bab 2 tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jalan Raya
Jalan raya merupakan jalan utama yang menghubungkan suatu kawasan
dengan kawasan lainnya yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas baik yang
berada di permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.
Biasanya memiliki ciri-ciri:
- Dipergunakan untuk kendaraan bermotor.
- Dipergunakan oleh masyarakat umum.
- Dibiayai oleh negara.
- Penggunaannya diatur oleh undang - undang.
Pada dasarnya pembangunan jalan raya merupakan proses pembukaan
ruang lalu lintas dengan mengatasi berbagai masalah geografis. Proses ini berkaitan
dengan penggalian dan pengurugan, seperti menimbun lembah dan atau menggali
bukit untuk keperluan pembangunan jalan raya.
Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus
ditetapkan sedemikian rupa agar jalan raya tersebut dapat memberikan pelayanan
yang optimal bagi penggunanya sesuai dengan fungsi dasarnya.
7
2.2. Perkerasan Lentur
Aspal merupakan salah satu jenis material yang sering dipergunakan dalam
perkerasan jalan raya karena memiliki ikatan yang kuat dengan agregat dan keras
dalam suhu kamar, selain itu juga memiliki tekstur yang lunak/cair pada suhu tinggi
sehingga mudah membalut agregat dan mengisi rongga-rongga diantara agregat.
Aspal merupakan senyawa hidrokarbon dengan sedikit kandungan sulfur,
oksigen dan klor, berbentuk cairan kental yang bersifat melekat (adhesive),
berwarna hitam kecoklatan serta memiliki ketahanan terhadap air.
Perkerasan lentur lebih sering dipergunakan untuk konstruksi jalan
dibandingkan dengan perkerasan kaku. Perkerasan ini memiliki 3 lapisan dimana
lapisan permukaannya terdiri dari agregat dan aspal, lapisan pondasi atas terdiri
dari batu pecah dan lapisan pondasi bawah terdiri dari sirtu. Pada lapisan pondasi
atas dan bawah dapat diisi dengan material lain seperti semen Portland, kapur dan
aspal. Semua lapisan ini harus dibangun diatas tanah yang telah dipadatkan.
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
8
Adapun fungsi dari tiap-tiap lapisan itu adalah:
- Lapisan permukaan:
o Bagian perkerasan untuk menahan beban roda
o Lapis kedap air sebagai pelindung badan jalan
o Lapisan aus
o Menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya yang memiliki daya
dukung lebih rendah
- Lapisan pondasi atas:
o Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkannya ke lapisan dibawahnya
o Lapisan peresapan lapis pondasi bawah
o Sebagai bantalan terhadap lapis permukaan
- Lapis pondasi bawah:
o Bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda ke tanah dasar
o Untuk mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif lebih
murah guna penghematan biaya konstruksi
o Lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul pada pondasi
o Mencegah partikel halus dari tanah dasar masuk ke dalam lapis
pondasi atas
o Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan dengan
lancar.
9
Perkerasan lentur ini memiliki beberapa kelebihan seperti:
- Waktu konstruksinya yang relatif singkat.
- Tidak memiliki lapisan granular yang dapat ditembus oleh air sehingga
kwalitas dapat terjaga.
- Dapat mengalirkan air yang tergenang.
- Memiliki gaya gesek yang tidak terlalu besar.
- Lentur (fleksibel).
- Baik untuk kondisi lalu lintas yang lancar.
- Biaya konstruksinya relatif murah dibanding perkerasan kaku.
Kekurangan yang dimiliki oleh perkerasan lentur ini yaitu:
- Tidak tahan terhadap beban diam.
- Pemeliharaan yang dilakukan secara rutin dan berkala menyebabkan biaya
investasinya relatif lebih mahal.
- Lemah terhadap air.
2.2.1. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Untuk Jalan Baru dengan Metode
Bina Marga
Data lalu lintas harian rata-rata dapat diperoleh dengan cara:
k
tertinggikendaraan Jumlah LHR ………..………………(2.1)
Dimana: k = 0,09
10
2.2.1.1. Lintas Harian Rata-Rata Awal
Rumus:
kendaraan Volume i)(1LHR n
rencanaumur awal ………..……..(2.2)
Dimana: i = Angka pertumbuhan lalu lintas pada masa pelaksanaan
n = Masa pelaksanaan
2.2.1.2. Lintas Harian Rata-Rata Akhir
Rumus:
kendaraan Volume i)(1LHR n
rencanaumur akhir ………..…(2.3)
Dimana: i = Angka pertumbuhan lalu lintas pada masa operasional
n = Masa operasional jalan
2.2.1.3. Koefisien Distribusi Untuk Masing-Masing Kendaraan
Berdasarkan Daftar II SNI-1732-1989-F tentang “TATA CARA
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA
DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN”, nilai koefisien masing-
masing kendaraan dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 2.1. Koefisien Distribusi Kendaraan
Jumlah
Jalur
Kendaraan
Ringan
Kendaraan
Berat
1 arah 2 arah 3 arah 4 arah
1 Jalur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 Jalur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 Jalur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 Jalur - 0,30 - 0,45
5 Jalur - 0,25 - 0,425
6 Jalur - 0,20 - 0,40
11
2.2.1.4. Angka Ekivalen Masing-Masing Kendaraan
Berdasarkan Daftar III SNI-1732-1989-F tentang “TATA CARA
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA
DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN”, nilai ekivalen masing-
masing kendaraan dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 2.2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb
Sumbu
Tunggal
Sumbu
Ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2933 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9328 0,0794
8160 18000 10,000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 39864 8,6447 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 12,712
2.2.1.5. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Rumus:
) E c LHR (LEP rencanaumur awal ……………..…………(2.4)
Dimana: c = Koefisien distribusi masing-masing kendaraan
E = Angka ekivalen untuk masing-masing kendaraan
12
2.2.1.6. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
Rumus:
) E c LHR (LEA rencanaumur akhir ...……………...(2.5)
Dimana: c = Koefisien distribusi masing-masing kendaraan
E = Angka ekivalen untuk masing-masing kendaraan
2.2.1.7. Lintas Ekivalen Tengah (LET)
Rumus: 2
LEALEPLET
....................................……….(2.6)
2.2.1.8. Faktor Penyesuaian
Rumus: 10
URFP ………………………..……………...(2.7)
Dimana: UR = Umur Rencana/masa operasional jalan
2.2.1.9. Lintas Ekivalen Rencana (LER)
Rumus: FP LET LER ……………………………….(2.8)
2.2.1.10. Analisa Daya Dukung Tanah
1. Nilai Daya Dukung Tanah Dasar
Untuk menentukan nilai daya dukung tanah dasar, digunakan
nomogram kolerasi antara nilai CBR dan nilai daya dukung tanah dasar
pada SNI-1732-1989-F tentang “TATA CARA PERENCANAAN
13
TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA DENGAN
METODE ANALISA KOMPONEN”.
14
Gambar 2.2. Korelasi Nilai Daya Dukung Tanah Dengan Nilai CBR
(Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, SNI 1732-1989-F)
15
2.2.1.11. Analisa Tebal Perkerasan Lentur
1. Faktor Regional
Rumus:
100%KendaraanJumlah
BeratKendaraan Jumlah BeratKendaraan Persentase ………
………………………………………………………………….…(2.9)
Setelah itu dapat dilanjutkan dengan melihat tabel dibawah ini:
Tabel 2.3. Faktor Regional (FR)
Kelandaian I (<
6%)
Kelandaian II (6
- 10%)
Kelandaian III >
10%)
% kendaraan
berat
% kendaraan
berat
% kendaraan
berat
≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%
Iklim I <
900mm/th 0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5
Iklim I >
900mm/th 1,5 2,0 - 2,5 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5
Catatan: Pada bagian tertetu jalan, seperti persimpangan,
pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR
ditambah 0,5, Pada daerah raw, FR ditambah 1,0
2. Indeks Permukaan
Dalam menentukan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta
kekokohan) pada awal umur rencana. Besarnya nilai indeks permukaan
pada awal umur rencana dapat dilihat dari tabel dibawah:
16
Tabel 2.4. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)
Jenis Lapis
Permukaan IPo Roughness (mm/km)
Laston ≥ 4 ≤ 1000
3,9 - 3,5 > 1000
Lasbutag 3,9 - 3,5 ≤ 2000
3,4 - 3,0 > 2000
HRA 3,9 - 3,5 ≤ 2000
3,4 - 3,0 > 2000
Burda 3,9 - 3,5 < 2000
Burtu 3,4 - 3,0 < 2001
Lapen 3,4 - 3,0 ≤ 3000
2,9 - 2,5 > 3000
Latasbum 2,9 - 2,5
Buras 2,9 - 2,5
Latasir 2,9 - 2,5
Jalan Tanah ≤ 2,4
Jalan Kerikil ≤ 2,4
3. Indeks permukaan akhir
Untuk menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas
ekivalen rencana (LER). Adapun kisaran nilai indeks tersebut dapat
dilihat dari tabel ini:
Tabel 2.5. Indeks Permukaan Akhir (IP)
Lintas Ekivalen
Rencana
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1 - 1,50 1,50 1,50 - 2 -
10 - 100 1,50 1,50 - 2 2 -
100 - 1000 1,50 - 2 2 2 - 2,50 -
>1000 - 2 - 2,5 2,50 2,50
17
4. Indeks tebal perkerasan
Adalah suatu angka yang berhubungan dengan penentuan tebal
perkerasan. Penentuan nilai indeks tebal perkerasan dapat dilakukan
dengan menggunakan nomogram yang ada di bawah ini:
Gambar 2.3. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 2,5 dan IPo ≥ 4
18
Gambar 2.4. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 2,5 dan IPo =
3,9 – 3,5
Gambar 2.5. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 2 dan IPo ≥ 4
19
Gambar 2.6. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 2 dan IPo =
3,9 – 3,5
Gambar 2.7. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 1,5 dan IPo =
3,9 – 3,5
20
Gambar 2.8. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 1,5 dan IPo =
3,4 – 3,0
Gambar 2.9. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 1,5 dan IPo =
2,9 – 2,5
21
Gambar 2.10. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 1 dan IPo =
2,9 – 2,5
Gambar 2.11. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 1 dan IPo ≤
2,4
22
5. Koefisien kekuatan relatif
Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya
sebagai lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah
ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan
dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang diperkuat dengan semen
atau kapur) atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Jika alat
Marshall Test tidak tersedia, bahan beraspal bias diukur dengan cara
lain seperti Hveem Test, Hubbard Field, dan Smith Triaxial. Berikut
adalah beberapa material yang umum digunakan sebagai bahan lapis
perkerasan:
23
Tabel 2.6. Koefisien Kekuatan Relatif
Koefisien
Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan Jenis Bahan
a1 a2 a3
MS
(kg)
KT
(Kg/cm2)
CBR
(%)
0,40 - - 744 - - Laston
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - - Lasbutag
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - Stabilisasi tanah dengan semen
- 0,13 - - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stabilisasi tanah dengan kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung berpasir
24
6. Susunan lapisan perkerasan
Dalam menentukan tebal lapisan perkerasan, dipergunakan persamaan
ini:
Rumus:
332211 DaDaDaITP ………...………..…….……..(2.10)
Dimana: ITP = Indeks tebal perkerasan
a1 = koefisien kekuatan relatif lapis permukaan
a2 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi atas
a3 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bawah
D1 = tebal lapis permukaan
D2 = tebal lapis pondasi atas
D3 = tebal lapis pondasi bawah
Berikut adalah batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan:
1. Lapis Permukaan
Tabel 2.7. Batas Tebal Minimum Lapis Permukaan
ITP
Tebal
Minimum
(cm)
Bahan
< 3,00 5 Lapis pelindung : (Buras / Burtu / Burda)
3,00 - 6,70 5 Lapen / Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
Laston
6,71 - 7,49 7,5 Lapen / Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
Laston
7,50 - 9,99 7,75 Lasbutag, Laston
≥ 10,00 10 Laston
25
2. Lapis Pondasi
Tabel 2.8. Batas Tebal Minimum Lapis Pondasi
ITP
Tebal
Minimum
(cm)
Bahan
< 3,00 15 Batu pecan, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur
3,00 - 7,49 20*
Batu pecan, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur
10 Laston Atas
7,50 - 9,99 20
Batu pecan, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam
15 Laston Atas
10 - 12,14 20
Batu pecan, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam, Lapen, Laston Atas
≥ 12,25 25
Batu pecan, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam, Lapen, Laston Atas
*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila
untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.
3. Lapis Pondasi Bawah
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal
minimum adalah 10 cm.
2.2.2. Perawatan Perkerasan Lentur
Jenis perawatan yang ada dalam perkerasan lentur ini ada dua, yaitu:
- Perawatan rutin.
- Perawatan berkala.
26
2.2.2.1. Perawatan Rutin
Perawatan rutin bertujuan untuk menjaga agar umur layan perkerasan
lentur dapat sesuai dengan umur layan rencana awalnya. Analisa
perawatan rutin ini diasumsikan sebesar 20 % dari total volume lapis
permukaan perkerasan lentur. Perawatan ini dilakukan setiap tahun.
2.2.2.2. Perawatan Berkala
Perawatan berkala bertujuan untuk menjaga agar umur layan perkerasan
lentur dapat sesuai dengan umur layan rencana awalnya. Proses perawatan
berkala ini dilakukan dengan cara melapis ulang permukaan perkerasan
lentur setebal ± 5 cm. Perawatan ini dilakukan setiap 5 tahun sekali.
2.3. Perkerasan Kaku
Beton merupakan salah satu bahan konstruksi umum yang sering
dipergunakan untuk membangun gedung, jalan, dan lain-lain. Beton ini bersifat
homogen yang diperoleh dengan cara mencampur agregat halus, agregat kasar, air
dengan semen Portland yang terkadang diberi campuran bahan tambahan (additive)
yang bersifat kimiawi maupun fisikal.
Beton yang sudah mengeras dapat dikatakan juga sebagai batuan tiruan,
dengan rongga antara agregat kasar yang diisi oleh agregat halus, serta semen dan
air sebagai pengisi pori-porinya. Pasta semen berfungsi sebagai pengikat dalam
proses pengerasan agar butiran dapat terikat dengan kuat sehingga menjadi satu
kesatuan yang padat dan tahan lama.
27
Perkerasan kaku terdiri dari pelat beton dengan atau tanpa lapisan pondasi
bawah (diatas tanah dasar). Dalam perkerjaan konstruksi perkerasan kaku, plat
beton sering dianggap sebagai lapisan pondasi jika diatasnya ada lapisan aspal.
Pelat beton yang kaku memiliki modulus elastisitas yang tinggi, dimana
pendistribusian beban lalu lintas ke tanah dasar yang melingkupi area yang luas.
Sehingga kapasitas struktur perkerasan akan diperoleh dari pelat beton itu sendiri.
Berbeda dengan perkerasan lentur yang kekuatan perkerasannya diperoleh dari
lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah.
Secara umum ada empat jenis perkerasan kaku, yaitu:
- Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan
- Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan
- Perkerasan kaku menerus dengan tulangan
- Perkerasan kaku prategang
Gambar 2.12. Tipikal Struktur Perkerasan Kaku
Pada perkerasan kaku, daya dukung utama diperoleh dari pelat beton. Sifat, daya
dukung dan keseragaman tanah sangat mempengaruhi umur dan kekuatan
perkerasan kaku ini. Lapis pondasi bawah pada perkerasan kaku ini memiliki
fungsi:
28
- Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah
- Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi pelat
- Memberi dukungan yang mantap dan seragam pada pelat
- Sebagai perkerasan lantai kerja selama masa konstruksi
Pelat beton semen ini memiliki kekakuan untuk menyebarkan beban pada bidang
yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan dibawahnya. Bila
diperlukan untuk memberi kenyamanan yang tinggi, lapisan permukaan perkerasan
kaku ini dapat diberi campuran beraspal setebal 5 cm.
Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh perkerasan kaku yaitu:
- Memiliki kemampuan menahan gaya tekan yang baik, sehingga cocok
untuk kondisi lalu lintas yang lambat.
- Dalam keadaan segar beton dapat dengan mudah dicetak.
- Beton segar dapat disemprotkan pada retakan beton dalam proses
perbaikannya.
Kekurangan yang dimiliki oleh perkerasan kaku yaitu:
- Biaya konstruksinya relatif lebih mahal dibanding perkerasan lentur.
- Proses pengerjaannya membutuhkan ketelitian yang lebih.
- Waktu konstruksinya yang lebih lama.
29
2.3.1. Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Untuk Jalan Baru dengan Metode
Bina Marga
2.3.1.1. Analisa Lalu Lintas Kendaraan
Tabel 2.9. Perhitungan Jumlah Sumbu Berdasar Jenis dan Bebannya
Jenis
kendaraan
Konfigurasi
beban
sumbu
(ton)
Jumlah
kendaraan
(bh)
Jumlah
sumbu
kendaraan
(bh)
Jumlah
sumbu
(bh)
STRT STRG
RD RB BS
(ton)
JS
(bh)
BS
(ton)
JS
(bh)
MP 1 1 - - - - -
Bus 3 5 2 3 5
Truk 2as 4 6 2 4 6
Bus Trans
Jakarta 7 13 2 7 13
Total
Keterangan:
RD = roda depan
RB = roda belakang
RGD = roda gandeng depan
RGB = roda gandeng belakang
JSKN = jumlah sumbu tiap kendaraan
JSKNH = jumlah sumbu kendaraan harian
STRT = sumbu tunggal roda tunggal
STRG = sumbu tunggal roda ganda
BS = beban sumbu
JS = jumlah sumbu
Setelah itu hitung pertumbuhan lalu lintas kendaraan dengan
menggunakan rumus:
30
i
1i)(1R
UR .…………………..……….………………... (2.11)
2.3.1.2. Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi
Dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 2.10. Jumlah Lajur Berdasar Lebar Perkerasan dan Koefisien
Distribusi (C)
Lebar perkerasan (Lp) Jumlah Lajur
(n)
Koefisien
distribusi
1 arah 2 arah
Lp < 5,50 m 1 1 1
5,50 m ≤ Lp < 8,25 m 2 0,70 0,50
8,25 m ≤ Lp < 11,25 m 3 0,50 0,475
11,25 m ≤ Lp < 15 m 4 - 0,45
15 m ≤ Lp < 18,75 m 5 - 0,425
18,75 m ≤ Lp < 22 m 6 - 0,40
Jumlah sumbu kendaraan yang bekerja adalah:
c x R x JSKHN x 365 JSKN ……...…………………………..….. (2.12)
2.3.1.3. Faktor Keamanan Beban
Tabel 2.11. Faktor Keamanan Beban
No Penggunaan
Nilai
FKB
1 Jalan bebas hambatan utama, berjalur banyak, dengan aliran lalu
lintas tidak terhambat dengan volume kendaraan niaga tinggi 1,2
2 Jalan bebas hambatan dan jalan arteri dengan volume kendaraan
menengah 1,1
3 Jalan dengan volume kendaraan rendah 1
31
2.3.1.4. Repetisi Sumbu Rencana
Dengan diperolehnya jumlah sumbu untuk setiap jenis dan beban sumbu
kendaraan serta jumlah sumbu kendaraan, maka besarnya repetiri rencana
untuk setiap jenis dan beban sumbu kendaraan dapat diketahui, dengan
tabel dibawah ini:
Tabel 2.12. Perhitungan Repetisi Sumbu Rencana
Jenis
sumbu
BS
(ton)
JS
bh)
Proporsi
beban
Proporsi
sumbu JSKN
Repetisi yang
terjadi
1 2 3 4 5 6 7 = (4) × (5) × (6)
STRT
7
4
3
jumlah
STRG
13
6
5
jumlah
Komulatif
2.3.1.5. Analisa Tebal Lapisan Pondasi
Menurut “PERATURAN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
BETON SEMEN”, tebal lapisan pondasi perkerasan kaku dapat dilihat
dari grafik dibawah ini:
Gambar 2.13. Tebal Pondasi Minimum Untuk Perkerasan Kaku
32
2.3.1.6. Analisa CBR Tanah Dasar Efektif
Berdasar “PERATURAN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
BETON SEMEN”, besarnya nilai CBR tanah efektif dapat dilihat dari
grafik ini:
Gambar 2.14. CBR Tanah Dasar Efektif
2.3.1.7. Analisa Tebal Minimum Pelat Beton
Nilai tebal minimum pelat beton yang akan digunakan dapat dilihat dari
grafik dibawah ini:
33
Gambar 2.15. Grafik Perencanaa fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas Dalam Kota,
Tanpa Ruji, FKB = 1,1
34
Gambar 2.16. Grafik Perencanaa fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas Dalam Kota,
Tanpa Ruji, FKB = 1,2
35
Gambar 2.17. Grafik Perencanaa fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas Dalam Kota,
Dengan Ruji, FKB = 1,1
36
Gambar 2.18. Grafik Perencanaa fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas Dalam Kota,
Dengan Ruji, FKB = 1,2
37
Dengan menggunakan rumus empiris sebagaimana diberikan pada
“PERATURAN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN BETON
SEMEN” maka kuat tarik lentur beton dapat dihitung dengan rumus:
ccf f' K f ……….……………………..……………….(2.13)
Tebal pelat beton dapat ditentukan dengan menggunakan analisa fatik dan
erosi, dimana tingkat kerusakan yang terjadi dari hasil analisa fatik dan
erosi lebih kecil dari 100%. Adapun cara menentukan tebal pelat beton
pada perkerasan kaku dilakukan secara iterasi dengan menggunakan Tabel
2.14, Gambar 2.19, dan Gambar 2.20 di bawah ini.
38
Tabel 2.13. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan
Tanpa Bahu Beton
39
Tabel 2.13. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan
Tanpa Bahu Beton (lanjutan)
40
Tabel 2.13. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan
Tanpa Bahu Beton (lanjutan)
41
Gambar 2.19 Analisa Fatik dan Beban Ijin Berdasarkan Rasio Tegangan
dengan atau Tanpa Bahu Beton
42
Gambar 2.20 Analisa Erosi dan Jumlah Repetisi Beban Ijin Berdasarkan
Faktor Erosi Tanpa Bahu Beton
43
2.3.1.8. Analisa Fatik dan Erosi
Tabel 2.14. Analisa Fatik dan Erosi
Jenis sumbu
Beban sumbu
(kN)
Beban rencana
per roda (kN)
Repetisi yang
terjadi
Faktor tegangan dan erosi
Analisa fatik Analisa erosi
Repetisi ijin
Persen rusak
(%)
Repetisi ijin
Persen rusak
(%)
STRT
70 TE =
40 FRT =
30 FE =
STRG
130 TE =
60 FRT =
50 FE =
Total
Dimana: TE = tegangan ekivalen
FRT = faktor rasio tegangan
FE = faktor erosi
2.3.1.9. Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa Tulangan
Pada perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan, ada
kemungkinan penulangan perlu dipasang guna mengendalikan retak.
Bagian – bagian pelat yang diperkirakan akan mengalami retak akibat
konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari dengan pengaturan pola
sambungan, maka pelat harus diberi tulangan:
a. Pada pelat bentuk tidak lazim (Odd Shaped Slabs).
Pelat disebut tidak lazim bila pola sambungan pada pelat tidak benar –
benar berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang.
b. Pelat dengan sambungan tidak sejalur (Mismatched Joints).
c. Pelat berlubang (Pits or Structures)
44
2.3.1.10. Sambungan Susut Melintang
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat
untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal
pelat untuk lapis pondasi stabilisasi semen.
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung
tanpa tulangan sekitar 4 – 5 m, sedang untuk perkerasan beton
bersambung dengan tulangan 8 – 15 m dan untuk sambungan perkerasan
beton menerus dengan tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan.
Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak
antar ruji 30 cm lurus dan bebas tonjolan tajam yang akan mempengaruhi
gerak bebas pada saat beton menyusut.
Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton seperti tabel di bawah ini:
Tabel 2.15. Diameter Ruji
No. Tebal pelat beton, h (mm) Diameter ruji
(mm)
1 125 < h ≤ 140 20
2 140 < h ≤ 160 24
3 160 < h ≤ 190 28
4 190 < h ≤ 220 33
5 220 < h ≤ 250 36
2.3.2. Perawatan Perkerasan Kaku
Jenis perawatan yang ada dalam perkerasan kaku ini yaitu:
2.3.2.1. Perawatan Berkala
Perawatan berkala yang dilakukan pada jalur busway yaitu berupa
penambalan lobang dengan menggunakan bahan Laston lapis aus (AC –
45
WC) yang diasumsikan sebesar 10 % dari volume pelat beton perkerasn
kaku tersebut. Perawatan ini dilakukan setiap 5 tahun sekali.
2.4. Bus Trans Jakarta
Bermula dari gagasan perbaikan sistem angkutan umum DKI Jakarta yang
mengarah pada kebijakan prioritas angkutan umum, maka perlu dibangun suatu
sistem angkutan umum yang dapat mengakomodasi pengguna dari segala golongan.
Pemerintah DKI Jakarta menyusun Pola Transportasi Makro (PTM) sebagai
perencanaan umum mengembangkan sistem transportasi di wilayah DKI Jakarta
yang ditetapkan pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 Tahun
2007, yang mengacu pada PTM tersebut untuk tahap awal realisasinya dibangun
suatu jaringan sistem angkutan umum massal yang mempergunakan jalur khusus
(Bus Rapid Transit/BRT).
BLUD Transjakarta Busway adalah lembaga pemerintah DKI Jakarta yang
mengelola layanan angkutan umum massal dalam moda bus. Hal ini dimaksudkan
agar pemerintah dapat meningkatkan pelayanan dan penyediaan jasa transportasi
yang aman, tertib, lancar, nyaman, ekonomis dan terjangkau oleh masyarakat.
Pada pelaksanaaannya, pelayanan angkutan ini memiliki satu lajur sendiri
yang diambil dari jalur umum dan hanya boleh dipergunakan oleh kendaraan selain
bus Transjakarta, dengan tujuan agar tidak terjadi kemacetan yang dapat
mengganggu jalannya moda transportasi ini.
Saat ini jumlah armada bus mencapat 426 unit yang dioperasikan berdasar
rencana operasi yang terjadwal di sepuluh koridor. Bus yang diberangkatkan pada
titik awal diatur sesuai dengan waktu yang telah ditentukan baik pada jam sibuk
46
maupun pada jam tidak sibuk. Untuk meningkatkan pelayanan dan mengurangi
kepadatan penumpang di halte transit, BLU Transjakarta Busway menambah rute -
rute langsung berdasar sistem jaringan yang dapat diakses penumpang sesuai
dengan tujuan perjalanannya.
2.5. Biaya Investasi
2.5.1. Pengertian Biaya
Besarnya laba atau rugi perusahaan pada periode tertentu merupakan
perbedaan antara penghasilan yang direalisasikan yang timbul dari transaksi
dengan biaya – biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut.
Definisi biaya menurut Standar Akutansi Keuangan (1999:12) adalah
penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akutansi dalam bentuk arus
keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan
penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.
The Commite on Cost Concepts and Standards of The American
Accounting Association memberikan definisi Cost sebagai berikut: “Cost is
foregoing measured in monetary terms incurred or potenntially to be incurred to
achive a specific objective”, yang berarti biaya merupakan pengeluaran –
pengeluaran yang diukur secara terus menerus dalam uang atau yang potensial
harus dikeluarkan untuk mencapai suatu tujuan.
Jadi menurut beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya
merupakan kas atau nilai ekuovalen kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan guna untuk memberikan suatu
manfaat yaitu peningkatan laba.
47
2.5.2. Pengertian Investasi
Bagi masyarakat modern, kata investasi tentu tidak asing lagi. Bisa jadi
setiap hari kita mendengar kata itu. Sebab, semakin tinggi pendidikan seseorang
semakin tidak bersedia membiarkan asetnya menjadi tidak berkembang dan untuk
mengembangkan aset tersebutlah maka diperlukan investasi. Bagi sebagian
masyarakat lainnya, barangkali telah melakukan investasi tetapi tidak
menyadarinya, seperti para petani dan peternak di pedesaan.
Reilly dan Brown, yang mengatakan bahwa investasi adalah komitmen
mengikatkan aset saat ini untuk beberapa periode waktu ke masa depan guna
mendapatkan penghasilan yang mampu mengkompensasi pengorbanan investor
berupa keterikatan aset pada waktu tertentu, tingkat inflasi dan ketidaktentuan
penghasilan pada masa mendatang.
Dari definisi yang disampaikan pakar investasi tersebut kita bisa menarik
pengertian investasi, bahwa untuk bisa melakukan suatu investasi harus ada unsur
ketersediaan dana (aset) pada saat sekarang, kemudian komitmen mengikatkan
dana tersebut pada obyek investasi (bisa tunggal atau portofolio) untuk beberapa
periode (untuk jangka panjang lebih dari satu tahun) di masa mendatang.
Selanjutnya, setelah periode yang diinginkan tersebut tercapai (jatuh tempo)
barulah investor bisa mendapatkan kembali asetnya, tentu saja dalam jumlah yang
lebih besar, guna mengkompensasi pengorbanan investor seperti yang
diungkapkan Reilly dan Brown. Namun, tidak ada jaminan pada akhir periode
yang ditentukan investor pasti mendapati asetnya lebih besar dari saat memulai
48
investasi. lni terjadi karena selama periode waktu menunggu itu terdapat kejadian
yang menyimpang dari yang diharapkan. lnilah, yang disebut risiko.
Dalam pembangunan jalan yang mempergunakan perkerasan lentur, biaya
yang dibutuhkan untuk konstruksinya lebih murah dibanding dengan
mempergunakan beton. Tetapi karena sifat lentur yang tidak terlalu tahan
terhadap lingkungan menyebabkan proses perawatan harus sering dilakukan. Hal
ini menyebabkan biaya investasi yang dibutuhkan kelihatannya menjadi lebih
mahal.
Lain hal nya dalam perkerasan jalan yang mempergunakan beton. Biaya
konstruksinya termasuk mahal, tetapi karena sifatnya yang tahan terhadap
lingkungan sehingga perawatannya dapat dilakukan jika diperlukan saja. Hal ini
menyebabkan biaya investasi yang dibutuhkan kelihatannya menjadi lebih murah
jika dibandingkan dengan perkerasan lentur.
2.5.3. Perhitungan Biaya Investasi
Perhitungan biaya investasi terbagi atas biaya konstruksi dan biaya
perawatannya. Biaya konstruksi yang dimaksud adalah jumlah biaya yang
dibutuhkan selama masa pembangunan suatu proyek. Sedangkan pengertian dari
biaya perawatan yaitu biaya yang dibutuhkan untuk menunjang umur rencana dari
suatu proyek dengan tujuan mencapai umur yang diinginkan. Dimana dalam
perhitungan biaya ini dipergunakan Buku Acuan Harga Satuan Bahan dan Upah
Pekerjaan Bidang / Jasa Pemborongan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Periode Januari 2010 sebagai acuannya.
49
2.5.4. Present Value
Cost Benefit Analysis (CBA) atau yang sering disebut Benefit Cost
Analysis (BCA) adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam pengambilan
keputusan ekonomi yang biasanya digunakan oleh pemerintah atau pebisnis. Ini
merupakan suatu analisa biaya yang bertujuan untuk mengetahui apakah
keuntungan lebih besar dari biaya dan berapa besarnya.
Keuntungan dan biaya dinyatakan dalam nilai uang yang disesuaikan
terhadap waktu. Dimana semua keuntungan dan biaya proyek tiap waktu tertentu
(biasanya waktunya berbeda) dinyatakan dalam nilai sekarang (present value),
dengan mengubah nilai yang akan datang menjadi nilai sekarang menggunakan
tingkat diskon tertentu. Tingkat diskon ini dimaksudkan untuk mengantisipasi
perubahan nilai uang yang mungkin terjadi yang disebabkan oleh banyak faktor,
seperti terjadinya inflasi, keadaan politik dan lain – lain.
Ada beberapa metoda dalam menganalisa biaya proyek seperti:
- NPV (Net Present value), merupakan metode standar yang menggunakan
nilai uang terhadap waktu untuk menilai suatu proyek dalam jangka panjang.
Biasanya digunakan untuk menganggarkan modal awal, keuangan dan
akutansi.
- PV (Present Value), adalah nilai uang di waktu tertentu (waktu yang akan
datang) yang dikonversikan menjadi nilai uang di waktu sekarang. Metoda ini
banyak digunakan dalam bisnis guna mengetahui besaran dana yang harus
disiapkan dalam untuk melaksanakan suatu proyek.
50
- Cash Back Period, merupakan suatu metoda yang digunakan dalam bisnis
untuk mengetahui jangka waktu yang diperlukan sampai seluruh modal yang
telah dikeluarkan dapat kembali.
Dalam penelitian ini digunakan metoda present value dikarenakan proyek
ini masih dalam tahap perencanaan dimana biaya yang diketahui hanya berupa
biaya awal (modal) dan biaya yang akan datang dalam waktu tertentu (biaya
perawatan). Sehingga dengan menggunakan metoda Present Value ini, nilai uang
yang ada di waktu tertentu dapat dikonversikan menjadi nilai uang di waktu
sekarang.
Nilai sekarang (present value) merupakan nilai yang dimiliki suatu mata
uang dimana jumlahnya akan lebih kecil dari pada nilai uang disaat yang akan
datang. Besarnya selisih atas nilai uang tersebut kurang lebih sama dengan bunga
bank (discount rate) yang berlaku saat ini dan tergantung jumlah tahun dimana
uang tersebut diperhitungkan.
Bila diketahui besarnya penerimaan pada waktu yang akan datang dalam
bentuk arus kas, maka kita dapat memperhitungkan besarnya nilai penerimaan itu
pada saat sekarang. Jika demikian halnya, maka untuk mencari nilai sekarang
(present value) dari jumlah tersebut dapat digunakan rumus sebagai berikut:
ni) (1
FP
………………………………..……………………………..(2.14)
Dimana: P = Nilai uang dimasa sekarang
F = Nilai uang dimasa yang akan datang
i = Nilai suku bunga (discount rate)
n = Waktu