bab i pendahuluan 1. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/s3-2016...1...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama yang sangat beragam, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu termasuk aliran kepercayaan. Kemajemukan agama ini semakin kompleks dengan adanya varian atau aliran dari masing-masing agama, mulai dari kutub yang sangat moderat hingga kutub ekstrem, fanatik atau radikal. Konflik antar umat beragama akan sangat serius apabila telah melibatkan adanya benturan antara kutub ekstrem kelompok agama yang berbeda. Masing-masing kelompok agama yang fanatik, ekstrem dan radikal pada umumnya sangat sensitif terhadap kelompok agama lain. Mereka akan selalu curiga dan waspada terhadap kegiatan-kegiatan kelompok agama lain. Namun kecurigaan dan kewaspadaan antara kelompok agama satu dengan lain tidak serta merta membawa ke arah konflik keagamaan secara terbuka. Konflik keagamaan akan muncul ke permukaan apabila terdapat faktor prakondisi, yakni suasana sosial yang sedang mengalami krisis dan anomie.Tolkhah (2001: 44) “Menjelaskan dalam suasana krisis dan anomie hubungan antar umat beragama dapat berubah bagaikan jerami kering, yang sangat mudah untuk dibakar. Dalam suasana sosial yang sedang mengalami krisis sosial dan anomie, kelompok masyarakat, apapun agamanya sangat mudah untuk diprovokasi dan di adu domba, meskipun dengan persoalan-persoalan

Upload: dinhdat

Post on 12-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama yang sangat

beragam, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu termasuk

aliran kepercayaan. Kemajemukan agama ini semakin kompleks dengan adanya

varian atau aliran dari masing-masing agama, mulai dari kutub yang sangat

moderat hingga kutub ekstrem, fanatik atau radikal. Konflik antar umat beragama

akan sangat serius apabila telah melibatkan adanya benturan antara kutub ekstrem

kelompok agama yang berbeda. Masing-masing kelompok agama yang fanatik,

ekstrem dan radikal pada umumnya sangat sensitif terhadap kelompok agama lain.

Mereka akan selalu curiga dan waspada terhadap kegiatan-kegiatan kelompok

agama lain. Namun kecurigaan dan kewaspadaan antara kelompok agama satu

dengan lain tidak serta merta membawa ke arah konflik keagamaan secara

terbuka. Konflik keagamaan akan muncul ke permukaan apabila terdapat faktor

prakondisi, yakni suasana sosial yang sedang mengalami krisis dan

anomie.Tolkhah (2001: 44) “Menjelaskan dalam suasana krisis dan anomie

hubungan antar umat beragama dapat berubah bagaikan jerami kering, yang

sangat mudah untuk dibakar. Dalam suasana sosial yang sedang mengalami krisis

sosial dan anomie, kelompok masyarakat, apapun agamanya sangat mudah untuk

diprovokasi dan di adu domba, meskipun dengan persoalan-persoalan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

2

sesungguhnya sangat sederhana dan biasa dalam kehidupan masyarakat sehari-

hari”.

Coward (1989: 5) menjelaskan dalam Zainudin (2005) “Salah satu hal

yang mewarnai dunia dewasa ini adalah pluralisme keagamaan. Pluralisme

merupakan sebuah fenomena yang tidak mungkin dihindari. Manusia hidup dalam

pluralisme dan merupakan bagian dari pluralisme itu sendiri, baik secara pasif

maupun aktif, tak terkecuali dalam hal keagamaan. Pluralisme keagamaan

merupakan tantangan khusus yang dihadapi agama-agama dunia dewasa ini”.

Seperti pengamatan Coward setiap agama muncul dalam lingkungan yang plural

ditinjau dari sudut agama dan membentuk dirinya sebagai tanggapan terhadap

pluralisme tersebut.

Jika tidak dipahami secara benar dan arif oleh pemeluk agama, pluralisme

agama akan menimbulkan dampak, tidak hanya berupa konflik antar umat

beragama, tetapi juga konflik sosial dan disintegrasi bangsa. Tracy (1987: 89,90)

menyatakan “Diantara agama-agama yang ada di dunia ini memang tidak ada

yang memiliki esensi tunggal, tidak ada muatan tunggal tentang pencerahan atau

wahyu, tidak ada cara tunggal tentang emansipasi atau liberasi yang dibangun

dalam semua pluralitas itu. Ada perbedaan penafsiran tentang Tuhan itu sendiri:

God, Emptiness, Suchness, the One, Nature, the Many. Ada perbedaan

pemahaman mengenai apa yang diwahyukan oleh Tuhan tentang Tuhan dan

tentang diri kita dalam hubungan kita tentang harmoni dan disharmoni dengan

Tuhan tersebut”.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

3

Ada perbedaan penafsiran tentang cara apa yang harus kita ikuti untuk

mengubah (pandangan kita) dari pemusatan-diri secara fatal menuju pemusatan

kepada Tuhan secara bebas. Tetapi diskursus dan cara-cara agama seperti itu

kadang-kadang bisa saling melengkapi, dan pada batas tertentu, melengkapi

beberapa aspek yang belum maju dari yang lain, tetapi pada saat yang sama juga

bisa saling mengganggu dan melenyapkan.

Terkait dengan terminologi toleransi, Stout (2006: 434) “Menjelaskan

bahwa

“Tolerance is an ambiguous term. Still, many would insist that tolerance is a

virtue. In one context it is an intentional virtue, in another it appears more as a

reflex of human nature at its best. It may also refers to a grudging and incomplete

willingness to “bear” as moral burdens those who should change their minds.

Surely, however, traditions, though it often seems an ideal honored more in theory

than in practice. Its contrary, intolerance, may become public at times when

ordinary mortals confront other ordinary mortals whose worldview or rhetoric

does not correspond to their own expectations”

Menurut Siagian (1993: 115) “Kata toleransi, berasal dari bahasa latin

tolerare yang berarti bertahan atau memikul. Toleran di sini diartikan dengan

saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai; atau memberi tempat

kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak sependapat. Dengan

demikian, toleransi menunjuk pada adanya kerelaan untuk menerima kenyataan

adanya orang lain yang berbeda. Dalam bahasa Arab toleransi disebut tasamuh

yang berarti membiarkan sesuatu untuk dapat saling mengizinkan dan saling

memudahkan. Dari kata tasamuh tersebut dapat diartikan agar di antara mereka

yang berbeda pendapat hendaknya bisa saling memberikan tempat bagi

pendapatnya. Masing-masing pendapat memperoleh hak untuk mengembangkan

pendapatnya dan tidak saling menjegal satu sama lain. Toleransi diartikan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

4

memberikan tempat kepada pendapat yang berbeda. Pada saat bersamaan sikap

menghargai pendapat yang berbeda itu disertai dengan sikap menahan diri atau

sabar. Oleh karena itu, di antara orang yang berbeda pendapat harus

memperlihatkan sikap yang sama, yaitu saling menghargai dengan sikap yang

sabar. Jadi, toleransi dapat diartikan sebagai sikap menenggang, membiarkan, dan

membolehkan, baik berupa pendirian, kepercayaan, dan kelakuan yang dimiliki

seseorang atas yang lainnya. Dengan kata lain toleransi adalah sikap lapang dada

terhadap prinsip orang lain. Toleransi tidak berarti seseorang harus mengorbankan

kepercayaan atau prinsip yang dianutnya. Dalam toleransi sebaliknya tercermin

sikap yang kuat atau istiqamah untuk memegangi keyakinan atau pendapatnya

sendiri”.

Depag R.I. (1980: 38) menyatakan “Toleransi antar umat beragama di

Indonesia populer dengan istilah kerukunan hidup antar umat beragama. Istilah

tersebut merupakan istilah resmi yang dipakai oleh pemerintah. Kerukunan hidup

umat beragama merupakan salah satu tujuan pembangunan bidang keagamaan di

Indonesia. Gagasan ini muncul terutama dilatarbelakangi oleh meruncingnya

hubungan antar umat beragama. Adapun sebab musabab timbulnya ketegangan

intern umat beragama, antar umat beragama, dan antara umat beragama dengan

pemerintah dapat bersumber dari berbagai aspek sebagai berikut:

1. Sifat dari masing-masing agama yang mengandung tugas dakwah atau misi.

2. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan

agama pihak lain.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

5

3. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang

menghormati bahkan memandang rendah agama lain.

4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi

dalam kehidupan masyarakat.

5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat

beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan

pemerintah.

6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat”

Menurut Taher (1997: 5) “Untuk mengatasi hubungan yang tidak

harmonis antar umat beragama di Indonesia dan untuk mencari jalan keluar bagi

pemecahan masalahnya, Mukti Ali, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri

Agama, pada tahun 1971 melontarkan gagasan untuk dilakukannya dialog agama.

Dialog agama diselenggarakan sebagai usaha untuk mempertemukan tokoh-tokoh

agama dalam rangka pembinaan kerukunan umat beragama. Dialog agama

bukanlah polemik tempat orang beradu argumentasi lewat pena. Dialog bukan

debat untuk saling mengemukakan kebenaran pendapat dari seseorang dan

mencari kesalahan pendapat orang lain. Dialog bukan apologi sehingga orang

berusaha mempertahankan kepercayaan karena merasa terancam. Dialog agama,

pada hakikatnya adalah suatu percakapan bebas, terus terang dan bertanggung

jawab, yang didasari oleh saling pengertian dalam menanggulangi masalah

kehidupan bangsa, baik material maupun spiritual. Oleh karena itu, perlu

dikembangkan prinsip “agree in disagreement” (setuju dalam perbedaan). Hal ini

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

6

berarti setiap peserta dialog agama harus berlapang dada dalam sikap dan

perbuatan”.

Agama menampakkan diri dalam berbagai perwujudan, seperti terlihat

dalam sistem pemikirannya, baik yang berupa sistem keyakinan maupun norma.

Agama juga menampakkan diri lebih lanjut dalam bentuk sistem peribadatan, dan

ini terlihat dengan adanya rumah-rumah ibadah dan tradisi-tradisi keagamaan.

Penampakan lebih lanjut terlihat dalam bentuk persekutuan atau kelembagaan

keagamaan, seperti adanya kelompok-kelompok umat beragama dan lembaga-

lembaga keagamaan serta lembaga-lembaga sosial keagamaan. Melalui

perwujudan yang bercorak kelembagaan, agama menjadi kekuatan nyata dalam

proses pembangunan bangsa. Otoritas kepemimpinan keagamaan merupakan

faktor yang ikut menentukan pola kesatuan dan kerukunan umat beragama.

Dengan otoritas tersebut, para pemimpin agama beserta lembaga-lembaga

keagamaannya menggarap masalah-masalah yang tidak terjangkau oleh tangan

pemerintah. Menurut Taher (1997: 5) , “Peranan para pemimpin dan tokoh agama

dalam pembangunan antara lain sebagai berikut:

1. Menerjemahkan nilai-nilai dan norma-norma agama dalam kehidupan

masyarakat.

2. Menerjemahkan gagasan-gagasan pembangunan ke dalam bahasa yang

dimengerti oleh masyarakat.

3. Memberikan pendapat, saran dan kritik yang sehat terhadap ide-ide dan cara-

cara yang dilakukan untuk suksesnya pembangunan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

7

4. Mendorong dan membimbing masyarakat dan umat beragama untuk ikut serta

dalam usaha pembangunan.

Selanjutnya agar pembinaan kehidupan beragama tetap dalam kerangka

pembinaan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, maka perlu

diperhatikan hal-hal berikut:

1. Peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam

rangka menumbuhkan kesadaran beragama bagi setiap pemeluknya.

Kesadaran beragama itu tidak saja mewujud dalam kepekaan moral,

melainkan juga dalam kepekaan sosial, sehingga dengan demikian tidak

membuat fanatisme dan eksklusivisme, melainkan menumbuhkan toleransi

sosial dan sikap terbuka.

2. Negara menjamin kebebasan beragama dan bahkan berusaha membantu

pengembangan kehidupan beragama dalam rangka pembangunan. Masing-

masing umat beragama memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk

menjalankan dan mengembangkan kehidupan agama mereka.

Dalam pembinaan kehidupan beragama, pemerintah tidak hanya menjamin

kebebasan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan

agama dan kepercayaannya, tetapi juga menjamin, membina, mengembangkan,

serta memberikan bimbingan dan pengarahan agar kehidupan beragama lebih

berkembang, semarak, dan serasi dengan tujuan pembangunan nasional. Oleh

karena itu, pola pembinaan kerukunan hidup beragama diarahkan pada tiga

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

8

bentuk, yaitu 1) kerukunan intern umat beragama; 2) kerukunan antar umat

beragama; dan 3) kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.

Selain itu bentuk strategi komunikasi pembangunan yang dilakukan oleh

pemerintah dalam meningkatkan toleransi antar umat beragama juga harus

mampu melakukan pendekatan dialogis dengan menerapkan strategi dialog antar

umat beragama dari seluruh lapisan masyarakat yang ada dengan mengoptimalkan

seluruh potensi masyarakat, sehingga secara tidak langsung sudah melibatkan

masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan toleransi umat beragama.

Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah harus memperhatikan bagaimana

esensi proses komunikasi pembangunan agama, mulai dari sumbernya,

penyampaian pesannya, strategi penyampaiannya, pendekatan penyampaiannya,

kesemuanya itu memiliki rangkaian proses yang saling berhubungan dengan

berbagai aktor yang terlibat didalamnya, untuk menentukan suatu keberhasilan

dalam proses komunikasi pembangunan agama.

Komunkasi pembangunan agama merupakan suatu proses komunikasi

yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan dalam bidang agama.

Dalam hal ini bidang pembangunan agama yang terkait dalam penelitian ini

adalah sektor toleransi agama. Komunikasi pembangunan agama menjadi suatu

kajian yang penting untuk memformulasikan bagaimana bentuk, sistem dan

strategi pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengkomunikasikan

pesan-pesan yang terkait dengan regulasi toleransi agama, yang selama ini

menjadi suatu aspek yang terlupakan oleh pemerintah dalam mengkomunikasikan

pesan-pesan regulasi yang terkait dengan sektor pembangunan toleransi agama.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

9

Pemerintah sebagai pemegang kendali kepemimpinan nasional telah

memberikan sejumlah aturan perundangan yang apabila ditaati oleh masyarakat,

akan menjadi sarana pemersatu bangsa yang kaya akan perbedaan ini terlebih

aturan perundangan yang terkait dengan kehidupan keberagamaan dalam berbagai

sektor. Akan tetapi pemerintah tidak bisa berjalan sendiri menciptakan dan

menjaga kerukunan ini, mengingat hal ini banyak menyangkut masalah keyakinan

dan prinsip-prinsip yang dianut masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai

orang yang dipandang dan diteladani oleh kelompok masyarakat tertentu memiliki

posisi strategis mengajak masyarakatnya hidup dalam kerukunan. Satu hal yang

penting adalah tokoh masyarakat dapat berperan sebagai fasilitator untuk

menjembatani komunikasi dan kepentingan di dalam kelompok masyarakatnya

yang beragam. Meminimalisir benturan antar kelompok yang berbeda, akan tetapi

bukan berarti menghindarkan kontak dan komunikasi antara kelompok-kelompok

berbeda dalam masyarakatnya. Justru berusaha membuat sesuatu secara terus

menerus yang melibatkan kelompok-kelompok yang ada, sehingga akan

membentuk satu tujuan bersama yang mengikat mereka.

Di samping itu dengan terjadinya kegiatan bersama akan mempertinggi

intensitas komunikasi, sehingga pemahaman terhadap masing-masing kelompok

akan terbentuk yang akan berujung pada sikap toleransi. Namun perlu disadari

harus selalu dilandasi sikap saling menghargai dan menghormati terhadap masing

masing anggota masyarakat. Tokoh agama juga memiliki peran sangat strategis

dalam menciptakan dan menjaga kerukunan bangsa ini. Tugas utama mereka

adalah memberikan pencerahan kepada umatnya untuk berpegang pada ajaran

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

10

agama masing-masing, yang di dalam konteks berhubungan dalam masyarakat

jelas mengajarkan kasih sayang dan toleransi. Penistaan terhadap agama harus

dihindari, karena hal ini merupakan satu hal yang sering dijadikan alasan ketika

terjadi benturan antar agama. Prinsip “bagiku agamaku, bagimu agamamu” sangat

relevan untuk bangsa Indonesia yang memiliki banyak perbedaan agama ini.

Untuk perlu dilakukan suatu penguatan toleransi agama yang dilakukan oleh

beragai pihak baik dalam kehiudpan bermasyarakat maupun dalam sistem

pemerintah.

Vermonte dan Basuki (2012: 28 ) mencatat meningkatnya insiden

intoleransi, konflik, dan beberapa kasus kekerasan terhadap sekelompok kecil

warga dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini merupakan isu penting dalam

perjalanan demokrasi Indonesia. Peristiwa-peristiwa kekerasan tersebut sejatinya

merupakan ujian penting bagi demokrasi, prinsip pluralism, dan cita-cita negara

kita. Insiden kekerasan berbasis intoleransi bahkan telah menyebabkan korban

tewas, seperti tiga orang warga Ahmadiyah di tangan warga penyerang di

Cekuesik awal tahun 2011 lalu.

Sebahagian orang menyimpulkan bahwa negara absen ketika kekerasan

terhadap sekelompok kecil warga negaranya dilakukan oleh kelompok lain warga

negara yang notabene adalah mayoritas. Tapi dalam berbagai kekerasan

intoleransi, beberapa pertanyaan mendasar perlu disampaikan: benarkah (hanya)

negara (state) yang gagal? Mengapa negara gagal? Bagaimana dengan masyarakat

(society)?

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

11

Vermonte dan Basuki (2012 : 28) menyatakan bahwa negara telah gagal

melindungi sekelompok warganya adalah mereka yang menyadarkan dirinya pada

definisi klasik mengenai negara yang menekankan pada prinsip-prinsip negara

ideal ala Max Weber. Weber mengandaikan negara ideal yang memonopoli dan

mensentralisasi penggunaan kekerasan (legitimate force) di dalam sebuah wilayah

jurisdiksi. Maka, Negara yang tidak mampu melakukan itu dan tidak mampu

mengontrol tindakan kekerasan oleh aktor non negara di dalam wilayah

jurisdiksinya bisa disebut sebagai negara gagal.

Undang‐Undang Dasar, peraturan perundangan dan kebijakan lainnya

termasuk fatwa Ulama yang dijadikan filosofis regulasi toleransi beragama, pada

prinsipnya melindungi kebebasan beragama dan pada prakteknya pemerintah

Indonesia secara umum menghormati kebebasan beragama dari enam agama

resmi, termasuk warga yang menganut aliran kepercayaan, yang merupakan

agama asli nenek moyang masyarakat Indonesia. Tetapi beberapa peraturan

perundangan, kebijakan, dan tindakan resmi tertentu membatasi kebebasan

beragama, dan dalam beberapa kasus pemerintah Indonesia gagal melindungi

beberapa orang dari tindakan diskriminasi dan kekerasan dikarenakan agama yang

dipeluknya. Pemerintah menerapkan batasan pada beberapa kelompok agama

yang tidak diakui dan yang dianggap "menyimpang." Tidak ada perubahan sikap

dari penghormatan pemerintah terhadap kebebasan beragama.

Beberapa persoalan yang menyangkut kasus intoleransi terhadap

kebebasan beragama di tanah air ini cukup banyak terjadi, sebagaimana

dilaporkan oleh beberapa lembaga-lembaga yang konsen memperhatikan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

12

persoalan intoleransi, diantaranya Setara Institue, Wahid Institue. Apakah

pelanggaran itu dilakukan oleh negara, aparat pemerintah, organisasi masyarakat

berbasis agama, dalam hal ini penelitian fokus pada dua daerah yang menjadi

objek kajian dalam penelitian ini Kota Bogor dan Kota Yogyakarta, di mana ke

dua daerah ini memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan daerah-

dearah lain yang ada di Indonesia.

Kota Bogor memiliki Visi pembangunan ”Kota Jasa Yang Nyaman

Dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah” Visi pembangunan kota

Bogor ini memiliki makna sebagai kota yang menggerakkan seluruh potensi

masyarakat di berbagai aspek pembangunan termasuk aspek pembangunan agama

dalam mewujudkan masyarakat madani yang memiliki arti, nyaman dalam

menjalankan pengamalan keberagamaan. Akan tetapi kondisi pembangunan di

Kota bogor khususnya dibidang keagamaan masih terdapat kasus-kasus

intoleransi, sehingga telah mengusik rasa kenyamanan masyarakat Kota Bogor

dalam kehidupan sosialnya.

Halili (2012) melaporkan kasus GKI Yasmin di Kota Bogor telah

mendapat perhatian luas, baik tingkat nasional maupun internasional. Perhatian

diberikan karena problemnya bukan hanya menyangkut kebebasan beribadah dan

pendirian rumah ibadah, tetapi menjadi suatu keanehan dan tanda tanya besar

bagaimana mungkin di sebuah negara yang dalam konstitusinya tertulis sebagai

negara hukum, nyatanya sebuah keputusan hukum telah memiliki kekuatan tetapi

dari institusi hukum yang paling tinggi yaitu Mahkamah Agung (MA) dengan

gampangnya diabaikan dengan begitu saja.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

13

Baik pemerintah pusat maupun Pemerintah Kota Bogor berulangkali

menyatakan bahwa kasus GKI Yasmin adalah persoalan hukum, bukan persoalan

agama. Jika itu benar, maka yang sesungguhnya terjadi pada kasus GKI Yasmin

adalah murni sangketa hukum. Bertolak dari argumen itu, maka dengan keluarnya

keputusan Mahkamah Agung seharusnya semua pihak segera menaatinya, karena

hukum adalah panglima. Tetapi yang terjadi adalah, pihak yang seharusnya

menegakkan hukum dan melaksanakannya malah justru melakukan

pembangkangan dan mengingkari keputusan hukum tersebut.

Sampai sekarang, hampir lebih kurang enam tahun kasus GKI Yasmin

belum ada titik terang penyelesaian. Berbagai cara telah ditempuh pihak GKI

Yasmin agar putusan MA tersebut dapat dijalankan oleh Pemerintah Kota Bogor.

Baqir dkk (2012: 32) persoalan GKI Yasmin muncul setelah keluarnya surat

Kepala Dinas Tata kota dan Pertamanan Kota Bogor N0.503/208-DTKP tanggal

14 Februari 2008 perihal pembekuan ijin. Surat itu muncul sebagai respon

Pemerintah Kota Bogor atas adanya keberetan dan protes warga sekitar bahwa

gereja tersebut adalah pusat permutadan warga Muslim di kota Bogor. Sensus

penduduk 2010 menunjukkan 97.12% dari total penduduk kota Bogor memeluk

agama Islam. Alasan lain ialah adanya pengakuan warga mengenai pemalsuan

tanda tangan warga dalam pernyataan tidak keberatan atas pembangunan gereja di

area tersebut.

Persoalan yang terjadi tidak hanya terbatas pada persoalan GKI Yasmin di

Kota Bogor tetapi juga persoalan mengatas namakan penodaan agama, dalam

KUHP 15 6a dan UU N0. 1 PNPS tahun 1965 tentang pencegahan dan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

14

penyalahgunaan dan/ penodaan agama. Jenis pelanggaran seperti ini misalnya :

kegiata-kegiatan keagamaan yang meyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari

agama itu, penafsiran dan kegiatannya menyimpang dari pokok-pokok agama itu

misalnya Islam. Kasus seperti ini terjadi pada aliran Ahmadiyah di Provinsi Jawa

Barat.

Baqir dkk (2012: 23) “Menjelaskan sejumlah kasus kebebasan beragama

di Provinsi Jawa Barat yang berujung pada tindakan anarkis berupa penyerangan,

pembakaran, pengusiran dan pelarangan ibadah jemaat Ahmadiyah. Hubungan

antara masyarakat umum dengan komunitas Ahmadiyah di Kota Bogor

sebelumnya berjalan kondusif dan harmonis. Namun paska penyerangan kampus

Al-Mubarok, Parung, Bogor pada tanggal 9 juli 2005 silam, komunitas

Ahmadiyah di Jawa Barat menjadi terasing dalam interaksi sosial. Tidak saja

terkucil, komunitas Ahmadiyah secara perlahan merasa kehilangan rasa nyaman

dan dihantui rasa kekhawatiran seiring dengan adanya ancaman penyerangan.

Peristiwa kekerasan yang menimpa perkampungan dan anggota Ahmadiyah di

kampung Cisalada, Desa Cimpea Udik, Kecamatan Cimpea Kabupaten Bogor,

terjadi pada hari Jumat 13 Juli 2012, dan kondisi ini juga berimbas ke wilayah

Kota Bogor, di mana ancaman sering didapatkan warga Ahmadiyah yang ada di

Kota Bogor”. Melihat kemungkinan di Kota Bogor tidak hanya aliran Ahmadiyah

yang berkembang, ada kemungkinan adanya aliran-aliran yang lain, menjadi suatu

keunikan untuk diteliti lebih jauh.

Untuk wilayah Kota Yogyakarta dengan visi pembangunan

“Terwujudnya kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan berkualitas, berkarakter

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

15

dan inklusif, pariwisata berbasis budaya, dan pusat pelayanan jasa, yang

berwawasan lingkungan dan ekonomi kerakyatan”. Ada suatu keunikan yang akan

di teliti di mana masih bertahannya aliran kepercayaan bagi sebahagian warga

Kota Yogyakarta di mana mereka mampu melakukan adaptasi ke agama-agama

lain yang diakui oleh pemerintah dengan tujuan agar hak-hak kewarganegaraan

yang menjadi hak mereka masih bisa mereka dapatkan. Kasus intoleransi pernah

terjadi pada tahun 2008 sekitar 30 ormas keagamaan menyerang tempat beribadat

aliran Sapta Darma sehingga terjadi kasus ancaman dan pemukulan. Namun pada

satu sisi, kondisi ini tidak menimbulkan persoalan sosial dalam hubungan

kehidupan beragama sehari-hari para penganut aliran kepercayaan Sapta Darma,

bahkan sering didapatkan dalam satu keluarga menganut berbagai macam agama.

Pada tahun 2010 terjadi pelarangan pendirian rumah ibadah Kerajaan Saksi-Saksi

Yehua, di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman, padahal secara legalitas

mereka sudah mendapatkan rekomendasi dari FKUB Kota Yogyakarta, nomor:

003/FKUB/B/V/2010, tertanggal 17 mei 2010, dan rekomendasi Kantor

Kementerian Agama Kota Yogyakarta, tertanggal 27 mei 2010. Akan tetapi

sampai saat ini perizinan pembangunan rumah ibadah tersebut sampai saat ini

belum mereka dapatkan dari Pemerintah Kota Yogyakarta. Begitu juga dengan

kondisi terakhir yang terjadi di daerah Kabupaten Sleman, secara tidak langsung

telah memberikan pengaruh terhadap kehidupan keberagamaan di Kota

Yogyakarta, atas kasus yang terjadi pada tanggal 29 Mei 2014, di mana terjadi

penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menyerang rumah

Julius Felicianus. Saat penyerang terjadi di mana rumah itu sedang dipakai

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

16

belasan umat Katolik untuk melakukan doa bersama dan paduan suara. Begitu

juga dengan kemungkinan adanya aliran-aliran agama yang lain, hal ini

dikarenakan Kota Yogyakarta merupakan Kota pendidikan dengan tingkat

pluralitas yang cukup tinggi baik dari aspek agama maupun etnis, sehingga timbul

suatu pertanyaan, apa yang menyebabkan Kota Yogyakata relatif “aman” dalam

kehidupan sosial keagamaan? Sehingga predikat City Of Tolerance sebagai salah

satu predikat yang disandangnya.

Dalam hal ini terlihat masih lemahnya optimalisasi penguatan toleransi

agama yang dilakukan oleh Pemerintahan Kota Bogor dan Yogyakarta di dalam

pendekatan komunikasi pembangunan agama, mulai dari Walikota, Camat serta

Lurah dan para pemangku kepentingan (Tokoh agama, penyuluh agama,

Kementerian Agama) termasuk juga FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama)

yang dibentuk oleh pemerintah dengan tujuan penguatan toleransi agama sampai

pada level akar rumput khsusunya mengawal persoalan peribadatan, hal ini

termaktub dalam Peraturan Bersama (Perber) Menteri Agama (Menag) dan

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) N0.9 dan N0.8/ 2006, belum berjalan dengan

baik bagi ke dua wilayah tersebut, ini terbukti dari persoalan yang muncul,

misalnya untuk kasus wilayah Pemerintahan Kota Bogor, belum optimalnya

komunikasi pembangunan agama yang diakukan oleh kepala daerah dan para

pemangku kepentingan khususnya Pemkot Bogor tentang Kepetusan Bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/Ber/Mdn-Mag/1969

tentang Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-

Pemeluknya, khususnya menyangkut pasal 4 ayat 1 “Setiap pendirian rumah

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

17

ibadat perlu mendapat ijin dari kepala daerah atau pejabat pemerintah di

bawahnya yang dikuasakan untuk itu” Sairin (1996: 5).

Sekiranya peraturan ini dikomunikasikan dengan baik dalam

mewujudkan toleransi agama di Kota Bogor dan dapat dipahami oleh seluruh

pemangku kepentingan yang terkait dalam kehidupan keberagamaan

dimungkinkan kisruh persoalan rumah ibadah seperti kasus Gereja Yasmin tidak

akan terjadi. Begitu juga dengan kondisi Pemerintahan Kota Yogyakarta, di mana

Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan yang terkait, menurut Peneliti

belum optimal dalam melakukan penguatan toleransi agama khususnya

komunikasi pembangunan agama mengenai pedoman penyiaran agama yang

tertuang dalam Keputusan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1

Tahun 1979 tentang Pelaksanaan Penyiaran Agama kondisi ini dapat terlihat dari

kasus intoleransi yang pernah terjadi di kota Yogyakarta.Untuk itu menurut

peneliti sudah saatnya pemerintah menganggap aspek komunikasi pembangunan

agama, dalam mengkomunikasikan pesan-pesan yang terkait dengan regulasi

toleransi agama menjadi suatu hal yang penting untuk dikaji dengan berbagai

pendekatan, begitu juga dengan penguatan toleransi agama yang dibangun dari

berbagai kekuatan sosial yang ada, menjadi bahagian yang penting di dalam

pembangunan toleransi agama. Sehingga dapat memformulasikan pendekatan dan

strategi yang efektif untuk melakukan aspek penguatan toleransi agama dalam

komunikasi pembangunan agama dengan baik.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

18

1.2.Permasalahan Penelitian

Permasalahan penguatan toleransi agama dalam komunikasi pembangunan

agama yang dilakukan oleh pemerintah kota dalam hal ini yang peneliti

maksudkan adalah Pemerintahan Kota mulai dari Walikota, Camat serta Lurah

dan para pemangku kepentingan (Tokoh agama, penyuluh agama, FKUB,

Kementerian Agama, dalam hal ini Kementerian Agama pada tingkatan

pemerintahan kota dan kecamatan) studi kasus pada dua daerah yang masing-

masing daerah menurut peneliti memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik

dari aspek kultur, fenomena keberagamaan, pendekatan pembangunan, kedua

daerah tersebut adalah Pemerintah Kota Bogor di Provinsi Jawa Barat, dan

Pemerintah Kota Yogyakarta di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun

yang menjadi alasan peneliti memilih ke dua daerah tersebut berdasarkan hasil

penelitian kebebasan beragama dan intoleransi yang dilakukan oleh Setara Institut

dan Wahid Institut sepanjang tahun 2010 dan 2011 menunjukkan Pemerintah Kota

Yogyakarta dengan 1 kasus angka pelanggaran kehidupan keberagamaaan,

Pemerintah Kota Bogor secara khusus dan Provinsi Jawa Barat secara umum

tingkat pelanggaran keberagamaan 91 kasus. Di samping itu juga ke dua daerah

ini memiliki permasalahan keberagaamaan yang unik jika dibandingkan dengan

daerah lain, Pemerintah Kota Bogor kasus pendirian dan pembongkaran rumah

ibadah antara kelompok Islam dan Kelompok keristen, kasus Ahmadiyah.

Pemerintah Kota Yogyakarta, terkesan tidak memiliki persoalan kehidupan

keberagamaan walaupun penganut aliran kepercayaan sampai saat ini masih ada,

padahal Yogyakarta memiliki tingkat pluralitas yang tinggi baik dari aspek agama

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

19

maupun etnis, sehingga memberi corak yang berbeda secara budaya, Kota Bogor

yang kuat dipengaruh oleh budaya Sunda, sedangkan Kota Yogyakarta menjadi

pusat peradaban budaya Jawa, yang secara sistem sosial dapat memberi pengaruh

khsusunya dalam kehidupan keberagamaan masyarkatnya. Begitu juga dengan

aspek komunikasi pembangunan agama, sehingga yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah bagaimana penguatan toleransi agama dalam

komunikasi pembangunan agama yang dilakukan pemerintahan Kota Bogor dan

Yogyakarta? Fokus pada tiga permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kebijakan pengkomunikasian penguatan toleransi agama yang

dilakukan oleh kepala daerah pemerintah kota Bogor dan Yogyakarta serta

para pemangku kepentingan?

2. Sejauhmana nilai-nilai kelokalan diadaptasi untuk menyokong penguatan

toleransi agama yang dilakukan oleh pemerintah kota Bogor dan

Yogyakarta serta pemangku kepentingan?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kebijakan pengkomunikasian

penguatan toleransi agama oleh kepala daerah pemerintah kota Bogor dan

Yogyakarta serta para pemangku kepentingan?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, tujuan

penelitian ini adalah untuk :

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

20

1. Menganalisis kebijakan pengkomunikasian penguatan toleransi agama

yang dilakukan oleh kepala daerah pemerintahan kota Bogor dan

Yogyakarta.

2. Menganalisis kebijakan pengkomunikasian penguatan toleransi agama

yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan di Kota Bogor dan

Yogyakarta .

3. Menganalisis optimalisasi adaptasi nilai-nilai kelokalan dalam

membangun penguatan toleransi agama yang dilakukan oleh

pemerintah kota Bogor dan Yogyakarta serta pemangku kepentingan

4. Mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi kebijakan

pengkomunikasian penguatan toleransi agama oleh kepala daerah

pemerintah kota Bogor dan Yogyakarta.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi baik secara

akademik maupun secara praktis untuk membangun toleransi beragama yang

baik.Manfaat bagi pembuat kebijakan pembangunan keberagamaan dapat

dijadikan sebagai pendekatan untuk menciptakan harmonisasi kehidupan

keberagamaan. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah :

1. Merumuskan pendekatan kebijakan penguatan toleransi agama dalam

kajian konsep keilmuan komunikasi pembangunan agama.

2. Dapat dijadikan acuan bagi Pemerintah dan para pemangku kepentingan

dalam menciptakan suatu hubungan kehidupan keberagamaan yang

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

21

harmonis sehingga pembangunan keberagamaan dapat berjalan dengan

baik

3. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengkomunikasian

regulasi toleransi agama dalam pembangunan agama.

4. Memberikan perspektif baru dalam konsep komunikasi pembangunan

agama dalam konstelasi keilmuan komunikasi pembangunan.

1.5. Keaslian Penelitian

Keasliaan penelitian ini terletak pada variabel-variabel penelitian maupun

yang menjadi obyek penelitiannya. Pada penelitian maupun tulisan terdahulu

belum ada yang mengkaji secara khusus tentang penguatan toleransi agama

dalam komunikasi pembangunan agama studi Pemerintahan Kota Bogor dan

Yogyakarta, serta pendekatan metode penelitian, penggunaan teorisasi, pengayaan

analisis temuan yang digunakan dalam penelitian ini

Penelitian dan tulisan tentang toleransi agama baik yang berhubungan

dengan regulasi maupun tindakan intoleransi telah banyak di lakukan, apalagi

menyangkut tentang dialog antar agama yang muaranya bagaimana menciptakan

toleransi agama, serta menganalis persoalan yang menyangkut tentang penyebab-

penyebab intoleransi dalam kehidupan keberagamaan.

Penelitian ini juga, memberikan prespektif baru dalam menganalisa

persoalan yang terkait dengan dialog antar agama, sebagai kajian keilmuan yang

sudah banyak dikaji oleh para ilmuan dalam berbagai penelitian. Penelitian ini

menganalisis prespektif dialog antar agama melalui pendekatan kajian keilmuan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

22

komunikasi yang dikembangkan melalui prespektif komunikasi pembangunan

sebagai suatu kekuatan dalam pendekatan analisis penelitian ini. Beberapa hasil

penelitian dan tulisan atau artikel yang dimuat dalam jurnal-jurnal yang berkaitan

dengan toleransi beragama dapat di lihat dalam Tabel 1

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

23

Tabel 1.Penelitian Terdahulu Terkait Toleransi Agama

Peneliti, Tahun, Judul

(1)

Tujuan

(2)

Metode Analisis

(3)

Hasil Penelitian

(4)

Perbedaan

(5)

Rumadi (2005) ” Agama

Dan Negara: Dilema

Regulasi Kehidupan

Beragama di Indonesia”

Melihat hubungan

agama dan negara

dalam penerapan

regulasi kehidupan

beragama di Indonesia

Metode yang

digunakan

pendekatan

kualitatif

Negara memaksakan kepentingannya

dengan sewenang-wenang kewarga negara.

Tugas negara terutama pemerintah dan

aparaturnya ke depan adalah menjamin dan

melindungi hak warga negara

Fokus pembahasan,

metode penelitian dan

obyek penelitian,

teori yang digunakan

Saniotis, 2008. Making

Polders: Social

Communication,

Relegion, and the Global

Environmental Crisis

Penelitian ini melihat

hubungan antara

komunkasi sosial,

agama dan krisis global

dengan didasarkan

pada ide-ide filosof

Ervin Laszlo

Pendekatan

kualitatif

Pendekatan baru antara komunikasi sosial

dan agama memiliki pengaruh yang sangat

kuat dalam mengatasi perubahan yang

terjadi dalam lingkungan hidup

Fokus pembahasan,

metode penelitian,

teorisasi yang

digunakan dan obyek

penelitian

Halili dkk (2013) tentang

“Kepemimpinan Tanpa

Prakarsa Kondisi

Berkeyakinan dan

Beragama di Indonesia

2012

Parameter hak asasi

manusia. Parameter

lain juga dengan

mengunakan Deklarasi

Pengahapusan Segala

Bentuk Intoleransi dan

Diskriminasi

Berdasarkan Agama

atau Keyakinan

Metode

Kualitatif

Indoensia tidak mengalami kemajuan akibat

masih terus dipeliharanya berbagai produk

peraturan perundang-undangan yang

diskriminaif, seperti UU N0.1/PNPS/1965,

Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri, SKB pembatasan

Ahmadiyah, dan peraturan daerah

diskriminatif lainnya.

Fokus pembahasan,

tujuan dan manfaat

penelitian,

pendekatan teori yang

digunakan, metode

penelitian dan obyek

penelitian

Muktiono (2012)

Mengkaji Politik Hukum

dan Kebebasan Beragama

di Indonesia

Untuk menganalisis

perananan politik

hukum di Indonesia

dalam menjamin

keberagamaan setiap

warga negara

Metode

Kualitatif

Terjadi resistensi baik secara terbuka

maupun tertutup oleh lembaga-lembaga

negara maupun organ-organ adminstrasi

terhadap norma-norma hak asasi manusia

terutama menyangkut masalah hak atas

kebebasan beragama dan berkeyakinan dari

kelompok minoritas.

Fokus pembahasan,

teorisasi yang

digunakan, metode

penelitian dan obyek

penelitian

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98070/potongan/S3-2016...1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki penganut umat beragama

24

Lanjutan

Hanes (2011) “Old

Europe Versus New

Europe : Cultural

Similarity, Tolerance,

Relgion And Anti Anti-

Americanism In A

Diveded European Union.

Anti amerikanisme di

Eropah, termasuk di

negara-negara seperti;

Perancis, Jerman,

Italia, Spanyol,

Belanda dan Belgia

Dalam

penelitian ini

menggunakan,

analisis

statistik, dan

metode kasus

dalam

pendekatan

kualitatif

Secara signifkan lebih anti Amerika dari

pada New Eopah mencakup Negara-negara

seperti; Rumania, Bulgaria, Polandia, dan

Hunggaria.

Fokus pembahasan,

pendekatan teorisasi

yang digunakan,

metode penelitian dan

obyek penelitian

Okon,(2012) “ Relegion,

Culture and

Communication”

Untuk menganalisis

hubungan antara agama

dan budaya serta

dampak secara

bersamaan pada

komunikasi

Metode

kualitatif

Korelasi antara agama, budaya dan

komunikasi telah menduduki perhatian

ilmiah selama bertahun- tahun. Agama tidak

hanya fenomena budaya, tetapi juga sebuah

platform bersejarah bagi ekspresi budaya

dan selalu menjadi sumber kekuatan dalam

pembangunan

Fokus pembahasan,

pengayaan literatur

yang digunakan,

metode penelitian dan

obyek penelitian

Suprapto (2013)

Revitalisasi nilai-nilai

kearipan lokal bagi upaya

resolusi konflik

Mengetahui

keterlibatan kearifan

lokal dalam upaya

resolusi konflik dan

pembangunan

perdamaian

bukan satu-satunya

jalan untuk menangani

konflik

Metode

kualitatif

pembangunan perdamaian dengan

melibatkan kearifan mampu

mempertahankan harmoni sosial. Dengan

mempertimbangkan pada norma yang telah

lama terinternalisir di kalangan masyarakat.

Dalam konteks ini adalah perlunya para

elite untuk membicarakan tentang pola

kearifan lokal yang didasarkan pada

pembangunan perdamaian

Fokus pembahasan,

terkait dengan

persoalan yang dikaji,

metode penelitian,

pendekatan teori yang

diguakan dan obyek

penelitian