bab aaii tinjauan pustaka

22
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serapan (Adsorpsi dan Absorbsi) Serapan adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu permukaan akibat adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda (gaya Van Der Walls), sehingga terbentuk suatu lapisan tipis dari partikel-partikel halus pada permukaan. Permukaan karbon yang mampu menarik molekul organik merupakan salah satu contoh mekanisme serapan antara air, gas dan juga menyerap molekul protein yang polar (Boshi et al. 2003). Penetrasi adsorbat kedalam adsorben dapat terjadi pada ketebalan beberapa lapis. Jika penetrasi molekul terjadi pada seluruh bagian material padat, maka prosesnya disebut absorbsi (absorbtion). Dalam banyak kasus sulit dibedakan antara absorbsi dan adsorbsi sehingga munculah istilah sorbsi (sorbtion) yang mengacu pada proses absorbsi dan adsorbsi (Van Tessel et al. 1994). Absorbsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap ke dalam suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut. Absorbsi terdiri dari dua jenisyaitu: 1) Absorbsi fisika (physical absorbtion) 2) Absorbsi kimia (chemosorbtion). Absorbsi fisika dicirikan dengan tarik menarik antara absorbat dan absorben sangat lemah dengan energi kurang dari 40 Kj/mol dan antar keduanya tidak membentuk senyawa kimia. Absorbsi fisika umumnya reversible dan irreversible. Sifat ini ditemukan dalam batas antar muka kimia dengan medium gas, dimana ikatan yang terjadi diakibatkan dari gaya Van Der Walls dan gaya London (Prutton1982). Absorbsi kimia (chemosorbtion) ditandai dengan pertukaran elektron/electron exchange antara absorbat dengan absorben. Interaksi yang terjadi sangat kuat sehingga terbentuk senyawa kimia dengan energi ikatnya sekitar 300 Kj/mol (Nieuwenhuizen dan Barendez 1987). Akibat dari berbagai sebab/perlakuan, ikatan dalam absorbsi fisik dan kimia dapat lepas, proses ini disebut desorbsi. Absorben adalah padatan berpori dengan berbagai ukuran. Contoh absorben yang sudah banyak digunakan diantanya: bentonit, zeolit, tanah

Upload: risali-addini

Post on 24-Apr-2015

76 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

ararara

TRANSCRIPT

Page 1: BAB aaII Tinjauan Pustaka

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serapan (Adsorpsi dan Absorbsi)

Serapan adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu

permukaan akibat adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda (gaya

Van Der Walls), sehingga terbentuk suatu lapisan tipis dari partikel-partikel halus

pada permukaan. Permukaan karbon yang mampu menarik molekul organik

merupakan salah satu contoh mekanisme serapan antara air, gas dan juga

menyerap molekul protein yang polar (Boshi et al. 2003).

Penetrasi adsorbat kedalam adsorben dapat terjadi pada ketebalan

beberapa lapis. Jika penetrasi molekul terjadi pada seluruh bagian material padat,

maka prosesnya disebut absorbsi (absorbtion). Dalam banyak kasus sulit

dibedakan antara absorbsi dan adsorbsi sehingga munculah istilah sorbsi

(sorbtion) yang mengacu pada proses absorbsi dan adsorbsi (Van Tessel et al.

1994). Absorbsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap ke

dalam suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media

tersebut. Absorbsi terdiri dari dua jenisyaitu:

1) Absorbsi fisika (physical absorbtion) 2) Absorbsi kimia (chemosorbtion).

Absorbsi fisika dicirikan dengan tarik menarik antara absorbat dan

absorben sangat lemah dengan energi kurang dari 40 Kj/mol dan antar keduanya

tidak membentuk senyawa kimia. Absorbsi fisika umumnya reversible dan

irreversible. Sifat ini ditemukan dalam batas antar muka kimia dengan medium

gas, dimana ikatan yang terjadi diakibatkan dari gaya Van Der Walls dan gaya

London (Prutton1982).

Absorbsi kimia (chemosorbtion) ditandai dengan pertukaran

elektron/electron exchange antara absorbat dengan absorben. Interaksi yang

terjadi sangat kuat sehingga terbentuk senyawa kimia dengan energi ikatnya

sekitar 300 Kj/mol (Nieuwenhuizen dan Barendez 1987). Akibat dari berbagai

sebab/perlakuan, ikatan dalam absorbsi fisik dan kimia dapat lepas, proses ini

disebut desorbsi.

Absorben adalah padatan berpori dengan berbagai ukuran. Contoh

absorben yang sudah banyak digunakan diantanya: bentonit, zeolit, tanah

Page 2: BAB aaII Tinjauan Pustaka

8

diatomea dan arang aktif. Suatu absorben dapat memisahkan molekul berdasarkan

ukurannya. Proses absorbsi molekul dipengaruhi oleh beberapa hal (Doffner

1991) antara lain:

(1) Ukuran molekul: ukuran pori suatu absorben menentukan ukuran molekul

yang melewatinya.

(2) Efek pertukaran ion: pasangan rangka kation membentuk ukuran efektif

tertentu dengan menyatukan kation melalui proses pertukaran kation.

(3) Efek suhu: baik molekul absorbat maupun kisi host menjadi tidak rigid, dan

dapat terpolarisasi, keduanya bergetar secara kontinu sehingga ikatan yang

menjaga keduanya melentur oleh pengaruh suhu.

(4) Konsep pori-efektif : molekul terbesar yang dapat lolos atau masuk secara

efektif terhadap absorben melalui efek difusi dan faktor lain.

Pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang terserap pada

suatu media polar ditukar dengan ion-ion lain yang berada dalam air. Proses ini

dimungkinkan melalui fenomena tarik menarik antara permukaan media

bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar (Sanford 1987).

Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu permukaan yang

memiliki muatan berlawanan, maka molekul tersebut akan terikat secara kimiawi

pada permukaan tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini dapat ditukar

posisinya dengan molekul lain yang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk

diikat, dengan demikian maka proses pertukaran dapat terjadi (Domard 1998).

Proses pertukaran mengikuti kaidah-kaidah tertentu (Jansen 1992), sebagai

berikut:

1) Kation dengan valensi besar akan dipertukarkan lebih dahulu sebelum kation

valensi kecil. Contoh : dalam air terdapat Fe3+, Ca2+, NH4+ dalam jumlah yang

sama kemudian diberi adsorben (zeolit) maka besi akan lebih dulu diserap

oleh zeolit menyusul Ca2+ dan NH4+.

2) Kation yang konsentrasinya paling tinggi dalam air akan diserap lebih dahulu

walaupun valensi lebih kecil, misal konsentrasi amonium lebih besar dari yang

lain.

Tingkat pertukaran ion tergantung pada beberapa hal antara lain:

(1) Sifat-sifat dan jenis kation

Page 3: BAB aaII Tinjauan Pustaka

9

(2) Konsentrasi kation yang dipertukarkan

(3) Jenis anion yang yang berhubungan dengan kation

(4) Jenis pelarut

(5) Temperatur

(6) Sifat khas struktur kerangka

2.2 Kitosan

Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang

ditemukan dalam eksoskeleton krustasea seperti udang, rajungan dan kepiting.

Secara kimiawi, kitosan adalah selulosa seperti serat tanaman yang mempunyai

sifat-sifat sebagai serat tetapi punya kemampuan untuk mengikat lemak seperti

busa penyerap lemak dalam saluran pencernaan. Sebagaimana serat tanaman,

kitosan tidak dapat dicerna, oleh karena itu tidak bernilai kalori tetapi kitosan

dapat difungsikan sebagai penyerap dan pengikat lemak sehingga, mencegah dan

menghambat LDL dan meningkatkan HDL.

Kitosan bersifat antasid (menyerap zat racun), mencegah pembentukan

plak atau kerusakan gigi, membantu mengontrol tekanan darah, membantu

menjaga pengkayaan kalsium (Ca) atau memperkuat tulang, dan bersifat

antitumor (Shahidi 1999). Dalam tiga dekade terakhir kitosan digunakan dalam

proses detoksifikasi air. Apabila kitosan disebarkan di atas permukaan air, mampu

menyerap lemak, minyak, logam berat dan zat yang berpotensi toksik lainnya

(Kumaret al 1998).

2.2.1 Sumber kitosan

Kitin merupakan polisakarida panjang yang tidak bercabang, bernama

2-asetil-2-amino dioksi-D-glukosa, yang monomernya berikatan satu sama lain

melalui ikatan 1-4. Kitin diproduksi dari kulit udang melalui proses isolasi dan

purifikasi yang didahului proses demineralisasi dan dilanjutkan dengan proses

deproteinasi (Muzzarelli 1977). Kitin adalah polisakarida yang membentuk

kristal, dan terdapat di alam dalam tiga bentuk kristal kitin yang dibedakan

berdasarkan susunan rantai molekul yang membangun kristalnya. Jenis-jenis

kristal tersebut adalah sebagai berikut:

(1) α kitin yang mempunyai susunan anti paralel.

Page 4: BAB aaII Tinjauan Pustaka

10

(2) β kitin yang mempunyai susunan paralel.

(3) γ kitin yang mempunyai tiga rantai dan dua diantaranya tersusun paralel.

(4) γ kitin yang mempunyai tiga rantai dan satu rantai lainnya tersusun

antiparalel.

Adapun contoh bentuk kristal kitin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kristal kitin dan kitosan (Rudall 1976).

Fungsi utama kitin pada krustasea atau pada fungi, adalah sebagai struktur

kerangka dalam yang mendukung eksoskelet hewan tersebut atau bagian dari

dinding sel fungi. Kitin dari kulit krustasea sebagai komponon eksoskelet,

berbentuk jaring yang kompleks (matriks), yang mengandung protein dan mineral

(CaCO3), sedangkan kompleks jaring kitin dari fungi adalah polisakarida lain

seperti α dan β glukan, manan dan selulosa (Knorr 1982).

Kitin mempunyai banyak kegunaan diantaranya bahan talk yang

digunakan pada sarung tangan saat dilakukan operasi bedah. Selain itu kitin dapat

digunakan sebagai absorben seperti arang aktif dan campuran pupuk pada

αkitin

βkitin βkitin

γ kitin αkitin

Page 5: BAB aaII Tinjauan Pustaka

11

pertanian. Apabila ditambahkan pada pakan ikan hias, kitin dapat meningkatkan

pertumbuhan dan warna ikan yang cemerlang, hal ini diduga oleh kandungan

protein dan pigmen yang terdapat dalam kitin tersebut (Brezki 1987).

Kristal kitin tidak larut dalam air dan dalam pelarut organik tetapi larut

dalam asam kuat pekat panas. Arai et al. (1968) menyatakan bahwa kitin mudah

mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air dan

asam organik, tetapi larut dalam larutan dimetilasetamida dan lithium klorida.

Contoh struktur molekul kitin kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b) Sumber: Muzarelli (1977). Kerangka utama penyusun kitin dan kitosan adalah grup heksosa (glukosa)

sama dengan selulosa, oleh karena itu kitin kitosan dikelompokan pada selulosa

alam tetapi mempunyai muatan berlawanan dengan selulosa lainnya. Polimer kitin

atau kitosan terdiri dari 2000-3000 monomer, sehingga menpunyai banyak muatan

yang akan mempengaruhi sifat biologi dan sifat fungsionalnya melalui

kemampuan berikatan dengan molekul lain (Ornum 1992).

Perbedaan struktur kitin dan kitosan hanya pada kandungan gugus asetil

saja, pada kitosan gugus asetilnya sebagian besar (lebih dari 70%) sudah

dihilangkan dan terbentuklah gugus fungsi NH (amin) yang reaktif. Semakin

banyak gugus asetil yang hilang, semakin tinggi mutu kitosan (Muzarelli 1985).

Melalui proses deasetilasi kitin dengan NaOH pekat akan terbentuk

turunannya yaitu kitosan yang mempunyai sifat berbeda dengan kitin. Penggunaan

Oa. Kitin b. Kitosan

Page 6: BAB aaII Tinjauan Pustaka

12

NaOH 50% dengan perbandingan 1: 20 disertai dengan pemanasan 140 oC

selama 1 jam, dapat menghasilkan padatan yang hampir sama dengan bahan

awalnya (kitin) dan dengan penetralan dan pencucian sampai pH netral

menghasilkan serbuk putih yang disebut kitosan (Johnson 1982). Skema proses

pembuatan kitosan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan kitosan Sumber: Suptijah et al. (1992).

Mutu kitosan ditentukan berdasarkan parameter fisika dan kimia,

parameter fisis diantaranya penampakan, ukuran (mesh size) dan viskositas,

Pencucian dengan air (Netralisasi)

Deproteinisasi NaOH 3N,1:10, 1000 C, 1jam

Pencucian sampai netral

Kitin

Deasetilasi NaOH 50%, 1:10, 130oC, 1jam

Pencucian (Netralisasi)

Kitosan

Demineralisasi HCl 1N/ 1:7 1000C, 1 jam.

Limbah Udang

Page 7: BAB aaII Tinjauan Pustaka

13

sedangkan parameter kimia yaitu nilai Proksimat dan Derajat Deasetilasi (DD).

Semakin baik mutu kitosan semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan

semakin banyak fungsinya dalam aplikasinya. Adapun spesifikasi mutu kitin

kitosan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Spesifikasi mutu kitin kitosan.

Spesifikasi Kitin (Pangan)

Kitosan (Farmasi)

Larutan Kitosan (Teknis)

Penampakan Serpihan putih/

kekuningan

Serpihan/Bubuk

putih/kekuningan

Cairan

bening/kekuningan

Kadar air <10% ≤ 10% -

Kadar abu <2,5% ≤ 0,2% <0,5%

Kadar N <1% ≤ 0,3% <0,5%

Derajat Deasetilasi <70% 70-100% >90%

Viskositas 600cPs <50 cPs 50 cPs

Ketidaklarutan >90% < 1% <0,5%

Logam berat

Arsenik (As)

Timbal (Pb)

<10ppm

<10 ppm

<10 ppm

<10 ppm

<10 ppm <10

ppm

pH 7-9 7-9 <5,5

Sumber : Subasinghe (1999)

2.2.2 Sifat-sifat kitosan

Kitosan adalah polimer glukosamin yang larut dalam asam tetapi tidak

larut asam sulfat pada suhu kamar, juga tidak larut dalam pelarut organik tetapi

larut baik dalam poliol dengan suasana asam. Pelarut kitosan yang baik adalah

asam format dengan konsentrasi 0,2% sampai pekat, namun demikian kitosan

sering dipakai dengan dilarutkan terlebih dahulu pada asam asetat (Filer and Wirik

1978). Menurut Knorr (1984) berat molekul kitosan tergantung dari degradasi

yang terjadi pada proses pembuatan kitosan. Kitosan mempunyai sifat mudah

mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, mempunyai berat molekul

yang tinggi, tidak larut pada pH 6,5 berat molekul rata-rata 120.000 Dalton

(Protan Laboratories 1987).

Page 8: BAB aaII Tinjauan Pustaka

14

Menurut Knorr (1982) serpihan kitosan dalam air mempunyai gugus

amino bebas (NH3+) sebagai polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi

dalam larutan asam asetat. Ornum (1992), menambahkan bahwa gugus amino

bebas (NH3+) inilah yang banyak memberikan kegunaan pada kitosan. Apabila

dilarutkan dalam asam, kitosan akan menjadi polimerkationik dengan struktur

linier sehingga dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film atau

imobilisasi dalam beberapa agen biologi termasuk enzim. Bought (1975)

menambahkan bahwa karakter kitosan sebagai polielektrolit dapat digunakan

untuk bahan pengkoagulasi limbah secara fisika dan kimia. Hirano (1989)

mengemukakan kelebihan kitin dan kitosan yaitu:.

(1) Merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui.

(2) Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari

lingkungan.

(3) Tidak bersifat toksik (LD50 16 gram per kg berat badan tikus).

(4) Konformasi molekulnya dapat dirubah.

(5) Mempunyai fungsi biologis.

(6) Dapat membentuk gel, koloid dan film (dari larutan).

(7) Mengandung gugus amino (NH2) dan gugus hidroksil (OH) yang dapat

dimodifikasi.

Kitosan merupakan kerangka heksosa yang memiliki gugus amin

bermuatan, sehingga menunjukan sifat yang unik yaitu bermuatan positif,

berlainan dengan polisakarida alam lainnya yang bermuatan negatif atau netral.

Boddu et al. (1999) menyatakan bahwa muatan positif pada polimer kitosan

mengakibatkan afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspensi

dalam cairan selulosa dan polimer glikoprotein.

Mengingat banyak bahan memiliki gugus negatif seperti protein, anion

polisakarida, asam nukleat, dan lain-lain. Maka gugus kitosan berpengaruh kuat

dengan gugus negatif sehingga membentuk ion netral (Sanford 1989). Kekuatan

ion berpengaruh terhadap struktur kitosan dengan kata lain peningkatan kekuatan

ion meningkatkan sifat kekakuan matriks kitosan, daya gembung dan ukuran pori-

pori matriks. Sementara porositas granula dari kitosan berpengaruh terhadap

peningkatan keaktifan grup grup amino terhadap kitosan (Suhartono 2000).

Page 9: BAB aaII Tinjauan Pustaka

15

Proses penyerapan berhubungan dengan adanya gugus hidrofilik (OH)

dalam molekul kitosan, sehingga kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat

air dan bahan-bahan yang tersuspensi dalam air. Berdasarkan survei literatur, Olin

et al. (1996) dan Bailey et al. (1997) telah mengidentifikasi penyerap yang murah

untuk penanganan kontaminasi logam berat pada air dan limbah cair. Mereka

mengidentifikasi dua belas penyerap yang potensial untuk Pb, Cd, Cu, Zn, dan

Hg, diantaranya kitosan mempunyai kapasitas serapan yang tinggi untuk ion-ion

metal (Masri et al. 1974). Kitosan mengikat atau mengkelat sejumlah logam lima

kali lebih besar dari kitin, hal ini ditandai oleh adanya grup amino bebas (NH3+)

dalam kitosan (Muzarelli 1977).

2.2.3 Kitosan dan kegunaannya.

Kitosan mempunyai bentuk spesifik mengandung gugus amin dalam rantai

karbonnya yang bermuatan positif, sehingga dalam keadaan cair sensitif terhadap

kekuatan ion tinggi, daya repulsif antara fungsi amin menurun sesuai dengan

fleksibilitas rantai kitosan dan pendekatannya dalam ruang distabilkan oleh ikatan

hidrogen di dalam dan di luar rantai (Sanford 1989), artinya kitosan dalam bentuk

polimer memanjang mempunyai daya repulsif yang menurun dibanding kitosan

yang bentuk polimernya menggulung (Shahidi et al. 1999, Suptijah et al.1992).

Kitosan dapat digunakan dalam berbagai bidang diantaranya:

(1) Klarifikasi pada limbah pengolahan industri buah, pengolahan wine dan

minuman beralkohol, penjernihan air minum, penjernihan kolam renang,

penjernihan zat warna dan penjernihan tanin.

(2) Pertanian untuk pelapis biji-bijian dan enkapsulasi.

(3) Biomedik untuk menurunkan kadar kolesterol, mempercepat penyembuhan

luka dan dapat digunakan sebagai lensa kontak.

(4) Pengembalian protein dalam mengendapkan bahan-bahan protein dari limbah

industri.

(5) Detoksifikasi limbah industri untuk menghilangkan logam-logam berbahaya

dan bahan kimia berbahaya lainnya.

(6) Dalam fotografi berfungsi sebagai pengikat film dan melindungi film dari

kerusakan.

Page 10: BAB aaII Tinjauan Pustaka

16

(7) Bioteknologi untuk proses pembuatan enzim teramobilisasi, pembentuk

senyawa kompleks dengan protein.

(8) Kertas dan tekstil sebagai zat aditif.

(9) Pembungkus makanan berupa film khusus.

(10) Kulit sebagai perekat.

(11) Cat, sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulan.

(12) Makanan sebagai aditif.

Penggunan kitosan begitu meluas karena karakteristik kationiknya yakni

mempunyai muatan listrik positif unik. Disamping itu, sifat-sifat kimia yang lain

juga sangat menunjang penggunaannya. Karena kitosan merupakan hasil sintesis

senyawa alami dan bukan dari bahan kimia sintetik, maka keamanan penggunaan

kitosan dapat dijamin. Penggunaan kitosan paling luas dan sudah begitu mapan

dalam pengolahan limbah air. Melalui reaksi pengikatan (chelating), kitosan

mampu menarik limbah beracun dan logam berat seperti plumbum, merkuri,

cadmium, uranium, arsenik dan lain-lain (Alfian 2003, Rahayu 2007).

Zat pembentuk kelat mempunyai kemampuan untuk mengikat ion logam

dengan selektif dan dapat menyebabkan logam kehilangan aktifitas biologisnya.

Konsentrasi ion logam bebas dalam cairan ekstra sel menurun dengan jelas karena

pengikatan ion ini oleh pembentuk kelat, karena itu dapat juga ditarik (diserap)

dari jaringan. Pembentukan kelat melalui reaksi antara pembentuk kelat dengan

ion logam, dapat menyebabkan ion logam tersebut kehilangan sifat ionnya,dengan

demikian akan menyebabkan kehilangan sebagian besar sifat toksiknya

(Kawamura et al. 1993). Oleh karena itu kitosan dapat digunakan sebagai agen

detoksifikasi.

Kitosan bersifat sebagai pembentuk kelat (zat pengikat) yang dapat

mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat

dan pengaruh negatif dari logam berat yang terdapat dalam suatu bahan. Molekul

atau ion dengan pasangan elektron bebas dapat membentuk kompleks dengan ion

logam, karena itulah senyawa-senyawa yang mempuyai dua atau lebih gugus

fungsional seperti –OH, -SH, -COOH, -PO3H2, -C=O, -NR2, -S- dan –O- dapat

mengkelat logam dalam lingkungan yang sesuai. Proses pengikatan logam ini

merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks ion logam dengan

Page 11: BAB aaII Tinjauan Pustaka

17

sekuestran (Winarno 1993). Melalui reaksi pengikatan (chelating), kitosan mampu

menyerap logam berat, hal ini dimungkinkan dengan adanya gugus CH2OH dan

NHCOCH3, yang merupakan gugus reaktif dari kitosan yang dapat mengikat ion

logam, bentuk senyawa kompleks logam Cu dengan kitosan dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5 Bentuk senyawa kompleks logam (Cu) dengan kitosan Sumber : Hirano (1989).

Dalam bidang pertanian penggunaan kitosan sangat luas dan banyak

negara telah mempraktekannya. Kitosan yang dicampurkan ke dalam tanah dapat

mengurangi resiko serangan cacing parasit tanah terhadap tanaman.Senyawa

kitosan ini, tidak menimbulkan masalah lebih lanjut seperti residu, pencemaran

dan lain-lain. Aplikasi kitosan dalam bidang industri pangan antara lain sebagai

pengisi, penstabil, film, pembentuk tekstur dan pengawet (anti bakteri).

Senyawa kompleks Microcrystalline Chitin (MCC), merupakan salah satu

turunan kitosan yang banyak digunakan dalam industri pangan (Shahidi et al.

1999). Kitosan juga digunakan sebagai immobilizing agents pada enzim tubuh,

untuk memberikan efek lebih tinggi pada laju metabolisme sel dan meningkatkan

permeabilitas sel. Kitosan dapat menyaring dengan efektif terhadap zat-zat yang

tak diinginkan seperti tanin pada kopi (Bought 1975).

Kegunaan kitosan dalam bidang kesehatan antara lain untuk penyembuhan

luka tubuh, untuk benang jahit operasi karena dapat terurai dengan sendirinya

(biodegradable), demikian juga lembaran tipis kitosan dapat digunakan untuk

menambal luka tanpa harus meninggalkan bekas. Sifat-sifat khas seperti kuat,

menyerap air dan dapat bergabung secara harmonis dengan jaringan tubuh

Page 12: BAB aaII Tinjauan Pustaka

18

sehingga sangat ideal untuk penyembuhan luka bakar pada kulit. Karena sifatnya

itu pula kitosan dapat digunakan sebagai pembungkus kapsul sehingga di dalam

tubuh mampu melepaskan kandungan obatnya secara terkontrol (Kumar 2000).

Kitosan juga dapat digunakan untuk bahan pembuatan lensa kontak (soft

lens) maupun hard lens karena lebih murah dan awet, dapat digunakan sebagai

obat anti kolesterol, karena pada binatang percobaan pemberian zat ini mampu

menurunkan kadar kolesterol tubuh. Kitosan bersifat non-thrombogenic (tidak

menggumpalkan darah) maka kitosan dapat digunakan sebagai pengganti tulang

atau tulang rawan dan juga pengganti saluran darah diantaranya arteri maupun

vena. Kitosan (khususnya nano kitosan) dapat menggumpalkan sel-sel leukemia,

zat ini cocok untuk agent anti tumor. Kitosan juga diusulkan untuk digunakan

sebagai bahan pembuatan membran ginjal buatan (Shahidi et al. 1999).

2.2.4 Kitosan sebagai adsorben.

Model keseimbangan sorpsi terdiri dari 3 jenis: Model Langmuir

Freundlich dan Sips isoterm (Kim and Cho 2005). Absorbsi dipengaruhi oleh

beberapa hal diantaranya pH, temperatur, entalpi dan entropi, sedangkan kinetika

sorpsi dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kondisi polimer, dimana kondisi

polimer tersebut berkaitan erat dengan porositas dan jarak antar lapisan polimer

yang akan mempengaruhi gejala difusi. Difusi yang terjadi meliputi difusi

eksternal dan difusi antar partikel.

Kitosan sebagai makropolimer, mempunyai sifat yang unik (Guibal1995):

Berstruktur rombis, Mempunyai bentuk matriks (berongga dengan pori-

pori yang banyak). Merupakan makromolekul yang dengan air dapat

meningkatkan kapasitas adsorpsinya (mengembang), tahan panas tapi dapat

mengembang dengan meningkatkan kapasitas porositasnya, serta dapat didaur

ulang.

Kitosan serbuk mempunyai sifat-sifat: Rendah porositasnya. Jarak antar

lapisan polimernya rendah, sehingga mekanisme difusinya menjadi rendah (difusi

eksternal maupun difusi antar partikel). Oleh karena itu untuk meningkatkan

kapasitas sorpsinya maka kitosan biasa direaksikan dengan asam organik, agar

daya adsorpsinya meningkat karena pada keadaan campuran terjadi subsitusi site

sorpsi yang baru dan terjadi pula reorganisasi jaringan polimer serta terjadi

Page 13: BAB aaII Tinjauan Pustaka

19

modifikasi kristal. Hasil tersebut dapat dikembangkan untuk meningkatkan sifat

transfer masa. Misal: membentuk formasi gel, meningkatkan pembukaan jaringan

polimer untuk akses ke site sorpsinya dan membentuk gel kitosan dalam bentuk

speris (Kawamura 1993).

Liu (2003) menggunakan kitosan dalam bentuk membran dan menyatakan

bahwa dalam bentuk membran luas permukaan jadi lebih besar sehingga dapat

meningkatkan kapasitas adsorbsinya. Kawamura (1993) dan Kim (2005)

menyatakan bahwa butiran kitosan gel menunjukan absorbsi dan kecepatan

pengikatan yang lebih besar daripada kitosan serpihan, sehingga kitosan butiran

dapat meningkatkan sifat sorbsinya melalui ekspansi jaringan polimernya.

Penggunaan kitosan campuran sudah banyak diteliti dalam penanganan

limbah logam berat dan pewarna (Rahayu 2007). Rahmi (2007) menggunakan

kitosan komposit dalam penanganan limbah fenol dan membuktikan bahwa gugus

H+ dan gugus amin dapat mempengauhi laju adsorpsi yang semakin meningkat

dengan meningkatnya konsentrasi H+. Sementara Rahayu dan Purnavita (2007)

mengatakan semakin meningkat pH media yang digunakan semakin tinggi

adsorbsi logam Hg (merkuri) oleh kitosan serbuk yang dibuat dari cangkang

rajungan, hal tersebut menunjukan bahwa pH media pengadsobsi harus

diobservasi saat dilakukan pengadsorpsian oleh kitosan.

Alfian (2003) melaporkan bahwa absorbsi logam Cu+2 dalam limbah oleh

kitosan bubuk dan kitosan larutan. Hasilnya menunjukkan bahwa kitosan bubuk

lebih tinggi daya absorsinya terhadap logam Cu2+ (76,7%) dibandingkan kitosan

larutan (45,5%). Rachdtati et al (2007) menggunakan kitosan serbuk untuk

menghilangkan Crom4+ dalam air limbah dan menunjukkan hasil bahwa kitosan

dapat menyerap 9,1-9,5 mg Cr4+ per gram kitosan pada pH 4-7,3.

Hermanto dan Santoso 2006 meneliti adsorpsi logam Pb2+ pada membran

selulosa kitosan (membran komposit dengan agen saling silang PEG) dan

menghasilkan bahwa kitosan 1% memiliki kapasitas absorpsi yang paling baik

pada membran komposit selulosa-kitosan. Semakin bertambah banyak agen saling

silang justru dapat menurunkan kapasitas absorpsinya dimana model isotherm

absorpsi logam Pb2+ adalah model isotherm Freundliech.

Page 14: BAB aaII Tinjauan Pustaka

20

Efek temperatur terhadap kitosan dalam media air

Kitosan yang mempunyai bentuk matriks dapat mengembang dalam media

air. Peningkatan temperatur media dapat menimbulkan peningkatan

pengembangan porositas dan jarak antar layer polimer kitosan (Guibal 1995),

sehingga meningkatkan kapasitas site sorbsinya, dan meningkatkan difusi

eksternal serta difusi antar partikelnya. Dengan demikian dapat meningkatkan

absorbsi ke dalam kitosan (Kim 2005). Kitosan yang mengembang dalam media

air dan pada suhu 90 oC, dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Ukuran matriks kitosan pada suhu kamar (A) dan mengembang pada suhu 90oC (B)

Sumber : dokumen pribadi.

2.3 Agar-agar

Agar adalah polisakarida yang terdapat dalam dinding sel alga agarofit,

berstruktur fiber dari polisakarida. Kandungan agar dalam rumput laut bervariasi

tergantung spesis dan musim tanamnya. Bentuk monomer agar dengan berat

molekul yang kecil dan bersulfat dihasilkan oleh badan golgi dari sel rumput laut,

juga berkumpul dalam dinding sel yang secara enzimatik terpolimerisasi dan

desulfatisasi selama berubah menjadi agarosa yang membuat agar tersebut

mempunyai kekuatan gel, sisanya adalah bentuk agaropektin. Matsuhashi (1990)

menduga agar-agar dapat berikatan dengan fiber selulosa melalui ion Ca2+. Agar

merupakan polisakarida dengan struktur unitnya hanya mempunyai grup

A B

Page 15: BAB aaII Tinjauan Pustaka

21

semipolar sulfat yang berikatan dengan galaktosa pada ikatan 3,6-anhidro-L-

galaktosa. Struktur agar-agar disajikan dalam Gambar 7.

Gambar 7 Struktur agar-agar (Phillip 2000).

Agarobiosa sebagai gel esensial, merupakan fraksi dari agar yang

mempunyai bobot molekul lebih dari 100.000 Dalton bahkan lebih dari 150.000

Dalton dengan kandungan sulfat yang rendah ≤ 0.5%.Agaropektin sisa dari

agarobiosa mempunyai bobot molekul< 20.000 Dalton (14.000 Dalton) dengan

komponen sulfat yang lebih besar 5%-8% (Armisen et al. 2000). Karagenan

mengandung sulfat 24% - 53% dan fulselaran 17%. Seperti halnya karagenan,

dalam agar komponen-komponen selain agar merupakan pengotor yang akan

mempengaruhi mutu produk agar-agar dan kekuatan gelnya. Oleh karena itu,

berbagai cara yang tepat dan efisien dibutuhkan untuk mendapatkan agar yang

lebih baik mutunya dengan daya gel yang lebih baik sehingga dapat diterapkan

dalam pembuatan agar, agar media, agarosa dan agar termodifikasi.

2.4 Karagenan

Karagenan mempunyai berat molekul yang besar seperti polisakarida yang

terdiri dari unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro-L-galaktosa (3,6 AG), keduanya

bersulfat atau tidak bersulfat yang dihubungkan melalui ikatan glikosidik L (1,3)

dan D (1,4). Tipe-tipe karagenan meliputi Kappa (K), Iota (I) dan Lamda (L)

(Gambar 8)

Struktur yang membedakan karagenan adalah 3,6-anhidro-L-galaktosa

yang mengandung ester sulfat. Variasi komponen tersebut mempengaruhi hidrasi,

kekuatan gel, tekstur, temperatur pelelehan, sineresis dan sinergis, perbedaannya

ada pada contoh spesies rumput laut, proses dan blending pada ekstraksi.

Page 16: BAB aaII Tinjauan Pustaka

22

Gambar 8 Struktur karagenan kappa (A), iota (B) dan lambda (C) (Falshave 2003).

Kandungan ester sulfat dari 3,6-anhidro-L-galaktosa pada karagenan

sekitar 25% - 35%. Pada kappa karagenan kandungan sulfat 32% - 36% dan iota

karagenan (karagenan bersulfat sebanyak 24% - 53% dan fulselaran 17%) (Martin

et al. 2000).

Karagenan mengandung 35% ester sulfat dengan sedikit atau tanpa, pada

3,6-anhidro-L-galatosa. Kandungan sulfat dalam rumput laut terdiri dari dua jenis

yaitu yang terikat dalam struktur yang umumnya 1,5%-2,5% dan sebagai garam

sulfat. Untuk aplikasi pangan karagenan yang baik mengandung ester sulfat 20%

(Navarro and Stortz 2003).

Pengolahan rumput laut jenis Euchema cottonii secara ekstraksi tradisional

menghasilkan karagenan dengan 0,5% zat tak larut asam yang terdiri dari

sebagian besar selulosa. Kandungan logam berat pada rumput laut Euchema

cottoni lebih besar daripada ekstrak karagenannya (Glicksman 1983).

Karagenan mempunyai berat molekul yang besar (200-1000 kDa). Ekstrak kappa karagenan komersil mempunyai bobot molekul 400-560 kDa. Sedangkan rumput laut Euchema bobot molekulnya sekitar 615 kDa. Secara keseluruhan karagenan mengandung 5% fraksi zat dengan bobot molekul lebih kecil dari 100 kDa, seperti disajikan dalam Tabel 2, 3 dan 4. Komponen dengan bobot molekul rendah ini akan mempengaruhi sifat-sifat rumput laut (Phillips 2000).

-

OSO

κ

ί

λ

OH

Page 17: BAB aaII Tinjauan Pustaka

23

Sifat gel dan pengisi dari jenis-jenis karagenan berbeda beda. Karagenan membentuk gel yang baik dengan adanya ion kalium. Karagenan hanya sedikit pengaruh interaksinya dengan ion Ca2+ yang menghasilkan gel lembut yang elastis, sedangkan NaCl tidak menimbulkan efek perubahan pada sifat-sifat karagenan (Falshave 2003). Dalam proses ekstraksi jaringan selulosa akan mengurangi kecepatan hidrasi, sehingga membutuhkan waktu proses yang lama dan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Adanya selulosa pada produk akhir akan menimbulkan rendahnya kekuatan gel. Partikel selulosa menimbulkan produk dengan bentuk dan gel yang kurang jernih dalam aplikasinya. Karagenan murni harus tidak bau dan tidak berwarna (Phillips 2000), komposisi kimiawi rumput laut disajikan dalam Tabel 2 dan 3, sedangkan jenis mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 2 Komponen-kimiawi penyusun alga merah

Komponen BM (dalam Dalton) %

Ester sulfat 96 3,5 D-Glokusa 176 - D/L-Galaktosa 180 2,5-0,83 D-Manosa 180 - D-as Glukoronat 193 9,5-11 D-as Galakturonat 194 6 1-O-Gliserol- D-α Galaktopiranosida 254 - Galaktosida 266 - 2D as Gliserat α-D -manopiranosida 268 - D- Silosa 390 - 3-O fluoridosida α–D-manopiranosida 415 - β- karotin 536 utama α- karotin 536 kecil Lutein 568 - Klorofil a 1972 utama Klorofil d 1972 kecil As poliuronat 2005 - Mannan 2928 3,8 Xylen 5850 29-45 Ficosianin 23200 kecil Ficoeritrin 24000 utama Karageenan 100.000-1 Jt 35-80 Sellulosa 2.464 .000 1-9 Sumber: Phillips and Williams (2000); Martinet al. (2000)

Page 18: BAB aaII Tinjauan Pustaka

24

Tabel 3 Komponen mineral pada alga merah

Mineral Berat Molekul Na Mg K Ca Fe Cu Cd Hg Pb I2

23 24 39 48 56

63,5 112 200 207 215

Sumber: Chapman (1979)

Tabel 4 Mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah

Mikroorganisme Ukuran-Diameter (µm) Keterangan Bakteri 1000-3000 (0,5-1x 2-5) - Mikoplasma 150-200 (panjang 125-250) - Riketsia 250-400 - Virus 10-300 - Dinding sel gram positif 15-80 - Dinding sel gram negatif 10-15 - Staphylococcus 0,75-1,25 bentuk bola Streptococcus 0,75-1,25 - Bakteri tifoid 0,5-1 (lebar) batang

Sumber: Martin et al. (2000)

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh penulis berkaitan dengan kitosan

antara lain:

(1) Optimasi proses pembuatan kitosan dengan reagen teknis.

(2) Modifikasi proses pembuatan kitosan dengan perlakuan variasi suhu dan

konsentrasi NaOH untuk menghasilkan produk dengan mutu bervariasi.

(3) Uji kemampuan kitosan dalam mengabsorbsi zat warna pada limbah cair serta

absorbsi logam berat pada limbah industri, daging kerang, mikroorganisme

E.coli, enzim β galaktosidase, ekstrak wortel dan klorofil A (murni).

(4) Uji penurunan kadar kolesterol pada mencit.

(5) Pembuatan agar bakto dengan proses absorbsi oleh kitosan.

Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: Pada awalnya proses

pembuatan kitosan dilakukan dengan reagen berkualitas PA (Pro Analis), setelah

Page 19: BAB aaII Tinjauan Pustaka

25

diuji coba dengan reagen teknis diperoleh kondisi proses yang optimum sebagai

berikut: Proses demineralisasi dengan larutan HCl 1 N pada suhu 90 0C selama

1 jam, proses deproteinisasi dengan larutan NaOH 3 N pada suhu 90 0C selama

1 jam proses deasetilasi dengan larutan NaOH 50% pada suhu140 0C selama

1 jam, dengan demikian biaya proses dapat ditekan. Kondisi inilah yang dijadikan

proses baku pembuatan kitosan. Dengan memodifikasi proses melalui variasi suhu

dan konsentrasi NaOH diperoleh variasi mutu produk diantaranya: grade farmasi,

pangan, kosmetik dan industri.

Penanganan campuran limbah industri (logam dan pewarna tekstil) yang

berwarna hitam dapat diperlakukan dengan penambahan larutan kitosan pada

konsentrasi 0,1% - 1%. Diperoleh penurunan warna yang cukup efektif yaitu

reduksi warna sampai 85%, dari warna hitam menjadi kuning muda. Walaupun

belum optimum masih dapat dioptimumkan dengan dugaan dua kali proses.

Uji kemampuan kitosan mengabsorbsi logam berat dalam limbah buatan,

(1%), diperoleh penurunan konsentrasi Fe3+ mencapai rata-rata 54,78%, untuk

logam tembaga (Cu) mencapai 49,90% dan untuk logam merkuri (Hg) mencapai

80% dalam waktu absorbsi satu jam.

Uji absorbsi sel E.coli pada konsentrasi 0,2 g sel/10 ml menghasilkan daya

absorbsi terbaik pada kitosan 0,3 mg dengan rata-rata 80,58% dalam waktu

absorbsi 30 menit. Untuk absorbsi enzim β galaktosidase murni 1% diperoleh

kemampuan kitosan dalam mengabsorbsi enzim mencapai rata-rata 70%.

Penambahan kitosan pada pembuatan agar bakto, optimum pada perlakuan

kitosan 1% dengan waktu proses absorbsi 45 menit, diperoleh mutu fisika-kimia

hasil yang hampir sama dengan agar bakto komersial produksi Difco yaitu:

rendemen 21,35%, kadar sulfat 1,10%, kadar air 16,89%, kadar abu 3,15%, kadar

garam 0,0215%, pH 5,88, kekuatan gel 341,01gF, totalplate count (TPC) 1,25

CFU dengan pembanding agar Difco mempunyai TPC 2,04CFU.

Hasil uji kitosan dalam absorbsi ekstraks karotenoid menunjukkan bahwa

perlakuan 1% - 6% kitosan menghasilkan rendemen 0,006% - 0,0981%, yang

meningkat pada konsentrasi semakin tinggi yaitu 98 mg/100 gram. Hasil analisis

FTIR menunjukkan terdapatnya 4 gugus fungsi pada bilangan gelombang yang

bersamaan dibandingkan dengan β karoten komersil, diantaranya pada bilangan

Page 20: BAB aaII Tinjauan Pustaka

26

gelombang 670 cm-1 (alkena), 758 cm-1 (aromatik), 1217cm-1 (ester) dan

3024 cm-1 (alkena).

Tabel 5 Karakteristik gugus fungsi ekstrak wortel hasil deteksi FTIR Karotenoid ekstrak wortel Βkarotin komersial

Bil. Gelombang cm-1 Gugus fungsi Gugus Fungsi

3024 - CH alkena - CH alkena OH alkohol

1217 - C-O ester - C-O ester -CH iso propil

758 - =C-H aromatik -=C-H aromatik C=C aromatik

670 -RCH-CHR

alkena

-R2CH-CH2 alkena

- CH3 alkana

=CHsubstit meta

RCH-CH3 alkana

2.6 Originalitas dan Kebaharuan

Berdasarkan penelusuran pustaka-pustaka pada umumnya proses produksi

kitosan dilakukan dalam berbagai metode antara lain metode kimiawi, enzimatis,

elektro kimia dan irradiasi. Metode paling sederhana adalah metode kimiawi,

karena itu telah dicoba proses produksi dengan metode kimiawi yang awalnya

menggunakan reagen ProAnalis (PA) yang cukup mahal, dengan pemanas hot

plate, kemudian dilanjutkan dengan modifikasi proses menggunakan reagen teknis

dengan pemanas uap (boiller), dengan kapasitas 30 liter. Untuk meningkatkan

keamanan proses pembuatan, maka diupayakan menurunkan konsentrasi reagen

yang digunakan, tetapi dengan menambah waktu proses dan akhirnya diperoleh

kondisi proses yang optimum sehingga dapat menurunkan biaya produksi.

Adapun kondisi tersebut disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Perbandingan kondisi proses pembuatan kitosan metode terdahulu

dengan metode modifikasi

Proses Pembuatan Metode terdahulu (Knorr 1984) (Suptijah 1992)

Metode modifikasi

Demineralisasi dengan HCl 1N 1 N 0,5 N

Deproteinasi dengan NaOH 1N 3 N 2 N

Deasetilasi dengan NaOH 50% 50% 25% Waktu proses 60 menit 60 menit 180 menit Suhu 65oC 140 0C 130 0C

Page 21: BAB aaII Tinjauan Pustaka

27

Dari penelusuran pustaka terbaru bahwa kitosan dapat berfungsi sebagai

absorben seperti halnya arang aktif, bentonit, zeolit dan lain-lain. Dengan

didukung oleh struktur kristal kitosan yaitu berbentuk matriks dengan pori-

porinya dan keunikan gugus fungsi NH2 (gugus amin) yang reaktif. Dengan

proses dalam media air pada suhu tinggi, dapat diasumsikan bahwa dalam

keadaan tersebut kitosan mampu mengembangkan seluruh polimernya dan

meningkatkan kapasitas pori-porinya untuk digunakan sebagai absorben berbagai

molekul yang bermuatan berlawanan dan yang ukuran molekulnya sesuai dengan

ukuran pori-pori kitosan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan uji coba absorbsi

molekul-molekul yang mempunyai berat molekul bervariasi melalui uji

spektroskopis.

Hasil uji absorbsi dapat diaplikasikan pada pemurnian komponen primer

rumput laut yang mempunyai berat molekul cukup besar (nomor dua setelah

selulosa). Tetapi dalam rumput laut tersebut terdapat lebih dari dua puluh

komponen lain dengan berat molekul lebih kecil selain komponen primer. Melalui

pemanfaatan kitosan yang mempunyai berat molekul hampir sama dengan

komponen primer rumput laut, tetapi kitosan mempunyai pori-pori yang mampu

mengabsorbsi komponen yang bermuatan dan berukuran sesuai dengan pori-pori

kitosan, maka kitosan dapat dikembangkan sebagai absorben pengotor dalam

pemurnian agar dan kaaragenan.

Berdasarkan penelusuran paten yang sudah diterbitkan dari tahun 1981

sampai tahun 2003, terdaftar ratusan paten mengenai pemanfaatan kitosan di

bidang pangan dan non pangan. Terdaftar sekitar 41 paten (Lampiran 1) yang

menggunakan kitosan yang pada umumnya sebagai absorben dan adsorben serta

aplikasinya sebagai pengkelat lemak, pereduksi kolesterol, pengolah limbah cair

industri, pengekelat logam berat dalam limbah dan lain-lain. Dari 41 paten

tersebut ditemukan 17 paten kitosan sebagai adsorben dan adsorben yang lebih

difokuskan dalam bentuk campuran, terikat pada komponen lain sebagai binder

(keramik dan bahan kimia lainnya) atau dalam bentuk fiber krosling, kopolimer,

konjugat, komposit dan butiran, umumnya kitosan berperan sebagai adsorben.

Selain itu digunakan juga membran diantaranya membran millipore yang cukup

selektif menurunkan kadar logam, pengotor berukuran kecil sementara membran

Page 22: BAB aaII Tinjauan Pustaka

28

harganya mahal, tidak bisa berukuran besar, tidak tahan lama (hanya dapat

digunakan beberapa kali), dan mudah terjadi efek foulling apabila suhu menurun

serta tidak tahan panas. Oleh karena itu metode penggunaan kitosan serpihan

sebagai absorben dapat dikembangkan karena cukup efisien untuk pemurnian

komponen-komponen alami, lebih sederhana dan dapat diregenerasi. Contoh 17

US paten dapat dilihat pada Lampiran 1.