bab 4 pengujian laboratorium - digilib.itb.ac.id · verifikasi dilakukan dengan membuat 2 model,...
TRANSCRIPT
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-1
BAB 4
PENGUJIAN LABORATORIUM
Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat
beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang
tergolong baru dalam ilmu rekayasa, dimana belum ada standar bangunan yang pasti
maupun software simulasi struktur yang akurat untuk penggunaan material. Pemodelan
bangunan bambu menggunakan software seperti SAP 2000 dapat dilakukan untuk
memperoleh gaya dalam dan perilaku struktur secara umum, namun tidak dapat menggali
kekuatan dan kelemahan material yang sebenarnya karena tidak dapat menunjukkan
perilaku keruntuhan bambu sebagai elemen penyusun sistem struktur maupun kegagalan
sambungan secara visual.
Verifikasi dilakukan dengan membuat 2 model, yakni kuda-kuda atap dan portal bangunan.
Kedua model tersebut dianggap sebagai komponen bangunan yang paling mewakili dalam
menguji keandalan bangunan karena kedua komponen itu adalah bagian utama dari rangka
penyusun sistem struktur bangunan.
Secara umum, tujuan dari uji laboratorium ini yaitu:
1. Memastikan bahwa struktur kuat menahan beban rencana
2. Memastikan bahwa model sambungan yang dibuat menghasilkan kontinuitas aliran
beban yang sempurna
3. mengetahui pola keruntuhan pada struktur bambu
4. Verifikasi keakuratan metoda perhitungan teoritis
5. Memastikan kemudahan pembuatan sistem sambungan
4.1 Uji Model Kuda-Kuda Atap
Pengujian dengan menggunakan spesimen kuda-kuda atap dilakukan dengan
memodelkan beban yang terjadi pada atap sebagai beban terpusat pada posisi-posisi
gording pada arah gravitasi. Simulasi beban lateral pada percobaan ini tidak
dilakukan karena keterbatasan kemampuan alat uji.
4.1.1 Pengembangan Model Kuda-Kuda Atap
Kuda-kuda atap yang dibuat pada tugas akhir ini merupakan perbaikan dari kuda-
kuda atap bambu yang umum digunakan. Perbedaannya adalah pada detail
sambungan. Kuda-kuda atap yang umum digunakan oleh masyarakat menggunakan
tali sebagai alat sambung yang juga menahan gaya geser sambungan sedangkan
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-2
kuda-kuda atap yang dibuat pada tugas akhir ini menggunakan beberapa jenis alat
sambung yakni tali, baut, dan batang bambu.
Secara umum konsep sambungan yang mempertahankan aliran gaya untuk kuda-
kuda atap sudah dibahas pada BAB III, namun ada sedikit perbedaan fungsi alat
sambung untuk model kuda-kuda atap. Jenis-jenis sambungan yang digunakan dapat
dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Sambungan pada kuda-kuda atap
Penjelasan mengenai jenis-jenis sambungan yang digunakan pada kuda-kuda yakni:
Sambungan 1: Sambungan yang hanya menggunakan tali
Sambungan yang hanya menggunakan tali didesain digunakan untuk
menahan posisi bambu agar arah aliran gaya yang terjadi tidak berubah. Pada
titik sambungan ini, gaya yang terjadi tidak menggeser sambungan atau dapat
terjadi gaya-gaya yang menggeser sambungan namun besarnya tidak
signifikan untuk diperhitungkan.
Sambungan 2: Sambungan menggunakan baut dan batang bambu tambahan
dengan tidak memperhitungkan kekuatan sambungan baut
Pada sambungan jenis ini, baut dan batang bambu hanya berfungsi sebagai
pengikat yang mempertahankan posisi batang sehingga arah aliran gaya tetap
terjaga. Pada Gambar 4.1, pergeseran batang a dan b ditahan oleh sambungan
3 di ujung kiri dan kanan balok bambu. Batang g berfungsi untuk menjaga
kesatuan batang-batang a, b, dan e sehingga gaya yang terjadi di puncak
kuda-kuda (ujung batang e) dapat dialirkan ke batang a dan b.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-3
Sambungan 3: Sambungan menggunakan tali, baut, dan batang bambu
tambahan dengan memperhitungkan kekuatan sambungan baut.
Fungsi sambungan baut dan batang bambu di sini adalah untuk menahan
gaya geser yang terjadi dari tekanan batang pengaku di atasnya. Fungsi tali
adalah untuk mencegah perubahan posisi batang sehingga arah aliran gaya
dapat dipertahankan.
4.1.2 Pra Pengujian
Sebelum percobaan, model spesimen kuda-kuda dianalisa dengan software SAP
2000 versi 9 seperti pada Gambar 4.2. Pemodelan beban gravitasi dilakukan dengan
membuat beban virtual 1 satuan pada titik2 beban. Kemudian setelah running
program, dicatat gaya dalam maksimum serta deformasi yang terjadi pada struktur
akibat beban 1 satuan pada elemen dan sambungan.
*) keterangan : = LVDT
Gambar 4.2 Model Spesimen Kuda-Kuda
Selanjutnya, Kekuatan struktur (elemen struktur dan sambungan) diperoleh dari
perhitungan manual seperti pada BAB III dengan memperhitungkan gaya dalam
maksimum yang diperoleh dari sifat material, geometri penampang, dan panjang
elemen struktur. Dengan membagi gaya dalam maksimum dengan gaya dalam akibat
beban 1 satuan diperoleh beban terpusat maksimum yang dapat dipikul oleh struktur.
4.1.2.1 Pengecekan Syarat Kekuatan
Dengan menggunakan metoda perhitungan pada BAB III, diperoleh:
Beban atap total rencana yang ditanggung kuda-kuda :
Ptotal = 12.6 KN
Beban atap rencana ini termasuk beban genting penutup atap, reng, kaso, gording,
dan beban hujan.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-4
Beban rencana pada masing-masing titik beban :
Pr = 12.6/5 = 2.52 KN
Kuat tekan batang 80/10 terpanjang, yakni segmen terbawah batang a dan b dimana
terdapat LVDT 4 pada Gambar 4.2, berdasarkan (3-5) hingga (3-8):
Tu = 21.034 KN
Gaya tekan terbesar pada batang akibat beban virtual 1 KN pada titik-titik beban:
P = 3.8 KN
P runtuh = Tu/P = 5.53 KN > Pr (menentukan)
Kuat geser sambungan berdasarkan rumus (3-14) dengan 2 baut 10 mm (Gambar
4.3) :
Vu = 2*14.9 = 29.8 KN
Geser yang terjadi akibat beban 1 KN :
V = 1.13 KN
P runtuh = Vu/V = 26.3 KN > Pr (tidak menentukan)
Gambar 4.3 Detail Sambungan Ujung
4.1.2.2 Hipotesa Keruntuhan pada Pengujian
Dari perhitungan diatas, dapat disusun hipotesa bahwa struktur akan kuat dan layan
menahan beban rencana, namun jika terjadi beban per titik (Pr) melebihi 5.53 KN atau
Ptotal melebihi 27.65 KN keruntuhan akan terjadi akibat tekan mulai dari segmen
terbawah batang a dan b Gambar 4.1.
4.1.3 Prosedur Pengujian
Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini yakni:
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-5
Loadcell
LVDT
Data logger
Spesimen kuda-kuda
Alat-alat pendukung yang terdiri dari:
o H beam
o Perletakan
o Lengan Beban
Foto set pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Peralatan Pengujian
Beban awal berasal dari berat frame atas beserta lengan beban dan berat loadcell.
Total beban awal ini adalah 315 kg. Selanjutnya beban ditambahkan perlahan-lahan
dengan pembebanan dari loadcell. Beban dari beban awal dan loadcell
didistribusikan secara merata ke 5 titik beban yang mensimulasikan posisi-posisi
gording (lihat Gambar 4.1).
LVDT berfungsi untuk mencatat deformasi yang terjadi pada struktur. Penempatan
LVDT serta indeksnya dapat dilihat pada Gambar 4.3.
4.1.4 Hasil Pengujian
Hasil pengujian dapat dilihat secara grafik pada Gambar 4.5. Tabel hasil pengujian
dapat dilihat pada Lampiran D. Pada pengujian ini, keruntuhan pertama terjadi pada
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-6
beban 767 kg, ditandai dengan terbelahnya penampang bambu yang lebih muda
(ujung bambu) d sekitar perletakan akibat penampang terjepit antara kuda-kuda dan
perletakan. Keruntuhan kedua terjadi pada beban 1234 kg dengan kejadian yang
sama pada ujung perletakan batang bambu yang lebih tua (pangkal bambu) dan
kegagalan struktural terjadi pada beban 1262 kg dengan hancurnya penampang
bambu pada lokasi keruntuhan pertama, dan bacaan beban yang terus menurun
meski beban trus dinaikkan.
Urutan kejadian kegagalan ini secara grafik dapat dilihat pada Gambar 4.5.
sedangkan secara fisik dapat dilihat pada Gambar 4.6. Keruntuhan pada Gambar 4.4
ditandai dengan naiknya deformasi secara mendadak sementara kegagalan struktural
ditandai dengan naiknya nilai deformasi tanpa diiringi kenaikan nilai beban.
Kegagalan struktural ini terjadi lokal yakni hanya pada daerah perletakan. Batang-
batang struktur di bagian lain maupun sambungan-sambungan baut maupun tali tidak
ada yang mengalami kegagalan.
Hubungan antara deformasi teoritis dan deformasi pada pengujian dapat dilihat pada
Gambar 4.7. Gambar ini hanya menyajikan bacaan LVDT2 sebelum keruntuhan
pertama, yakni karena setelah keruntuhan pertama, deformasi yang terjadi tidak ideal
lagi sehingga tidak dapat dibandingkan dengan deformasi teoritis. Dari Gambar 4.7
ini dapat dilihat bahwa meski hasil deformasi pada LVDT2 memiliki sifat yang
cenderung linear, namun dengan nilai beban yang sama, nilai dan pertambahan nilai
deformasinya lebih besar dibandingkan nilai teoritisnya.
Hasil Pengujian Kuda-Kuda Bambu
0
2
4
6
8
10
12
14
0 10 20 30 40 50 60 70
Deformasi (mm)
Be
ba
n (
kN
)
LVDT4 LVDT1 LVDT2
LVDT3 LVDT5
1
2
Gambar 4.5 Grafik Pengujian Kuda-Kuda
1. Keruntuhan pertama
2. Keruntuhan kedua dan kegagalan struktur
123
4
5
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-7
a) Keruntuhan pangkal balok bambu b) Keruntuhan ujung balok bambu
Gambar 4.6 Kegagalan Struktural
Hasil Pengujian Kuda-Kuda Bambu VS Analisis SAP
0
2
4
6
8
10
12
14
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Deformasi (mm)
Beb
an
(kN
)
LVDT2
def.SAP
Gambar 4.7 Hubungan deformasi teoritis dan hasil uji
4.1.4.1 Analisa Hasil Pengujian
Gambar 4.5 menunjukkan ada dua tahap keruntuhan sebelum struktur kuda-kuda
mengalami runtuh total. Kedua tahap keruntuhan tersebut terjadi dengan pecahnya
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-8
penampang pada daerah perletakan. Naiknya grafik setelah keruntuhan pertama
menunjukkan pecahnya penampang pada salah satu ujung balok kuda-kuda tidak
menyebabkan seluruh struktur kuda-kuda tersebut runtuh seketika, bahkan masih
mampu menahan beban. Setelah beban dinaikkan, barulah terjadi pecah penampang
pada ujung yang lain balok kuda-kuda yang menyebabkan struktur kehilangan
kemampuan untuk menahan beban.
Pecahnya penampang terjadi akibat terjadinya jepit pada penampang dari gaya
vertikal di sisi perletakan kuda-kuda akibat pembebanan dengan reaksi perletakan
seperti tergambar pada Gambar 3.1. Penampang pecah ke dalam menjadi beberapa
segmen sehingga menyebabkan deformasi struktur yang besar. Setelah posisi
segmen-segmen penampang stabil, penampang bambu yang sudah pecah ini kembali
dapat menahan beban hingga batas tertentu sebelum kembali pecah dan
mengakibatkan keruntuhan struktur.
Gambar 4.7 menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara kurva teoritis
dengan kurva hasil pengujian. Dengan nilai beban yang sama, deformasi struktur
hasil pengujian menunjukkan deformasi yang lebih besar antara 0.5 cm hingga 1 cm.
Kedua kurva cenderung linear, namun ada perbedaan gradien kemiringan yang
cukup besar.
Ada dua kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan kemiringan kurva:
1. Kemungkinan pertama menjelaskan perbedaan gradien kemiringan kurva.
Seperti pada analisa hasil percobaan kuda-kuda struktur, perbedaan gradien
kemiringan menunjukkan adanya perbedaan pada parameter kekakuan
struktur (Ks) yang bergantung pada kekakuan tiap elemen penyusunnya (Sm).
Penjelasan mengenai hubungan gaya (P), deformasi (X), dan kekakuan
Struktur (Ks) serta kekakuan elemen (Sm) dapat dijelaskan oleh persamaan
(2-26) dan persamaan (2-17) berikut: (lihat BAB II untuk penjelasan lebih
lanjut)
[K]s{X}s = {P}s (2-26)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-9
L
EI4
L
EI60
L
EI2
L
EI60
L
EI6
L
EI120
L
EI6
L
EI120
00L
EA00
L
EAL
EI2
L
EI60
L
EI4
L
EI60
L
EI6
L
EI120
L
EI6
L
EI120
00L
EA00
L
EA
]S[
22
2323
22
2323
m (2-17)
Dari persamaan (2-17) yang menentukan kekakuan suatu elemen struktur
adalah E (modulus elastisitas), I (Inersia), A (luas Penampang), dan
L(panjang penampang). Kekakuan elemen struktur berbanding lurus dengan
nilai E, I, dan A, dan berbanding terbalik dengan nilai L.
Parameter yang di input ke program analisis struktur adalah nilai I, A, dan L
yang didapat berdasarkan hasil pengukuran, sementara untuk nilai E diinput
berdasarkan rata-rata hasil uji tarik. Meskipun dimensi spesimen telah diukur,
pada pengujian geometri penampang tidak selalu konstan. Ada perbedaan
diameter bambu hingga +1 cm dan perbedaan tebal bambu hingga +3 mm,
sehingga dapat mempengaruhi nilai I dan A yang dapat mempengaruhi
kekakuan. Selain itu bambu adalah material alam yang memiliki rentang E
yang cukup besar. Nilai E bambu tiap-tiap batang dapat saja berbeda
sehingga mempengaruhi kekakuan struktur yang pada akhirnya menyebabkan
perbedaan kurva pada Gambar 4.7.
2. Kemungkinan kedua adalah sistem struktur sedang berada dalam suatu
kondisi transisi ketika runtuh. Adanya perbedaan antara kurva SAP dengan
kurva LVDT berkaitan dengan kekakuan sambungan spesimen uji.s eluruh
sistem sambungan pada spesimen portal dibuat dengan tangan, sehingga
kondisi sambungan tidak akan seideal seperti yang dimodelkan pada SAP.
Contoh kondisi tidak ideal ini antara lain terjadinya celah antar bambu yang
disambung. Seiring penambahan beban, celah ini akan merapat sehingga
kondisi sambungan semakin mendekati ideal. Gambar 4.7 belum dapat
menjelaskan kejadian ini sehingga penjelasan mengenai kemungkinan kedua
ini akan lebih dijabarkan pada analisa hasil pengujian portal.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-10
4.1.5 Kesimpulan
Pengujian yang dilakukan menyimpulkan bahwa sistem struktur yang diuji tidak
memiliki keamanan yang diperlukan karena runtuh sebelum mencapai beban
rencana. Pola keruntuhannya pun bukan pola keruntuhan akibat patahnya elemen
batang maupun gagal sambungan, namun karena hancurnya penampang batang
secara lokal akibat penampang terjepit pada daerah perletakan sehingga teori-teori
perhitungan yang digunakan untuk menghitung kekuatan struktur tidak dapat
diterapkan.. Keruntuhan semacam ini sangat merugikan karena kapasitas struktur
tidak dapat digunakan secara penuh.
Ada 2 cara mengatasi hal diatas, dan dapat digunakan keduanya. Cara 1 adalah
dengan mengubah desain, menempatkan kuda-kuda 2 kali lebih banyak sehingga
masing-masing kuda-kuda memikul beban setengah dari beban rencana yang diuji.
Penggunaan cara ini akan memberikan faktor keamanan (FS) = 767/630 = 1.21 yang
dapat dikatakan cukup aman. Namun jika terjadi beban berlebih, pola keruntuhan
yang tidak efisien ini akan terjadi lagi.
Cara 2 adalah dengan mengisi bagian yang hancur pada pengujian dengan kayu
pengisi, bambu pengisi, atau cor beton. Cara ini sudah banyak dilakukan dalam
pembuatan rumah bambu, namun belum ada pengujian maupun publikasi yang
relevan mengenai perhitungan pastinya.
Secara umum, selain terjadi keruntuhan pada penampang di daerah perletakan, tidak
terjadi kerusakan struktur dalam segi sambungan maupun patah elemen struktur
meski deformasi cukup besar (58.4 mm), sehingga dapat disimpulkan bahwa lepas
dari kerusakan pada bagian perletakan, sistem struktur dan sistem sambungan yang
dibuat menghasilkan aliran beban yang baik.
Dalam percobaan ini, perhitungan teoritis yang menyimpulkan bahwa struktur akan
aman mencapai beban rencana dapat dikatakan terbukti benar. Pada beban 1274 kg
(beban rencana = 1260 kg) tidak terjadi patah pada elemen batang maupun rusak
pada sambungan. Namun perhitungan teoritis yang telah dilakukan tidak
memperhitungkan kerusakan pada penampang seperti yang terjadi pada percobaan.
Pada percobaan berikutnya, keruntuhan semacam ini akan dicegah yakni dengan
memasukkan cor mortar pada segmen bambu yang mengalami jepit pada
penampang.
Pada pembuatan spesimen percobaan diperlukan 2 orang tenaga ahli yang dilengkapi
dengan bor, dan pisau bambu. pengerjaannya memakan waktu hanya setengah hari.
Pada pekerjaan tidak ada kesulitan yang berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa
sistem struktur ini cukup mudah dibuat.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-11
4.2 Uji Model Portal Bangunan
Pengujian dengan menggunakan spesimen portal sederhana dengan pengaku
dilakukan dengan memodelkan beban yang terjadi pada portal akibat beban rencana
dan berat kuda-kuda atap diatasnya sebagai beban terpusat pada posisi dudukan
kuda-kuda pada arah gravitasi. Set pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 4.8
Simulasi beban lateral pada percobaan ini juga tidak dilakukan karena keterbatasan
kemampuan alat uji. Hal yang membedakan dengan pengujian spesimen kuda-kuda
pada percobaan sebelumnya adalah pemberian perkuatan dengan cor mortar pada
lokasi penampang terjepit, yakni pada pertemuan antara balok-kolom. Pengujian
kuat tekan beton yang dilakukan terhadap mortar pengisi bambu menunjukkan
bahwa kuat tekan mortar pengisi pada saat pengujian, yaitu saat umur adukan
mencapai 3 hari hanyalah berkisar 3 MPa.
Gambar 4.8 Set alat pengujian portal
4.2.1 Pengembangan Model Portal
Sistem portal yang digunakan pada uji ini adalah sistem portal sederhana dengan
pengaku yang biasa diterapkan pada bangunan rumah tinggal, termasuk rumah
bambu. Pada rumah bambu pada umumnya, sambungan hanya menggunakan tali
yang kekuatannya tidak terukur atau bahkan paku yang dapat memecah bambu.
Perbaikan yang dilakukan pada sistem portal pada tugas akhir ini adalah pada
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-12
detailing sambungan yang dapat mengantisipasi aliran gaya yang terjadi.
Pembahasan mengenai sistem portal ini sudah dilakukan pada BAB III melalui
Gambar 3.2a pada pembahasan sambungan yang kembali ditampilkan dibawah.
P
Sambungan yang
mempertahankan posisi
Sambungan yang
menahan geserSambungan yang
menahan geser
Sambungan yang
mempertahankan posisi Sambungan yang
mempertahankan posisi
2
1
3
4.2.2 Pra Pengujian
Sebelum percobaan, model spesimen dianalisa dengan software SAP 2000 versi 9
seperti pada Gambar 4.9. Pemodelan beban gravitasi dilakukan dengan membuat
beban virtual 1 satuan pada titik-titik terjadinya beban akibat posisi kuda-kuda.
Kemudian setelah running program, dicatat gaya dalam maksimum serta deformasi
dominan yang terjadi pada elemen dan sambungan.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-13
1.6
5 m
Gambar 4.9 Model Pengujian Portal
4.2.2.1 Pengecekan Syarat Kekuatan
Selanjutnya, Kekuatan struktur (elemen struktur dan sambungan) diperoleh dari
perhitungan seperti pada BAB III dengan memperhitungkan gaya dalam maksimum
yang diperoleh dari sifat material, geometri penampang, dan panjang elemen
struktur. Dengan membagi gaya dalam maksimum dengan gaya dalam akibat beban
1 satuan diperoleh beban terpusat maksimum yang dapat dipikul oleh struktur.
Dengan menggunakan metoda perhitungan pada BAB III, diperoleh:
Beban rencana yang ditanggung portal :
Ptotal= 17 KN
Beban rencana ini termasuk beban yang dipikul kuda-kuda dan berat kuda-kuda itu
sendiri.
Beban rencana pada masing-masing titik beban (3 titik) :
Pr = 17/3 = 5.7 KN
Lentur terbesar berdasarkan SAP akibat beban 1 KN :
M = 0.26 KNm di balok atas
Kuat lentur batang 80/10 di balok atas berdasarkan (3-2):
Mu = 2 x 0.86 = 1.72 KNm (batang rangkap 2)
P runtuh = Mu/M = 6.6 KN > Pr (menentukan)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-14
Geser yang terjadi di sambungan berdasarkan SAP akibat beban Pr = 1 KN :
V = 0.54 KN
Kuat geser sambungan dengan 3 baut 10 mm per sisi (Gambar 4.7) berdasarkan
rumus (3-14) :
Vu = 3*14.9 = 44.7 KN
P runtuh = Vu/V = 83.2 KN > Pr (tidak menentukan)
4.2.2.2 Hipotesa Keruntuhan pada Pengujian
Berdasarkan perhitungan di atas dapat disusun hipotesa bahwa keruntuhan akan
diawali dengan keruntuhan pada balok atas ketika beban per titik mencapai 6.6 KN
atau beban total mencapai 19.8 KN.
4.2.3. Prosedur Pengujian
Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini yakni:
Loadcell
LVDT
Data logger
Spesimen portal
Alat-alat pendukung yang terdiri dari:
o H beam
o Perletakan
o Lengan Beban
Penempatan alat-alat uji dapat dilihat pada Gambar 4.7
Prinsip dasar dari pengujian ini adalah pembebanan statis pada titik-titik beban.
Besar beban total rencana ditetapkan sebesar 17 KN atau 1.7 ton. Nilai beban ini
adalah beban yang dipikul oleh portal meliputi berat beban atap yang dipilkul oleh
sebuah kuda-kuda atap serta berat kuda-kuda itu sendiri. Namun untuk meninjau
pola keruntuhan struktur, struktur akan dibebani hingga runtuh.
Pemberian beban dilakukan secara statis menggunakan loadcell. Beban ini
didistribusikan ke 3 titik beban yang mensimulasikan posisi-posisi dudukan kuda-
kuda melalui H beam.
LVDT berfungsi untuk mencatat deformasi yang terjadi pada struktur. Penempatan
LVDT serta indeksnya dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-15
4.2.4 Hasil Percobaan
Gambar 4.10 menunjukkan grafik perilaku struktur ketika diberi beban statis hingga
runtuh hasil bacaan data logger. Nilai bacaan beban yang lebih akurat dari software
DARTEC ditunjukkan oleh Gambar 4.11. Nilai beban yang tercantum pada kurva
LVDT Gambar 4.11a dan 4.11b adalah nilai beban total yang terdistribusi pada 3
titik aktuator beban. Kurva teoritis (kurva SAP) pada gambar 4.11a menunjukkan
deformasi kuda-kuda bila beban terbagi merata pada 3 titik beban, sedang gambar
4.11b menunjukkan deformasi kuda-kuda bila beban terbagi merata menjadi 2 titik
beban akibat perbedaan kekakuan antara aktuator beban (H beam) dengan balok
bambu, dimana aktuator beban sangat kaku sehingga distribusi beban ke titik tengah
balok dibatasi oleh kemampuan aktuator beban untuk berdeformasi. Gambar ini
menunjukkan bahwa struktur portal sederhana tersebut dapat menahan beban total
hingga 9 ton.
Hasil Pengujian Laboratorium Portal Bambu
0
10
20
30
40
50
60
70
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Deformasi (mm)
Beb
an
(kN
)
tengah kiri kanan
Gambar 4.10 Grafik pengujian portal bambu (bacaan data logger)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-16
KURVA BEBAN PORTAL
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Deformasi (mm)
Beb
an
(K
N)
LVDT SAP (3 titik) reg.pointer Linear (reg.pointer)
Gambar 4.11a Kurva beban portal dengan 3 titik beban pada model
(Bacaan software DARTEC)
KURVA BEBAN PORTAL
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 5 10 15 20 25
Deformasi (mm)
Beb
an
(K
N)
LVDT SAP (2 titik) reg.pointer Linear (reg.pointer)
Gambar 4.11b Kurva beban portal dengan 2 titik beban pada model
(Bacaan software DARTEC)
1
3 titik beban pada
model SAP
1
2 titik beban pada
model SAP
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-17
Meskipun tipe keruntuhan yang diinginkan adalah patah pada elemen batang atau
kegagalan sambungan dalam bidang portal (2D), keruntuhan yang terjadi pada portal
ini ditandai dengan patahnya batang kolom kearah lateral. Meskipun tidak seperti
yang diinginkan, namun patahnya batang kolom ini tidak terjadi secara mendadak,
tetapi secara perlahan-lahan dengan tertahan oleh serat-serat bambu. Patahnya 1
batang kolom tersebut juga terjadi secara lokal, dalam arti tidak mengakibatkan
keruntuhan seluruh struktur. Tipe keruntuhan seperti ini membantu memberikan
peringatan dan waktu kepada pengguna bangunan untuk meninggalkan bangunan
sebelum bangunan mengalami runtuh total. Gambar 4.12 menunjukkan keruntuhan
yang terjadi pada percobaan akibat pembebanan berlebih.
Gambar 4.12 Perilaku runtuh struktur
Seperti pada spesimen kuda-kuda atap, Gambar 4.10 menunjukkan bahwa meski
reaksi struktur terhadap pertambahan beban dapat dibilang cukup baik, yakni tanpa
kegagalan struktur di luar kondisi ideal di awal percobaan, perilaku deformasi di
tengah bentang balok atas pada benda uji juga tidak sesuai dengan teori.
Penambahan beban menghasilkan grafik yang linear terhadap deformasi struktur
hanya setelah beban mencapai 20 KN. Nilai deformasi yang dihasilkan pun lebih
besar daripada teori. Untuk mencapai batas deformasi 9 mm maka beban total yang
diperlukan untuk melebihi syarat lendutan ini hanyalah 15 KN. Nilai ini masih
melebihi beban layan total yang berkisar 13 KN.
4.2.4.1 Analisa Hasil Pengujian
Meski diharapkan perilaku deformasi portal akibat pembebanan mendekati kurva
teoritis pada Gambar 4.11a, namun ternyata lebih mendekati kurva teoritis pada
Gambar 4.11b. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi beban tidak merata, yakni
terfokus pada titik beban kiri dan kanan seperti pada Gambar 4.11b. Distribusi beban
yang tidak merata ini terjadi akibat perbedaan kekakuan aktuator beban (H beam)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-18
dengan kekakuan balok portal seperti digambarkan pada Gambar 4.13. Gambar 4.13
menunjukkan hilangnya deformasi yang seharusnya terjadi sebesar d akibat
perbedaan kekakuan.
Dalam hal ini, model perhitungan pra desain perlu disesuaikan dengan model pada
Gambar 4.11b. Dengan asumsi keruntuhan terjadi akibat tekan pada segmen kolom
terpanjang (1.1m), dengan persamaan (3.5) hingga (3.8) diperoleh kuat runtuh kolom
tersebut adalah: Nn = 29.6 KN
Gaya dalam yang terjadi pada batang kolom tersebut akibat Ptotal = 1 KN adalah R =
0.5 KN. Sehingga secara teoritis, kolom tersebut akan runtuh pada beban Ptotal =
29.6/0.5 = 59.2 KN = 6 ton.
Pada kenyatannya, beban total yang menyebabkan keruntuhan adalah sebesar 9 ton
sehingga perhitungan teoritis bersifat konservatif. Nilai Ptotal yang konservatif
dikarenakan nilai kuat tekan bambu yang digunakan dalam perhitungan adalah nilai
minimum yang didapat dari hasil uji tekan yakni 32 MPa, sedangkan nilai kuat tekan
bambu sangat beragam. Nilai maksimum yang didapat dari uji tekan mencapai 40
MPa.
Gambar 4.13 Ketidak idealan pengujian
Meskipun Gambar 4.11b dapat memberikan gambaran mengenai distribusi beban
yang terjadi pada pengujian, namun ada perbedaan yang cukup signifikan antara
kurva teoritis dengan kurva hasil pengujian. Dengan nilai beban yang sama,
deformasi struktur hasil pengujian menunjukkan deformasi yang lebih besar antara 1
cm hingga 2 cm. Kedua kurva cenderung linear, namun berbeda pada gradien
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-19
kemiringan. Selain itu, kurva LVDT pada Gambar 4.11 menunjukkan ada suatu
kondisi transisi sebelum kurva mencapai kondisi linear
Dari penjabaran di atas, ada 2 kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan kurva
ini, dimana 2 kemungkinan ini dapat bersama-sama menimbulkan perbedaan pada
kurva.
1. Kemungkinan pertama menjelaskan perbedaan gradien kemiringan kurva.
Seperti telah dijelaskan pada analisa hasil percobaan kuda-kuda struktur,
perbedaan gradien kemiringan pada Gambar 4.12 disebabkan oleh sifat
bambu sebagai bahan alam yang memiliki geometri dan sifat mekanika bahan
yang tidak seragam seperti sudah dijelaskan pada analisa hasil percobaan
kuda-kuda atap, sehingga input suatu nilai pada program analisa struktur,
meskipun berdasarkan pengujian dan pengukuran tidak akan secara tepat
mewakili kondisi bambu yang sebenarnya.
2. Kemungkinan kedua menjelaskan adanya suatu kondisi transisi sebelum
kurva LVDT mencapai kondisi linear. Adanya perbedaan antara kurva SAP
dengan kurva LVDT berkaitan dengan kekakuan sambungan spesimen uji.
Sama seperti pada spesimen kuda-kuda, seluruh sistem sambungan pada
spesimen portal dibuat dengan tangan, sehingga kondisi sambungan tidak
akan seideal seperti yang dimodelkan pada SAP. Contoh kondisi tidak ideal
ini antara lain dari adanya celah dan tali yang menghalangi kontak antar
bambu (lihat gambar 4.14). Pembuatan sambungan seperti demikian akan
menyebabkan perbedaan kekakuan sambungan antara spesimen uji dengan
model SAP. Seiring naiknya beban, sambungan akan semakin kaku dan laju
deformasi akan berkurang dan kurva deformasi akan menjadi linear setelah
sambungan berada dalam kondisi mendekati ideal.
Ada 2 parameter yang perlu dijelaskan mengenai kondisi transisi dari grafik
pada Gambar 4.11, yakni: deformasi yang diperlukan untuk mengakhiri
kondisi transisi sebesar + 1cm dan gaya yang diperlukan untuk mengakhiri
kondisi transisi transisi sebesar +1.5 ton. Penjelasan mengenai kedua hal di
atas dapat dilihat pada Gambar 4.14
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-20
a
a
dd'
kdR
f
F
Arah gerak batang a
a) Sambungan ideal (rapat)
b) Sambungan spesimen (tidak rapat)
c) Gaya-gaya yang terjadi saat
sambungan merapat
d) Contoh sambungan
Tali ijuk
dX(d)
e) Deformasi pada tali
Gambar 4.14 Ketidak idealan sambungan
Dengan:
d’ adalah lebar celah antara batang penahan dengan tali
d adalah tebal tali
F adalah gaya yang menekan balok a
R adalah gaya tahanan akibat kuat ikatan tali
kd adalah gaya tahanan tali yang tertekan (analogi dengan pegas)
f adalah gaya gesek yang terjadi antar bambu
Dengan demikian, jika:
Deformasi transisi yang terjadi, dtrans= x(d) + d’ (4-1)
Gaya transisi total yang terjadi, Ftrans= R + kd + f (4-2)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-21
Mempertimbangkan bahwa ada setidaknya 4 titik sambung yang memiliki
ketidak idealan seperti pada Gambar 4.14, maka meskipun tidak dilakukan
pengukuran secara pasti, namun angka-angka:
dtrans= + 1cm, dan Ftrans = + 1.5 ton
masih merupakan angka-angka yang masuk akal untuk menjelaskan ketidak
idealan grafik pada Gambar 4.11
4.2.5 Kesimpulan
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kapasitas struktur jauh melebihi beban rencana,
sehingga membuktikan bahwa bambu dapat menjadi material yang sangat baik untuk
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan bila struktur bangunan bambu direncanakan
dengan baik dalam merespon aliran beban.
Kunci perencanaan yang diterapkan pada pembuatan spesimen sambungan adalah
dengan memberi batang bambu tambahan yang dibaut untuk menahan geser dan
dengan mengisi segmen-segmen bambu yang mengalami gaya jepit tegak lurus
penampang dengan mortar.
Kuat tekan bahan pengisi sendiri tidak terlalu menjadi persoalan. Hal ini ditunjukkan
dengan kuat tekan bahan pengisi yang hanya berkisar 3 MPa dapat meningkatkan
kekuatan struktur hingga 9 ton tanpa terjadinya pecah pada penampang. Percobaan
ini juga menunjukkan bahwa kuat struktur sebenarnya jauh lebih besar dari kuat
teoritis. Hal ini karena bambu adalah material alam yang memiliki keberagaman dari
segi kuat material. Rentang antara kuat material minimal dan kuat material maksimal
sangat jauh (Lihat BAB II), dan demi keamanan struktur, kuat material yang
digunakan dalam perencanaan diambil di bawah kuat material minimal.
Seperti pada proses pembuatan kuda-kuda, pembuatan spesimen percobaan
memerlukan 2 orang tenaga ahli yang dilengkapi dengan bor, tali ijuk dan pisau
bambu. pengerjaannya memakan waktu hanya setengah hari dimana portal selesai
pada hari yang sama dengan kuda-kuda. Pada pekerjaan tidak ada kesulitan yang
berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem struktur ini cukup mudah dibuat.