bab dasar dasar k3 pak

20
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Manusia sudah terpajan bahaya dalam pekerjaannya sehari jauh sebelum revolusi industry dan sebelum adanya tempatkerja industry. Kekejaman cuaca dan kelangkaan makan, termasuk juga ancaman singa pada masa prasejarah, membuat manusia cukup terancam kesehatannya. Bahaya kesehatan kerja nampaknya mulai pada zajan batu ketikaseseorang menggosokan batu api yang akan mengeluaran debu silica. Sementara leluhur kita tidak hidup lama karena meninggal dunia akibat silikosis, penggunaaan dari alat bes perkembangan pertambangan serta pengecoran juga meningkatkan bahaya bagi mereka yang terlibat. (J.M Harrington & F.S Gill 2005 Meskipun demikian,tulisan umum pertama yang sangat berpengaruh mengenai penyakit yang terkait dengan pekerjaan ditulis oleh seorang dokter keluarga D’este di Modena, Ber ramazzini (1633-1714). Bukunya de morbis artificium masih b sejalan sebagai sumber uraian klasik mengenai banyaknya pen akibat kerja yang berasal dari pekerjaan kasar sampai pembuat cerm di murano. Karyanya sebagian besar tidak dibaca umum sampai masa revolusi industry di inggris yang membawa penyakit akibat kerja menjadi perhatian semua pihak. Pekerja anak dan kondisi yang buruk kilangkapas Lancashire membuat kaget banyak Georgian dan Victorian. Undang undang pabrik pertama dianjurkan oleh pem pabrik yang mempunyai sifat social, seperti Robertowen, Michel sadler, Anthony Ashley cooper (earl of Shaftesbury), Robert peel, beberapa kaum oposisi. Undang undang pertamatahun 1802 sangat diperlemah oleh amandemen amandemen di parlemen, tetapi undang undang itu merupakan langkah awal prosesperundangundangan kesehatan

Upload: haris-risdiana

Post on 08-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

k3 pak

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1. 1. Latar belakangManusia sudah terpajan bahaya dalam pekerjaannya sehari hari jauh sebelum revolusi industry dan sebelum adanya tempat kerja industry. Kekejaman cuaca dan kelangkaan makan, termasuk juga ancaman singa pada masa prasejarah, membuat manusia cukup terancam kesehatannya. Bahaya kesehatan kerja nampaknya mulai pada zajan batu ketika seseorang menggosokan batu api yang akan mengeluaran debu silica. Sementara leluhur kita tidak hidup lama karena meninggal dunia akibat silikosis, penggunaaan dari alat besi dan perkembangan pertambangan serta pengecoran juga meningkatkan bahaya bagi mereka yang terlibat. (J.M Harrington & F.S Gill 2005)Meskipun demikian, tulisan umum pertama yang sangat berpengaruh mengenai penyakit yang terkait dengan pekerjaan yang ditulis oleh seorang dokter keluarga Deste di Modena, Bernardino ramazzini (1633-1714). Bukunya de morbis artificium masih belum sejalan sebagai sumber uraian klasik mengenai banyaknya penyakit akibat kerja yang berasal dari pekerjaan kasar sampai pembuat cermin di murano. Karyanya sebagian besar tidak dibaca umum sampai masa revolusi industry di inggris yang membawa penyakit akibat kerja menjadi perhatian semua pihak. Pekerja anak dan kondisi yang buruk di kilang kapas Lancashire membuat kaget banyak Georgian dan Victorian. Undang undang pabrik pertama dianjurkan oleh pemilik pabrik yang mempunyai sifat social, seperti Robert owen, Michel sadler, Anthony Ashley cooper (earl of Shaftesbury), Robert peel, dan beberapa kaum oposisi.Undang undang pertama tahun 1802 sangat diperlemah oleh amandemen amandemen di parlemen, tetapi undang undang itu merupakan langkah awal proses perundang undangan kesehatan keselamatan kerja, dll. Pada tahun 1974 diantara kedua masa itu ada undang undang yang berturut turut mengurangi jam kerja, terutama pada anak anak dan wanita, dan undang undang 1833 membentuk inspektur pabrik. Empat inspektur ditunjuk untuk mengawasi seluruh negeri. Sebelas tahun kemudian para inspektur itu diberi tugas tambahan untuk menetapkan dokter di tiap distrik yang akan menentukan usia anak anak. Adanya surat kelahiran pada tahun 1836 membuat peran itu menjadi berlebihan, tapi merupakan kelahiran kesehatan kerja industry. Undang undang berikutnya member tugas tambahan untuk para dokter ini termasuk penyelidikan kecelakaan indusri dan pemberian sertifikat kebugaran untuk bekerja. Pada awal abad kedu puluh, efek toksik bahan tertentu yang wajb dipakai pada industry sudah dikenal dengan baik di inggris sehingga wajib dilaporkan. Ini memberikan kekuasaan untuk meneliti indensi penyakit dengan tujuan untuk pencegahan. Bahan pertama yang dilaporkan dalam tahun 1895 ialah timbale, fosfor, arsenic, dan antraks. Daftar itu kemudian diperluas dengan 16 penyakit yang wajib dilaporkan. (J.M Harrington & F.S Gill 2005).Penyakit akibat kerja disebabkan oleh paparan terhadap bahan kimia dan biologis, serta bahaya fisik di tempat kerja. Meskipun angka kejadiannya tampak lebih kecil dibandingkan dengan penyakit penyakit utama penyebab cacat lain, terdapat bukti bahwa penyakit ini mengenai cukup banyak orang, khususnya di negara negara yang sedang giat mengembangkan industri.Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja ini bersifat berat dan mengakibatkan kecacatan. Akan tetapi ada dua faktor yang membuat penyakit penyakit ini mudah dicegah. Pertama, bahan penyebab penyakit dapat diidentifikasi, diukur dan dikontrol. Kedua, populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi secara teratur serta diobati. Selain itu, perubahan perubahan awal seringkali dapat pulih dengan penanganan yang tepat.Oleh karena itu, deteksi dini penyakit akibat kerja sangatlah penting. Dengan demikian, tenaga kerja yang sakit dapat segera diobati sehingga penyakitnya tidak berkembang dan dapat sembuh dangan segera. Selain itu juga dapat dilakukan pencegahan agar tenaga kerja lainnya dapat terlindung dari penyakit.Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja menyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Perlindungan utamanya ditujukan pada Penyakit Akibat Kerja/Akibat Hubungan Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja.Perkembangan industri mengubah pola penyakit yang ada di masyarakat khususnya bagi pekerja. Pekerja menghabiskan sepertiga waktunya tiap hari di tempat kerja dimana lingkungan kerja berbeda dengan lingkungan sehari-hari. Pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan kesehatan.Data International Labour Organization (ILO) tahun 2003 didapatkan setiap hari 6000 orang meninggal karena pekerjaan, 1 orang tiap 15 detik dan 2,2 juta per tahun akibat penyakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak daripada wanita. Indonesia menduduki peringkat ke-26 dari 27 negara. Data di Indonesia jumlah pekerja berdasarkan Biro Pusat Statistik tahun 2000 adalah 95 juta orang, 50% bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, 70-80% angkatan kerja bergerak di sektor informal. Pekerja di sektor itu umumnya bekerja dalam lingkungan kerja yang kurang baik, manajemen kurang terorganisasi, perlindungan kerja tidak optimal, dan tingkat kesejahteraan yang kurang. Populasi pekerja terus meningkat. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2004, jumlah tenaga kerja di Indonesia kini lebih dari 142 juta jiwa.Data tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah perusahaan besar yang belum menerapkan K3 sebesar 14.726 buah (98%), yang sudah menerapkan sebesar 317 buah (2%). Jumlah kasus kecelakaan ringan 45.234 kasus (87%), cacat sebagian 5.400 kasus (10%), cacat total 317 kasus (1%) dan kematian 1.049 kasus (2%).Citatah seakan menjadi gambaran nyata kondisi lingkungan di daerah Cipatat-Kabupaten Bandung Barat, dimana banyak ditemukan tempat penambangan dan pabrik pengolahan kapur dan marmer yang bertebaran disepanjang jalan raya Padalarang-Rajamandala. Debu dan kepulan asap hitam pekat yang keluar dari cerobong asap telah menjadi santapan sehari-hari di daerah tersebut. Lokasi penambangan tersebut merupakan kawasan gunung karst cekungan Bandung, beberapa peneliti geologi menyimpulkan bahwa kawasan tersebut sebagai situs purbakala Bandung tempo dulu. Selain itu, situs arkeologi juga ditemui di daerah tersebut dengan ditemukannya manusia purba di Gua Pawon yang terletak tidak jauh dari lokasi penambangan. Saat ini banyak pihak yang tergabung didalam Kelompok Peneliti Cekungan Bandung mendesakan adanya penyelematan terhadap situs purbakala tersebut dan segera dilakukan penghentian proses penambangan didaerah itu. Keberadaan daerah Cipatat yang kaya akan nilai sosial, budaya dan sejarah telah berabaikan karena eksploitasi yang tak kenal ramah, telah mengubah kawasan tersebut menjadi kawasan yang rentan terhadap bahaya lingkungan dan penyakit akibat aktivitas pertambangan dan industri di daerah tersebut. Kabupaten Bandung Barat memiliki areal penambangan yang terhampar hampir seluas 100 hektar yang berlokasi di kecamatan Padalarang, Cipatat, Batu jajar, Cililin sampai dengan Cikalong wetan. Material utama yang dihasilkan dari proses penambangan ini terdiri dari andesit, Marmer dan kapur.Material TambangLuas LahanWilayah

Andesit61.84 HaPadalarang, Batu jajar, Cililin

Marmer26 HaPadalarang, Cipatat, Cikalong Wetan

Kapur15 HaPadalarang, Cipatat

Menurut data dari Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat tahun 2008, jumlah SIPD/ KP 15 perusahaan (sebagian warisan dari Kabupaten Bandung/induk), Izin Camat Cipatat 15 perusahaan, dan peti 8 usaha. Namun, dari pengamatan di lapangan diperkirakan jumlah pertambangan tanpa izin ini melebihi 8 usaha, cukup banyak, terutama di Desa Gunungmasigit dan Desa Citatah[2]. Pertambangan batu kapur dan marmer serta industri pendukungnya di kawasan tersebut merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup besar. Disamping masih banyaknya penduduk yang menergantungkan mata pencahariannya kepada kegiatan ini. Sampai saat ini belum ada data pasti dari pemerintah tentang berapa jumlah tenaga kerja yang terlibat didalam proses produksinya. Diperkirakan hampir 80 persen penduduk menggantungkan matapencahariannya pada pertambangan kapur dan mamer ini.Nilai ekonomi yang tinggi kawasan itu, tidak dibarengi dengan perbaikan kondisi lingkungan dan pekerja disana. Saat ini, akibat penggalian yang seporadis yang dilakukan oleh penambang (baik korporasi ataupun pertambangan Inkonvensional) mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup parah. Ancaman longsor dan kekurangan air bersih mengancam warga yang tinggal didaerah itu. Disisi lain, kekayaan alam yang ada tidak menjadikan warga yang ada di daerah tersebut sejahtera. Kepemilikan lahan pertambangan dan Industri pendukungnya dimiliki oleh segelintir orang saja. Penduduk lokal yang bekerja di pertambangan dan industri pendukungnya, mayoritas berprofesi sebagai buruh dengan upah yang dibawah upah layak serta rentan terhadap kecelakaan dan penyakit di tempat kerja.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pengertian penyakit akibat kerjaPenyakit paru akibat kerja (PPAK) merupakan salah satu kelompok penyakait akibat kerja yang sasaran organnya dari penyakit paru tersebut adalah paru. Istilah lain bagi penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul terhubung dengan hubungan kerja. Atas dasar hal tersebut, maka penyakit paru akibat kerja dapat pula di pakai istilah penyakit paru yang timbul karena hubungan kerja atau penyakit paru yang timbul berhubung dengan hubungan kerja. Namun untuk selanjutnya dalam uraian ini akan lebih banyak digunakan istilah penyakit paru akibat kerja (PPAK). (sumamur 2009)Sebagaimana penyakit akibat kerja atau penyakit yang timbul karena hubungan kerja yang pengertiannya adalah penyakit yang di sebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Maka penyakit paru akibat kerja atau penyakit paru yang timbul karena hubungan kerja diartikan sebagai penyakit paru yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Dalam hubungan ini, pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab dari penyakit akibat kerja termasuk penyakit paru akibat kerja. Antara pekerjaan atau lingkungan kerja dengan penyakit akibat kerja termasuk penyakit paru akibat kerja terdapat hubungan kualitas dan hubungan sebab akibat. Pekerjaan atau lingkungan kerja bagi penyakit akibat kerja atau penyakit yang timbul akibat hubungan kerja merupakan penyebab penyakit (agent disease).Oleh karena penyakit akibat kerja termasuk penyakit paru akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja sebagaimana halnya suatu occupational disease, maka penyakit akibat kerja berbedadan tidak meliputi penyakit yang berkaitan (ada kaitannya) dengan pekerjaan (work related disease) dan juga berlainan dan tidak mencakup penyakit penyakit yang menimpa tenaga kerja tetapi penyebabnya bukan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja timbul karena ada hubungan kerja mempunyai hubungan sebab akibat yang spesifik dan kuat terhadap pekerjaan, biasanya dengan satu penyebab penyakit, dan penyakitnya telah sedemikian dikenal. Work-related disease mempunyai penyebab yang lebih dari satu atau jamak, yang factor factor dalam lingkungan kerja mungkin berperan bersama sama factor resiko lainnya dalam menimbulkan penyakit, serta etiologinya bersifat kompleks. Penyakit yang menimpa tenaga kerja dan penyebabnya bukan pekerjaan atau lingkungan kerja dapat di pengaruhi oleh pekerjaan atau lingkungan kerja dapat saja terpengaruhi oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Sebagai salah satu contoh adalah silikosis oleh paparan kerja terhadap silica bebas atau asma akibat kerja oleh paparan kerja zat kimia isosianat atau pnemonitis akibat cadmium udara tempat kerja adalah penyakit paru akibat kerja. Adapun penyakit paru obstruktif yang penyebabnya tidak jelas di tempat kerja, sedangkan polusi udara di domisili yang bersangkutan cukup menjadi penyebab dan perokok dari penderita juga ternyata cukup signifikan bukan penyakit akibat kerja melainkan mungkin sekedar ada kaitannya dengan pekerjaan atau lingkungan kerja. Infeksi saluran pernafasan atas yang jelas jelas penyebabnya bukan pekerjaan atau lingkungan kerja yang tidak jarang diperberat / diperburuk keadaannya oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul karena hubungan kerja atau yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini bersifat kronis dan biasanya disebabkan oleh karena pekerjaan yang sama dalam jangka waktu yang lama. Tanda dan gejala penyakit akibat kerja ini sama dengan penyakit biasa, tetapi terdapat keterkaitan dengan pekerjaan. Keterkaitan itu mungkin langsung disebabkan oleh pekerjaan, mungkin dipermudah, mungkin dicetuskan dan mungkin juga diperberat oleh pekerjaan.Ciri ciri penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut:1. Terjadi pada populasi tenaga kerja2. Penyebab penyakit yang spesifik3. Pemajanan di tempat kerja sangat menentukan4. Terdapat kompensasiPenyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1, peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor PER.01/MEN/1981) tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja. Definisi yang digunakan dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEPTS.333/MEN/1989 tentang Pelaporan Penyakit Akibat Kerja merujuk pada ketentuan Permen Nakertrans No.PER.01/MEN/1981.Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Pasal 1, Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja (Keppres No.22 Tahun 1993). Terdapat 3 istilah untuk suatu kelompok penyakit yang sama yaitu penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja dan penyakit akibat kerja. Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama dan masing-masing memiliki dasar hukum perundang-undangan yang menjadi landasannya.

2. 2. Penyebab penyakit akibat kerjaPenyebab penyakit kerja dapat dibagi sebagai berikut:1. Golongan fisik a. Suara (bising)b. Radiasi sinar Rontgen atau radio aktifc. Suhu yang terlalu tinggi (panas/dingin)d. Tekanan yang tinggie. Penerangan lampu yang kurang baik2. Golongan kimiawiBahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk :a. Debub. Uapc. Gasd. Larutane. Awan/kabut3. Golongan biologis/infeksiMisalnya infeksi oleh bakteri, virus atau jamur4. Golongan fisiologisBiasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja, beban kerja dan cara kerja5. Golongan psikososialLingkungan kerja yang mengakibatkan stress, pekerjaan yang monoton, tuntutan pekerjaan.

2. 3. Jenis penyakit akibat kerjaWHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.Menurut Kepres RI No. 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit ini dibagi atas 31 jenis. Pembagiannya adalah sebagai berikut:1. Pneumokoniosis (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) & silikotbc2. Penyakit paru karena debu logam keras3. Penyakit paru karena debu kapas, vlas, henep & sisal (bissinosis)4. Asma akibat kerja5. Alveolitis alergika karena debu organik6. Penyakit karena berilium atau senyawanya7. Penyakit karena kadmium atau senyawanya8. Penyakit karena fosfor atau senyawanya9. Penyakit karena krom atau senyawanya.10. Penyakit karena Mn atau senyawannya11. Penyakit karena As atau senyawanya12. Penyakit karena Hg atau senyawanya13. Penyakit karena Pb atau senyawanya14. Penyakit karena Flour atau senyawanya15. Penyakit karena karbondisulfida16. Penyakit karena Halogen dari senyawa alifatik atau aromatik17. Penyakit karena benzena atau homolognya18. Penyakit karena nitro dan amina dari benzena atau homolognya19. Penyakit karena nitrogliserin atau ester asam nitrat20. Penyakit karena alkohol, glikol atau keton21. Penyakit karena gas/uap penyebab asfiksia atau keracunan CO, HCN, HS2 atau derivatnya, NH3, Zn, braso dan Ni.22. Kelainan pendengaran karena kebisingan23. Kelainan karena getaran mekanik (kelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi)24. Penyakit karena udara bertekanan lebih25. Penyakit karena radiasi elektromagnetik dan radiasi pengion26. Penyakit kulit karena penyebab fisik, kimia, atau biologi27. Penyakit kulit epitelioma primer karena pit, bitumen, minyak mineral, antrasena atau senyawanya, produk atau residu zat tsb.28. Kanker paru atau mesotelioma karena asbes29. Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit pada pekerja berisiko kontaminasi khusus30. Penyakit karena suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi31. Penyakit karena bahan kimia lain termasuk bahan obat.

2. 4. Silicosis Silicosis adalah penyakit yang paling penting dari golongan pnemokoniosis. Penyebabnya adalah silica bebas (SiO2) yang terdapat pada debu yang dihirup waktu bernafas dan ditimbun dalam paru serta jaringan paru bereaksi terhadapnya. Tidak boleh dilupakan bahwa silica bebas berbeda dengan gram silikat yang tidak menyebabkan silikosis melainkan menimbulkan kelainan atau penyakit yang disebut silikatosis (silicatosis). Silika yang menjadi penyebab silikosis adalah silica dalam bentuk Kristal, yaitu kristobalit, kwarsa, tridimit dan Tripoli (tergantung kandungan kwarsanya). Adapun silica amorf yaitu tanah diatomis atau uap silica dapat menimbulkan pnemokoniosis atau fibrosis paru.Silikosis biasanya diderita oleh para pekerja di perusahaan yang menghasilkan batu untuk keperluan membangun bangunan, di perusahaan granit, keramik, timah, tambang besi, tambang batu batubara, dalam proses sandblasting, yaitu meratakan permukaan logam dengan menyemprotkan debu pasir, dan juga kegiatan perusahaan lainnya. Pendek kata penyakit silikosis merupakan resiko yang dihadapi oleh pekerja yang oleh karena pekerja atau lingkungan kerjanya yang menghirup dengan kandungan silica bebas didalamnya.Masa laten (bukan inkubasi) silikosis adalah 2 (dua) 4 (empat) tahun. Sebagaimana umunnya berlaku untuk suatu penyakit, masan laten ini sangat tergantung pada kuwantitas penyebab penyakit yang dalam hal ini adalah banyaknya debu yang mengandung silica bebas yang masuk kedalam paru dan silica bebas dari debu tersebut. Makin banyak debu dan kian tinggi kadar silica yang terdapat didalamnya, semakin pendek masa laten penyakit silikosis.Silikosis biasanya dibagi menurut stadium penyakit tersebut, yaitu stadium pertama, kedua dan ketiga, atau masing masing dinyatakan sebagai stadium sedang, ringan, dan berat. 1) Stadium pertama, atau disebut juga dengan silikosis sederhana (simple silikosis), ditandai dengan sesak nafas (dyspnoea) ketika pekerja sedang bekerja, mula mula sesak nafas ringan, kemudian bertambah berat. Sepanjang stadium sakit demikian, sesak nafas merupakan gejala sakit yang terpenting. Batuk batuk mungkin sudah terdapat pada stadium pertama tetapi biasanya batuk kering dan tidak berdahak keadaan penderita pada stadium ini masih berada dalam keadaan baik. Suara pernafasan terdengar dalam batasan normal namun pada pekerja yang berlanjut usia mungkin didapati hiper resonansi, oleh karena emfisema. 2) Stadium kedua, disebut juga dengan silikosis ringan biasanya gangguan kemampuan bekerja sedikit sekali atau boleh dikatakan tidak ada. Pada silikosis stadium sedang ini sesak nafas dan batuk menjadi sangan kentera dan tanda kelainan paru pada pemeriksaan klinis juga Nampak. Dada penderita kurang berkembang, pada perkusi berkurangnya atau menurunnya suara ketukan hamper didapati di seluruh bagian paru, suara nafas tidak jarang bronchial, sedangkan ronkhi terutama terdapat pada daerah basis paru.3) Stadium ketiga, disebut sebagai silikosis berat. Sesak nafas mengakibatkan keadaan penderita cacat total; secara klinis penderita menunjukan hipertrofi jantung kanan, dan kemudian orang sakit memperlihatkan tanda tanda gagal jantung.Pada stadium pertama penyakit silikosis, gaambaran rontgen paru menunjukan bayangan nodul-nodul yang terpisah, bundar dan paling besar diameternya 2 mm. nodul nodul mungkin terlihat pada sebagian atau seluruh lapanga paru, yang pada stadium ini adalah terpisahnya nodul satu dengan yang lainnya.Tidak ada satupun obat khusus untuk penyakit silokosis. Untuk terapi penyakit tersebut pernah dicoba pengobatan dengan debu halumunium yang sengaja dihirupkan kepada penderita silikosis, ternyata cara pengobatan tersebut tidak memberikan hasil atau sama sekali tidak ada manfaatnya. Bahkan, dapat menyebabkan bertambah beratnya penyakit. Bagaimana mekanisme silica bebas menimbulkan silikosis, terdapat 4(empat) teori berikut :1. Teori yang menganggap permukaan runcing dan tajam debu silica bebas sebagai penyebab rangsangan bagi terjadinya penyakit (namun debu lain yang permukaannya juga demikian tidak menyebabkan silikosis)2. Teori elektromagnetis yang menduga bahwa gelombang elektromagnetis yang dipancarkan oleh debu silica sebagai etiologi bagi berlangsungnya fibrosis dalam paru (teori ini adalah dasar bagi terapi penghirupan debu halumunium kepada penderita, tetapi tetapi tidak memberikan hasil, gelombang elektromagnetis debu halumunium berlawanan terhadap gelombang elektromognetis debu silica bebas3. Teori silikat yang menjelaskan bahwa SiO2 bereaksi dengan air dari jaringan paru, sehingga membentuk silikat yang menyebabkan paru ( silikosis bukan silikatosis)4. Teori immunologis, yaitu tubuh mengadakan zat anti yang bereaksi dalam paru dengan antigen yang berasal dari debu silica.Terhadap penyakit silikosis, program pencegahan terutama sangat penting dalam upaya mengurangi kemungkinan pekerja menderita penyakit tersebut. Upaya pencegahan dilakukan antara lain :1. subtitusi bahan yang mengandung silica dengan bahan bebas dengan yang tidak ada kandungan silica bebas, 2. menurunkan debu silica bebas dalam udara tempat kerja, dan3. penggunaan alat pelindung diri oleh pekerja

BAB IIITINJAUAN KASUS

Kondisi di sektor pertambangan dan Industri Kapur di CitatahAsap hitam mengepul dari cerobong asap, membumbung tinggi menyebar ke berbagai penjuru langit, mengikuti arah angin. Mengubah warna langit menjadi hitam. Cerobong asap yang berasal dari pabrik pembakaran batu kapur yang berada di sepanjang jalan tersebut, hampir setiap hari berproduksi. Pabrik tersebut memproduksi tepung kapur yang digunakan untuk pembuatan roofing, keramik, kosmetik, pakan ternak, pupuk serta untuk peleburan besi baja. Tak hanya asap hitam, debu kapur pun berterbangan disepanjang jalan raya Padalarang-Rajamandala. Hampir dipastikan disetiap bangunan yang berada di sepanjang jalan tersebut, debu kapur menebal. Tak terkecuali di di sebuah warung makan di pinggir jalan di pinggir jalan tersebut. terlihat debu menebal di sela-sela kacanya. sudah biasa, mau diapakan lagi ungkap Ibu Siti, salah satu pemiliki warung di pinggir Jalan Raya Padalarang-Rajamandala. Dia mengungkapkan bukannya tidak tahu bahwa debu-debu tersebut akan menggangu kesehatannya, tapi karena tidak tahu apa yang harus diperbuatnya, dia memilih pasrah pada keadaan dan menutup warung nya dengan tirai agar debu tidak masuk ke dalam warungnya.Jalan Raya Padalarang-Rajamandala menjadi jalur utama untuk mengangkut batu kapur hasil penambangan dari pegunungan disekitar pabrik tersebut. Setiap kali truk yang mengangkut batu kapur melintasi daerah tesebut, sudah bisa dipastikan bahwa debu kapur berterbangan bersama kepulan asap hitam dari knalpotnya. Maklum, truk yang mengangkut batu kapur tersebut rata-rata sudah tua.Maret 2010, Local Intiative melakukan obeservasi ke lapangan, sebuah Deko -alat berat untuk mengeruk tanah atau batu- tampak terlihat tanpa henti mengeruk dan memecahkan bongkahan bebatuan besar. Terlihat kerumunan buruh tambang menanti reruntuhan bongkahan batu gunung tersebut. Setelah Deko kerja tersebut selesai, rombongan buruh tersebut kemudian bergerombol, menghampiri gundukan batu yang diuruk oleh Deko tadi. Mereka kemudian menggali, dan memecahkannya menjadi bagian-bagian kecil batu tersebut.Tanpa alat pelindung dan hanya menggunakan baju kaos yang dibungkuskan ke kepala, mereka bekerja ditengah kepulan debu bebatuan. Begitu pun dengan jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja, para pekerja ini tidak diikutkan dalam prgram perlindungan Kesehatan dan Kecelakaan kerja (Jamsostek).pas masuk hitam, tapi keluar bisa putih salah satu candaan warga disekitar terhadap para pekerja yang bekerja di penggilingan kapur. Hal ini merujuk pada kondisi kerja yang penuh dengan debu kapur yang menempel pada badan para pekerja, sehingga ketika mereka pulang bekerja di pabrik itu, badan mereka dipenuhi oleh debu putih yang menempel di badan mereka. Mereka bekerja tanpa masker atau alat lainnya, hanya menggunakan kaos baju atau potongan untuk dijadilan pelindung kepala dan menutup bagian mulut dan hidung mereka.Seperti yang terjadi di disalah satu pabrik penggilingan kapur, PT Djaya Putera yang sudah beroperasi sejak tahun 1998. Proses produksi yang menghasilkan tepung kapur tidak dilengkapi dengan ventilasi dan sistem K3 yang memadai. Eden, salah satu superviser di pabrik tersebut menjelaskan bahwa bangunan pabrik sangat tertutup karena ventilasi yang seharusnya ada ditutup karena adanya protes dari warga sekitar atas polusi debu yang sangat mengganggu warga sekitar. Akibatnya udara tidak mengalir dengan baik dan kondisi kerja dipenuhi dengan debu. Anehnya, dalam kondisi kerja seperti itu, para pekerja tidak dilengkapi dengan alat pelindung kerja yang memadai. Alasannya tidak disediakan oleh perusahaan. Dan mereka dianggap sudah terbiasa dengan kondisi kerja seperti itu.Dia menambahkan, bahwa di Pabrik tepung kapur, debu kapur bisa memandikan si pekerja, dan dalam bekerja mereka tanpa menggunakan alat pelindung diri, hanya baju yang ditutupkan ke kepala sampai ke muka si pekerja. Selain itu, proses pembakaran batu kapur dilakukan dengan menggunakan bahan bakar dari ban bekas, sampah yang mengandung unsur kimia yang menambah resiko bahaya. Hal ini menambah resiko para pekerja terkena penyakit. Asap dan debu yang berbahaya ini jelas tidak hanya berdampak pada para pekerja didalam pabrik akan tetapi juga bagi lingkungan disekitarnya

Analisis Terjadinya penyakit akibat kerja itu karena ada kontak antara pekerja dengan hazard, di perusahaan tambang batu kapur di citatah ini telah terjadi kontak antara pekerja dengan hazard itu sendiri. Hazard di pertambangan batu kapur tersebut adalah debu kapur yang berasal dari proses penggilingan. Terjadinya kontak antara pekerja dan hazard karena tidak adanya alat pelindung diri.Management yang buruk dari pihak perusahaan merupakan factor utama terjadinya penyakit paru akibat kerja, Dari informasi dan data di atas dapat disimpulkan bahwa pera pekerja di tambang kapur ini sangat beresiko mengalami penyakit silikosis, dikarenakan penyebab utama silikosis adalah silica bebas. Silica yang menjadi penyebab silikosis adalah silica dalam bentuk Kristal, yaitu kristobalit, kwarsa, tridimit, dan Tripoli. Silikosis biasanya diderita oleh para pekerja di perusahaan yang menghasilkan batu untuk keperluan membangun seperti perusahaan keramik dan kapur. Dan ditambah lingkungan kerja yang sangat tidak kondusif yakni tempat kerja di tambang kapur tersebut tidak menggunakan ventilasi, alasan dari pihak pabrik sendiri tidak memberikan ventilasi di parik tersebut karena debu hasil pembuangannya mengganggu warga sekitar.Yang terahir para pekerja tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti masker dan safety shoes yang memadai karena tidak disediakan oleh perusahaan.

Upaya pencegahan PAK silikosisYang pertama dilakukan yaitu untuk gerinda dugunakan bahan karborundum, emery, atau alumina, bukan lagi dari bahan silica. Demikian pula sandblasting, proses meratakan permukaan logam dengan debu pasir yang disemprotkan dengan tekanan tinggi, pasir di subtitusi dengan bubuk alumina.Cara preventif lain adalah ventilasi udara baik local maupun umum. Ventilasi umum antara lain dengan mengalirkan ruangan kerja melalui pintu dan jendela tapi biasanya cara ini membutuhkan biaya yang tinggi. Cara ventilasi local yang disebut ventilasi hisap keluar setempat (local exhauster), biasanya biaya tidak seberapa sedangkan manfaatnya besar dalam melindungi para pekerja. Ventilasi keluar setempat dimasukan untuk menghisap debu dari tempat keluarnya debu kedalam ruangan atau tempat kerja, dan mengurangi sedapat mungkin di tempat para pekerja bekerja. Juga dianjurkan cara kerja yang kemungkinan berkurangnya atau minimalnya timbul debu ke udara, misalnya pengeboran basah (wet drilling)Cara terahir agar tidak ada kontak antara worker dan hazard yaitu dengan menggunakan pemakaian alat pelindung diri antara lain berupa tutup hidung seperti masker.

DAFTAR PUSTAKA

Higine perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes), dari DR. sumamur P.K., Msc, yang diterbitkan Sagung Seto, 2009

Kesehatan kerja, dari J. M. Harrington & F. S. Gill, yang diterbitkan EGC, 2005

Manajemen resiko, dari Ramli Soehatman, yang diterbitkan, Dian Rakya, 2010

System manajemen keselamatan & kesehatan kerja, dari Ramli Soehatman, yang diterbitkan Dian Rakyat, 2010Alat pelindung diri 2012, artikel wiki, 11 April 2012, diakses 27 oktober 2014

Alat Pelindung Diri, Balai K3 Bandung, weblog, 4 April 2008, di akses 27 oktober 2014,

19