bab 2.docx
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pola Asuh
2.1.1 Pengertian
Pola asuh adalah pola pendidikan yang diberikan orang tua pada anaknya.
Peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Cara orang tua mendidik dan
membesarkan anak dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lai faktor budaya,
agama, kebiasaan dan kepercayaan, serta kepribadian orang tua (yang mengasuh
anak). Selain faktor tersebut, pola asuh yang diterapkan pada anak biasanya sangat
dipengaruhi oleh pola asuh yang dialami orang tua semasa kecil (Markum, 1999).
Pengasuhan anak didefinisikan sebagai perilaku yang dipraktikkan oleh
pengasuh (ibu, bapak, atau orang lain) dalam memberikan makanan dan
pemeliharaan kesehatan (Husaini, 2000). Selain kedua hal tersebut, dalam
bukunya Soetjiningsih (2000) menyebutkan bahwa nutrisi yang adekuat dan
seimbang, perawatan kesehatan dasar, serta hygiene perorangan dan sanitasi
lingkungan merupakan pola asuh yang dibutuhkan oleh balita.
Setiap daerah memiliki pola asuh anak yang berbeda karena adanya
perbedaan budaya, dan bahkan antar keluarga pada daerah atau budaya yang
sama. Namun, kebutuhan anak terhadap makanan, kesehatan, perlindungan, dan
kasih sayang adalah universal (Husaini, 2000). Pola asuh yang dikatakan terbaik
bagi anak adalah yang tinggal dalam satu rumah dengan pengasuh (ibu), diasuh
oleh ibu sendiri, dalam satu keluarga utuh yang terdiri oleh ayah dan ibu, dan ada
8
kesinambungan pendidikan anak, dalam suasana damai, dilandasi kasih sayang
dan penerimaan (Markun, 1999).
2.1.2 Aspek Kunci Pola Asuh
Asuh (kebutuhan fisik-biomedis) merupakan suatu kebutuhan yang sangat
penting bagi seorang anak dalam masa tumbuh kembangnya. Yang termasuk
kebutuhan asuh adalah (Soetjiningsih, 2002):
2.1.2.1 Nutrisi yang Adekuat dan Seimbang
Nutrisi adalah termasuk pembangun tubuh yang mempunyai pengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan, terutama pada tahun pertama
kehidupan dimana anak sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat
terutama pertumbuhan oak.
Nutrisi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi dalam satu hari yang
beragam dan mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur sesuai
dengan kebutuhan tubuhnya. Keadaan ini tercermin dari derajat kesehatan dan
tumbuh kembang balita yang optimal (Direktorat Gizi Masyarakat, 2000).
Keberhasihan perkembangan anak ditentukan oleh keberhasilan
pertumbuhan dan perkembangan otak. Jadi dapat dikatakan bahwa nutrisi
selain mempengaruhi partumbuhan juga mempengaruhi perkembangan anak.
1. Pemberian Makan Balita
Perberian makan balita bertujuan untuk mendapatkan zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh. Zat gizi
berperan memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk
melaksanakan kegiatan sehari-hari, dalam pengaturan makanan yang tepat
dan benar merupakan kunci pemecahan masalah (Suharjo, 2003).
Tujuan pemberian makanan pada anak balita adalah untuk
mendapatkan zat gizi yang diperlukan tubuh dan digunakan oleh tubuh,
pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh, zat gizi berperan dalam
memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan
sehari-hari, mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi pada balita
diperlukan adanya perilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau
pengasuhan dalam keluarga, dan selaku memberikan makanan bergizi
yang seimbang kepada balita
Jenis jumlah dan frekuensi makan pada bayi dan anak balita,
hendaknya diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan
organ pencernaannya (Depkes RI, 2006).
Tabel 2.1 Pengukuran Makanan Balita (Depkes RI, 2006)
Umur(bulan)
Jenis/bentuk makanan
Porsi per hari Frekuensi
0-6 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6 kali6-9 bulan ASI
MP-ASIMakanan Lunak
Disesuaikan dengan kebutuhanUsia 6 bulan: 6 sendok makan (setiap kenaikan usia anak 1 bulan porsi ditambah 1 sdm)
Min 6 kali2 kali
9-12 bulan ASIMakanan lembut
Makanan selingan
Disesuaikan dengan kebutuhan1 piring ukuran sedang1 piring ukurang sedang
Min 6 kali4-5 kali1 kali
1-2 tahun ASIMakanan keluargaMakanan selingan
Disesuaikan dengan kebutuhan½ porsi orang dewasa½ porsi orang dewasa
2 kali2 kali
>24 tahun Makanan keluargaMakanan selingan
Disesuaikan kebutuhanDisesuaikan kebutuhan
3 kali2 kali
Menurut Moehji (2003) dari sudut pemeliharaan gizi dan pengaturan
makanan, bayi dan anak balita usia di bawah 5 tahun dapat dibagi dalam
beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Tahapan semasa Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya sumber
zat gizi bagi anak, yaitu pada waktu mulai lahir sampai mencapai usia
4 bulan. Jika memungkinkan ASI diberikan sampai anak berusia 2
tahun. Tetapi bila ternyata produksi ASI sangat kurang atau tidak
terdapat sama sekali barulah diberikan makanan buatan sebagai
penggantinya.
2) Tahapan di mana anak sudah memerlukan makanan pendamping selain
ASI, karena ASI tidak dapat lagi memenuhi seluruh kebutuhan anak
akan berbagai gizi. Makanan pelengkap terdiri dari buah-buahan,
biscuit, makanan padat bayi yaitu bubur susu, nasi tim atau makanan
lain yang sejenis. Tahap ini adalah sewaktu anak mulai memasuki usia
bulan kelima sampai usia kedelapan bulan (5-8 bulan).
3) Tahapan anak mulai dapat menerima makanan biasa dengan ASI
sebagai penambah yaitu anak mulai memasuki usia 9 bulan sampai
mencapai usia 2 tahun.
4) Tahap usia antara 2 tahun sampai 5 tahun
Pada masing-masing tahap usia tersebut, baik jumlah maupun bentuk
makanan yang diberikan kepada anak berbeda sesuai dengan
perkembangan bagian tubuh serta masalah-masalah gizi dan kesehatan
yang sering ditemukan.
Pengaturan pemberian makan yang benar untuk pertumbuhan anak
balita yang mutu gizinya tinggi terutama protein yang mampu memberikan
semua jenis zat gizi yang didatangkan dari makanan (asam amino esensial)
yang diperlukan, anak berumur 2 tahun makanan sudah harus diarahkan
untuk menggantikan kedudukan ASI sebagai pemberi zat gizi utama,
karena sejak awal ada empat hal yang harus menjadi pegangan orang tua
dan setiap orang yang berurusan dengan perawatan makanan anak setelah
memasuki usia 2 tahun.
Penerapannya dalam praktik keperawatan (Potter & Perry, 2009):
1) Berikan edukasi dan dukungan kepada ibu menyusui
2) Antisipasi kebutuhan ibu terlebih dahulu sebelum mereka memintanya.
3) Gunakan pendekatan yang konsisten untuk memberikan fasilitas
terbaik.
4) Berikan dukungan lisan maupun tertulis bagi ibu menyusui
5) Amati pengetahuan ibu tentang proses menyusui
Berbagai jenis makanan tambahan dapat diberikan kepada anak,
tergantung pada kemampuan masing-masing keluarga. Bagi keluarga yang
mampu, makanan tambahan dapat berupa bubur susu atau nasi tim. Jenis
makanan tambahan yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan yang
dapat dibuat oleh sebagian besar keluarga terutama yang hidup di daerah
pedesaan adalah bubur campur. Selain pembuatannya praktis dan tidak
memerlukan alat khusus seperti membuat nasi tim atau bubur susu, juga
bahan-bahan yang digunakan dapat di ambil dari bahan yang akan dimasak
untuk keluarga sehari-hari (Moehji S, 2003).
Pemberian makanan tambahan yang tepat akan memberikan hasil
yang lebih baik bagi pertumbuhan anak. Namun demikian, akan lebih
sempurna apabila makanan tambahan yang diberikan dalam bentuk yang
seimbang. Oleh karena kebutuhan dan pemenuhannya sangat tergantung
pada ibu dan keluarga, pengetahuan tentang gizi harus dikuasai oleh ibu
atau keluarga melalui penyuluhan.
Upaya pemberian makan anak balita yang harus diperhatikan yaitu
(Moehji, 1988):
1) Pemberian makan anak dibawah 3 tahun bisa 5-6 kali perhari untuk
memenuhi kebutuhan tumbuh kembangnya.
2) Makanan keluarga setengah porsi dari orang dewasa minimal 3 kali
sehari, disamping itu tetap diberikan makanan selingan 2 kali sehari.
3) Berikan makanan bervariasi dengan menggunakan padanan bahan
makanan
4) Menyapih anak harus dilakukan secara bertahap dan jangan secara
tiba-tiba.
Pengaturan makan untuk anak 1-3 tahun yaitu anak dalam golongan
umur ini sangat rentan terhadap penyakit gizi. Gigi susu telah lengkap
pada umur 2-2 ½ tahun, akan tetapi belum dapat digunakan untuk
mengerat dan mengunyah makanan yang keras. Terutama untuk golongan
umur 1-2 tahun masih perluu diberikan nasi tim walaupun tidak perlu
disaring. Mereka perlu diberikan makan terpisah dengan waktu makan
anak besar dan anggota keluarga yang lain untuk menghindarkan pengaruh
kurang baik. Mereka telah boleh diajari mencoba, mencicipi makanan
yang lunak, tidak pedas dan tidak merangsang.
Mereka telah harus belajar makan sendiri, walaupun akan
menimbulkan kekotoran dan tidak rapi. Makanan yang tidak disukai tidak
perlu dipaksakan karena akibatnya anak akan menjadi antipasti dan
mungkin akan terus menolaknya. Makanan yang disukainya biasanya yang
manis-manis misalnya coklat, permen, es krim. Perlu diperhatikan agar
pemberian gula-gula (permen) yang terlalu banyak mengandung caramel
dihindarkan atau sangat dibatasi, untuk menjaga karies (gigi berlubang).
Sehubungan dengan terjadinya karies anak tersebut perlu mulai belajar
menggosok gigi.
Demikian pula latihan defekasi (toilet training) perlu dimulai agar
evakuasi sisa makanan dilakukan secara teratur yang mempermudah
kelancaran pemberian makan. Konstipasi dapat mengakibatkan anoreksia.
2. Pola makanan sehat balita
Pola makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga
dalam memilih jenis dan jumlah bahan makanan setiap hari oleh satu
orang atau lebih dan mempunyai khas untuk kelompok tertentu (Lie,
1985).
Penanaman pola makan yang beraneka ragam makanan harus
dilakukan sejak bayi, saat bayi masih makan nasi tim yaitu ketika usia
baru enam bulan ke atas, ibu harus tahu dan mampu menerapkan pola
makan sehat (Widjaja, 2007).
Pilihan dan pola makan balia yaitu (Cahyaningsih, 2011) yaitu pada
usia 12 bulan kebanyakan toddler makan makanan keluarga, usia 18 bulan
sebagian besar toddler mengalami anoreksia fisiologis dan toddler lebih
suka makan porsi kecil tapi enak, lebih suka satu jenis makanan dalam
piring dari pada makanan campuran serta orang tua harus menganjurkan
makan menggunakan alat makan.
Cara menyusun makanan hidangan sehat yaitu susunlah hidangan
sehari-hari berdasarkan triguna makanan, gunakan bahan makanan secara
beraneka ragam setiap hari dan tersedia di daerah setempat, manfaatkan
hasil pekarangan untuk meningkatkan gizi keluarga, gunakan garam
beryodium untuk memasak makanan bagi keluarga serta kenalkan makan
tradisional yang bergizi yang disukai anak-anak
Susunan makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak dengan baik,
susunan hidangan seimbang yang terdiri dari 3 (tiga) golongan bahan
makanan yaitu: bahan makanan yang bersumber dari zat pembangun,
sumber protein, dan sumber tenaga.
1) Golongan bahan makanan sumber zat pembangun: daging, susu, telur,
keju, ikan, hati ayam, ayam, tahu, keledai, dan tempe.
2) Golongan bahan makanan sumber zat pengatur: sayuran berwarna
hijau, bayam, daun katuk, kangkung, kacang panjang, sawi, dan
sayuran berwarna jingga dan kuning seperti wortel, tomat, labu.
3) Golongan makanan sumber tenaga yaitu: beras, kentang, ubi, roti,
singkong, talas, terigu, biscuit, dan minyak goreng.
4) Buah-buahan berupa papaya, nenas, manga, pisang, dan jambu boleh
diberikan pada bayi (Widjaja, 2007).
Zat gizi yang dibutuhkan balita yaitu karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral. Jenis dan bahan makanan balita harus yang mudah
dicerna dan tidak merangsang agar tidak mengganggu pencernaan dan
ginjal. Berikut ini jenis bahan makanan yang perlu dihindari yaitu
(Sulistijani, 2001) yaitu makanan yang terlalu banyak mengandung bumbu
(rempah, zat warna, asin, dan pedas), buah-buahan yang merangsang dan
banyak mengandung gas (nagka dan cempedak) dan untuk anak usia 1-2
tahun hindari makanan yang terlalu berserat (seperti daun singkong)
kecuali jika dibuat tim.
Tabel 2.2 Pedoman Makan Balita (Widjaja, 2007)
Sumber Tenaga : 3-4 piring nasi @ 100 gram atau roti penggantinya (mie, bihun, roti dan kentang)
Sumber zat pembangun : 4-5 porsi daging @ 50 gram atau pengganti (tempe, tahu, ikan, telur, dan daging ayam). Dianjurkan sekurang-kurangnya 1 porsi berasal dari sumber protein hewani, susu di anjurkan 2 gelas sehari
Sumber zat pengatur : 2-3 porsi sayur dan buah. Gunakan sayur dan buah-buahan berwarna (1 porsi sayur = 1 mangkuk sayur, 1 porsi buah segar = 100 gram)
Waktu makan hendaknya dapat diatur sesuai dengan kebiasaan
makan keluarga dengan demikian anak dapat makan bersama.
Menurut Suharjo (2005) menjelaskan bahwa penataan makanan yang
baik merupakan bagian dari gaya dan perilaku hidup sehat untuk
memperoleh kesehatan yang bugar, yang perlu selalu dikondisikan pada
semua lapisan masyarakat sehingga akan diperoleh bangsa yang sehat dan
kuat.
Dalam memenuhi kebutuhan zat gizi bagi anak balita, hendaknya
digunakan prinsip sebagai berikut (Moehji, 1988):
1) Bahan makanan sumber kalori mutlak harus dipenuhi, baik berasal dari
makanan pokok, penggunaan minyak atau zat lemak lainnya dan gula.
2) Gunakan gabungan sumber protein nabati dan hewani terutama
kacangan atau hasil olahan seperti tempe, dan tahu.
3) Manfaatkan bahan makanan sumber protein hewani setempat yang ada
dan mungkin dapat
Menurut Pekik (2007) pada pola makan 4 sehat 5 sempurna perlu
dilengkapi dengan kriteria makanan sehat seimbang meliputi: Cukup
kualitas (kebutuhan setiap orang sesuai dengan jenis dan lama aktivitas,
bereat badan, jenis kelamin, dan usia), proporsional (jumlah makanan ynag
dikonsumsi sesuai dengan proporsi makan yang sehat, yaitu karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral dan air), perlu kandungan zat gizi
(penampilan ditentukan oleh warna, konsisten, tekstur, porsi, bentuk, rasa
ditentukan oleh suhu, bumbu, aroma, kerenyahan, keempukan dan
kematangan, gizi ditentukan oleh nilai bahan makanan itu sendiri,
kehilangan zat gizi karena proses persiapan dan pemasakan), sehat dan
higienis (makanan harus steril, bebas dari kuman dan penyakit, salah satu
upaya untuk mensterilkan makanan adalah dengan cara mencuci bersih
dan memasak hingga tertentu sebelum dikonsumsi), makanan segar alami
(tidak suplemen) adalah sayur dan buah-buahan segar lebih menyehatkan
dibandingkan makanan pabrik (makanan yang diawetkan), makanan
golongan nabati lebih menyehatkan dibandingkan hewani, cara memasak
jangan berlebihan yaitu sayuran yang terlalu lama direbus pada suhu tinggi
menyebabkan hilangnya sejumlah vitamin dan mineral, dan teratur dalam
penyajian yaitu untuk menjaga keseimbangan fungsi tubuh, perlu
pengaturan makanan secara teratur (pada jam 07.00 WIB makan pagi,
siang jam 13.00 WIB, makan malam jam 19.00 WIB), frekuensi 5 kali
sehari adalah makanan yang dikonsumsi disesuaikan dengan kapasitas
lambung dengan mengatur frekuensi makan (3 kali makan utama, 2 kali
penyelang) serta minum 6 gelas air sehari.
Tip Keperawatan Ukuran Sajian Bagi Anak Kecil (Wong, 2009):
1) Panduan umum mengenai ukuran sajian adalah 1 sendok makan
makanan padat per tahun usia atau seperempat sampai sepertiga ukuran
porsi orang dewasa.
2) Gunakan sendok makan sebagai panduan untuk mengukur makanan
yang mudah diukur seperti sayuran dan nasi.
3) Gunakan panduan pecahan untuk roti dan susu
Tabel 2.3 Contoh menu toddler berdasarkan pada piramida panduan
makanan (Wong, 2009)
Sarapan ½ mangkuk, sereal kering yang tidak manis½ mangkuk jus jeruk4 ons susu rendah lemak
Kudapan ½ - 1 buah pisangMakan siang 1 sendok makan mentega kacang
2 sendok the semua buah awetan1 lembar roti gandum murni2 sendok makan kacang polong4 ons susu rendah lemak
Kudapan 2 gram biscuit4 ons susu rendah lemak
Makan malam 1 paha ayam, dipanggang tanpa kulit¼ - ½ mangkuk macaroni dan keju2 sendok makan kacang hijau, dimasak2 sendok makan wortel, dimasak4-6 ons susu rendah lemak
Kudapan ½ mangkuk yogurt beku
Sajian totalRoti, sereal, nasi, pasta 6-7Sayuran 3Buah 3-4Susu, yogurt, keju 2-3
Daging, ungags, ikan, buncis kering, telur kacang
2
*Gunakan lemak, minyak, dan manisan kadang-kadang saja. Tambahkan
cairan dengan menyajikan air. Ukuran sajian adalah minimal untuk
keukupan nutrisi. Banyak anak makan lebih banyak. Ganti susu murni bila
anak berusia kurang dari 24 bulan.
3. Konseling Nutrisi
Menurut Wong (2009), konseling nutrisi adalah kebiasaan makan
yang ditetapkan pada 2 atau 3 tahun pertama kehidupan cenderung
memiliki efek lama pada tahun-tahun selanjutnya. Apabila makanan
digunakan sebagai hadiah atau tanda persetujuan , anak bisa memakan
makanan secara berlebihan karena alas an non-nutritif. Apabila makan
dipaksakan dan saat makan selalu menjadi saat yang tidak menyenangkan,
kenikmatan yang biasa berhubungan dengan makan dapat tidak
berkembang. Saat makan harus menyenangkan dan bukan waktu untuk
disiplin atau perdebatan keluarga. Aspek sosial saat makan bisa
membingungkan anak kecil; oleh karena itu waktu makan yang lebih awal
mungkin lebih tepat. Anak kecil belum mampu duduk sepanjang waktu
makan yang lama dan menjadi tidak bisa diam dan mengganggu. Terutama
sering terjadi jika anak dibawa kemeja makan sesaat setelah permainan
aktif. Memanggil anak dari bermain dalam 15 menit sebelum saat makan
memungkinkan mereka mendapat cukup waktu guna mempersiapkan diri
untuk makan sambil mendinginkan pikiran dan tubuhnya yang masih aktif.
Metode penyajian makanan juga merupakan hal yang penting dalam
periode ini. Toddler perlu memiliki rasa control dan pencapaian dalam
kemampuan mereka. Pemberian porsi besar ukuran dewasa kepada anak
bisa membingungkannya. Secara umum, apa yang dimakan jauh lebih
penting dari banyaknya makanan yang dikonsumsi. Sedikit daging dan
sayuran memberi nilai makanan yang lebih baik daripada konsumsi roti
dan kentang dalam jumlah besar. Ukuran penyajian perlu disesuaikan
dengan usia. Anak kecil cenderung kurang menyukai makanan pedas,
makanan lunak, meskipun pilihan ini ditentukan oleh budaya. Penggantian
terhadap makanan yang tidak disukai dapat diberikan, meskipun praktik
ini tidak akan memenuhi semua keinginan mereka. Sering mengkonsumsi
kudapan yang mengandung nutrisi dapat menggantikan makanan.
2.1.2.2 Perawatan Kesehatan Dasar
1. Imunisasi
Dalam hal ini, perawatan kesehatan dasar yang harus diperoleh oleh
anak adalah imunisasi. Pemberian imunisasi adalah penting untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit-penyakit yang
bisa dicegah dengan imunisasi, misalnya penyakit TBC, difteri, tetanus,
pertussis, polio, campak, hepatitis B, dan sebagainya. Melaksanakan
imunisasi yang lengkap, maka kita harapkan dapat mencegah timbulnya
penyakit yang dapat menimbulkan kematian. Anak harus di imunisasi
lengkap sebelum umur satu tahun. Dibawah ini adalah jadwal imunisasi
untuk anak:
Tabel 2.3 Jadwal Imunisasi (Sulistijani, 2002)
Umur bayi Jenis Imunisasi0 bulan Hepatitis B (HBO)1 bulan BCG, Polio 12 bulan DPT/HB1, Polio 23 bulan DPT/HB2, Polio 34 bulan DPT/HB3, Polio 49 bulan Campak
2. Perawatan anak dalam keadaan sakit
Perawatan adalah kasih sayang yang diberikan kepada anak untuk
membantu pertumbuhan, menggendong, memeluk dan berbicara kepada
anak akan merangsang pertumbuhan dan meningkatkan perkembangan
perasaan anak (Depkes RI, 2002).
Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua, yaitu
dengan cara membawa anak yang sakit ke tempat pelayanan kesehatan
setempat. Jangan sampai penyakit ditunggu menjadi lebih parah sebab
dapat membahayakan jiwa anak.
Praktek keperawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah satu
aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak, membaik
praktek pengasuhan kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk
menjaga status kesehatan anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit
serta dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Praktek
keperawatan kesehatan meliputi pengobatan penyakit pada anak apabila si
anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga
anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Praktek perawatan kesehatan
anak yang baik dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi
anak, kelengkapan imunisasi, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana
anak berada, serta upaya ibu dalam hal pelayanan kesehatan seperti rumah
sakit, klinik, puskesmas, polindes (Zetlin, 1990).
Kegiatan sehari-hari balita rentan dengan penyakit terkait dengan
sarana dan prasarana rumah tangga disekelilingnya, balita berinteraksi
dengan teman-teman sebayanya maka resiko terserang penyakit akan
mudah untuk itu orang tua harus benar-benar memperhatikan prilaku balita
pada usia ini. Tingkah laku dan perubahan tubuh balita patut diwaspadai
karena balita mudah terserang penyakit, dengan demikian apabila balita
sudah bisa berkomunikasi maka secepatnya kegiatan harian di rumah yang
beresiko terserang penyakit harus diajarkan seperti balita belum bisa
membedakan antara tempat yang kotor dan rawan penyakit dengan tempat
yang bersih (Tirton, 2006).
Anak yang sehat pada umumnya akan tumbuh dengan baik. Berbeda
dengan anak yang sering sakit, biasanya pertumbuhan akan terganggu.
Oleh karena itu, perlu memberikan makanan ekstra pada setiap anak
sesudah menderita penyakit. Sebaiknya setiap anak umur antara 4 bulan –
3 tahun ditimbang setiap bulan, karena pada periode umur tersebut
merupakan penyesuaian dengan makanan orang dewasa, intake makanan
sering tidak adekuat, dan ASI mulai tidak mencukupi kebutuhan anak/anak
mulai disapih, anak masih rentan terhadap penyakit, sehingga sering
terjadi gangguan pada pertumbuhan.
2.1.2.3 Hygiene Diri dan Sanitasi Lingkungan
Praktek kebersihan dan kesehatan sanitasi lingkungan adalah usaha untuk
pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang dapat memberikan akibat
merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya (Slamed, 1996).
Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun lingkungan memegang
peranan penting pada tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan yang kurang
akan memudahkan terjadinya penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti: diare,
cacing, dan lainnya. Kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit
saluran pernafasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh
karena itu, pendidikan kesehatan kepada masyarakat harus ditunjukkan bagaimana
membuat lingkungan menjadi layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga
meningkatkan rasa aman bagi ibu atau pengasuh anak dalam menyediakan
kesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan (Suganda T, 2008).
Penting membuat lingkungan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga
meningkatkan rasa aman bagi ibu/pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan
bagi anaknya untuk eksplorasi lingkungan. Menanamkan kebersihan dirumah
sangat penting karena sumber infeksi amat banyak di sekeliling balita. Oleh
karena itu untuk menghindari segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka
rumah dan anak-anak harus diamankan dari serangan penyakit.
Widaninggar (2003), mengatakan kondisi lingkungan anak harus benar
diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan
ruangan (tempat bermain-main) pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air
bersih, pembuangan sampah, SMPAL, kamar mandi dan WC dan halaman rumah.
Peran orang tua dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan
anak adalah dengan membentuk kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang
sehat. Hal ini menyangkut dengan keadaan bersih, rapi, dan teratur. Upaya untuk
meminimalkan resiko terserang penyakit dimulai dengan menerapkan standar
kebersihan yang lebih terjamin kesehatan balita yaitu:
1. Menanamkan pengetahuan pada anak balita tentang kebersihan dapur dan
rumah yang bersih sehingga dirinya terbebas dari gangguan penyakit seperti
mual dan diare. Tunjukkan dan ajak balita dengan lembut untuk berpartisipasi
menyimpan makanan ditempat bersih, kondisikan lingkungan sekitar makanan
bersih dan peralatan makan selalu bersih.
2. Si kecil dicontohkan kebersihan misalnya, mencuci tangan sebelum makan
atau sebelum memeganga makanan dan sesudah makan, tidak makan buah
sebelum dicuci, setelah buang air besar biasakan cuci tangan dengan sabun,
bermain dengan hewan peliharaannya (Triton, 2006).
Praktek kebersihan perorangan dan kesehatan lingkungan adalah:
1. Kotoran manusia/tinja harus dibuang ke jamban (BAB di WC). Cara yang
paling penting untuk mencegah penyebaran kuman adalah dengan membuang
kotoran atau tinja ke jamban, kotoran binatang harus dibuang juah dari rumah,
jalanan tempat anak-anak bermain, jamban harus sering dibersihkan dan
tersedia sabun untuk mencuci tangan.
2. Ibu dan anggota keluarga termasuk anak harus mencuci tangan dengan sabun
sesudah buang air besar (BAB), sebelum menyentuh makanan dan sebelum
memberikan makanan anak. Mencuci tangan dengan sabun dapat
menghilangkan kuman. Hal ini membantu menghentikan kuman dan kotoran
untuk masuk ke makanan atau mulut. Mencuci tangan juga dapat mencegah
infeksi cacing.
3. Jendela rumah harus dibuka setiap pagi sehingga pertukaran udara dalam
rumah menjadi baik.
4. Pakailah air bersih dari sumber air bersih yang aman dan sehat. Tempat air
harus ditutup agar air tetap bersih dan dikuras 1 minggu sekali.
5. Air minum harus dimasak sampai mendidih, buah dan sayuran harus dicuci
sampai bersih sebelum diolah, makanan yang sudah masak harus segera
dimakan atau dipanaskan sesudah disimpan.
6. Makanan, alat-alat makan dan peralatan memasak harus selalu dalam keadaan
bersih, makanan harus disimpan pada tempat yang tertutup.
7. Rumah harus mempunyai tempat pembuangan sampah, pembuangan air
limbah yang aman dan sehat untuk membantu dalam pencegahan penyakit.
8. Asap dari dapur rumah harus dapat keluar dengan baik dan hindari kebiasaan
ibu membawa anak ketika memasak di dapur.
9. Rumah harus dilindungi dari serangga dan binatang penular penyakit seperti
kecoa, nyamuk dan tikus (Depkes RI, 2002)
Menurut Sulistijani (2001), mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu
diupayakan dan dibiasakan tetapi tidak perlu dilakukan sekaligus harus berlahan-
lahan dan terus-menerus. Lingkungan yang sehat terkait dengan keadaan yang
bersih rapid an teratur. Oleh karena itu anak perlu dilatih untuk mengembangkan
sifat-sifat sehat sebagai berikut:
1. Mandi dua kali sehari
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah tidur
3. Menyikat gigi sebelum tidur
4. Membuang sampah pada tempatnya
5. Buang air kecil pada tempatnya atau WC
2.1.3 Peran pola asuh anak
Pola asuh merupakan bagian penting dari hubungan sosial yang merupakan
proses di mana anak belajar berperilaku sesuai standar dan harapan
lingkungannya. Di dalam keluarga anak membangun kompetensi yang menjadi
pondasi bagi mereka untuk hidup di dunia (Ratri, 2005).
Pola asuh adalah segala bentuk interaksi antara orang dewasa (pengasuh)
dengan yang di asuh (Ratri 2005). Pada pola asuh anak memiliki peranan dalam
pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Peran pola asuh dalam
pertumbuhan anak dapat di lihat dari status gizinya, sedangkan peran dari pola
asuh dalam perkembangan anak dapat di lihat dari perkembangan kognitif,
psikomotor, dan sosial atau moral (Zeitlin, 2000).
2.2 Interaksi Antara Ibu dan Anak
Salah satu faktor dalam tumbuh kembang anak adalah pengasuhan yang
memahami kebutuhan anak. Anak membutuhkan interaksi positif dengan ibunya.
Pengaruh budaya yang mendukung interaksi antar ibu dan anak perlu dilestarikan.
Kemampuan dan sensitivitas orang tua menginterpretasikan isyarat anak,
memudahkan tumbuh kembang anak mencapai derajat optimal. Sensitivitas adalah
kemampuan menerima dan menginterpretasikan isyarat atau sinyal dari anak, dan
meresponnya segera secara benar (Husaini M. A, 2000).
2.2.1 Keterikatan Emosi Antara Ibu dan Anak
Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua akan menimbulkan
keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka dengan orang tuanya, sehingga
komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama
karena adanya kedekatan dan kepercayaan antara orang tua, khususnya ibu dan
anak. Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama kita bersama anak, tetapi lebih
ditentukan oleh kualitas interaksi tersebut yaitu permasalahan terhadap
keubutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan
tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi (Soetjiningsih, 1998).
Jumlah anak balita lebih dari dua orang dalam satu ibu, sehingga kasih
sayang dan perhatian ibu akan terpecah termasuk distribusi pemberian makan
kepada balita yang tidak merata akan menyebabkan anak balita dalam keluarga
tersebut mengalami kekurangan gizi (Wahyudi, dkk, 2007).
2.2.2 Nafsu Makan Anak
Stress pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya, misalnya
anak akan menarik diri, rendah diri, terlambat bicara, nafsu makan menurun dan
sebagainya (Soetjiningsih, 1998).
Umumnya para ibu yang berpendidikan akan lebih rentan terhadap masalah
yang berpautan dengan anak yang tidak mau makan. Mereka ketakutan sekali
akan anaknya menderita kekurangan gizi dan mudah terkena infeksi atau mereka
menjadi malu karena anaknya tidak montok seperti anak lain. Perasaan jelek
seperti ini membuat ibu menjadi takut, sehingga mereka didorong untuk mencoba
dengan sekuat tenaga memaksa anaknya agar mau makan.
Tindakan ini justru merupakan tindakan yang sangat keliru, karena dapat
menyebabkan hilangnya nafsu makan anak yang menetap. Hal ini bisa berbahaya
dan kesulitan makan pada anak lebih banyak pautannya dengan faktor psikologis
daripada akibat lain seperti adanya penyakit.
Penyakit yang mempengaruhi nafsu makan umumnya kelainan pada mulut
seperti sariawan, dan rasa sakit akibat tumbuh gigi baru. Tuberculosis dan
kekurangan gizi berat serta ada beberapa penyakit lain, juga berpengaruh sama.
Perasaan tidak bahagia atau rasa cemburu terhadap adiknya yang sebenarnya
normal pada anak yang berusia sekitar 9 bulan sampai 3 tahun, berperan pula
dalam menurunkan nafsu makan anak (Soetjiningsih, 1995).
Selain faktor lingkungan yang sangat penting adalah sikap keliru pada ibu
terhadap anak. Amat sangat menarik perhatian, bahwa kesulitan makanan yang
diderita anak sering dijumpai pada keluarga dimana para ibunya sendiri,
mengalami kesulitan makan pula. Para ibu yang diliputi rasa ketakutan akan
keselamatan dan kesehatan puteranya, tidak jarang memaksakan anaknya makan
sesuatu yang diberikan kepadanya. Paksaan ini ada kalanya dibarengi dengan
ancaman atau sebaliknya dengan pemberian hadiah. Padahal soal makan adalah
soal selera. Soal selera sebenarnya tidak mungkin dipaksakan (Wiharta, 1982).
2.3 Teori Perilaku
2.3.1 Pengertian
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas dari manusia yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati langsung oleh pihak luar
seperti berjalan, bekerja, berbicara, menangis, tertawa, menulis, membaca, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
2.3.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Dari
batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan apabila
sakit.
2) Perilaku pencarian atau penggunaan atau pengobatan sistem atau fasilitas
kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking
behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3) Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya.
2.3.3 Teori Lawrence Green (1980)
Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu
faktor perilaku (behavior causes), dan faktor diluar perilaku (non behavior
causes). Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan,tradisi, nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril, dan sebagainya.
3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
2.4 Konsep Status Gizi
2.4.1 Definisi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunkan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absirpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolism dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi (Supariasa. 2001).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variable tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu
(Supariasa dkk. 2002). Status gizi merupakan bukti dari seberapa jauh perhatian
manusia terhadap kecukupan gizi bagi tubuh. Status gizi merupakan kibat jangka
panjang dari konsumsi makanan setiap hari (Apriadji, 1986).
Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan dan penggunaan makanan. Susunan makanan yang memenuhi
kebutuhan gizi tubuh pada umumnya dapat menciptakan status gizi yang baik
(Suhardjo, 1986).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makan dan
penggunaan zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih (Almatsier, 2001).
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variable tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu
(Supariasa, 2002). Sedangkan menurut Sugianto, status gizi adalah keadaan
keseimbangan antara asupan (intake) dan kebutuhan (requirement) zat gizi. Untuk
menilai status gizi seseorang atau masyarakat dapat dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung. Penilaian secara langsung yaitu dengan cara pemeriksaan
fisik, klinis, antropometri, dan biokimia. Adapun penilaian secara tidak langsung
dilakukan dengan cara melihat angka kematian, angka kelahiran, dan data statistic
vital lainnya.
Penilaian status gizi menurut Rosalind S. Gibson dalam Soegianto
didefinisikan sebagai intrepretasi dari informasi yang diperoleh dari studi diet,
biokimia, antropometri, dan klinis. Informasi tersebut digunakan untuk
menetapkan status gizi individu atau kelompok populasi yang dipengaruhi asupan
dan penggunaan zat gizi.
2.4.2 Klasifikasi
Menurut Buku Pedoman Pemantaun Status Gizi (PSG) Anak Balita melalui
Posyandu, klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu: Gizi
lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang, dan gizi buruk. Baku rujukan yang
digunakan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan indeks berat badan
menurut umur. Tabel kategori status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut
umur (BB/U) anak laki-laki dan perempuan umur 0 sampai 60 bulan dapat dilihat
pada daftar lampiran.
2.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Menurut Apriadji (1986), ada dua faktor yang berperan dalam menentukan
status gizi seseorang yaitu:
1. Faktor Gizi Eksternal
Faktor gizi eksternak adalah faktor-faktor yang berpengaruh diluar diri
seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat
pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan
lingkungan.
2. Faktor Gizi Internal
Faktor gizi internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar pemenuhan
tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makanan, status kesehatan,
status fisiologis, kegiatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh.
Seara lengsung status gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi
yang mungkin diderita anak. Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan
pola asuh balita yang diberikan oleh ibu/pengasuh. Penyebab tidak langsung
adalah ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan balita serta pelayanan
kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor saling berkaitan dengan
pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga.
2.4.4 Masalah Gizi Pada Bayi dan Balita
Ada beberapa hal yang sering merupakan penyebab terjadinya gangguan
gizi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai penyebab langsung
gangguan gizi, khususnya gangguan gizi pada bayi dan anak usia dibawah lima
tahun (balita) adalah tidak sesuainya jumlah gizi yang mereka peroleh dari
makanan dengan kebutuhan tubuh mereka. Berbagai faktor yang secara tidak
langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada anak balita antara
lain sebagai berikut:
1. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dengan kesehatan
2. Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu
3. Adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan
4. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu
5. Jarak kelahiran yang terlalu rapat
6. Sosial ekonomi
7. Penyakit infeksi.
Dampak yang ditimbulkan akibat gizi yang tidak seimbang pada bayi dan
balita adalah:
1. Kekurangan energi dan protein (KEP)
1) Makanan yang tersedia kurang mengandung energi
2) Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan
3) Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari makanan
dalam usus terganggu.
4) Kebutuhan yang meningkat.
2. Obesitas
Timbulnya obesitas dipengaruhi berbagai faktor, diantara factor
keturunan dan lingkungan. Tentu saja, faktor utama adalah asupan energi yang
tidak sesuai dengan penggunaan.
2.4.5 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan suatu interpretasi dari sebuah pengetahuan
yang berasal dari studi informasi makanan (dietary), biokimia, antropometri, dan
klinik (Soegianto. 2007).
1. Survei gizi
Adalah bentuk survey cross sectional yang dilakukan pada kelompok
masyarakat yang diukur. Populasi dengan survei gizi dapat diketahui status
gizi dasarnya dan atau status gizi secara keseluruhan. Survei gizi cross
sectional memiliki kelebihan yaitu dapat mengidentifikasikan dan
menerangkan kelompok dalam populasi yang beresiko terhadap malnutrisi
yang kronik. Kekurangannya yaitu kurang dapat mengidentifikasikan
malnutrisi yang akut atau memberikan informasi penyebab yang mungkin
terjadi dari malnutrisi.
2. Surveilans Gizi
Yaitu monitoring yang terus menerus dari status gizi kelompok tertentu.
Tujuan dari survailans ini menurut WHO (1976) adalah meningkatkan
pengambilan keputusan oleh pemerintah mengenai prioritas dalam
pengeluaran dana, memformulasi dari suatu prediksi dengan dasar hasil yang
diperoleh terakhir, dang juga mengevaluasi efektif tidaknya suatu program
gizi. Pada survailens gizi, data yang diperoleh akan dikumpulkan, dianalisa
dan kemudian digunaka pada waktu yang panjang. Kelebihan dari surveilans
gizi ini adalah dapat mengidentifikasi penyebab yang memungkinkan
terjadinya malnutrisi sehingga dapat digunakan untu membuat dan memulai
intervensi pada tingkat populasi dan subpopulasi.
3. Skrining Gizi
Untuk mengidentifikasikan individu yang mengalami malnutrisi, dan
membutuhkan suatu intervensi yang dapat dilakukan melalui skrining. Dapat
dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dari seseorang individu
dengan level atau derajat tertentu yang disebut dengan cut off-point. Skrining
dapat dilakukan pada tingkat individu dan juga pada suatu sub populasi yang
dianggap beresiko tinggi.
2.4.6 Metode Pengukuran Status Gizi
Adalah suatu pengukuran terhadap aspek yang dapat menjadi indicator
penilaian status gizi, kemudian dibandingkan dengan standar baku yang ada.
Sistem penilaian status gizi dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Pengukuran Secara Langsung
1) Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi.
Penggunaan antropometri secara umum dignakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan aini
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti
lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
2) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan
yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini
dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti
kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klnis secara cepat (rapid
clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat
tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.
Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang
dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala
(symptom) atau riwayat penyakit.
3) Biokimia
Adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot.
Penggunaan metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Maka
penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik.
4) Biofisik
Adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Penggunaan umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti
kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang
digunakan adalah tes adaptasi gelap.
2. Pengukuran Secara Tidak Langsung
1) Survei Konsumsi
Adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat
jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Penggunaan pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan
gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga
dan individu.
2) Statik Vital
Adalah dengan manganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti
angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi.
3) Faktor Ekologi
Adalah malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interraksi
multifaktor dari factor lingkungan fisik, biologi, ekonomi, politik, dan
budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan
ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan sebagainya. Penggunaannya untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk
melakukan program intervensi gizi.
2.4.7 Cara Penentuan Status Gizi Secara Antropometri
Menurut Proverawati dan Asfuah (2009), antropometri sebenarnya ada 2
macam yaitu:
1. Antropometri Statis (Struktural)
Yaitu pengukuran manusia pada posisi diam, dan linier pada permukaan
tubuh.
2. Antropometri Dinamis (Fungsional)
Adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan
bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat
pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya.
Antropometri tubuh diukur dalam berbagai posisi standard an tidak bergerak
(tetap tegak sempurna). Istilah lain pengukuran tubuh dengan cara ini dikenal
dengan istilah “static anthropometry”. Dimensi tubuh yang diukur dengan nposisi
tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun
duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang lutut pada saat berdiri/duk, panjang lengan
dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan persentil tertentu seperti 5-
th dan 95-th percentil. Antropometri fungsional dilakukan terhadap posisi tubuh
pada saat berfungsi melakukan gerakan-gereakan tertentu yang berkaitan dengan
kegiatan yang harus diselesaikan.
Antropometri ini banyak digunakan untuk mengukur berbagai
ketidakseimbangan energi dan asupan protein. Gangguan ini biasanya terlihat dari
pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh. Sekarang antropometri mengalami perkembangan fungsi
selain digunakan untuk mengukur dimensi dan komposisi tubuh untuk industri,
perancangan pakaian, tenaga khusus professional,ergonomik, dan arsitektur.
Antropometri merupakan alat yang mudah didapat dan digunakan di mana
pengukurannya dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.
Dalam pengukuran antropometri sendiri tidak selalu harus oleh tenaga khusus
professional, dapat oleh tenaga lain setelah mendapat pelatihan, biaya relatif
murah, hasilnya mudah disimpulkan, memiliki cut of point dan baku rujukan yang
sudah pasti, serta secara ilmiah diakui kebenarannya. Hal ini menyebabkan
antropometri banyak digunakan dalam kehidupan di masyarakat untuk mengukur
status gizinya.
2.4.8 Jenis Parameter Antropometri
Jenis parameter antropometri yaitu (Supariasa, 2012):
1. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan lebih banyak interpretasi status gizi
salah. Batasan umur yang digunakan:
1) Tahun umur penuh (completed year)
2) Bulan usia penuh (completed month): untuk anak umur 0-2 tahun
digunakan.
Untuk melengkapi data umur dapat melakukan dengan cara-cara
berikut:
1) Meminta surat kelahiran, kartu keluarga atau cacatan lain yang dibuat
oleh orang tuanya.
2) Jika diketahui kalender local seperti bulan Arab atau bulan local,
cocokan dengan kalender nasional.
3) Jika tetap tidak ingat, dapat berdasarkan daya ingat ortu atau berdasarkan
kejadian penting.
4) Membandingkan anak yang belum diketahui umurnya dengan anak
kerabat/tetangga yang diketahui pasti tanggal lainnya.
5) Jika hanya bulan dan tahunnya yang diketahui.
2. Berat badan
Merupakan ukuran terpenting dan paling sering digunakan pada bayi
baru lahir (neonatus). Berat badan dapat digunakan untuk mendiagnosa bayi
normal atau BBLR.pada masa bayi-balita berat badan dapat dipergunakan
untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat
kelainan klinis (dehidrasi, asites, edema, atau adanya tumor). Alasan
mengapa pengukuran berat badan merupakan pilihan utama:
1) Parameter yang paling baik
2) Memberikan gambaran status gizi sekarang
3) Umum dan luas dipakai di Indonesia
4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan
pengukuran.
5) Digunaka dalam KMS
6) BB/TB merupakan indeks yang tidak tergantung umur.
7) Alat ukur dapat diperoleh di pedesaan dengan ketelitian tinggi: dacin.
3. Tinggi Badan (TB)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, TB tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan TB tidak seperti BB, relatif kurang sensitif
pada masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat. Dengan
menghubungkan BB terhadap TB, factor umur dapat dikesampingkan.
Alat ukur:
1) Alat Pengukur Panjang Badan Bayi: untuk bayi atau anak yang belum
dapat berdiri.
2) Microtoise: untuk anak yang sudah dapat berdiri.
4. Lingkar Lengan Atas
Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, Karen
amudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang
susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan
lapisan lemak bawah kulit. Lila mencerminkan cadangan energy, sehingga
dapat mencerminkan:
1) Status KEP pada balita
2) Kekurangan energi dan kalori (KEK) pada ibu WUS dan ibu hamil:
risiko bayi BBLR.
Pengukuran lingkar lengan atas:
Alat: suatu pita pengukur dari fiber glass atau sejenis kertas tertentu berlapis
plastis. Ambang batasnya yaitu (Cut of Points):
1) LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia <23.5 cm
2) Pda bayi 0-30 hari: ≥9.5 cm
3) Balita dengan KEP <12.5 cm
5. Lingkar Kepala
Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar
lingkar kepala tidak menggambakan keadaan kesehatan dan gizi.
Bagaimananpun ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat
bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Dalam antropometri gizi rasio Lika
dan Lida cukup berarti dan menentukan KEP pada anak. Lila juga
digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur. Lingkar
kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis,
biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran
otak dan tulang tengkorak.
6. Lingkar Dada
Biasanya digunakan pada anak umur 20-3 tahun, karena pertumbuhan
lingkar dada pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar dada dan
kepala dapat digunakan sebagai indicator KEP pada balita. Pada umur 6
bulan lingkar dada dan kepala sama. Setelah umur ini lingkar kepala tumbuh
lebih lambat dari pada lingkar dada. Pada naka yang KEP terjadi
pertumbuhan lingkar dada yang lambat, sehingga rasio lingkar dada dan
kepala <1.
7. Tinggi Lutut
Tinggi lutut erat kaitannya dnegan tinggi badan, sehingga data tinggi
badan didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau
lansia.rumus yang sering digunakan yaitu:
Pria : (2.02 × tinggi lutut (cm) – (0,04 × umur (tahun)) + 64.19
Wanita : (1.83 × tinggi lutut (cm) – (0.24 × umur (tahun)) + 84.88
8. Jaringan Lunak
Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang bervariasi antropometri
dapat dilakukan pada jaringan tersebut untuk menilai ststus gizi di
masyarakat.
2.4.9 Indek Yang Digunakan
Cara termudah untuk menilai status gizi dilapangan adalah dengan
pengukuran antropometri, karena sederhana, murah, dapat dilakukan siapa saja
dan cukup teliti. Data antropometri yang sering digunakan adalah berat badan,
tinggi badan, sedangkan indicator antropometri yang sering dipakai untuk menilai
status gizi yaitu berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur
(TB/U) dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) (Apriadji, 1993).
Penilaian status gizi yang ideal untuk balita sebaiknya adalah menggunakan
indeks antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB), karena dengan ketiga indeks ini
dapat diketahui dengan jelas karakteristik individu maupun masyarakat (Basuni,
2003).
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah
berlalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui denga tepat. Disamping
itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac Stick), factor umur
dapat dikesampingkan (Supariasa, dkk. 2012).
Selama ini diketahui ada tiga cara penyajian penilaian status gizi, yaitu:
1. Dalam bentuk persen terhadap nilai median rujukan
2. Dalam bentuk nilai Z-score atau Standart Deviasi (SD) dari nilai median
rujukan.
3. Dalam bentuk nilai persentil dari sebaran nilai rujukan.
Selama ini pula penentuan status gizi dilapangan masih menggunakan
klasifikasi yang berbeda-beda sehingga sulit untuk dianalisis lebih lanjut, baik
untuk pertandingan, kecenderungan maupun analisis hubungan (Basuni, 2003).
Beberapa klasifikasi penentuan status gizi bagi anak balita baik laki-laki
maupun perempuan berdasarkan Z-score baku WHO-NCHS. Baku rujukan
antropometri dikenal ada dua jenis yaitu baku internasional dan baku local.
Rujukan antropometri lokal merupakan rujukan yang paling sesuai dengan sifat
genetic suatu populasi. Di Indonesia sekarang ini baku rujukan WHO-NCHS
sudah didasarkan pada populasi yang sehat dan baik keadaan social ekonominya.
Selain itu rujukan sudah mencakup berbagai golongan etnis atau suku bangsa
yang memungkinkan digunakan secara internasional.
1. Berat Badan menurut Umur BB/U)
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam
keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang
mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2
kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu daapt berkembang cepat atau
lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini,
maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran satus gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka
indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current
nutritional status).
Kelebihan Indeks BB/U antara lain:
1) Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum
2) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis
3) Berat badan dapat berfluktuasi
4) Sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan kecil
5) Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)
Kelemahan Indeks BB/U antara lain:
1) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat
edema maupun asites.
2) Umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencacatan umur yang
belum baik.
3) Memerlukan data yang akurat
4) Sering terjadi kesalahan dalam pengkuran
5) Secara operasional sering mengalami hambatan
2. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring
dengan pertambahan umur. Beaton dan Bengoa (1973), menyatakan bahwa
indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga
lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi.
Keuntungan Indeks TB/U antara lain:
1) Baik untuk menilai status gizi masa lampau
2) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa
Kelemahan Indeks TB/U antara lain:
1) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.
2) Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak,
sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya.
3) Ketepatan umur sulit didapat (Supariasa, dkk. 2002)
3. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan linier dengan berat badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Julliffe pada tahun 1966, telah
memperkenalkan indeks ini dengan mengidentifikasi status gizi. Indeks
BB/TB merupakan indicator yang baik untuk menilai status gizi saat
kini/sekarang. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independen
terhadap umur.
Keuntungan indeks BB/TB antara lain:
1) Tidak memerlukan data umur
2) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus)
Kelemahan indeks BB/TB antara lain:
1) Tidak dapat memberikan gambaran
2) Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran
panjang/tinggi badan pada kelompok balita.
3) Membutuhkan dua macam alat ukur
4) Pengukuran relatif lebih lama
5) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya
6) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran.
Pada penelitian indeks antropometri yang digunakan adalah BB/U dan
BB/TB untuk mendapatkan data mengenai status gizi balita. Indicator BB/U baik
untuk mengukur status gizi akut atau kronis. Sedangkan BB/TB merupakan
indicator yang baik untuk menilai status gizi saat kini/sekarang (Supariasa,
dkk.2002).
2.4.10 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh
setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat gizi. Kekurangan
atau kelebihan pangan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk terhadap
kesehatan. Kebutuhan akan energy dan zat gizi bergantung pada berbagai factor,
seperti umur, gender, berat badan, iklim dan aktivitas fisik. Oleh karena itu, perlu
disusun Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Angka Kecukupan Gizi
(AKG) adalag terjemahan dari Reccommended Dietary Allowances (RDA)
(Almatsier, 2001).
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah taraf konsumsi zat
gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi
kebutuhan hamper semua orang sehat AKG adalah jumlah zat gizi yang hendakya
dikonsumsi tiap hari untuk jangka waktu tertentu sebagai bagian dari diet normal
rata-rata orang sehat (Almatsier, 2003).
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) atau Recommended Dietary
Allowances (RDA) adalah taraf asupan yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan
gizi semua orang sehat menurut berbagai kelompoknya. Karena AKG
dimaksudkan hanya untuk golongan orang sehat, maka penyimpanan khusus akan
kebutuhan gizi sebgai akibat dari kelainan metabolism, perawatan khusus dan
sebagainya tidak diperhitungkan dalam AKG.
Pada dasarnya AKG disusun untuk menentukan suatu standar gizi yang
diperlukan dalam menilai sejauh mana taraf konsumsi pangan penduduk dapat
memenuhi kecukupan gizi, dan juga sangat diperlukan untuk menetapkan sasaran
kebijaksanaan produksi dan persediaan pangan dan gizi yang dipakai sebagai
parameter dalam menyusun AKG adalah parameter demografi yaitu proporsi
penduduk menurut kelompok umur tertentu, dan parameter antropometri yaitu
berat badan rata-rata pada masing-masing kelompok umur tersebut (Khumaidi,
1997).
2.5 Konsep Balita
Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun. Balita merupakan istilah
yang berasal dari kependekan kata bawah lima tahun. Istilah ini cukup popular
dalam program kesehatan. Balita merupakan kelompok usia tersendiri yang
menjadi sasaran program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) di lingkup Dinas
Kesehatan. Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang yang sangat
pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak
adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan kemampuan bahasa, kreatifitas,
kesadaran sosial, emosional dan itelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya (Supartini, 2004).
2.5.1 Usia
Anak usia toddler adalah anak usia 12-36 bulan (1-3 tahun) pada periode ini
anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja dan bagaimana
mengontrol orang lain melalui kemarahan, penolakan dan tindakan keras kepala.
Hal ini merupakan periode yang sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan
perkembangan intelektual secara optimal, maka masa balita tersebut sebagai
“masa keemasan” (golden periode) dan “masa kritis” (critical periode) (Depkes
RI, 2005). Karakteristik pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1
tahun dimana umur 5 bulan BB naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1
tahun dan menjadi 4x pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa
pra sekolah kenaikan BB kurang lebih 2 kg/tahun, kemudian pertumbuhan
konstan mulai berakhir (Soetjiningsih, 2001).
Usia yang paling rawan adalah usia balita, dimana pada masa itu anak
mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Masa balita merupakan dasar
pembentukan kepribadian anak, sehingga diperlukan perhatian khusus
(Soetjiningsih, 1998).
2.5.2 Jenis Kelamin
Menurut Soetjiningsih (1995) dinyatakan bahwa anak laki-laki lebih sering
sakit dibandingkan anak perempuan, tetapi belum diketahui secara pasti mengapa
demikian. Kebutuhan gizi balita dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kegiatan
dan suhu lingkungan (Depkes RI, 2000).
2.5.3 Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada
setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua jaringan yang ada pada
tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan
dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan
gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja,
pengukuran obyektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja
yang relative murah, mudah, dan tidak memerlukan banyak waktu. Kerugiannya,
indikator bereat badan ini tidak sensitif terhadap proporsi tubuh, misalnya pendek,
gemuk, atau tinggi kurus.
Anak yang berumur 1-3 tahun akan mengalami pertambahan berat badan
sebanyak 2-2,5 kg dan tinggi sebesar rata-rata 12 cm setahun.berat badan baku
dapat pula mengaucu pada baku berat badan dan tinggi badan dari WHO/NCHS,
atau rumus perkiraan berat badan anak. Berat anak usia 1-6 tahun = (usia (tahun)
x 2 + 8). Dengan demikian, berat anak 1 sampai 3 tahun masing-masing 10, 12,
dan 14 kg. dengan baku WHO-NCHS, rata-rata berat anak usia 1, 2, dan 3 tahun
berturut-turut 10,2 kg, 12,6 kg dan 14,7 kg untuk anak pria, sementara wanita 9,5
kg, 11,9 kg dan 13,9 kg (Arisman, 2004).
2.6 Konsep Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling tergantung (Depkes RI, 1988).
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang bergabung karena ikatan tertentu
untuk berbagi pengalaman dan pendekatan emosional serta mengidentifikasi diri
mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998).
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran,
dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap
anggota keluarga.
2.6.1 Usia Ibu
Usia ibu menentukan pola pengasuhan dan penentu yang sesuai bagi anak
karena semakin bertambah usia ibu maka makin bertambah pula pengalaman dan
kematangan ibu dalam pola pengasuhan dan penentuan makan anak. Saat ini
masih banyak perempuan yang menikah pada usia < 20 tahun. Secara fisik dan
mental mereka belum siap untuk hamil dan melahirkan. Hal ini karena rahimnya
belum siap menerima kehamilan dan ibu muda tersebut belum siap untuk
merawat, mengasuh serta membesarkan bayinya. Bayi yang lahir dari seorang ibu
muda kemungkinan lahir belum cukup bulan, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
dan mudah meninggal sebelum bayinya berusia 1 tahun. Sebaliknya perempuan
yang umurnya >35 tahun akan lebih sering menghadapi kesulitan selama
kehamilan dan pada saat melahirkan serta akan mempengaruhi kelangsungan
hidupnya.
2.6.2 Pekerjaan
Menurut Markum yang dikutip oleh Nursalam (2001), berpendapat bahwa
bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Seseorang yang
bekerja cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik dari pada yang tidak
bekerja. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh teman sekerja yang
merupakan sumber informasi yang menambah pengetahuan seseorang.
2.6.3 Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang
anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang
primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 1995).
2.6.4 Jumlah Anak
Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan social ekonominya
cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih saying yang
diterima anak, apalagi bila jarak kelahiran anak yang terlalu dekat. Sedangkan
pada keluarga dengan keadaan social ekonomi yang kurang, jumlah anak yang
banyak akan mengakibatkan kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak,
selain itu juga mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan primer seperti
makanan, sandang, dan perumahan pun tidak terpenuhi. Oleh karena itu
diperlukan program Keluarga Berencana (KB) (Cahyaningsih S. D, 2011).
Dengan jumlah anak yang sesuai dengan program KB, maka anak akan
mendapatkan kasih saying dan perhatian yang cukup dibandingkan dengan jumlah
anak yang terlalu banyak.
2.6.5 Tingkat Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam
tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua
dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak
yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya
(Cahyaningsih S. D, 2011).