih yang tulus.

2.5.8.12 Menjelaskan betapa kita menghargai komplainya.

2.5.8.13 Meminta maaf untuk kesalahan yang kita buat.

2.5.8.14 Berjanji untuk melakukan sesuatu terhadap komplain tersebut

secepatnya.

2.5.8.15 Menanyakan mengenai informasi yang diperlukan.

2.5.8.16 Mengoreksi kesalahan dengan benar.

2.5.8.17 Memeriksa kepuasa pasien.

2.5.8.18 Mencegah kesalahan yang akan datang.

Menurut Australian Council For Safety And Quality In Health Care

(2005), bahwa ada guidelines yang dilakukan untuk menangani

komplain klien, yaitu:

39

2.5.8.19 Komitmen terhadap klien dan peningkatan kualitas

(commitmen to Consumer and quality improvement)

Pemimpin dalam pelayanan kesehatan mempromosikan

pendekatan yang berfokus pada klien komplain sebagai bagian

dari program peningkatan mutu berkelanjutan.

2.5.8.20 Akses (Accesible)

Layanan ini mendorong klien untuk memberikan umpan balik

tentang layanan, termasuk permasalahan dan keluhan, dan

membuatnya mudah untuk melakukannya seperti sarana dan

prasarana.

2.5.8.21 Respon (Responsive)

Layanan ini menerima semua komplain dan keprihatinan dan

merespon segera dan sensitif tanpa membedakan dalam

melayani klien.

2.5.8.22 Penilaian yang efektif (effective Assesment)

Layanan ini menilai keluhan untuk menentukan respon yang

tepat dengan mempertimbangkan faktor resiko, keinginan

pengadu dan akuntabilitas.

2.5.8.23 Resolusi yang sesuai (Appropriate Resolution)

Penawaran layanan dengan komplain dengan cara lengkap, adil

untuk semua pihak dan hanya menyediakan hasil.

2.5.8.24 Privasi dan pengungkapan terbuka (Privacy and Open

Disclosure)

Layanan ini mengelola informasi secara adil, sehingga fakta

yang relevan dan keputusan untuk dikomunikasikan secara

terbuka sekaligus melindungi kerahasiaan dan privasi pribadi.

Dalam penganan keluhan seperti pencatatan komplain dan

dokumentasi komplain.

40

2.5.8.25 Mengumpulkan dan menggunakan informasi (Gathering and

Using Information)

Layanan ini menyimpan semua komplain untuk

memungkinkan meninjau kasus-kasus individu, untuk

mengidentifikasi tren dan resiko, serta melaporkan tentang

bagaimana komplain telah menyebabkan perbaikan.

2.5.8.26 Membuat perbaikan (Making Improvements)

Layanan ini menggunakan komplain untuk meningkatkan

layanan, dan secara teratur mengevaluasi kebijakan

pengelolaan pengaduan dan praktik.

Berdasarkan penelitin Lyon & Powers (2001) Proses pengelolaan

komplain melibatkan enam langkah yang dapat digunakan rumah sakit

untuk mempengaruhi perbaikan layanan yang efektif: (1) mendorong

keluhan sebagai alat peningkatan kualitas; (2) membentuk tim untuk

menangani keluhan; (3) mengatasi masalah klien dengan cepat dan

efektif; (4) mengembangkan database komplain; (5) berkomitmen untuk

mengidentifikasi titik kegagalan dalam sistem pelayanan; dan (6)

melacak tren dan menggunakan informasi untuk memperbaiki proses

layanan.

Berdasarkan penelitian Friele & Sluijs (2006) Alasan utama klien

mengajukan komplain adalah untuk mencegah kejadian berulang

dengan komplain yang sama. (1) Klien mengharapkan prosedur yang

adil dari manajemen rumah sakit, hal ini paling penting bagi 87% klien

dan klien juga berharap untuk diperlakukan dengan hormat. (2) Klien

mengharapkan rumah sakit profesional dalam menanggapi komplain.

Karena perubahan dalam kinerja di rumah sakit paling diinginkan

menurut 79% komplain. (3) Klien komplain menganggap paling

41

penting mendapatkan penjelasan sebanyak 65% dari pada permintaan

maaf sebanyak 41%. Hanya 32% klien yang mengharapkan profesional

untuk melakukan upaya pemulihan hubungan dokter-pasien. Sebagian

kecil klien menginginkan kompensasi finansial sebanyak 7%.

Berdasarkan Al Qur’an beberapa hal yang diperhatikan untuk

menyelesaikan komplain. Dengan itu penulis mengambil beberapa

surah Al-Qur’an yang menggambarkan bagaimana pengananan dan

penyelesaian komplain berdasarkan Al Qur’an.

Menurut Al-Quran dalam surah Al Baqarah ayat 263:

Artinya: perkataan yang baik dan pemberian maaf, lebih baik dari

pada sedekah yang di iringi oleh sesuatu yang menyakitkan. Dan allah

maha kaya lagi maha penyayang (Qs: Al Baqarah: 263) Dengan itu

meminta maaf merupakan hal mutlak yang dilakukan bila memang

rumah sakit melakukan kelalaian atau kesalahan sehingga menyebabkan

klien komplain.

Komplain yang sudah masuk ranah hukum dan komplain yang sudah

fatal atau berat maka biasanya dilakukan mediasi. Pengertian mediasi

secara yuridis di Indonesia dapat kita temukan dalam pasal 1 butir 7

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosuder

mediasi di pengadilan menyebutkan mediasi adalah cara penyelesaian

sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan

para pihak dengan dibantu oleh mediator. Proses penyelesaian

permasalahan dapat digunakan dua jalur yaitu litigasi (peradilan) dan

non litigasi (Riyadi, 2015). Untuk menyelesaikan komplain bisa

digunakan dengan cara mediasi sehingga mencapai kesepakatan dan

42

pihak yang bersengketa dapat menghasilkan win-win solution yaitu

suatu metode penyelesaian dimana masing-masing pihak akan

mendapatkan kemanfaatan secara berimbang sesuai kehendak yang

disepakati. Jika penyelesaian di peradilan maka akan ada pihak yang

menang dan kalah, pada proses mediasi tidak ada kata menang dan

kalah. Kondisi ini akan menguntungkan kedua belah pihak, baik rumah

sakit atau yang komplain. Berdasarkan penelitian Widihastuti et al

(2017) dan Riyadi (2016) maka mediasi merupakan salah satu alternatif

untuk menyelesaikan sengketa kesehatan.

Menurut surah Al-Hujurat ayat 9:

Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu

berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau

yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang

melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada

perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya

menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya

Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (QS. Al-Hujurat : 9).

Berdasarkan surah di atas, maka klien dan pihak rumah sakit yang

sedang bermasalah di tuntut untuk islah atau mediasi sebagai salah satu

alternatif penyelesaian masalah di luar pengadilan.

Mediasi merupakan suatu langkah terakhir yang digunakan orang-orang

apabila ada permasalahan atau sengketa. Maka dengan adanya mediasi

ini harapannya adalah mencapai kesepakatan dan pihak yang

bersengketa dapat menghasilkan win-win solution. Apabila ada

43

komplain salah satu alternatif penyelesaian komplain adalah dengan

mediasi, yang harapannya adalah adanya kesepatan yang saling

menguntungkan.

2.6 Alur Komplain Berdasarkan beberapa rumah sakit

Gambar 2.2 Skema Alur Komplain Rumah Sakit Islam Banjarmasin

(Sumber: Rumah sakit Islam Banjarmasin)

Berdasarkan gambar 2.2 bahwa alur komplain di rumah sakit Islam

Banjarmasin dimulai dari penyampaian komplain oleh klien atau

keluarga yang merasa tidak puas dengan pelayanan rumah sakit kepada

unit pengaduan, komplain disampaikan ke unit terkait yang dikomplain

dan diselsaikan oleh pengelola rumah sakit dan unit terkait, hasilnya

disampaikan lagi lewat unit pengaduan kepada klien atau keluarga.

Pasien/keluarga

menyampaikan keluhan

Unit pengaduan masyarakat

Diselesaikan

Unit terkait

Pasien komplain

(langsung & tak langsung (SMS, kotak, saran, email dan

Website))

Hari kerja

Di luar hari kerja

Supervisor

keperawatan

Pasien tidak puas Pasien puas Care solutions Unit terkait

Care solution

Pasien tidak puas Pasien puas

Pasien tidak puas Pasien puas

44

Gambar 2.3 Alur proses komplain RSUD Kelet Jawa Tengah

(Sumber: http://rsudkelet.co.id/wp-content/uploads/.../PANDUAN-

PENANGANAN-KOMPLAIN)

Berdasarkan gambar 2.3 bahwa alur komplain di RSUD Kelet Jawa

Tengah dimulai dari penyampaian komplain oleh klien baik secara

langsung atau tidak langsung (SMS, kotak saran, email dan website).

Untuk komplain di hari kerja melapor ke care solution disampiakn ke

unit terkait, ditangani dan diselesaikan. Apabila tidak bisa diselsaikan

maka dilaporkan kepihak manajemen. Untuk di luar jam kerja di

laporkan ke supervisor keperawatan, apabila tidak puas langsung

disampaikan ke care solution dan masih tidak puas maka disampaikan

kepihak manajemen.

Manajemen

Pemohon informasi

datang ke desk layanan

informasi dengan

melampirk fotokopi

KTP/identitas diri/akta

pendidikan, surat

keterangan domisili

ormas/lembaga, dll

Meja pelayanan informasi

publik di instalasi PKRS dan

Subbag Humas & informasi RSUD dr.H Moch Ansari Saleh

Banjarmasin

10 menanggapi

permohonan informasi,

oleh PPID RSUD dr.H

Moch Ansari Saleh

Banjarmasin

Tidak puas, 30 H

mengejakukan

Puas

Meja layanan informasi Keberatan

Atasan langsung PPID RSUD

dr.H Moch Ansari Saleh

Banjarmasin

30 H menanggapi keberatan

Puas Tidak puas

Selesai

Komisi informasi Selesai

45

Gambar 2.4 Diagram alur layanan informasi publik RSUD dr. H. Moch.

Anasari Saleh Banjarmasin

(Sumber: RSUD dr. H. Moch. Anasari Saleh Banjarmasin)

Berdasarkan gambar 2.4 bahwa layanan informasi di RSUD dr. H. Moch.

Ansari Saleh Banjarmasin dimulai dari pemohon informasi datang ke unit

pengaduan dan mengisi data terkait identitas diri 10 hari menanggapi

komplain, apabila tidak puas di berikan 30 hari mengajukan keberatan ke

meja informasi, apabila masih tidak puas langsung diselesaikan

manajerial rumah sakit dan apabila masih keberatan diberi waktu 30 hari

untuk menanggapi dan disampaikan ke meja informasi.

Klien/Keluarga Komplain

Pemohon mengisi data:

identitas diri dan terkait

komplain

Tidak Langsung Langsung

Unit Pengaduan Media Penyampaian: Telepon, SMS, Kotan Saran,

Email

Tim Unit pengaduan:

Mendengarkan,

mengklarifikasi, dan

menyamakan persepsi terkait

komplain yang disampaikan

Tim unit Pengaduan

Unit Bagian di Komplain

oleh Klien/Keluarga

Komplain Selesai

Ditangani langsung

Proses

Hasil komplain

disampikan kepada

klien/keluarga

Hasil komplain

disampikan kepada

klien/keluarga

Klien/keluarg

Tidak

keberatan

Klien/keluarga

keberatan

Mediasi

Follow up:

- Direktur dan

jajaran

- Unit terkait

46

Gambar 2.5 Modifikasi mekanisme komplain di rumah sakit

Berdasarkan gambar 2.5 modifikasi mekanisme komplain yang dimulai

dari klien merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan dan

melapor baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk yang

langsung, datang ke unit pengaduan dan yang tidak langsung bisa melalui

telepon, sms, kotak saran, dan email. Selanjutnya, klien yang komplain

mengisi data dan langsung ditindaklanjuti unit pengaduan. Unit

pengaduan menyampaikan ke unit terkait, ditangani langsung dan perlu

proses. Dalam proses bisa diselesaikan oleh pihak manajerial rumah sakit

dan unit terkait, apabila sudah selesaikan dalam proses dan hasilnya

disampaikan ke klien atau keluarga yang komplain. Apabila belum

selesai dilakukan mediasi oleh pihak mediator rumah sakit, apabila

belum selesai juga maka bisa masuk kejalur hukum.

2.7 Kerangka Teori

Pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit dituntut untuk melayani

klien dengan pelayanan berkualitas, dikatakan berkualitas dilihat dari

mutu pelayanan yang salah indikatornya adalah kepuasan klien, apabila

klien merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan maka akan

berakibat komplain oleh klien kepihak pengelola rumah sakit.

Berdasarkan teori yang telah ada, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

terdapat beberapa tahap kegiatan yang dapat digunakan dalam proses

Klien/keluarga puas

atau tidak keberatan

Klien/keluarga

puas

Sepakat

Tidak Sepakat

Klien/keluarga

puas

Selesai

Selesai

Selesai

Menempuh

Jalur Hukum

Unit Pengaduan

Hasil Komplain di sampaikan langsung,telepon, SMS, Email

47

penanganan keluhan klien. Menurut Kaihatu et al (2015) menyebutkan

bahwa terdapat 5 tahap proses dalam melakukan penanganan keluhan

diantaranya mendengarkan dan memahami, klarifikasi dan penyamaan

persepsi, penjelasan dan permohon maaf, solusi dan taking action, dan

follow up. Menurut Rangkuti (2003) mendengarkan keluhan, mengerti

masalah dan mengkroscek, meminta maaf dan berterima kasih,

menjelaskan proses yang akan dilakukan, berikan informasi secara detail

kapan komplain tersebut dapat terselesaikan dan dengan siapa klien dapat

menghubungi. Menurut Australian Council For Safety And Quality In

Health Care (2005) menerima semua komplain & merespon segera,

penilaian efektif, aksesbilitas, menangani pengadu dan memberikan

solusi, mencatat dan mendokumentasikan keluhan, mengumpulkan data

dan menggunakan informasi komplain, perbaikan terus-menerus menurut

Barlow & Moller (1996) Mengucapkan terima kasih, menjelaskan betapa

kita menghargai komplainya, meminta maaf untuk kesalahan yang kita

buat, berjanji untuk melakukan sesuatu terhadap komplain tersebut

secepatnya, menanyakan mengenai informasi yang diperlukan,

mengoreksi kesalahan dengan benar, memeriksa kepuasa pasien, dan

mencegah kesalahan yang akan datang.

Penanganan dan penyelesaian komplain akan ada berbeda karena

berbagai unit akan memakai berbagai macam pendekatan dalam

penanganan dan penyelesaian komplain. Terutama dalam penanganan,

penyelesaian, solusi, follow up dan perbaikan terus-menerus, beberapa

diantaranya bidang keperawatan dalam perbaikanya yaitu dengan

memberikan pelatihan, workshop, kredensial, pendampingan. Untuk

bidang yang lain bisa saja dengan surat peringatan, mengajukan anggaran

terkait sarana pra sarana, keuangan.

Adapun penyusunan kerangka teori penelitian, peneliti mengadopsi teori

yang dikemukan Kaihatu et al, 2015, Rangkuti, 2003, Australian Council

48

For Safety And Quality In Health Care, 2005, Barlow & Moller ,1996,

Depkes, 2008, Nursalam, 2015 dan Emerson, 1960. Pada penelitian ini

peneliti menggunakan teori tersebut untuk dapat mengetahui manajemen

komplain dalam penanganan dan penyelesaian komplain di RSUD Dr. H.

Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

Untuk mengetahui manajemen komplain tidak dapat hanya berfokus pada

satu komponen saja melainkan harus melibatkan beberapa kompenen

yang harus diketahui. Sehingga pada penelitian ini peneliti menggunakan

pedekatan sistem untuk mengetahui hubungan antara kompenen dari

sistem tersebut dalam mengetahui manajemen komplain di RSUD Dr. H.

Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Donabedian (1980) dalam Nursalam

(2015) dapat diukur dengan menggunakan tiga variabel, yaitu input,

proses, dan output/outcome.

c

Input Proses Ouput

Men

- Tenaga

Kesehatan

- Tenaga non

kesehatan

Money

Bagian keuangan

Material

Sarana Prasarana

Method

- SOP

- Kebijakan

- Alur komplain

- Pelayanan

(Emerson (1960))

- Mendengarkan dan

memahami

- Klarifikasi dan

penyamaan persepsi

- Berterima kasih dan

permohonan maaf

- Menjelaskan proses

yang akan dilakukan

- Mencatat dan

mendokumentasikan

komplain

- Mengumpulkan data &

menggunakan

informasi komplain

- Berikan informasi

secara detail kapan

komplain tersebut

dapat terselesaikan &

dengan siapa klien

dapat menghubungi

- Solusi dan Taking

Action

- Follow up

(Kaihatu et al, 2015;

Australian Council For

Safety And Quality In

Health Care,

2005;Rangkuti, 2003;

Barlow & Moller, 1996

Mutu:

- Keselamatan

pasien

- Kepuasan pasien (Nursalam,

2015;Depkes RI,

2008)

Penyampain

Komplain:

- Secara

langsung

- Surat

- Telepon

- Email

(Kaihatu et

al, 2015)

Komplain

di

selsaikan

oleh pihak

manajeme

n rumah

sakit

49

Gambar 2.7 kerangka teori modifikasi Kaihatu et al (2015), Rangkuti

(2003), Australian Council For Safety And Quality In Health Care

(2005), Barlow & Moller (1996), Nursalam (2015), Depkes RI (2008),

Emerson (1960)