bab i pendahuluan 1.1. latar...

25
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembentukan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) 1 pada tahun 1967, salah satu tujuannya adalah untuk melakukan kerjasama Ekonomi antar negara anggota regional. Pada awalnya fokus dari kerjasama ekonomi terletak pada program-program seperti preferensi perdagangan (preferential trade), usaha patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced Preferential Trading arrangement (1987). 2 Awal tahun 80 hingga 90’an banyak hambatan-hambatan ekonomi di berbagai negara, untuk mengahadapi hal tersebut negara anggota ASEAN bekerjasama dengan saling membuka perekonomian mereka, agar terciptanya integrasi ekonomi kawasan. Keinginan ASEAN untuk menciptakan integrasi 3 1 ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi yang didirikan oleh Negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada tanggal 8 Agustus 1967 di Kota Bangkok (Thailand) dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengembangkan kebudayaan Negara-negara anggotanya, menjaga stabilitas dan perdamaian serta memberikan kesempatan kepada anggota-anggotanya untuk membahas perbedaan dengan damai. Diakses dalam http://ilmupengetahuanumum.com/profil-10-negara-anggota-asean/ 2 A Kardiyat Wiharyanto, Proses Berdirinya ASEAN, dalam http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Ekonomi%20ASEAN.doc 16 Oktober 2014 3 Pengertian integrasi dipandang dari segi politis ialah proses menyatukan berbagai kelompok sosial, aliran, dan kekuatan-kekuatan lainnya dari seluruh wilayah tanah air guna untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sehat, dinamis, berkeadilan sosial,

Upload: others

Post on 03-Feb-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  1  

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembentukan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)1 pada tahun

1967, salah satu tujuannya adalah untuk melakukan kerjasama Ekonomi antar

negara anggota regional. Pada awalnya fokus dari kerjasama ekonomi terletak

pada program-program seperti preferensi perdagangan (preferential trade), usaha

patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation

scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di

kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential

Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation scheme

(1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced

Preferential Trading arrangement (1987).2

Awal tahun 80 hingga 90’an banyak hambatan-hambatan ekonomi di

berbagai negara, untuk mengahadapi hal tersebut negara anggota ASEAN

bekerjasama dengan saling membuka perekonomian mereka, agar terciptanya

integrasi ekonomi kawasan. Keinginan ASEAN untuk menciptakan integrasi3

                                                                                                               1  ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi yang didirikan oleh Negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada tanggal 8 Agustus 1967 di Kota Bangkok (Thailand) dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengembangkan kebudayaan Negara-negara anggotanya, menjaga stabilitas dan perdamaian serta memberikan kesempatan kepada anggota-anggotanya untuk membahas perbedaan dengan damai. Diakses dalam http://ilmupengetahuanumum.com/profil-10-negara-anggota-asean/ 2  A Kardiyat Wiharyanto, Proses Berdirinya ASEAN, dalam http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Ekonomi%20ASEAN.doc 16 Oktober 2014 3  Pengertian integrasi dipandang dari segi politis ialah proses menyatukan berbagai kelompok sosial, aliran, dan kekuatan-kekuatan lainnya dari seluruh wilayah tanah air guna untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sehat, dinamis, berkeadilan sosial,

  2  

ekonomi, akhirnya mengadakan pertemuan puncak ASEAN ke-9 yang diadakan

di Bali pada tahun 2003 menghasilkan Declaration of ASEAN Concord II atau

yang dikenal dengan Bali Concord II. Pertemuan tersebut menghasilkan

diproklamirkan pembentukan ASEAN Community (Komunitas ASEAN) yang

terdiri atas tiga pilar yaitu ASEAN Security Community (Komunitas ASEAN),

ASEAN Economic Community (Komunitas Ekonomi ASEAN) dan ASEAN

Social Cultural Community (Komunitas Sosial Budaya ASEAN).4

Indonesia sebagai Negara terbesar populasinya yang ada di kawasan

ASEAN, Indonesia memiliki berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat yang

tersebar dari Sabang sampai Merauke. Hal tersebut akan menjadi modal yang

penting untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menuju MEA tahun 2015.

Sebagai salah satu dari tiga pilar utama ASEAN Community 2015, masyarakat

ekonomi ASEAN yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di

ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara yang

perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat

ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang dimana di

dalamnya terdapat MEA, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis

di kancah Internasional, kita mengharapkan dengan terwujudnya komunitas

masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga

terjadi suatu dialog antar sektor yang dimana nantinya juga saling melengkapi

                                                                                                                                                                                                                                                                                                               demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Integrasi ini sering disebut juga dengan integrasi nasional. Diakses dalam http://www.seputarpengetahuan.com/2015/09/pengertian-integrasi-dan-bentuk-bentuk-integrasi-sosial.html. 4  Kekuatan Indonesia Berdasrkan Tiga Pilar, diakses dalam http://www.hmihukumugm.org/2015/03/kekuatan-indonesia-berdasarkan-tiga.html di akses pada 16 Oktober 2014.

  3  

diantara para stakeholder sektor ekonomi di Negara negara ASEAN ini sangat

penting.5

ASEAN akhirnya merencanakan penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) pada tahun 2015, dengan beberapa tujuan diadakanya MEA yaitu yang

pertama untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, kedua

meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, ketiga

mendorong pertumbuhan ekonomi, dan yang terakhir mengurangi kemiskinan,

serta meningkatkan standar hidup masyarakat.6

Hadirnya MEA akan tercipta suatu pasar besar kawasan ASEAN yang akan

berdampak besar terhadap perekonomian negara anggotanya. Oleh karena itu,

diperlukan adanya penyetaraan ekonomi seluruh anggota ASEAN agar tidak

terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi. Oleh karena itu Indonesia

mempersiapkan kesetaraan ekonomi dengan kawasan ASEAN dalam memasuki

era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015.7

Pemerintah Indonesia juga sudah mempersiapkan penguatan forum atau

klaster untuk UMKM. Pemerintah juga melakukan pengembangan produk

                                                                                                               5Direktorat jendral pengembangan ekspor nasional kementrian perdagangan, Peluang dan Tantangan Indonesia pasar bebas ASEAN, diakses dalam http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/publication/7551442304774.pdf 16 Oktober 2014. 6  Peluang dan tantangan dalam mengahadapi masyarakat ekonomi asean, diakses dalam http://www.gajimu.com/main/tips-karir/peluang-dan-tantangan-dalam-menghadapi-masyarakat-ekonomi-asean diakses pada 16 Oktober 2014.  7  Sulung Herlambang R, DKK, KESIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ERA MEA 2015 MELALUI KEBIJAKAN REDENOMINASI http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/32368889/NETS_SULUNG_DKK-libre.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1413473701&Signature=2qleegE0V733r6yXiMIp5bPIEh4%3D di akses pada 16 Oktober 2014.

  4  

unggulan daerah melalui one village one product (OVOP).8 Pendekatan One

Village One Product (OVOP) pertama kali diinisiasi di Oita, Jepang, OVOP

merupakan suatu pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk

menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar global, dengan tetap

memiliki ciri khas keunikan karakteristik dari daerah tersebut. Produk yang

dihasilkan adalah produk yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik sumber

daya alam, maupun sumber daya manusia.9

Kesiapan Indonesia dilihat dari tantangan serta kekuatan ekonominya sangat

beragam. Hal tersebut membuat pemerintah mempunyai keinginan yang kuat

untuk membangun strategi pengembangan ekonomi daerah serta dapat membuat

masyarakat Indonesia ikut serta membentuk ekonomi daerah yang di cita-citakan

melalui One Village One Product (OVOP). Di Indonesia, pendekatan melalui

OVOP digagas pada tahun 2006 oleh Kementerian Perindustrian yang kemudian

ditandai dengan terbitnya Inpres No. 6/2007 tentang kebijakan percepatan

pengembangan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah

(UMKM) dan Peraturan Menperin No. 78/M-Ind/Per/9/2007 tentang peningkatan

efektivitas pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) melalui pendekatan

OVOP yang saling mengkait untuk mendorong produk lokal industri kecil dan

                                                                                                               8  Gerakan OVOP (One Village One Product) atau satu desa satu produk (SDSP) merupakan suatu gerakan sosial yang tumbuh dari bawah keatas (bottom up). Konsep dasar dari pengembangan gerakan OVOP adalah adanya interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dimana peran masyarakat sangat dominan sebagai pihak yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan produk atau potensi daerah yang dimilikinya. Diakses dalam http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/49-juni-2008/426-gerakan-ovop-one-village-one-product-sebagai-upaya-peningkatan-pengembangan-daerah.html. 9  Departemen Perindustrian. 2007. Membangun Daya Saing Industri Daerah: Dengan Pendekatan Kompetensi Inti Industri Daerah, Jakarta: Departemen Perindustrian.

  5  

menengah agar mampu bersaing di pasar global10. Tidak hanya itu, kesiapan

Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor tantangan yang dimilikinya. Ada dua

tantangan besar dalam membangun ASEAN Community 2015. Pertama, lemahnya kualitas SDM di Indonesia kedua, masih kurangnya koordinasi antar

stakeholder.11

Pemerintah perlu mensosialisasikan rencana aksi menghadapi tantangan

regional. Kerjasama antar negara menjadi tak ada artinya bila masyarakat tak

terlibat. 12 Namun, untuk melengkapi kesiapannya dalam menghadapi MEA,

Indonesia mencanangkan beberapa program khusus seperti OVOP dalam

menghadapi MEA 2015. Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk

menganalisa mengenai hal tersebut dengan judul ‘Implementasi Kebijakan One

Village One product (OVOP) di Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) 2015’

                                                                                                               10  Paparan deputi bidang pengkajian dan sumberdaya ukmk kkukm, diakses dalam http://www.stieykpn.ac.id/downloads/journal/JUM/ 16 Oktober 2014. 11Bisnis UKM, Tantangan dan peluang UKM MEA 2015, diakses dalam http://bisnisukm.id/tantangan-dan-peluang-ukm-mea-2015/ pada 16 oktober 2014. 12Masyarakat ekonomi tunggal ASEAN 2015, Berita satu, diakses dalam http://www.beritasatu.com/asia/41368-masyarakat-ekonomi-tunggal-asean-2015.html pada 16 oktober 2014.

 

  6  

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ‘Bagaimana

Implementasi Kebijakan One Village One product (OVOP) di Indonesia

Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ?’

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan utama dalam penulisan proposal skripsi ini :

• Melihat lebih dalam dan kompleks upaya Indonesia dalam

mewujudkan ekonomi masyarakat industri kecil dalam mengahadapi

MEA.

• Melihat sejauh mana upaya Indonesia dalam menyiapkan ekonomi

yang berbasis potensi wilayah.

• Melihat sejauh mana konsep OVOP dapat diaplikasikan untuk

memajukan masyarakat ekonomi Asean khususnya Indonesia.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Akademis

Adapun manfaat akademis yang dieskpektasikan oleh penulis adalah

mengkaji ‘Bagaiamana Upaya Indonesia Menghadapi MEA (Masyarakat

Ekonomi Asean) 2015 Melaluli OVOP (One Village One Product)’ dengan teori

keunggulan absolute yang nantinya bermanfaat mempeluas kajian Ilmu Hubungan

Internasional sehingga dapat dijadikan dasar pemikiran mengenai penelitian

sejenis.

  7  

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat membantu memberikan masukan kepada UMKM di

Indonesia untuk mempersiapkan menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)

2015 Melaluli OVOP (One Village One Product).

1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang pertama, Al Briham Jarham yang berjudul ‘PROGRAM

PEMBERDAYAAN SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION

(SMEP) OLEH SWISSCONTACT’ di dalam penelitian ini dikatakan bahwa upaya

memberdayakan UMKM yang mereka jalankan, menggunakan strategi fasilitasi.

Maksudnya adalah para pelaku usaha kecil sudah mengetahui permasalahan yang

mereka hadapi dan peran dari Swisscontact adalah hanya sebagai fasilitator atau

agen peubah dalam program ini. strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh

Swisscontact dalam program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP)

kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir.

Proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Swisscontact dalam program

Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) kepada para pelaku usaha kecil

di Cipulir adalah dengan menggunakan proses kecenderungan primer dan proses

kecenderungan sekunder. Bentuk dari proses primer adalah dengan adanya

pelatihan manajemen kerja dan manajemen keuangan pada para pelaku usaha

kecil di Cipulir. Selain pelatihan tersebut, pada proses ini juga dilakukan

penguatan koperasi, bantuan program CTC, dan melakukan mitra kerja dengan

usaha garmen skala besar. Sedangkan proses sekunder, bentuknya adalah dengan

  8  

mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan tiap bulan dan

dihadiri oleh Swisscontact, pelaku usaha dan lembaga-lembaga terkait.

Perubahan yang terjadi pada pelaku usaha kecil di Cipulir antara lain

meningkatnya tingkat produktivitas, jaringan pemasaran yang bertambah, biaya

bahan baku yang semakin rendah, dan adanya dukungan dari lembaga- lembaga

terkait.13

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Aditya Artha Febiyanto yaitu

membahas tentang “Kesiapan Indonesia Dalam Menarik Investasi Asing

Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015”.   ASEAN mencapai tahap

perkembangan baru dengan dideklarasikannya ASEAN Charter. Piagam ini

menandai transformasi di dalam struktur kelembagaan ASEAN, yang mana

dengan piagam ini ASEAN berubah menjadi sebuah legalized body. Piagam

ASEAN mengamanatkan pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015,

yang di dalamnya didukung oleh tiga pilar yaitu ASEAN Socio-Cultural

Community (ASCC), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Economic

Community (AEC dan selanjutnya disebut dengan Masyarakat Ekonomi

ASEAN/MEA).

Penelitian ini hendak menyoroti permasalahan apa yang akan dihadapi

oleh Indonesia dengan adanya Komunitas ASEAN tersebut, yaitu yang

                                                                                                               13  Al Briham. 2009. Program Pemberdayaan Small And Medium Enterprise Promotion (SMEP) Oleh Swisscontact, IPB, diakses dalam http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/31116477/I09abj-libre.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1413474260&Signature=SjZv%2BAkUxwmq%2BFMdZm1YOmMvcMQ%3D, pada 09 januari 2015.

  9  

berhubungan dengan salah satu pilarnya, Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Permasalahan yang akan diteliti berkaitan dengan kesiapan sektor investasi

Indonesia ketika bergabung secara penuh dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN

tahun 2015. Penelitian akan secara khusus membahas daya saing sektor investasi

Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN. Tujuan penelitian ini

untuk mengetahui hambatan apa saja yang ada dalam sektor investasi di

Indonesia, meliputi hambatan dalam bidang ekonomi, politik dan sosial.

Hasil penelitian menyatakan terdapat beberapa hambatan di dalam sektor

investasi Indonesia. Di bidang ekonomi, terdapat dua permasalahan yang

menonjol. Pertama, kemungkinan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi

yang disebabkan oleh krisis ekonomi dunia saat ini. Kedua, potensi inflasi yang

melonjak yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian nasional dan

menurunkan daya saing.

Di bidang politik, ada tiga masalah yang teridentifikasi. Pertama, rantai

birokrasi yang panjang sehingga menimbulkan inefisiensi bagi kegiatan usaha.

Kedua, tingginya kasus korupsi yang mengganggu efektivitas penggunaan

anggaran pemerintah karena banyaknya penyelewengan dan penyalahgunaan

dana. Ketiga, kualitas infrastruktur yang kurang memadai untuk mendukung

optimalisasi pertumbuhan sektor investasi.

Sedangkan untuk bidang sosial, ada dua hal yang menjadi hambatan bagi

sektor investasi. Pertama, merebaknya berbagai konflik sosial horizontal di

beberapa wilayah Indonesia yang dilatarbelakangi oleh isu SARA, radikalisme

  10  

agama serta kesenjangan ekonomi. Kedua, rendahnya tingkat produktivitas tenaga

kerja Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan tidak

mengesampingkan berbagai hambatan yang ada, dapat dinyatakan bahwa sektor

investasi Indonesia memiiliki kesiapan yang cukup baik untuk mengahadapi MEA

2015.14

Penelitian dari Solikhatun Isnaini membahas tentang Kesiapan Indonesia

Menghadapi Free Flow of Goods Sebagai Implementasi Dari Single Market and

Production Base. Globalisasi mempengaruhi munculnya blok-blok perdagangan

dunia yang berintegrasi dalam lingkup regional guna memperkuat perekonomian

internal negara anggota maupun kawasan ASEAN. ASEAN bermaksud

memulihkan perekonomian dari krisis yang terjadi tahun 1997-1998 yang

merusak tatanan perekonomian ASEAN melalui Declaration of Bali Concord II

dalam KTT ASEAN di Bali pada tanggal 7 Oktober 2003 dengan membentuk

Masyarakat ASEAN (ASEAN Community) yang terdiri atas Masyarakat Ekonomi

ASEAN, Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN, Masyarakat Sosial-Budaya

ASEAN.

Untuk mengetahui integrasi ekonomi regional ASEAN dalam sudut

pandang Hukum Internasional berkaitan dengan kesiapan Indonesia menghadapi

Masyarakat Ekonomi ASEAN, maka skripsi ini menggunakan penelitian yuridis

                                                                                                               14  Aditya Artha Febiyanto. 2013, KESIAPAN INDONESIA DALAM MENARIK INVESTASI ASING MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015, Universitas Jember. diakses dalam http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/20153/Aditya%20Artha%20Febiyanto_1.pdf?sequence=1, Pada 09 Januari 2015.  

  11  

normatif dengan pendekatan undang-undang (Statute Approach) dan pendekatan

konseptual (Conseptual Approach).

Status ASEAN sebagai organisasi antarnegara mempengaruhi

kesepakatan-kesepakatan mengenai integrasi ekonomi regional ASEAN

berdasarkan prinsip non-interference dan respect sovereignty yang tercantum

dalam Pasal 2 ASEAN Charter 2007, membuat ASEAN tidak dapat secara

maksimal berintegrasi sehingga tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan

sanksi kepada negara anggotanya. Dikorelasikan dengan kesiapan Indonesia

dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang tertuang dalam Blueprint

ASEAN Economic Community 2003 membutuhkan komitmen yang tinggi dalam

berbagai aspek, tidak sejalan dengan realita birokrasi Indonesia yang tidak efektif

dan efisien, korupsi dan belum direalisasikannya Undang-Undang Perdagangan

membuat Indonesia tidak sepenuhnya siap menghadapi arus bebas barang yang

merupakan salah satu elemen dalam implementasi pasar tunggal ASEAN yang

berbasis produksi internasional.15

Penelitian dengan judul “perbandingan kebijakan Indonesia dan Malaysia

dalam persiapan menghadapai AEC 2015 (Studi pada UMKM)” yang dilakukan

oleh Diani Nursyah Putri mengkaji tentang pengembangan ekonomi merata pada

pilar ketiga dalam blueprint AEC, pilar ini fokus melihat bagaimana peran

UMKM dan sumbangsihnya dalam perekonomian suatu negara. Sejalan dengan

blueprint tersebut Dewan AEC membentuk ASEAN Policy Blueprint for SME

                                                                                                               15  Solikhatun Isnaini. 2013, Kesiapan Indonesia Menghadapi Free Flow of Goods Sebagai Implementasi Dari Single Market and Production Base, Universitas Jendarl Sudirman, diakses dalam http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/ATRIBUT%20SKRIPSI.pdf Pada 09 Januari 2015.

  12  

Development (APBSD) 2004 -2014 yang didalamnya terdapat langkah strategis

yang ditetapkan, kebijakan yang menjadi acuan dan implementasi yang

diharapkan bagi negara-negara ASEAN dalam mengembangkan UMKM nya.16

Dalam APBSD tersebut terdapat lima program dalam mengembangakan UMKM

yang dapat dilihat dari segi pendanaan, akses informasi, pengembangan SDM dan

keterampilan, pasar dan teknologi. Ekonomi merata dapat tercapai dengan

keberhasilan terhadap pengembangan UMKM di negaranya dan UMKM dapat

berhasil dengan lima indikator kesuksesanannya yang ada dalam APBSD 2004-

2014 tersebut. Jika kelima indikator ini sudah terpenuhi maka UMKM dapat

berkembang dengan baik.

Penelitian ini menggunakan konsep UMKM dan free trade (perdagangan

bebas). Metode dalam penelitian ini adalah perbandingan analisis oleh karenanya

persamaan dan perbedaan kebijakan ataupun program yang dibuat oleh kedua

negara untuk UMKM dalam menghadapi AEC diperbandingkan untuk

mendapatkan hasil penelitian.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kesiapan Malaysia lebih maksimal

mengingat kebijakan dan program yang diberikan oleh OECD sebagai standar

ketentuan seluruhnya terpenuhi di Malaysia, baik dari sisi pengembangan SDM

dan akses pasar pemerintah Malaysia telah menjalankan keseluruhan kebijakan

dengan maksimal dan memenuhi kebutuhan yang diinginkan perusahaan dan

pelaku UMKM, sementara di Indonesia ada beberapa kebijakan yang belum

dilakukan maksimal seperti meningkatkan partisipasi perempuan dan akses

                                                                                                               16 ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD) 2004-2014, diakses dalam http://www.asean.org/archive/pdf/sme_blueprint.pdf, diakses tanggal 19 januari 2015.

  13  

pendidikan bagi pelaku UMKM, di Malaysia kebijakan ini telah dijalankan dan

mendapat respon serta dampak yang baik sehingga dapat meningkatkan kualitas

perusahaan kedepan untuk dapat bersaing di global.17

Penelitian dengan Judul “Analisis Aspek Kelembagaan Koperasi dalam

Melaksanakan Program One Village One Product (OVOP) Binaan Kementrian

Koperasi dan UKM” yang dilakukan oleh Tutik Yuliani mengkaji tentang

kelembagaan Koperasi Mitra Parahyangan dalam melakasanakan program ovop

yang lebih fokus kepada kelembagaannya yang dinilai bahwa aspek kultural dan

aspek structural yang mendapatkan perikat buruk. Nilai dan Norma menjadi

inikator struktur kelembagaan berada pada kategori buruk. Bedasarkan analisis

aspek structural juga menyatakan bahwa semua indicator mendapatkan penilaian

buruk, yaitu indicator stuktur kelembagaan berada pada kategori buruk, indicator

keanggotaan dinyatakan buruk, indikator pola interaksi dinyatakan buruk dan

hubungan anta peran dinyatakan buruk.

                                                                                                               17  Diani  Nursyah  Putri,  mahasisiwi  hubungan  internasional,  dengan  judul  perbandingan  kebijakan  Indonesia  dan  Malaysia  dalam  persiapan  menghadapai  AEC  2015  (Studi  pada  UMKM),  universitas  Muhammadyah  Malang.  

  14  

1.4.6 Tabel Penelitian

No Judul dan Nama Peneliti

Jenis Penelitian dan Alat Analisa

Hasil

1

Program Pemberdayaan Small And Medium Enterprise Promotion (SMEP) Oleh Swisscontact Oleh : Al Briham

kualitatif Strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Swisscontact dalam program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir dalam upaya memberdayakan UMKM yang mereka jalankan, menggunakan strategi fasilitasi. Maksudnya adalah para pelaku usaha kecil sudah mengetahui permasalahan yang mereka hadapi dan peran dari Swisscontact adalah hanya sebagai fasilitator atau agen peubah dalam program ini.

2 Kesiapan Indonesia Dalam Menarik Investasi Asing Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Oleh : Aditya Artha Febiyanto

deskriptif-kualitatif

Hasil penelitian menyatakan terdapat beberapa hambatan di dalam sektor investasi Indonesia. Di bidang ekonomi, terdapat dua permasalahan yang menonjol. Pertama, kemungkinan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh krisis ekonomi dunia saat ini. Kedua, potensi inflasi yang melonjak yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian nasional dan menurunkan daya saing.

3

Kesiapan Indonesia Menghadapi Free Flow of Goods Sebagai Implementasi Dari Single Market and Production Base Oleh : Solikhatun

kualitatif Kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang tertuang dalam Blueprint ASEAN Economic Community 2003 membutuhkan komitmen yang tinggi dalam berbagai aspek, tidak sejalan dengan realita birokrasi Indonesia yang

  15  

Isnaini tidak efektif dan efisien, korupsi dan belum direalisasikannya Undang-Undang Perdagangan membuat Indonesia tidak sepenuhnya siap menghadapi arus bebas barang yang merupakan salah satu elemen dalam implementasi pasar tunggal ASEAN yang berbasis produksi internasional.

4 Perbandingan Kebijakan Indonesia dan Malaysia Dalam Persiapan Menghadapai AEC 2015 (Studi pada UMKM) Oleh : Diani Nursyah Putri

Konsep Small And Medium Enterprise (SMES) Dan Konsep ASEAN Economic Community.

Peneliti membandingkan kebijakan kedua negara Indonesia dan Malaysia terhadap UMKM dalam menghadapi AEC 2015 berdasarkan blueprint masing – masing negara dilihat dari pengembangan SDM dan Akses pasar.

5 Analisis Aspek Kelembagaan Koperasi dalam Melaksanakan Program One Village One Product (OVOP) Binaan Kementrian Koperasi dan UKM Oleh : Titik Yuliani

Deskriptif Koperasi Mitra Tani Parahyangan memiiki kelembagaan yang buruk dalam melaksanakan program OVOP binaan kementrian koperasi dan ukm.

Dari beberapa penelitian di atas, banyak yang meneliti tentang kesiapan

indonesia untuk menghadapi MEA 2015, penelitian yang pertama membahas

tentang bagaimana memberdayakan pengusaha kecil dan menengah dengan

pendekatan Small And Medium Enterprise Promotion (SMEP). Sedangkan

penelitian yang kedua lebih pada menarik investasi asing untuk menghadapi MEA

2015 namun masih banyak hambatan dalam sector investasi di Indonesia.

  16  

Penelitian selanjutnya adalah mengenai menghadapi MEA dengan basis

produksi yang membahas tentang masih lemahnya menghadapi arus bebas barang

yang merupakan salah satu elemen dalam implementasi pasar tunggal ASEAN

yang berbasis produksi internasional. Penelitian yang keempay lebih

membandingkan kebijakan kedua negara Indonesia dan Malaysia terhadap

UMKM dalam menghadapi MEA 2015 berdasarkan blueprint masing – masing

negara dilihat dari pengembangan SDM dan Akses pasar. Pelenilitan terakhir

lebih membahas kelembagaan dari Koperasi Mitra Parahyangan melalui program

OVOP.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitan sebelumnya adalah terletak pada

program yang dilakukan oleh Indonesia dalam menghadapi pasar tunggal MEA

pada tahun 2015, serta bagaimana kebijakan atau program apa saja yang sudah

dipersiapkan oleh Indonesia untuk melindungi UMKM negaranya dalam bersaing

di pasar dalam menyongsong MEA 2015.

  17  

1.5 Kerangka Teori dan Konseptual

1.5.1 Keunggulan Komparatif

Teori ini dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya yang berjudul

“ Principles of Political Economy and Taxation “ tahun 1821. Menurut Ricardo

dibedakan menjadi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri. Untuk

perdagangan dalam negeri Ricardo berlaku teori keunggulan mutlaknya Adam

Smith, sedangkan untuk perdagangan luar negeri menggunakan teori keunggulan

biaya komparatif.18

Keunggulan komparatif adalah keunggulan yang diperoleh suatu Negara

(dari menjalankan spesialisasi) karena dapat menghasilkan produk dengan

biaya relative yang lebih rendah dari pada Negara lain. Menurut teori ini

perdagangan masih tetap bisa dilakukan meskipun suatu Negara tidak memiliki

keunggulan mutlak sekalipun terhadap Negara lain. Teori itu didasarkan akan

eksistensi dan kemampuan khusus suatu bangsa dalam melakukan produksi

komoditas yang dapat bersaing di pasar dunia berdasarkan keunggulan komparatif

yang dimilikinya.19

Teori yang dikemukakan oleh Adam Smith sering disebut dengan “teori

keunggulan absolute” adalah teori yang melandaskan pada asumsi bahwa setiap

Negara memiliki keunggulan absolute nyata terhadap mitra dagangnya. Menurut

teori ini, suatu Negara yang mempunyai keunggulan absolut relative terhadap

                                                                                                               18  Sjamsul Arifin, DKK, Kerjasama Perdagangan Internasional: Peluang dan Tantangan bagi Indonesia, 2004, Jakarta, Elex Media Komputindo, Hal 18 19  Drs. Yanuar Ikbar, M.A, Ekonomi Politik Internasional 1 Konsep dan Teori, 2006, Bandung, Refika Aditama, Hal. 44-45

  18  

Negara mitra dagangnya dalam memproduksi barang atau komoditi tertentu, akan

mengespor komoditi tersebut ke Negara mitra yang akan memeiliki keunggulan

absolute (absoluth adventage). Dengan sistem perdagangan bebas, sumber daya

yang akan digunakan secara lebih efisien, sehingga kesejahteraan yang dicapai

akan lebih optimal.

Sedangkan dasar dari pemikiran dari David Ricardo adalah bahwa

perdagangan antara dua Negara dapat dijalankan bila masing-masing Negara

memiliki biaya relatif yang terkecil (produktivitas tenaga kerja relative yang

terbesar) untuk jenis barang yang berbeda. Jadi, penekanan dari Ricardo pada

perbedaan efisiensi atau produktivitas relative antarnegara dalam memproduksi

dua (atau lebih) jenis barang yang menjadi dasar terjadinya perdagangan

Internasional.

Berbeda dengan teori keunggulan mutlak dari Adam Smith, teori yang

dikembangkan oleh David Ricardo ini lebih terfokus pada keunggulan biaya

komparatif, bukan keunggulan biaya absolut. Karena itu teori dari David Ricardo

ini sering disebut dengan teori biaya relatif. Inti dari teori ini adalah bahwa nilai

atau harga per unit suatu barang di tetukan oleh jumlah waktu atau maksimum

jam kerja yang diperlukan oleh satu orang tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja

yang dipakai untuk memproduksi satu unit barang tersebut.

Upaya Indonesia melalui ovop dapat dianalisis dari teori keunggulan

komperatif yang menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan

kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage

  19  

terbesar dan mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu

mengekspor suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan

mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan biaya yang besar.20

Teori ini juga menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya

tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak

tenaga yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang, makin mahal barang

tersebut.21

1.5.2 Keunggulan Kompetitif

Keunggulan yang dimiliki oleh suatu Negara dengan Negara lain dapat

dibedakan menjadi dua yaitu: keunggulan yang diwariskan (natural advantage)

dan keunggulan yang dikembangkan (acquired advantage). Contoh, di Indonesia

memiliki jumlah penduduk diatas 200 juta jiwa membuat upah buruh per orang

dan harga bahan baku yang ada di Indonesia relatif lebih murah dibandingkan di

Negara-negara yang berpenduduk sedikit dan miskin SDA seperti Singapura dan

Korea Selatan. Sedangkan keunggulan yang dikembangkan adalah keunggulan

yang bukan diwariskan tetapi keunggulan yang harus dikembangkan atau

diciptkan oleh manusia. Misalnya, di Singapura jumlah tenaga kerja sedikit

namun memiliki tingkat pendidikan dan penguasaan terhadap tegnologi yang jauh

                                                                                                               20Yusmichad Yusdja, Tinjauan Teori Perdagangan Internasional dan Keungulan Kooperatif http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE22-2e.pdf pada 13 Desember 2015  21Anik Widi Astuti, Teori Perdagangan Internasional, diakses dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Anik%20Widiastuti,%20S.Pd.,%20M.Pd./KI%203%20TEORI%20PERDAGANGAN%20INTERNASIONAL.pdf pada 13 Desember 2015

  20  

lebih tinggi dari Indonesia, yang membuat Singapura mampu membuat bahan

sintetis atau bisa membuat produksi lebih efisien dari Indonesia.

Keunggulan Alamiah dapat diartikan dengan keunggulan komparatif

seperti yang dimaksud di dalam teori-teori klasik. Sedangkan keunggulan yang

harus diciptakan atau dikembangkan adalah keunggulan kompetitif. Keunggulan

kompetitif adalah keunggulan suatu Negara didalam persaingan global selain

ditentukan oleh faktor keunggulan komparatif yang diwariskan, juga sangat

ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dapat

dikembangkannya. Keunggulan kompetitif tidak hanya pada tingkat nasional,

tetapi juga pada tingkat perusahaan secara individu maupun kelompok.

Menurut Michael Porter, hal-hal yang harus dimiliki atau dikuasai oleh

setiap perusahaan atau Negara untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya

adalah teknologi dan tingkat kewirausahaan yang tinggi. Yakni orang yang

inovatif, kreatif dan memiliki visi kedepan yang jelas mengenai bisnisnya dan

wawasan yang luas mengenai produk yang dibuat dan pasar yang dilayani,

lingkungan sekitar yang dilayani serta kaya akan ide mengenai cara yang tepat

dalam menghadapi pesaing. Tingkat efisiensi atau produktivitas yang tinggi,

kualitas tinggi dari produk yang dibuat, promosi yang luas dan agresif, pelayanan,

disiplin, serta komitmen. Faktor-faktor keunggulan kompetitif ini menjadikan

sangat penting terutama di pasar Internasional.22

                                                                                                               22  Dr.Tulus T.H Tambunan, Globalisasi dan perdagangan Internasional, 2004, Bogor, Ghalia Indonesia, hal. 88-89.  

  21  

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Variabel Penelitian dan Level Analisis

Penelitian ini menggunakan Variabel dependen (unit analisa) berada pada

level Negara-bangsa, karena penulis ingin menjelaskan bagaimana ASEAN

menerapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk menjaga stabilitas

politik dan keamanan regional ASEAN. Oleh karena itu variable dependen

proposal skripsi ini berada pada level Negara-bangsa.

Sedangkan variable independen (unit eksplanasi) dalam penelitian ini

berada pada tingkat system regional-global, hal ini karena penulis mengangkat

judul Implementasi Kebijakan One Village One product (OVOP) di Indonesia

Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang

dikarenakan adanya MEA tersebut maka Indonesia harus berupaya ikut bersaing

pada pasar bebas tersebut. Oleh karena itu maka variable independen (unit

eksplanasi) berada pada level system regional-global.

Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa level analisa penelitian ini bersifat

induksionis, hal ini dikarenakan variable independen pada penelitian ini berada

pada tingkat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan variable dependen.23

                                                                                                               23Moh. Mas’oed. 1990.”Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi” Jakarta, LP3ES.

  22  

1.6.2 Metode/Tipe penelitian

Tipe penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif 24 .

Metode ini dipilih oleh penulis karena dalam proposal skripsi ini penulis

mengumpulkan data dari berbagai sumber. Data yang diperoleh kemudian

diuraikam untuk menganalisa dan mendukung penulis dalam penelitian untuk

menjawab rumusan masalah.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diterapkan pada proposal ini adalah studi

literature. Dimana data data yang dimasukkan pada proposal ini berasal dari

sumber buku, internet, dan jurnal skripsi. Sehingga dapat dilihat dari paparan

diatas bahwa penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi

literature.

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.4.1 Batasan Waktu

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian maka penulis memberi batasan

waktu pada penelitian ini adalah dari tahun 2010-2015, peneliti ingin melihat

Implementasi Kebijakan One Village One product (OVOP) di Indonesia Dalam

Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dalam lima tahun

terakhir.

                                                                                                               24  Ibid  

  23  

1.6.4.2 Batasan Materi

Penulis membatasi materi untuk dibahas agar penelitian tidak melebar

pada tema lain. Dalam tulisan ini penulis hanya membahas bagaimana Kesiapan

Indonesia Dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015 Pasca

Implementasi OVOP (One Village One Product).

1.7 Argumen Dasar

Gerakan OVOP dalam implementasinya mengalami kesuksesan, pesatnya

pertumbuhan UMKM di indonesia bertambah dengan pendataan para pelaku

ekonomi atau usaha bertujan untuk mengetahui potensi dari sumber daya alam

atau kekhasan produk di daerahnya seperti seleksi produk, seleksi sentra OVOP,

klasifikasi produk, serta pengembangan produk OVOP. Hal ini dapat

menumbuhkan lapangan kerja baru, menaikan perekonomian masyarakat dan

dapat mengurangi urbanisasi karena warga desa tak memiliki cukup alasan untuk

mencari penghidupan ke perkotaan. Sebab, pekerjaan dengan penghasilan yang

relatif mensejahterakan sudah tersedia di desa. Akan tetapi masi ada hambatan

seperti lemahnya kualitas SDM di Indonesia serta lemahnya koordinasi antar

stakeholder.

  24  

1.8 Sistematika Penulisan

BAB Judul Isi BAB I Pendahuluan Pada Bab ini dapat

disebut dengan pendahuluan yang terdiri dari : 1.1 Pendahuluan 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4 Penelitian Terdahulu 1.5 Kerangka Teori 1.6 Metode Penelitian 1.7 Argumen Dasar 1.8 Sistematika Penulisan

BAB II

Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Kebijakan OVOP

2.1 Pembentukan Asean Community 2015 2.2 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2.2.1 Piagam ASEAN 2.2.2 MEA Blueprint 2.3 Liberalisasi Perdagangan 2.4 Kebijakan Ovop 2.5 Ovop di Indonesia 2.5.1 Prinsip Gerakan Ovop

BAB III Kesuksesan Implementasi OVOP

3.1 Operasional Konsep Ovop 3.2 Lokasi Awal 3.2.1 Suport Pemerintah Indonesia Mengembangkan Potesi Produk Ovop 3.2.2 Perluasan Produk Unggulan Ovop 3.2 Pertumbuhan UMKM dan Koperasi

BAB IV Tantangan Implementasi OVOP

4.1 Lemahnya Kualitas SDM di Indonesia 4.2 Lemahnya Koordinasi Antar Stakeholder

  25  

BAB V Penutup

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran