bab 4

16
BAB IV PEMBAHASAN Setelah melakukan “Asuhan Keperawatan pada Ny. A Pasca Partum Spontan dengan Tindakan Ekstraksi Vakum Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini ruang OK Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto Jakarta’’ pada tanggal 30 Maret 2015, maka pada bab ini penulis akan mengemukakan kesenjangan antara teori dengan kasus yang ditemukan dilahan, serta faktor-faktor pendukung, penghambat dan solusi atau alternatif pemecahan masalah. Uraian pembahasan ini disesuaikan berdasarkan tahapan proses keperawatan yang meliputi: Pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. A. Pengkajian Pada proses pengkajian pada Ny. A penulis menyimpulkan data dengan metode wawancara, observasi langsung, pemeriksaan fisik dan mempelajari status klien atau catatan rekam medik yang selanjutnya didokumentasikan pada format data dasar dan data fokus. Pada pengkajian Ny. A pada paska partum spontan dengan tindakan ekstraksi vakum atas indikasi ketuban pecah dini terdapat data yang sesuai antara teori dan kasus antara lain, produksi kolostrum belum ada, ASI sudah keluar namun 79

Upload: isti-yanuari

Post on 14-Sep-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 4 kpd

TRANSCRIPT

BAB IVPEMBAHASAN

Setelah melakukan Asuhan Keperawatan pada Ny. A Pasca Partum Spontan dengan Tindakan Ekstraksi Vakum Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini ruang OK Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto Jakarta pada tanggal 30 Maret 2015, maka pada bab ini penulis akan mengemukakan kesenjangan antara teori dengan kasus yang ditemukan dilahan, serta faktor-faktor pendukung, penghambat dan solusi atau alternatif pemecahan masalah. Uraian pembahasan ini disesuaikan berdasarkan tahapan proses keperawatan yang meliputi: Pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian

Pada proses pengkajian pada Ny. A penulis menyimpulkan data dengan metode wawancara, observasi langsung, pemeriksaan fisik dan mempelajari status klien atau catatan rekam medik yang selanjutnya didokumentasikan pada format data dasar dan data fokus.Pada pengkajian Ny. A pada paska partum spontan dengan tindakan ekstraksi vakum atas indikasi ketuban pecah dini terdapat data yang sesuai antara teori dan kasus antara lain, produksi kolostrum belum ada, ASI sudah keluar namun sedikit dan mammae membesar. Pada saat melahirkan klien tidak menggunakan teknik mengejan yang benar dan sudah lelah untuk mengejan sehingga klien dilakukan tindakan ekstraksi vakum dan mendapat ruptur perineum Grade I.Data yang ditemukan pada teori namun tidak ditemukan pada kasus yaitu: Tidak ditemukan nyeri tekan pada payudara, tidak ditemukan masalah diuresis karena klien dapat buang air kecil (BAK), infeksi pada saluran kemih dan vagina

tidak terjadi. Insomnia tidak ditemukan karena klien tidak mengalami gangguan istirahat tidur dan klien dapat tidur siang dengan baik.

Indikasi yang sesuai antara teori dan kasus, yaitu kala II lama (pada pukul 12.00) WIB pembukaan lengkap dan klien dipimpin untuk meneran namun klien sudah lelah. Kemudian akhirnya dilakukan tindakan pervaginam dengan ekstraksi vakum dikarenakan ketuban sudah tidak ada atau mengering), kelelahan meneran. Indikasi yang ditemukan pada teori dan tidak ditemukan pada kasus pada Ny. A adalah toksemia gravidarum, ruptura uteri iminens tidak adanya proteinuria.Pada pengkajian data yang sesuai antara teori dan kasus yaitu menurut Saleha (2009) dari adaptasi fisiologi pasca partum yaitu pada periode early postpartum, pada fase ini involusi uteri klien dalam keadaan normal, tidak terjadi tanda-tanda perdarahan dengan data klien mengganti pembalut 1 kali sebanyak 50 ml, lokhea tidak berbau busuk dengan data lokhea rubra warna merah kecoklatan, bau: khas (berbau amis), ibu cukup mendapat makanan dan cairan. Pada adaptasi Psikologis klien berada pada taking hold period dibuktikan dengan edukasi diberikan pada fase ini dimana ibu berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi dan pada masa ini ibu membutuhkan bimbingan atau dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu. Pada tahap ini klien mengatakan ingin mengetahui tentang tentang teknik menyusui dan ASI eksklusif, perawatan payudara, nutrisi ibu menyusui, serta cara perawatan bayi dirumah seperti memandikan dan merawat tali pusat, sehingga pada saat klien pulang diharapkan klien sudah dapat merawat bayinya dengan baik dan dapat menyusui bayinya dengan benar.Dari hasil pengkajian pada Ny.A dengan pasca partum spontan didapatkan data TD: 100/60 mmHg, N: 76x/menit, RR: 18x/menit dan S: 36,5 C., ekspresi wajah meringis, TFU 2 (dua) jari dibawah pusat, kontraksi uterus kuat dan kosistensi uterus keras, terdapat ruptur perineum grade I ( satu ) dengan jahitan jelujur, keadaan luka perineum sudah membaik dan mengering, tanda-tanda REEDA pada daerah perineum tidak ada (redness, echymosis, edema, discharge dan approximation)., tungkai: tidak ada tanda homan, klien mengatakan nyeri pada daerah perineum dengan skala 2 dan merasa mulas pada perutnya disertai pada saat pengeluaran darah nifas dari kemaluannya, klien sudah memberikan inisiasi menyusui dini, mammae klien membesar, aerola mammae hiperpigmentasi. Klien tidak tahu cara perawatan post partum (perawatan payudara, perineum, posisi menyusui, nutrisi ibu menyusui, ASI eksklusif dan manfaat kolostrum), klien tidak mengetahui tentang perawatan bayi di rumah. Hasil laboratorium tanggal 30 Maret 2015 yaitu Hb: 9,5 g/dL (11,715,5), Ht: 28,5% (3345), Leukosit: 10 ribu/ul (5-10), Trombosit: 377 ribu/ul (150-440), Eritrosit: 3,92 juta/ul (3,85,2), GDS: 90 mg/ dl (70140). Klien mendapatkan terapi oral Amoxicillin 3 x 500 mg, Asam Mefenamat 3 x 500 mg dan Sulfasfarosus 1 x 1 tablet.Pada pengkajian data yang sesuai antara teori dan kasus yaitu menurut (Bobak, 2004) trauma saat persalinan, pasien dengan post partum biasanya akan merasa nyeri dikarenakan adanya luka perineum. Selama beberapa hari setelah melahirkan, kontraksi uterus akan sangat kuat dan luka perineum juga dapat menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang signifikan. Pada kasus Ny. A mengalami nyeri pada daerah perineum dengan skala nyeri 3. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh teori Bobak yaitu klien dengan post partum akan terasa nyeri pada bagian perineum dan nyeri pada bagian perut karena kontraksi uterus, klien melaporkan nyerinya, klien mengalami nyeri ringan, klien terlihat meringis, dan mampu mengontrol nyerinya.Pada pengkajian data yang ada pada teori namun tidak ada pada kasus menurut (Green, 2012) yaitu, aktivitas insomnia mungkin teramati tetapi pada klien tidak ditemukan kesulitan tidur karena klien mengatakan dapat tidur dengan baik. Pada pengkajian persepsi/kognisi tidak ditemukan adanya kebas atau kesemutan pada ekstremitas pada klien dan kekuatan otot klien dalam batas normal. Pada pengkajian seksualitas tidak ditemukan adanya REEDA pada luka di perineum klien dan lokhea klien rubra, berwarna merah, bau khas, jumlah 50cc. Pada pengkajian sirkulasi tidak ditemukan adanya diaphoresis pada malam hari pada klien karena klien tidak mengeluh sering berkeringat pada malam hari. Pada pengkajian integritas ego tidak ditemukan adanya post partum blues karena klien merasa senang dengan kelahiran anaknya dan tidak ditemukan data klien sedih atau menangis. Pada pengkajian hubungan peran tidak ditemukan data klien khawatir tentang hubungan keluarga, siapa yang ada dan bersedia membantu setelah pulang dari rumah sakit dan merawat bayinya di rumah. Pada pengkajian makanan/cairan tidak ditemukan data kehilangan nafsu makan karena klien menghabiskan makannya 1 porsi dan pada pengkajian nyeri/ketidaknyamanan tidak ditemukan adanya nyeri tekan pada payudara karena saat dilakukan pemeriksaan fisik pada payudara tidak ada tanda-tanda tersebut, Sedangkan data yang tidak ditemukan pada teori namun ditemukan pada kasus yaitu: Klien belum mampu membersihkan kelamin dengan baik dan benar ditemukan karena klien tidak mengetahui cara merawat perineum, belum mengetahui nutrisi apa saja yang diperlukan untuk ibu menyusui, belum mengetahui cara perawatan payudara dengan benar, belum mengetahui ASI eksklusif dan manfaat kolostrum, dan belum mengetahui cara merawat bayi (memandikan dan perawatan tali pusat).Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dan sesuai antara teori dan kasus adalah pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 30 Maret 2015 yaitu Hb: 9,5 g/dL (11,715,5), Ht: 28,5% (3345), Leukosit: 10 ribu/ul (5-10), Trombosit: 377 ribu/ul (150-440), Eritrosit: 3,92 juta/ul (3,85,2), GDS: 90 mg/ dl (70140)

Pemeriksaan Ultrasonografi dengan kesan janin presentasi kepala tunggal hidup dengan taksiran berat badan janin 2635 gram, DJJ 143 x/menit, his 3 x 10 menit, Hasil pengukuran TFU 33 cm, hasil pemeriksaan dalam atau vagina touch yaitu portio lunak, pembukaan 2 (dua) cm. Pada masa setelah melahirkan hingga pasien dipindahkan ke lantai II selatan sudah dilakukan pemeriksaan penunjang kembali yaitu, pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada tanggal Hasil laboratorium tanggal 24 Februari 2015 yaitu Hb: 9,5 g/dL (11,715,5), Ht: 28,5% (3345), Leukosit: 10 ribu/ul (5-10), Trombosit: 377 ribu/ul (150-440), Eritrosit: 3,92 juta/ul (3,85,2), GDS: 90 mg/ dl (70140). Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada Ny. A pada tanggal 30 Maret 2015 adalah pemberian therapy pada Ny. A obat oral Amoxicillin 3 x 500 mg, Asam Mefenamat 3 x 500 mg dan Sulfasfarosus 1 x 1 tablet.Faktor pendukung pada pengkajian yaitu pasien dan keluarga sangat kooperatif dalam menjawab pertanyaan saat penulis melakukan pengkajian, pasien terbuka pada keluhan yang dirasakan dan saat pemeriksaan fisik, status yang ada dapat dilihat secara lengkap, tersedianya format pengkajian dan adanya kerjasama antara penyusun dengan klien, perawat ruangan dan tim medis. dan tersedianya sarana alat yang menunjang untuk melakukan pengkajian seperti tensi meter, termometer dan timbangan. Sedangkan faktor penghambat adalah klien kurang percaya dan terlihat malu-malu dengan mahasiswa saat dilakukan pemeriksaan pada bagian perineal. Maka solusinya adalah menjalin bina hubungan saling percaya kepada klien dan melibatkan perawat ruangan untuk membantu melakukan pemeriksaan pada bagian perineal.

Setelah melakukan pengkajian penulis melakukan pendokumentasian dalam format pengkajian yang disertai tanggal, nama jelas dan tanda tangan sebagai aspek legal dalam pendokumentasian keperawatan.B. Diagnosa Keperawatan

Dalam tahap perumusan diagnosa keperawatan penyusun berusaha melakukan analisa data melalui identifikasi masalah keperawatan yang tepat. Dari hasil pengumpulan data saat pengkajian, maka penulis mengangkat diagnosa keperawatan dan membandingkan dengan teori pada asuhan keperawatan post partum normal. Pada teori Green (2012) terdapat 13 (tiga belas) diagnosa keperawatan, dan diagnosa yang ada pada kasus terdapat 2 (dua) diagnosa keperawatan, yaitu:Diagnosa 1: Nyeri berhubungan dengan trauma jalan lahir, proses involusi uteri. Diagnosa ini terdapat di teori dan di kasus. Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan terhadap suatu rangsangan yang berbahaya. Diprioritaskan sebagai diagnosa pertama, karena menurut Maslow yaitu kebutuhan rasa nyaman nyeri merupakan kebutuhan yang kedua setelah kebutuhan fisiologis, selain itu dilihat dari kondisi pasien jika nyeri ini tidak diatasi dengan segera dapat mengganggu aktivitas klien dalam memenuhi kebutuhannya. Selain itu nyeri membuat keadaan yang tidak menyenangkan dan mengakibatkan terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional (Alimul, 2006). Diagnosa ini penulis angkat dengan memodifikasi pada etiologi ini didukung oleh data bahwa klien mengeluh Nyeri pada daerah kemaluan dan daerah perineum dengan skala nyeri 3 (tiga). Nyeri di perineum menyebar kebokong Klien pasca partum hari ke 2 (dua), terdapat ruptur perineum dengan jahitan jelujur nyeri (mulas- mulas) di abdomen dan disertai pengeluaran darah nifas dari vagina. Klien terlihat : kesadaran compos mentis dan keadaan umum baik, TTV: TD: 100/60 mmHg, N: 76x/menit, RR: 18x/menit dan S: 36,5 C, konjungtiva pucat, membran mukosa lembab, CRT > 3 detik, ekspresi wajah meringis dan TFU 2 (dua) jari dibawah pusat, kontraksi uterus kuat dan kosistensi uterus keras, lokhea rubra, warna merah, jumlah 150 cc, bau amis/khas, hasil lab : Hb: 9,5 g/dL (11,715,5), Ht: 28,5% (3345), Leukosit: 10 ribu/ul (5-10), Trombosit: 377 ribu/ul (150-440), Eritrosit: 3,92 juta/ul (3,85,2), GDS: 90 mg/ dl (70140). Diagnosa 2: Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat, sekunder trauma jaringan. Menurut Mitayani, (2009) infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat genitalia pada waktu persalinan dan nifas. Diagnosa ini penulis angkat karena klien terlihat kesadaran compos mentis dan keadaan umum baik, TTV: TD: 110/80 mmHg, N: 76x/menit, RR: 18x/menit dan S: 36,5 C, terdapat luka perineum dengan jahitan jelujur, belum mampu membersihkan kelamin dengan baik dan benar, tanda-tanda REEDA pada daerah perineum tidak ada (redness, echymosis, edema, discharge dan approximation), hasil laboratorium pada tanggal 24 Februari 2015 Hb, Leukosit: 10 ribu/ul (5-10). Diagnosa yang ditemukan pada teori tetapi tidak ditemukan pada kasus yaitu: Komplikasi potensial pasca partum: hemoragi pasca partum berhubungan dengan atoni uterus, rupture uterus, laserasi jalan lahir, DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation) . Penulis tidak mengangkat diagnosa ini dikarenakan pasca persalinan klien tidak ada tanda-tanda perdarahan seperti jumlah perdarahan > 250 ml, badan terasa lemas, akral dingin, konjungtiva pucat, membrane mukosa kering dan pucat, TTV klien dalam batas normal, lokhea rubra jumlah 150 cc/ 24 jam, konsistensi uterus klien keras. Komplikasi potensial pasca partum: Hematoma berhubungan dengan trauma jalan lahir, penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena penulis tidak menemukan area kebiruan yang luas pada kulit, nyeri tekan, dimana itu merupakan indikasi hematoma, dan juga luka perineum tampak baik, tanda-tanda REEDA (Redness, Echimosis, Edema, Discharge, Aproximation) tidak ada. Komplikasi potensial pasca partum: Retensi urine berhubungan dengan nyeri perineum, anestesia, dan kelahiran. Penulis tidak mengangkat diagnosa ini dikarenakan klien tidak mengalami retensi urine, klien BAK 6-7x/hari, namun klien mengatakan pada awal setelah melahirkan terasa perih pada bagian perineum saat BAK, dan klien tidak ada distensi kandung kemih. Komplikasi potensial pasca partum: Tromboflebitis berhubungan dengan gangguan aliran darah arteri atau vena, stasis vena lokal, obstruksi, inflamasi. Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena klien sudah ambulasi 2 jam setelah kelahiran, dimana ambulasi yang dilakukan dengan segera meningkatkan aliran balik vena dan mencegah statis darah pada vena sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi pasca partum: tromboflebitis, TTV klien dalam batas normal dan tidak ada homan sign. Risiko konstipasi berhubungan dengan ketakutan mengalami defekasi yang nyeri akibat episiotomi dan hemoroid. Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena pasca persalinan klien sudah BAB 1 kali, konsistensi lunak dan tidak ada keluhan, klien minumnya banyak, nutrisi adekuat (makan habis 1 porsi dan berserat) dan klien sudah dapat mobilisasi. Perilaku sehat berhubungan dengan tidak ada faktor yang berhubungan karena merupakan diagnosis sejahtera. Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena klien memiliki motivasi yang tinggi untuk mengetahui informasi tentang perawatan bayi dirumah dan sebelum perawat memberikan edukasi tentang perawatan bayi, klien sudah bertanya atau mencari info terlebih dahulu kepada orang tua klien.. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan asupan cairan peroral, dieresis/diaphoresis post partum. Penulis tidak mengangkat dignosa ini karena tidak ditemukan adanya diaphoresis pada klien karena klien tidak mengeluh sering berkeringat pada malam hari dan juga intake klien adekuat. Faktor pendukung yang penulis temukan adalah adanya kerjasama antara klien, keluarga dengan perawat serta terdapatnya data-data pada status yang mendukung dalam penyusunan diagnosa keperawatan dan kehadiran dosen pembimbing institusi dalam memberikan sarannya sangat membantu penulis.Sedangkan faktor penghambatnya, dalam merumuskan diagnosa ini adalah keterbatasan pengetahuan penulis dalam mengelompokkan data-data yang sesuai dengan diagnosa keperawatan dan keterbatasan dalam menemukan sumber dan literatur yang sesuai dengan kasus.Solusi yang dilakukan penulis yaitu bekerjasama dengan perawat ruangan dan tim kesehatan yang lain untuk melengkapi data-data dan lebih banyak membaca literatur terkait dengan kasus kelolaan.C. Intervensi KeperawatanPerencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa yang ditemukan dengan tidak mengabaikan teori yang ada dan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan. Pada tahap perencanaan ada empat tahapan yang harus diperhatikan yaitu: prioritas masalah, tujuan, kritera hasil dan merumuskan intervensi.Perencanaan yang disusun pada klien Ny. A disesuaikan prioritas masalah dalam diagnosa. Intervensi dibuat dengan tujuan dan kriteria hasil berdasarkan kriteria SMART (Specific, measurable, achievable, realible, timeable), yaitu dengan bahasa sederhana, dapat diukur, dapat diterima dengan sesuai kenyataan dan adanya batasan waktu spesifik.Pada kasus prioritas masalah adalah nyeri berhubungan dengan trauma jalan lahir, proses involusi uteri perencanaan pada kasus sudah sesuai dengan yang ada diteori, diantaranya: Kaji frekuensi atau intensitas dan faktor-faktor pemberat, kaji skala nyeri, karakteristik dan lokasi nyeri, kaji nyeri tekan uterus, frekuensi atau intensitas dan faktor-faktor pemberat, ukur tinggi fundus uterus, observasi kontraksi uterus dan konsistensi uterus per 8 (delapan) jam, observasi lokhea klien, berikan informasi pada klien mengenai nyeri yang dirasakan adalah nyeri yang normal ajarkan tekhnik nafas dalam.Pada diagnosa kedua Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat, sekunder trauma jaringan. perencanaan pada kasus sudah sesuai dengan yang ada diteori, diantaranya : ajarkan klien cara mencuci tangan yang benar, observasi tanda-tanda REEDA (Redness, Echimosis, Edema, Discharge, Aproximation), observasi perbaikan luka jahitan, berikan klien makan diit TKTP (tinggi kalori tinggi protein), berikan informasi dan ajarkan tentang perawatan diri termasuk perawatan perineal: mengganti pembalut minimal 3 kali perhari, dan melakukan perawatan perineal dari depan ke belakan,. ukur tanda-tanda vital per 8 (delapan) jam, kolaborasi dalam pemberian antibiotik: Amoxicilin 3 x 500 mg, dan kolaborasi dengan tim laboratorium dalam pemeriksaan leukosit.Dalam membuat intervensi keperawatan penulis menyesuaikan dengan teori yang telah dipelajari dan juga menyesuaikan kondisi klien serta kerjasama dengan perawat ruangan, agar dalam melaksanakannya dapat tercapai tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan. Dalam penulisan intervensi tidak terlepas dari faktor pendukung yaitu: tersedianya literatur-literatur untuk menetapkan intervensi keperawatan dan kolaborasi antara penulis dengan perawat ruangan, sedangkan untuk faktor penghambat penulis tidak menemukannya.D. Implementasi KeperawatanPelaksanaan merupakan tahap ke 4 (empat) dari proses keperawatan. Pada tahap pelaksanaan penulis melakukan tindakan keperawatan pada klien dalam waktu 1x24 jam atau 2x24 jam dan menyesuaikan dengan kondisi klien pada saat ini. Pada Diagnosa 1: Nyeri berhubungan dengan trauma jalan lahir, proses involusi uteri pada diagnosa ini semua pelaksanaan dilakukan. Diagnosa 2: Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat sekunder trauma jaringan, pada diagnosa ini semua pelaksanaan dilakukan. Faktor pendukung yang penulis temukan yaitu adanya kerjasama dengan klien atau keluarga, perawat ruangan serta tersedianya sarana alat atau fasilitas untuk melakukan pelaksanaan yang penulis berikan. Faktor penghambat yang penulis temukan yaitu keterbatasan waktu praktek sehingga penulis tidak dapat memantau klien selam 24 jam dan sedikitnya produksi ASI klien dan keadaan bayi yang kurang baik sehingga klien tidak bisa menyusui bayinyaSolusinya adalah bekerjasama dengan perawat ruangan dan tim medis lainnya dalam melakukan tindakan keperawatan, menyesuaikan tindakan keperawatan dengan waktu istirahat klien, sehingga pelaksanaan dapat dilakukan secara optimal.E. Evaluasi keperawatanEvaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang telah diberikan, penulis mendokumentasikannya sesuai dengan metode SOAP. Dari ke 2 (dua) diagnosa keperawatan yang ditemukan dapat dievaluasi bahwa 1 (satu) diagnosa masalah teratasi dan 1 (satu) diagnosa masalah tidak terjadi, yaitu : Pada. Diagnosa 1: Nyeri berhubungan dengan trauma jalan lahir, proses involusi uteri diagnosa ini teratasi karena klien mengatakan nyeri sudah tidak dirasakan lagi dan klien memahami bahwa nyeri/mulas itu adalah suatu hal yang wajar setelah ibu melahirkan. klien tampak rileks, tanda-tanda vital klien, TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, S : 36,7C, tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat, kontraksi uterus kuat, konsistensi uterus keras, mampu mengkondisikan untuk melakukan tehnik relaksasi nafas dalam, keadaan luka perineum sudah membaik dan mengering. Tanda-tanda REEDA pada daerah perineum tidak ada (redness, echymosis, edema, discharge dan approximation), membran mukosa lembab, konjungtiva merah muda, CRT > 3 detik, hasil lab : Hb: 9,5 g/dL (11,715,5), Ht: 28,5% (3345), Leukosit: 10 ribu/ul (5-10), Trombosit: 377 ribu/ul (150-440), Eritrosit: 3,92 juta/ul (3,85,2), GDS: 90 mg/ dl (70140). Diagnosa 2: Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat sekunder trauma jaringan, diagnosa ini tidak terjadi karena klien telah mengikuti anjuran perawat dan klien mengatakan pengetahuan tentang membersihkan perineum bertambah, TTV klien: TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, S : 36,7C, tanda-tanda REEDA pada daerah episiotomi tidak ada (redness, echymosis, edema, discharge dan approximation). Hasil laboratorium pada tanggal 30 Maret 2015: Leukosit: 10,0 ribu/ul (5,0-10,0), mendapat terapi obat oral amoxicillin 3x500 mg. Faktor pendukung adalah klien dan keluarga yang kooperatif dapat mengatakan segala keluhan dan harapan, sehingga penulis mengetahui keberhasilan tindakan yang dilakukan sedangkan Faktor penghambat adalah kurangnya motivasi dari keluarga klien untuk melakukan discharge planning, karena kesibukan masing-masing anggota keluarga. Solusinya adalah motivasi klien unuk melakukan semua yang sudah dipelajari dengan baik dirumah seperti melakukan perawatan perineum setiap hari, melakukan perawatan payudara, mengkonsumsi nutrisi yang telah dianjurkan, menyusui bayinya, dan perawatan bayi di rumah ( memandikan bayi dan perawatan tali pusat).7988