bab i, ii, iii, iv rev (repaired) (repaired)
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan
komunikasi dewasa ini tidak lepas dari hasil perkembangan matematika. Untuk
menciptakan dan menguasai teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika
yang kuat sejak dini. Oleh karenanya matematika dikatakan sebagai Queen of Science atau
Ratu dari Ilmu Pengetahuan. Melihat pentingnya peranan matematika membuat mata
pelajaran ini selalu diajarkan di setiap satuan pendidikan dan di setiap tingkatan kelas
dengan porsi jam pelajaran jauh lebih banyak daripada mata pelajaran lainnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa para ahli pendidikan dan para perancang kurikulum menyadari bahwa
matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama yang nantinya dapat memenuhi harapan dalam
penyediaan potensi sumber daya manusia yang handal. Sehingga nantinya memiliki
kesanggupan untuk menjawab tantangan era globalisasi serta pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi saat ini dan masa yang akan datang.
Matematika tidak hanya terbatas dalam perhitungan angka saja, namun dari hal ini
muncul keterkaitan yang bisa diaplikasikan dalam cabang ilmu lain. Oleh karena itu,
materi-materi matematika banyak diaplikasikan dalam bidang ilmu-ilmu alam, seperti
biologi, fisika, kimia, dan geografi. Salah satu cabang matematika yang sering diterapkan
adalah statistika matematika dimana membahas mengenai probabilitas atau peluang yang
sangat berkaitan dengan hampir seluruh peristiwa di bumi ini. Misalnya probabilitas
kemunculan mata dadu berjumlah 5 pada pelemparan sebuah mata dadu, probabilitas anak
yang dilahirkan dari suatu pasangan suami istri adalah laki-laki, serta masih banyak lagi
penerapan yang lainnya.
Salah satu contoh aplikasi matematika dalam dalam bidang biologi yang menarik
dibahas adalah pemodelan probalitas proses kelahiran murni satu spesies. Dalam kasus
proses kelahiran murni terdapat asumsi bahwa tidak terjadi proses kematian, sehingga
2
probabilitas yang nantinya dihitung merupakan probabilitas besar populasi adalah 𝑁 pada
suatu waktu 𝑡 hanya bergantung pada nilai 𝑡. Dalam makalah ini akan lebih dijelaskan
bagaimana mengambil asumsi-asumsi yang diperlukan untuk dapat membuat pemodelan
matematika dan menyelesaikannya sehingga mendapat solusi yaitu fungsi nilai probabilitas
besar populasi adalah 𝑁 pada suatu waktu 𝑡, serta bagaimana gambar grafik fungsi
probabilitasnya.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, dapat dirumuskan beberapa
masalah yang akan dikaji dalam makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana bentuk model probalitas proses kelahiran murni satu spesies?
2. Bagaimana solusi model probalitas proses kelahiran murni satu spesies?
3. Bagaimana gambar grafik fungsi probabilitasnya?
1.3. Batasan Masalah
Dalam makalah ini hanya membahas mengenai nilai probabilitas besar populasi
adalah 𝑁 pada saat waktu 𝑡 dan yang divariasikan adalah besar populasinya sehingga
fungsi probabilitasnya bergantung pada variabel 𝑡. Dalam menyusun pemodelan
probabilitas proses kelahiran murni, ekosistem yang terdiri dari satu spesies dianggap
memenuhi asumsi-asumsi berikut:
1. Hanya terjadi proses kelahiran, tidak terjadi proses kematian.
2. Probabilitas satu individu bereproduksi pada selang (𝑡 + ∆𝑡), dengan ∆𝑡 cukup kecil
hanya bergantung kepada ∆𝑡 (proporsional terhadap ∆𝑡), tidak tergantung kepada
permulaan waktu 𝑡.
3. Probabilitas satu individu menghasilkan lebih dari satu individu pada selang (𝑡, 𝑡 + ∆𝑡)
dianggap sangat kecil.
4. Probabilitas pada 2) saling bebas (independent) terhadap kejadian lain yang saling asing
(disjoint).
3
1.4. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui cara merancang
model probabilitas kelahiran murni satu spesies dan mencari solusi berupa fungsi
probabilitas yang bergantung pada variabel 𝑡 serta grafik fungsi probabilitasnya.
1.5. Manfaat Penulisan
Berbagai informasi yang disajikan dalam makalah ini diharapkan mampu
memberikan manfaat bagi :
1. Penulis
Untuk menambah wawasan dalam aplikasi matematika di berbagai bidang bidang ilmu
khususnya dalam bidang biologi.
2. Pembaca
Memberikan informasi baru tentang bagaimana menyusun pemodelan probalitas proses
kelahiran murni satu spesies serta menentukan solusinya, sehingga akan bermanfaat
nantinya dalam memprediksi besar populasi suatu spesies di masa yang akan datang.
4
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Probabilitas
Dalam Statistika dihadapkan untuk menarik kesimpulan dan keputusan dari suatu
permasalahan. Kesimpulan yang dibuat, kebenarannya tidaklah pasti secara absolut,
sehingga timbul persoalan bagaimana keyakinan untuk mempercayai kebenaran dari
kesimpulan tersebut. Untuk hal tersebut diperlukan suatu teori yang biasa disebut teori
peluang atau probabilitas. Dalam teori ini dibahas, antara lain tentang ketidakpastian dari
suatu kejadian atau peristiwa.
Probabilitas ialah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur tingkat terjadinya
suatu kejadian yang acak. Suatu ukuran tentang kemungkinan suatu peristiwa (event) yang
akan terjadi di masa mendatang. Probabilitas dinyatakan antara 0 sampai 1 atau dalam
persentase.
2.2. Binomial Newton
Jika 𝑎 dan 𝑏 adalah variabel-variabel real tidak nol, maka bentuk aljabar (𝑎 + 𝑏)
disebut suku dua atau binom dalam 𝑎 dan 𝑏. Binom (𝑎 + 𝑏) dipangkatkan dengan 𝑛,
𝑛 ∈ ℕ dituliskan: (𝑎 + 𝑏)𝑛 dimana hasil penjabaran binom (𝑎 + 𝑏)𝑛 ditentukan oleh
nilai 𝑛.
Untuk 𝑛=1(𝑎 + 𝑏)1=
Untuk 𝑛=2(𝑎 + 𝑏)2=
Untuk 𝑛=3(𝑎 + 𝑏)3=
Untuk 𝑛=4(𝑎 + 𝑏)4=
Untuk 𝑛=5(𝑎 + 𝑏)5=
(1)𝑎1𝑏0 + (1)𝑎0𝑏1
(1)𝑎2𝑏0 + (2)𝑎1𝑏1 + (1)𝑎0𝑏2
(1)𝑎3𝑏0 + (3)𝑎2𝑏1 + (3)𝑎1𝑏2 + (1)𝑎0𝑏3
(1)𝑎4𝑏0 + (4)𝑎3𝑏1 + (6)𝑎2𝑏2 + (4)𝑎1𝑏3 + (1)𝑎0𝑏4
(1)𝑎5𝑏0 + (5)𝑎4𝑏1 + (10)𝑎3𝑏2 + (10)𝑎2𝑏3 + (5)𝑎1𝑏4 + (1)𝑎0𝑏5
5
Tampak bahwa koefisien masing-masing suku diatas memperlihatkan adanya suatu aturan
yang dikenal dengan Segitiga Pascal, yaitu:
1 1
1 2 1
1 3 3 1
1 4 6 4 1
1 5 10 10 5 1
Dimana setiap nilai diperoleh dari besar 2 nilai diatasnya. Dalam hubungan dengan
kombinasi dapat dituliskan sebagai berikut:
1 1
1 2 1
1 3 3 1
1 4 6 4 1
1 5 10 10 5 1
senilai dengan :
senilai dengan :
senilai dengan :
senilai dengan :
senilai dengan :
𝑪𝟎𝟏 𝑪𝟏
𝟏
𝑪𝟎𝟐 𝑪𝟏
𝟐 𝑪𝟐𝟐
𝑪𝟎𝟑 𝑪𝟏
𝟑 𝑪𝟐𝟑 𝑪𝟑
𝟑
𝑪𝟎𝟒 𝑪𝟏
𝟒 𝑪𝟐𝟒 𝑪𝟑
𝟒 𝑪𝟒𝟒
𝑪𝟎𝟓 𝑪𝟏
𝟓 𝑪𝟐𝟓 𝑪𝟑
𝟓 𝑪𝟒𝟓 𝑪𝟓
𝟓
Maka untuk nilai dari (𝑎 + 𝑏)4 = (𝐶04)𝑎4 + (𝐶1
4)𝑎3𝑏 + (𝐶24)𝑎2𝑏2 + (𝐶3
4)𝑎𝑏3 + (𝐶44)𝑏4
Biasanya untuk notasi 𝐶𝑟𝑛 dapat ditulis lebih singkat dengan
𝑛𝑟 .
Sehingga bentuk tersebut dapat digeneralisasi dan untuk nilai dari (𝑎 + 𝑏)𝑛 adalah
(𝑎 + 𝑏)𝑛 = 𝑛0 𝑎𝑛 +
𝑛1 𝑎𝑛−1𝑏 +
𝑛2 𝑎𝑛−2𝑏2 + ⋯ +
𝑛𝑛 − 1
𝑎𝑏𝑛−1 + 𝑛𝑛 𝑏𝑛
Bentuk terakhir sering disebut bentuk ekspansi Binomial Newton.
2.3. Deret Taylor
Deret Taylor merupakan deret yang digunakan untuk mengaproksimasi nilai
fungsi disekitar suatu titik. Pendekatan yang digunakan yaitu nilai dari turunan (pertama,
kedua, ketiga dst.) fungsi di titik tersebut.
6
Bentuk umum deret taylor adalah
𝑓 𝑥 + ℎ = 𝑓 𝑥 + 𝑓′ 𝑥 ℎ +𝑓′′ (𝑥)
2ℎ2 +
𝑓′′ ′(𝑥)
3!ℎ3 + ⋯
atau
𝑓 𝑥 + ∆𝑥 = 𝑓 𝑥 +∆𝑥
1!
𝑑𝑓 𝑥
𝑑𝑥+
(∆𝑥)2
2!
𝑑2𝑓 𝑥
𝑑𝑥2+
(∆𝑥)3
3!
𝑑3𝑓 𝑥
𝑑𝑥3+ ⋯
2.4. Persamaan Diferensial Biasa Orde Satu
Persamaan Diferensial Biasa Orde Satu dapat dinyatakan dalam :
𝑑𝑦
𝑑𝑥= 𝑓(𝑥, 𝑦)
Terdapat berbagai cara untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa orde satu, namun
dalam makalah ini lebih menekankan pada dua metode penyelesaian, yaitu dengan metode
pemisahan variabel dan metode faktor integrasi.
Jika terdapat persamaan diferensial biasa orde satu dengan bentuk
𝑑𝑦
𝑑𝑥= 𝑓(𝑥, 𝑦)
dimana persamaan yang ruas kanannya dapat dinyatakan sebagai perkalian atau pembagian
fungsi 𝑥 dan fungsi 𝑦, maka penyelesaiannya dapat dicari dengan cara memisahkan
variabelnya sehingga faktor’𝑦’ bisa dikumpulkan dengan ‘𝑑𝑦’ dan faktor’𝑥’ dengan ‘𝑑𝑥’.
Sehingga akan terbentuk persamaan 𝑓 𝑦 𝑑𝑦 = 𝑓(𝑥)𝑑𝑥, kemudian integralkan kedua ruas
agar nantinya didapatkan solusi untuk 𝑦 = 𝑓(𝑥).
Jika terdapat persamaan diferensial biasa orde satu dengan bentuk
𝑑𝑦
𝑑𝑥+ 𝑃𝑦 = 𝑄
dimana 𝑃 dan 𝑄 merupakan fungsi 𝑥 maka penyelesaiannya dapat dicari dengan
mengalikan kedua ruas persamaan dengan faktor integrasi yaitu
𝜌 = 𝑒 𝑃𝑑𝑥
7
Kemudian dengan aturan perkalian pada diferensial, transformasikan bentuk PD tersebut.
𝑑𝑦
𝑑𝑥 𝑒 𝑃𝑑𝑥 + 𝑦 𝑃𝑒 𝑃𝑑𝑥 = 𝑄𝑒 𝑃𝑑𝑥 ⇔
𝑑
𝑑𝑥 𝑒 𝑃𝑑𝑥𝑦 = 𝑄𝑒 𝑃𝑑𝑥
kalikan kedua ruas dengan 𝑑𝑥 dan kemudian integralkan kedua ruas, sehingga didapatkan
solusi untuk PD tersebut yaitu :
𝑦 = 𝑒− 𝑃𝑑𝑥 𝑄𝑒 𝑃𝑑𝑥𝑑𝑥 + 𝑐
8
𝑡 (𝑡 + ∆𝑡)
𝑁 − 1 𝑁
𝑁 𝑁
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pembentukan Model
Misalkan dalam waktu ∆𝑡, besarnya probabilitas kelahiran suatu individu adalah
𝜆∆𝑡, untuk suatu konstanta positif 𝜆. Maka banyaknya proses kelahiran dalam waktu ∆𝑡
adalah 𝑁0𝜆∆𝑡, dengan 𝑁0 = Populasi awal, 𝑁0𝜆∆𝑡 = Pertambahan cacah individu pada
populasi selama ∆𝑡, atau pada selang (𝑡, 𝑡 + ∆𝑡). Jadi Δ𝑁 = 𝑁0𝜆∆𝑡 dan
𝑅 𝑡 =Δ𝑁
Δ𝑡𝑁0=
𝑁0𝜆∆𝑡
Δ𝑡𝑁0= 𝜆
merupakan laju/angka pertumbuhan, yaitu probabilitas terjadinya satu kelahiran per satuan
waktu. Misalkan 𝑃𝑁 𝑡 = Probabilitas besar populasi pada saat 𝑡 adalah 𝑁. Akan dihitung
𝑃𝑁 𝑡 + Δ𝑡 , yaitu probabilitas bahwa besar populasi pada saat 𝑡 + Δ𝑡 adalah 𝑁. Pandang
interval waktu (𝑡 + Δ𝑡) sebagai berikut :
Karena tidak terjadi proses kematian, maka besar populasi 𝑁 pada saat 𝑡 + Δ𝑡
dapat diperoleh dengan dua kejadian sebagai berikut :
i. Populasi pada saat 𝑡 = 𝑁 − 1, kemudian terjadi satu proses kelahiran, atau
ii. Populasi pada saat 𝑡 = 𝑁, tetapi tidak terjadi proses kelahiran.
Oleh karena itu :
𝑃𝑁 𝑡 + Δ𝑡 = 𝜎𝑁−1𝑃𝑁−1 𝑡 + 𝑣𝑁𝑃𝑁 𝑡 (1.1)
dengan :
𝑣𝑁 = Probabilitas tidak terjadinya satu proses kelahiran diantara 𝑁 individu,
𝜎𝑁−1 = Probabilitas terjadinya satu proses kelahiran diantara 𝑁 − 1 individu.
Gambar 1. Populasi pada interval waktu (𝑡 + Δ𝑡)
9
Dalam hal ini proses kelahiran dan tidak terjadinya kelahiran saling independent.
Karena diasumsikan tidak terjadi proses kematian , maka 1 − 𝜆Δ𝑡 merupakan probabilitas
tidak terjadinya proses kelahiran. Jadi, karena proses terjadinya kelahiran diantara 𝑁
individu saling independent, maka
𝑣𝑁 = (1 − 𝜆Δ𝑡)𝑁 (1.2)
Dengan demikian probabilitas terjadinya paling sedikit satu proses kelahiran
diantara 𝑁 individu adalah 𝜎𝑁 = 1 − 𝑣𝑁 = 1 − (1 − 𝜆Δ𝑡)𝑁 , jadi :
𝜎𝑁−1 = 1 − (1 − 𝜆Δ𝑡)𝑁−1 (1.3)
Dari ekspansi Binomial Newton, maka didapat :
𝑣𝑁 = (1 − 𝜆Δ𝑡)𝑁
= 𝑁0 1𝑁 +
𝑁1 1𝑁−1 −𝜆Δ𝑡 +
𝑁2 1𝑁−2 −𝜆Δ𝑡 2 + ⋯ +
𝑁𝑁 − 1
1 −𝜆Δ𝑡 𝑁−1 +
𝑁𝑁 (−𝜆Δ𝑡)𝑁
= 1 − 𝑁𝜆Δ𝑡 + 𝑁2 𝜆Δ𝑡 2 + ⋯ +
𝑁𝑁 − 1
−𝜆Δ𝑡 𝑁−1 + 𝑁𝑁 (−𝜆Δ𝑡)𝑁
𝑣𝑁 = 1 − 𝑁𝜆Δ𝑡 (1.4)
𝜎𝑁−1 = 1 − 1 − 𝜆Δ𝑡 𝑁−1
= 1− 𝑁 − 1
0 1𝑁−1 +
𝑁 − 11
1𝑁−2 −𝜆Δ𝑡 + 𝑁 − 1
2 1𝑁−3 −𝜆Δ𝑡 2 + ⋯ +
𝑁 − 1𝑁 − 2
1 −𝜆Δ𝑡 𝑁−2 + 𝑁 − 1𝑁 − 1
(−𝜆Δ𝑡)𝑁−1
= 1− 1 − (𝑁 − 1)𝜆Δ𝑡 + 𝑁 − 1
2 𝜆Δ𝑡 2 + ⋯ +
𝑁 − 1𝑁 − 2
1 −𝜆Δ𝑡 𝑁−2 +
𝑁 − 1𝑁 − 1
(−𝜆Δ𝑡)𝑁−1
= 1 − 1 − (𝑁 − 1)𝜆Δ𝑡
𝜎𝑁−1 = 𝑁 − 1 𝜆Δ𝑡 (1.5)
Dapat dihilangkan untuk Δ𝑡 yang sangat kecil
10
Dari (1.1), (1.4) dan (1.5); diperoleh :
𝑃𝑁 𝑡 + Δ𝑡 = 𝑁 − 1 𝜆Δ𝑡𝑃𝑁−1 𝑡 + 1 − 𝑁𝜆Δ𝑡 𝑃𝑁 𝑡 (1.6)
Menurut Deret Taylor
𝑃𝑁 𝑡 + Δ𝑡 = 𝑃𝑁 𝑡 +Δ𝑡
1!
𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡+
(Δ𝑡)2
2!
𝑑2𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡2+ ⋯
≈ 𝑃𝑁 𝑡 + Δ𝑡𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡 (1.7)
Dari (1.6) dan (1.7) diperoleh
𝑃𝑁 𝑡 + Δ𝑡𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡= 𝑁 − 1 𝜆Δ𝑡𝑃𝑁−1 𝑡 + 1 − 𝑁𝜆Δ𝑡 𝑃𝑁 𝑡
⇔ 𝑃𝑁 𝑡 + Δ𝑡𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡= 𝑁 − 1 𝜆Δ𝑡𝑃𝑁−1 𝑡 + 𝑃𝑁 𝑡 − 𝑁𝜆Δ𝑡𝑃𝑁 𝑡
⇔ Δ𝑡𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡= 𝑁 − 1 𝜆Δ𝑡𝑃𝑁−1 𝑡 − 𝑁𝜆Δ𝑡𝑃𝑁 𝑡
⇔𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡= 𝜆 𝑁 − 1 𝑃𝑁−1 𝑡 − 𝜆𝑁𝑃𝑁 𝑡 (1.8)
Yang merupakan persamaan diferensial model probabilitas proses kelahiran
murni, dengan syarat awal :
𝑁 = 𝑁0 ⇒ 𝑃𝑁 0 = 1 (Kepastian)
𝑁 ≠ 𝑁0 ⇒ 𝑃𝑁 0 = 0 (Kemustahilan)
Persamaan diferensial (1.8) dapat ditulis sebagai
𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡+ 𝜆𝑁𝑃𝑁 𝑡 = 𝜆 𝑁 − 1 𝑃𝑁−1 𝑡 ;∀𝑗 = 0,1,2,3,… (1.9)
Yang merupakan persamaan diferensial linier dalam 𝑃𝑁 𝑡 dan 𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡.
3.2. Solusi Model Probabilitas Kelahiran Murni
Pandang persamaan diferensial (1.9), dengan syarat awal 𝑡 = 0 ⇒ 𝑁 = 𝑁0. Maka
𝑃𝑁 0 = 1 ;𝑏𝑖𝑙𝑎 𝑁 = 𝑁0
0 ;𝑏𝑖𝑙𝑎 𝑁 ≠ 𝑁0
(2.1)
Dapat dihilangkan untuk Δ𝑡 yang sangat kecil
11
Karena diasumsikan tidak ada kematian, maka diperoleh :
𝑃𝑁0−1 𝑡 = 0 ; ∀𝑡 ≥ 0; 𝒕 ∈ ℝ (2.2)
3.2.1. Mencari 𝑷𝑵𝟎 𝒕 ; 𝒕 ≥ 𝟎; 𝒕 ∈ ℝ
Dari persamaan (1.9) ambil 𝑁 = 𝑁0, dan dengan memasukkan persamaan 2.2
maka diperoleh :
𝑑𝑃𝑁0 𝑡
𝑑𝑡= 𝜆 𝑁0 − 1 𝑃𝑁0−1 𝑡 − 𝜆𝑁0𝑃𝑁0
𝑡 (2.3)
⇔𝑑𝑃𝑁0
𝑡
𝑑𝑡= −𝜆𝑁0𝑃𝑁0
𝑡
⇔𝑑𝑃𝑁0
𝑡
𝑃𝑁0 𝑡
= −𝜆𝑁0𝑑𝑡
⇔ 𝑑𝑃𝑁0
𝑡
𝑃𝑁0 𝑡
= − 𝜆𝑁0𝑑𝑡
⇔ 𝑙𝑛𝑃𝑁0 𝑡 = −𝜆𝑁0𝑡 + 𝑐
⇔ 𝑃𝑁0 𝑡 = 𝑒−𝜆𝑁0𝑡+𝑐 = 𝑒𝑐𝑒−𝜆𝑁0𝑡
Dari persamaan (2.1), syarat awal 𝑃𝑁0 0 = 1, sehingga diperoleh 𝑒𝑐 = 1. Jadi
solusi masalah syarat awalnya adalah :
𝑃𝑁0 𝑡 = 𝑒−𝜆𝑁0𝑡 ; 𝑡 ≥ 0; 𝑡 ∈ ℝ (2.4)
3.2.2. Menghitung 𝑷𝑵𝟎+𝟏 𝒕 ; 𝒕 ≥ 𝟎; 𝒕 ∈ ℝ
Dari (1.9) pandang persamaan diferensial
𝑑𝑃𝑁0+1 𝑡
𝑑𝑡+ 𝜆(𝑁0 + 1)𝑃𝑁0+1 𝑡 = 𝜆𝑁0𝑃𝑁0
𝑡 (2.5)
Dari (2.4) dan (2.5) akan ditentukan solusi persamaan diferensial :
𝑑𝑃𝑁0+1(𝑡)
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 1 𝑃𝑁0+1 𝑡 = 𝜆𝑁0𝑒
−𝜆𝑁0(𝑡) (2.6)
Solusi umum :
𝑃𝑁0 +1 𝑡 = 𝑒− 𝜆 𝑁0+1 𝑑𝑡 𝜆𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡𝑒 𝜆 𝑁0+1 𝑑𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
12
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +1 𝑡 𝜆𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡𝑒𝜆 𝑁0 +1 𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +1 𝑡 𝜆𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡+𝜆𝑁0𝑡+𝜆𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +1 𝑡 𝜆𝑁0𝑒𝜆𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +1 𝑡 𝜆𝑁0𝑒
𝜆𝑡
𝜆+ 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +1 𝑡 𝑁0𝑒𝜆𝑡 + 𝑐
= 𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡−𝜆𝑡+𝜆𝑡 + 𝑐𝑒−𝜆 𝑁0+1 𝑡
= 𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡 + 𝑐𝑒−𝜆 𝑁0 +1 𝑡
Dari persamaan (2.1) diperoleh syarat awalnya adalah 𝑃𝑁0+1 0 = 0, sehingga
𝑃𝑁0 +1 0 = 0 ⟺ 𝑁0𝑒−𝜆𝑁0 (0) + 𝑐𝑒−𝜆 𝑁0 +1 (0) = 0 ⟺ 𝑁0 + 𝑐 = 0 ⟺ 𝑐 = −𝑁0
Diperoleh solusi masalah syarat awal
𝑃𝑁0 +1 𝑡 = 𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡 − 𝑁0𝑒
−𝜆 𝑁0 +1 𝑡
𝑃𝑁0 +1 𝑡 = 𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡 − 𝑁0𝑒
−𝜆𝑁0𝑡𝑒−𝜆𝑡
𝑃𝑁0 +1 𝑡 = 𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 ; 𝑡 ≥ 0; 𝑡 ∈ ℝ (2.7)
3.2.3. Menghitung 𝑷𝑵𝟎+𝟐(𝒕) dan 𝑷𝑵𝟎+𝒋(𝒕); 𝒕 ≥ 𝟎; 𝒕 ∈ ℝ
Pandang persamaan diferensial
𝑑𝑃𝑁0+2(𝑡)
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 2 𝑃𝑁0+2 𝑡 = 𝜆 𝑁0 + 1 𝑃𝑁0+1 𝑡 (2.8)
Dengan syarat awal 𝑃𝑁0+2 0 = 0. Dari (2.7) dan (2.8) persamaan diferensial
menjadi
𝑑𝑃𝑁0+2(𝑡)
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 2 𝑃𝑁0+2 𝑡 = 𝜆 𝑁0 + 1 𝑁0𝑒
−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 (2.9)
sehingga solusi umumnya adalah
𝑃𝑁0 +2 𝑡 = 𝑒− 𝜆 𝑁0+2 𝑑𝑡 𝜆(𝑁0 + 1)𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 𝑒 𝜆 𝑁0+2 𝑑𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +2 𝑡 𝜆(𝑁0 + 1)𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 𝑒𝜆 𝑁0+2 𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
13
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +2 𝑡 𝜆(𝑁0 + 1)𝑁0 1 − 𝑒−𝜆𝑡 𝑒−𝜆𝑁0𝑡𝑒𝜆𝑁0𝑡𝑒2𝜆𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +2 𝑡 𝜆(𝑁0 + 1)𝑁0 1 − 𝑒−𝜆𝑡 𝑒2𝜆𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +2 𝑡 𝜆𝑁0(𝑁0 + 1) (𝑒2𝜆𝑡 − 𝑒−𝜆𝑡 𝑒2𝜆𝑡 )𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +2 𝑡 𝜆𝑁0(𝑁0 + 1) (𝑒2𝜆𝑡 − 𝑒𝜆𝑡 )𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +2 𝑡 𝜆𝑁0(𝑁0 + 1) 1
2𝜆𝑒2𝜆𝑡 −
1
𝜆𝑒𝜆𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +2 𝑡 𝜆𝑁0(𝑁0 + 1)
12𝑒2𝜆𝑡 − 𝑒𝜆𝑡
𝜆+ 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0+2 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1) 1
2𝑒2𝜆𝑡 − 𝑒𝜆𝑡 + 𝑐 (2.10)
Karena syarat awal 𝑃𝑁0+2 0 = 0, maka :
0 = 𝑒0 𝑁0(𝑁0 + 1) 1
2𝑒0 − 𝑒0 + 𝑐
0 = −1
2𝑁0(𝑁0 + 1) + 𝑐
𝑐 =1
2𝑁0(𝑁0 + 1)
Sehingga persamaan 2.10 akan menjadi :
𝑃𝑁0 +2 𝑡 = 𝑒−𝜆 𝑁0+2 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1)(1
2𝑒2𝜆𝑡 − 𝑒𝜆𝑡 ) +
1
2𝑁0(𝑁0 + 1)
= 𝑁0(𝑁0 + 1)𝑒−𝜆 𝑁0+2 𝑡 1
2𝑒2𝜆𝑡 − 𝑒𝜆𝑡 +
1
2
= 𝑁0(𝑁0 + 1)𝑒−𝜆 𝑁0+2 𝑡 𝑒2𝜆𝑡 − 2𝑒𝜆𝑡 + 1
2
=𝑁0(𝑁0 + 1)
2𝑒−𝜆 𝑁0 +2 𝑡 𝑒2𝜆𝑡 − 2𝑒𝜆𝑡 + 1
=𝑁0(𝑁0 + 1)
2𝑒−𝜆 𝑁0 +2 𝑡 𝑒2𝜆𝑡 − 2𝑒2𝜆𝑡𝑒−𝜆𝑡 + 𝑒2𝜆𝑡𝑒−2𝜆𝑡
=𝑁0(𝑁0 + 1)
2𝑒−𝜆 𝑁0 +2 𝑡𝑒2𝜆𝑡 1 − 2𝑒−𝜆𝑡 + 𝑒−2𝜆𝑡
14
=𝑁0(𝑁0 + 1)
2𝑒−𝜆𝑁0𝑡𝑒−2𝜆𝑡 𝑒2𝜆𝑡 1 − 2𝑒−𝜆𝑡 + 𝑒−2𝜆𝑡
𝑃𝑁0 +2 𝑡 =𝑁0(𝑁0 + 1)
2𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
2; 𝑡 ≥ 0; 𝑡 ∈ ℝ (2.11)
Sehingga secara induktif diperoleh solusi untuk 𝑃𝑁0+𝑗 𝑡 ; 𝑗 ∈ 𝑁 adalah :
𝑃𝑁0 +𝑗 𝑡 =𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑗 − 1)
𝑗!𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑗;∀𝑗 = 1,2,3,…
Untuk pembuktiannya, dapat dilakukan dengan induksi matematika:
(i) Untuk 𝑗 = 1,
𝑃𝑁0+1 𝑡 =𝑁0 … (𝑁0 + 1 − 1)
1!𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
1
𝑃𝑁0+1 𝑡 = 𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 … (benar)
(ii) Asumsikan benar untuk 𝑗 = 𝑘, yaitu
𝑃𝑁0 +𝑘 𝑡 =𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘 − 1)
𝑘!𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘
(iii) Akan dibuktikan benar untuk 𝑗 = 𝑘 + 1, yaitu
𝑃𝑁0 +𝑘+1 𝑡 =𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘 + 1 !𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘+1
Dari persamaan (1.9) didapat :
𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡+ 𝜆𝑁𝑃𝑁 𝑡 = 𝜆 𝑁 − 1 𝑃𝑁−1 𝑡
𝑑𝑃𝑁0+𝑘+1 𝑡
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 𝑘 + 1 𝑃𝑁0+𝑘+1 𝑡 = 𝜆 𝑁0 + 𝑘 + 1 − 1 𝑃𝑁0+𝑘+1−1 𝑡
𝑑𝑃𝑁0+𝑘+1 𝑡
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 𝑘 + 1 𝑃𝑁0+𝑘+1 𝑡 = 𝜆 𝑁0 + 𝑘 𝑃𝑁0+𝑘 𝑡
𝑑𝑃𝑁0+𝑘+1 𝑡
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 𝑘 + 1 𝑃𝑁0+𝑘+1 𝑡
= 𝜆 𝑁0 + 𝑘 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘 − 1)
𝑘! 𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘
𝑑𝑃𝑁0+𝑘+1 𝑡
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 𝑘 + 1 𝑃𝑁0+𝑘+1 𝑡
= 𝜆𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘! 𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘
Dengan menggunakan teknik faktor integrasi, maka solusinya adalah
15
𝑃𝑁0 +𝑘+1 𝑡 =𝑒− 𝜆 𝑁0+𝑘+1 𝑑𝑡 𝜆
𝑁0 (𝑁0+1)…(𝑁0+𝑘)
𝑘 ! 𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 −
𝑒−𝜆𝑡 𝑘 𝑒 𝜆 𝑁0+𝑘+1 𝑑𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +𝑘+1 𝑡 𝜆𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘! 𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1
− 𝑒−𝜆𝑡 𝑘𝑒𝜆 𝑁0+𝑘+1 𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +𝑘+1 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘! 𝜆 𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1
− 𝑒−𝜆𝑡 𝑘 𝑒𝜆 𝑁0+𝑘+1 𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +𝑘+1 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘! 𝜆 𝑒−𝜆𝑁0𝑡𝑒𝜆𝑁0𝑡𝑒𝜆𝑘𝑡 𝑒𝜆𝑡 1
− 𝑒−𝜆𝑡 𝑘 𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +𝑘+1 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘! 𝜆 𝑒𝜆𝑡 (𝑒𝜆𝑡)𝑘 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘 𝑑𝑡
+ 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +𝑘+1 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘! 𝜆 𝑒𝜆𝑡 𝑒𝜆𝑡(1 − 𝑒−𝜆𝑡 )
𝑘 𝑑𝑡
+ 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +𝑘+1 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘! 𝑒𝜆𝑡 − 1
𝑘 𝜆𝑒𝜆𝑡𝑑𝑡 + 𝑐
= 𝑒−𝜆 𝑁0 +𝑘+1 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘! 𝑒𝜆𝑡 − 1
𝑘 𝑑( 𝑒𝜆𝑡 − 1)
+ 𝑐
𝑃𝑁0 +𝑘+1 𝑡 = 𝑒−𝜆 𝑁0 +𝑘+1 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘!
𝑒𝜆𝑡 − 1 𝑘+1
𝑘 + 1+ 𝑐 (2.12)
16
Dengan syarat awal 𝑃𝑁0+𝑘+1 0 = 0, maka
𝑃𝑁0 +𝑘+1 0 = 1 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘!
1 − 1 𝑘+1
𝑘 + 1+ 𝑐
⇔ 0 = 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘! 0 + 𝑐 ⇔ 𝑐 = 0
Sehingga persamaan (2.12) akan menjadi
𝑃𝑁0 +𝑘+1 𝑡 = 𝑒−𝜆 𝑁0 +𝑘+1 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘!
𝑒𝜆𝑡 − 1 𝑘+1
𝑘 + 1
= 𝑒−𝜆𝑁0𝑡𝑒−𝜆 𝑘+1 𝑡 𝑁0(𝑁0 + 1)… (𝑁0 + 𝑘)
𝑘 + 1 ! 𝑒𝜆𝑡 − 1
𝑘+1
=𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘 + 1 !𝑒−𝜆𝑁0𝑡 𝑒−𝜆𝑡
𝑘+1 𝑒𝜆𝑡 − 1
𝑘+1
=𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘 + 1 !𝑒−𝜆𝑁0𝑡 𝑒−𝜆𝑡 (𝑒𝜆𝑡 − 1)
𝑘+1
𝑃𝑁0 +𝑘+1 𝑡 =𝑁0 (𝑁0+1)…(𝑁0+𝑘)
𝑘+1 !𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘+1… (terbukti)
Jadi rumus umum fungsinya adalah
𝑃𝑁0 +𝑗 𝑡 =𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑗 − 1)
𝑗!𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑗;∀𝑗 = 1,2,3,… (2.13)
Atau lebih sederhana dapat ditulis
𝑃𝑁0 +𝑗 𝑡 = 𝑁0 + 𝑗 − 1𝑁0 − 1
𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 𝑗; ∀𝑗 = 0,1,2,3,… ; 𝑡 ≥ 0; 𝑡 ∈ ℝ
3.3. Grafik Fungsi 𝑷𝑵𝟎+𝒋(𝒕)
Grafik fungsi dari 𝑃𝑁0+𝑗 𝑡 ; ∀𝑗 = 0,1,2,3,… akan dijelaskan dan sebagai berikut.
17
3.3.1. Grafik Fungsi 𝑷𝑵𝟎 𝒕 = 𝒆−𝝀𝑵𝟎𝒕; 𝒕 ≥ 𝟎
Dalam grafik fungsi 𝑃𝑁0 𝑡 = 𝑒−𝜆𝑁0𝑡 , nilai 𝑁0 merupakan besar populasi awal dan 𝜆
merupakan angka pertumbuhan (probabilitas terjadinya satu kelahiran per satuan
waktu), sehingga hasil kali 𝑁0𝜆 merupakan bilangan positif. Untuk 𝑡 = 0 nilai dari
𝑃𝑁0 𝑡 = 𝑒0 = 1, ini jelas karena besar populasi saat waktu awal adalah 𝑁0, dan
untuk 𝑡 > 0 nilai 𝑃𝑁0 𝑡 akan terus turun sehingga untuk 𝑡 → ∞ nilai 𝑃𝑁0
𝑡 → 0.
Grafik fungsi 𝑃𝑁0 𝑡 = 𝑒−𝜆𝑁0𝑡 dapat disajikan dalam gambar berikut :
3.3.2. Grafik Fungsi 𝑷𝑵𝟎+𝟏 𝒕 = 𝑵𝟎𝒆−𝝀𝑵𝟎𝒕[𝟏 − 𝒆−𝝀𝒕]; 𝒕 ≥ 𝟎
Dalam grafik fungsi 𝑃𝑁0 +1 𝑡 = 𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡[1 − 𝑒−𝜆𝑡 ], untuk 𝑡 = 0 nilai 𝑃𝑁0 +1 = 0
dan untuk 𝑡 → ∞ nilai 𝑃𝑁0 +1 → 0. 𝑃𝑁0 +1(𝑡) memiliki titik puncak saat nilai 𝑡
memenuhi persamaan 𝑑𝑃𝑁0+1 𝑡
𝑑𝑡= 0. Untuk mencari titik puncaknya, lihat kembali
persamaan (2.5) yaitu
𝑑𝑃𝑁0+1(𝑡)
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 1 𝑃𝑁0+1 𝑡 = 𝜆𝑁0𝑃𝑁0
𝑡
⇔𝑑𝑃𝑁0 +1(𝑡)
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 1 𝑁0𝑒
−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 = 𝜆𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡
𝑡
𝑃𝑁0(𝑡)
Gambar 2. Grafik Fungsi 𝑃𝑁0(𝑡)
18
⇔ 0 + 𝜆 𝑁0 + 1 𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 = 𝜆𝑁0𝑒
−𝜆𝑁0 1
⇔𝜆 𝑁0 + 1 𝑁0𝑒
−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝜆𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡
= 1
⇔ 𝑁0 + 1 1 − 𝑒−𝜆𝑡 = 1
⇔ 1 − 𝑒−𝜆𝑡 =1
𝑁0 + 1
⇔ 𝑒−𝜆𝑡 = 1 −1
𝑁0 + 1
⇔ 𝑒−𝜆𝑡 =𝑁0 + 1 − 1
𝑁0 + 1
⇔ 𝑒−𝜆𝑡 =𝑁0
𝑁0 + 1
⇔ 𝑒𝜆𝑡 =𝑁0 + 1
𝑁0
⇔ 𝜆𝑡 = 𝑙𝑛 𝑁0 + 1
𝑁0
⇔ 𝑡1 =1
𝜆𝑙𝑛
𝑁0 + 1
𝑁0
Sehingga grafik fungsi 𝑃𝑁0 +1(𝑡) dapat disajikan dalam gambar berikut.
𝑡1
𝑡
𝑃𝑁0+1(𝑡)
Gambar 3. Grafik Fungsi 𝑃𝑁0 +1(𝑡)
19
3.3.3. Grafik Fungsi 𝑷𝑵𝟎+𝟐 𝒕 =𝑵𝟎(𝑵𝟎+𝟏)
𝟐𝒆−𝝀𝑵𝟎𝒕 𝟏 − 𝒆−𝝀𝒕
𝟐
Dalam grafik fungsi 𝑃𝑁0 +2 𝑡 =𝑵𝟎(𝑵𝟎+𝟏)
𝟐𝑒−𝜆𝑁0𝑡[1 − 𝑒−𝜆𝑡 ]2, untuk 𝑡 = 0 nilai
𝑃𝑁0 +2 = 0 dan untuk 𝑡 → ∞ nilai 𝑃𝑁0 +2 → 0. 𝑃𝑁0 +2(𝑡) memiliki titik puncak saat
nilai 𝑡 memenuhi persamaan 𝑑𝑃𝑁0+1 𝑡
𝑑𝑡= 0. Untuk mencari titik puncaknya, lihat
kembali persamaan (2.5) yaitu
𝑑𝑃𝑁0+2(𝑡)
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 2 𝑃𝑁0+2 𝑡 = 𝜆(𝑁0 + 1)𝑃𝑁0+1 𝑡
⇔𝑑𝑃𝑁0 +2(𝑡)
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 2
𝑁0(𝑁0 + 1)
2𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
2
= 𝜆(𝑁0 + 1)𝑁0𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
⇔ 0 + 𝜆𝑁0 𝑁0 + 1 𝑁0 + 2
2𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
2= 𝜆𝑁0(𝑁0 + 1)𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
⇔𝜆𝑁0 𝑁0 + 1 𝑁0 + 2
2 𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 2
𝜆𝑁0(𝑁0 + 1)𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 = 1
⇔ 𝑁0 + 2
2 1 − 𝑒−𝜆𝑡 = 1
⇔ 1 − 𝑒−𝜆𝑡 =2
𝑁0 + 2
⇔ 𝑒−𝜆𝑡 = 1 −2
𝑁0 + 2
⇔ 𝑒−𝜆𝑡 =𝑁0 + 2 − 2
𝑁0 + 2
⇔ 𝑒−𝜆𝑡 =𝑁0
𝑁0 + 2
⇔ 𝑒𝜆𝑡 =𝑁0 + 2
𝑁0
⇔ 𝜆𝑡 = 𝑙𝑛 𝑁0 + 2
𝑁0
⇔ 𝑡2 =1
𝜆𝑙𝑛
𝑁0 + 2
𝑁0
20
Sehingga grafik fungsi 𝑃𝑁0 +2(𝑡) dapat disajikan dalam gambar berikut.
3.3.4. Grafik Fungsi 𝑷𝑵𝟎 𝒕 , 𝑷𝑵𝟎+𝟏 𝒕 , 𝑷𝑵𝟎+𝟐 𝒕 , dan seterusnya
Jadi secara induktif titik puncak grafik fungsi
𝑃𝑁0 +𝑗 𝑡 =𝑁0 (𝑁0+1)…(𝑁0 +𝑗−1)
𝑗 !𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑗;∀𝑗 = 1,2,3, … adalah 𝑡𝑗 =
1
𝜆ln
𝑁0+𝑗
𝑁0 . Untuk pembuktiannya dapat dilakukan dengan induksi matematika.
(i) Untuk 𝑗 = 1,
𝑡1 =1
𝜆𝑙𝑛
𝑁0 + 1
𝑁0
Telah terbukti bahwa titik puncak grafik 𝑃𝑁0+1 𝑡 adalah 𝑡1 =1
𝜆𝑙𝑛
𝑁0 +1
𝑁0 .. (benar)
(ii) Asumsikan benar untuk 𝑗 = 𝑘, yaitu
𝑡𝑘 =1
𝜆𝑙𝑛
𝑁0 + 𝑘
𝑁0
(iii) Akan dibuktikan benar untuk 𝑗 = 𝑘 + 1, yaitu
𝑡𝑘+1 =1
𝜆𝑙𝑛
𝑁0 + 𝑘 + 1
𝑁0
𝑡2
𝑡
𝑃𝑁0+2(𝑡)
Gambar 4. Grafik Fungsi 𝑃𝑁0 +2(𝑡)
21
𝑑𝑃𝑁0+𝑘+1(𝑡)
𝑑𝑡+ 𝜆 𝑁0 + 𝑘 + 1
𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘 + 1 !𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘+1
= 𝜆(𝑁0 + 𝑘)𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘 − 1)
𝑘!𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘
⇔ 0 + 𝜆 𝑁0 + 𝑘 + 1 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘 + 1 !𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘+1
= 𝜆(𝑁0 + 𝑘)𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘 − 1)
𝑘!𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘
⇔ 𝜆 𝑁0 + 𝑘 + 1
(𝑘 + 1)
𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘!𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘 1 − 𝑒−𝜆𝑡
= 𝜆𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘!𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝑘
⇔𝜆 𝑁0 + 𝑘 + 1
(𝑘 + 1)𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘! 𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 𝑘 1 − 𝑒−𝜆𝑡
𝜆𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑘)
𝑘!𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 𝑘
= 1
⇔ 𝑁0 + 𝑘 + 1
(𝑘 + 1) 1 − 𝑒−𝜆𝑡 = 1
⇔ 1 − 𝑒−𝜆𝑡 = 𝑘 + 1
(𝑁0 + 𝑘 + 1)
⇔ 𝑒−𝜆𝑡 = 1 − 𝑘 + 1
(𝑁0 + 𝑘 + 1)
⇔ 𝑒−𝜆𝑡 = 𝑁0 + 𝑘 + 1 − 𝑘 − 1
(𝑁0 + 𝑘 + 1)
⇔ 𝑒−𝜆𝑡 =𝑁0
(𝑁0 + 𝑘 + 1)
⇔ 𝑒𝜆𝑡 =(𝑁0 + 𝑘 + 1)
𝑁0
⇔ 𝜆𝑡 = 𝑙𝑛 𝑁0 + 𝑘 + 1
𝑁0
⇔ 𝑡𝑘+1 =1
𝜆𝑙𝑛
𝑁0+𝑘+1
𝑁0 …….(terbukti)
Sehingga rumus untuk titik puncak grafik 𝑃𝑁0+𝑗 𝑡 adalah 𝑡𝑗 =1
𝜆ln
𝑁0+𝑗
𝑁0 .
Maka diperoleh hubungan 𝑡1 < 𝑡2 < 𝑡3 < dan seterusnya.
22
Jadi grafik fungsi 𝑃𝑁0 𝑡 , 𝑃𝑁0+1 𝑡 , 𝑃𝑁0+2 𝑡 , dan seterusnya, dapat disajikan dalam
gambar berikut.
3.4. Contoh Soal
Diketahui populasi suatu spesies pada awal tahun 2013 adalah 100 individu. Jika diketahui
angka pertumbuhan per individu (𝜆) adalah 0,05 dan diasumsikan terjadi proses kelahiran
murni. Tentukanlah :
1. Fungsi probabilitas besar populasi tersebut 103 individu, saat waktu 𝑡 tahun ?
2. Berapakah probabilitas besar populasi tersebut 103 individu, saat waktu 6 bulan ?
3. Saat kapan probabilitas besar populasi tersebut 103 individu maksimum ?
Penyelesaian:
𝑁0 = 100, 𝜆 = 0,05, 𝑃𝑁0+3 𝑡 = ?, 𝑃𝑁0+3 0,5 = ?, 𝑡3 = ?
Karena nilai 𝑁0 dan 𝜆 telah diketahui serta terjadi proses kelahiran murni, maka dapat
langsung digunakan rumus sebelumnya.
𝑡2
𝑃𝑁0+2(𝑡)
𝑡1
𝑃𝑁0+1(𝑡)
𝑃𝑁0+3(𝑡)
𝑡3
𝑡
𝑃𝑁0(𝑡)
Gambar 5. Grafik Fungsi 𝑃𝑁0(𝑡), 𝑃𝑁0+1(𝑡), 𝑃𝑁0+2(𝑡), dan seterusnya
23
1. 𝑃𝑁0+3 𝑡 =𝑁0 (𝑁0+1)(𝑁0+2)
3!𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡
3
⇔ 𝑃103 𝑡 =100(101)(102)
6𝑒− 0,05 (100)𝑡 1 − 𝑒−0,05𝑡 3
⇔ 𝑃103 𝑡 = 171700𝑒−5𝑡 1 − 𝑒−0,05𝑡 3
2. 𝑃103 0,5 = 171700𝑒−5(0,5) 1 − 𝑒−0,05(0,5) 3
⇔ 𝑃103 0,5 = 171700𝑒−2,5 1 − 𝑒−0,025 3
⇔ 𝑃103 0,5 = 0,21213 ≈ 21%
3. 𝑡3 =1
𝜆ln
𝑁0+3
𝑁0
⇔ 𝑡3 =1
0,05ln
100 + 3
100
⇔ 𝑡3 = 20 ln 103
100
⇔ 𝑡3 = 0,591 tahun
24
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Model Probabilitas Proses
Kelahiran Murni memiliki bentuk persamaan diferensial biasa, yaitu
𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡+ 𝜆𝑁𝑃𝑁 𝑡 = 𝜆 𝑁 − 1 𝑃𝑁−1 𝑡
dan bentuk umum Fungsi Probabilitas suatu populasi sebesar 𝑁0 + 𝑗 pada suatu waktu 𝑡
adalah
𝑃𝑁0+𝑗 𝑡 = 𝑁0 + 𝑗 − 1𝑁0 − 1
𝑒−𝜆𝑁0𝑡 1 − 𝑒−𝜆𝑡 𝑗; ∀𝑗 = 0,1,2,3,…
dengan 𝑁0 adalah besar populasi awal saat 𝑡 = 0 dan 𝜆 adalah laju/angka pertumbuhan,
yaitu probabilitas terjadinya satu kelahiran per satuan waktu.
Serta untuk grafik fungsi 𝑃𝑁0+𝑗 𝑡 ;∀𝑗 = 1,2,3, … adalah
Yang memiliki titik puncak saat 𝑡𝑗 , yaitu
𝑡𝑗 =1
𝜆ln
𝑁0 + 𝑗
𝑁0 ; ∀𝑗 = 0,1,2,3,…
𝑡2
𝑃𝑁0+2(𝑡)
𝑡1
𝑃𝑁0+1(𝑡)
𝑃𝑁0+3(𝑡)
𝑡3
𝑡
𝑃𝑁0(𝑡)
Gambar 6. Grafik Fungsi Probabilitas
25
Sehingga dengan mengetahui populasi awal suatu individu, angka pertumbuhan
serta proses kelahiran murni maka dapat dicari probabilitas saat besar populasi 𝑁0 + 𝑗 pada
suatu waktu 𝑡.
4.2. Saran
Saran yang dapat diberikan penulis adalah agar pembaca dapat mengembangkan
isi makalah ini, seperti fungsi probabilitas yang didapat terakhir diekmbangkan dalam
statistika matematika yang memiliki rata-rata (Mean), Ragam/ varians dan sebagainya.
Serta pembaca mampu mencoba untuk menyusun pemodelan probabilitas proses kematian
murni, sehingga nanti dengan berbagai analisis diharapkan dapat dikombinasikan dengan
probabilitas proses kealhiran murni ini. Dengan demikian dapat menghitung dengan lebih
nyata probabilitas besar populasi pada waktu tertentu.
26
DAFTAR PUSTAKA
Anny. 2010. Proposal Penelitian Anny. http://annymath.files.wordpress.com/2010/12/proposal-
penelitian-anny.pdf: diakses tanggal 5 Juni 2013
Awallysa. 2012. Binomial Newton. http:// awallysa246.files.wordpress.com/2012/01/binomial-
newton.pptx : diakses tanggal 7 Juni 2013
Gede, Suweken. 2005. Buku Ajar Persamaan Diferensial Biasa. Singaraja: FP-MIPA IKIP
Negeri Singaraja.
Sugiatno. 2012. Makalah Binomial Newton. http://sugiatnoriot.blogspot.com/2012/10/makalah-
binomial-newton.html: diakses tanggal 7 Juni 2013
Widodo. 2008. Pengantar Model Matematika Bidang Biologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
27
PROGRAM UNTUK MENGHITUNG PROBABILITAS KELAHIRAN
MURNI SATU SPESIES
(dengan menggunakan Turbo Pascal)
program AGUS_DAR;
uses winCrt;
var p0, l, t, q, r,e,n0, n, v, w, tp :real;
i,j,m, k,fak :integer;
y : array[0..100]of real;
begin
{input}
write(' j = ');
readln (j);
write (' n0 = ');
readln(m);
write (' lamda = ');
readln(l);
write (' t = ');
readln (t);
{proses}
{j faktorial}
fak:=1;
for i:= 1 to j do
begin
fak:=fak*i;
end;
{perkalian n0 sampai n0+j-1}
n:=1;
for i:= m to m+j-1 do
begin
n:=n*i;
end;
28
{nilai-nilai ekponen}
r:= (-1*l*m*t) ;
q:= 1-exp(-l*t);
e:= exp(r);
w:=1;
for k:=1 to j do
begin
y[k]:=q;
w:=w*y[k];
end;
{p0}
p0:= (n/fak)*e*w;
{titik puncak tj}
tp := (1/l)*ln((m+j)/m);
{cetak}
writeln(' ') ;
writeln(' ');
write(j ,' faktorial = ',fak );
writeln('');
writeln(' N0 = ', n);
writeln('');
writeln(' eksponen (1-e) = ', q);
writeln('');
writeln(' eksponen (e) = ', e);
writeln('');
writeln(' ekponen pangkat j = ', w);
writeln('');
writeln(' P0 = ',p0 );
writeln('');
writeln(' titik puncak = ',tp);