bab 3 - dinas kebudayaan & pariwisata provinsi maluku...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 1
BAB 3 Gambaran Umum Kepariwisataan Kabupaten Pulau Morotai
Bab ini berisi tinjauan terhadap kebijakan pengembangan kepariwisatan dan kondisi umum kepariwisataan di Kabupaten Pulau Morotai
3.1. PROFIL UMUM KABUPATEN PULAU MOROTAI
3.1.1 Kondisi Geografis
A. Letak Geografis
Secara geografis Kabupaten Pulau Morotai terletak di sebelah Utara Pulau Halmahera dan
termasuk dalam wilayah Provinsi Maluku Utara. Dimana Provinsi Maluku Utara merupakan
salah satu provinsi kepulauan hasil pemekaran dari Provinsi Maluku, melalui pengesahan
Undang-undang No. 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten
Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Dalam perkembangan selanjutnya, Undang-
undang No. 46 Tahun 1999 diubah dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang
Perubahan Undang-undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku
Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 2
Kabupaten Pulau Morotai memiliki luas wilayah ± 4.301,53 km2 mencakup 5 (lima)
kecamatan yaitu :
1. Morotai Jaya
2. Morotai Selatan
3. Morotai Selatan Barat
4. Morotai Timur
5. Morotai Utara
Secara administratif Kabupaten Pulau Morotai memiliki batas wilayah sebagai berikut :
Utara berbatasan dengan Laut Halmahera
Selatan berbatasan dengan Selat Morotai
Barat berbatasan dengan Laut Halmahera
Kabupaten Pulau Morotai
Gambar 3.1 Letak Geografis Kabupaten Pulau Morotai
Sumber Peta : Interpretasi Konsultan pada Peta Wilayah ASEAN, 2011
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 3
Timur berbatasan dengan Laut Halmahera
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 4
B. Letak Astronomis
Secara astronomis, wilayah Kabupaten Pulau Morotai terletak pada 12808’0” - 128040’0”
Bujur Timur (BT) dan 200’0” - 2032’0” Lintang Utara (LU). Untuk lebih jelasnya letak
astronomis Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut.
Gambar 3.3
Letak Astronomis Kabupaten Pulau Morotai
Sumber : Petra Citra Landsat, 2001, Kedeputian Penginderaan Jauh, LAPAN
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 5
C. Letak Geologi/Geomorfologi
Secara geologi, wilayah Kabupaten Pulau Morotai terdiri dari formasi Aluvium (Qa/t),
formasi Batu Gamping Terumbu (Qt), formasi Batuan Gunung Api Holosin (Qhva), formasi
Bacan (tomb) dan formasi Weda (Tmpw). Formasi Aluvium (Qa), tersusun dari kerakal,
kerikil, pasir, lempung dan lumpur sebagai endapan sungai, rawa, pantai dan delta.
Sedangkan secara geomorfologi, wilayah Kabupaten Pulau Morotai terdiri dari daerah
perbukitan/pegunungan serta dataran fluvial dan marin di pesisir pulau.
D. Letak Sosial Budaya
Secara sosial budaya, mayoritas penduduk yang menetap di wilayah Kabupaten Pulau
Morotai berasal dari Suku Galela dan Suku Tobelo. Selain kedua etnis tersebut (Suku Galela
dan Suku Tobelo), kelompok-kelompok etnik lain yang mendiami Pulau Morotai diantaranya
adalah berasal dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara,
Jawa, Sumatera, Cina, Ambon dan lain-lain. Sementara penduduk Kabupaten Pulau Morotai
mayoritas beragama Islam dan Kristen, agama lain yang dianut adalah Konghucu, Hindu dan
Budha dalam jumlah yang relatif kecil.
E. Letak Ekonomi
Secara ekonomi Kabupaten Pulau Morotai memiliki posisi yang cukup strategis karena
memiliki potensi kawasan kelautan dan pulau-pulau kecil yang dapat dikembangkan
sebagai kawasan industri maritim terpadu, wisata bahari, dan sejarah, serta industri
perikanan terpadu dan berada di titik silang lalu-lintas transportasi antar benua di kawasan
pasifik yang menjadi pintu masuk menuju kawasan perdagangan pasifik.
F. Letak Geostrategis dan Geopolitik
Secara geostrategis dan geopolitik, Kabupaten Pulau Morotai memiliki posisi dan nilai
strategis antara lain adalah sebagai berikut :
1. Memiliki potensi Sumber Daya Alam dan Jasa Lingkungan antara lain :
Perikanan tangkap sampai ke ZEE dan perairan internasional.
Perikanan budidaya laut.
Perkebunan dan kehutanan.
Pertanian tanaman pangan, hortikultur dan peternakan.
Pariwisata.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 6
Pertambangan.
Industri bioteknologi kelautan, dll.
2. Potensi gerbang utama Indonesia dengan negara-negara Northeast APEC (Filipina,
Korea, Hongkong, Taiwan, Jepang, RRC, AS).
3. Infrastruktur peninggalan PD II : 7 landasan pacu.
4. BMKT (Benda-benda berharga asal muatan kapal tenggelam).
Gambar 3.4
Letak Geostrategis Kabupaten Pulau Morotai
Sumber : Strategi Pembangunan Kabupaten Pulau Morotai, Bappeda Kabupaten Morotai, Tahun 2011
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 7
3.1.2 Kondisi Fisik dan Lingkungan
A. Kondisi Laut dan Pesisir
1) Kondisi Laut
Batimetri Laut
Pulau Morotai terletak di sebelah barat daya dan berhadapan langsung dengan
Samudera Pasifik, sedangkan di sebelah selatan dan barat daya pulau ini
terdapat pulau Halmahera. Berdasarkan kepada batimetri, tampaknya Pulau
Morotai satu gugusan dengan Pulau Halmahera dan bersama-sama berhadapan
dengan Samudera Pasifik (Gambar 3.5). Di sebelah utara dan timur, Pulau
Morotai memiliki perairan laut yang dalam (> 200 m) yang langsung bersambung
dengan perairan Samudera Pasifik, sedangkan di sebelah barat dan selatan
memiliki perairan laut yang dangkal (< 200 m) dan berbatasan dengan Pulau
Halmahera.
127 127.5 128 128.5 129 129.5 130 130.5
Longitude
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Latit
ude
-6500 m
-6000 m
-5000 m
-3000 m
-2000 m
-1000 m
-500 m
-200 m
0 m
Selat Mor otai
SAMUDERA PASIFIK
Tel. Galela
P. Morotai
Laut Halmahera
Gambar 3.5. Batimetri Kawasan Perairan Pulau Morotai
Sumber : RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 - 2030
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 8
Gambar 3.5 memperlihatkan kedalaman laut > 200 m di sebelah utara dan timur
dan < 200 m di sebelah selatan dan barat daya yang berbatasan dengan Pulau
Halmahera.
Pantai timur dan utara Pulau Morotai memiliki batimetri yang langsung curam
dan dalam (> 200 m) tidak jauh dari garis pantai. Batimetri laut dengan
kedalaman 200 m atau lebih umumnya berada pada jarak antara 200 m – 2.700 m
dari pantai timur dan utara Pulau Morotai. Sementara itu perairan pantau barat
daya dan selatan terutama yang berbatasan dengan Pulau Halmahera memiliki
kedalaman rata < 200 m.
Di antara Pulau Morotai dan Pulau Halmahera ini terdapat gugusan pulau-pulau
kecil dengan terumbu karang di sekitarnya, yakni Pulau Sumsum, Pulau Lunglung,
Pulau Ruberube, Pulau Rukiruki, Pulau Bobongono, Pulau Kokoya, Pulau Kolorai,
Pulau Dodola Kecil, Pulau Dodola Besar, Pulau Pelo, Pulau Galogalo Besar, Pulau
Galogalo Kecil, Pulau Loleba Besar, dan Pulau Loleba Kecil, Pulau Ngelengele
Besar, Pulau Ngelengele Kecil, Pulau Tuna (Pulau Burung), Pulau Kacuwawa dan
Pulau Rao. Pulau Rao merupakan pulau kecil terbesar di antara pulau-pulau kecil
di kawasan tersebut. Kedalaman perairan laut di sekitar pulau-pulau kecil
tersebut antara 3-50 m. Batimetri antara gugusan karang terluar ke laut lepas
mempelihatkan garis kedalaman 200 m berada pada jarak 100 – 7.500 m.
Menurut PKSPL-IPB (2006), kondisi batimetri di sekitar pulau-pulau kecil tersebut
relatif rumit dengan kondisi dasar laut yang ditutupi oleh terumbu karang.
Perairan ini terletak antara Tanjung Wayabula di Selat Rao yang juga terjal
(kedalaman 200 m berada pada jarak 990 m dari pantai) ke selatan sampai
Tanjung Gila di ujung barat Pulau Morotai yang sangat terjal (kedalaman 200 m
berada hanya 200 m dari garis pantai).
Kondisi batimetri Selat Rao pada bagian yang tersempit tergolong landai dimana
pada bagian yang terdangkal, kedalaman bervariasi antara 5 – 42 m. Pada bagian
ini terdapat perairan yang dangkal yang menjorok dari Pulau Rao tegak lurus ke
tengah selat sejauh 1.500 m dengan kedalaman 8 – 9 m. Lebar Selat Rao
tersempit adalah sekitar 2.150 m, sedangkan panjang Selat Rao dengan
kedalaman kurang dari 200 m hanya 4.000 m.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 9
Menurut PKSPL-IPB (2006), garis pantai di sebelah barat terutama yang terletak
pada Selat Rao dan beberapa lokasi ke arah selatan yang mempunyai alur bebas
ke laut tetapi terlindung dari hantaman gelombang dari laut bebas mempunyai
potensi untuk dikembangkan menjadi pelabuhan pendaratan ikan atau pelabuhan
sejenisnya. Perairan laut di sekitar pulau-pulau kecil antara Pulau Morotai
dengan Pulau Halmahera dengan perairan karangnya merupakan areal yang
potensial untuk pengembagan budidaya laut, karena relatif terlindung dan dekat
dengan Pulau Morotai sebagai mainland dan diharapkan sebagai kawasan
pemukiman dan pusat pertumbuhan Kabupaten Morotai (PKSPL-IPB 2006 dan
Anonim 2008).
Morfologi dan Dinamika Pantai
Morfologi sepanjang pantai Pulau Morotai cukup dan dipengaruhi oleh dinamika
pantai, selain karakter geologi (terrestrial). Morfologi pantai Pulau Morotai
bervariasi bergantung kepada dinamika pantai yang berlangsung sepanjang waktu
dan membentuk morfologi pantai yang sekarang ini. Pantai berbatu dengan
elevasi daratan yang meningkat tajam banyak ditemukan di bagian utara pulau
ini yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik (Gambar 3.6). Di pantai
ini umumnya memiliki lereng muka pantai makin curam yang diikuti kedalaman
langsung bertambah dengan cepat tidak jauh dari garis pantai, maka sebagian
besar energi gelombang akan menghempas di pantai dan pantai tersebut akan
mengalami erosi. Proses erosi terus berlangsung hingga mencapai bebatuan yang
tidak bisa dipindahkan lagi oleh energi gelombang yang paling besar sekalipun.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 10
Gambar 3.6
Pantai berbatu di sebelah utara Pulau Morotai
Sumber : RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 - 2030
Morfologi pantai lainnya adalah pantai landai dengan pasir halus sepanjang
pantai, seperti yang banyak terdapat di pesisirselatan, barat dan timur. Semakin
halus ukuran sedimen penyusun muka pantai, maka makin landai muka pantai
tersebut (Gambar 3.7). Pantai demikian juga terdapat di sebelah timur Pulau
Morotai yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik, terutama di
kawasan teluk yang relatif terlindung dari gelombang atau memiliki terumbu
karang di depan pantai. Terumbu karang ini meredam energi gelombang
samudera hingga pecah dan mencapai pantai dalam kondisi laminar dan telah
melemah, sehingga mumungkinkan mendeposit butiran atau partikel Lumpur di
pantai sehingga menyebabkan pantai menjadi berpasir halus bahkan berlumpur.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 11
Gambar 3.7 Pantai landai berpasir dengan butiran halus
di Desa Wayabula dan Tanjung Dehegila Sumber : RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 - 2030
Menurut PKSPL-IPB (2006), pergerakan air yang berperan dalam dinamika pantai
adalah hempasan gelombang yang pecah pada muka pantai yang menyebabkan
pergerakan sedimen pada muka pantai yang terkena hempasan tersebut (swash
zone). Karena gelombang yang pecah di perairan pantai membentuk sudut
dengan garis pantai, maka terbentuk gerak air yang disebut arus menyusur pantai
(long-shore current). Arus ini akan mengangkut sedimen hasil gerusan hempasan
gelombang sepanjang garis pantai dengan proses yang disebut transpor sedimen
(littoral drift). Hasil akhir dari proses dinamika pantai adalah terbentuknya
keseimbangan pantai dalam bentuk pantai mengalami erosi, akresi dan netral
serta bentuk kelandaian muka pantai maupun sedimen (material) penyusur muka
pantai.
Beberapa pantai di Pulau ini telah mengalami erosi dan dicoba ditahan dengan
membuat tanggul, terutama di sekitar kawasan pemukiman desa pantai (Gambar
3.8). Pantai yang mengalami erosi disebabkan oleh hempasan energi gelombang
yang mencapai pantai yang disebabkan oleh tingginya gelombang dan lereng
muka pantai makin curam yang diikuti kedalaman langsung bertambah dengan
cepat tidak jauh dari garis pantai. Keseimbangan pantai akan ditentukan selisih
transport sedimen yang masuk (Qin) dan yang meninggalkan (Qout) dari suatu
lokasi. Bila Qin > Qout, terjadi akresi dan bila Qin < Qout terjadi erosi serta bila
Qin ~ Qout, pantai akan netral (seimbang).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 12
Gambar 3.8 Pantai yang telah dibuatkan tanggul untuk mencegah abrasi
Sumber : RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 - 2030
Gambar 3.8 merupakan Pantai di Desa Sangowo yang terletak di sebelah Timur
Pulau Morotai dan berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik telah dibuat
tanggul untuk mencegah abrasi.
Suhu
Suhu merupakan salah satu karakter masa air laut yang turut berperan dalam
proses dinamika oseanografi dan ekosistem laut. Suhu permukaan air laut
(sebaran horizontal) di sekitar perairan laut Pulau Morotai, berdasarkan hasil
pengukuran, yang dilakukan oleh P2O LIPI pada September 2005 di 14 stasiun
pengamatan dan PKSPL-IPB (2006), berkisar antara antara 29,0 – 30,1 OC (P2O
LIPI, 2006). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang diperoleh Anonim (2008)
yang mendapatkan suhu permukaan air laut berkisar antara antara 29,72 –
30,51°C, rata-rata suhu 30,12 ± 0,255°C pada 10 stasiun pengamatan. Di
perairan tropis perbedaan atau variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar,
suhu permukaan laut Nusantara berkisar antara 27° sampai 32°C.
Stabilnya suhu permukaan air laut di sekitar Pulau Morotai ini memberi gambaran
bahwa massa air di sekitar pulau ini adalah berasal dari atau sangat dipengaruhi
oleh masa air laut lepas. Suhu permukaan air laut Pulau Morotai yang relatif
stabil ini dan relatif selalu hangat serta variasi tahunan yang kecil sangat cocok
untuk biota kultur sehingga mendukung kegiatan budidaya laut di kabupaten ini.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 13
Suhu permukaan di perairan laut sekitar Pulau Morotai dipengaruhi oleh
penyebaran masa air tropis dari Samudera Pasifik yang masuk pe perairan
Indonesia Timur, salah satunya melalaui perairan laut Pulau Morotai, ke
Samudera Hindia. Selain itu, suhu permukaan air laut pulau ini juga dipengaruhi
oleh dinamika gerak air lokal seperti percampuran karena angin dan pasang
surut. Karena massa air ini berada tidak jauh dari kolam air hangat (warm pool)
tropis barat Samudera Pasifik dan tidak mengalami proses upwelling, maka
variasi suhu permukaan musiman dan tahunan kurang dari 1.5 OC (Qu et al.,
2005).
Berdasarkan hasil pengamatan Anonim (2008), suhu permukaan laut yang lebih
dekat kepada Pulau Morotai sebagai mainland relatif lebih hangat (tinggi) dan
semakin berkurang ke arah laut lepas dengan bertambahnya jarak dari mainland
tersebut (Gambar 3.9). Fenomena ini berkaitan dengan kedalaman laut di lokasi
pengamatan. Di perairan dangkal dan dengan elevasi dasar laut yang landai
(yakni di sekitar pantai mainland), suhu relatif hangat dibandingkan dengan
perairan yang lebih dalam (yang lebih jauh dari mainland).
Gambar 3.9. Distribusi suhu air permukaan pada saat surut (A) dan
pasang (B) di perairan laut sebelah barat daya Pulau Morotai (Sumber: RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 - 2030)
128.18E 128.23E 128.28E
2.08N
2.18N
P. MOROTAI
Daruba
128.18E 128.23E 128.28E
2.08N
2.18N
P. MOROTAI
Daruba
(A) (B)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 14
Berdasarkan hasil kajian PKSPL-IPB (2006), sebaran vertikal memperlihatkan
terjadinya stratifikasi suhu di dalam massa atau badan air. Lapisan permukaan
tercampur (mixed layer) dengan suhu yang lebih hangat mempunyai kedalaman
hingga 50 m. Di bawah lapisan permukaan tercampur tersebut terdapat lapisan
termoklin dimana suhu menurun cepat dengan bertambahnya kedalaman. Batas
bawah lapisan ini berada pada kedalaman 250 m, dan suhu bervariasi antara 28,0 OC pada batas atas sampai 13,0 OC pada batas bawah. Kemudian suhu menurun
sampai 7OC pada kedalaman 500 m. Sebaran vertikal suhu di perairan Pulau
Morotai memberikan indikasi bahwa karakter massa air tersebut adalah karakter
massa air laut lepas yang diperkirakan berasal dari Samudera Pasifik.
Salinitas
Salinitas adalah kadar garam yang terkandung di dalam air laut. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan P2O-LIPI pada September 2005 di 14 stasiun,
salinitas di permukaan bervariasi antara 33,7 - 34,2 psu. Salinitas pada berbagai
kedalaman lapisan permukaan tercampur (10 m, 25 m dan 50 m) bervariasi
antara antara 34,0 – 34,3 psu. Salinitas ini tergolong tinggi dan memberi indikasi
bahwa massa air di sekitar perairan Pulau Morotai adalah massa air laut lepas
yang diperkirakan bersumber dari Samudera Pasifik.
Distribusi vertikal salinitas memperlihatkan kenaikan nilai salinitas dengan
bertambahnya kedalaman. Salinitas maksimum terdapat kedalaman 125 – 150 m
dengan salinitas lebih dari 35 psu. Hasil kajian PKSPL-IPB (2006) menunjukkan
adanya salinitas maksimum mencapai 35,4 psu pada kedalaman sekitar 140 m,
yakni di perairan laut sebelah timur Pulau Morotai. Salinitas maksimum demikian
yang diperkirakan merupakan lapisan gambar (core layer) dari sub tropical lower
water yang memberikan indikasi bahwa massa air di perairan Pulau Morotai
bersumber dari Samudera Pasifik Selatan (Wyrtki, 1961; Ilahude dan Gordon,
1996).
Distribusi horizontal salinitas di perairan laut sebelah barat dan selatan (barat
daya) Pulau Morotai, berdasarkan hasil pengamatan Anonim (2008), menunjukkan
bertambahnya salinitas dengan bertambahnya jarak dari pantai pulau ini ke arah
laut terbuka (Gambar 3.10). Di pesisir pantai Pulau Morotai salinitas berkisar
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 15
2. 08N
2. 18N
128. 18E 128. 23E 128. 28E
128.18E 128.23E 128.28E
2.08N
2.18N
P. MOROTAI
Daruba
2. 08N
2. 18N
128. 18E 128.23E 128. 28E
128.18E 128.23E 128.28E
2.08N
2.18N
P. MOROTAI
Daruba
antara 31-33 psu dan meningkat menjadi sekitar 34 psu dengan bertambahnya
jarak ke arah laut. Pada beberapa muara sungai di pesisir pulau ini salinitas
relatif lebih rendah dibandingkan dengan bagian lainnya.
Gambar 3.10. Distribusi horizontal salinitas
di perairan laut sebelah barat daya Pulau Morotai (Sumber: RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 - 2030)
Oksigen Terlarut (O2)
Hasil pengamatan P2O-LIPI pada bulan September 2005 menunjukkan kadar
oksigen terlarut (O2) di permukaan air laut di perairan Pulau Morotai berkisar
antara 3,9 – 4,7 ml/L dan menurun menjadi antara 2,5 – 3,0 ml/L pada
kedalaman 300 m. Pada kedalaman dimana terdapat salinitas maksimum yakni
antara kedalaman 100 -150 m, kadar O2 berkisar antara 3,1 – 4,2 ml/L
(kedalaman 100 m) sampai 2,8 – 3,9 ml/L (kedalaman 150 m). Kadar O2 pada
lapisan dimana terdapat salinitas maksimum yang merupakan massa air sub
tropical lower water yang berasal dari Samudera Pasifik Selatan adalah berkisar
antara 3,2 – 3,5 ml/L (Wyrtki, 1961). Berdasarkan data kadar O2 terlarut di
perairan laut Pulau Morotai ini menunjukkan bahwa massa air di perairan pulau
ini memang berasal dari Samudera Pasifik Selatan (P2O-LIPI, 2006).
(A) (B)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 16
Turbiditas (Kekeruhan)
Turbiditas menggambarkan kekeruhan massa air yang dipengaruhi oleh
kandungan tersuspensi dalam kolom air seperti plankton maupun jasad renik
lainnya, fraksi sedimen, detritus dan materi tersuspensi lainnya. Turbiditas di
perairan Pulau Morotai bervariasi antara 3,9 ntu – 5,6 ntu dan tergolong rendah
(P2O LIPI, 2006). Rendahnya nilai turbiditas menunjukkan bahwa perairan laut
pulau ini relatif jernih dan berasal dari laut terbuka (Samudera pasifik). Nilai
rata-rata turbiditas pada kedalaman 0 m,10 m, 25 m dan 50 m masing-masing
adalah 4,8 ntu, 4,6 ntu, 4,7 ntu dan 4,6 ntu.Turbiditas yang relatif lebih keruh
terdapat pada lapisan permukaan dan kedalaman 10 m. Secara spasial, turbiditas
relatif meningkat mendekati daratan.
Transmissi Cahaya
Transmisi cahaya di perairan laut Pulau Morotai berkisar antara 60,0 - 76,7%
(P2O-LIPI, 2006). Nilai rata-rata transmisi cahaya pada kedalaman 0 m, 10 m, 25
m, 50 m, 75 m dan 100 m masing-masing adalah 74,3: 75,5; 75,7; 76,3 dan
77,0%. Sama halnya dengan turbiditas, maka dekat ke permukaan, nilai
transmisi cahaya cenderung berkurang atau massa air berkurang kejernihannya.
Nilai transmisi perairan laut Pulau Morotai tergolong tinggi yang mengindikasikan
massa air yang jernih dan juga merupakan karakter massa dari lautan lepas dari
Samudera Pasifik yang berbeda dengan massa air perairan dangkal. Dengan
demikian karakter transmisi cahaya juga mendukung indikasi bahwa massa air
perairan Pulau Morotai berasal dari lautan terbuka yakni Samudera Pasifik.
Arus
Secara umum, kecepatan arus di perairan laut Pulau Morotai bervariasi antara
1,02 m/det – 1,28 m/det (P2O – LIPI, 2006). Arah arus laut bervariasi menurut
posisi dan kedalaman stasiun pengukuran.
Pada perairan bagian barat Pulau Morotai (antara Pulau Halmahera dengan pulau
kecil di sebelah barat Pulau Morotai) di lapisan permukaan tercampur
(kedalaman 0 – 50 m) arus dominan bergerak ke arah utara – barat laut dan utara
– timur laut. Pada lapisan termoklin dibawahnya (kedalaman 50 - 200 m), arus
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 17
bergerak ke arah utara – timur laut dan ke arah utara – barat daya. Pada lapisan
homogen (kedalaman 300 – 600 m), arus lebih lemah dengan arah dominan ke
utara-timur laut. Dengan demikian, pada bagian barat perairan Pulau Morotai,
pergerakan arus umumnya ke utara – timur laut atau utara – barat pada lapisan
permukaan hingga kedalaman 600 m, dengan kecepatan yang lebih tinggi di
lapisan atas (0,04 – 0,8 m/det) dan lebih rendah di lapisan dalam (0,05 – 0,4
m/det) (P2O-LIPI, 2006).
Hasil yang hampir sama juga didapat oleh Anonim (2008), pola arus permukaan
dominan di perairan laut sebelah barat Pulau Morotai, baik pada saat pasang
maupun surut adalah ke arah utara-barat laut dan utara-timur laut (Gambar
3.11). Kecepatan arus yang tergolong kuat terjadi di beberapa selat, seperti
pada perairan selat antara Pulau Morotai dengan Pulau Rao. Di selat ini masa
air dari Samudera Pasifik masuk ke perairan sebelah barat Pulau Morotai dengan
kecepatan yang tinggi.
(A) (B) Gambar 3.11.
Pola arus di lapisan permukaan laut sebelah barat Pulau Morotrai pada saat surut (A) dan pasang (B)
(Sumber: RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 - 2030)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 18
Pada bagian selatan perairan Pulau Morotai, arus dominan pada lapisan
permukaan laut bergerak ke barat daya dan ke barat daya – selatan – tenggara
dengan kecepatan bervariasi antara 0,05 – 0,8 m/detik. Pada lapisan termoklin
dibawahnya, arah arus masih sama yakni dominan ke barat daya dengan
kecepatan yang cenderung sama dengan arus dipermukaan dan arah barat daya –
selatan – tenggara. Pada lapisan dalam (> 300 m), arah arus masih cenderung ke
barat daya dan di lapisan 800 – 100 m, arah arus tidak teratur (P2O-LIPI, 2006).
Menurut P2O-LIPI (2006), kecepatan arus di perairan laut sebelah timur Pulau
Morotai relatif lebih kuat (0,04 – 1,42 m/det), dibanding perairan bagian barat
dan barat daya, mengingat perairan ini bagian dari Samudera Pasifik. Arah arus
pada kedalaman permukaan sampai 100 dominan adalah ke barat daya – barat
laut; tidak beraturan dengan kecenderungan ke arah barat laut – utara – timur
laut (dekat pantai timur Pulau Morotai); dominan ke arah - utara barat daya
(jauh dari pantai) dan dominan ke arah utara – barat laut (jauh dari pantai, agak
ke selatan Pulau Morotai).
Pada lapisan dalam (300 m – 600 m). kecepatan arus sedikit lebih lemah
dibanding kecepatan pada lapisan permukaan serta bervariasi menurut
kedalaman. Pada pesisir pantai sebelah tenggaran Pulaua Morotai, arah arus
dominan ke barat laut – barat - barat daya (300 m); bervariasi mulai arah barat
laut-barat-utara-timur laut (400 m - 600 m) dan menuju barat daya – selatan-
tenggara (700 m - 900 m). Pada pesisir timut Pulau Morotai, arah arus tidak jauh
berbeda pada kedalaman 300 m - 450 m yakni mengalir ke barat laut – utara -
timur laut. Pada perairan laut sebelah timut Pulau Morotai yang agak jauh dari
pantai, arah arus lebih teratur dengan dominan ke arah timur laut - timur (300 m
- 550 m) dan cenderung lebih bervariasi ke arah timur laut – timur – tenggara -
barat daya (600 m - 800 m). Pada perairan laut sebelah tenggara Pulau Morotai
yang agak jauh dari pantai, arah arus juga cenderung bervariasi ke arah tenggara
– timur - timur laut (300 m - 600 m).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 19
Kecepatan arus di perairan Pulau Morotai pada waktu tertentu bisa mencapai
lebih dari 1 m/detik, terutama di perairan selat, yakni di bagian barat dan
selatan perairan Pulau Morotai. Arah arus bervariasi baik menurut lokasi,
kedalaman dan waktu.
Pada saat pengamatan dilakukan oleh LON-LIPI pada September 2005, terutama
pada lapisan permukaan terlihat kecenderungan arus bergerak ke barat laut-
utara-timur laut. Arus Ekuator Selatan Samudera Pasifik mengalir ke timur laut -
utara di perairan laut lepas timur laut Halmahera dan timur Pulau Morotai
(Wyrtki, 1961). Pengaruh dari pergerakan arus yang kuat ini menyebabkan
pengerakan arus di lapisan permukaan sekitar Pulau Morotai juga ke arah timur
laut - utara. Kecepatan arus ekuator selatan Samudera Pasifik ini juga mencapai
0,75 m/det dan diperkirakan hal ini mengakibatkan arus di sekitar perairan Pulau
Morotai juga mencapai nilai yang sama. Dapat juga dikatakan perairan barat -
utara Pulau Morotai yang merupakan lintasan Arus Ekuator Pasifik Selatan.
Gelombang
Karakter gelombang pada perairan pesisir bergantung kepada: 1) gelombang yang
bergerak ke lokasi tersebut, 2) batimetri perairan, 3) lereng dan 4) morfologi
pantai. Hasil pengamatan PKSPL-IPB-IPB (2006) memperlihatkan bahwa
gelombang yang tiba di pantai beberapa stasiun pengamatan di Pulau Morotai ini
tergolong kecil, dengan tinggi gelombang sekitar 0,5 – 0,6 m dengan periode 4,7
- 8,3 detik (Tabel 3.1).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 20
Tabel 3.1. Karakter gelombang dan pantai di beberapa pantai Pulau Morotai pada 25 dan 26 Juni 2006 (PKSPL-IPB, 2006)
Stasiun Posisi Nama Lokasi
Pengukuran Gelombang Karakteris-tik Pantai
Keterangan
H α T L-p a b
1 020 03’ 08,1” LU
Pantai Desa Momujiu
0.5 10,4 8 40 900 4,13 Pukul: 09.41 WIT
1280 23’ 00,3” BT
Pantai landai dan stabil
2 N 020 06’ 18,7”
Pantai di Desa Sangowo
0,5 15,1 5,5 250 1100 5,9 Pukul: 12.33 WIT
E 1280 33’ 11,6” Pantai landai dan stabil
3 N 020 11’ 13,9” Pantai di Desa Busu-busu
0,5 18,7 4,7 300 300 6,25 Pukul: 13.38 WIT
E 1280 36’ 04,7” Pantai sebagian abrasi
4 N 020 34’ 49,5” Pantai di Desa Sopi
0,6 34,2 8,3 75 650 2,5 Pukul: 09.41 WIT
E 1280 31’ 50,6” Pantai stabil dan landai
Keterangan: H : Tinggi gelombang sebelum pecah (meter) T : Periode gelombang (detik) α : Sudut muka gelombang dengan garis pantai (0) L-p : Jarak Pecah gelombang (meter) a : Arah orientasi garis pantai dengan utara (0) b : Sudut lereng muka pantai (0)
Pembangkitan gelombang di laut lepas atau lautan bebas bergantung kepada tiga
faktor, yakni: fetch (panjang wilayah dimana angin bertiup), 2) kekuatan angin
dan 3) lamanya angin bertiup pada arah tertentu sepanjang fetch (Pond dan
Pickard, 1963). Gelombang yang dibentuk pada lautan bebas, terutama di
sebalah timur dan utara Pulau Morotai, akan merambat ke arah pantai yang juga
dipengaruhi batimetri dan lereng dasar perairan pantai. Karakter gelombang di
laut lepas dapat diperkirakan dari data angin bulanan selama 10 tahun (Tabel
3.2).
Gelombang di lautan lepas (Samudera Pasifik) yang akan menimbulkan
gelombang yang tinggi adalah yang dibangkitkan oleh angin dari utara dan timur.
Angin dari selatan dan barat daya, tidak akan menimbulkan gelombang yang
tinggi di pantai Pulau Morotai karena terlindung oleh Pulau Halmahera. Oleh
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 21
karena itu, karakter gelombang di tengah laut hanya akan dibangkitkan oleh
angin timur laut atau utara.
Tabel 3.2. Karakter gelombang di perairan laut lepas di utara dan timur Pulau Morotai yang dibangkitkan oleh angin bulanan) dari Utara - Timur Laut – Timur (1992 – 2002) (PKSPL-IPB 2006)
Keterangan: TL= timur laut; U= utara; T= timur
Dari Tabel 3.2 di atas dapat di lihat gelombang yang tinggi yang potensial
menimbulkan gelombang pecah yang tinggi di pantai adalah pada Januari –
Maret. Pada April, November dan Desember gelombang mulai melemah,
sedangkan pada Mei sampai September, angin bertiup dari barat daya dan
selatan, dan gelombang besar tidak terbentuk ,karena angin terhalang oleh Pulau
Halmahera.
Pasang Surut
Sebagai bagian dari kawasan dan menghadap Samudera Pasifik, karakter pasang
surut (pasut) perairan laut Pulau Morotai sangat dipengaruhi oleh samudera
tersebut. Menurut Wyrtki (1961), tipe pasut di Samudera Pasifik Barat dan
sebagian besar perairan Indonesia Timur termasuk perairan sekitar Pulau
Halmahera dan Pulau Morotai ini adalah tipe pasang surut campuran dominasi
semi-harian (mixed tide, prevailing semi diurnal). Kisaran pasang surut berkisar
antara 0,5 m (saat pasang perbani) – 1,4 m (saat pasang purnama) (PKSPL-IPB,
2006).
0-0,1 m 0,1-0,4 m 0,4-1,0 m 1,0-1,8 m 1,8-2,8 m
(0-1,7 det) (1,7-3,4 det) (3,4-5,3 det) (5,3-7,3 det) (7,3-9,3 det) TL U T
1 Jan 5,9 36,7 36,1 20,2 0,9 48 23
2 Pebr 5,9 32,6 42,6 17,5 1,3 45 29
3 Mar 6,7 35,8 39,0 17,3 1,2 54 16
4 April 21,0 45,2 26,1 7,1 0,6 31 14 14
11 Nop 20,7 42,9 25,4 9,4 1,0 14
12 Des 16,4 39,5 34,9 7,3 1,9 18 26
Persentasi Tinggi dan Periode Gelombang Sigifikan (%)
No BulanArah (%)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 22
Hasil pengukuran pasang surut secara manual setiap jam dengan menggunakan
tiang pasut berskala yang ditempeli dengan selang plastik transparan dari pukul
8.00 WIT (25 Juli 2006) sampai 8.00 WIT (26 Juli 2006) di Desa Daruba,
Kecamatan Morotai Selatan (202,9’ LU, 128016,8’ BT) oleh PKSPL-IPB (2006)
menunjukkan bahwa tipe pasang surut adalah campuran dominasi semi harian
(Gambar 3.12). Tunggang (kisaran) pasang surut dari 24 jam pengukuran tersebut
bervariasi antara 1,07 m – 1,36 m. Hasil pengukuran pasut secara manual yang
hampir sama juga diperoleh oleh Anonim (2008) (Gambar 3.13). Hasil pengukuran
ini menunjukkan kesesuaian dengan hasil peramalan pasang surut di Ternate dan
sebaran geografis tipe pasang yang dipublikasikan Wyrtki (1961).
0
50
100
150
200
250
300
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (jam)
Elev
asi (
cm)
Gambar 3.12. Pasang surut (pasut) hasil pengukuran selama 24 jam (25-26 Juli 2006) di
perairan pantai Pulau Morotai (Sumber: PKSPL-IPB, 2006). (Sumber: RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 - 2030)
Gambar 3.13. Pasang surut (pasut) hasil pengukuran selama 24 jam (24-25 Maret 2008)
di perairan pantai Pulau Morotai (Sumber: RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 - 2030)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 23
2) Ekosistem Pesisir
Terumbu Karang
Perairan Laut Pulau Morotai sebelah Barat
Kawasan terumbu karang di Pulau Morotai sebagian besar terdapat di perairan
laut Pulau Morotai sebelah barat, yakni di sekitar pulau-pulau kecil antara pulai
ini dengan Pulau Halmahera. Pulau-pulau kecil tersebut antara lain Pulau Mitita
Pulau Sumsum, Pulau Lunglung, Pulau Ruberube, Pulau Rukiruki, Pulau
Bobongono, Pulau Kokoya, Pulau Kolorai, Pulau Dodola Kecil, Pulau Dodola Besar,
Pulau Pelo, Pulau Galogalo Besar, Pulau Galogalo Kecil, Pulau Loleba Besar, dan
Pulau Loleba Kecil, Pulau Ngelengele Besar, Pulau Ngelengele Kecil, Pulau Tuna
(Pulau Burung), Pulau Kacuwawa dan Pulau Rao. Jenis terumbu karang yang
ditemukan di kawasan ini mencakup antara lain karang batu dari jenis Acropora
polifera, Acropora hyacinthus, Fungia sp., Porites nigrecens dan Pocillophora
verrucosa, Favites sp., Porites lutea, Porites lutea yang telah ditumbuhi oleh turf
algae, Porites nigrecens, Pectinia lactuca, Seriatophora caliendrum serta
Stylphora pistillata, Pocillphora meanndrina Halimeda sp., Sunilaria sp. dan
Sarcophyton sp dan Favites abdita (P2O-LIPI, 2006).
Di kawasan ini P2O-LIPI juga telah melakukan pengamatan di 7 stasiun bawah air,
dan mendapatkan jumlah Famili terumbu karang berkisar antara 2-12 famli, 2-34
marga dan 3-76 genus (jenis) (Tabel 3.3). Kondisi karang berkisar antara sedang
(dengan tutupan sebesar 30%) hingga baik (50%).
Tabel 3.3. Jumlah Jenis, Marga dan Family Karang Batu Hasil Koleksi Bebas Pulau Morotai Bagian Barat (20/09/2005)
Komponen L O K A S I
1 2 3 4 5 6 7 Family 11 11 12 12 11 7 2 Marga 34 29 33 34 23 11 2 Jenis 76 65 72 74 47 21 3
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 24
Menurut PKSPL-IPB (2006), kondisi terumbu karang di kawasan perairan Pulau
Morotai relatif baik. Tutupan karang keras berkisar 1,60 – 53,20% dengan kategori
rusak hingga baik (Tabel 3.4 dan Tabel 3.5 serta Gambar 3.11). Karang keras
terdiri dari karang keras Acropora dan non-Acropora yang banyak terdapat di
seluruh perairan Pulau Morotai. Kondisi karang keras di Pulau Burung paling
buruk dengan persentasi tutupan 1,60% karang keras non Acropora, sedangkan
karang keras yang paling baik ditemukan di Wayabula dengan tutupan 53,20
persen karang keras non-Acropora.
Tabel 3.4. Persentase tutupan karang di beberapa lokasi pengamatan di perairan laut sebelah barat Pulau Morotai (PKSPL-IPB, 2006)
No. Lokasi Tutupan (%)
HCA HCNA DC ALG Lainnya Abiotik 1 Wayabula 0 53,2 1 2,4 31,5 11,9 2 Dodola 2,8 7,4 12,6 5,2 13 59 3 Pulau Burung 0 1,6 7,4 10,2 16,1 64,7 4 Posi-Posi Rao 31,7 24 2,7 13,9 1 26,7 5 Saminyamau 12,6 10 7,4 0 9,8 60,2 6 Bere-Bere 2,8 37,4 1,6 2 20,4 35,8 7 Mitita 7 28,93 5,87 7,28 43,59 7,34 8 Loleba 31,7 24 2,7 13,9 1 26,7
Keterangan : HCA = Hard Coral Acropora HCNA = Hard Coral Non-Acropora DC = Dead Coral ALG = Algae
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 25
Tabel 3.5. Persentase tutupan karang dan komunitas karang di beberapa lokasi pengamatan di perairan laut sebelah barat Pulau Morotai (PKSPL-IPB, 2006)
No Lokasi %
Tutupan Karang
Keterangan %
Komunitas Karang
Keterangan
1 Wayabula 53,2 baik 84,7 Sangat baik 2 Dodola 10,2 Rusak 23,2 rusak 3 Pulau Burung 1,6 rusak 17,7 rusak 4 Posi-Posi Rao 55,7 baik 56,7 baik 5 Saminyamau 22,6 Rusak 32,4 Sedang 6 Bere-Bere 40,2 sedang 60,6 Baik 7 Mitita 35,93 sedang 79,52 Sangat baik 8 Loleba 55,7 sedang 56,7 baik
Keterangan ( mengacu kepada KEPMEN LH No. 4, 2001) 75 % - 100 % = sangat baik 50 % - 74,9% = baik 25 % - 49,9 % = sedang 0,5 - 24,9 = rusak
Kerusakan terumbu karang di kawasan ini terutama disebabkan oleh
penangkapan ikan secara merusak (destructive fishing), yakni menggunakan bom
dan racun. Penyebab lain dari kerusakan terumbu karang ini karena penggunaan
untuk keperluan konstruksi bangunan di darat. Terumbu karang diambil dan
diangkut ke darat sebagai bahan bangunan. Kondisi kerusakan terumbu karang di
perairan Morotai dapat dilihat pada Gambar 3.14.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 26
(A) (B)
(C) (D) Gambar 3.14. Kondisi terumbu karang di perairan Morotai yang rusak (A), mulai
tumbuh (B) dan (C) serta masih bagus (D) (Sumber foto: Ekspedisi Halmahera, 2005)
Perairan Laut Pulau Morotai sebelah Selatan
Hasil pengamatan P2O-LIPI di 13 lokasi mendapatkan kondisi terumbu karang di
kawasan perairan laut Pulau Morotai sebelah selatan tergolong sedang (tutupan
sekitar 30%) hingga baik (tutupan 50%). Di kawasan ini terdapat 10-13 famili, 22-
36 marga dan 57-80 genus (jenis) terumbu karang, baik yang termasuk karang
batu (hard coral) maupun karang lunak (soft coral) (Tabel 3.6). Jenis karang
yang ditemukan antara lain Sinularia sp., Sarcophyton sp. (keduanya termasuk
soft corals), Porites lutea, Favites sp., Acropora palifera, Acropora digitifera
(keempatnya termasuk hard corals), kemudian Porites lutea, Porites nigrecens,
Favites sp., Goniastrea sp., Acropora hyacinthus, Acropora clathrata, Montipora
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 27
sp., Pocillophora verrucosa, Porites nigrecens, Millepora sp., Stylopora pistillata,
Pocillophora verrucosa, Acropora grandis, Leptostrea sp. Goniastrea sp., Pectinia
lactuca, Ganiastrea asteata, Fungia sp., dan Seriatophora hystrix dan juga algae
terutama Halimeda sp. Terumbu karang tersebut hidup dan tumbuh pada
kedalaman laut 1-10 m.
Tabel 3.6. Jumlah Jenis, marga dan family karang batu hasil koleksi bebas Pulau Morotai bagian selatan (P2O-LIPI, 2006)
Komponen L O K A S I
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Family 12 11 10 12 14 10 10 12 13 13 11 10 11 Marga 31 29 25 31 36 25 24 27 22 35 32 30 34 Jenis 69 67 60 77 82 66 59 57 48 76 80 72 80 Tutupan (%) 40 40 30 30 40 40 40 30 40
Mangrove
Ekosistem mangrove (hutan bakau) terdapat dipesisir Pulau Morotai di zona
intertidal, yakni kawasan yang terkena pengaruh pasang surut air laut.
Karakteristik mangrove di pulau ini tergolong tipologi kepulauan, tegakan
umumnya tidak terlalu tinggi karena suplai nutrien (dari sungai) relatif sedkit,
lapisan lumpur di zona ini tidak terlalu tinggi, tidak membentuk zonasi karena
tidak terlalu lebar kecuali di Pulau Babi (yang merupakan pulau mangrove)
Tipologi hutan mangrove Pulau Morotai yang memiliki tegakan umumnya tidak
terlalu tinggi dan sabuk yang tipis (Gambar 3.15).
Ekosistem mangrove di perairan Pulau Morotai didominasi oleh genus Rhizophora
sp, Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. Kondisi mangrove relatif baik berdasarkan
tingkat tutupan (PKSPL-IPB, 2006). Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan P2O-LIPI pada September 2005 di Pulau Morotai bagian barat
(Wayabula) dan selatan (Daruba) terdapat 19 jenis mangrove yang termasuk
dalam 16 marga dan 13 suku (Tabel 3.7).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 28
Gambar 3.15. Tipologi hutan mangrove Pulau Morotai (Sumber foto: RTRW Kabupaten Pulau Morotai, 2010 - 2030)
Tabel 3.7. Suku, marga dan jenis-jenis mangrove yang didapatkan di Pulau Morotai bagian barat (Wayabula) dan selatan (Daruba) (P2O-LIPI, 2006)
No. Suku Jenis Nama Daerah
1 Aizoaceae Sesuvium portulacastrum Sesepi, gelang laut 2 Combretaceae Lumnitzera racemosa Wild Kedukduk, truntun
Terminalia cattapa L. Ketapang, ketapa 3 Goodeniaceae Scaevola taccada (Gaertn) Roxb. Bakung, bako-bakoan 4 Lythraceae Phempis acidula J.R.G. Forst Setigi, centigi 5 Malvaceae Hibiscus tiliaceus L. Waru 6 Meliaceae Xylocarpus granatum L. Buah kira-kira
X. moluccensis (Lmk.) Roem Nyuruk 7 Myrsinaceae Aegiceras corniculatum (L.) Blanco Kacangan, sedangan 8 Myrtaceae Osbornia octodonta F. Muell Baru-baru 9 Pandanaceae Pandanus tectorius Parkinson Pandan 10 Papilionaceae Pongamia Pinnata (L.) Pierre Tangi, kelengkeng 11 Rhizophoraceae Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam Tongke kecil
Ceriops tagal (Perr) C.B. Rob Mange darat Rhizophora apiculata BI Tongke kecil R. Mucronata Lam Tongke kecil R. Stylosa Griff. Tongke kecil
12 Sonneratiaceae Sonneratia alba J.Sm Mange-mange 13 Sterculiaceae Heritiera littoralis Dryand Dungu, lawang
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 29
Lamun
Habitat lamun terdapat diantara habitat mangrove dan terumbu karang, dan
berasosiasi diantara ketiganya. Substrat tempat mereka tumbuh umumnya
berupa pasir, pasir koarsa, gravel, lumpur, dan karang. Jenis lamun yang
ditemukan di perairan Pulau Morotai antara lain: Thalassia hemprichii, Halodule
uninervis, Halodule pinifolia dan Halophila ovalis. Jenis lamun seperti Enhalus
acoroides, Syringodium isoetifoilium, Cymnodecea rotundata mulai banyak
ditemukan pada habitat yang sedikit ada lumpur, pasir halus sampai kasar dan
sedikit gravel yang ditemukan di wilayah perairan Barat Pulau Morotai. Habitat
ini dicirikan dengan pesisir pantai banyak dijumpai ekosistem mangrove,
sehingga jenis Enhalus acoroides mulai banyak ditemukan. Pesisir barat pulau
Morotai jenis-jenis seperti Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule
uninervis, Halodule pinifolia dan Thalassia hemprichii juga tesebar secara
sporadis (P2O-LIPI, 2006). Banyak pulau-pulau kecil di perairan laut sebelah
barat Pulau Morotai berfungsi sebagai penahan gelombang, dan substrat di
kawasan tersebut pada umumnya berupa lumpur, pasir halus sampai pasir kasar
dan gravel. Substrat tersebut cocok untuk kehidupan dan pertumbuhan lamun
jenis Enhalus acoroides, sehinga biota ini lebih banyak ditemukan di pesisir
pantai sisi barat Pulau Morotai.
Tingkat tutupan padang lamun di perairan selatan dan barat Pulau Morotai
berkisar antara 5-95%. Perairan di sebelah barat Pulau Morotai memiliki tingkat
tutupan yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan di sebelah selatan.
B. Daratan
1) Bentang Alam
Topografi dan Kemiringan lereng
Wilayah Kabupaten Pulau Morotai berada pada ketinggian 0-1000 m di atas
permukaan laut yang meliputi wilayah datar, berombak, berbukit-bergelombang,
curam dan terjal.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 30
Wilayah dataran rendah berada di bagian selatan dari Kabupaten Pulau Morotai
dengan bentuk wilayah datar sampai berombak. Wilayah ini membentang
sepanjang pantai dan tersebar dari Kecamatan Morotai Selatan Barat hingga
Kecamatan Morotai Selatan dimana kedua Kecamatan tersebut berbatasan
langsung dengan Selat Rao dan Selat Morotai. Dataran Rendah sepanjang pantai
umumnya merupakan daerah yang dominan ditumbuhi oleh pohon kelapa.
Wilayah dataran tinggi terdapat di Bagian Utara dan Selatan Kabupaten Pulau
Morotai dengan kontur wilayah curam dan terjal. Wilayah ini tersebar dan
dominan di Kecamatan Morotai Jaya dan Morotai Selatan Barat.
Berdasarkan peta land sistem (RePPPRot, Tahun 1999), Kabupaten Pulau Morotai
sebagian besar (51,7 %) merupakan wilayah dengan bentukan wilayah curam (40-
60 %), sedangkan wilayah datar relatif kecil (9,27 %). Sebaran dan Luasan dari
kelas lereng dan bentuk wilayah Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada
Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Sebaran dan Luasan Kelas lereng, Bentuk Wilayah Kabupaten Pulau Morotai.
No Kelas Lereng Bentuk Wilayah Luas (Ha) Persentase (%)
1 <2 Datar 21.818,99 9,27 2 2 - 8 % Berombak 9.983,26 4,24 3 16 - 25 % Berbukit - Bergelombang 32.862,08 13,96 4 40 - 60 % Curam 121.696,66 51,70 5 >60 % Terjal 49.007,20 20,82
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 31
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 32
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 33
Geologi
Deskripsi geologi Kabupaten Pulau Morotai diperoleh berdasarkan Peta Geologi
Lembar Morotai, Maluku Utara dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
tahun 1980. Dari peta tersebut diketahui bahwa formasi-formasi utama yang
menyususn Kabupaten Pulau Morotai terdiri dari formasi Aluvium (Qa/t), formasi
Batu Gamping Terumbu (Qt), formasi Batuan Gunung Api Holosin (Qhva), formasi
Bacan (tomb) dan formasi Weda (Tmpw). Formasi Aluvium (Qa), tersusun dari
kerakal, kerikil, pasir, lempung dan lumpur sebagai endapan sungai, rawa, pantai
dan delta.
Batu Gamping Terumbu (Qt) Terdiri dari batugamping terumbu bioherma dan
biostroma, berwarna putih dan kelabu, berumur Plistosen – Holosen. Formasi
Bacan (tomb), terdiri dari lava, breksi dan tufa dengan sisipan konglomerat dan
batupasir. Breksi gunungapi, kelabu kehijauan dan coklat, umumnya terpecah,
mengandung barik kuarsa yang sebagian berpirit. Lava bersusunan andesit
hornblenda dan andesit piroksen, berwarna kelabu kehijauan dan coklat,
umumnya sangat terpecah dan terubah, terpropilitkan dan termineralkan.
Konglomerat, kelabu kehijauan dan coklat, kompak, mengandung barik kuarsa,
komponennya basal, batugamping, rijang, batupasir dan setempat dengan batuan
ultrabasa. Batupasir dari analisis fosil menunjukkan umur Oligosen – Miosen
bawah dan lingkungan litoral (PT.Shell, 1976, komunikasi tertulis).
Formasi Weda (Tmpw), Berupa batupasir berselingan dengan napal, tufa,
konglomerat dan batugamping. Batupasir kelabu - coklat muda, - berbutir halus
sampai kasar; -berselingan dengan serpih kelabu kehijauan. Napal, putih, kelabu
dan coklat, getas; mengandung banyak foraminifora setempat sisipan batubara
setebal 5 cm dan batugamping. Napal berumur Miosen Tengah – Awal Pliosen
(Kadar, 1976, komunikasi tertulis) dan lingkungan neritik-batial (Tabel 3.9) .
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 34
Tabel 3.9. Formasi Geologi Kabupaten Pulau Morotai
No Kode Formasi Luas (Ha) %
1 Qa/t Aluvium 17.551,11 7,49 2 Qt Batu Gamping terumbu 34.727,04 14,81 3 Qhva Batuan Gunung Api Holosin 248,23 0,11 4 tomb Formasi Bacan 83.345,66 35,55 5 Tmpw Formasi Weda 98.566,78 42,04
Jenis Tanah menurut RePPPRot Tahun 1999
Berdasarkan Peta Dasar Tematik Kehutanan, Dirjen Baplan 07/08, RePPPRot
Tahun 1999 dan verifikasi hasil pengamatan lapang (boring) (lampiran 1), maka
tanah di Kabupaten Pulau Morotai semua tergolong tanah mineral.
Sebaran dan Luasan dari jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Pulau Morotai
disajikan pada Tabel 3.10.
Kelompok tanah mineral di Kabupaten Pulau Morotai antara lain berkembang dari
bahan aluvium dan berkembang dari bahan induknya. Dari Peta Tanah yang
disajikan pada Gambar 3.18 dan Tabel 3.10, satuan peta tanah menunjukkan
sebaran paling luas terdapat pada kelompok tanah Ultisol, Alfisol, Inceptisol dan
Entisol yang meliputi 82,56 % dari luas total Kabupaten Pulau Morotai.
Tanah Mineral ini terdapat pada hampir semua kelas kemiringan lereng yang
meliputi bentuk wilayah datar (<2 %), berombak (2-8 %), berbukit-bergelombang
(16-25 %), curam (40-60 %) dan terjal (>60 %).
Distribusi masing-masing satuan peta tanah berdasarkan kemiringan lereng
adalah sebagai berikut:
- Satuan Peta Tanah daerah Datar (<2 %) meliputi : SPT 6, SPT 10, SPT 11, SPT
12, SPT 13.
- Satuan Peta Tanah daerah Berombak (2-8 %) meliputi : SPT 1, SPT 7, dan SPT
9.
- Satuan Peta Tanah daerah Berbukit-Bergelombang (16-25 %) meliputi : SPT 2,
SPT 8, dan SPT 14.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 35
- Satuan Peta Tanah daerah Curam (40-60 %) meliputi : SPT 4, SPT 5, SPT 15.
- Satuan Peta Tanah daerah Terjal (>60 %) hanya meliputi : SPT 3.
Berdasarkan hal tersebut di atas, menunjukkan sebagian besar bentuk wilayah di
Kabupaten Pulau Morotai didominasi daerah Curam (40-60 %) sebanyak
121.696,66 Ha atau 51,70 % dan daerah Terjal (>60 %) sebanyak 49.007,20 Ha
atau 20,82 % dari total luas Kabupaten Pulau Morotai. Hal ini menunjukkan
daerah yang sesuai untuk pengembangan pertanian adalah pada bentuk wilayah
Datar (<2 %), Berombak (2-8 %), dan Berbukit-Bergelombang (16-25 %) yang
meliputi 64.664,33 Ha atau 24,47 % dari luas total wilayah.
Tabel 3.10. Luasan Jenis Tanah (Asosiasi dan Kompleks) Kabupaten Pulau Morotai
SPT Satuan Lahan (RePPPRot Tahun 1999) Jenis Tanah (Bappeda Tahun 2006)
Luas (Ha) %
1 Dystropepts, Dystrandepts, Tropaquepts Alluvial, Latosol, Mediteran 537 0,23 2 Dystropepts, Eutropepts, Tropudults Mediteran 250 0,11 3 Dystropepts, Troporthents Renzina, Mediteran, Litosol 49.007 20,82 4 Dystropepts, Tropudults, Troporthents Latosol, Mediteran, Renzina 2.488 1,06 5 Eutropepts, Dystropepts Latosol, Mediteran, Renzina 85.212 36,2 6 Hydraquents, Sulfaquents Alluvial, Mediteran, Renzina 2.747 1,17 7 Rendolls, Eurotropepts, Tropudalfs * Alluvial, Latosol, Mediteran 9.288 3,95 8 Rendolls, Tropudalfs, Eurotropepts * Mediteran 26.102 11,09 9 Tropaquents, Tropofluvents, Fluvaquents Alluvial, Latosol, Mediteran 158 0,07
10 Tropaquepts, Eutropepts, Tropudalf * Alluvial, Mediteran, Renzina 7.518 3,19 11 Troppossaments, Tropaquents Alluvial, Mediteran, Renzina 1.683 0,72 12 Tropaquepts, Eutropepts, Tropofluvents Alluvial, Mediteran, Renzina 5.455 2,32 13 Troporthents, Tropudalf, Tropopsamments * Alluvial, Mediteran, Renzina 4.416 1,88 14 Tropudults, Dystropepts Latosol, Mediteran, Renzina 33.996 14,44 15 Tropudults, Tropudalfs, Dystropepts, Eutropepts Mediteran 6.510 2,77
Sumber : Peta Dasar Tematik Kehutanan, Dirjen Baplan 07/08 dan RePPPRot Tahun 1999
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 36
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 37
2) Penutupan/Penggunaan Lahan
Penutupan / penggunaan lahan di Kabupaten Pulau Morotai terdiri dari penggunaan
lahan terbangun dan penutupan lahan alami berdasarkan intepretasi Citra Land-Sat
dan ICONOS 2007 serta pemeriksaan lapang. Penutupan dan penggunaan lahan di
Kabupaten Pulau Morotai dapat dikelompokan menjadi beberapa penggunaan /
penutupan seperti tertera pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11. Penutupan / Penggunaan Lahan di Kabupaten Pulau Morotai
Penggunaan Lahan Luas (ha) %
Hutan lebat 35.049 15,02 Hutan sejenis alami 112.903 48,37 Kebun campur 21.777 9,33 Kebun sejenis 5.014 2,15 Mangrove 1.833 0,79 Pemukiman jarang 253 0,11 Pemukiman padat 49 0,02 Perkampungan padat 1.766 0,76 Rawa 21 0,01 Danau/telaga/situ/sungai 13 0,01 Semak belukar 25.334 10,85 Tanah terbuka 75 0,03 Tegalan/Ladang 24.771 10,61 Awan (Tidak ada data) 4.560 1,95 Jumlah 233.419 100,00
Uraian untuk masing-masing penutupan / penggunaan lahan sebagai berikut:
- Hutan.
Hutan adalah suatu areal yang ditumbuhi tanaman keras baik sejenis maupun
tidak. Lahan hutan merupakan jenis penutupan lahan yang terbesar meliputi
149.785 ha (64,18%) terdiri dari hutan lebat luas 35.049 ha (15,02%), hutan
sejenis alami 112.903 ha (48,37%) dan hutan mangrove luas 1.833 ha (0,79%).
- Kebun.
Lahan yang diusahakan untuk kebun baik kebun campuran maupun kebun
sejenis. Total luas penggunaan kebun adalah 26,791 ha (11,48%), terdiri dari
kebun campuran luas 21.777 ha (9,33%) dan kebun sejenis 5.014 ha (9.33%).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 38
- Permukiman.
Permukiman adalah lahan yang digunkan untuk permukiman baik yang
jarang, padat dan atau yang membentuk perkampungan. Daerah
permukiman meliputi luas 2.086 ha atau 0,89%.
- Rawa dan Danau.
Rawa adalah areal lahan basah yang digenangi air secara terus menerus,
sedangkan danau adalah areal yang tergenang terus menerus karena proses
alami. Luas areal rawa dan danau adalah 34 ha (0,02%) terdiri dari rawa luas
21 ha (0,02%) dan danau luas 13 ha (0,01%).
- Semak Belukar.
Semak belukar adalah tanaman perdu pendek maupun tinggi berbentuk
semak. Wilayah dengan vegetasi semak meliputi luas 25.334 ha atau 10,85%.
- Tegalan.
Tegalan adalah lahan kering yang diusahakan untuk bercocok tanam baik
tanaman pangan maupun palawija. Wilayah tegalan memeliputi luas 24.771
ha atau 10,61%.
- Tanah Terbuka.
Tanah terbuka adalah tanah yang saat ini kondisinya terbuka, baik terbuka
karena sudah dibuka oleh masyarakat maupun terbuka secara alami, wilayah
ini meliputi luas 75 ha atau 0,03%.
C. Kebencanaan
Melihat kondisi geografi Kabupaten Morotai yang merupakan kepulauan, maka proses marin
atau laut merupakan salah satu ancaman bencana yang mungkin timbul di kabupaten ini,
sedangkan melihat kondisi geomorfologi kabupaten yang terdiri dari daerah
perbukitan/pegunungan serta dataran fluvial dan marin di pesisir pulau, maka bencana
longsor dan banjir juga merupakan ancaman bencana yang mungkin terjadi di kabupaten
ini.
Beberapa bentuk ancaman bencana yang berasal dari laut adalah gelombang pasang dan
tsunami. Yang terakhir ini cukup berpotensi mengingat tercatat pernah terjadi tsunami
pada tahun 2003 di Morotai. Hal ini cukup wajar disebabkan pulau ini berhadapan langsung
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 39
dengan zona tumbukan lempeng tektonik (lempeng Pasifik, Filipina, dan Eurasia atau Indo-
China) yang terletak di sebelah timur dan utara pulau ini.
Gempa tektonik sebenarnya telah terjadi beberapa kali dan mengguncang wilayah ini.
Gempa tersebut berasal dari aktivitas tektonik di bawah laut, seperti yang terjadi pada
tahun 1989 yang mengakibatkan 233 rumah dan bangunan rusak, pada tahun 2003 gempa
berkekuatan 6,4 SR melahirkan tsunami dan mengakibatkan 50 rumah rusak di Kampung
Bere-Bere dan satu orang meninggal (Antara 2003), pada tahun 2006 gempa yang terjadi
pada tanggal 29 November 2006 dengan kekuatan 6,6 SR merusakkan beberapa bangunan
seperti rumah, sekolah, puskesmas, dan rumah ibadah di Kecamatan Loloda Utara
(Kabupaten Halmahera Utara) dan Kecamatan Morotai (Kabupaten Morotai) (PVMBG, 2006),
pada 2 Juni 2007 gempa berkekuatan 5.0 SR sempat mengguncang Morotai meskipun tidak
menimbulkan bencana, namun membuat panik penduduk (ESDM, 2007), dan terakhir
terjadi gempa pada tanggal 29 Januari 2009 dengan kekuatan 5,4 SR dan tidak pula
menimbulkan bencana (Jawa Pos, 2009). Dengan demikian gempa tektonik dan tsunami
merupakan bahaya yang nyata di kabupaten ini. Oleh karena itu, pemetaan daerah-daerah
bahaya terutama bahaya tsunami sangatlah diperlukan, terlebih persebaran konsentrasi
penduduk (permukiman) hanya tersebar di daerah tepian pantai (pesisir).
Berdasarkan persebaran permukiman tersebut, ancaman bahaya lain seperti bahaya longsor
sebenarnya relatif kecil, kecuali pada permukiman-permukiman yang terletak di dekat
tebing pantai (cliff) atau perbukitan tepi pantai yang mempunyai lereng-lereng yang terjal.
Permukiman seperti ini dapat terancam oleh dua jenis bahaya, yaitu longsor dan tsunami
jika tinggi gelombang tsunami lebih besar dari 2 m. Di daerah atas (upland) yang
mempunyai relief berbukit dan bergunung atau yang mempunyai lereng-lereng terjal di
pulau ini sebagian besar masih tertutup oleh hutan dan tidak ditemukan adanya
permukiman, sehingga tidak menimbulkan ancaman bahaya bencana.
Untuk bahaya banjir di kabupaten ini, ancamannya juga relatif kecil disebabkan
permukiman yang ada saat ini tidak berdekatan dengan sungai-sungai besar, kecuali jika
terjadi perkembangan permukiman menuju ke arah sungai-sungai di waktu yang akan
datang. Hal ini didukung pula oleh adanya kondisi ekologi hulu sungai yang masih bagus,
yaitu masing-masing hulu daerah aliran sungai (DAS) masih tertutup dengan baik oleh
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 40
hutan, sehingga selama musim penghujan penaikan debit sungai tidak menghasilkan banjir
yang besar.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa ancaman utama bencana alam yang ada di
Kabupaten Morotai adalah gempa bumi dan tsunami. Lebih lagi daerah permukiman yang
ada di kabupaten ini semuanya terletak di atas bentuklahan (landform) fluvial dan marin
yang mempunyai litologi alluvium atau berbatuan lepas-lepas. Jenis batuan seperti ini
sangat responsif terhadap getaran-getaran gempa bumi, sehingga sangat mudah melahirkan
gelombang transversal dari material batuan ini dan hasilnya dapat memporak-porandakan
bangunan di atasnya. Daerah bahaya gempa bumi sebenarnya agak sulit ditentukan
wilayahnya karena daerah pusat gempa tidak selalu tetap, namun secara global dapat
dikatakan bahwa hampir di seluruh bentuklahan yang mempunyai dataran berbatuan
alluvium dan marin masuk ke dalam daerah bahaya gempa bumi tektonik, dan sebagian
besar masuk pula ke dalam daerah bahaya tsunami.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan interpretasi citra satelit, bentuk lahan seperti ini
terbentuk di sepanjang pantai, sehingga wilayah yang berada di atas bentuklahan ini masuk
ke dalam daerah bahaya gempa dan tsunami. Meskipun demikian daerah yang paling
berbahaya terhadap gelombang tsunami sebenarnya adalah berada di wilayah di sepanjang
pantai timur hingga utara Pulau Morotai. Hal ini disebabkan wilayah ini menghadap
langsung ke zona pertemuan lempeng tektonik lokal dan juga internasional yaitu
menghadap langsung ke Samudera Pasifik. Seperti diketahui bahwa samudera ini adalah
tempat berlalunya gelombang tsunami, disebabkan pertemuan lempeng tektonik dunia
berada di sepanjang lingkar pantai Pasifik (circum Pasific), dengan demikian gempa yang
berada di sepanjang pantai tersebut berpotensi menghasilkan tsunami dan Pulau Morotai
termasuk bagian yang rentan untuk menerima gelombang tsunami kiriman dari Negara lain,
seperti dari Amerika Selatan, Jepang, atau negara-negara lainnya.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 41
Untuk melakukan antisipasi terhadap bahaya bencana tersebut, maka perlu dibuat suatu
program mitigasi yang cukup serius sebelum bencana yang lebih besar terjadi di waktu
mendatang. Salah satu bentuk program ini yang paling mendasar adalah membangun sistem
peringatan dini (early warning system) bahaya tsunami dalam jaringan internasional.
Kemudian dilanjutkan dengan membangun tempat-tempat evakuasi yang aman dari
tsunami, termasuk infrastruktur seperti jalur-jalur evakuasi yang memadai untuk menuju
ke daerah evakuasi dan tempat pengungsian yang memadai. Bentuk lain dapat pula
dilakukan dengan membentuk kawasan lindung pantai, terutama wilayah untuk vegetasi
pesisir, seperti mangrove dan yang lainnya, yang dapat berfungsi untuk memecah dan
menghambat rayapan gelombang tsunami menuju ke daratan. Untuk bahaya gempa bumi,
bentuk mitigasi yang utama adalah membangun rumah-rumah atau bangunan dengan
kualitas yang baik, berteknologi para-seisme meskipun dengan bahan dan material yang
sederhana, seperti kayu yang relatif ringan dan lentur terhadap getaran gempa.
Bahaya alam lain yang mungkin terjadi meskipun sangat kecil adalah bahaya letusan
gunung api. Hal ini dapat terjadi karena Pulau Morotai sendiri pada dasarnya terbentuk
oleh aktivitas gunung api, sehingga pulau ini sebenarnya adalah pulau gunungapi. Namun
demikian aktivitas gunung api ini sudah sangat lama tidak terjadi, sehingga tubuh
gunungapi itu sendiri sudah mengalami proses denudasi dan kerucut gunungapinya sendiri
sudah tidak terlihat lagi secara jelas, kecuali menyisakan wilayah-wilayah yang berbukit
dan berpegunungan di tengah pulau yang dikelilingi oleh perbukitan batuan koral. Sungguh
pun demikian aktivitas gunungapi (vulcanism) itu sendiri tidak berarti mati untuk
selamanya, namun masih ada kemungkinan untuk aktif kembali di waktu yang akan datang,
meskipun dalam bentuk semburan gas beracun ataupun aktivitas hidrotermal. Akan tetapi
kapan aktivitas gunungapi ini akan lahir kembali tentu saja sangat sulit untuk ditentukan
dan demikian pula untuk menentukan daerah-daerah bahaya yang mungkin terjadi.
3.1.3 Sosial dan Kependudukan
A. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Penduduk adalah salah satu faktor utama yang menjadi kunci penting tercapainya
keberhasilan pembangunan. Peranan penduduk dalam pembangunan adalah sebagai subyek
sekaligus obyek yang akan memberikan dampak terhadap keberhasilan pembangunan yang
dilaksanakan. Jumlah Penduduk yang besar dapat menjadi modal pembangunan jika
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 42
merupakan sumber daya manusia yang berkualitas, namun sebaliknya akan menjadi beban
berat pembangunan jika kualitasnya rendah, sedangkan secara kewilayahan, jumlah
penduduk harus didukung oleh ketersediaan lahan baik lahan sebagai tempat tinggal yang
layak maupun sebagai tempat usaha yang mengutungkan. Jumlah dan kepadatan penduduk
Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008 terdapat pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12. Penduduk, Luas Daratan dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008
Kecamatan Jumlah Penduduk
(Jiwa) Luas Daratan
(Km2) Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km2) Morotai Selatan 16.520 363,1 45,5 Morotai Selatan Barat 11.436 731,8 15,63 Morotai Timur 7.951 362,8 21,92 Morotai Utara 8.757 448,77 19,51 Morotai Jaya 8.497 408,5 20,8 Jumlah 53.161 2.314,97 22,96 Sumber : Kabupaten Halmahera Utara dalam Angka Tahun 2009 Tabel di atas menjelaskan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan
Morotai Selatan yakni sebanyak 16.520 jiwa. Jumlah penduduk paling sedikit di Kecamatan
Morotai Timur yakni sebanyak 7.951 jiwa. Kecamatan yang memiliki luas darat terluas
adalah Morotai Selatan Barat yakni 731,80 Km2 dan dengan jumlah penduduk 11.436 jiwa,
kecamatan ini memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah yakni sebanyak 15,63
jiwa/Km2. Sedangkan Morotai Timur memiliki luas lahan paling rendah yakni 362,80 Km2
memiliki tingkat kepadatan 21,92 jiwa/Km2, namun Kecamatan Morotai Selatan yang
memiliki luas 363,10 Km2 adalah kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk paling
tinggi yakni 45,50 jiwa/Km2, sehingga secara total, Kabupaten Morotai memiliki jumlah
penduduk sebanyak 53.161 jiwa dengan luas daratan 2.314,97 Km2 memiliki tingkat
kepadatan penduduk sebesar 22,96 jiwa/Km2.
Berdasarkan komposisi jenis kelamin laki-laki dan perempuan, maka penduduk Kabupaten
Pulau Morotai Tahun 2008 per kecamatan menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki
lebih besar dari jumlah penduduk perempuan. Hal ini ditunjukkan oleh ratio jumlah
penduduk laki-laki disbanding jumlah penduduk perempuan yang berkisar antara 1.07 di
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 43
kecamatan Morotai Selatan Barat dan kecamatan Morotai Utara sampai dengan 1.17 di
Kecamatan Morotai Utara. Selengkapnya data komposisi penduduk berdasarkan jenis
kelamin terdapat pada Tabel 3.13 di bawah ini.
Tabel 3.13. Komposisi Penduduk Kabupaten Pulau Morotai berdasar Jenis Kelamin Tahun 2008
Kecamatan
Jenis Kelamin Jumlah
Ratio Lai-laki Perempuan
(org) (org) (org) Morotai Selatan 8574 7946 16520 1.08 Morotai Timur 4130 3821 7951 1.08 Morotai Selatan Barat 5902 5534 11436 1.07 Morotai Utara 4726 4031 8757 1.17 Morotai Jaya 4531 3966 8497 1.14 Sumber : Kabupaten Halmahera Utara dalam Angka Tahun 2009
B. Ketenagakerjaan
Dalam kaitannya dengan aspek ekonomi, penduduk dapat digolongkan ke dalam dua
macam kelompok, yaitu: Penduduk yang aktif secara ekonomis dan Penduduk yang tidak
aktif secara ekonomis. Penduduk yang aktif secara ekonomis adalah mereka yang bekerja
atau punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja dan mereka yang mencari pekerjaan,
Kelompok ini biasa disebut sebagai ”Angkatan Kerja”. Sedangkan penduduk yang tidak aktif
secara ekonomis adalah mereka yang tidak termasuk dalam angkatan kerja dan disebut
”Bukan Angkatan Kerja”. Berikut disajikan berturut-turut tabel penduduk berdasarkan
jenis kegiatan utama, lapangan usaha utama dan status pekerjaan utama.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 44
Tabel 3.14. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Jenis Kegiatan Utama Selama Seminggu Tahun 2010
Kegiatan Utama Laki-laki
(jiwa) Perempuan
(jiwa) Jumlah (jiwa)
Angkatan Bekerja : a. Bekerja 842 414 1.256 b. Pengangguran Terbuka - - - - Pernah bekerja 350 200 550 - Tidak pernah bekerja - - - Bukan Angkatan Kerja a. Sekolah 4000 3.500 7.500 b. Mengurus Rumah Tangga 6.000 4.500 10.500 c. Lainnya 500 250 750 Jumlah 11.692 8.864 20.556 Sumber : Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi, Kab Pulau Morotai
Tabel 3.15. Penduduk Yang Bekerja Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Usaha Utama Selama Seminggu Yang Lalu di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2010
Lapangan Usaha Utama Laki-laki Perempuan Jumlah
Primer 750 250 1.000 Sekunder 50 85 135 Tersier 5.000 2.750 7.750 Jumlah 5.800 3.085 8.885 Sumber : Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Kab Pulau Morotai
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 45
Tabel 3.16. Penduduk Yang Bekerja Menurut Jenis Kelamin dan Status Pekerjaan Utama Selama Seminggu Yang Lalu di Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010
Status Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Jumlah Berusaha Sendiri 50 35 85
Berusaha dibantu/buruh tidak tetap/ tidak dibayar
30 20 50
Berusaha dibantu buruh tetap dibayar 450 100 550 Buruh/karyawan/pegawai 393 67 460 Pekerja bebas pertanian 2.350 1.750 4.100 Pekerja bebas non pertanian 350 150 500 Pekerja tidak dibayar 449 347 796 Jumlah 4.072 2.469 6.541 Sumber : Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Kab Pulau Morotai Tabel diatas menggambarkan bahwa penduduk yang masuk angkatan kerja sebanyak 1.806
jiwa atau 3,41 persen dari jumlah penduduk, sedangkan yang termasuk bukan angkatan
kerja sebanyak 18.750 atau 35,30 persen. Selanjutnya bila dilihat dari lapangan usaha
utama, dari 8.885 penduduk yang berkerja, sebanyak 7.750 orang atau hamper 90 persen
bekerja pada lapangan usaha tersier, sementara sisanya berkerja di lapangan usaha primer
dan sekunder. Selain dibagi berdasarkan jenis kegiatan utama dan lapangan usaha utama,
juga dibagi berdasarkan status pekerjaan utama. Dari tabel tersebut digambarkan bahwa
dari 7 status pekerjaan utama yang ada, bekerja bebas pertanian menempati ururtan
teratas dimana ada 4.100 penduduk yang bekerja atau 62,72 persen dari 6.541 jumlah yang
bekerja. Sementara sisa bekerja sebagai pekerja bebas non pertanian, bekerja tidak
dibayar, bekerja sendiri, buruh atau karyawan/pegawai,
C. Kelembagaan Sosial
Pemerintahan Kabupaten Morotai baru berdiri tahun 2009 yang sebelumnya merupakan
bagian dari Kabupaten Halmahera Utara, sampai saat ini semua instansi pemerintah di
tingkat kabupaten belum memiliki kantor pemerintahan yang permanen, semuanya masih
dalam status sewa. Belum terbentuknya kepemimpinan pemerintahan yang definitif,
tersmasuk di dalamnya SKPD. Seluruh pimpinan/pejabat daerah yang ada di Kabupaten
Morotai merupakan pejabat sementara. Kelengkapan kelembagaan seperti Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sejak awal tahun 2010 lalu, namun instansi vertikal
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 46
seperti kejaksaan, Badan Pusat Statistik, dll belum ada. Belum adanya rencana
pembangunan daerah baik dalam bentuk RPJMD dan RPJPD, semua masih mengacu pada
Kabupaten Induk. Secara personalia kepegawaian di pemerintahan Kabupaten Morotai
sudah ada. Begitu juga dengan produk kebijakan seperti Peraturan Daerah atau keputusan
bupati, hingga kini belum ada.
Berdasarkan istilah yang diperoleh dari masyarakat setempat, Morotai berasal dari kata
Morotia yang artinya tempat tinggal orang-orang Moro. Menurut penduduk setempat, orang
Moro adalah manusia misterius atau orang hilang yang sulit dilihat dengan mata biasa,
namun memiliki kebudayaan sebagai kelompok manusia. Masyarakat Kabupaten Morotai
memiliki hidup cenderung berkelompok, meski satu sama lainnya berbeda keyakinan.
Kegotongroyongan masih menjadi salah satu ciri masyarakat Kabupaten Morotai. Saling
menghargai perbedaan keyakinan salah satu ciri masyarakat Kabupaten Morotai.
Sebagai pulau yang terlepas dari pulau besar Halmahera, Pulau Morotai tidak memiliki
penduduk asli yang menetap secara turun temurun. Penduduk sekarang yang menetap dan
beranak-pinak di Pulau Morotai merupakan berasal dari Suku Galela dan Suku Tobelo di
Pulau Halmahera, tepatnya di Halmahera Utara. Kedua suku (sub etnis) tersebut
mendominasi manyoritas penduduk Morotai hingga kini. Migrasi penduduk dari kedua suku
ini disebabkan oleh bencana alam yaitu meletusnya gurung berapi di pulau tersebut.
Selain terdapat kedua etnis di atas (Suku Galela dan Suku Tobelo), kelompok-kelompok
etnik lain yang mendiami Pulau Morotai diantaranya adalah berasal dari Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Jawa, Sumatera, Cina Ambon dan
lain-lain. Diantara mereka ada melakukan hubungan pernikahan dengan penduduk asli
setempat dan ada yang tinggal sementara waktu untuk mencari nafkah. Sementara
penduduk Pulau Morotai mayoritas beragama Islam dan Kristen, serta beberapa pemeluka
agama lain seperti Konghucu, Hindu dan Budha meskipun dalam jumlah yang kecil.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 47
3.1.4 Perekonomian Wilayah
A. Perikanan
1) Perikanan Tangkap
Potensi
Potensi perikanan tangkap Kabupaten Morotai dapat diduga dari luas laut
kabupaten ini, yang di dalamnya terkandung sumber daya ikan, baik ikan
pelagis, ikan demersal, ikan karang dan biota laut ekonomis lainnya. Luas
wilayah daratan Pulau Morotai sebesar 2.476 km2 atau sekitar 31,56% dari luas
daratan Kabupaten Halmahera Utara (24.983,32 km2). Kemudian diketahui
bahwa luas perairan laut Kabupaten Halmahera Utara dinyatakan sebesar
19.536,02 km2 atau 78% dari total luas wilayahnya (Dinas Perikanan dan
Kelautan Halmahera Utara, 2004). Berdasarkan hal ini dan dengan pendekatan
ratio luas daratan dari kedua wilayah ini, diperkirakan luas perairan laut Pulau
Morotai adalah seluas 6.165,57 km2 (PKSPL-IPB, 2006).
Menurut PKSPL-IPB (2006), perairan laut Pulau Morotai merupakan salah satu
daerah penangkapan ikan yang potensial. Hal ini ditunjukkan dengan (1) masih
sering terlihatnya kawanan ikan pelagis yang berenang dan berlompatan di
sekitar perairan pantai Pulau Morotai dan (2) kehadiran armada asing yang
banyak memasang rumpon dan melakukan kegiatan penangkapan ikan di
perairan ini secara tidak sah (ilegal). Banyaknya ikan yang dikandung di
perairan laut Pulau Morotai ini dihitung berdasarkan kepada perkiraan potensi
produksi ikan laut di perairan Kabupaten Halmahera Utara. Menurut Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, potensi ikan di laut provinsi ini
diperkirakan mencapai 828.180 ton/tahun (Tabel 3.17). Potensi perikanan yang
terkandung di dalam perairan laut Kabupaten Halmahera Utara (dimana Pulau
Morotai termasuk di dalalamnya) sendiri diperkirkan mencapai 119.771
ton/tahun, tertinggi kedua setelah Kabupaten Sula.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 48
Tabel 3.17. Distribusi potensi sumberdaya ikan di perairan laut setiap kabupaten Provinsi Maluku Utara (ton/tahun).
Kabupaten /Kota
Pela
gis
besa
r
Pela
gis
Kec
il
dem
ersa
l
Ikan
K
aran
g
Lob
ster
Cun
i-cu
mi
Uda
ng
Pane
id
Jum
lah
Halmahera Selatan 61.980 26.110 22.224 9.999 4.687 500 5.o34 30.536 Halmahera Utara 62.097 23.791 19.869 8.991 3.830 671 522 119.771 Halmahera Timur 59.891 19.361 10.644 9.961 1.201 6.261 6.254 113.575 Halmahera Barat 44.780 18.359 10.900 9.959 1.491 6.557 6.121 98.168 Halmahera Tengah 52.235 19.672 10.808 9.872 1.686 646 3.340 98.261 Kep. Sula 59.062 22.227 14.070 8.997 2.083 8.230 5.273 119.945 Kota Ternate 43.342 20.743 7.652 5.121 8 - - 76.868 Kota Tidore 40.870 19567 5.702 4.898 8 - - 71.047 Jumlah (ton/tahun) 424.260 169.834 101.872 67.801 14.998 22.867 26.545 828.180 Sumber: Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2005).
Potensi stok ikan di perairan Kabupaten Halmahera tersebut di atas tidak
berbeda jauh dengan pendugaan stok ikan yang dilakukan oleh Direktorat
Jendral Perikanan, Departemen Pertania Republik Indonesia dan Balai
Penelitian Perikanan Laut pada 1983. Mereka pernah menghitung potensi
sumber daya ikan perairan laut kabupaten ini yang diperkirakan mencapai
standing stock sebesar 148.473,8 ton/tahun.
Dinas Perikanan dan Kelautan Halmahera Utara (2005) telah menghitung
biomasa ikan yang boleh ditangkapi tanpa menggangu keseimbangan stok ikan
(maximum sustainable yield/MSY) atau yang disebut sebagai potensi lestari.
Potensi lestari dari standing stock sebesar 148.473,8 ton/tahun tersebut
diperkirakan sebanyak 86.660,6 ton/tahun, yang terdiri dari kelompok ikan
pelagis sebanyak 48.946,4 ton/tahun dan kelompok ikan demersal sebanyak
32.664,2 ton/tahun.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 49
Dengan pendekatan ratio antara luas perairan laut Pulau Morotai dengan
Kabupaten Halmahera Utara dan asumsi ikan menyebar merata, PKSPL-IPB
(2006) menduga potensi lestari sumberdaya ikan di perairan Morotai adalah
27.350,09 ton/tahun. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan pendugaan yang
dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2005),
berdasarkan potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Halmahera Utara sebesar
119.771 ton/tahun, yang mendapatkan stok potensi lestari perairan laut Pulau
Morotai sebesar 37.799,73 ton/tahun. Pendekatan yang dilakukan oleh Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2005) untuk menduga stok
potensi lestari sumberdaya ikan Pulau Morotai ini sama dengan yang dilakukan
oleh PKSPL-IPB (2006).
PKSPL-IPB (2006) juga telah mengestimasi secara kasar potensi sumberdaya ikan
Pulau Morotai dengan pendekatan ratio luas wilayah pengelolaan perikanan
(WPP) nya. Berdasarkan Departemen Kelautan dan Perikanan, wilayah perairan
laut Morotai merupakan bagian dari WPP 6 (Laut Seram dan Teluk Tomini) dan
WPP 7 (Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik). Kedua WPP ini menurut Komisi
Nasional Stock Assessment memiliki total potensi perikanan laut sebesar
1.223.340 ton/tahun. Bila luas wilayah perairan laut Pulau Morotai diperkirakan
sekitar 5% dari total luas WPP 6 dan 7 serta diasumsikan ikan menyebar merata,
maka potensi sumberdaya ikan laut pulai ini diduga sebesar 61.170 ton/tahun.
Stok tersebut terdiri dari kelompok ikan pelagis besar 14.090 ton/tahun,
pelagis kecil 38.210 ton/tahun, demersal 6.940 ton/tahun dan lainnya (ikan
karang, udang obster, dan sebagainya) sebesar 1.930 ton/tahun (Tabel 3.18).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 50
Tabel 3.18. Potensi sumberdaya ikan laut di perairan Pulau Morotai dengan pendekatan ratio luas Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) (PKSPL-IPB, 2006)
Kelompok Ikan Potensi (ton/tahun)
Total Potensi Pulau Morotai
WPP 6 WPP 7 (ton/tahun) Pelagis Besar 106.510 175.260 281.770 14.089 Pelagis Kecil 379.440 384.750 764.190 38.210 Demersal 83.840 54.860 138.700 6.935 Lainnya *) 20.830 17.850 38.680 1.934
Total 590.620 632.720 1,223.340 61.167 *) ikan karang, cumi-cumi, udang lobster dan udang lainnya)
PKSPL-IPB (2006) juga melakukan pengamatan di lapangan dan wawancara
dengan nelayan di Pulau Morotai mendapatkan bahwa perairan laut disekitar
Pulau Morotai terdapat sekitar 200 rumpon (fish aggregation device) nelayan
Phillipine. Jumlah rumpon ini diperkirakan lebih banyak lagi, karena umumnya
rumpon dipasang dengan radius 10 mil laut (FAO, 1982). Bila 50% saja luas
perairan laut Pulau Morotai yakni sekitar 3.082,79 km2 dipasang rumpon
Phillipina, maka diperkirakan terdapat sekitar 308 rumpon (PKSPL-IPB, 2006).
Floyd dan Pauly (1984) menyatakan bahwa perikanan purse seine dengan
rumpon di Phillipina selama 250 hari operasi sedikitnya mendaratkan hasil
tangkapan ikan pelagis sebesar 1500 ton, atau dengan produktivitas sebesar 6
ton/hari. Bila setiap purse seine hanya memanfaatkan 2 unit rumpon dalam
satu hari operasi penangkapan, maka produktivitas rata-rata rumpon adalah 3
ton/hari. Dengan pendekatan produktivitas rumpon ini dan dengan asumsi
jumlah rumpon sebanyak 200 unit serta dalam satu tahun hanya dilakukan 200
hari operasi penangkapan, dapat diperkirakan potensi ikan pelagis di perairan
Morotai adalah 120.000 ton/tahun (PKSPL-IPB, 2006).
Jenis ikan (dalam arti luas sehingga mencakup pula krustasea, moluska,
ekinodermata dan alga, selain finfish) yang terdapat di perairan laut Pulau
Morotai sangat beragam, dan sebagian besar bernilai ekonomi tinggi (PKSPL-
IPB, 2006). Jenis ikan yang terdapat di perairan laut Pulau Morotai, antara
lain: ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacores),
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 51
mata besar (Thunnus obesus), albacore (Thunnus alalunga) dan komo/tongkol
(Euthynnus affinis) untuk kelompok ikan pelagis besar; ikan layang (Decapterus
spp), kembung (Rastrelliger spp), teri (Stolephorus spp), selar (Caranx spp.)
dan julung-julung (Hyporhamphus spp.) untuk kelompok ikan pelagis kecil; dan
ikan kakap merah (Lutjanus spp.), kuwe/bobara (Carangoides spp.), pisang-
pisang (Caesio spp), kakatua (Scarus spp), biji nangka (Upeneus spp.), baronang
(Siganus spp.) dan kerapu (Epinephelus spp.) untuk kelompok ikan demersal.
Disamping itu, juga terdapat kelompok komoditas perikanan lainnya yang juga
bernilai ekonomis tinggi, seperti: cumi-cumi (Chephalopoda sp.), kerang
mutiara (Pinctada maxima), tapis-tapis (Pinctada margarititera), lola (Thodws
nilotice), teripang (Holothuridae), Crustaceae, Echinodermata, lobster dan
berbagai jenis ikan karang (PKSPL-IPB, 2006).
Beberapa nama daerah dari ikan yang terdapat di perairan laut Pulau Morotai,
antara lain: ikan suwo, terusi, bubara, gora, lumba-lumba, paus, terbang,
make, tude, kombong, botila, sikuda, kakatua, goropa (kerapu), golara, hiu,
duyung, layar, kerapu merah (sunu), kerapu hitam, udang lobster, teripang,
dan sebagainya. Di perairan payau dan tawar ditemukan pula ikan gomis,
sembilang, lele, lebo (kobos), sugili (belut), goodo, dan sebagainya.
Armada Penangkapan Ikan
Armada kapal atau perahu penangkapan ikan yang digunakan oleh masyarakat
Kabupaten Pulau Morotai sebagian besar tanpa dilengkapi dengan motor, hanya
mengandalkan tenaga manusia dan tenaga angin dengan bantuan layar, dan
sebagian kecil saja yang sudah dilengkapi dengan motor, terutama motor
tempel (Gambar 3.19 dan Gambar 3.20). Pada 2008 jumlah perhu tanpa motor
yang digunakan oleh masyarakat kabupaten ini untuk menangkap ikan di laut
mencapai 1.873 unit, sedangkan kapal atau perahu dengan motor tempel (< 5
GT, gross ton) hanya sebanyak 346 unit (Tabel 3.19 dan Tabel 3.20; Gambar
3.21 dan Gambar 3.22). Pada tahun yang sama, jumlah kapal bermotor dengan
bobot > 5 GT yang digunakan nelayan Kabupaten Morotai lebih sedikit lagi,
yakni hanya sebanyak 22 unit (Tabel 3.21 dean Gambar 3.23).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 52
Gambar 3.19. Perahu tanpa motor banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Pulau
Morotai untuk menangkap ikan di laut (Sumber : RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 – 2030)
Gambar 3.20. Kapal atau perahu dengan motor tempel berbobot < 5 GT digunakan oleh nelayan Kabupaten Pulau Morotain untuk menangkap ikan di laut.
(Sumber : RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Tahun 2010 – 2030)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 53
Tabel 3.19. Jumlah perahu tanpa motor (PTM) penangkap ikan di setiap kecamatan Kabupaten Pulau Morotai tahun 2005-2008.
No. Kecamatan 2005 2006 2007 2008 1 Morotai Selatan 366 90 28 309 2 Morotai Selatan Barat 0 79 22 446 3 Morotai Utara 435 446 28 616 4 Morotai Jaya 302 787 28 272 5 Morotai Timur 0 590 43 230
Jumlah 1103 1992 149 1.873 Sumber: Halmahera Utara dalam Angka 2009 (BPS, 2009)
Gambar 3.21. Jumlah perahu tampa motor (PTM) penangkap ikan di setiap kecamatan Kabupaten Pulau Morotai tahun 2005-2008 (BPS Halmahera Utara, 2009).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 54
Tabel 3.20. Jumlah kapal bermotor (kapal motor tempel, KMT) < 5 GT penangkap ikan di setiap kecamatan Kabupaten Pulau Morotai tahun 2005-2008.
No. Kecamatan 2005 2006 2007 2008 1 Morotai Selatan 181 268 25 61 2 Morotai Selatan Barat 0 61 29 198 3 Morotai Utara 140 161 31 27 4 Morotai Jaya 197 76 19 31 5 Morotai Timur 0 2 16 29
Jumlah 518 568 120 346 Sumber: Halmahera Utara dalam Angka 2009 (BPS, 2009)
Gambar 3.22. Jumlah kapal bermotor (kapal motor tempel, KMT) < 5 GT penangkap
ikan di setiap kecamatan Kabupaten Pulau Morotai tahun 2005-2008 (BPS Halmahera Utara, 2009).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 55
Tabel 3.21. Jumlah kapal bermotor > 5 GT penangkap ikan di setiap kecamatan Kabupaten Pulau Morotai tahun 2005-2008.
No. Kecamatan 2005 2006 2007 2008 1 Morotai Selatan 5 0 2 8 2 Morotai Selatan Barat 0 1 1 14 3 Morotai Utara 0 5 6 0 4 Morotai Jaya 0 3 3 0 5 Morotai Timur 0 0 1 0
Jumlah 5 9 13 22
Sumber: Halmahera Utara dalam Angka 2009 (BPS, 2009)
Gambar 3.23. Jumlah kapal bermotor > 5 GT penangkap ikan di setiap kecamatan
Kabupaten Pulau Morotai tahun 2005-2008 (BPS Halmahera Utara, 2009).
Jumlah kapal penangkap ikan mengalami perkembangan sesuai dengan jenisnya
dalam kurun waktu 2005-2008. Untuk perahu tanpa motor perkembangan
jumlah tersebut bersifat fluktuatif, sedangkan untuk perahu dengan motor
tempel memiliki kecenderungan menurun dan pada kapal motor > 5 GT
cenderung meningkat. Nelayan di Kecamatan Morotai Utara lebih banyak
menggunakan perahu tanpa motor, sedangkan perahu bermotor tempel < 5 GT
dan kapal bermotor > 5GT banyak digunakan nelayan di Kecamatan Morotai
Selatan Barat.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 56
Dari uraian di atas memperlihatkan kemampuan jelajah nelayan dalam
memanfaatkan potensi sumber daya ikan di perairan laut Pulau Morotai yang
diperkirakan seluas 6.165,57 km2 masih sangat rendah. Mereka, sebagaian
besar, hanya mampu menangkap ikan di sekitar perairan pantai di bawah 4 mil,
dan hanya sebagian kecil saja yang memanfaatkan ruang laut > 4 mil atau > 12
mil hingga mencapai batas ZEE. Nelayan Filipina bahkan telah melewati batas
ZEE dan masuk ke wilayah perairan Indonesia, bahkan sampai dekat sekali ke
pantai Pulau Morotai mencapai < 4 mil.
Alat Penangkapan Ikan
Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Pulau Morotai untuk menangkap
ikan di laut relatif tidak beragam, hanya meliputi kelompok purse seine
(pajeko/mini purse seine), gill net (jaring layang dan giob), bagan, pancing
(funai/huhate dan pancing ulur), dan kelompok lainnya (jubi/panah, bubu dan
jala lempar). Pajeko, giob dan funai digunakan oleh nelayan dengan
menggunakan perahu motor tempel dengan ukuran rata-rata 5 GT, dengan
daerah penangkapan ikan (fishing ground) sekitar perairan pantai saja.
Alat tangkap yang paling banyak digunakan di setiap kecamatan di Kabupatem
Morotai adalah pancing, terutama pancing ulur. Ini adalah alat tangkap dengan
teknologi yang relatif rendah dan bersifat tradisional. Alat tangkap mini purse
seine atau didaerah setempat dikenal dengan nama pajeko yang berteknologi
paling maju di antara alat tangkap yang terdapat di kabupaten ini sudah
digalakan pengembanganya oleh Pemerintah Daerah.
Tabel 3.22. Jumlah berbagai jenis alat tangkap di setiap kecamatan Kabupaten Pulau Morotai pada 2008 (BPS Halmahera Utara, 2009).
No. Kecamatan Purse seine Gill net Bagan Pancing Lainnya 1 Morotai Selatan 4 92 14 345 0 2 Morotai Selatan Barat 19 91 3 168 286 3 Morotai Utara 12 60 0 408 0 4 Morotai Jaya 0 57 11 595 0 5 Morotai Timur 1 6 41 258 0
Jumlah 36 306 69 1774 286
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 57
Gambar 3.24. berbagai jenis alat tangkap di setiap kecamatan Kabupaten Pulau
Morotai pada 2008 (BPS Halmahera Utara, 2009).
Sebagian nelayan Morotai telah mengenal teknologi rumpon sebagai alat bantu
dalam operasi penangkapan ikan, utamanya adalah nelayan yang menggunakan
alat tangkap pajeko. Dengan rumpon, kegiatan penangkapan ikan akan
menjadi lebih efisien dan efektif, karena rumpon berfungsi untuk
mengumpulkan atau sebagai tempat berlindung ikan, sehingga daerah
penangkapan dan keberhasilan operasinya menjadi lebih pasti. Jenis rumpon
yang digunakan nelayan Morotai masih termasuk rumpon sederhana, yg
umumnya diletakkan di sekitar pantai dan menggunakan ponton atau
pelampung tanda dari bambu (PKSPL-IPB, 2006).
Produksi
Produksi perikanan tangkap kabupaten ini baru mencapai 4.016 ton pada 2008,
meningkat sekitar 24% dari tahun sebelumnya yakni 3.227 ton/tahun. Produksi
perikanan tangkap kabupaten ini masih jauh dibawah stok potensi lestari yang
diperkirakan mencapai 27.350,09 ton/tahun (PKSPL-IPB, 2006) atau 37.799,73
ton/tahun (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, 2005). Tanpa
memperhitungkan biomasa ikan yang dicuri dan tidak didaratkan di Kabupaten
Morotai, tingkat pemanfaatan potensi lestari kabupaten ini pada 2008 hanya
10,62 hingga 14,68%. Perlu kajian lebih lanjut untuk memperkirakan biomasa
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 58
ikan yang merembes (leakage) ke luar wilayah Kabupaten Morotai, untuk
menghitung tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di kawasan ini.
Produksi perikanan tangkap meningkat tajam (96%) di Kecamatan Morotai
Utara, sehingga menjadikan kecamatan ini sebagai producen terbesar perikanan
laut pada 2008. Produksi perikanan tangkap menurun (21%) di Kecamatan
Morotai Timur.
Tabel 3.23. Produksi perikanan tangkap di setiap kecamatan Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2007-2008 (ton).
No. Kecamatan 2007 2008 Kenaikan (%) 1 Morotai Selatan 712 886 24 2 Morotai Selatan Barat 509 634 24 3 Morotai Utara 597 1.170 96 4 Morotai Jaya 469 584 24 5 Morotai Timur 940 743 -21
Jumlah 3.227 4.016 24 Sumber: Halmahera Utara dalam Angka 2009 (BPS, 2009)
Gambar 3.25. Produksi perikanan tangkap di setiap kecamatan Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2007-2008 (ton) (BPS Halmahera Utara, 2009).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 59
Menurut PKSPL-IPB (2006), penurunan produksi ini diduga disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya adalah maraknya penangkapan ikan illegal oleh
nelayan Phillipina, teknologi penangkapan ikan yang relatif sederhana yang
sangat tergantung dengan kondisi alam/cuaca, dan tidak adanya akses pasar
ikan, sehingga ikan sulit untuk dijual dengan harga yang layak.
Musim
Musim penangkapan ikan di kawasan perairan laut Pulau Morotai bergantung
kepada klimatologi dan oseanografi setempat, selain posisi geografis. Di pantai
barat laut hingga utara Pulau Morotai (sekitar desa peisisr di Desa Sofi,
Kecamatan Morotai Jaya) pada Desember hingga Januari terjadi Musim Barat
dengan gelombang badai dan angin yang kuat, sehingga sebagian besar nelayan
tidak melaut. Di kawasan tersebut, pada Mei hingga Oktober terjadi musim
timur dan laut relatif tenang dengan gelombang tidak terlalu tinggi dan angin
tidak terlalu kencang karena angin timur terhalang oleh Pulau Morotai.
Di pesisir timur laut Pulau Morotai, yakni di sekitar Desa Bere-bere Kecamatan
Morotai Utara, Musim Selatan pada Agustus hingga Desember biasanya angin
kuat (badai) dan gelombang besar, sehingga sebagian besar nelayan tidak
melaut. Sebaliknya pada Mei, laut relatif tenang sehingga nelayan bisa ke laut
dan menangkap ikan julung-julung, tuna (yellow fin) dan beberapa jenis ikan
dasar.
Sebaliknya, di pesisir tenggara Pulau Morotai, yakni di sekitar Desa Sangowo
Kecamatan Morotai Timur, musim ikan adalah pada saat Musim Selatan pada
Agustus hingga Desember merupakan musim ikan. Musim ikan juga berlangsung
pada saat Musim Utara yakni setelah Desember.
Hasil pengamatan PKSPL-IPB (2005) berdasarkan wawancara dengan nelayan
diketahui bahwa puncak musim penangkapan ikan di perairan timur dan selatan
Pulau Morotai adalah pada Maret – Juni, sedangkan di perairan sebelah utara
Pulau Morotai adalah pada April – Agustus. Puncak musim penangkapan ikan di
perairan sebelah barat Pulau Morotai adalah pada Juni – Desember.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 60
Nelayan
Kabupaten Morotai memiliki sekitar 45 desa pantai atau sekitar 90% dari jumlah
keseluruhan desa. Namun demikian, hanya sebagian kecil saja (< 25%)
penduduk desa pantai tersebut yang bermatapencaharian sebagai nelayan,
sebagian besar bertani di di kebun di darat (PKSPL-IPB, 2006). Beberapa desa
yang diketahui memiliki nelayan penangkap ikan di laut, antara lain Desa
Daruba, Koloray, Galo-galo, Wawama, Totodoku, Momojiu, Sabatai Tua, Daeo
dan Sambiki (di Kecamatan Morotai Selatan); Desa Sangowo (di Kecamatan
Morotai Timur); Desa Wayabula, Aru Burung, Aru Irian, Cucumare, Tiley,
Tutuhu, Waringin, Cio Gerong, Laomadaro, Leo-leo, Posi-posi, Ngele-ngele kecil
dan Saminyamau (Kecamatan Morotai Barat); Desa Sopi, Bere-bere kecil,
Titigogoli, Hapo dan Libano (di Kecamatan Morotai Jaya); dan Desa Wewemo,
Buho-buho, Bere-bere, Gorua, Pangeo (di Kecamatan Morotai Utara).
Jumlah nelayan di Kabupaten Morotai pada 2005 diperkirakan mencapai 5.784
orang dan tersebar di 5 kecamatan yang ada, terbanyak berada di Kecamatan
Morotai Selatan dan Morotai Timur. Sebagian dari nelayan ini merupakan
nelayan dengan kategori subsisten. Perkembangan jumlah nelayan di wilayah
Morotai sampai tahun 2005 menunjukkan peningkatan sebesar 109% selama
jangka waktu 5 tahun, namun demikian perkembangan jumlah nelayan ini bila
tidak diikuti dengan pertambahan jumlah produksi perikanan tangkap, hal ini
mengindikasikan penurunan produktivitas nelayan. Implikasi dari indikasi
tersebut adalah tingkat kesejahteraan nelayan yang juga menurun.
Tabel 3.24. Jumlah nelayan di beberapa kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai pada Tahun 2004 dan 2005
No. Kecamatan 2004 (orang)
2005 (orang)
1 Morotai Selatan dan Morotai Timur 1.446 2.150 2 Morotai Selatan Barat 457 1.721 3 Morotai Utara dan Morotai Jaya 862 1.913 Jumlah 2.765 5.784
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 61
Di Desa Sangowo terdapat 4 kelompok nelayan masing-masing beranggota 25
orang, yakni: Kelompok Nelayan Cahaya Bahari, Bubu Guwaci, Tuna Bahari, dan
Surya Pasik. Kelompok nelayan tersebut berdiri pada 2004 dengan armada
penangkapan berupa kapal ketinting 5,5 PK berbahan bakar bensin dengan alat
tangkap purse seine. Setiap kelompok memiliki armada ketinting sebanyak 10-
12 unit yang dilengkapi dengan rumpon sebanyak 2-3 unit. Setiap unit rumpon
terbuat dari bambu sepanjang 7-8 m sebanyak 25 batang dan dilengkapi dengan
tambang jangkar (18-20 mm) terbuat dariplastik (PE). Rumpon ini dipasang
pada lokasi 3 hingga 8 mil dari pantai. Setiap kelompok bisa memproduksi ikan
tuna atau cakalang sebanyak 30-35 ton/bulan.
Prasarana dan Sarana Produksi
Prasarana produksi seperti: pusat pendaratan/pelabuhan perikanan, tempat
pelelangan ikan (TPI), bengkel, docking, stasiun pengisian bahan bakar nelayan
(SPBN), dan industri pendinginan (cold storage) belum tersedia secara memadai
di Kabupaten Morotai. Umumnya perahu/kapal penangkapan ikan mendarat di
pantai dekat dengan tempat tinggal nelayan, walaupun ada sedikit (utamanya
armada penangkapan pajeko dan giob) yang berlabuh di dermaga umum tempat
sandarnya kapal angkut penumpang dan barang.
Hasil tangkapan biasanya langsung dijual di pasar ikan tradisonal setempat,
walaupun ada juga yang ditampung atau dibeli oleh pedagang ataupun
perusahaan untuk dipasarkan ke Tobelo. Khusus untuk ikan julung-julung,
biasanya dipasarkan dalam bentuk olahan ikan asap. Sebagian besar produk
perikanan tangkap dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal dan
hanya sedikit yang dipasarkan ke Pulau Halmahera melalui Pelabuhan Tobelo.
Kemudian, dari Tobelo ada yang didistribusikan untuk dikirim ke Manado dan
Jakarta, bahkan ada juga yang diekspor ke Jepang.
2) Perikanan Budidaya
Potensi Kawasan
Potensi perikanan budidaya di Kabupaten Morotai mencakup perairan laut
(marikultur), payau (budidaya air payau) dan perairan tawar (budidaya air
tawar). Potensi marikultur kabupaten ini relatif besar dibanding budidaya air
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 62
payau dan budidaya air tawar. Potensi marikultur terdapat di perairan laut
yang relatif terlindung, yakni selat, telu dan perairan karang. Selat dan
perairan karang lazim terdapat di kawasan pulua-pulau kecil, sedangkan teluk
banyak terdapat di mainland Pulau Morotai. Di pesisir barat dan selatan Pulau
Morotai terdapat banyak pulau-pulau kecil yang terlindung oleh kawasan
terumbu karang di sekitarnya. Dengan demikian di kawasan tersebut terdapat
banyak selat dan perairan terlindung berupa gosong (perairan laut dengan
dominan kawasan terumbu karang).
Tabel 3.25. Lokasi Potensi Marikultur di Perairan Pulau Morotai No. Nama Pulau 1 Rube-rube (Ansae) 2 Lung-lung 3 Ruki-ruki 4 Bobongono (Pulau Babi) 5 Komandan 6 Loleba Kecil 7 Loleba Besar 8 Ngele-ngele Kecil 9 Ngele-ngele Besar
10 Kacuwawa 11 Tuna (Pulau Burung) 12 Saminyamau 13 Rao (Posiposi) 14 Galo-galo Kecil 15 Galo-galo Besar 16 Pelo 17 Dodola Besar 18 Dodola Kecil 19 Kolorai 20 Kokoya 21 Mitita 22 Kapakapa 23 Jujurum 24 Zum-zum
Sumber: PKSPL-IPB (2006)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 63
PKSPL-IPB (2006) telah mengkaji potensi marikultur di kawasan terlindung
perairan laut Pulau Morotai dan mendapatkan 9 zona pengembangan marikultur
yang sebagian besar (6 zona) berlokasi di pesisir barat daya pulau ini. Di pesisir
tersebut terdapat 24 pulau-pulau kecil yang terlindung. Selain di pesisir barat
daya, Pulau Morotai juga menyimpan potensi marikultur di pesisir timur (3
zona).
Gambar 3.26. Lokasi potensial untuk pengembangan marikultur di Pulau Morotai terdiri dari 9 zona berupa selat dan perairan terlindung karang
(Sumber : PKSPL-IPB, 2006).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 64
Usaha Akuakultur
Budidaya Rumput Laut
Usaha budidaya rumput laut di lokasi kajian sudah mulai dicoba pada tahun
1995. Sedang pengembangan pada skala ekonomi mulai dilakukan pada tahun
1998. Para pembudidaya rumput laut memperoleh keterampilan teknis
budidaya berdasarkan pengetahuan yang diberikan oleh pengusaha yang
berperan sebagai pembeli hasil produksi mereka. Usaha ini sejak mulai
diperkenalkan kepada masyarakat telah berkembang cukup pesat, karena
usaha ini tidak menuntut keterampilan yang tinggi dan modal besar, sehingga
dapat dilakukan oleh sebagian besar penduduk. Namun sejak tahun 2002,
usaha yang dilakukan oleh masyarakat di Pulau Kolorai, Galo-Galo dan Ngele
berhenti karena terjadi kerusuhan yang melanda daerah tersebut.
Analisis usaha yang dilakukan dibawah ini dibuat berdasarkan kondisi usaha
ketika usaha masyarakat masih berlangsung. Usaha budidaya rumput laut yang
dilakukan penduduk berdasarkan aspek biaya, membutuhkan biaya investasi
dan biaya operasi. Biaya investasi adalah biaya yang dibutuhkan untuk
pengadaan sarana produksi, seperti pengadaan kayu atau bambu, tambang
besar (untuk tali jangkar), tambang kecil (untuk tali ris), tali rafia, linggis,
perahu, mesin/ketingting, para-para, jaring, dan lain-lain. Kebutuhan biaya
investasi setiap pembudidaya tidak sama, hal ini dipengaruhi terutama oleh
jumlah rakit yang dimiliki oleh masing-masing pembudidaya. Biaya investasi
yang cukup besar dalam usaha budidaya rumput justru untuk pengadaan alat
penunjang yaitu perahu dan mesin/ketingting. Namun tidak semua
pembudidaya memiliki mesin/ketingting.
Biaya operasi adalah biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Biaya
operasi dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel
usaha budidaya rumput laut terdiri dari biaya pengadaan bibit, biaya bahan
bakar (jika menggunakan mesin/ketingting), biaya panen. Biaya tetap terdiri
dari biaya perawatan, biaya penyusutan.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 65
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh data bahwa biaya
investasi budidaya rumput laut per unit di lokasi kajian berkisar antara Rp
1.045.000 – Rp 4.600.000. Biaya operasi yang dikeluarkan pembudidaya per
musim tanam berkisar antara Rp 212.500 – Rp 575.000. Secara rinci rata-rata
kebutuhan biaya investasi dan biaya operasi para pembudidaya di lokasi kajian
disajikan pada berikut.
Tabel 3.26. Rincian Biaya Investasi, Biaya Operasi, Produksi dan Keuntungan per Unit Usaha Budidaya Rumput Laut di Lokasi Kajian
Investasi Harga/Unit Kisaran Biaya
Tali ris (10-25 kg) Rp 40.000/kg Rp 400.000- 1.000.000 Tali rafia (1-2 buah) Rp 15.000/buah Rp 15.000 – 30.000 Tiang tancap (40-100 m) Rp 2.000/m Rp 80.000 – 200.000 Linggis (1-2 unit) Rp 50.000/unit Rp 50.000 – 100.000 Perahu Rp 500.000/unit Rp500.000 Mesin/ketingting* Rp 2.500.000/unit Rp2.500.000 Jumlah Rp 1.045.000 – 4.600.000
Biaya Operasi per MT Harga/Unit Kisaran Biaya
Bibit (400 – 1000 kg) Rp 500/kg Rp 200.000 – 500.000 Penyusutan Rp 12.500 – 75.000 Jumlah Rp 212.500 – 575.000 Produksi basah 600 - 2000 kg Produksi kering 180 – 600 kg Penerimaan kotor** Rp 360.000 – 1.200.000 Keuntungan Rp 147.500 – 625.000 Sumber: Hasil Wawancara saat survey (2008) Keterangan : *) = tidak semua pembudidaya memiliki mesin/ketingting **) = harga rumput laut kering Rp 2.000/kg (harga tahun 2002)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 66
Berdasarkan data-data pada tabel diatas dilakukan analisis usaha pembudidaya.
Analisis usaha pembudidaya dibuat dengan menggunakan asumsi-asumsi
dibawah ini :
- Semua biaya investasi dikeluarkan oleh pembudidaya.
- Rendemen rumput laut 30%.
- Umur teknis perahu dan mesin/ketingting 5 tahun dan tidak ada nilai sisa.
- Harga rumput laut kering ditingkat petani Rp 2000 per kg.
- Satu periode musim tanam 45 hari
Hasil panen rumput laut dalam keadaan basah yang diperoleh berkisar antara
600 kg sampai 2000 kg tergantung jumlah bentangan tali yang dimiliki oleh
petani. Kemudian hasil panen tersebut dijemur agar diperoleh rumput laut
kering, penjemuran dilakukan selama 3-5 hari. Setelah dikeringkan para
pembudidaya akan memperoleh 180 – 600 kg rumput laut kering. Harga rumput
laut kering ditingkat pembudidaya ketika itu Rp 2.000 per kg.
Penerimaan kotor pembudidaya dari hasil penjualan rumput laut kering berkisar
antara Rp 360.000 – Rp 1.200.000 per musim tanam. Setelah dikurangi biaya
operasi, maka pembudidaya rumput laut memperoleh keuntungan berkisar
antara Rp 147.500 – 625.000 per musim tanam.
Berdasarkan pengalaman usaha yang dilakukan oleh pembudidaya di lokasi
kajian hingga tahun 2008, maka dapat dihitung perkiraan penerimaan
pembudidaya rumput laut pada masa yang akan datang jika usaha ini dilakukan
kembali oleh masyarakat. Perhitungan ini menggunakan asumsi-asumsi sebagai
berikut : 1) Seorang pembudidaya memiliki 5 unit rakit rumput laut; 2) Dalam
satu tahun bisa dilakukan 6 kali musim tanam; 3) Harga rumput laut kering
ditingkat pembudidaya Rp 4.500 per kg; dan 4) Asumsi harga input tetap
menggunakan harga tahun 2002 dan harga yang digunakan yaitu nilai
tengahnya. Maka berdasarkan perhitungan pembudidaya memperoleh
keuntungan sebesar Rp 45 juta per tahun seperti disajikan pada Tabel 3.27.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 67
Tabel 3.27. Perkiraan keuntungan usaha per tahun pembudidaya rumput laut dengan 5 unit rakit
No Komponen Biaya Jumlah (Rp) 1. Biaya Investasi 7.687.500 2. Biaya Operasi 13.500.000 3. Penerimaan usaha 58.500.000 4. Keuntungan 45.000.000 5. R/C 4,33 6. Payback Period (tahun) 0,17
Budidaya Ikan Kerapu
Perairan sekitar Pulau Ngelengele Besar dan Ngelengele Kecil (Zona 4 dan 5)
telah dimanfaatkan untuk budidaya ikan kerapu berbegai jenis, antara lain ikan
kerapu batik, ikan kerapu macan, ikan kerapu sunu dan sebagainya . Pengguna
kawasan tersebut di atas untuk budidaya ikan kerapu adalah sebuah perusahaan
swasta yang juga mengusahakan budidaya kerang mutiara. Kegiatan usaha
budidaya mencakup pembenihan, pendederan dan pembesaran. Pembenihan
dan pendederan dilakukan dalam bak pada hatchery indoor. Pembesaran dan
pemeliharaan induk ikan kerapu dilakukan dilakukan secara outdoor dalam
karamba jaring tancap dan karamba jaring apung di laut. Lokasi pemeliharaan
ikan kerapu secara outdoor ini adalah di perairan laut sekitar Pulau Ngelengele
Besar, di pantai dan perairan selata antara pulau ini dengan Pulau Morotai dan
Pulau Ngelengele Kecil.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 68
Gambar 3.27. Pembenihan ikan kerapu batik di Pulau Ngelengele Besar,
Kabupaten Morotai (Sumber : RTRW Kabupaten Pulau Morotai, 2010 – 2030)
Gambar 3.28. Budidaya ikan kerapu macan dan ikan kerapu sunu dalam karamba jaring
tancap di perairan laut Pulau Ngelengele, Kabupaten Morotai (Sumber : RTRW Kabupaten Pulau Morotai, 2010 – 2030)
Gambar 3.29. Hatchery indoor ikan kerapu di Pulau Ngelengele Besar Kabupaten Morotai (Sumber : RTRW Kabupaten Pulau Morotai, 2010 – 2030)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 69
Benih ikan kerapu ukuran 9-13 cm yang dihasilkan dari proses pembenihan di
hatchery indoor di Pulau Ngelengele Besar selanjutnya dipelihara dalam
karamba jaring apung atau karamba jaring tancap di laut. Ikan ini dipelihara
selama 9-12 bulan hingga mencapai ukuran konsumsi yakni 0,5-0,8 kg per ekor,
kemdian dipanen dan dijual ke Hongkong (ekspor). Pada 2010, perusahaan
yang mengusahakan perairan laut Pulau Ngelengele Besar untuk budidaya ikan
kerapu tersebut telah mengekspor ikan ini sebanyak 30 ton ke Hongkong.
Budidaya Kerang Mutiara
Budidaya kerang mutiara berlangsung di Pulau Ngelengele Besar dan perairan
sekitarnya, dan dilakukan oleh sebuah perusahaan swasta nasional. Budidaya
komoditas ini mencakup pembenihan, pembesaran dan penumbuhan mutiara
dalam cangkan kerang. Pembenihan kerang mutiara mencakup pengadaan dan
pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan, pemeliharaan larva dan
pendederan benih. Pemeliharaan induk dilakukan di laut (outdoor) dalam
keranjang (basket) yang digantung di tambang (longline) atau rakit, sedangkan
pemijahan induk, penetasan telur dan pemeliharaan larva dan benih dilakukan
dalam hatchery indoor yang berlokasi di Pulau Ngelengele Besar.
Pemeliharaan secara outdoor dilakukan dengan menggunakan tambang yang
dibentangkan dan diapungkan di laut dengan bantuan pelampung. Cara ini
disebut sistem longline, kerang mutiara digantung dalam basket pada tambang
tersebut. Cara lain yaitu dengan menggunakan rakit yang mengapung di laut,
dan kerang dalam keranjang digantung pada rakit tersebut. Pemeliharaan
outdoor di laut dilakukan di perairan laut di sekitar Pulau Ngele-Ngele Besar,
terutama antara pulau ini dengan Pulau Morotai.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 70
Gambar 3.30. Budidaya kerang mutiara dengan menggunakan sistem longline di perairan laut Pulau Ngelengele
(Sumber : RTRW Kabupaten Pulau Morotai, 2010 – 2030)
Kerang mutiara yang telah mencapai ukuran tertentu yang dipelihara di
hatchery indoor selanjutnya dipelihara secara outdoor di laut, hingga mencapai
ukuran diameter cangkang 15-17 cm dan siap untuk disuntik dengan inti
(nuclei). Inti yang disuntikan ke dalam daging kerang mutiara akan tumbuh
menjadi mutiara. Lama waktu pemeliharaan kerang mutiara hingga siap
disuntik inti adalah sekitar 2 tahun, sedangkan penumbuhan mutiara hingga
mencapai diameter butiran siap panen (1,0-1,5 cm) membutuhkan waktu
sekitar 2 tahun. Dengan demikian lama waktu satu siklus produksi komoditas
ini sekitar 4 tahun. Perusahaan yang mengusahakan budidaya kerang mutiara
ini sampai kini belum panen sejak pertama kali beroperasi pada 2007.
3.2. POTENSI KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI
3.2.1 Potensi Daya Tarik Wisata
A. Wisata Alam
Sebagaimana telah diungkapkan dalam Laporan Pendahuluan, upaya pengembangan
kepariwisataan di Kabupaten Pulau Morotai sebaiknya dilakukan dengan memandang
potensi yang ada di Kabupaten Pulau Morotai sebagai satu kesatuan dengan yang ada di
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 71
wilayah Provinsi Maluku Utara. Pada bagian ini akan dipaparkan berbagai potensi daya tarik
yang ada di Kabupaten Pulau Morotai secara keseluruhan.
Potensi daya tarik wisata alam yang paling banyak terdapat di Kabupaten Pulau Morotai
adalah pulau-pulau kecil dan pantai – patainya yang masih asri dengan air laut yang masih
jernih. Pantai-pantai di Kabupaten Pulau Morotai selain berair jernih dan berpasir putih,
juga memiliki pemandangan yang unik disebabkan oleh pengaruh dari keadaan geologi
wilayahnya. Beberapa dari tempat yang memiiiki daya tarik wisata adalah sebagai berikut.
a. Pulau Dodola Besar dan Kecil
Pulau Dodola yang berada pada Kecamatan Morotai Selatan ini dapat ditempuh dari
pelabuhan ferry Daruba atau pelabuhan H.M.S. Lastori selama lebih kurang 30
menit. Pantai ini sangat indah dan landai dengan pasir putih yang halus, memiliki
panjang sekitar 16 km km. Pantai yang dilatarbelakangi oleh pepohonan kelapa ini,
menampilkan pula laut yang jemih dan pemandangan indah serta adanya Pulau
Dodola kecil yang pada saat surut dapat dilalui dengan berjalan kaki, menambah
daya tarik pada pulau Dodola ini.
Di pulau ini sudah tersedia fasilitas-fasilitas yang menunjang untuk pariwisata
seperti resort, penginapan dan dermaga, hanya saja kondisinya sudah tidak terurus
dan terpelihara.
Pulau Dodola merupakan pantai yang paling banyak diminati oleh pengunjung baik
masyarakat Morotai sendiri maupun wisatawan Nusantara dan mancanegara.
Gambar 3.31 Pelabuhan ferry tempat penyebrangan menuju Pulau Dodola (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 72
Gambar 3.32 Suasana Pelabuhan Ferry Pelabuhan HMS Lastori Daruba (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.33 Panorama Pantai pasir putih pulau Dodola besar (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.34 Fasilitas Penginapan di Pulau Dodola Besar yang kondisinya kurang terawat (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.35 Fasilitas Toilet umum yang kurang terawat
(Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 73
Gambar 3.36 Kondisi Resort di Pulau Dodola besar (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.38 Panorama pulau Dodola kecil dilihat dari dari pulau Dodola besar (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.37 Panorama pantai dan dermaga di Pulau Dodola
(Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 74
b. Pulau Sumsum
Pulau ini merupakan pulau yang bersejarah dan terletak 3 mil di depan Kota
Daruba. Sumsum adalah pulau kecil dengan panorama alam pantai pasir putih
berkerikil. Jenderal Douglas Mc. Arthur, pemimpin pasukan sekutu untuk Kawasan
Asia Pasifik pada masa Perang Dunia II pernah tinggal di pulau ini.
Dipulau ini terdapat tugu monumen Jendral Mc Arthur sebagai tanda bahwa beliau
pernah berada di pulau tersebut. Kondisi monumen Jendral Mc Arthur ini juga
berada pada kondisi yang tidak terawat, bahkan plakat marmer yang menunjukan
keterangan monumen tersebut sudah hilang.
Kondisi pulau ini tidak berpenghuni, sehingga yang menurut masyarakat bahwa di
Pulau ini terdapat Goa Pusat Komando tempat Jendral Mc Arthur mengatur strategi
melawan Jepang, dan tempat pendaratan Amphibi pasukan Sekutu sudah sulit
ditemukan.
Gambar 3.39 Papan Selamat datang di Pulau Sumsum/Zumzum
(Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.40 Panorama Pantai Pulau Sumsum (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 75
c. Pulau Ngele - Ngele
Pulau Ngele-Ngele Besar dan Pulau Ngele-Ngele Kecil. Keduanya berada di Kecamatan
Morotai Selatan Barat dan berjarak sekitar lima mil dari Pelabuhan Daruba, wisawatan
dapat menikmati pasir putih, matahari tropis, dan laut biru serta sangat cocok untuk
diving, karena terdiri dari keelokan berbagai jenis terumbu karang dan ikan hias,
kerang kima, bintan laut dan bulu babi.
Gambar 3.41 Monumen Jendral Mc Arthur (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.42 Kondisi tugu beberapa bagian sudah hilang (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 76
Dipulau Ngele ngele terdapat permasalahan yaitu sebagian areal pantainya yang indah
sudah dikuasai oleh perusahaan tertentu, sehingga menghalangi akses wisata menuju
pantai tersebut.
Gambar 3.43 Panorama pantai Pulau Ngele ngele
Besar dari laut (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.44 Kondisi Pemukiman penduduk di Pulau Ngele ngele Besar (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.45 Gerbang Pemukiman di Pulau Ngele-ngele Besar (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 77
d. Pulau Galo-Galo
Pulau Galo-Galo Kecil, yang dapat dijangkau dengan speed boat dan longboat dari
Pelabuhan Daruba ini, juga menyimpan keindahan dasar laut dan pantai pasir putih
yang menawan. Potensi keindahan untuk panorama bawah laut ini masih sangat besar,
karena kondisi ekosistem kelautannya yang tampak cukup masih alami karena
pengeksplotasi hasil laut di daerah tersebut relatif masih sedikit.
Gambar 3.46 Pulau Ngele ngele Kecil dilihat dari laut (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.47 Panorama pulau Galo Galo dari dermaga pendaratan Speedboat (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 78
e. Obyek Wisata Pulau Saminyamau
Pulau Saminyamau terletak di depan Kota Wayabula, Kecamatan Morotai Selatan Barat
dengan jarak sekitar 4 mil. Sebagaimana yang terdapat di pulau-pulau kecil di Pulau
Morotai, Pulau Saminyamau ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan
bawah laut (terumbu karang dan ikan hias).
Pulau ini mudah dijangkau dengan speed boat dan long boat dari Dermaga Daruba
sekitar 1 – 1,5 jam atau sekitar 0,5 jam dari Waybula. Sementara fasilitas yang
terdapat di Pulau Saminyamau hanya dermaga. Kelemahan pulau ini, yaitu belum
tedapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, pulau berpenghuni (1 desa) dan
potensial mengalami perusakan jika tidak dikelola dengan baik, pengunjung relatif
sedikit, dan bersifat temporal.
f. Obyek Wisata Pantai Batu Labung
Selain obyek wisata pulau, di Pulau Morotai juga terdapat obyek wisata Pantai Batu
Labung yang terletak di Desa Posi-posi, Kecamatan Morotai Timur. Daya tarik pantai ini
adalah memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu
karang dan ikan hias). Dikarenakan dekat dengan jalan lingkar Morotai, obyek wisata
Pantai Batu Labung dapat dijangkau melalui jalan darat Daruba sekitar 3 – 4 jam.
Namun demikian, kelemahan dari obyek wisata Pantai Batu Labung adalah belum
tedapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, kondisi prasarana jalan yang rusak, dan
pengunjung relatif sedikit dan bersifat temporal.
Gambar 3.48 Dermaga pendaratan Speedboat (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 79
g. Obyek Wisata Goa
Di Pulau Morotai juga terdapat obyek wisata gua. Goa dengan stalakmit dan stalaktit
terdapat di Desa Leo-Leo, Pulau Rao, Kecamatan Morotai Selatan Barat. Goa Leo-Leo
Rao ini dapat dijangkau dengan speed boat dan long boat dari Dermaga Wayabula.
Kelemahan dari obyek wisata Goa Leo-Leo Rao ini adalah belum terdapatnya pengelola
dan ruang pengelolaan, dan pengunjung relatif sedikit dan bersifat temporal.
Situs-situs Morotai mempunyai industri batu yang tidak berpola bentuknya. Pada
umumnya terbuat dari serpihan kerakal pantai. Berbeda dengan situs Melanesia yang
lain, di Morotai tidak ada bukti alat-alat batu dibawa dari pulau ke pulau. Alat-alat
tersebut ditinggal begitu manusia pendukungnya meninggalkan gua-gua hunian di
Morotai. Industri alat-alat batu yang ditemukan masih sangat sederhana seperti
kebanyakan situs Melanesia lainnya. Selain alat batu, juga ditemukan adanya alat dari
kerang. Alat-alat dari kerang mungkin menunjukkan sebuah tradisi lokal, suatu
kelanjutan dari tradisi pratembikar beliung kerang yang terwakili di Maluku bagian
Utara (Bellwood, 2000 : 326-327 dalam http://arkeologi.web.id/articles/arkeologi-
prasejarah).
h. Wisata Alam Bawah Laut
Wilayah Kabupaten Pulau Morotai memiliki potensi wisata alam bawah laut yang sangat
potensial untuk diving. Dalam situs Resmi Peta Selam Indonesia Tahun 2009 – 2011,
diinformasikan ada sekitar 28 titik (point) lokasi potensi diving di Kabupaten Morotai
seperti yang terlihat pada Gambar 3.49 halaman berikut.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 80
Gambar 3.49
Titik Lokasi Potensi Diving di Kabupaten Pulau Morotai
Sumber : situs Resmi Peta Selam Indonesia Tahun 2009 – 2011
B. Daya Tarik Wisata Peninggalan Sejarah
Kabupaten Pulau Morotai yang tempo dulu adalah sebuah pulau kecil strategis yang pernah
menjadi pangkalan militer Amerika Serikat dalam menyusun kekuatan semasa PD II. Sampai
saat ini masih terdapat sisa-sisa PD II seperti puing-puing pesawat tempur, bangkai kapal
perang, rongsokan tank, dan bunker tempat persembuyian tentara sekutu.
Pada masa kini, banyak peninggalan tersebut yang telah hilang ataupun dijarah. Walaupun
menurut beberapa nara sumber, pulau Morotai sebagai bekas basis pangkalan Jepang
maupun Sekutu masih banyak menyimpan peninggalan-peninggalan PD 2 yang masih belum
terjamah dan diketemukan.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 81
Wisata yang juga tidak kalah menarik adalah mengunjungi museum mini swadaya
masyarakat yang disebut juga Museum Pemerhati Peninggalan PD 2 yang dikelola oleh
saudara Muhlis Eso. Museum ini berisikan benda-benda peninggalan tentara Jepang dan
Sekutu selama masa pendudukan di Morotai. Kondisi museum ini amat
memprihatinkan<dengan kondisi yang seadanya, namun membanggakan karena totalitas
pengabdian serta semangat masyarkat khususnya saudara Muhlis Eso dan teman temannya
yang terus berusaha mempertahankan da memperkenalkan museum ini secara swadaya
dengan semangat yang tidak pernah pudar karena keterbatasan keterbatasan yang ada.
Gambar 3.50 Amphibi bekas peninggalan sekutu di masa PD 2 yang terletak di Desa Gotalama (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.51 Goa dan mata air kaca tempat mandi dan sumber air minum Jendral Mc Arthur di Desa Wawama (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 82
Gambar 3.52 : Museum Pemerhati Peninggalan PD II (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.53 : Beberapa isi museum (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.54 Beberapa isi museum (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.55 : Beberapa isi museum (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 83
Di pulau Morotai sendiri selain terdapat wisata peninggalan PD 2, juga terdapat wisata
pantai yang cukup potensial yaitu pantai Tanjung Dehegila yang terletak di Desa Juang.
Kondisi pantai saat ini masih asri walaupun terdapat beberapa perumahan nelayan pada
pantai ini.
Menurut rencana Pemerintah setempat, di pantai ini akan dipersiapkan untuk menyambut
even Sail Morotai 2012, sehingga tampak beberapa sarana prasarana sudah mulai
dipersiapkan.
Gambar 3.56 Beberapa buku yang telah disusun oleh Museum ini (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
Gambar 3.57 Jalan menuju lokasi Pantai Tanjung Dehegila (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 84
Desa Pilowo
Obyek wisata sejarah di Desa Pilowo terdapat di empat lokasi, yaitu sekitar Sungai
Pilowo, Goa (Air Senjata), Daerah Kokota, dan Daerah Kekera. Adapun daya tarik di
empat lokasi ini adalah tempat persembunyian tentara Jepang, basis pertahanan
Jepang, tempat penyimpanan senjata, dan air terjun, tempat tentara Jepang.
Desa Cio Gerong
Obyek wisata sejarah di Desa Cio Gerong terdapat di dua lokasi, yaitu Sungai Cio
(Daerah Tetarno) dan Kokorunga. Adapun daya tarik di dua lokasi ini adalah tempat
ditemukannya 9 Tentara Jepang dan tempat ditemukannya Wakil Panglima Jepang.
Desa Sebatai Tua dan Sebatai Baru
Obyek wisata sejarah di Desa Sebatai Tua dan Sebatai Baru terdapat di dua lokasi,
yaitu Gunung Sebatai dan Sebatai Baru. Adapun daya tarik di dua lokasi ini adalah basis
pertahanan Jepang dan benda-benda bersejarah.
Potensi sosial ekonomi yang dapat dikelola oleh masyarakat untuk mendukung pariwisata
adalah:
Dukungan positif dari masyarakat atas rencana pengembangan pariwisata bahari di
Kabupaten Pulau Morotai.
Gambar 3.58 Panorama Pantai Tanjung Dehegila (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 85
Masyarakat bersedia menyediakan fasilitas pariwisata seperti jasa penginapan, jasa
guide, serta jasa lain yang berbasis pada sumberdaya daya alam setempat, khususnya
situs-situs sejarah perang dunia kedua (PD II) di Kabuupaten Pulau Morotai.
Masyarakat mampu menyediakan produk-produk khas lokal baik dalam bentuk makanan
maupun kerajinan yang menjadi cenderamata bagi pengunjung.
Mempunyai potensi untuk mengembangkan usaha budidaya perikanan, sehingga bisa
dikembangkan menjadi pariwisata bahari selain wisata sejarah dan ekowisata berbasis
laut.
Koneksitas yang bersifat ’history’ antara Jepang & Amerika Serikat dengan masyarakat
Morotai. Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) bersama masyarakat Kabupaten Pulau
Morotai diketahui beberapa harapan masyarakat dalam rencana pengembangan kawasan
pariwisata di Morotai adalah sebagai berikut:
Adanya pembinaan mengenai pengembangan pariwisata bahari dari pemerintah
terhadap masyarakat.
Terbangunnya sarana pariwisata yang memadai untuk menunjang pembangunan
pariwisata bahari di Kabupaten Pulau Morotai.
Pembagunan sarana komunikasi, sehingga akses informasi lebih terbuka dan akses
informasi akan semakin mendukung pergerakan ekonomi di desa-desa Morotai.
Dibangunnya sarana penunjang kegiatan nelayan seperti cold storage, pelabuhan yang
memadai, serta industry pengolahan hasil perikanan.
Peningkatan mata pencaharian masyarakat antara lain dengan memberdayakan
perempuan untuk usaha-usaha pengolahan dan kerajinan dan jasa-jasa wisata seperti
membuat hiasan (souvenir), kerang-kerangan, dan menjadi guide wisata.
Masyarakat mendukung dikembangkannya pariwisata di Morotai yang melibatkan
potensi masyarakat setempat.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 86
C. Daya Tarik Wisata Budaya
1) Suku, Budaya dan Adat Istiadat
Mayoritas mata pencaharian penduduk Pulau Morotai adalah Petani dan Nelayan
(sebagian besar permukim di pesisir dan pulau-pulau kecil). Tidak mempunyai
penduduk asli, pendatang dari Pulau Halmahera sebagian besar Suku Tobelo dan
Galela. Karakteristik budaya masyarakat adalah perpaduan budaya Halmahera
secara umum dan lebih khusus budaya dan adat Tobelo – Galela. Budaya yang
sampai saat ini masih berkembang di masyarakat Pulau Morotai adalah gotong
royong.
Bagi masyarakat Pulau Morotai, laut dianggap sebagai tempat memenuhi kebutuhan
keluarga dan mencari nafkah ekonomi. Selain itu, laut juga dianggap sebagai
warisan nenek moyang mereka yang harus dijaga dan penggunaannya untuk seluruh
keturunan masyarakat Morotai. Masyarakat Morotai juga melakukan uparaca-
upacara adat yang diperuntukkan agar terjadi keseimbangan alam atas dieksploitasi
sumberdaya kelautan. Pemanfaatan kelautan Morotai sudah dilakukan secara turun-
temurun oleh masyarakat Morotai untuk memenuhi kebutuhan subsisten mereka.
Perkembangan masyarakat dan kebutuhan ekonomi sudah membuat mereka lebih
berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan keluarga dan pasar, walaupun dalam
skala yang masih sederhana. Kesederhanaannya masih dapat dilihat dari cara
mereka menggunakan sumberdaya peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan
di perairan sekitar Pulau Morotai.
Suku Moro bukanlah suku terasing yang ada di Kabupaten Pulau Morotai seperti
halnya suku Togutil yang menyebar dan berdiam di hutan-hutan Kabupaten Pulau
Morotai seperti di Tobelo, Kao, Dodaga dan wilayah lain di Kabupaten Pulau
Morotai, keberadaan suku Togutil masih bisa dilacak hingga saat ini, walapun tentu
saja tidak mudah bertemu mereka, karena layaknya suku terasing di wilayah lain
Indonesia suku Togutil tidak suka atau tidak mau bertemu dengan orang asing.
Mengenai suku Moro sendiri ada beberapa tetua (pemuka adat atau orang yang
dituakan di Morotai) yang mengatakan bahwa suku Moro adalah penduduk asli Pulau
Morotai, suatu pulau yang berada diujung Halmahera Utara dan merupakan pulau
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 87
paling utara dari gugusan kepulauan Indonesia, tapi tidak pernah dijelaskan apakah
ada hubungan antara suku Moro yang misterius dengan suku Moro di Filipina.
Selain itu, Suku Moro juga diyakini sebagai suku yang dahulu pernah berdiam di
Jailolo (Halmahera), dibawah kepemimpinan seorang raja yang adil dan bijaksana,
kemudian sekitar abad ke lima belas saat Portugis masuk ke bumi Halmahera,
menjajah dan mengambil rempah-rempah, menarik pajak yang sangat tinggi dari
warga setempat, mengadu domba hingga terjadilah pergolakan dan perang
saudara. Ditengah kecamuk perang saudara, Kerajaan Jailolo yang dihuni oleh suku
Moro dibawah perintah sang raja memutuskan untuk melarikan diri ke hutan,
setelah lama menghilang ke dalam hutan suku ini diyakini masyarakat halmahera
telah gaib tapi kisah interaksi masyarakat setempat dengan suku Moro ini masih
terdengar hingga saat ini.
2) Tarian dan Musik Tradisional.
Jenis tarian yang ada di Kabupaten Pulau Morotai sebagian besar sama dengan
budaya yang ada di Kabupaten Halmahera Utara, karena suku yang dominan di
Kabupaten Pulau Morotai adalah suku Tobelo dan Suku Galela sebagaimana suku
yang ada di Kabupaten Halmahera Utara. Adapun tarian dan musik tradisional yang
masih ada hingga saat ini di Kabupaten Kepulauan Morotai antara lain: Tide-Tide,
Cakalele, Denge-denge, Bobaso, Salumbe, Tokuwela, Yangere, Tari Kabata Talaga
Lina, Togal. Sedangkan jenis musik tradisional meliputi Musik Bambu Tiup, Gala,
Musik Bambu Hitadi, Musik Jangere, Adat Perkawinan. Keanekaragaman seni budaya
yang masih mengakar kuat di masyarakat Morotai. Hal ini bisa menjadi modal dalam
pengembangan pariwisata yang potensial untuk dikembangkan. Berikut adalah
berbagai macam tarian yang ada Kabupaten Pulau Morotai antara lain:
Tarian Tide-tide.
Tidetide adalah tarian khas Halmahera Utara yang biasanya dipentaskan pada
acara tertentu seperti pada pesta perkawinan adat atau pesta rakyat.
Gerakan pada tarian Tidetide memiliki makna tertentu yang dapat diartikan
sebagai bahasa pergaulan sehingga Tidetide juga dikenal sebagai tari
pergaulan. Tarian ini dibawakan oleh kelompok penari pria dan wanita sambil
diiringi tabuhan tifa, gong dan biola. Tarian ini diikuti oleh tiga kelompok
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 88
tingkatan usia yaitu tingkat anak-anak remaja dan dewasa. Para pemusik
berjumlah 6 orang baik laki-laki maupun perempuan sedangkan para penari
minimal berjumlah 12 orang (6 wanita/6 pria).
Salah satu contoh para penari laki yang berhadapan dengan seorang gadis
maka pada gerakan tangan yang diangkat keduanya dapat memberikan makna
sangat berarti, disini bisa terjadi ikatan antara seorang pria dan seorang
wanita sampai pada tingkat perkawinan atau keduanya memahami isyarat
pada gerakan-gerakannya itu.
Tarian Cakalele
Tarian Cakalele tidak hanya menjadi tarian masyarakat Maluku, tetapi tarian
cakalele juga menjadi tarian khas masyarakat Pulau Morotai. Tarian Cakalele
sendiri merupakan tarian perang yang saat ini lebih sering dipertunjukan
untuk menyambut tamu agung yang datang ke daerah ini maupun untuk acara
yang bersifat adat. Para penari cakalele pria biasanya menggunakan parang
dan salawaku sedangkan penari wanita menggunakan lenso (sapu tangan).
Tarian cakalele bisa dapat dilakukan sekelompok orang atau dua orang laki-
laki dan perempuan. Para penari laki-laki biasanya menggunakan alat tari
yang disebut parang dan salawaku, sedangkan perempuan menggunakan lenso
tangan (saputangan) atau tangan kosong. Tarian ini biasanya seorang
perempuan menari sambil berputar mengelilingi laki-laki yang disebut Basisi.
Sementara para pemusik yang mengiringi cakalele berjumlah 4 oang dengan
alat yang digunakan adalah gong dan tifa dilengkapi dengan alat pemukul
yangdibuat dari kayu.
Denge-denge
Denge-denge merupakan salah satu tarian pergaulan khas Pulau Morotai
Halmahera Utara yang biasanya dilakukan oleh sekelompok baik orang laki-laki
maupun perempuan ini diiringi dengan nyanyian-nyanyian yang sangat unik
karena lantaran lagu memiliki makna yang sangat filosofis, dengan berbalas
pantun baik laki maupun perempuan. Sebagai tarian pergaulan yang biasanya
dibawakan oleh sekelompok penari pria dan wanita sambil diiringi nyanyian-
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 89
nyanyian berupa syair pantun yang memiliki makna cinta dan harapan di masa
depan, tarian ini memiliki gerakan yang sangat halus para penari sangat
konsen dengan memaknai pukulan musik yang dimainkan oleh pemusik.
Tarian ini tidak dapat dieloborasikan dengan tarian lain karena bila terjadi
elaborasi tarian maka akan terjadi perubahan makna. Lagu denge denge yang
berbalas pantun dapat menyuarakan syair bahasa cinta dan bahasa dan masa
depan sehingga ada makna tertentu pada saat beralas pantun diakhiri dengan
sebuah kesepakatan bila para pelantun itu seorang pemuda dan seorang gadis
maka diakhiri dengan sebuah perkawinan. Denge denge ini hanya terdapat
pada suku Galela, Tobelo dan Loloda (hampir punah).
Bobaso
Bobase adalah permainan tradisional muda-mudi tempo dulu. Pada permainan
yang dimainkan oleh 8 orang penari ini dilantunkan syair-syair bertemakan
cinta, termasuk penolakan bila tidak memenuhi persyaratan yang dilantunkan
oleh seorang perempuan, serta juga harapan di masa depan. Permainan
Bobaso diselingi dengan tarian yang gerakannya mengikuti irama musik yang
sangat lambat dan bervariasi. Sebanyak 6 orang pemusik dengan menggunakan
alat musik tifa, gong dan biola biasanya mengiringi tarian ini. Bobaso sepintas
sangat mirip dengan tarian Dengedenge. Tarian ini hanya terdapat pada suku
Tobelo, galela an Loloda.
Salumbe
Salumbe adalah salah satu tarian tradisional berbalas sair versi Galela, Tobelo
dan Loloda yang sampai saat ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat
Halmahera Utara khususnya asyarakat Morotai Utara. Tarian ini juga dapat
disebut tarian pergaulan. Para penari minimal 8 orang laki dan perempuan
diiringi dengan alat tifa, gong dan biola (hampir punah).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 90
Tokuwela
Tokuwela adalah salah satu pertunjukan tadisional berbalas pantun yang
membutuhkan personil lebih dari 20 orang yang diiringi dengan lagu Tokuwela
laki-laki dan perempuan. Tokuwela mempunyai 2 pengertian yaitu :
Toku memberikan pengertian berjalan disebuah ketinggian yang memiliki
jarak contoh seorang anak kecil yang berjalan diatas tangan yang saling
berpegangan antara laki dan perempuan. Wela adalah para pemain tali
dengan menyanyikan lagu-lagu tokowela. Karena seorang anak kecil akan
berjalan diatas tangan. Acara ini dapat dilakuan oleh suku Galela, Tobelo, dan
Loloda. Pada acara- acara tertentu (hampir punah).
Yangere
Yangere adalah salah satu musik tradisional Pulau Morortai Halmahera Utara
musik ini dimainkan oleh sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan
dengan menggunakan gitar tradisional dari kayu dan basnya dibuat dari kas
yang berbentuk 4 persegi. Musik ini sangat unik bila dibandingkan dengan alat
yang digunakan para pemusik tradisional lainnya (Disbudpar Halut 2006).
Tarian Lelehe
Tarian Lelehe dapat dibawakan oleh anak-anak maupun dewasa. Para penari
biasanya menggunakan 2 alat dari bambu berukuran 2-3 meter sebagai
perlengkapan tarian. Tarian ini dibawakan oleh seorang penari pria dan
wanita. Tarian Lelehe merupakan tarian tradisional khas suku Tobelo dan
biasanya dipertunjukan pada acara-acara adat, malam perkawinan dan acara
pentas budaya.
Tarian Gumatere
Tarian ini dimaksudkan untuk meminta petunjuk atas suatu persoalan ataupun
fenomena alam yang sedang terjadi. Tarian ini dibawakan oleh 30 orang
penari pria dan wanita. Penari pria menggunakan tombak dan pedang
sedangkan penari wanita menggunakan lenso. Yang unik dari tarian ini adalah
salah seorang penari akan menggunakan kain hitam, nyiru dan lilin untuk
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 91
ritual meminta petunjuk atas suatu kejadian. Gumatere merupakan tarian
tradisional rakyat Morotai.
Musik Bambu Hitadi
Sesuai dengan namanya, alat musik bambu hitadi dibuat dari bambu dengan
menggunakan pengaturan nada musik berdasarkan nada-nada yang dibutuhkan
pada lagu yang diiringi. Musik bambu hitadi merupakan musik tradisional yang
hanya terdapat di Halmahera utara dengan pemain dan penyanyi berjumlah 15
orang.
Musik Bambu Tiup
Pertunjukan musik bambu tiup merupakan hiburan umum bagi masyarakat
Halmahera Utara yang dimainkan dengan cara ditiup. Alat musik bambu tiup
terbuat dari bambu dan dibawakan oleh sekelompok pemain musik yang
terdiri dari 20-30 orang. Berbeda dengan musik bambu hitadi, musik bambu
tiup tidak membutuhkan penyanyi dan dapat dikolaborasikan dengan alat
musik lain seperti seruling.
Upacara Adat Hibualamo
Dilakukan untuk acara yang bersifat adat seperti pengukuhan seorang
pemimpin adat. Upacara adat dimulai dengan arak-arakan keliling kota yang
berakhir di Hibualamo. Pada arak-arakan ini sang pemimpin akan duduk di
atas kursi kebesaran yang ditandu oleh 4-8 orang. Beragam kebudayaan
daerah akan ditampilkan pada acara yang berpusat di rumah adat Hibualamo.
Upacara ini biasanya diakhiri dengan acara makan bersama.
3.2.2 Kondisi Kunjungan Wisata
Jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Morotai relatif masih sedikit. Pada tahun 2010,
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Kabupaten Morotai berjumlah 14 orang.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 92
3.2.3 Aksesibilitas
Untuk menuju ke Pulau Morotai hanya dapat ditempuh dengan sarana transportasi laut ke
Kota Daruba. Perjalanan ke Morotai ditempuh dengan menggunakan kendaraan speedboat
dari Ternate ke Sidangoli dengan waktu tempuh 1 jam. Selanjutnya dengan kendaraan
darat sampai ke Tobelo dengan waktu tempuh 3 jam dan dari Tobelo dengan speedboat ke
Morotai dengan waktu tempuh 1,5 jam.
Prasarana dan sarana transportasi darat menuju ke desa-desa maupun antar kecamatan
sudah ada dan dalam kondisi baik. Terminal penumpang umum terdapat di Kota Daruba
dengan sejumlah armada angkutan darat yang melayani penumpang.
Prasarana transportasi laut dengan kategori pelabuhan yang tidak diusahakan terdapat di
Kota Daruba, ibukota Kecamatan Morotai Selatan. Volume bongkar muat barang pelayaran
dalam negeri untuk perdagangan antarpulau di Pelabuhan Daruba tahun 2002 yang
dibongkar 6.525 ton dan yang dimuat 33.718 ton.
Gambar 3.59 Sarana transportasi untuk penyebrangan antar pulau yaitu speedboat (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 93
3.2.4 Ketersediaan Fasilitas Penunjang Wisata
A. Akomodasi
Hotel-hotel yang terdapat di Kabupaten Pulau Morotai terdiri dari hotel atau penginpan
sekelas wisma atau losmen. Dimana berdasarkan survey yang ada hanya terdapat 3
penginapan atau losmen yang terdapat di pulau Morotai.
B. Restoran/Rumah Makan
Restoran/Rumah makan yang tersedia di Kabupaten Morotai brrdasarkan survey adalah
sebanyak sebanyak 4 buah, yang terdiri dari tiga masakan yaitu ; Masakan Laut khas
Maluku, Masakan Indonesia atau Padang dan Masakan Sunda.
C. Agen dan Biro Perjalanan Wisata
Agen dan biro perjalanan wisata yang ada di Kabupaten Kepulauan Morotai belum terdata,
pada umumnya melayani untuk jasa angkutan darat menggunakan travel atau bentor (beca
motor) sementara penyebrangan antar pulau menggunakan speed boat. Bandara udara
yang ada hamyalah bandara militer sementara bandara yang melayani jalur umum
komersial belum tersedia.
Gambar 3.60 Becak Motor yang merupakan salah satu sarana transportasi lokal (Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2011)
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 94
3.2.5 Kondisi Prasarana Pendukung
A. Air Bersih
PDAM yang ada di Kota Daruba dan Kota Bere-bere secara struktural adalah merupakan
PDAM cabang Tobelo yang berpusat di Kabupaten Induk (sekarang Halmahera Barat) yang
berkedudukan di Ternate. Operasional PDAM di Pulau Morotai bersifat subsidi yang menjadi
tanggungan PDAM ranting Tobelo.
Sumber air PDAM di Kota Daruba merupakan sumur bor dengan debit air 30 liter/detik.
Cukup memadai untuk saat ini tetapi belum memadai untuk kebutuhan di masa yang akan
datang. Diperlukan cadangan sumber air yang lain yang lebih memadai. Debit air Kota
Daruba telah meningkat 3 kali dibandingkan dengan kondisi tahun 2003.
Sedangkan PDAM Kota Bere-Bere memiliki sumber air yang cukup baik yaitu 85 liter/detik.
Namun keterbatasan biaya operasional dan daya bayar dari pelanggan, mempengaruhi
kualitas pelayanan.
Tabel 3.28. Kondisi PDAM
Unit IKK Jumlah Sumber Air Kapasitas Sumber Air (liter/detik)
Kapasitas Pompa Air (liter/detik)
IKK Daruba 1 30 10 IKK Bere Bere 1 85 5 Ket. IKK : Ibu Kota Kecamatan Sumber : BPS Halut, 2009
Tabel 3.29. Jumlah Pelanggan Air Bersih
Unit IKK Daya Pompa (kW) Panel Kontrol Jumlah Pelanggan
IKK Daruba 9,2 11 598
IKK Bere Bere 8 11 134 Sumber : BPS Halut, 2009
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 95
Kota Wayabula memiliki sumber air dengan kualitas dan debit cukup baik. Telah ada
pemasangan jaringan pelayanan namun belum mengalir menuju rumah-rumah yang telah
terpasang jaringan tersebut. Demikian juga, terdapat beberapa sumber air berkualitas baik
yang untuk masa mendatang diharapkan dapat melayani seluruh kebutuhan air di Pulau
Morotai.
Berkaitan dengan penggunaan air bersih, sebagian besar masyarakat Pulau Morotai
menggunakan air sumur, yang pada titik-titik tertentu ditemukan mata air sumur dengan
kualitas baik, sedangkan pada kebanyakan titik sumur, air yang digunakan terasa payau.
Pelayanan air bersih oleh PDAM hanya ada di kota Daruba dan Bere-Bere. Jumlah pelanggan
air bersih di kota Daruba sebanyak 598 (telah meningkat 51% dibandingkan keadaan 6
tahun yang lalu) dan Kota Bere-bere sebanyak 134 pelanggan. Penggunaan air bersih yang
dilayani oleh PDAM yang relatif rendah dibandingkan jumlah kepala keluarga di Kabupaten
Morotai 11.773 KK. Selebihnya yang menetap bukan di kedua kota tersebut menggunakan
sumur gali yang jumlahnya sangat terbatas dan umumnya terasa payau, atau tidak
memenuhi syarat air bersih.
B. Persampahan
Pengelolaan sampah merupakan bagian dari sanitasi. Pengelolaan sampah di Pulau Morotai
pada saat ini masih ditangani secara sederhana dengan melakukan penngumpulan dan
pembuangan pada tempat pembuangan akhir (TPA) di lokasi sekitar kawasan tempat
tinggal penduduk, sehingga dengan kepadatan penduduk 45,55 jiwa/km2 (kepadatan
tertinggi di Pulau Morotai – di Kecamatan Morotai Selatan), persampahan belum menjadi
permasalahan yang serius.
C. Energi dan Listrik
Pelayanan listrik di Kabupaten Morotai dilayani dengan menggunakan pembangkit listrik
tenaga diesel. Pembangkit listrik tersebut ditempatkan di utara dan selatan (Daruba dan
Bere Bere).
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 96
Tabel 3.30. Keadaan Perlistrikan Kabupaten Pulau Morotai
Lokasi PLTD Jumlah Pembangkit (Unit)
Kapasitas Terpasang (kW)
Daya Mampu
(kW) Beban Puncak
(kW) Daruba 7 1.930 900 645 Bere Bere 4 430 350 149 Sumber : BPS Halut, 2009
Tabel 3.31. Produksi Perlistrikan Kabupaten Pulau Morotai
Lokasi PLTD Produksi (kWh) VA Tersambung Jumlah Pelanggan
Daruba 226.391 1.755.050 3.034 Bere Bere 45.012 394.550 810 Sumber : BPS Halut, 2009 Pembangkit yang dimiliki PLN dalam melayani kebutuhan listrik terdapat 11 unit dengan
kapasitas terpasang 2.360 kW. Produksi listrik yang dihasilkan sebesar 2.149.600 kWh.
Dibandingkan tahun 2003 telah terjadi penambahan jumlah pembangkit sebanyak 1 buah
dengan produksi yang menurun dari 2.223.849 Kwh.
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa di kecamatan Morotai Selatan Barat tidak terdapat
peralatan PLN, namun kebutuhan listrik di kecamatan ini dipasok dari generator di Morotai
Selatan. Kondisi operasional listrik di Pulau Morotai mengalami pemadaman berkala setiap
hari.
D. Telekomunikasi
Pada Kabupaten Morotai, jaringan telekomunikasi yang digunakan berupa dengan fasilitas
telepon dari PT Telkom dan fasilitas telepon seluler dari PT Telkomsel. Kondisi jaringan
telekomunikasi dengan PT Telkom yang ada dalam keadaan baik dengan kapasitas jaringan
yang terbatas. Selain fasilitas tersebut, berlokasi di kantor kecamatan Morotai Selatan,
Morotai Utara dan Morotai Selatan Barat terdapat fasilitas Radio Icom dengan kondisi yang
baik. Untuk di Bere Bere terdapat jasa telekomunikasi lewat satelit.
LAPORAN AKHIR
Halaman III - 97
Keberadaan Base Tranceiver Station (BTS) di
Kabupaten Pulau Morotai terdapat di Daruba dan
Bere Bere untuk melayani pengguna jasa telepon
seluler.
Gambar 3.61 Fasilitas BTS di Bere Bere (Sumber : Hasil Survey Lapangan, Tahun 2011)