bab i pendahuluan 1.1. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembentukan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)1 pada tahun
1967, salah satu tujuannya adalah untuk melakukan kerjasama Ekonomi antar
negara anggota regional. Pada awalnya fokus dari kerjasama ekonomi terletak
pada program-program seperti preferensi perdagangan (preferential trade), usaha
patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation
scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di
kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential
Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation scheme
(1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced
Preferential Trading arrangement (1987).2
Awal tahun 80 hingga 90’an banyak hambatan-hambatan ekonomi di
berbagai negara, untuk mengahadapi hal tersebut negara anggota ASEAN
bekerjasama dengan saling membuka perekonomian mereka, agar terciptanya
integrasi ekonomi kawasan. Keinginan ASEAN untuk menciptakan integrasi3
1 ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi yang didirikan oleh Negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada tanggal 8 Agustus 1967 di Kota Bangkok (Thailand) dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengembangkan kebudayaan Negara-negara anggotanya, menjaga stabilitas dan perdamaian serta memberikan kesempatan kepada anggota-anggotanya untuk membahas perbedaan dengan damai. Diakses dalam http://ilmupengetahuanumum.com/profil-10-negara-anggota-asean/ 2 A Kardiyat Wiharyanto, Proses Berdirinya ASEAN, dalam http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Ekonomi%20ASEAN.doc 16 Oktober 2014 3 Pengertian integrasi dipandang dari segi politis ialah proses menyatukan berbagai kelompok sosial, aliran, dan kekuatan-kekuatan lainnya dari seluruh wilayah tanah air guna untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sehat, dinamis, berkeadilan sosial,
2
ekonomi, akhirnya mengadakan pertemuan puncak ASEAN ke-9 yang diadakan
di Bali pada tahun 2003 menghasilkan Declaration of ASEAN Concord II atau
yang dikenal dengan Bali Concord II. Pertemuan tersebut menghasilkan
diproklamirkan pembentukan ASEAN Community (Komunitas ASEAN) yang
terdiri atas tiga pilar yaitu ASEAN Security Community (Komunitas ASEAN),
ASEAN Economic Community (Komunitas Ekonomi ASEAN) dan ASEAN
Social Cultural Community (Komunitas Sosial Budaya ASEAN).4
Indonesia sebagai Negara terbesar populasinya yang ada di kawasan
ASEAN, Indonesia memiliki berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke. Hal tersebut akan menjadi modal yang
penting untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menuju MEA tahun 2015.
Sebagai salah satu dari tiga pilar utama ASEAN Community 2015, masyarakat
ekonomi ASEAN yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di
ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara yang
perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat
ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang dimana di
dalamnya terdapat MEA, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis
di kancah Internasional, kita mengharapkan dengan terwujudnya komunitas
masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga
terjadi suatu dialog antar sektor yang dimana nantinya juga saling melengkapi
demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Integrasi ini sering disebut juga dengan integrasi nasional. Diakses dalam http://www.seputarpengetahuan.com/2015/09/pengertian-integrasi-dan-bentuk-bentuk-integrasi-sosial.html. 4 Kekuatan Indonesia Berdasrkan Tiga Pilar, diakses dalam http://www.hmihukumugm.org/2015/03/kekuatan-indonesia-berdasarkan-tiga.html di akses pada 16 Oktober 2014.
3
diantara para stakeholder sektor ekonomi di Negara negara ASEAN ini sangat
penting.5
ASEAN akhirnya merencanakan penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) pada tahun 2015, dengan beberapa tujuan diadakanya MEA yaitu yang
pertama untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, kedua
meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, ketiga
mendorong pertumbuhan ekonomi, dan yang terakhir mengurangi kemiskinan,
serta meningkatkan standar hidup masyarakat.6
Hadirnya MEA akan tercipta suatu pasar besar kawasan ASEAN yang akan
berdampak besar terhadap perekonomian negara anggotanya. Oleh karena itu,
diperlukan adanya penyetaraan ekonomi seluruh anggota ASEAN agar tidak
terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi. Oleh karena itu Indonesia
mempersiapkan kesetaraan ekonomi dengan kawasan ASEAN dalam memasuki
era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015.7
Pemerintah Indonesia juga sudah mempersiapkan penguatan forum atau
klaster untuk UMKM. Pemerintah juga melakukan pengembangan produk
5Direktorat jendral pengembangan ekspor nasional kementrian perdagangan, Peluang dan Tantangan Indonesia pasar bebas ASEAN, diakses dalam http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/publication/7551442304774.pdf 16 Oktober 2014. 6 Peluang dan tantangan dalam mengahadapi masyarakat ekonomi asean, diakses dalam http://www.gajimu.com/main/tips-karir/peluang-dan-tantangan-dalam-menghadapi-masyarakat-ekonomi-asean diakses pada 16 Oktober 2014. 7 Sulung Herlambang R, DKK, KESIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ERA MEA 2015 MELALUI KEBIJAKAN REDENOMINASI http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/32368889/NETS_SULUNG_DKK-libre.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1413473701&Signature=2qleegE0V733r6yXiMIp5bPIEh4%3D di akses pada 16 Oktober 2014.
4
unggulan daerah melalui one village one product (OVOP).8 Pendekatan One
Village One Product (OVOP) pertama kali diinisiasi di Oita, Jepang, OVOP
merupakan suatu pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk
menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar global, dengan tetap
memiliki ciri khas keunikan karakteristik dari daerah tersebut. Produk yang
dihasilkan adalah produk yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik sumber
daya alam, maupun sumber daya manusia.9
Kesiapan Indonesia dilihat dari tantangan serta kekuatan ekonominya sangat
beragam. Hal tersebut membuat pemerintah mempunyai keinginan yang kuat
untuk membangun strategi pengembangan ekonomi daerah serta dapat membuat
masyarakat Indonesia ikut serta membentuk ekonomi daerah yang di cita-citakan
melalui One Village One Product (OVOP). Di Indonesia, pendekatan melalui
OVOP digagas pada tahun 2006 oleh Kementerian Perindustrian yang kemudian
ditandai dengan terbitnya Inpres No. 6/2007 tentang kebijakan percepatan
pengembangan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) dan Peraturan Menperin No. 78/M-Ind/Per/9/2007 tentang peningkatan
efektivitas pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) melalui pendekatan
OVOP yang saling mengkait untuk mendorong produk lokal industri kecil dan
8 Gerakan OVOP (One Village One Product) atau satu desa satu produk (SDSP) merupakan suatu gerakan sosial yang tumbuh dari bawah keatas (bottom up). Konsep dasar dari pengembangan gerakan OVOP adalah adanya interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dimana peran masyarakat sangat dominan sebagai pihak yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan produk atau potensi daerah yang dimilikinya. Diakses dalam http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/49-juni-2008/426-gerakan-ovop-one-village-one-product-sebagai-upaya-peningkatan-pengembangan-daerah.html. 9 Departemen Perindustrian. 2007. Membangun Daya Saing Industri Daerah: Dengan Pendekatan Kompetensi Inti Industri Daerah, Jakarta: Departemen Perindustrian.
5
menengah agar mampu bersaing di pasar global10. Tidak hanya itu, kesiapan
Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor tantangan yang dimilikinya. Ada dua
tantangan besar dalam membangun ASEAN Community 2015. Pertama, lemahnya kualitas SDM di Indonesia kedua, masih kurangnya koordinasi antar
stakeholder.11
Pemerintah perlu mensosialisasikan rencana aksi menghadapi tantangan
regional. Kerjasama antar negara menjadi tak ada artinya bila masyarakat tak
terlibat. 12 Namun, untuk melengkapi kesiapannya dalam menghadapi MEA,
Indonesia mencanangkan beberapa program khusus seperti OVOP dalam
menghadapi MEA 2015. Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk
menganalisa mengenai hal tersebut dengan judul ‘Implementasi Kebijakan One
Village One product (OVOP) di Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015’
10 Paparan deputi bidang pengkajian dan sumberdaya ukmk kkukm, diakses dalam http://www.stieykpn.ac.id/downloads/journal/JUM/ 16 Oktober 2014. 11Bisnis UKM, Tantangan dan peluang UKM MEA 2015, diakses dalam http://bisnisukm.id/tantangan-dan-peluang-ukm-mea-2015/ pada 16 oktober 2014. 12Masyarakat ekonomi tunggal ASEAN 2015, Berita satu, diakses dalam http://www.beritasatu.com/asia/41368-masyarakat-ekonomi-tunggal-asean-2015.html pada 16 oktober 2014.
6
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ‘Bagaimana
Implementasi Kebijakan One Village One product (OVOP) di Indonesia
Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ?’
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan utama dalam penulisan proposal skripsi ini :
• Melihat lebih dalam dan kompleks upaya Indonesia dalam
mewujudkan ekonomi masyarakat industri kecil dalam mengahadapi
MEA.
• Melihat sejauh mana upaya Indonesia dalam menyiapkan ekonomi
yang berbasis potensi wilayah.
• Melihat sejauh mana konsep OVOP dapat diaplikasikan untuk
memajukan masyarakat ekonomi Asean khususnya Indonesia.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Akademis
Adapun manfaat akademis yang dieskpektasikan oleh penulis adalah
mengkaji ‘Bagaiamana Upaya Indonesia Menghadapi MEA (Masyarakat
Ekonomi Asean) 2015 Melaluli OVOP (One Village One Product)’ dengan teori
keunggulan absolute yang nantinya bermanfaat mempeluas kajian Ilmu Hubungan
Internasional sehingga dapat dijadikan dasar pemikiran mengenai penelitian
sejenis.
7
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat membantu memberikan masukan kepada UMKM di
Indonesia untuk mempersiapkan menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)
2015 Melaluli OVOP (One Village One Product).
1.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang pertama, Al Briham Jarham yang berjudul ‘PROGRAM
PEMBERDAYAAN SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION
(SMEP) OLEH SWISSCONTACT’ di dalam penelitian ini dikatakan bahwa upaya
memberdayakan UMKM yang mereka jalankan, menggunakan strategi fasilitasi.
Maksudnya adalah para pelaku usaha kecil sudah mengetahui permasalahan yang
mereka hadapi dan peran dari Swisscontact adalah hanya sebagai fasilitator atau
agen peubah dalam program ini. strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh
Swisscontact dalam program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP)
kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir.
Proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Swisscontact dalam program
Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) kepada para pelaku usaha kecil
di Cipulir adalah dengan menggunakan proses kecenderungan primer dan proses
kecenderungan sekunder. Bentuk dari proses primer adalah dengan adanya
pelatihan manajemen kerja dan manajemen keuangan pada para pelaku usaha
kecil di Cipulir. Selain pelatihan tersebut, pada proses ini juga dilakukan
penguatan koperasi, bantuan program CTC, dan melakukan mitra kerja dengan
usaha garmen skala besar. Sedangkan proses sekunder, bentuknya adalah dengan
8
mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan tiap bulan dan
dihadiri oleh Swisscontact, pelaku usaha dan lembaga-lembaga terkait.
Perubahan yang terjadi pada pelaku usaha kecil di Cipulir antara lain
meningkatnya tingkat produktivitas, jaringan pemasaran yang bertambah, biaya
bahan baku yang semakin rendah, dan adanya dukungan dari lembaga- lembaga
terkait.13
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Aditya Artha Febiyanto yaitu
membahas tentang “Kesiapan Indonesia Dalam Menarik Investasi Asing
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015”. ASEAN mencapai tahap
perkembangan baru dengan dideklarasikannya ASEAN Charter. Piagam ini
menandai transformasi di dalam struktur kelembagaan ASEAN, yang mana
dengan piagam ini ASEAN berubah menjadi sebuah legalized body. Piagam
ASEAN mengamanatkan pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015,
yang di dalamnya didukung oleh tiga pilar yaitu ASEAN Socio-Cultural
Community (ASCC), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Economic
Community (AEC dan selanjutnya disebut dengan Masyarakat Ekonomi
ASEAN/MEA).
Penelitian ini hendak menyoroti permasalahan apa yang akan dihadapi
oleh Indonesia dengan adanya Komunitas ASEAN tersebut, yaitu yang
13 Al Briham. 2009. Program Pemberdayaan Small And Medium Enterprise Promotion (SMEP) Oleh Swisscontact, IPB, diakses dalam http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/31116477/I09abj-libre.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1413474260&Signature=SjZv%2BAkUxwmq%2BFMdZm1YOmMvcMQ%3D, pada 09 januari 2015.
9
berhubungan dengan salah satu pilarnya, Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Permasalahan yang akan diteliti berkaitan dengan kesiapan sektor investasi
Indonesia ketika bergabung secara penuh dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
tahun 2015. Penelitian akan secara khusus membahas daya saing sektor investasi
Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui hambatan apa saja yang ada dalam sektor investasi di
Indonesia, meliputi hambatan dalam bidang ekonomi, politik dan sosial.
Hasil penelitian menyatakan terdapat beberapa hambatan di dalam sektor
investasi Indonesia. Di bidang ekonomi, terdapat dua permasalahan yang
menonjol. Pertama, kemungkinan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi
yang disebabkan oleh krisis ekonomi dunia saat ini. Kedua, potensi inflasi yang
melonjak yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian nasional dan
menurunkan daya saing.
Di bidang politik, ada tiga masalah yang teridentifikasi. Pertama, rantai
birokrasi yang panjang sehingga menimbulkan inefisiensi bagi kegiatan usaha.
Kedua, tingginya kasus korupsi yang mengganggu efektivitas penggunaan
anggaran pemerintah karena banyaknya penyelewengan dan penyalahgunaan
dana. Ketiga, kualitas infrastruktur yang kurang memadai untuk mendukung
optimalisasi pertumbuhan sektor investasi.
Sedangkan untuk bidang sosial, ada dua hal yang menjadi hambatan bagi
sektor investasi. Pertama, merebaknya berbagai konflik sosial horizontal di
beberapa wilayah Indonesia yang dilatarbelakangi oleh isu SARA, radikalisme
10
agama serta kesenjangan ekonomi. Kedua, rendahnya tingkat produktivitas tenaga
kerja Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan tidak
mengesampingkan berbagai hambatan yang ada, dapat dinyatakan bahwa sektor
investasi Indonesia memiiliki kesiapan yang cukup baik untuk mengahadapi MEA
2015.14
Penelitian dari Solikhatun Isnaini membahas tentang Kesiapan Indonesia
Menghadapi Free Flow of Goods Sebagai Implementasi Dari Single Market and
Production Base. Globalisasi mempengaruhi munculnya blok-blok perdagangan
dunia yang berintegrasi dalam lingkup regional guna memperkuat perekonomian
internal negara anggota maupun kawasan ASEAN. ASEAN bermaksud
memulihkan perekonomian dari krisis yang terjadi tahun 1997-1998 yang
merusak tatanan perekonomian ASEAN melalui Declaration of Bali Concord II
dalam KTT ASEAN di Bali pada tanggal 7 Oktober 2003 dengan membentuk
Masyarakat ASEAN (ASEAN Community) yang terdiri atas Masyarakat Ekonomi
ASEAN, Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN, Masyarakat Sosial-Budaya
ASEAN.
Untuk mengetahui integrasi ekonomi regional ASEAN dalam sudut
pandang Hukum Internasional berkaitan dengan kesiapan Indonesia menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN, maka skripsi ini menggunakan penelitian yuridis
14 Aditya Artha Febiyanto. 2013, KESIAPAN INDONESIA DALAM MENARIK INVESTASI ASING MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015, Universitas Jember. diakses dalam http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/20153/Aditya%20Artha%20Febiyanto_1.pdf?sequence=1, Pada 09 Januari 2015.
11
normatif dengan pendekatan undang-undang (Statute Approach) dan pendekatan
konseptual (Conseptual Approach).
Status ASEAN sebagai organisasi antarnegara mempengaruhi
kesepakatan-kesepakatan mengenai integrasi ekonomi regional ASEAN
berdasarkan prinsip non-interference dan respect sovereignty yang tercantum
dalam Pasal 2 ASEAN Charter 2007, membuat ASEAN tidak dapat secara
maksimal berintegrasi sehingga tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan
sanksi kepada negara anggotanya. Dikorelasikan dengan kesiapan Indonesia
dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang tertuang dalam Blueprint
ASEAN Economic Community 2003 membutuhkan komitmen yang tinggi dalam
berbagai aspek, tidak sejalan dengan realita birokrasi Indonesia yang tidak efektif
dan efisien, korupsi dan belum direalisasikannya Undang-Undang Perdagangan
membuat Indonesia tidak sepenuhnya siap menghadapi arus bebas barang yang
merupakan salah satu elemen dalam implementasi pasar tunggal ASEAN yang
berbasis produksi internasional.15
Penelitian dengan judul “perbandingan kebijakan Indonesia dan Malaysia
dalam persiapan menghadapai AEC 2015 (Studi pada UMKM)” yang dilakukan
oleh Diani Nursyah Putri mengkaji tentang pengembangan ekonomi merata pada
pilar ketiga dalam blueprint AEC, pilar ini fokus melihat bagaimana peran
UMKM dan sumbangsihnya dalam perekonomian suatu negara. Sejalan dengan
blueprint tersebut Dewan AEC membentuk ASEAN Policy Blueprint for SME
15 Solikhatun Isnaini. 2013, Kesiapan Indonesia Menghadapi Free Flow of Goods Sebagai Implementasi Dari Single Market and Production Base, Universitas Jendarl Sudirman, diakses dalam http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/ATRIBUT%20SKRIPSI.pdf Pada 09 Januari 2015.
12
Development (APBSD) 2004 -2014 yang didalamnya terdapat langkah strategis
yang ditetapkan, kebijakan yang menjadi acuan dan implementasi yang
diharapkan bagi negara-negara ASEAN dalam mengembangkan UMKM nya.16
Dalam APBSD tersebut terdapat lima program dalam mengembangakan UMKM
yang dapat dilihat dari segi pendanaan, akses informasi, pengembangan SDM dan
keterampilan, pasar dan teknologi. Ekonomi merata dapat tercapai dengan
keberhasilan terhadap pengembangan UMKM di negaranya dan UMKM dapat
berhasil dengan lima indikator kesuksesanannya yang ada dalam APBSD 2004-
2014 tersebut. Jika kelima indikator ini sudah terpenuhi maka UMKM dapat
berkembang dengan baik.
Penelitian ini menggunakan konsep UMKM dan free trade (perdagangan
bebas). Metode dalam penelitian ini adalah perbandingan analisis oleh karenanya
persamaan dan perbedaan kebijakan ataupun program yang dibuat oleh kedua
negara untuk UMKM dalam menghadapi AEC diperbandingkan untuk
mendapatkan hasil penelitian.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kesiapan Malaysia lebih maksimal
mengingat kebijakan dan program yang diberikan oleh OECD sebagai standar
ketentuan seluruhnya terpenuhi di Malaysia, baik dari sisi pengembangan SDM
dan akses pasar pemerintah Malaysia telah menjalankan keseluruhan kebijakan
dengan maksimal dan memenuhi kebutuhan yang diinginkan perusahaan dan
pelaku UMKM, sementara di Indonesia ada beberapa kebijakan yang belum
dilakukan maksimal seperti meningkatkan partisipasi perempuan dan akses
16 ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD) 2004-2014, diakses dalam http://www.asean.org/archive/pdf/sme_blueprint.pdf, diakses tanggal 19 januari 2015.
13
pendidikan bagi pelaku UMKM, di Malaysia kebijakan ini telah dijalankan dan
mendapat respon serta dampak yang baik sehingga dapat meningkatkan kualitas
perusahaan kedepan untuk dapat bersaing di global.17
Penelitian dengan Judul “Analisis Aspek Kelembagaan Koperasi dalam
Melaksanakan Program One Village One Product (OVOP) Binaan Kementrian
Koperasi dan UKM” yang dilakukan oleh Tutik Yuliani mengkaji tentang
kelembagaan Koperasi Mitra Parahyangan dalam melakasanakan program ovop
yang lebih fokus kepada kelembagaannya yang dinilai bahwa aspek kultural dan
aspek structural yang mendapatkan perikat buruk. Nilai dan Norma menjadi
inikator struktur kelembagaan berada pada kategori buruk. Bedasarkan analisis
aspek structural juga menyatakan bahwa semua indicator mendapatkan penilaian
buruk, yaitu indicator stuktur kelembagaan berada pada kategori buruk, indicator
keanggotaan dinyatakan buruk, indikator pola interaksi dinyatakan buruk dan
hubungan anta peran dinyatakan buruk.
17 Diani Nursyah Putri, mahasisiwi hubungan internasional, dengan judul perbandingan kebijakan Indonesia dan Malaysia dalam persiapan menghadapai AEC 2015 (Studi pada UMKM), universitas Muhammadyah Malang.
14
1.4.6 Tabel Penelitian
No Judul dan Nama Peneliti
Jenis Penelitian dan Alat Analisa
Hasil
1
Program Pemberdayaan Small And Medium Enterprise Promotion (SMEP) Oleh Swisscontact Oleh : Al Briham
kualitatif Strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Swisscontact dalam program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir dalam upaya memberdayakan UMKM yang mereka jalankan, menggunakan strategi fasilitasi. Maksudnya adalah para pelaku usaha kecil sudah mengetahui permasalahan yang mereka hadapi dan peran dari Swisscontact adalah hanya sebagai fasilitator atau agen peubah dalam program ini.
2 Kesiapan Indonesia Dalam Menarik Investasi Asing Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Oleh : Aditya Artha Febiyanto
deskriptif-kualitatif
Hasil penelitian menyatakan terdapat beberapa hambatan di dalam sektor investasi Indonesia. Di bidang ekonomi, terdapat dua permasalahan yang menonjol. Pertama, kemungkinan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh krisis ekonomi dunia saat ini. Kedua, potensi inflasi yang melonjak yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian nasional dan menurunkan daya saing.
3
Kesiapan Indonesia Menghadapi Free Flow of Goods Sebagai Implementasi Dari Single Market and Production Base Oleh : Solikhatun
kualitatif Kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang tertuang dalam Blueprint ASEAN Economic Community 2003 membutuhkan komitmen yang tinggi dalam berbagai aspek, tidak sejalan dengan realita birokrasi Indonesia yang
15
Isnaini tidak efektif dan efisien, korupsi dan belum direalisasikannya Undang-Undang Perdagangan membuat Indonesia tidak sepenuhnya siap menghadapi arus bebas barang yang merupakan salah satu elemen dalam implementasi pasar tunggal ASEAN yang berbasis produksi internasional.
4 Perbandingan Kebijakan Indonesia dan Malaysia Dalam Persiapan Menghadapai AEC 2015 (Studi pada UMKM) Oleh : Diani Nursyah Putri
Konsep Small And Medium Enterprise (SMES) Dan Konsep ASEAN Economic Community.
Peneliti membandingkan kebijakan kedua negara Indonesia dan Malaysia terhadap UMKM dalam menghadapi AEC 2015 berdasarkan blueprint masing – masing negara dilihat dari pengembangan SDM dan Akses pasar.
5 Analisis Aspek Kelembagaan Koperasi dalam Melaksanakan Program One Village One Product (OVOP) Binaan Kementrian Koperasi dan UKM Oleh : Titik Yuliani
Deskriptif Koperasi Mitra Tani Parahyangan memiiki kelembagaan yang buruk dalam melaksanakan program OVOP binaan kementrian koperasi dan ukm.
Dari beberapa penelitian di atas, banyak yang meneliti tentang kesiapan
indonesia untuk menghadapi MEA 2015, penelitian yang pertama membahas
tentang bagaimana memberdayakan pengusaha kecil dan menengah dengan
pendekatan Small And Medium Enterprise Promotion (SMEP). Sedangkan
penelitian yang kedua lebih pada menarik investasi asing untuk menghadapi MEA
2015 namun masih banyak hambatan dalam sector investasi di Indonesia.
16
Penelitian selanjutnya adalah mengenai menghadapi MEA dengan basis
produksi yang membahas tentang masih lemahnya menghadapi arus bebas barang
yang merupakan salah satu elemen dalam implementasi pasar tunggal ASEAN
yang berbasis produksi internasional. Penelitian yang keempay lebih
membandingkan kebijakan kedua negara Indonesia dan Malaysia terhadap
UMKM dalam menghadapi MEA 2015 berdasarkan blueprint masing – masing
negara dilihat dari pengembangan SDM dan Akses pasar. Pelenilitan terakhir
lebih membahas kelembagaan dari Koperasi Mitra Parahyangan melalui program
OVOP.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitan sebelumnya adalah terletak pada
program yang dilakukan oleh Indonesia dalam menghadapi pasar tunggal MEA
pada tahun 2015, serta bagaimana kebijakan atau program apa saja yang sudah
dipersiapkan oleh Indonesia untuk melindungi UMKM negaranya dalam bersaing
di pasar dalam menyongsong MEA 2015.
17
1.5 Kerangka Teori dan Konseptual
1.5.1 Keunggulan Komparatif
Teori ini dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya yang berjudul
“ Principles of Political Economy and Taxation “ tahun 1821. Menurut Ricardo
dibedakan menjadi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri. Untuk
perdagangan dalam negeri Ricardo berlaku teori keunggulan mutlaknya Adam
Smith, sedangkan untuk perdagangan luar negeri menggunakan teori keunggulan
biaya komparatif.18
Keunggulan komparatif adalah keunggulan yang diperoleh suatu Negara
(dari menjalankan spesialisasi) karena dapat menghasilkan produk dengan
biaya relative yang lebih rendah dari pada Negara lain. Menurut teori ini
perdagangan masih tetap bisa dilakukan meskipun suatu Negara tidak memiliki
keunggulan mutlak sekalipun terhadap Negara lain. Teori itu didasarkan akan
eksistensi dan kemampuan khusus suatu bangsa dalam melakukan produksi
komoditas yang dapat bersaing di pasar dunia berdasarkan keunggulan komparatif
yang dimilikinya.19
Teori yang dikemukakan oleh Adam Smith sering disebut dengan “teori
keunggulan absolute” adalah teori yang melandaskan pada asumsi bahwa setiap
Negara memiliki keunggulan absolute nyata terhadap mitra dagangnya. Menurut
teori ini, suatu Negara yang mempunyai keunggulan absolut relative terhadap
18 Sjamsul Arifin, DKK, Kerjasama Perdagangan Internasional: Peluang dan Tantangan bagi Indonesia, 2004, Jakarta, Elex Media Komputindo, Hal 18 19 Drs. Yanuar Ikbar, M.A, Ekonomi Politik Internasional 1 Konsep dan Teori, 2006, Bandung, Refika Aditama, Hal. 44-45
18
Negara mitra dagangnya dalam memproduksi barang atau komoditi tertentu, akan
mengespor komoditi tersebut ke Negara mitra yang akan memeiliki keunggulan
absolute (absoluth adventage). Dengan sistem perdagangan bebas, sumber daya
yang akan digunakan secara lebih efisien, sehingga kesejahteraan yang dicapai
akan lebih optimal.
Sedangkan dasar dari pemikiran dari David Ricardo adalah bahwa
perdagangan antara dua Negara dapat dijalankan bila masing-masing Negara
memiliki biaya relatif yang terkecil (produktivitas tenaga kerja relative yang
terbesar) untuk jenis barang yang berbeda. Jadi, penekanan dari Ricardo pada
perbedaan efisiensi atau produktivitas relative antarnegara dalam memproduksi
dua (atau lebih) jenis barang yang menjadi dasar terjadinya perdagangan
Internasional.
Berbeda dengan teori keunggulan mutlak dari Adam Smith, teori yang
dikembangkan oleh David Ricardo ini lebih terfokus pada keunggulan biaya
komparatif, bukan keunggulan biaya absolut. Karena itu teori dari David Ricardo
ini sering disebut dengan teori biaya relatif. Inti dari teori ini adalah bahwa nilai
atau harga per unit suatu barang di tetukan oleh jumlah waktu atau maksimum
jam kerja yang diperlukan oleh satu orang tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja
yang dipakai untuk memproduksi satu unit barang tersebut.
Upaya Indonesia melalui ovop dapat dianalisis dari teori keunggulan
komperatif yang menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan
kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage
19
terbesar dan mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu
mengekspor suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan
mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan biaya yang besar.20
Teori ini juga menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya
tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak
tenaga yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang, makin mahal barang
tersebut.21
1.5.2 Keunggulan Kompetitif
Keunggulan yang dimiliki oleh suatu Negara dengan Negara lain dapat
dibedakan menjadi dua yaitu: keunggulan yang diwariskan (natural advantage)
dan keunggulan yang dikembangkan (acquired advantage). Contoh, di Indonesia
memiliki jumlah penduduk diatas 200 juta jiwa membuat upah buruh per orang
dan harga bahan baku yang ada di Indonesia relatif lebih murah dibandingkan di
Negara-negara yang berpenduduk sedikit dan miskin SDA seperti Singapura dan
Korea Selatan. Sedangkan keunggulan yang dikembangkan adalah keunggulan
yang bukan diwariskan tetapi keunggulan yang harus dikembangkan atau
diciptkan oleh manusia. Misalnya, di Singapura jumlah tenaga kerja sedikit
namun memiliki tingkat pendidikan dan penguasaan terhadap tegnologi yang jauh
20Yusmichad Yusdja, Tinjauan Teori Perdagangan Internasional dan Keungulan Kooperatif http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE22-2e.pdf pada 13 Desember 2015 21Anik Widi Astuti, Teori Perdagangan Internasional, diakses dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Anik%20Widiastuti,%20S.Pd.,%20M.Pd./KI%203%20TEORI%20PERDAGANGAN%20INTERNASIONAL.pdf pada 13 Desember 2015
20
lebih tinggi dari Indonesia, yang membuat Singapura mampu membuat bahan
sintetis atau bisa membuat produksi lebih efisien dari Indonesia.
Keunggulan Alamiah dapat diartikan dengan keunggulan komparatif
seperti yang dimaksud di dalam teori-teori klasik. Sedangkan keunggulan yang
harus diciptakan atau dikembangkan adalah keunggulan kompetitif. Keunggulan
kompetitif adalah keunggulan suatu Negara didalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor keunggulan komparatif yang diwariskan, juga sangat
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dapat
dikembangkannya. Keunggulan kompetitif tidak hanya pada tingkat nasional,
tetapi juga pada tingkat perusahaan secara individu maupun kelompok.
Menurut Michael Porter, hal-hal yang harus dimiliki atau dikuasai oleh
setiap perusahaan atau Negara untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya
adalah teknologi dan tingkat kewirausahaan yang tinggi. Yakni orang yang
inovatif, kreatif dan memiliki visi kedepan yang jelas mengenai bisnisnya dan
wawasan yang luas mengenai produk yang dibuat dan pasar yang dilayani,
lingkungan sekitar yang dilayani serta kaya akan ide mengenai cara yang tepat
dalam menghadapi pesaing. Tingkat efisiensi atau produktivitas yang tinggi,
kualitas tinggi dari produk yang dibuat, promosi yang luas dan agresif, pelayanan,
disiplin, serta komitmen. Faktor-faktor keunggulan kompetitif ini menjadikan
sangat penting terutama di pasar Internasional.22
22 Dr.Tulus T.H Tambunan, Globalisasi dan perdagangan Internasional, 2004, Bogor, Ghalia Indonesia, hal. 88-89.
21
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Variabel Penelitian dan Level Analisis
Penelitian ini menggunakan Variabel dependen (unit analisa) berada pada
level Negara-bangsa, karena penulis ingin menjelaskan bagaimana ASEAN
menerapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk menjaga stabilitas
politik dan keamanan regional ASEAN. Oleh karena itu variable dependen
proposal skripsi ini berada pada level Negara-bangsa.
Sedangkan variable independen (unit eksplanasi) dalam penelitian ini
berada pada tingkat system regional-global, hal ini karena penulis mengangkat
judul Implementasi Kebijakan One Village One product (OVOP) di Indonesia
Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang
dikarenakan adanya MEA tersebut maka Indonesia harus berupaya ikut bersaing
pada pasar bebas tersebut. Oleh karena itu maka variable independen (unit
eksplanasi) berada pada level system regional-global.
Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa level analisa penelitian ini bersifat
induksionis, hal ini dikarenakan variable independen pada penelitian ini berada
pada tingkat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan variable dependen.23
23Moh. Mas’oed. 1990.”Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi” Jakarta, LP3ES.
22
1.6.2 Metode/Tipe penelitian
Tipe penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif 24 .
Metode ini dipilih oleh penulis karena dalam proposal skripsi ini penulis
mengumpulkan data dari berbagai sumber. Data yang diperoleh kemudian
diuraikam untuk menganalisa dan mendukung penulis dalam penelitian untuk
menjawab rumusan masalah.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diterapkan pada proposal ini adalah studi
literature. Dimana data data yang dimasukkan pada proposal ini berasal dari
sumber buku, internet, dan jurnal skripsi. Sehingga dapat dilihat dari paparan
diatas bahwa penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi
literature.
1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.4.1 Batasan Waktu
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian maka penulis memberi batasan
waktu pada penelitian ini adalah dari tahun 2010-2015, peneliti ingin melihat
Implementasi Kebijakan One Village One product (OVOP) di Indonesia Dalam
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dalam lima tahun
terakhir.
24 Ibid
23
1.6.4.2 Batasan Materi
Penulis membatasi materi untuk dibahas agar penelitian tidak melebar
pada tema lain. Dalam tulisan ini penulis hanya membahas bagaimana Kesiapan
Indonesia Dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015 Pasca
Implementasi OVOP (One Village One Product).
1.7 Argumen Dasar
Gerakan OVOP dalam implementasinya mengalami kesuksesan, pesatnya
pertumbuhan UMKM di indonesia bertambah dengan pendataan para pelaku
ekonomi atau usaha bertujan untuk mengetahui potensi dari sumber daya alam
atau kekhasan produk di daerahnya seperti seleksi produk, seleksi sentra OVOP,
klasifikasi produk, serta pengembangan produk OVOP. Hal ini dapat
menumbuhkan lapangan kerja baru, menaikan perekonomian masyarakat dan
dapat mengurangi urbanisasi karena warga desa tak memiliki cukup alasan untuk
mencari penghidupan ke perkotaan. Sebab, pekerjaan dengan penghasilan yang
relatif mensejahterakan sudah tersedia di desa. Akan tetapi masi ada hambatan
seperti lemahnya kualitas SDM di Indonesia serta lemahnya koordinasi antar
stakeholder.
24
1.8 Sistematika Penulisan
BAB Judul Isi BAB I Pendahuluan Pada Bab ini dapat
disebut dengan pendahuluan yang terdiri dari : 1.1 Pendahuluan 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4 Penelitian Terdahulu 1.5 Kerangka Teori 1.6 Metode Penelitian 1.7 Argumen Dasar 1.8 Sistematika Penulisan
BAB II
Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Kebijakan OVOP
2.1 Pembentukan Asean Community 2015 2.2 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2.2.1 Piagam ASEAN 2.2.2 MEA Blueprint 2.3 Liberalisasi Perdagangan 2.4 Kebijakan Ovop 2.5 Ovop di Indonesia 2.5.1 Prinsip Gerakan Ovop
BAB III Kesuksesan Implementasi OVOP
3.1 Operasional Konsep Ovop 3.2 Lokasi Awal 3.2.1 Suport Pemerintah Indonesia Mengembangkan Potesi Produk Ovop 3.2.2 Perluasan Produk Unggulan Ovop 3.2 Pertumbuhan UMKM dan Koperasi
BAB IV Tantangan Implementasi OVOP
4.1 Lemahnya Kualitas SDM di Indonesia 4.2 Lemahnya Koordinasi Antar Stakeholder