bab 2 tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hiperglikemia
2.1.1 Definisi
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah lebih dari
normal, bilamana dengan kadar glukosa darah sesaat ≥ 200 mg/dL dan
kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL merupakan kriteria DM (ADA,
2011). Pada keadaan normal, glukosa darah berfungsi sebagai stimulator
terhadap sel β pankreas dalam produksi insulin. Glukosa ekstraseluler akan
masuk ke dalam sel β dengan bantuan GLUT 2, kemudian glukosa akan
mengalami fosforilasi dan glikolisis untuk membentuk adenosin
triphosphate (ATP). ATP akan menyebabkan menutupnya kanal ion K+
sehingga terjadi depolarisasi pada pankreas, yang diikuti masuknya Ca2
ke
dalam sel β pankreas, sehingga menyebabkan peningkatan sekresi insulin
(Sunaryo et al, 2014).
2.1.2 Stres Oksidatif Pada Hiperglikemia
Stres oksidatif adalah kondisi berlebihnya jumlah radikal bebas
reactive oxygen spesies (ROS) dan reactive nitrogen spesies (RNS) yang
dapat merusak sel namun tidak diimbangi oleh antioksidan. Radikal bebas
yang dihasilkan oleh hiperglikemia adalah jenis ROS. Kondisi
Hiperglikemia kronis akan meningkatkan terbentuknya ROS melalui
berbagai cara antara lain aktivasi jalur poliol fluks, reaksi oksidasi glukosa
akan menghasilkan radikal superoxida yang merupakan jenis ROS, reaksi
reduksi glukosa menyebabkan menurunnya glutahione yang merupakan
4
antioksidan alami, peningkatan pembentukan advanced glycation end
products (AGEs), aktivasi protein kinase C (PKC) dan aktivitasi dari jalur
hexosamine ( Zatalia R, 2013).
Meningkatnya ROS akan menyebabkan kerusakan pada sel β
pankreas sehingga produksi insulin akan menurun. Selain itu
hiperglikemia kronis juga menyebabkan glucose toxicity yang dapat
mengakibatkan menurunnnya aktivitas insulin receptor substrat-1 (IRS-1)
yang akan menyebabkan terjadinya resistensi pada insulin (Campos,
2012).
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1 Definisi
Diabetes melitus adalah peningkatan kadar glukosa darah yang
berkaitan dengan tidak ada atau kurang memadainya sekresi insulin
pankreas, dengan atau tanpa gangguan efek insulin (Kennedy MS, 2014).
Berbagai keluhan juga dapat ditemukan pada penyandang diabetes yang
sering disebut keluhan klasik atau triaspoli DM berupa: poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan,
gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae
pada wanita (PERKENI, 2011).
Yang tipenya terbagi menjadi 4 yaitu:
1) DM tipe 1, adalah kerusakan selektif sel beta (sel B) dan defisinsi
insulin yang parah atau absolut yang disebabkan kausa imun atau kausa
5
idiopatik sehingga terapi sulih insulin dibutuhkan untuk mempertahankan
kehidupan.
2) DM tipe 2, ditandai oleh resistensi jaringan terhadap efek insulin
dikombinasikan dengan defisiensi relatif sekresi insulin. Meskipun insulin
masih dproduksi, jumlahnya masih kurang memadai untuk mengatasi
resistensi dan glukosa darah tinggi.
3) DM tipe lain, dise babkan berbagai kausa spesifik lain peningkatan
kadar glukosa darah: pankreatektomi, pankreatitis, penyakit non-pankreas,
pemberian obat, dsb.
4) Diabetes Kehamilan/ Gestasional, didefinisikan sebagai setiap kelainan
dalam kadar glukosa yang diketahui pertama kali sewaktu kehamilan
(Kennedy MS, 2014).
Untuk mengetahui seseorang terdiagnosis Diabetes Mellitus terdapat
kriterianya. Kriteria seseorang dapat terdiagnostik Diabetes Melitus yaitu:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegak-kan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya
keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus (PERKENI,
2011).
6
2.2.2 Patogenesis
Diabetes mellitus tipe 1 terjadi akibat destruksi autoimun terhadap
sel beta pankreas sehingga produksi insulin menurun. Beberapa tahapan
terjadinya DM tipe 1 yaitu Tahap pertama, harus ada kerentanan genetik
terhadap penyakit ini. Meskipun mekanisme pewarisan menurut hukum
Mendel belum jelas tetapi penurunan ini diperkirakan autosomal dominan,
resesif dan campuran. Tahap kedua, keadaan lingkungan yang mendukung
biasanya memulai proses ini pada individu dengan kerentanan genetik.
Infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen
noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga, adanya peradangan pada
pankreas yang sering disebut dengan insulitis. Pada keadaan ini makrofag
dan limfosit T teraktivasi dan menginfiltrasi pulau langerhans di pankreas
sebelum atau bersama-sama dengan berkembangnya Diabetes. Tahap
keempat, adalah perubahan atau transformasi sel Beta sehingga tidak lagi
dikenali sebagai “sel sendiri” tetapi dianggap oleh sel imun sebagai “sel
asing”. Sehingga terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama
dengan mekanisme imun seluler yang berdampak pada kerusakan sel Beta
pankreas dan timbulnya Diabetes (Daniel W Foster,2014).
Patogenesis DM tipe 2 jauh lebih sedikit diketahui padahal paling
sering ditemukan. Tidak ada bukti bahwa mekanisme autoimun berperan.
Dua defek metabolik yang menandai DM tipe 2 adalah gangguan sekresi
insulin pada sel beta dan ketidakmampuan jaringan perifer berespons
terhadap insulin(resistensi insulin) (Kumar, 2004). Terdapat 3 fase
terjadinya DM tipe 2 yaitu Fase pertama, glukosa plasma tetap normal
7
meskipun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin yang meningkat.
Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga
meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam
bentuk hiperglikemia setelah makan. Fase ketiga, resistensi insulin tidak
berubah , tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia
puasa dan diabetes yang nyata. Jadi, sekresi insulin meningkat dikarenakan
adanya defek pada sel beta pankreas dan untuk mengkompensasi keadaan
resistensi. Namun hipersekresi insulin akan semakin menyebabkan
resistensi insulin, sehingga menyebabkan kadar glukosa tinggi yang nyata
dalam darah (Daniel W Foster,2014).
2.2.3 Insulin
Gen insulin diekspresikan pada sel beta islet pankreas, tempat insulin
disistensis dan disimpan dalam granula sebelum dikeluarkan. Pengeluaran
dalam sel beta berlangsung dalam suatu proses bifasik yang melibatkan
dua simpanan insulin. Peningkatan kadar glukosa darah mendorong
pelepasan segera insulin, yang diperkirakan berasal dari simpanan pada
granula sel beta. Jika rangsangan sekretorik tersebut berlanjut, timbul
respons tipe lambat dan berkepanjangan yang melibatkan sintesis aktif
insulin. Rangsangan terpenting yang memicu pengeluaran glukosa adalah
insulin, yang juga memacu sintesis insulin (Kumar V, 2013).
Insulin adalah hormon anabolik utama. Insulin diperlukan untuk
pengangkutan glukosa dan asam amino melewati membran, pembentukan
glikogen dalam hati dan otot rangka, perubahan glukosa menjadi
trigliserida, sintesis asam nukleat, dan sintesis protein. Fungsi metabolik
8
utamanya adalah meningkatkan laju pemasukan glukosa ke dalam sel
tertentu di tubuh. Sel tersebut adalah sel otot serat lintang, termasuk sel
miokardium; fibroblas; dan sel lemak, yang secara kolektif mewakili
sekitar dua pertiga dari seluruh berat tubuh (Kumar V, 2013).
Mekanisme kerja dari insulin sendiri yaitu insulin berinteraksi
dengan sel sasarannya mula-mula dengan berikatan dengan reseptor
insulin, jumlah dan fungsi reseptor penting karena juga akan
mengendalikan kerja insulin. Reseptor insulin adalah suatu tirosin kinase
yang memicu sejumlah respons intrasel yang memengaruhi jalur
metabolisme. Salah satu respons dini yang penting dari insulin adalah
translokasi glukosa transport unit (GLUT, yang memunyai beberapa tipe
sesuai dengan reseptornya) dari aparatus golgi ke membran plasma yang
akan mempermudah glukosa untuk diserap oleh sel yang membutuhkan.
Hasil akhir dari kerja utama insulin adalah dibersihkannya glukosa dari
sirkulasi (Kumar V, 2013).
2.2.4 Terapi
Terapi farmakologis pada penderita DM diantaranya ada sediaan
insulin yang tersedia empat jenis utama insulin suntikan yaitu insulin kerja
cepat (awitan sangat cepat dan masa kerja singkat), insulin kerja singkat
(short acting) dengan awitan kerja cepat, kerja sedang (intermediate
acting), dan kerja lama (long acting dengan awitan kerja lambat (Kennedy
MS, 2014).
Obat diabetes oral juga tersedia bermacam-macam diantaranya
sulfonilurea dengan 2 mekanisme kerja meningkatkan insulin dari pankeas
9
dengan cara penurunan kadar glukagon serum dan penutupan saluran
kalium di jaringan ekstrapankreas. Biguanid yang mempunyai mekanisme
kerja mengurangi produksi glukosa hati dengan pengaktifan enzim AMP
activated protein kinase (AMPK, protein kinase yang diaktifkan oleh
AMP) dan juga penghambatan glukoneogenesis di ginjal,perlambatan
penyerapan glukosa di saluran cerna, disertai peningkatan konversi
glukosa menjaadi laktat oleh enterosit, stimulasi langsung glikolisis di
jaringan, peningkatan pengeluaran glukosa dari darah, dan penurunan
kadar glukagon plasma. Akarbosa dan miglitol inhibitor kompetitif alfa-
glukosidase usus seta mengurangi penyimpanan kadar glukosa pasca
makan dengan menunda pencernaan dan penyerapan tepung dan disakarida
(Kennedy MS, 2014).
2.3 Pencernaan Karbohidrat
Pencernaan karbohidrat secara enzimatik dimulai dari mulut.
Enzim ptialin atau amilase ludah menghidrolisis tepung menjadi disakarida
maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya. Namun makanan yang berada
dalam mulut hanya berlangsung dalam waktu singkat, sehingga akan terus
berlanjut sampai makanan melewati esofagus menuju ke lambung. Di
lambung enzim ptialin terinaktifasi karena suasana asam yang berasal dari
sekresi lambung. Pada suasana asam di dalam lambung, hidrolisis
berlangsung sangat lambat sehingga pencernaan karbohidrat tidak
maksimal. Meskipun demikian sebanyak 30 sampai 40 persen tepung telah
terhidrolisis terutama membentuk maltosa (Guyton A, 2007).
10
Pencernaan utama karbohidrat terjadi di usus halus dan enzim yang
berperan adalah α amilase, yaitu enzim amilase yang berasal dari pankreas,
dan enzim disakaridase yang dihasilkan oleh mukosa usus sendiri. Fungsi
α amilase hampir sama dengan ptialin tetapi beberapa kali lebih kuat.
Waktu mencerna di dalam usus lebih lama sehingga lebih banyak tepung
yang diubah menjadi maltosa dan hasil maksimal akan didapatkan.
Maltosa yang terbentuk ini dipengaruhi oleh maltase sehingga terhidrolisis
menjadi glukosa-glukosa. Laktosa akan dipengaruhi oleh laktase sehingga
dipecah menjadi glukosa dan galaktosa. Sukrosa akan dipengaruhi oleh
enzim sukrase sehingga terhidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa. Jadi
hasil akhir pencernaan karbohidrat adalah monosakarida (glukosa,
fruktosa, galaktosa) dimana glukosa mewakili lebih dari 80 persen hasil
akhir pencernaan karbohidrat, dan galaktosa serta fruktosa masing-masing
jarang lebih dari 10 persen. Kemudian seluruh monosakarida tersebut larut
air dan diserap melalui mukosa usus halus dengan bantuan GLUT 2, lalu
dibawa ke sistem darah vena portal. (Guyton A, 2007).
2.4 Antioksidan
Paparan radikal bebas dari berbagai sumber telah menyebabkan
organisme untuk mengembangkan serangkaian mekanisme pertahanan
(Cadenas, 1997). Mekanisme Pertahanan terhadap radikal bebas termasuk
stres oksidatif melibatkan: (i) mekanisme pencegahan, (ii) mekanisme
perbaikan, (iii) pertahanan fisik, dan (iv) pertahanan antioksidan.
Antioksidan dibagi menjadi dua yaitu antioksidan enzim dan non-enzim
atau vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD),
11
11
katalase (CAT) dan glutathion peroxidases (GPX). Antioksidan vitamin
atau non-enzimatik meliputi asam askorbat (vitamin C), -tokoferol
(Vitamin E), glutathione (GSH), karotenoid, flavonoid, dan antioksidan
lainnya. Dalam keadaan normal, ada keseimbangan antara kedua aktivitas
dan pada tingkat intraselular dari antioksidan ini. Keseimbangan ini sangat
penting untuk kelangsungan hidup organisme dan kesehatannya. (
M.Valko et al, 2007).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa sebelumnya kontrol
glukosa secara intensif akan mengurangi risiko komplikasi DM, baik
komplikasi mikro dan makrovaskuler. Studi epidemiologi dan beberapa
data prospektif juga mendukung bahwa terdapat efek jangka panjang pada
hasil klinis dengan latihan mengontrol metabolik lebih awal. Antioksidan
pada pasien DM dapat menghambat aktivitas radikal bebas melalui
beberapa mekanisme termasuk kerja sebagai enzim yang menghancurkan
radikal bebas, kemampuan untuk mengikat logam yang merangsang
produksi radikal bebas dan dengan demikian dapat menghambat pem
bentukan radikal bebas, serta bertindak sebagai pengambil radikal bebas (
Zatalia R, 2013).
2.5 Aloksan
2.5.1 Definisi
Aloksan merupakan senyawa kimia yang sangat tidak stabil dengan
bentuk menyerupai molekul glukosa. Nama lain dari aloksan adalah
2,4,5,6-Tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrimidinetetrone. Aloksan memiliki
rumus kimia C4H2N2O4 dan merupakan turunan asam barbiturat.
12
Aloksan termasuk asam lemah yang bersifat hidrofilik, tidak stabil dan
waktu paruh aloksan pada pH 7,4 dan suhu 37˚C adalah 1,5 menit
(Lenzen, 2008).
(Lenzen, 2008)
Gambar 2.1
Struktur Kimia Aloksan
2.5.2 Mekanisme Kerja Aloksan
Dalam sel β pankreas, aloksan mengalami proses reaksi redoks
menjadi dialuric acid yang dapat direoksidasi menjadi aloksan lagi (proses
redoks), reaksi redoks ini akan mengakibatkan terbentuknya ROS
(Reactive Oxygen Species) dan radikal superoksida. Radikal bebas ROS
akan mengalami dismutasi menjadi hydrogen peroksida, yang kemudian
akan meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol sehingga menyebabkan
destruksi cepat sel β pankreas (Watkins D et al, 2008). Selain itu ROS
akan menyebabkan fragmentasi DNA sehingga DNA sel akan mengalami
kerusakan yang akan merusak sel β pankreas Kerusakan pada sel β
pankreas akan menurunkan produksi insulin yang menyebabkan
hiperglikemia (Rohilla dan Shahjad, 2012).
13
2.6 Daun Pepaya
2.6.1 Tanaman Daun Pepaya
Pepaya (carica papaya L) atau disebut paw paw merupakan dari
keluarga Caricaceae yang banyak ditemukan di daerah tropis dan
subtropis. Tanaman pepaya dengan jenis lokal telah banyak digunakan
sebagai tanaman untuk pengobatan tradisional, salah satunya
menggunakan bagian daun pepaya ( Yogiraj V, 2014 ). Daun pepaya
daunnya tunggal, bentuknya bulat, ujungnya runcing, pangkalnya bertoreh
dan tepinya bergerigi dengan diameter 25-27 cm, pertulangan menjari
dengan panjang tangkai 25-100 cm berwarna hijau ( Yogiraj V, 2014 ).
Taksonomi tanaman pepaya adalah sebagai berikut Kingdom
Plantae, Sub Kingdom Tracheobionta, Class Magnoliopsida, Sub Class
Dilleniidae, Division Spermatophyta, Filum Steptophyta, Ordo
Brassicales, Family Caricaceae, Genus Carica, Spesies Carica papaya Linn
( Yogiraj V, 2014 ).
(Yogiraj V, 2014)
Gambar 2.2
Daun Pepaya (Carica papaya L)
14
2.6.2 Kandungan Daun Pepaya
Daun pada tanaman pepaya memiliki aktivitas antioksidan yang
tinggi dan kandungan-kandungan pada daun pepaya dapat digunakan
sebagai antikanker, antidiabetik, anti-inflamasi, antivirus, dan
meningkatkan jumlah platelet. Kandungan yang dimiliki daun pepaya
yaitu Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Glikosida, Fenolik, Protein, Asam
amino, vitamin C, vitamin E dan lain-lain (Imaga et al, 2010).
Selain kaya akan antioksidan, Daun tanaman pepaya juga banyak
mengandung nutrisi yang berfungsi untuk menjaga kebugaran dan
kesehatan tubuh, misalnya karbohidrat, mineral, vitamin, lipid dan protein.
Menurut Ayoola & Adeyeye (2010), Daun Buah Pepaya mengandung
8,3% karbohidrat, 38,6% vitamin C, 5,6% protein dan mineral (0,035%
Magnesium, 0,0064% Besi, dan 0,225% Fosfor) per 100 gram.
Menurut Varisha et al (2013), terdapat perbedaan jenis dan nilai
fitokimia pada daun tanaman pepaya yang diekstrak dengan beberapa
pelarut berbeda. Berikut adalah perbedaannya :
15
Berdasarkan penelitian (Varisha et al, 2013) menunjukkan bahwa
penggunaan pelarut ethanol mempunyai kandungan flavonoid yang paling
tinggi dibandingkan dengan pelarut ether, methanol, ethyl acetate, dan
aquades.
TEST Ether Ethyl
Acetate
Ethanol Methanol Aquades
Alkaloid - + ++ - ++
Karbohidrat - + - - +
Saponin - + + + +
Glikosida + + + + -
Protein - + + + -
Steroid + + + + -
Fenolik + + ++ +++ +
Flavonoid - + +++ ++ -
Terpenoid ++ + ++ + -
Tannin + - - + +
Tabel 1. Perbedaan kandungan fitokimia pada Daun Buah
Pepaya (Carica papaya L) berdasarkan masing-masing pelarut
yang berbeda (Varisha et al, 2013)
16
Perbedaan fitokimia daun buah pepaya juga dipengaruhi oleh warna
daun. Menurut Ayoola & Adeyeye (2010) berikut adalah perbedaannya :
Mineral
(mg/kg)
Daun berwarna
Hijau
Daun berwarna
Kekuningan
Daun berwarna
Kecoklatan
Vitamin C 16,29 9,62 11,26
Thiamin 0,94 0,41 0,52
Riboflavin 0,13 0,04 0,06
Ca 8612,5 3762,5 4362,5
Mg 67,75 28,55 35,35
Na 1782 567 342
K 2889 819 468
Fe 90,5 147,5 79,5
Mn 9,5 5 4,5
Menurut (Ayoola & Adeyeye,2010), daun buah pepaya yang
berwarna hijau memiliki kandungan yang paling banyak dibandingkan
dengan daun buah pepaya yang berwarna kekuningan dan kecoklatan.
2.6.3 Pengaruh Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Kadar Glukosa Darah
Kandungan flavonoid pada daun buah pepaya dapat menyebabkan
efek hipoglikemik pada penderita DM. Flavonoid merupakan zat warna
merah, ungu, biru atau kuning dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid dapat
berperan sebagai antioksidan. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan
mampu menurunkan stress oksidatif dan mengurangi ROS. Hal ini dapat
Tabel. 2 Perbedaan komposisi mineral dan vitamin pada
beberapa jenis warna Daun Buah Pepaya (Carica papaya L)
(Ayoola & Adeyeye,2010).
17
menimbulkan efek protektif terhadap sel beta pankreas dan meningkatkan
sensitivitas insulin (Bayu R, 2015).
Flavonoid memiliki mekanisme dalam penghambatan fosfodiesterase
sehingga kadar cAMP dalam sel beta pankreas meninggi. Hal ini akan
merangsang sekresi insulin melalui jalur Ca. Peningkatan kadar cAMP ini
akan menyebabkan penutupan kanal K+ATP dalam membran plasma sel
beta. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya depolarisasi membran dan
membukanya saluran Ca tergantung-voltasi sehingga mempercepat
masuknya ion Ca ke dalam sel. Peningkatan ion Ca dalam sitoplasma sel
beta ini akan menyebabkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Bayu
R,2015).
Flavonoid juga merupakan penghambat terhadap GLUT 2 pada
mukosa usus, suatu lintasan absorbsi glukosa dan fruktosa pada membran
usus. Mekanisme penghambatan ini bersifat nonkompetitif. Hal ini
menyebabkan pengurangan penyerapan glukosa dan fruktosa dari usus
sehingga kadar glukosa darah turun (Bayu R,2015).
18