bab i kasus anastesi dr. alkrisno zubaidah

28
BAB I PENDAHULUAN Penderita bernama Nn. IR dengan usia 16 tahun datang ke Bagian Anastesi dari Bangsal Bedah RSUD Raden Mattaher pada tanggal 5 Juli 2010. Dari hasil pemeriksaan ditegakkan diagnosa FAM bilateral. Pada saat pemeriksaan Pra Anastesi tidak ditemukan kelainan berarti yang dapat mengganggu proses Anastesi. Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada saat pra anastesi didapatkan pasien termasuk status ASA I. Setelah pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan Anastesi Umum. Operasi direncanakan pada tanggal 6 Juli 2010 jam 09.00 WIB dan akan dilakukan oleh ahli Bedah : Dr. Riadi Ali, Sp.B (Onk). Ahli Anastesi oleh Dr.Isrun Masari Sp.AN. 1

Upload: rama-dhani-nerazzurri

Post on 11-Jul-2016

26 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ddd

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

BAB I

PENDAHULUAN

Penderita bernama Nn. IR dengan usia 16 tahun datang ke Bagian Anastesi dari

Bangsal Bedah RSUD Raden Mattaher pada tanggal 5 Juli 2010. Dari hasil pemeriksaan

ditegakkan diagnosa FAM bilateral. Pada saat pemeriksaan Pra Anastesi tidak ditemukan

kelainan berarti yang dapat mengganggu proses Anastesi. Dari hasil pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang pada saat pra anastesi didapatkan pasien termasuk status

ASA I. Setelah pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan Anastesi Umum. Operasi

direncanakan pada tanggal 6 Juli 2010 jam 09.00 WIB dan akan dilakukan oleh ahli

Bedah : Dr. Riadi Ali, Sp.B (Onk). Ahli Anastesi oleh Dr.Isrun Masari Sp.AN.

1

Page 2: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

BAB II

STATUS RESUSITASI UNTUK MAHASISWA PSPD UNJA

BAGIAN ANASTESIOLOGI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn.IR

Umur : 16 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

MRS : 5-09-2010

Jam : 18.30 WIB

Ruang : IGD

Berat Badan : 39 kg

ANAMNESIS

Keluhan Utama : ada benjolan di payudara kanan dan kiri

Kronologis : ± sejak 4 bulan SMRS penderita merasakan ada benjolan

di payudaranya, tidak terasa sakit, tetapi dapat digerakkan

dengan tangan. Setelah 2 bulan kemudian penderita

merasakan benjolan tersebut semakin besar, kemudian

penderita pergi berobat ke poli bedah RSUD Raden

Mattaher dan kemudian dianjurkan untuk dioperasi.

Riwayat penyakit dahulu : sesak napas disangkal, alergi obat atay makanan

disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalisata

1. Keadaan Umum : Tampak sakit berat

2. Kesadaran : Coma

3. TD : 60/40 mmHg

4. Pernafasan : 8X/menit

2

Page 3: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

5. Nadi : 50 X/menit

6. Suhu : 36,00C

B. Pemeriksaan Fisik

1. Kepala

Bentuk : Mesosefal

Mata :Conjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, Pupil midriasis

4 mm, reflek cahaya minimal

Leher : JVP (5+1) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)

2. Thorax

Pulmo : Statis dan dinamis simetris, sonor disemua lapangan paru,

Vesikuler melemah, Ronkhi -/-, whezing -/-

Cor : Bj I, II ireguler melemah, murmur (+), Gallop (-)

3. Abdomen : Buncit (hamil), Tegang, hepar dan lien tidak teraba,

redup, bising usus

4. Ekstremitas : Acral dingin, edema pretibial (+) minimal

PEMERIKSAAN PENUNJANG: Tidak dilakukan

DIAGNOSIS : G3P2A0 + suspek kardiomiopati peripartum + Hipotensi

THERAPHY :

- Memasang goedel

- Oksigen sungkup 8 L/menit

- IVFD RL 2 line gtt 60

- Pantau vital sign secara ketat

RESUSITASI

Jam Tindakan Tekanan

Darah

Nadi Respirasi

04.00 - Pasang invus 2 line Tidak dapat Tidak dapat 8X/menit

3

Page 4: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

- O2 sungkup 8L/menit dinilai dinilai

04.05 - pasang goedel suction

- Resusitasi jantung paru (RJP)

- pasang ambubag

60/40 mmHg 50X/menit 6X/menit

04.08 - pasang goedel

- Resusitasi jantung paru (RJP)

- pasang ambubag

55/40 mmHg 50X/menit 4X/menit

04.11 - pasang goedel

- Resusitasi jantung paru (RJP)

- pasang ambubag

55/40 mmHg 50X/menit 4X/menit

04.13 - SA 1 amp IV

- RJP

- pasang ambubag

Tidak dapat

dinilai

Tidak dapat

dinilai

apneu

04.15 - Pupil midriasis maksimal

- EKG flat

Tidak dapat

dinilai

Tidak dapat

dinilai

apneu

BAB III

TEORI DAN PEMBAHASAN

1. Syok Kardiogenik

Penyebab Fisiologik Syok 1

4

Page 5: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

Syok terjadi akibat turunnya curah jantung. Untuk itu, setiap syok yang

mengurangi curah jantung akan menyebabkan syok sirkulasi. Ada dua faktor yang

memperberat penurunan curah jantung ;

a. Kelainan jantung yang menurunkan kemampuan jantung untuk memompa

darah. Kelainan ini meliputi; infark miokardium, keadaan toksik jantung

dan lain-lain.

b. Faktor-faktor yng menurunkan tekanan aliran balik vena. Penyebab paling

sering adalah: penurunan volume darah, penurunan tonus vakular,

obstruksi aliran darah terutama di lintasan aliran balik dari vena ke

jantung.

Pembahasan: pada kasus ini, syok yang terjdi adalah syok akibat menurunya atau

terganggunya kemampuan jantung untuk memompa darah yang disebabkan oleh

penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup.

pada kasus ini tidak terjadi perdarahan sehingga pada keadaan ini volume

intravaskularnya masih cukup.

Tahap-tahap Syok 1

Karena sifat dari syok sirkulasi dapat berubah pada berbagai derajat

keseriusan, maka syok dibagi menjadi tiga tahap utama;

a. Tahap nonprogresif ( tahap kompensasi)

Akibat adanya mekanisme kompensasi, maka tubuh dapat

mengkompensasi sirkulasi mnjadi normal sehingga dapat terjadi

pemulihan sempurna tanpa terapi dari luar.

b. Tahap progresif

Ketika syok semakin memburuk sampai timbulnya kematian.

c. Tahap irreversibel

Ketika syok telah berkembang sedemikian rupa sehingga semua bentuk

terapi tidak mampu lagi menolong penderita, meskipun penderita masih

hidup.

Penilaian klinik untuk menentukan derajat syok

1. Syok ringan

5

Page 6: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit,

lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama

dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap

(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal, atau

hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

2. Syok sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal).

Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti

pada lemak, kulit dan otot. Pda keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang

dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran masih

baik.

3. Syok berat

Perfusi kejantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok

beraksi untuk mnyediakan aliran darah kedua ogan vital. Pada syok lanjut

terjadi vasokonstriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan

asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung

(EKG abnormal, curah jantung menurun)

Pembahasan: jika dilihat dari kesadaran penderita, maka penderita

tergolong kedalam syok berat.

Syok yang disebabkan oleh syok kardiogenik

Pendahuluan1

Pada banyak keadaan setelah terjadi serangan jantung akut dan sering kali

juga setelah periode kerusakan jantung yang berlangsung progresif lambat dan

berkepanjangan, jantung tidak mampu lagi untuk memompa bahkan untuk jumlah

aliran darah yang kecil sekalipun yang dibutuhkan untuk mempertahankan agar

tubuh tetap hidup. Akibatnya seluruh jaringan tubuh mulai menderita dan bahkan

mengalami kerusakan, seringkali menimbulkan kematian dalam waktu beberapa

jam sampai beberapa hari. Sistem gangguan kardiovaskular pun mengalami

gangguan akibat hilangnya nutrisi, dan hal ini, juga brsama dengan sisa bagian

tubuh yang ada, menjadi rusak, jadi mempercepat kematian. Sindrom syok

sirkulasi yang disebabkan oleh pemompaan jantung yang tidak adekuat disebut

6

Page 7: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

syok kardiogenik atau secara sederhana syok jantung. Kadang-kadang keadaan ini

sindrom kegagalan kekuatan. Sekali seseorang mengalami syok kardiogenik nilai

harapan hidupnya, meskipun dengan terapi yang terbaik sekalipun, biasanya

kurang dari 15%.buku fisiologi

Definisi Syok Kardiogenik2

Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah

jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat

mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel

kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri

cukup baik.

Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk

tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah <90 mmHg. Dengan

penurunanya tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang

mngakibatkan konstriksi arteri dan vena sistemik mencakup perubahan status

mental, kulit dingin dan oliguri.

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <90 mmHg

selama lebih dari 1 jam di mana:

Tak responsif dengan pemberian cairan saja

Sekunder terhadap difungsi jantung, atau

Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi indeks kardiak <2,2 l/menit per

m2 dan tkanan baji kapiler paru > 18 mmmHg.

Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah :

Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat >90 mmHg dalam 1 jam

setelah pemberian obat inotropik, dan

Pasie yang meninggal dalam satu jam hipotensi, tetapi memenuhi kriteria

lain syok kardiogenik.

Epidemiologi

Penyebab syok kardiogenik yang terbanyak adalah infark miokard akut,

dimana terjadi sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis. Insidens

syok kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut bervariasi. Hal ini

berhubungan dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut

yang dipakai sangat beragampada berbagai penelitian.

7

Page 8: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan

2,1% pasien infark miokard akut (IMA) non elevasi ST. Median waktu

perkembangan menjadi syok pada pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, dimana

yang tersering adalah 48 jam. Syok sering dijumpai sebagai komplikasi IMA

dengan elevasi ST dari pada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi besar

dinegara maju, pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan

kejadian syok kardiogenik yang berkisar antara 4,2% sampai 7,2%. Tingkat

mortalitas masih tetap tinggi sampai saat ini, berkisar antara 70-100%.

Etiologi

Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan

terjadinya syok. Di antara komplikasi tersebut adalah : ruptur septal ventrikel,

ruptur atau disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang secara keseluruhan

dapat mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik tersebut. Sedangkan infark

ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat

menyebabkan terjdinya syok.

Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kadiogenik adalah

takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibat

disfungsi ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia

supraventrikuler ataupun ventrikuler.

Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari

disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia,

maupun kardiomiopati hipertropik dan restriktif.

Patofisiologi

Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah

depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan

curah jantung, tekann darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi

penurunan kontraktilitas dan curh jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa

vasokonstriksi sistemikyang terjadi sebagai respons dari penurunan curah jantung.

8

Page 9: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard

(MI). Pada pasien pasca IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang

mengakibatkan peninggian kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya

mempunyai efek buruk multiple antara lain:

a. Inhibisi langsung kontraktilitas miokard

b. Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik

c. Efek terhadap metabolisme glukosa

d. Efek proinflamasi

e. Penurunan responsivitas katekolamin

f. Merangsang vasodilatasi sistemik.

Sindrom respons inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah keadaan non

infeksi, antara lain trauma, pintas kardiopulmoner, pankreatitis, dan lluka

bakar. Pasien dengan infark miokard luas sering mengalami peningkatan suhu

tubuh, sel darah putih, komplemen, interleukin dan petanda inflamasi lain. NO

yang disintesis dalam kadar rendah oleh endothelial nitric oxide (eNOS) sel

endotelial dan miokard, merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif.

Manifestasi Klinis

Anamnesis

Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok

kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan

tipikal nyeri dada yang akut, dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat

penyakit jantung koroner sebelumnya.

Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut,

biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai seminggu setelah onset infark

tersebut. Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-

tiba yang menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti jantung.

Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop,

sinkop atau merasakan irama jantung yng berhenti sejenak. Kemudian pasien akan

merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi kesistem saraf pusat.

Pemeriksaaan fisis

9

Page 10: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah

sistolik yang menurun sampai <90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <80 mmHg

pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung

cenderung meningkat sebagai akibat stimulasi simpatis, demikian pula dengan

frekuensi pernafasan yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti diparu.

Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronkhi. Pasien dengan infark

ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi

sangat kecil kemungkinannya menyebabkan kongesti paru.

Sistem kardiovaskuler yang dapat dievaluasi seperti vena-vena dileher

seringkali meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat pada pasien dengan

kardiomiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi

perikardial ataupun temponade. Irama gallop dapat timbul yang menunjukkan

adanya difungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sedangkan regurgitasi mitral atau

defek septal ventrikel, bunyi bising atau murmur yang timbul akan sangat

membantu dokter pemeriksa untuk menentukan kelainan atau komplikasi mekanik

yang ada.

Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan

beberapa tanda-tanda antara lain; pembesaran hati, pulsasi diliver akibat

regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yng sulit

untuk diatasi. Pulsasi arteri diekstremitas perifer akan menurun intensitasnya dan

edema perifer dapat timbul pada gagal jantung kanan. Sianosis dan ekstremitas

yang teraba dingin, menunjukkan terjadinya penurunan perfusi ke jaringan.

Pemeriksaan Penunjang

a. Elektrokardiografi (EKG): Gambaran rekaman EKG dapat membantu

untuk menentukan etiologi dari syok kardiogenik. Misalnya pada IMA

akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut

b. Foto roengent dada: pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan

tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang

berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral

10

Page 11: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

akibat IMA akan tampak gabaran kongesti paru yang tidak disertai

kardiomegali.

c. Ekokardiografi: modalitas pmeriksaan yang non-invasif ini sangat banyak

membantu dalam membuat dignosis dan mencari etiologi dari syok

kardiogenik. Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari

pemeriksaan ini antara lain: penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri

(global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau

regurgitasi) dan lain-lain.

d. Pemeriksaan hemodinamik: penggunaan kateter Swan-ganz untuk

mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru

sangat berguna, khususnya untuk mmastikan diagnosis dan etiologi syok

kardiogenik, serta sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan.

e. Saturasi Oksigen : pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat. Bila

terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel

kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan

dengan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.

Penatalaksanaan

Volume pengisian ventrikel kiri harus dioptimalkan, dan tanpa adanya

bendungan paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 250 ml dapat dilakukan

dalam 10 menit. Oksigenasi adekuat penting, intubasi atau ventilasi harus

dilakukan segera jika ditemukan abnormalitas difusi oksigen. Hipotensi yang terus

berlangsung memicu kegagalan otot pernafasan dan dapat dicegah dengan

pemberian ventilasi mekanis.

Langkah Penatalaksanaan Syok Kardiogenik

Langkah satu. Tindakan resusitasi segera

Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk terapi

definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah

sekuele neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin atau noradrenalin

(norepinefrin), tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan seceppatnya

untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan pada dosis

11

Page 12: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

minimal yang dibutuhkan. Dobutamin dapat dikombinasikan dengan dopamin

dalam dosis sedang atau digunakan tanpa kombinasi pada keadaan low output

tanpa hipotensi yang nyata.

Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan transportasi

jika fasilitas tersedia. Analisis gas darah dan saturasi oksigen harus dimonitor

dengan memberikan countinous positive airway pressure atau ventilasi mekanis

jika ada indikasi. EKG harus dimonitor secara terus menerus, dan peralatan

defibrilator, obat antiaritmia amiodaron dan lidokain harus tersedia.

Langkah 2.Menetukan secara dini anatomi koroner

Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang

berasal dari kegagalan pompa iskemik yang predominan. Pasien dirumah sakit

komunitas harus segera dikirim ke fasilitas pelayanan tersier yang berpengalaman.

Hipotensi diatas segera dengan IABP.

Pembahasan: Berdsarkan teori diatas, maka pada kasus ini penderita mengalami

syok kardiogenik dengan penyebab yang belum dapat dipastikan. Dengan klinis

yang sesuai dan dapat dijelaskan dengan teori yang telah dikemukakn diatas.

2. Kardiomiopti Peripartum3

Ini adalah diagnosis ekslusi dan serupa dengan kardiomiopati dilatasi

idioptik yang terjadi pada orang dewasa tidak hamil. Hubungan kehamilan dengan

kardiomiopati dilatasi ditemukan oleh Virchow dan porak pada tahun 1870.

Walaupun istilah kardiomiopati peripartum telah digunakan secara luas untuk

yang menerangkan wanita yang mengalami gagal jantung peripartum tanpa

etiologi yang jelas. National Heart, Lung, and Blood Institute membentuk suatu

panel pengkajian yang menyimpulkan bahwa penyakit ini adalah suatu keadaan

akut dan bukan penyakit yang sudah ada sebelum kehamilan.

Menurut Faktin dkk. (1999), sepertiga dari kasus kardiomiopati dilatasi

idiopatik diwariskan. Felker dkk. (2000) melakukan biopsi endomiokardiumium

pada 1230 pasien non hamil denngan kardiomiopati yang etologinya belum jelas.

Pada tepat separuh dari kasus-kasus ini dapat ditemukan kausa kardiomiopatinya

dan yang tersering adalah miokardiiumitis. Feldman dan McNamara (2000) baru-

12

Page 13: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

baru ini mengulas keterkaitan ini. Kardiomiopati dilatasi juga dijumpai pada

infksi HIV (Barbaro dkk, 1998). Pada 28 wanita yang dilakukan evaluasi 21 dari

mereka, gagal jantung akhirnya terbukti oleh penyakit jantung hipertensif, stenois

mittral yang secar klinis tenang, kegemukan atau miokardiumitis virus

(Cunningham dkk,1986).

Hipertensi kronik disertai preeklamsia sering menjadi penyebab gagal

jantung pada kehamilan. Pada beberapa kasus, hipertensi ringan yang biasanya

sudah ada tidak terdiagnosis, dan saat timbul preeklamsia, hipertensi ini dapat

menyebabkan gagal jantung peripartu yang tidak dapat dijelaskan. Obesitas adalah

kofaktor umum pada hipertensi kronik, dan keadaan ini dapat menyebabkan atau

ikut serta menimbulkan hipertrofi ventrikel.

Apapun keadaan yang mendasari disfungsi jantung, wanita yang mengalami gagal

jantung peripartum sering menderita penyulit obstetris yang berperan atau

memicu gagal jantung.

Pembahasan: Berdasarkan teori diatas maka keadaan penderita dapat

disebabkan oleh kardiomiopati peripartum oleh karena mengalami gagal jantung

peripartum tanpa etiologi yang jelas dan terjadi secara akut dan bukan penyakit

yang sudah ada sebelum kehamilan.

3. Resusitasi Jantung Paru4

Pendahuluan

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu

usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas dan atau henti jantung (yang

dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian

biologis. Kematian klinis ditandai dengan hilangnya nadi rteri karotis dan arteri

femoralis, terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah atau pernapasan dan

terjadinya penurunan/ kehilangan kesadaran. Kematian biologis dimana kerusakan

otak tak dapat diperbaiki lagi terjadi hanya kurang dari 4 menit setelah kematian

klinis. Oleh karena itu keberhasilan tindakan RJP tergantung pada cepatnya

tindakan da tepatnya teknik pelaksanaannya, walaupun dalam beberapa hal

tergantung pula pada penyebabnya.

13

Page 14: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektf),

antara lain: bila henti jantung (arrest) telah berlangsunglebih dari 5 menit (oleh

karena kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini), pada keganasan

stadium lanjut, payah jantung refrakter, edema paru-paru refrakter, syok yang

mendahului arrest, kelainan neurologik yang berat, serta pada peyakit ginjal, hati

dan paru-paru yang lanjut.

Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti napas.

Umumnya walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut jantung dan

pembuluh darah masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada

henti jantung dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Diltasi pupil mulai terjadi

45 detik setelah aliran darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam

waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini

menandakan sudah 50% kerusakan otak irreversibel.

Penatalaksanaan

Resusitasi jantung paru pada dasarnya dibagi dalam 3 tahap dan pada setiap

tahapan dilakukan tindakan-tindakan pokok yang disususun menurut abjad:

1. Pertolongn dasar (Basic life support)

a. Airway control : membebaskan jalan napas supaya tetap terbuka

dan bersih

b. Breathing support : mempertahankan ventilasi dan oksigenasi paru

secara adekuat.

c. Circulation support : mempertahankan sirkulasi darah dengan cara

memijat jantung.

2. Pertolongan lanjut (Advanced life support)

a. Drug and fluid : pemberian obat-obatan dan cairan

b. Electrocardiography treatment : penentuan irama jantung

c. Fibrillation treatment: mengatasi fibrilasi ventrikel

3. Pertolongan jangka panjang (prolonged life support)

a. Gaunging : memonitor dan mengevaluasi RJP, pemeriksaan dan

penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat tidaknya pasien

diselamatkan dan diteruskan pengobatan

14

Page 15: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

b. Human mentation : penentuan kerusakan otak dan resusitasi serebral

c. Intensive care : perawata intensive jangka panjang.

PERTOLONGAN DASAR (Basic life support)

Tujuan utama dari pertolongan dasar adalah suatu tindakan oksigenasi darurat

untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darahoksigenasi

kejaringan tubuh. Apabila kita dihadapkan pada hilangnya denyut nadi dan

pernapasan bersama-sama, maka selalu didahulukan tindakan airway control,

breathing support, kemudian disusul dengan circulation support.

Airwa control : pembebasan jalan napas dn menjaga agar jalan napas tetap

terbuka dan bersih merupakan hal yang sangat penting dalam RJP.

Caranya:

- Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi telentang dan horizontal,

kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien

harus direndahkan dengan posisi semi lateral untuk memudahkan drainase

lendir, cairan muntah atau benda asing.

- Kepala diekstenikan dengan cara meletakkan satu tangan dibawah leher

pasien dengan sedikit mengangkat leher keatas. Tangan lain diletakkan

pada dahi pasien sambil mendorong ke belakang

- Bila belum berhasil maka posisi penolong sebaiknya berpindah tempat

kepuncak kepala pasien kemudian melakukan triple airway maneuver.

- Jika triple airway maneuver belum berhasil mka perlu dipikirkan adanya

penyumbatan pada jalan napas. Oleh karena itu mulut harus segera dibuka,

dikeluarkan benda padat ddengan tangan , bila ada. Untuk mengeluarkan

benda cair, maka posisi kepala dan bahu direndahkan dengan memirngkan

kepala kesamping.

Penyebab utama obstruksi jalan napas bagian atas adalah lidah yang jatuh

kebelakang dan menutup nasofarings. Selain itu bekuan darah, muntahan, edema

atau trauma dapat juga menyebabkan obstruksi tersebut. Ada 3 cara untuk

membebaska obstruksi jalan napas:

Head tilt : leher diekstensikan sejauh mungkin dengan menggunakan satu tangan

15

Page 16: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

Chin lift : dagu bagian sentral ditarik kedepan dengan menggunakan tangan yang

lain

Jaw thrust : jari indeks dan lainnya ditempatkan pada kedua sisi antara sudut

rahang dan telinga serta rahang ditarik ke depan.

Pada pasien dengn trauma, memutar atau melakukan ekstensi kepala harus

berhati-hati karena dapat memperberat kerusakan tulang belakang, bila ada.

Breathing Support. Merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan

inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi.

Ventilasi buatan dengan tekanan positif jangka panjang sebaiknya dilakukan

melalui intubasi dengan pipa endotrakeal atau dengan trakeostomi.

Setelah dilakukan usaha prtolongan dengan membebaskan jalan napas dan

usaha ventilasi buatan, diperhatikan dada pasien memperlihatkan gerakan naik

turun atau terdengar udara keluar pada waktu ekshalasi. Apakah denyut nadi

teraba atau suara denyutan jantung dan pembuluh darah terdengar dengan

stetoskop. Bila nadi teraba, lanjutkan dengan 12 kali inflasi permenit untuk orang

dewasa dan 20 kali permenit untuk anak-anak.bila nadi tidak teraba mulai dengan

tindakan pijat jantung dan pembuluh darah luar untuk memberikan bantuan

sirkulasi.

Circulation Suppor. Merupakan tindakan resusitasi jantung dalam usaha

mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung, sehinga

kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam batas minimal dapat dipertahankan.

Pijat jantung luar (PJL) dilakukan dengan cara kompresi dinding dada depan

secara teratur yang dilakukan pada akhir inspirasi.

PERTOLONGAN LANJUT (Advanced life support)

Tujuan utama dari pertolongan lanjut adalah untuk mengembaikan sirkulasi

spontan dan stabilitas sistem kardiovaskular, yaitu dengan pemberian cairan dan

obat-obatan. Perlu pula pemeriksaan EKG untuk melihat apakah ada kelainan

jantung.

16

Page 17: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

Drugs.untuk mengembalikan sirkulasi spontan dan stabilitas sistem

cardiovaskular, diberikan cairan dan obat-obatan. Dilakukan pemasangan infus

pada dua tempat yang dilakukan beersamaan dengan mulainya RJP. Bila

mmungkinkan dilakukan pemasangan kateter untuk memonitor cntral venous

ressure (CVP).

Untuk mengatasi hipotensi, diberikan dopamin 200 mg yang dilarutkan

dalam 250-500 ml garam fisiologis. Untuk mengatasi asidosis metabolik yang

biasanya timbul beberapa menit setelah henti jantung, diberikan Na-bikarbonat.

Dosis awal yang dianjurkan adalah 1 mEq/KgBB i.v.

Elektrokardiografi. Pemeriksaan EKG penting untuk melihat apakah pasien

mengalami suatu fibrilasi ventrikel, asistl atau kompleks ventrikuler yang agonal,

dimana pengobatannya berbeda.

Fibrilation Treatment. Untuk mengobati fibrilasi ventrikel dilakukan DC-Shock.

BANTUAN JANGKA PANJANG (prolonged life support)

Gauging. Yakni mengevaluasi dan mengobati penyebabnya serta menilai serta

menilai kembali apakah pasien dapat diselamatkan dan apakah usaha pertolongan

perlu dilanjutkan.

Human mentation. Merupakan tindakan resusitasi lanjut dari otak dan sistem

saraf untuk mencegah terjadinya kelainan neurologik yang menetap.

Intensive care. Merupakan perawatan jangka panjang yaitu bbrupa usaha

mempertahankan homeostasis intrakranial, antara lain dengan mengusahakan agar

fungsi pernafasan, kardiovaskular, metabolik, fungsi ginjal dan hati menjadi

optimal.

BAB IV

KESIMPULAN

17

Page 18: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

1. Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah

jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan

dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena

disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan

dimana fungsi ventrikel kiri cukup baik.

2. Resusitasi cairan dilakukan dengan cepat untuk mengatasi syok akibat

keadaan hemodinamik pasien yang memburuk. Sehingga cairan infus

tepasang 2 line dengan kecepatan tinggi (dicor/diguyur)

3. Resusitasi jantung parupun segera dilakukan karena pasien mengalami

henti jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. 1997

18

Page 19: BAB I Kasus Anastesi Dr. Alkrisno Zubaidah

2. Alwi I, Nasution SA. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. FKUI.

2006

3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC,

Wenstrom KD. Obstetri Williams. Edisi 21. EGC. 2004.

4. Alkatiri J, Bakri S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. FKUI.

2006

19