bab i pendahuluan 1. 1 latar...

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dewasa ini, lingkungan bisnis tengah mengalami perkembangan menuju pembentukan ekonomi industri baru yang dikenal dengan istilah revolusi industri ke-empat atau era industri 4.0. Era industri ini berbasiskan pemanfaatan teknologi digital guna mendukung integrasi secara penuh dan interaktivitas realtime terhadap otomatisasi industri dan proses distribusi. Bahkan pemerintah Jepang sudah mulai bergerak menuju pembentukan era yang lebih maju lagi yang disebut sebagai society 5.0 yaitu suatu masyarakat yang berpusat pada manusia (human- centric society) yang menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dan penyelesaian masalah sosial melalui sistem pengintegrasian ruang maya (cyber space) dan dunia nyata (physical space) (Fukuyama, 2018). Sejalan dengan hal itu, banyak pihak meyakini bahwa keberhasilan penerapan industri 4.0 dan society 5.0 tidak bisa dipisahkan dengan penciptaan knowledge economy / ekonomi pengetahuan (Kolesnichenko, Radyukova, & Pakhomov, 2019). Dalam bahasa yang lebih sederhana, ekonomi pengetahuan merupakan prasyarat pembentukan era industri 4.0 dan society 5.0. Ekonomi pengetahuan merupakan kegiatan ekonomi yang memanfaatkan pengetahuan sebagai faktor utama dalam penciptaan pertumbuhan, dan keunggulan bersaing perusahaan, wilayah, serta negara. Pada tahapan yang paling maju, ekonomi pengetahuan akan menciptakan simbiosis intellectual-innovation economy yakni ekonomi yang mendayagunakan modal intelektual (intellectual capital) dalam rangka

Upload: others

Post on 30-Dec-2019

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Dewasa ini, lingkungan bisnis tengah mengalami perkembangan menuju

pembentukan ekonomi industri baru yang dikenal dengan istilah revolusi industri

ke-empat atau era industri 4.0. Era industri ini berbasiskan pemanfaatan teknologi

digital guna mendukung integrasi secara penuh dan interaktivitas realtime

terhadap otomatisasi industri dan proses distribusi. Bahkan pemerintah Jepang

sudah mulai bergerak menuju pembentukan era yang lebih maju lagi yang disebut

sebagai society 5.0 yaitu suatu masyarakat yang berpusat pada manusia (human-

centric society) yang menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dan

penyelesaian masalah sosial melalui sistem pengintegrasian ruang maya (cyber

space) dan dunia nyata (physical space) (Fukuyama, 2018).

Sejalan dengan hal itu, banyak pihak meyakini bahwa keberhasilan penerapan

industri 4.0 dan society 5.0 tidak bisa dipisahkan dengan penciptaan knowledge

economy / ekonomi pengetahuan (Kolesnichenko, Radyukova, & Pakhomov,

2019). Dalam bahasa yang lebih sederhana, ekonomi pengetahuan merupakan

prasyarat pembentukan era industri 4.0 dan society 5.0. Ekonomi pengetahuan

merupakan kegiatan ekonomi yang memanfaatkan pengetahuan sebagai faktor

utama dalam penciptaan pertumbuhan, dan keunggulan bersaing perusahaan,

wilayah, serta negara. Pada tahapan yang paling maju, ekonomi pengetahuan akan

menciptakan simbiosis intellectual-innovation economy yakni ekonomi yang

mendayagunakan modal intelektual (intellectual capital) dalam rangka

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

2

menghasilkan inovasi-inovasi. Ilustrasi selengkapnya terkait tahap perkembangan

perekonomian menuju society 5.0 bisa dilihat pada gambar berikut ini:

Sumber : Kolesnichenko et al. (2019) dan Fukuyama (2018)

Gambar 1. 1 Tahap Perkembangan Ekonomi Menuju Society 5.0

Tidak hanya pada tataran makro wilayah ataupun negara, pada tataran mikro

perusahaan pun ilmu pengetahuan memainkan peranan penting. Perusahaan tidak

akan dapat memenangkan persaingan jika hanya mengandalkan sumber daya

berwujud (tangible capital) seperti modal finansial ataupun peralatan kerja. Hal

ini pernah disinggung lebih dari satu dekade yang lalu oleh Subramaniam and

Youndt (2005) dengan mengatakan bahwa sumber daya tidak berwujud

(intangible capital) merupakan kunci sukses perusahaan untuk bertahan dalam

lingkungan yang dinamis. Ilmu pengetahuan memiliki karakteristik valuable,

rare, inimitable dan non-substitutable / VRIN (berharga, langka, tidak bisa

diimitasi dan tidak tergantikan). Karakteristik tersebut merupakan sumber daya

kunci untuk mewujudkan kinerja organisasi (Ferreira & Hamilton, 2010; Wang,

2014; Hussinki et al., 2017). Ilmu pengetahuan yang dikelola juga akan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

3

mendorong lahirnya inovasi-inovasi produk dan jasa baru yang bisa menjawab

kebutuhan konsumen (Kolesnichenko et al., 2019). Dengan demikian, ilmu

pengetahuan menjadi bahagian yang tidak terpisahkan dari inovasi yang

dihasilkan oleh perusahaan.

Meskipun cukup banyak literatur yang membahas peranan ilmu pengetahuan

bagi penciptaan inovasi di dalam perusahaan, termasuk dari disiplin ilmu

manajemen sumber daya manusia stratejik, namun kajian literatur menunjukkan

bahwa sangat terbatas sekali studi yang membahas interaksi antara sumber daya

pengetahuan dan pengelolaannya dalam upaya mendorong inovasi di dalam

perusahaan (Hsu & Sabherwal, 2012; Slaðana & Sven, 2018). Diantara sedikit

literatur yang membahas topik tersebut juga menunjukkan hasil yang kontradiktif.

Misalnya Hussinki et al. (2017) menemukan bahwa efektif atau tidaknya praktek

manajemen pengetahuan sepertinya tidak berpengaruh langsung terhadap modal

intelektual dan kinerja inovasi. Sementara Hsu and Sabherwal (2012) menemukan

terdapat pengaruh positif langsung dari manajemen pengetahuan terhadap kinerja

inovasi, namun tidak ada pengaruh manajemen pengetahuan terhadap modal

intelektual. Sebaliknya Seleim and Khalil (2011) menyatakan bahwa pengaruh

manajemen pengetahuan terhadap modal intelektual bersifat dua arah. Perbedaan-

perbedaan tersebut mengindikasikan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut

terkait interaksi antara elemen pengetahuan dengan kinerja inovasi di perusahaan.

Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi dan mendorong terciptanya

kinerja perusahaan yang superior bisa dikelola dengan lebih baik kedepannya.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

4

Sekaligus penelitian terkait hal ini akan berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan

terutama ilmu manajemen sumber daya manusia stratejik.

Isu di atas secara khusus relevan untuk industri kreatif yang merupakan

bahagian dari ekonomi kreatif (UNCTAD, 2010). Ekonomi kreatif sendiri bisa

didefinisikan sebagai yaitu aktivitas penciptaan nilai tambah yang berasal dari

kreativitas modal manusia (human capital) dan berbasis ilmu pengetahuan,

budaya dan teknologi (Kemenparekraf, 2014a). Berdasarkan definisi tersebut, bisa

dilihat bahwa ekonomi kreatif merupakan perpanjangan konsep dari ekonomi

pengetahuan karena memanfaatkan kreativitas manusia yang basisnya adalah ilmu

pengetahuan.

Pada industri kreatif khususnya bidang fashion, inovasi terjadi lebih sering

terjadi dibandingkan industri lainnya (Nesta, 2009). Bahkan, inovasi adalah

sebuah rutinitas pada industri kreatif fashion (Ünay & Zehir, 2012). Dalam rangka

meningkatkan daya saing dan keberlangsungan usahanya, industri kreatif fashion

harus menghasilkan produk berkualitas, membangun merek, menciptakan /

memasuki pasar baru, dan merespon dinamika lingkungan dalam waktu yang

cepat. Perencanaan permintaan di industri kreatif fashion sangatlah komplek

(Fumi, Pepe, Scarabotti, & Schiraldi, 2013). Organisasi di industri kreatif fashion

beroperasi dan bentuk yang beraneka dan dengan siklus produk yang pendek.

Penjualan sangat dipengaruhi oleh musim, cuaca, promosi dan pemasaran,

termasuk kondisi sosial ekonomi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh usia,

pendapatan, pendidikan, etnis dan pekerjaan (Nayak & Padhye, 2015). Meskipun

industri kreatif fashion tidak bisa dilepaskan dari penggunaan sumber yang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

5

berwujud, namun dalam proses produksi industri kreatif fashion yang utama

adalah input berupa ide, inovasi, dan kreativitas dari orang kreatif

(Kemenparekraf, 2014a). Sehingga berinvestasi pada modal tidak berwujud sangat

penting bagi industri pakaian/fashion (Mittelhauser, 1997; Stengg, 2001; Kapelko

& Lansink, 2014).

Di Indonesia, umumnya industri kreatif tergolong sebagai industri kecil

dan menengah (IKM) dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 100 orang. (Badan

Pusat Statistik, 2018). Berdasarkan catatan Badan Ekonomi Kreatif, industri

kreatif fashion besar dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang, berkisar

3,7% dari populasi. IKM dengan jumlah tenaga kerja 5-99 orang, berkisar 50,92%

dari populasi. Sedangkan industri mikro dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 4

orang berjumlah 45,91% (BPS-Bekraf, 2016a). Dengan demikian bisa dilihat

bahwa keberadaan IKM kreatif fashion mendominasi populasi.

Berbeda dengan industri besar yang mengandalkan kapabilitas dan

keterampilan internal untuk menghasilkan inovasi, IKM umumnya memiliki

keterbatasan dari sisi sumber daya, baik manusia maupun keuangan. Sehingga

mereka harus menjalin kemitraan dengan pihak lain. Terutama melalui

pembangunan modal sosial atau modal relasional (Iturrioz, Aragón, & Narvaiza,

2015).

Industri kreatif fashion adalah salah satu industri kreatif penyumbang

produk domestik bruto (PDB) bagi Indonesia. Pada tahun 2017 tercatat

sumbangannya sebesar 3,76 persen. Pada periode tersebut, ekspor industri fashion

mencapai USD 13,29 miliar atau meningkat 8,7 persen dari tahun sebelumnya

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

6

(Kementerian Perindustrian, 2018). Sedangkan dari sisi penyerapan tenaga kerja

hingga tahun 2018 diperkirakan mencapai 18,1 juta orang (Hariyanti, 2018).

Industri ini terdiri atas empat klasifikasi sebagaimana disajikan pada tabel

berikut:

Tabel 1. 1

Industri Kreatif Fashion dari Produk Tekstil

No

Klasifikasi Baku

Lapangan Usaha

Indonesia/KBLI

Produk

1 14111 Pakaian jadi (konveksi) dari tektil

2 14131 Perlengkapan pakaian dari tekstil

3 14301 Pakaian jadi rajutan

4 14302 Pakaian jadi sulaman/bordir

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Badan Ekonomi Kreatif (2016) dan Badan Pusat Statistik

(2017)

Industri kreatif fashion khususnya dari produk tekstil saat ini digadang-

gadang sebagai salah satu industri yang diharapkan mampu membawa Indonesia

semakin kompetitif di percaturan perdagangan dunia. Setelah sebelumnya,

industri tekstil juga sudah ditetapkan sebagai sebagai satu dari sepuluh industri

prioritas nasional dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN)

2015 – 2035 (Kementerian Perindustrian, 2015), maka berdasarkan roadmap (peta

jalan) strategi dalam memasuki era industry 4.0 atau yang disebut dengan istilah

“making Indonesia 4.0” yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada

Indonesia Industrial Summit (IIS) 2018, tanggal 4 April 2018, sektor industri

pakaian sebagai rantai hilir industri tekstil ditetapkan sebagai satu dari lima sektor

industri prioritas nasional (Kementrian Perindustrian, 2018). Lima sektor prioritas

itu meliputi makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik dan

kimia, sebagaimana gambar di bawah ini:

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

7

Sumber: Kementrian Perindustrian (2018)

Gambar 1. 2 Lima Sektor Prioritas dalam

Strategi “Making Indonesia 4.0”

Hingga saat ini, Indonesia termasuk 5 besar negara penyumbang perdagangan

produk tekstil/pakaian dunia. Pada tahun 2016 tercatat bahwa Indonesia

menguasai 1,5% pangsa pasar produk dunia untuk pakaian pria maupun wanita

(lihat tabel di bawah):

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

8

Tabel 1. 2

Penguasaan Pangsa Pasar Produk Pakaian dari Tekstil Dunia Tahun 2016

Produk Penguasaan Pangsa Pasar

Pakaian Pria dan Anak Laki-laki

Cina 39,9%

Bangladesh 6,7%

Vietnam 4,6%

Indonesia 1,55

Pakaian Wanita dan Anak Perempuan

Cina 26,4%

Bangladesh 13,1%

Vietnam 5,2%

Jerman 5,2%

Indonesia 1,5%

Sumber : http://forbil.org/id/article/120/dependency-on-imported-raw-materials-untangling-

twisted-yarn-of-indonesian-fashion-export

Meskipun menduduki posisi 5 besar dunia, volume ekspor produk pakaian

jadi Indonesia semakin lama semakin tergerus. Sebagaimana bisa dilihat pada

gambar di bawah, semenjak tahun 2013 volume ekspor pakaian jadi Indonesia

terus mengalami penurunan.

Sumber : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/03/23/bagaimana-ekspor-

industri-pakaian-jadi-indonesia

Gambar 1. 3 Volume Ekspor Industri Pakaian Jadi Indonesia

Tahun 2013-2017

Pengembangan industri kreatif fashion produk tekstil Indonesia tentu perlu

mendapat perhatian dari banyak pihak, termasuk dari daerah-daerah penyumbang

470.4

464

456.9

448.5446.4

430

435

440

445

450

455

460

465

470

475

2013 2014 2015 2016 2017

Vo

lum

e (T

on

)

Tahun

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

9

utama industri ini. Sebesar 50% potensi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)

nasional berada di wilayah Provinsi Jawa Barat (Pikiran Rakyat, 2018). Oleh

sebab itu, peningkatan kinerja industri kreatif fashion produk tekstil di Jabar

diharapkan akan berkontribusi terhadap kinerja industri ini secara nasional.

Provinsi Jabar sendiri juga telah menetapkan tekstil dan produk tekstil

(TPT) sebagai industri unggulan (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi

Jawa Barat, 2015b). Hingga tahun 2015, IKM kreatif fashion produk tekstil Jabar

mempekerjakan hingga 123.259 orang dengan nilai investasi lebih dari 61 triliyun

rupiah (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, 2015a).

Bersama-sama dengan industri tekstil, industri kreatif fashion produk tekstil

merupakan penyumbang ketiga terbesar terhadap Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) Jabar yakni sebesar 6,38 persen.

Namun demikian, Berita Resmi Statistik BPS Jawa Barat tahun 2015-2018

menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi industri kreatif fashion produk tekstil

Jabar mengalami fluktuasi dan secara umum cenderung menurun. Sebagaimana

bisa dilihat pada gambar di 1.4, pertumbuhan produksi tertinggi industri fashion

produk tekstil besar dan sedang Jabar dicapai pada semester III tahun 2015 yakni

sebesar 6,04%. Angka pertumbuhan ini sebetulnya meningkat jauh dibandingkan

semester IV tahun 2014 dan semester I tahun 2015 yang mencatatkan

pertumbuhan negatif. Akan tetapi, dua tahun berikutnya angka pertumbuhan

tersebut terus mengalami penurunan. Hingga semester IV tahun 2017,

pertumbuhan produksi tercatat hanya sebesar 2,92%.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

10

Sumber : Berita Resmi Statistik BPS Jawa Barat, 2018, 2017, 2016, 2015 (data diolah)

Keterangan : na = not available (data tidak tersedia)

Gambar 1. 4 Persentase Pertumbuhan Produksi Industri Besar dan Sedang

Produk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017

(y-on-y)

Sedangkan pada industri mikro dan kecil, pertumbuhan produksi

sepanjang tahun 2014 dan 2015 berada pada kisaran 7,32% hingga 10,18%.

Namun pada semeter III tahun 2016 sempat mengalami pertumbuhan negatif

mencapai -6,77%. Sampai akhir tahun 2017 tercatat pertumbuhan produksi

2,52%. Data selengkapnya bisa dilihat pada gambar 1.5 di bawah ini:

Sumber : Berita Resmi Statistik BPS Jawa Barat, 2018, 2017, 2016, 2015 (data diolah)

Gambar 1. 5 Persentase Pertumbuhan Produksi Industri Kecil dan Mikro

Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017

(y-on-y)

IV I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016 2017

Series1 -8.57 -5.26 4.81 6.04 0.00 0.00 4.74 3.15 5.22 2.19 2.89 -1.26 2.92

-8.57

-5.26

4.81 6.04

n.a n.a

4.743.15

5.222.19 2.89

-1.26

2.92

-10.00-8.00-6.00-4.00-2.000.002.004.006.008.00

% P

ert

um

bu

han

Pro

du

ksi

Periode (Triwulan Per Tahun)

IV I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016 2017

Series1 7.32 9.30 7.38 10.1 7.58 4.57 6.72 -6.7 -5.9 -3.0 -8.6 4.29 2.52

7.32 9.30 7.3810.18

7.584.57 6.72

-6.77 -5.91-3.07

-8.66

4.29 2.52

-10.00-5.000.005.00

10.0015.00

% P

ert

um

bu

han

P

rod

uks

i

Periode (Triwulan Per Tahun)

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

11

Meskipun data BPS tidak secara tegas membedakan antara data industri mikro,

kecil, menengah (sedang) dan besar, namun dari uraian tersebut di atas terlihat

bahwa secara umum pertumbuhan produksi industri fashion produk tekstil

Jabar mengalami fluktuasi dan cenderung menurun.

Lebih jauh lagi, pangsa pasar dalam negeri produk tekstil Jabar

menunjukkan penurunan yang sangat signifikan. Menurut sekretaris Asosiasi

Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Kevin Hartanto, 2 atau 3 tahun yang lalu

pangsa pasar dalam negeri industri tekstil dan produk tekstil Jabar masih berada

dikisaran 60%, namun pada tahun 2017 tinggal 40%-50% saja (Budiman, 2017).

Merujuk pada data di atas, maka terlihat bahwa pertumbuhan produksi,

dan penguasaan pasar dalam negeri pada industri ini belum memuaskan. Guna

memperoleh gambaran yang lebih spesifik terkait kondisi industri ini, maka

penelitian ini melakukan penelitian pendahuluan melalui wawancara dengan

Bapak Mursid W Kusumo - Ketua komunitas Fashion Jawa Barat, Bapak Eka

Wijaya - Koordinator Kampoeng Rajutan Kota Bandung, Bapak Cepi Andriana -

Ketua Koperasi Sentra Rajutan Binong Jati, Bandung, Ibu Teti - Pengurus

Koperasi Wirausaha Jabar Sejahtera (WJS), dan dua pelaku usaha selama bulan

Januari - Maret 2018. Berdasarkan wawancara awal itu diperoleh informasi

bahwa secara umum pertumbuhan produksi dan penjualan IKM di industri

fashion Jabar stagnan/ tidak tumbuh. Bahkan pada beberapa sentra

industri, terdapat penurunan penjualan yang cukup signifikan. Akibatnya

adalah beberapa usaha produksi terpaksa menutup usahanya, atau berubah fokus

ke bidang perdagangan. Seperti sentra industri fashion berbahan jeans di

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

12

Cihampelas sudah tidak lagi melaksanakan kegiatan produksi. Pelaku usaha

beralih menjadi pedagang. Fenomena yang sama juga terjadi di beberapa tempat

di Soreang, Kabupaten Bandung, dan Binong Jati, Kota Bandung.

Wawancara tersebut diikuti dengan survei pendahuluan, di tiga daerah

yakni : Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kota Cirebon, selama pada Bulan

April – Mei 2018. Jumlah responden 30 orang pemilik usaha/direktur/manajer

yang dipilih secara purposive. Responden diminta menilai/sesuai persepsi mereka

masing-masing terkait kondisi perusahaan mereka serta praktek manajemen yang

dilakukan dengan memakai skala multiple list rentang 1 sampai 5. Setiap nilai

skala ditetapkan oleh penelitian ini mempunyai arti tertentu, yaitu 1 =

kondisi/praktek manajemen yang “sangat rendah”, 2 = “rendah”, 3 = “cukup

tinggi”, 4 = “tinggi”, 5 = “sangat tinggi”. Data yang dihasilkan adalah data

ordinal dan dianalisis berdasarkan nilai yang frekuensi dipilihnya paling tinggi

(modus).

Pada tahap pertama, responden diminta menilai kondisi-kondisi

perusahaan dalam hal pertumbuhan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan,

pertumbuhan penjualan, penghematan biaya dan pertumbuhan laba selama tiga

tahun terakhir. Semua kondisi tersebut dikaitkan oleh literatur sebagai ukuran

kinerja perusahaan (Best, 2014; Taherparvar, Esmaeilpour, & Dostar, 2014;

Wang, Wang, & Liang, 2014).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

13

Tabel 1. 3

Hasil survei pendahuluan terkait pelanggan, penjualan, biaya dan laba

perusahaan dalam tiga tahun terakhir

Deskripsi Modus

Pertumbuhan jumlah pelanggan 3

Tingkat kepuasan pelanggan 3

Pertumbuhan jumlah penjualan 3

Penghematan biaya-biaya 3

Laba usaha/perusahaan 3

Penilaian berdasarkan skala Likert, skor 1 = paling rendah dan skor 5 = paling tinggi.

Sumber : Survei pendahuluan (data diolah oleh peneliti)

Dari tabel di atas terlihat bahwa jawaban mayoritas responden terhadap

item kuesioner pra-survei adalah 3 atau cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan

bahwa dalam rentang waktu tiga tahun terakhir, mayoritas responden

berpandangan bahwa pertumbuhan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan,

pertumbuhan penjualan, penghematan biaya dan pertumbuhan laba perusahaan

mereka berada pada kondisi yang cukup tinggi, namun belum mencapai kondisi

tinggi atau sangat tinggi. Temuan survei pendahuluan ini sejalan dengan

wawancara awal yang mengindikasikan bahwa produksi dan penjualan

perusahaan cenderung stagnan. Sehingga masih terdapat peluang untuk

peningkatan kedepannya.

Berdasarkan wawancara diperoleh juga informasi bahwa kurangnya modal

usaha sering dikaitkan dengan permasalahan yang terjadi di IKM produk tekstil.

Namun, menurut Ketua Komunitas Fashion Jabar dan Pengurus Koperasi

Wirausaha Jabar Sejahtera, masalah permodalan sebenarnya bukan isu utama

karena banyak bank dan lembaga keuangan yang cukup agresif menawarkan

kredit untuk usaha yang mereka jalankan. Namun banyak pelaku usaha yang tidak

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

14

memanfaatkan karena khawatir terjebak hutang, sementara kinerja produksi dan

penjualan tidak membaik. Justru terdapat perusahaan yang jatuh terjerat hutang

karena sudah terlanjur memperoleh bantuan permodalan, namun tidak mampu

memanfaatkan modal tersebut untuk menghasilkan produk yang laku di pasaran.

Dengan kata lain, produk yang mereka hasilkan kalah dari produk lain, terutama

barang impor dari Cina.

Pada prakteknya banyak perusahaan yang merespon produk impor dengan

melakukan peniruan, ataupun melakukan sedikit pengubahan atas produk yang

sudah ada. Perusahaan cenderung menjadi follower. Perusahaan belum melakukan

inovasi sehingga mampu menghasilkan produk yang memiliki keunikan sendiri

yang berbeda dengan barang impor. Sebagaimana disampaikan oleh Koordinator

Kampoeng Rajut, Kota Bandung, bahwa perusahaan cenderung merasa nyaman

dengan produk yang sudah ada. Padahal ada peluang lain seperti memproduksi

produk dengan fungsi dan motif yang baru.

Temuan tersebut sejalan dengan apa yang pernah disampaikan Hudani and

Dhewanto (2015) yang mengungkapkan bahwa peniruan atau plagiarisme marak

dilakukan di industri kreatif khususnya fashion di Bandung, baik pada tahap

desain maupun produksi. Plagiarisme dianggap sebagai cara tercepat untuk

menghasilkan produk baru. Sejalan dengan hal itu, penelitian oleh Wiryono et al.

(2015) mengungkapkan bahwa pelaku industri kreatif di Kota Bandung cenderung

menganggap bahwa tidak memiliki hak cipta dan melakukan plagiarisme adalah

sesuatu yang normal dilakukan. Ketidakmampuan perusahaan berinovasi ini

pernah juga disinggung oleh Kepala Disperindag Jabar Ferry Sofwan Arief

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

15

sebagai salah satu penyebab lebih lakunya pakaian impor dibanding pakaian lokal

(Jati, 2015).

Di dalam literatur, sudah banyak yang menyatakan bahwa inovasi merupakan

pendorong terciptanya pembaharuan strategi terus menerus (strategic renewal)

dan adaptasi terhadap perubahan pasar, dimana keduanya merupakan faktor

penting untuk meraih keunggulan kompetitif (Delgado-Verde, Castro, & Amores-

Salvadó, 2016; Lin, Su, & Higgins, 2016) dan pertumbuhan usaha (Love, Roper,

& Bryson, 2011). Apalagi di industri kreatif yang memang mengandalkan

kreatifitas dan inovasi yang terus menerus (Granados, Bernardo, & Pareja, 2017).

Sehingga, tipe-tipe inovasi seperti inovasi produk, proses, pemasaran dan

organisasi (OECD, 2005) semestinya jamak dilakukan di industri kreatif. Oleh

sebab itu masih terdapat ruang untuk meningkatkan kinerja inovasi di kedua

kreatif provinsi Jawa Barat tersebut.

Hasil pengolahan survei pendahuluan terkait kemampuan perusahaan

menghasilkan produk, proses, metode pemasaran ataupun pengelolaan organisasi

dengan cara baru disajikan pada tabel berikut:

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

16

Tabel 1. 4

Hasil survei pendahuluan terkait produk, proses, pemasaran dan

pengelolaan organisasi dengan cara baru dalam tiga tahun terakhir

Deskripsi Modus

Penggunaan bahan baku baru 2

Penciptaan produk dengan kegunaan baru 3

Penggunaan metode produksi baru 2

Penggunaan peralatan produksi baru 2

Penggunaan metode logistik/distribusi/pengiriman produk 2

Penggunaan desain/kemasan yang tidak mengubah fungsi produk baru 2

Pengunaan metode baru untuk penempatan produk atau saluran penjualan 3

Penggunaan media/teknik promosi baru 3

Penggunaan metode penetapan harga barang yang baru 3

Penggunaan metode baru yang mengatur tanggung jawab kerja dan

pengambilan keputusan 3

Penggunaan metode baru yang mengatur hubungan eksternal seperti

membangun aliansi atau subkontrak 3

Penilaian berdasarkan skala Likert, skor 1 = paling rendah dan skor 5 = paling tinggi.

Sumber : Survei pendahuluan (data diolah oleh peneliti)

Dari tabel di atas terlihat bahwa mayoritas responden menilai penggunaan

bahan baku baru, metode produksi baru, peralatan produksi baru, metode

logistik/distribusi/pengiriman produk, serta desain/kemasan yang tidak mengubah

fungsi produk berada pada skala 2 dari maksimal 5, yang berarti masih rendah.

Sedangkan untuk aspek lainnya ada pada skala 3 atau cukup tinggi.

Lebih jauh, berdasarkan wawancara pendahuluan juga diperoleh

informasi bahwa perusahaan merasa kesulitan mencari karyawan yang terampil.

Umumnya level pendidikan terakhir yang diselesaikan oleh karyawan adalah

jenjang SLTP/sederajat.

Survei pendahuluan mengkonfirmasi hasil wawancara tersebut.

Ditemukan bahwa 63% karyawan yang bekerja di industri kreatif fashion produk

tekstil berpendidikan SLTP dan sederajat. Sisanya berpendidikan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

17

SD/sederajat/tidak menamatkan dan SLTA. Selengkapnya bisa dilihat pada

gambar berikut:

Sumber : Survei pendahuluan (data diolah oleh peneliti)

Gambar 1. 6 Tingkat Pendidikan Terakhir Karyawan pada Industri Kreatif

Fashion Produk Tektil Jawa Barat

Hasil di atas sejalan dengan apa yang pernah disampaikan oleh Suwarsi

(2016), dan Ratnaningtyas and Lawiyah (2015) bahwa salah satu kendala yang

dihadapi oleh industri kreatif adalah pada aspek sumber daya manusia atau modal

manusia berupa tingkat pendidikan atau keahlian pekerja yang rendah. Kepala

Disperindag Jabar Ferry Sofwan Arief mengakui bahwa IKM produk tekstil saat

ini masih terkendala oleh kurangnya pengetahuan untuk terus menciptakan

kreatifitas dan inovasi (Jati, 2015).

Menurut Azis et al. (2017), industri kreatif menyandarkan kinerja mereka

kepada kreativitas dan modal pengetahuan yang tidak gampang habis dan tidak

dibatasi oleh strata sosial. Industri kreatif memiliki potensi untuk terus

berkembang apabila didukung oleh modal intelektual yang tidak mudah habis

tersebut. Modal intelektual merupakan kumpulan semua sumber daya

pengetahuan organisasi, yang berasal dari dalam maupun luar organisasi (Singh &

Rao, 2016a). Modal intelektual itu sendiri bisa diukur dari tiga aspek yakni :

SD/sederajat/tidak menamatkan

7%

SLTP/Sederajat63%

SLTA/Sederajat30%

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

18

modal manusia, modal struktural dan modal relasional. Modal manusia meliputi

pengetahuan, keterampilan, pengalaman, kreativitas dan perilaku yang dimiliki

oleh karyawan. Modal struktural sumber daya yang melekat di perusahaan

berbentuk Standard Operating Proceduare/SOP, dokumentasi dan lain sebagainya.

Modal relasional merupakan kerjasama eksternal yang dilakukan oleh perusahaan

(Edvinsson & Malone, 1997; Montequin, Fernandez, Cabal, & Gutierrez, 2006).

Wawancara tersebut di atas, kemudian diperkuat melalui survei

pendahuluan terkait kemampuan dan kreatifitas karyawan, serta kerjasama

eksternal yang dibangun. Ditemukan informasi sebagai berikut:

Tabel 1. 5

Hasil survei pendahuluan terkait kemampuan dan kreatifitas karyawan,

serta kerjasama eksternal perusahaan

Deskripsi Modus

Pengalaman karyawan pada pekerjaan 3

Keterampilan kerja karyawan 3

Penciptaan ide kreatif dari karyawan 3

Pendokumentasian informasi dan pengetahuan 3

Kerjasama dengan pasar komersial (pesaing, konsumen, perusahaan

konsultansi/konsultan, pemasok bahan baku dan komponen, software

komputer dan laboratorium komersial)

4

Kerjasama dengan sektor publik (universitas dan institusi pendidikan tinggi,

lembaga riset pemerintah) 2

Kerjasama dengan asosiasi atau komunitas 3

Jumlah informasi yang diperoleh dari kerjasama 3

Penilaian berdasarkan skala Likert, skor 1 = paling rendah dan skor 5 = paling tinggi.

Sumber : Survei pendahuluan (data diolah oleh peneliti)

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa mayoritas responden menilai

kerjasama yang mereka lakukan dengan sektor publik (universitas dan institusi

pendidikan tinggi, lembaga riset pemerintah) masih berada pada kondisi 2 atau

rendah. Sedangkan kerjasama dengan pasar komersial (pesaing, konsumen,

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

19

perusahaan konsultansi/konsultan, pemasok bahan baku dan komponen, software

komputer dan laboratorium komersial) sudah tinggi / nilai 4. Sisanya mayoritas

masih berada pada kondisi cukup tinggi.

Selanjutnya, penelitian Tjakraatmadja, Martini, and Anggoro (2011) di

industri kreatif clothing di Bandung menunjukkan bahwa pengusaha merasa tidak

sepenuhnya merasa mendapatkan pengetahuan baru terkait pengelolaan bisnis dan

manajemen dari program berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang

melibatkan pemerintah, dunia usaha maupun akademisi. Hal itu salah satunya

disebabkan tidak sinkronnya antara program pemerintah, fokus akademisi dan

kepentingan pengusaha dalam rangka mengembangkan usaha.

Penelitian awal melalui wawancara juga mengungkapkan bahwa sebahagian

besar ide terkait pengembangan produk dan layanan berasal dari pengusaha.

Sumber ide adalah dari pengetahuan dan pengalaman pengusaha dimana

sebahagian besar masih bersifat melekat di pemikiran (tacit knowledge). Transfer

pengetahuan pengusaha kepada karyawan cenderung dilakukan melalui

komunikasi informal, pemagangan dan bersifat sporadis atau tidak terencana.

Pada beberapa usaha, karyawan juga bisa memberi masukan berdasarkan

pengalaman yang mereka miliki dari pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan

dan dari hasil akuisisi pengetahuan konsumen. Namun demikian, belum terlihat

ada upaya sistematis untuk mengakuisisi pengetahuan tacit karyawan itu,

melainkan juga melalui diskusi informal yang sifatnya sporadis. Hal ini juga

diduga mempengaruhi tidak optimalnya pertumbuhan industri kreatif fashion

produk tekstil.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

20

Pengelolaan pengetahuan, atau sering juga disebut dengan manajemen

pengetahuan, di dalam literatur didefinisikan sebagi aktivitas yang dilakukan oleh

organisasi untuk memanfaatkan sumberdaya pengetahuan yang dimilikinya, baik

yang bersifat tacit (melekat di pemikiran) maupun explicit (terdokumentasi dan

bisa diakses banyak orang) (Hsu & Sabherwal, 2012). Umumnya diskusi

mengenai manajemen pengetahuan dilakukan pada perusahaan besar, dan sangat

sedikit yang membahas pada perusahaan berukuran kecil dan menengah (Rodney

& Renee, 2001). Namun hal ini tidak berarti bahwa usaha kecil dan menengah

tidak membutuhkan manajemen pengetahuan. Sebagaimana Moran (1999)

menyatakan bahwa sebagaimana perusahaan besar, karyawan pada perusahaan

berukuran kecil dan menengah juga membutuhkan pengetahuan yang baru.

Karyawan harus mengetahui apa yang juga diketahui oleh rekan kerja mereka.

Oleh karena itu antar karyawan perlu saling berinteraksi dan berbagi pengetahuan.

Disamping itu, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh perusahaan kecil dan

menengah perlu disimpan sebagai referensi dimasa yang akan datang.

Pengetahuan akan bermanfaat bagi perusahaan jika pengusaha/manajer

mampu mensosialisasikannya kepada karyawan (Massaro, Handley, Bagnoli, &

Dumay, 2016). Proses manajemen pengetahuan melibatkan aktivitas: penciptaan

pengetahuan yaitu proses untuk mengakuisi/memperoleh serta mengembangkan

pengetahuan baru dan transfer pengetahuan yaitu menjadikan pengetahuan

bermanfaat bagi orang lain melalui distribusi dan diseminasi (Hsu & Sabherwal,

2012; Wu & Chen, 2014). Sehingga kemudian pengetahuan tersebut bisa

diaplikasikan di dalam perusahaan.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

21

Survei awal terkait kemampuan perusahaan mencari, mendiseminasikan

dan mengaplikasikan pengetahuan baru menghasilkan data sebagai berikut :

Tabel 1. 6

Hasil survei pendahuluan terkait pencarian, pendiseminasian dan

pengaplikasian pengetahuan

Deskripsi Modus

Keikutsertaan pada acara pelatihan/berbagi pengetahuan dengan pihak luar 3

Pencarian informasi baru dari berbagai sumber 4

Eksperimentasi untuk menghasilkan teknik atau cara-cara kerja yang baru 3

Berbagi pengetahuan dari pengusaha/manajer ke karyawan 4

Berbagi pengetahuan dari karyawan ke pengusaha/manajer 3

Berbagi pengetahuan antar karyawan 4

Kemampuan perusahaan belajar dari kesalahan masa lalu 3

Penggunaan pengalaman masa lalu untuk menyelesaikan masalah saat ini 3

Penggunaan pengalaman masa lalu untuk menciptakan efisiensi saat ini 3

Penilaian berdasarkan skala Likert, skor 1 = paling rendah dan skor 5 = paling tinggi.

Sumber : Survei pendahuluan (data diolah oleh peneliti)

Pada tabel di atas terlihat bahwa mayoritas reponden menilai bahwa

pencarian informasi baru dari berbagai sumber, berbagi pengetahuan dari

pengusaha/manajer ke karyawan, berbagi pengetahuan antar karyawan sudah

berada pada kondisi tinggi. Sedangkan sisanya, mayoritas responden memberikan

penilaian 3 atau cukup tinggi.

Selanjutnya, berdasarkan wawancara juga ditemui fenomena bahwa

perusahaan belum sepenuhnya mampu menilai kebutuhan pasar, dan bertindak

untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut sebelum kompetitor melakukannya.

Bahkan terdapat tendensi bahwa perusahaan melakukan sesuatu hanya

berdasarkan idealisme pengusaha semata tanpa analisis eksternal yang mendalam

untuk menilai apakah pasar membutuhkan produk atau layanan tersebut atau

tidak. Hal ini mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk memahami kondisi

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

22

lingkungan eksternal perusahaan masih belum optimal. Hasil wawancara awal

tersebut sejalan dengan temuan Rufaidah and Sutisna (2015) di industri fashion

produk tekstil bahwa kepekaan terhadap peluang dan ancaman bisnis sebagai

salah satu titik kritis yang harus memerlukan perhatian. Diduga kondisi tersebut

juga mempengaruhi kinerja perusahaan.

Li and Liu (2014) menyatakan bahwa perusahaan perlu memiliki kemampuan

memecahkan masalah secara sistematis, yang dibentuk oleh kemampuan

perusahaan untuk merasakan peluang dan tantangan, mengambil keputusan tepat

waktu dan mengimplementasikan keputusan dan perubahan strategis secara

efisien untuk memastikan bahwa perusahaan menuju arah yang tepat.

Kemampuan tersebut diistilahkan sebagai kapabilitas dinamis, yang bisa diukur

dari banyak dimensi/sub variabel, diantaranya adalah dimensi/sub variabel

kapasitas penginderaan strategis, kapasitas pengambilan keputusan tepat waktu,

dan implementasi perubahan. Kapasitas penginderaan strategis adalah

kemampuan untuk merasakan dan menginterpretasikan stimulus dan perubahan

yang muncul dari internal dan eksternal, serta terus-menerus mencari dan

menganalisa informasi. Kapasitas pengambilan keputusan tepat waktu adalah

proses untuk secara cepat menformulasikan, mengevaluasi dan memilih orientasi

strategis agar bisa melakukan penyesuaian tepat waktu atas perubahan

lingkungan. Implementasi perubahan adalah penyesuaian kapasitas internal dalam

rangka merespon kebutuhan organisasi.

Hasil survei pendahuluan terkait hal ini disajikan pada tabel berikut:

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

23

Tabel 1. 7

Hasil survei pendahuluan terkait kemampuan mendeteksi stimulus

eksternal, mengambil keputusan dan mengendalikan karyawan

Deskripsi Modus

Tolok ukur/perbandingan dengan perusahaan lain 3

Diskusi bersama di dalam perusahaan terkait permintaan konsumen 4

Survei pasar untuk melihat perilaku konsumen, atau perubahan harga 4

Kecepatan penanganan perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan 3

Kecepatan perusahaan menyelesaikan masalah ketidakpuasan pelanggan 4

Sistem penghargaan/insentif karyawan 3

Sistem pengendalian/pengecekan karyawan 3

Penilaian berdasarkan skala Likert, skor 1 = paling rendah dan skor 5 = paling tinggi.

Sumber : Survei pendahuluan (data diolah oleh peneliti)

Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden menilai diskusi

bersama di dalam perusahaan terkait permintaan konsumen, survei pasar untuk

melihat perilaku konsumen, atau perubahan harga, serta kecepatan perusahaan

menyelesaikan masalah ketidakpuasan pelanggan mencapai kondisi tinggi (skor

4). Sedangkan sisanya dinilai oleh mayoritas responden berada pada kisaran

cukup tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, fenomena-fenomena yang terjadi diduga saling

mempengaruhi. Untuk memperoleh pemahaman mengenai keterkaitan antar

fenomena tersebut di industri kreatif fashion produk tekstil, diperlukan penelitian

lebih mendalam. Sehingga bisa dibuat sebuah model keterkaitan variabel untuk

penyelesaian masalah yang dihadapi, sekaligus memberikan sumbangan terhadap

khasanah ilmu pengetahuan. Hal itulah yang akan dilakukan oleh penelitian ini

lebih lanjut.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

24

1. 2 Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah

1.2.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, masih ada gap secara teoritis tentang

keterkaitan sumber daya pengetahuan dan pengelolaannya dalam upaya

mendorong inovasi di dalam perusahaan. Sehingga perlu dilakukan penelitian

lanjutan untuk menghasilkan model keterkaitan antar variabel yang lebih baik,

yang bisa berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan terutama ilmu manajemen

sumber daya manusia stratejik.

Secara praktek, survei pendahuluan menemukan fenomena bahwa

penguasaan pasar, pertumbuhan produksi, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan

jumlah pelanggan, penghematan biaya dan pertumbuhan laba pada industri ini

belum sesuai harapan. Fenomena tersebut diduga terkait masalah kinerja

perusahaan di industri fashion produk tekstil.

Selain itu penelitian pendahuluan mengungkapkan fenomena bahwa tingkat

penggunaan bahan baku baru, metode produksi baru, peralatan baru, metode

logistik/distribusi/pengiriman produk baru belum memuaskan. Perusahaan

cenderung merasa nyaman dengan produk yang sudah ada. Perusahaan cenderung

menjadi follower dan belum mampu menunjukkan keunikan produk sendiri.

Perusahaan juga cenderung melakukan plagiarisme sebagai cara cepat untuk

menghasilkan produk. Fenomena tersebut diindikasikan terkait dengan masalah

kinerja inovasi.

Selain itu, terungkap pula bahwa mayoritas pendidikan formal karyawan

adalah setingkat SLTP/sederajat. Selain itu terungkap fenomena penciptaan ide

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

25

kreatif dari karyawan, pendokumentasian informasi dan pengetahuan, kerjasama

dengan sektor publik, kerjasama dengan asosiasi dan komunitas, serta jumlah

informasi yang diperoleh masih belum sesuai dengan harapan. Hal-hal tersebut

diduga terkait dengan masalah modal intelektual perusahaan. Disinyalir, hal ini

juga mempengaruhi kinerja inovasi dan kinerja perusahaan.

Lebih jauh lagi, pada industri kreatif ini juga ditemukan fenomena dimana

belum sempurnanya proses untuk menyerap pengetahuan dan proses transfer

pengetahuan kepada karyawan yang masih sporadis. Selain itu juga ditemukan

masih belum memuaskannya keikutsertaan perusahaan dalam kegiatan pelatihan,

serta penggalian pengetahuan karyawan oleh pengusaha/manajer. Hal-hal tersebut

diduga terkait dengan manajemen pengetahuan. Disinyalir, masalah manajemen

pengetahuan tersebut turut mempengaruhi kinerja inovasi dan kinerja perusahaan.

Juga terungkap fenomena bahwa perusahaan masih cenderung lama dalam

penanganan perbedaan pendapat, serta belum memuaskannya sistem penghargaan

dan pengendalian karyawan. Hal-hal ini terkait dengan permasalahan kapabilitas

dinamis. Diduga hal ini juga mempengaruhi kinerja inovasi dan kinerja

perusahaan di industri kreatif tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat dugaan keterkaitan antar

variabel. Kinerja perusahaan diduga sebagai variabel dependen. Sementara itu,

kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan diduga sebagai variabel

independen. Sedangkan modal intelektual dan kinerja inovasi diduga sebagai

mediasi pengaruh kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan terhadap

kinerja perusahaan.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

26

Berdasarkan identifikasi masalah dan dugaan keterkaitan antar variabel di atas,

maka penelitian ini akan melakukan studi lebih lanjut untuk membuktikan dan

menganalisis permasalahan yang ditemui sehingga bisa didapatkan solusi dan

memberikan kontribusi terhadap khasanah pengetahuan. Penelitian ini diangkat

dengan judul “Model kinerja perusahaan berbasiskan manajemen

pengetahuan, kapabilitas dinamis, modal intelektual dan kinerja inovasi

(survei pada industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat)”.

1.2.2. Pembatasan Masalah

Penelitian ini melakukan analisis pada lima variabel : kapabilitas dinamis,

modal intelektual, manajemen pengetahuan, kinerja inovasi dan kinerja

perusahaaan, yang diduga saling mempengaruhi. Pemilihan variabel tersebut

berdasarkan beberapa fenomena lapangan yang ditemukan. Dengan kata lain,

penelitian ini tidak akan membahas variabel-variabel lain yang berkemungkinan

juga mempengaruhi kinerja perusahaan seperti masalahan keterbatasan modal

(keuangan) yang merupakan permasalahan yang cukup jamak ditemui pada IKM.

Unit yang akan di analisis pada penelitian ini adalah organisasi. Sedangkan

yang akan menjadi unit observasinya adalah pengusaha/pemilik/direktur/manajer

perusahaan. Sehingga analisis pada penelitian ini akan bersumberkan atas

tanggapan pengusaha/pemilik/direktur/manajer perusahaan atas indikator yang

digunakan untuk mengukur konstruk dan didukung oleh sumber data sekunder

lainnya.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

27

1.2.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang diajukan pada

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal

intelektual, kinerja inovasi dan kinerja perusahaan di industri kreatif

fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.

2. Bagaimana kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan

mempengaruhi modal intelektual baik secara simultan maupun parsial di

industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.

3. Bagaimana kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal

intelektual mempengaruhi kinerja inovasi baik secara simultan maupun

parsial di industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.

4. Bagaimana kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal

intelektual dan kinerja inovasi mempengaruhi kinerja perusahaan baik

secara simultan maupun parsial di industri kreatif fashion produk tekstil di

Provinsi Jawa Barat.

5. Bagaimana kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan

mempengaruhi kinerja inovasi melalui modal intelektual baik secara

simultan maupun parsial di industri kreatif fashion produk tekstil di

Provinsi Jawa Barat.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

28

6. Bagaimana kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal

intelektual mempengaruhi kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi baik

secara simultan maupun parsial di industri kreatif fashion produk tekstil di

Provinsi Jawa Barat.

1. 3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan penelitian ini adalah untuk:

1. Menjelaskan tentang kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan,

modal intelektual, kinerja inovasi dan kinerja perusahaan di industri

kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.

2. Menguji pengaruh kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan

terhadap modal intelektual baik secara simultan maupun parsial di

industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.

3. Menguji pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan

modal intelektual terhadap kinerja inovasi baik secara simultan

maupun parsial di industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi

Jawa Barat.

4. Menguji pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan,

modal intelektual dan kinerja inovasi terhadap kinerja perusahaan baik

secara simultan maupun parsial di industri kreatif fashion produk

tekstil di Provinsi Jawa Barat.

5. Menguji pengaruh kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan

terhadap kinerja inovasi melalui modal intelektual baik secara simultan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

29

maupun parsial di industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi

Jawa Barat.

6. Menguji pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan

modal intelektual terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi

baik secara simultan maupun parsial di industri kreatif fashion produk

tekstil di Provinsi Jawa Barat.

1. 4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini memiliki kegunaan

baik secara teoritis maupun praktis.

1.4.1. Aspek Teoritis (Pengembangan Ilmu)

a. Berkontribusi terhadap ilmu manajemen sumber daya manusia stratejik

tentang keterkaitan sumber daya pengetahuan dan pengelolaannya dalam

upaya mendorong inovasi di dalam perusahaan. Penelitian ini akan

membangun model keterkaitan antara variabel dan melakukan pengujian

secara empiris untuk membuktikan keterkaitan sumber daya pengetahuan,

pengelolaan pengetahuan dan inovasi di dalam perusahaan.

b. Mengembangkan metode pengukuran konstruk kapabilitas dinamis,

manajemen pengetahuan, modal intelektual, kinerja inovasi dan kinerja

perusahaan di industri fashion produk tekstil.

c. Memberikan acuan bagi penelitian selanjutnya dengan topik terkait

kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual, kinerja

inovasi dan kinerja perusahaan. Sehingga bisa menjadi fondasi bagi

pengembangan keilmuan lebih lanjut.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakangmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150522_1_2052.pdfProduk Pakaian dari Tekstil di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2014-2017 (y-on-y)

30

1.4.2. Aspek Praktis (Guna Laksana)

a. Memberikan bukti empiris bagi manajemen tentang peran pengetahuan

dalam upaya penciptaan inovasi dan pencapaian kinerja perusahaan,

terutama di industri kreatif fashion produk tekstil.

b. Memberikan pesan kepada manajemen terkait pentingnya pengelolaan

kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal intelektual dalam

rangka meningkatkan kinerja inovasi dan kinerja perusahaan, terutama di

industri fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.

c. Memberikan informasi kondisi perusahaan di industri kreatif fashion

produk tekstil di Provinsi Jawa Barat bagi pengambil kebijakan. Sehingga

bisa diambil langkah-langkah perbaikan yang bisa menstimulus industri

untuk terus berkembang.