bab 2 tinjauan pustaka -...

15
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hiperglikemia 2.1.1 Definisi Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah lebih dari normal, bilamana dengan kadar glukosa darah sesaat 200 mg/dL dan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL merupakan kriteria DM (ADA, 2011). Pada keadaan normal, glukosa darah berfungsi sebagai stimulator terhadap sel β pankreas dalam produksi insulin. Glukosa ekstraseluler akan masuk ke dalam sel β dengan bantuan GLUT 2, kemudian glukosa akan mengalami fosforilasi dan glikolisis untuk membentuk adenosin triphosphate (ATP). ATP akan menyebabkan menutupnya kanal ion K + sehingga terjadi depolarisasi pada pankreas, yang diikuti masuknya Ca 2 ke dalam sel β pankreas, sehingga menyebabkan peningkatan sekresi insulin (Sunaryo et al, 2014). 2.1.2 Stres Oksidatif Pada Hiperglikemia Stres oksidatif adalah kondisi berlebihnya jumlah radikal bebas reactive oxygen spesies (ROS) dan reactive nitrogen spesies (RNS) yang dapat merusak sel namun tidak diimbangi oleh antioksidan. Radikal bebas yang dihasilkan oleh hiperglikemia adalah jenis ROS. Kondisi Hiperglikemia kronis akan meningkatkan terbentuknya ROS melalui berbagai cara antara lain aktivasi jalur poliol fluks, reaksi oksidasi glukosa akan menghasilkan radikal superoxida yang merupakan jenis ROS, reaksi reduksi glukosa menyebabkan menurunnya glutahione yang merupakan 4

Upload: hoangdieu

Post on 18-May-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hiperglikemia

2.1.1 Definisi

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah lebih dari

normal, bilamana dengan kadar glukosa darah sesaat ≥ 200 mg/dL dan

kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL merupakan kriteria DM (ADA,

2011). Pada keadaan normal, glukosa darah berfungsi sebagai stimulator

terhadap sel β pankreas dalam produksi insulin. Glukosa ekstraseluler akan

masuk ke dalam sel β dengan bantuan GLUT 2, kemudian glukosa akan

mengalami fosforilasi dan glikolisis untuk membentuk adenosin

triphosphate (ATP). ATP akan menyebabkan menutupnya kanal ion K+

sehingga terjadi depolarisasi pada pankreas, yang diikuti masuknya Ca2

ke

dalam sel β pankreas, sehingga menyebabkan peningkatan sekresi insulin

(Sunaryo et al, 2014).

2.1.2 Stres Oksidatif Pada Hiperglikemia

Stres oksidatif adalah kondisi berlebihnya jumlah radikal bebas

reactive oxygen spesies (ROS) dan reactive nitrogen spesies (RNS) yang

dapat merusak sel namun tidak diimbangi oleh antioksidan. Radikal bebas

yang dihasilkan oleh hiperglikemia adalah jenis ROS. Kondisi

Hiperglikemia kronis akan meningkatkan terbentuknya ROS melalui

berbagai cara antara lain aktivasi jalur poliol fluks, reaksi oksidasi glukosa

akan menghasilkan radikal superoxida yang merupakan jenis ROS, reaksi

reduksi glukosa menyebabkan menurunnya glutahione yang merupakan

4

antioksidan alami, peningkatan pembentukan advanced glycation end

products (AGEs), aktivasi protein kinase C (PKC) dan aktivitasi dari jalur

hexosamine ( Zatalia R, 2013).

Meningkatnya ROS akan menyebabkan kerusakan pada sel β

pankreas sehingga produksi insulin akan menurun. Selain itu

hiperglikemia kronis juga menyebabkan glucose toxicity yang dapat

mengakibatkan menurunnnya aktivitas insulin receptor substrat-1 (IRS-1)

yang akan menyebabkan terjadinya resistensi pada insulin (Campos,

2012).

2.2 Diabetes Melitus

2.2.1 Definisi

Diabetes melitus adalah peningkatan kadar glukosa darah yang

berkaitan dengan tidak ada atau kurang memadainya sekresi insulin

pankreas, dengan atau tanpa gangguan efek insulin (Kennedy MS, 2014).

Berbagai keluhan juga dapat ditemukan pada penyandang diabetes yang

sering disebut keluhan klasik atau triaspoli DM berupa: poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan,

gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae

pada wanita (PERKENI, 2011).

Yang tipenya terbagi menjadi 4 yaitu:

1) DM tipe 1, adalah kerusakan selektif sel beta (sel B) dan defisinsi

insulin yang parah atau absolut yang disebabkan kausa imun atau kausa

5

idiopatik sehingga terapi sulih insulin dibutuhkan untuk mempertahankan

kehidupan.

2) DM tipe 2, ditandai oleh resistensi jaringan terhadap efek insulin

dikombinasikan dengan defisiensi relatif sekresi insulin. Meskipun insulin

masih dproduksi, jumlahnya masih kurang memadai untuk mengatasi

resistensi dan glukosa darah tinggi.

3) DM tipe lain, dise babkan berbagai kausa spesifik lain peningkatan

kadar glukosa darah: pankreatektomi, pankreatitis, penyakit non-pankreas,

pemberian obat, dsb.

4) Diabetes Kehamilan/ Gestasional, didefinisikan sebagai setiap kelainan

dalam kadar glukosa yang diketahui pertama kali sewaktu kehamilan

(Kennedy MS, 2014).

Untuk mengetahui seseorang terdiagnosis Diabetes Mellitus terdapat

kriterianya. Kriteria seseorang dapat terdiagnostik Diabetes Melitus yaitu:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegak-kan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya

keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.

TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat

jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus (PERKENI,

2011).

6

2.2.2 Patogenesis

Diabetes mellitus tipe 1 terjadi akibat destruksi autoimun terhadap

sel beta pankreas sehingga produksi insulin menurun. Beberapa tahapan

terjadinya DM tipe 1 yaitu Tahap pertama, harus ada kerentanan genetik

terhadap penyakit ini. Meskipun mekanisme pewarisan menurut hukum

Mendel belum jelas tetapi penurunan ini diperkirakan autosomal dominan,

resesif dan campuran. Tahap kedua, keadaan lingkungan yang mendukung

biasanya memulai proses ini pada individu dengan kerentanan genetik.

Infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen

noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga, adanya peradangan pada

pankreas yang sering disebut dengan insulitis. Pada keadaan ini makrofag

dan limfosit T teraktivasi dan menginfiltrasi pulau langerhans di pankreas

sebelum atau bersama-sama dengan berkembangnya Diabetes. Tahap

keempat, adalah perubahan atau transformasi sel Beta sehingga tidak lagi

dikenali sebagai “sel sendiri” tetapi dianggap oleh sel imun sebagai “sel

asing”. Sehingga terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama

dengan mekanisme imun seluler yang berdampak pada kerusakan sel Beta

pankreas dan timbulnya Diabetes (Daniel W Foster,2014).

Patogenesis DM tipe 2 jauh lebih sedikit diketahui padahal paling

sering ditemukan. Tidak ada bukti bahwa mekanisme autoimun berperan.

Dua defek metabolik yang menandai DM tipe 2 adalah gangguan sekresi

insulin pada sel beta dan ketidakmampuan jaringan perifer berespons

terhadap insulin(resistensi insulin) (Kumar, 2004). Terdapat 3 fase

terjadinya DM tipe 2 yaitu Fase pertama, glukosa plasma tetap normal

7

meskipun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin yang meningkat.

Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga

meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam

bentuk hiperglikemia setelah makan. Fase ketiga, resistensi insulin tidak

berubah , tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia

puasa dan diabetes yang nyata. Jadi, sekresi insulin meningkat dikarenakan

adanya defek pada sel beta pankreas dan untuk mengkompensasi keadaan

resistensi. Namun hipersekresi insulin akan semakin menyebabkan

resistensi insulin, sehingga menyebabkan kadar glukosa tinggi yang nyata

dalam darah (Daniel W Foster,2014).

2.2.3 Insulin

Gen insulin diekspresikan pada sel beta islet pankreas, tempat insulin

disistensis dan disimpan dalam granula sebelum dikeluarkan. Pengeluaran

dalam sel beta berlangsung dalam suatu proses bifasik yang melibatkan

dua simpanan insulin. Peningkatan kadar glukosa darah mendorong

pelepasan segera insulin, yang diperkirakan berasal dari simpanan pada

granula sel beta. Jika rangsangan sekretorik tersebut berlanjut, timbul

respons tipe lambat dan berkepanjangan yang melibatkan sintesis aktif

insulin. Rangsangan terpenting yang memicu pengeluaran glukosa adalah

insulin, yang juga memacu sintesis insulin (Kumar V, 2013).

Insulin adalah hormon anabolik utama. Insulin diperlukan untuk

pengangkutan glukosa dan asam amino melewati membran, pembentukan

glikogen dalam hati dan otot rangka, perubahan glukosa menjadi

trigliserida, sintesis asam nukleat, dan sintesis protein. Fungsi metabolik

8

utamanya adalah meningkatkan laju pemasukan glukosa ke dalam sel

tertentu di tubuh. Sel tersebut adalah sel otot serat lintang, termasuk sel

miokardium; fibroblas; dan sel lemak, yang secara kolektif mewakili

sekitar dua pertiga dari seluruh berat tubuh (Kumar V, 2013).

Mekanisme kerja dari insulin sendiri yaitu insulin berinteraksi

dengan sel sasarannya mula-mula dengan berikatan dengan reseptor

insulin, jumlah dan fungsi reseptor penting karena juga akan

mengendalikan kerja insulin. Reseptor insulin adalah suatu tirosin kinase

yang memicu sejumlah respons intrasel yang memengaruhi jalur

metabolisme. Salah satu respons dini yang penting dari insulin adalah

translokasi glukosa transport unit (GLUT, yang memunyai beberapa tipe

sesuai dengan reseptornya) dari aparatus golgi ke membran plasma yang

akan mempermudah glukosa untuk diserap oleh sel yang membutuhkan.

Hasil akhir dari kerja utama insulin adalah dibersihkannya glukosa dari

sirkulasi (Kumar V, 2013).

2.2.4 Terapi

Terapi farmakologis pada penderita DM diantaranya ada sediaan

insulin yang tersedia empat jenis utama insulin suntikan yaitu insulin kerja

cepat (awitan sangat cepat dan masa kerja singkat), insulin kerja singkat

(short acting) dengan awitan kerja cepat, kerja sedang (intermediate

acting), dan kerja lama (long acting dengan awitan kerja lambat (Kennedy

MS, 2014).

Obat diabetes oral juga tersedia bermacam-macam diantaranya

sulfonilurea dengan 2 mekanisme kerja meningkatkan insulin dari pankeas

9

dengan cara penurunan kadar glukagon serum dan penutupan saluran

kalium di jaringan ekstrapankreas. Biguanid yang mempunyai mekanisme

kerja mengurangi produksi glukosa hati dengan pengaktifan enzim AMP

activated protein kinase (AMPK, protein kinase yang diaktifkan oleh

AMP) dan juga penghambatan glukoneogenesis di ginjal,perlambatan

penyerapan glukosa di saluran cerna, disertai peningkatan konversi

glukosa menjaadi laktat oleh enterosit, stimulasi langsung glikolisis di

jaringan, peningkatan pengeluaran glukosa dari darah, dan penurunan

kadar glukagon plasma. Akarbosa dan miglitol inhibitor kompetitif alfa-

glukosidase usus seta mengurangi penyimpanan kadar glukosa pasca

makan dengan menunda pencernaan dan penyerapan tepung dan disakarida

(Kennedy MS, 2014).

2.3 Pencernaan Karbohidrat

Pencernaan karbohidrat secara enzimatik dimulai dari mulut.

Enzim ptialin atau amilase ludah menghidrolisis tepung menjadi disakarida

maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya. Namun makanan yang berada

dalam mulut hanya berlangsung dalam waktu singkat, sehingga akan terus

berlanjut sampai makanan melewati esofagus menuju ke lambung. Di

lambung enzim ptialin terinaktifasi karena suasana asam yang berasal dari

sekresi lambung. Pada suasana asam di dalam lambung, hidrolisis

berlangsung sangat lambat sehingga pencernaan karbohidrat tidak

maksimal. Meskipun demikian sebanyak 30 sampai 40 persen tepung telah

terhidrolisis terutama membentuk maltosa (Guyton A, 2007).

10

Pencernaan utama karbohidrat terjadi di usus halus dan enzim yang

berperan adalah α amilase, yaitu enzim amilase yang berasal dari pankreas,

dan enzim disakaridase yang dihasilkan oleh mukosa usus sendiri. Fungsi

α amilase hampir sama dengan ptialin tetapi beberapa kali lebih kuat.

Waktu mencerna di dalam usus lebih lama sehingga lebih banyak tepung

yang diubah menjadi maltosa dan hasil maksimal akan didapatkan.

Maltosa yang terbentuk ini dipengaruhi oleh maltase sehingga terhidrolisis

menjadi glukosa-glukosa. Laktosa akan dipengaruhi oleh laktase sehingga

dipecah menjadi glukosa dan galaktosa. Sukrosa akan dipengaruhi oleh

enzim sukrase sehingga terhidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa. Jadi

hasil akhir pencernaan karbohidrat adalah monosakarida (glukosa,

fruktosa, galaktosa) dimana glukosa mewakili lebih dari 80 persen hasil

akhir pencernaan karbohidrat, dan galaktosa serta fruktosa masing-masing

jarang lebih dari 10 persen. Kemudian seluruh monosakarida tersebut larut

air dan diserap melalui mukosa usus halus dengan bantuan GLUT 2, lalu

dibawa ke sistem darah vena portal. (Guyton A, 2007).

2.4 Antioksidan

Paparan radikal bebas dari berbagai sumber telah menyebabkan

organisme untuk mengembangkan serangkaian mekanisme pertahanan

(Cadenas, 1997). Mekanisme Pertahanan terhadap radikal bebas termasuk

stres oksidatif melibatkan: (i) mekanisme pencegahan, (ii) mekanisme

perbaikan, (iii) pertahanan fisik, dan (iv) pertahanan antioksidan.

Antioksidan dibagi menjadi dua yaitu antioksidan enzim dan non-enzim

atau vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD),

11

11

katalase (CAT) dan glutathion peroxidases (GPX). Antioksidan vitamin

atau non-enzimatik meliputi asam askorbat (vitamin C), -tokoferol

(Vitamin E), glutathione (GSH), karotenoid, flavonoid, dan antioksidan

lainnya. Dalam keadaan normal, ada keseimbangan antara kedua aktivitas

dan pada tingkat intraselular dari antioksidan ini. Keseimbangan ini sangat

penting untuk kelangsungan hidup organisme dan kesehatannya. (

M.Valko et al, 2007).

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa sebelumnya kontrol

glukosa secara intensif akan mengurangi risiko komplikasi DM, baik

komplikasi mikro dan makrovaskuler. Studi epidemiologi dan beberapa

data prospektif juga mendukung bahwa terdapat efek jangka panjang pada

hasil klinis dengan latihan mengontrol metabolik lebih awal. Antioksidan

pada pasien DM dapat menghambat aktivitas radikal bebas melalui

beberapa mekanisme termasuk kerja sebagai enzim yang menghancurkan

radikal bebas, kemampuan untuk mengikat logam yang merangsang

produksi radikal bebas dan dengan demikian dapat menghambat pem

bentukan radikal bebas, serta bertindak sebagai pengambil radikal bebas (

Zatalia R, 2013).

2.5 Aloksan

2.5.1 Definisi

Aloksan merupakan senyawa kimia yang sangat tidak stabil dengan

bentuk menyerupai molekul glukosa. Nama lain dari aloksan adalah

2,4,5,6-Tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrimidinetetrone. Aloksan memiliki

rumus kimia C4H2N2O4 dan merupakan turunan asam barbiturat.

12

Aloksan termasuk asam lemah yang bersifat hidrofilik, tidak stabil dan

waktu paruh aloksan pada pH 7,4 dan suhu 37˚C adalah 1,5 menit

(Lenzen, 2008).

(Lenzen, 2008)

Gambar 2.1

Struktur Kimia Aloksan

2.5.2 Mekanisme Kerja Aloksan

Dalam sel β pankreas, aloksan mengalami proses reaksi redoks

menjadi dialuric acid yang dapat direoksidasi menjadi aloksan lagi (proses

redoks), reaksi redoks ini akan mengakibatkan terbentuknya ROS

(Reactive Oxygen Species) dan radikal superoksida. Radikal bebas ROS

akan mengalami dismutasi menjadi hydrogen peroksida, yang kemudian

akan meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol sehingga menyebabkan

destruksi cepat sel β pankreas (Watkins D et al, 2008). Selain itu ROS

akan menyebabkan fragmentasi DNA sehingga DNA sel akan mengalami

kerusakan yang akan merusak sel β pankreas Kerusakan pada sel β

pankreas akan menurunkan produksi insulin yang menyebabkan

hiperglikemia (Rohilla dan Shahjad, 2012).

13

2.6 Daun Pepaya

2.6.1 Tanaman Daun Pepaya

Pepaya (carica papaya L) atau disebut paw paw merupakan dari

keluarga Caricaceae yang banyak ditemukan di daerah tropis dan

subtropis. Tanaman pepaya dengan jenis lokal telah banyak digunakan

sebagai tanaman untuk pengobatan tradisional, salah satunya

menggunakan bagian daun pepaya ( Yogiraj V, 2014 ). Daun pepaya

daunnya tunggal, bentuknya bulat, ujungnya runcing, pangkalnya bertoreh

dan tepinya bergerigi dengan diameter 25-27 cm, pertulangan menjari

dengan panjang tangkai 25-100 cm berwarna hijau ( Yogiraj V, 2014 ).

Taksonomi tanaman pepaya adalah sebagai berikut Kingdom

Plantae, Sub Kingdom Tracheobionta, Class Magnoliopsida, Sub Class

Dilleniidae, Division Spermatophyta, Filum Steptophyta, Ordo

Brassicales, Family Caricaceae, Genus Carica, Spesies Carica papaya Linn

( Yogiraj V, 2014 ).

(Yogiraj V, 2014)

Gambar 2.2

Daun Pepaya (Carica papaya L)

14

2.6.2 Kandungan Daun Pepaya

Daun pada tanaman pepaya memiliki aktivitas antioksidan yang

tinggi dan kandungan-kandungan pada daun pepaya dapat digunakan

sebagai antikanker, antidiabetik, anti-inflamasi, antivirus, dan

meningkatkan jumlah platelet. Kandungan yang dimiliki daun pepaya

yaitu Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Glikosida, Fenolik, Protein, Asam

amino, vitamin C, vitamin E dan lain-lain (Imaga et al, 2010).

Selain kaya akan antioksidan, Daun tanaman pepaya juga banyak

mengandung nutrisi yang berfungsi untuk menjaga kebugaran dan

kesehatan tubuh, misalnya karbohidrat, mineral, vitamin, lipid dan protein.

Menurut Ayoola & Adeyeye (2010), Daun Buah Pepaya mengandung

8,3% karbohidrat, 38,6% vitamin C, 5,6% protein dan mineral (0,035%

Magnesium, 0,0064% Besi, dan 0,225% Fosfor) per 100 gram.

Menurut Varisha et al (2013), terdapat perbedaan jenis dan nilai

fitokimia pada daun tanaman pepaya yang diekstrak dengan beberapa

pelarut berbeda. Berikut adalah perbedaannya :

15

Berdasarkan penelitian (Varisha et al, 2013) menunjukkan bahwa

penggunaan pelarut ethanol mempunyai kandungan flavonoid yang paling

tinggi dibandingkan dengan pelarut ether, methanol, ethyl acetate, dan

aquades.

TEST Ether Ethyl

Acetate

Ethanol Methanol Aquades

Alkaloid - + ++ - ++

Karbohidrat - + - - +

Saponin - + + + +

Glikosida + + + + -

Protein - + + + -

Steroid + + + + -

Fenolik + + ++ +++ +

Flavonoid - + +++ ++ -

Terpenoid ++ + ++ + -

Tannin + - - + +

Tabel 1. Perbedaan kandungan fitokimia pada Daun Buah

Pepaya (Carica papaya L) berdasarkan masing-masing pelarut

yang berbeda (Varisha et al, 2013)

16

Perbedaan fitokimia daun buah pepaya juga dipengaruhi oleh warna

daun. Menurut Ayoola & Adeyeye (2010) berikut adalah perbedaannya :

Mineral

(mg/kg)

Daun berwarna

Hijau

Daun berwarna

Kekuningan

Daun berwarna

Kecoklatan

Vitamin C 16,29 9,62 11,26

Thiamin 0,94 0,41 0,52

Riboflavin 0,13 0,04 0,06

Ca 8612,5 3762,5 4362,5

Mg 67,75 28,55 35,35

Na 1782 567 342

K 2889 819 468

Fe 90,5 147,5 79,5

Mn 9,5 5 4,5

Menurut (Ayoola & Adeyeye,2010), daun buah pepaya yang

berwarna hijau memiliki kandungan yang paling banyak dibandingkan

dengan daun buah pepaya yang berwarna kekuningan dan kecoklatan.

2.6.3 Pengaruh Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Kadar Glukosa Darah

Kandungan flavonoid pada daun buah pepaya dapat menyebabkan

efek hipoglikemik pada penderita DM. Flavonoid merupakan zat warna

merah, ungu, biru atau kuning dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid dapat

berperan sebagai antioksidan. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan

mampu menurunkan stress oksidatif dan mengurangi ROS. Hal ini dapat

Tabel. 2 Perbedaan komposisi mineral dan vitamin pada

beberapa jenis warna Daun Buah Pepaya (Carica papaya L)

(Ayoola & Adeyeye,2010).

17

menimbulkan efek protektif terhadap sel beta pankreas dan meningkatkan

sensitivitas insulin (Bayu R, 2015).

Flavonoid memiliki mekanisme dalam penghambatan fosfodiesterase

sehingga kadar cAMP dalam sel beta pankreas meninggi. Hal ini akan

merangsang sekresi insulin melalui jalur Ca. Peningkatan kadar cAMP ini

akan menyebabkan penutupan kanal K+ATP dalam membran plasma sel

beta. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya depolarisasi membran dan

membukanya saluran Ca tergantung-voltasi sehingga mempercepat

masuknya ion Ca ke dalam sel. Peningkatan ion Ca dalam sitoplasma sel

beta ini akan menyebabkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Bayu

R,2015).

Flavonoid juga merupakan penghambat terhadap GLUT 2 pada

mukosa usus, suatu lintasan absorbsi glukosa dan fruktosa pada membran

usus. Mekanisme penghambatan ini bersifat nonkompetitif. Hal ini

menyebabkan pengurangan penyerapan glukosa dan fruktosa dari usus

sehingga kadar glukosa darah turun (Bayu R,2015).

18