bab i pendahuluan 1.1 latar belakang indonesia dengan garis

26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km merupakan negara dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia. 1 Dengan keunggulan komparatif ini, Indonesia kaya akan hasil laut termasuk air laut yang melimpah dapat dijadikan bahan baku pembuatan garam. Luas wilayah perairan Indonesia adalah 5,8 juta km² atau sama dengan 2/3 luas wilayahnya. 2 Wilayah perairan ini menyimpan kekayaan yang luar biasa jika dikelola dengan baik maka berpotensi menghasilkan 1,2 triliun dollar AS per tahun atau setara dengan 10 kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2012. Diperkirakan 85% perekonomian nasional akan bergantung pada sumber daya kelautan. Namun pada kenyataannya yang dikembangkan kurang dari 10%. 3 Salah satu daerah di Indonesia yang dianugerahi keunggulan ini adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Provinsi ini merupakan wilayah yang berpotensi dalam produksi garam. Sentra produksi garam terletak ditiga tempat yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Nagakeo dan Kabupaten Ende yang mana 1 Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Garis Pantai Indonesia Terpanjang Keempat di Dunia, http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1048/Garis-Pantai-Indonesia- Terpanjang-Keempat-di-Dunia/?category_id diakses pada 6/22/2014 2 Mulyana W & M. Salahudin, Morfologi Dasar Laut Indonesia, http://www.mgi.esdm.go.id/content/morfologi-dasar-laut-indonesia diakses pada 6/22/2014 3 Agil Iqbal Cahaya, Kekayaan Laut Indonesia yang Galau, http://www.setkab.go.id/artikel-6842- kekayaan-laut-indonesia-yang-galau.html diakses pada 6/22/2014

Upload: ngoduong

Post on 31-Dec-2016

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km merupakan negara

dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada

dan Rusia.1 Dengan keunggulan komparatif ini, Indonesia kaya akan hasil laut

termasuk air laut yang melimpah dapat dijadikan bahan baku pembuatan garam.

Luas wilayah perairan Indonesia adalah 5,8 juta km² atau sama dengan 2/3 luas

wilayahnya.2 Wilayah perairan ini menyimpan kekayaan yang luar biasa jika

dikelola dengan baik maka berpotensi menghasilkan 1,2 triliun dollar AS per

tahun atau setara dengan 10 kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) tahun 2012. Diperkirakan 85% perekonomian nasional akan bergantung

pada sumber daya kelautan. Namun pada kenyataannya yang dikembangkan

kurang dari 10%.3

Salah satu daerah di Indonesia yang dianugerahi keunggulan ini adalah

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Provinsi ini merupakan wilayah yang

berpotensi dalam produksi garam. Sentra produksi garam terletak ditiga tempat

yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Nagakeo dan Kabupaten Ende yang mana

1 Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Garis Pantai Indonesia Terpanjang

Keempat di Dunia, http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1048/Garis-Pantai-Indonesia-

Terpanjang-Keempat-di-Dunia/?category_id diakses pada 6/22/2014 2 Mulyana W & M. Salahudin, Morfologi Dasar Laut Indonesia,

http://www.mgi.esdm.go.id/content/morfologi-dasar-laut-indonesia diakses pada 6/22/2014 3 Agil Iqbal Cahaya, Kekayaan Laut Indonesia yang Galau, http://www.setkab.go.id/artikel-6842-

kekayaan-laut-indonesia-yang-galau.html diakses pada 6/22/2014

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

2

area produksi garam terluas terletak di Kabupaten Kupang. Usaha garam di NTT

pada umumnya masih dengan teknologi yang sederhana. Daerah pengolahan

garam terbesar di NTT terletak di Kabupaten Kupang yakni di Kecamatan Kupang

Tengah, Kecamatan Kupang Timur dan Kecamatan Sulamu.4 Dengan potensi

wilayah kelautan ini, NTT difokuskan menjadi salah satu sentra produksi garam

nasional di Indonesia.5 Mengenai sentra produksi garam, Indonesia memiliki 11

wilayah yakni Pati, Rembang, Demak (Jawa Tengah), Indramayu dan Cirebon

(Jawa Barat), Sampang, Pamekasan, Pasuruan (Jawa Timur), Jeneponto (Sulawesi

Selatan), Bima (NTB) dan Kupang (NTT).6

Indonesia dengan wilayah-wilayah penghasil garam diatas dapat

diberdayakan melalui peningkatan produktivitas untuk memproduksi garam agar

memenuhi kebutuhan garam baik konsumsi maupun industri dalam negeri. Akan

tetapi, yang terjadi adalah Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhannya

sehingga harus mengimpor. Produksi garam dalam negeri hanya mencapai 1,2 juta

ton sementara kebutuhan mencapai 2,8 juta ton sehingga harus mengimpor dari

Australia, India dan Cina.7 Selain tiga negara tadi, Indonesia juga mengimpor dari

4 Irmadi Nahib dkk, Potensi Garam di Kupang: Sumberdaya Yang Melimpah & Tinggal Ambil,

http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/artikel/garam_kupang/BIGFenomenaGaramdiKup

ang.pdf diakses pada 4/26/2014 5 Bank Indonesia, Potensi Pengembangan Garam Provinsi Nusa Tenggara Timur,

http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-

regional/ntt/Documents/3920e124f7754885850d064ec33d1f1fBoks1PotensiPengembanganGaram

ProvinsiNusaTenggaraT.pdf diakses pada 4/26/2014 6 Kementerian Perindustrian, Impor Garam Dilarang Mulai 1 Juli Sampai 21 Desember 2004,

http://www.kemenperin.go.id/download/26 diakses pada 6/22/2014 7 Muhammad Khasan Abdurrohman, Negara Kepulauan Impor Garam? Apa Kabar Indonesia

2015?, http://writing-contest.bisnis.com/artikel/read/20140330/378/215396/negara-kepulauan-

impor-garam-apa-kabar-indonesia-2015- diakses pada 04/27/14

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

3

New Zealand, Jerman dan Denmark.8 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat

Indonesia mengimpor garam terbesar dari Australia senilai US$ 24,06 juta,

terbesar kedua yaitu India senilai US$ 5,92, disusul oleh Jerman dan New Zealand

bahkan Indonesia juga mengimpor garam dari Singapura.9 Pada tahun 2006, Cina

merupakan penghasil garam terbesar ke dua setelah Amerika Serikat sementara

Indonesia menduduki posisi ke 32. Padahal garis pantainya hanya sepanjang

14.500 km.10

Hingga tahun 2014 ini, Indonesia masih mengimpor 50% garam

untuk memenuhi kebutuhan padahal ada wilayah ideal untuk produksi garam yaitu

Madura (Jawa Timur) dan NTT.11

Kebijakan impor garam merupakan keputusan

dari Kementerian Perdagangan sebagai kementerian yang mengeluarkan peraturan

mengenai impor garam dan juga mengeluarkan tarif bea masuk garam impor yang

mana tarif ini bertentangan dengan tarif yang dikeluarkan oleh Kementerian

Keuangan. Kementerian Perdagangan yang melakukan legalisasi atas impor

garam sehingga kementerian inilah yang paling berperan dalam liberalisasi pasar

garam domestik.

Kondisi Indonesia sekarang ini bertolak belakang dengan ketika Indonesia

masih dibawah penjajahan Belanda. Dimasa itu, Indonesia menjadi eksportir

garam. Secara faktual, terbukti bahwa garam sejak dahulu merupakan komoditas

strategis yang menjadi perhatian serta kepentingan pemerintah yang berkuasa

8 Fiki Ariyanti, Daftar Lengkap 29 Komoditas Pangan yang diimpor RI,

http://bisnis.liputan6.com/read/719523/daftar-lengkap-29-komoditas-pangan-yang-diimpor-ri

diakses pada 7/17/2014 9 Ibid

10 CIA, Geography: China, https://www.cia.gov/library/publications/the-world-

factbook/geos/countrytemplate_ch.html diakses pada 6/24/2014 11

DPR RI, Swasembada Garam Tahun 2015 Sulit Tercapai,

http://www.dpr.go.id/id/berita/komisi4/2014/mar/25/7829/swasembada-garam-tahun-2015-sulit-

tercapai diakses pada 6/22/2014

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

4

pada masa itu. Sebaliknya setelah Indonesia merdeka, garam cenderung tidak

dipandang sebagai komoditas strategis.12

Setelah Indonesia merdeka hingga jaman

orde lama (1945-1968), monopoli ini masih tetap dilakukan oleh pemerintah

Indonesia. Pada jaman orde baru (1968-1998) Indonesia mulai mengimpor garam

yang disebabkan karena faktor cuaca, garam dalam negeri tidak memenuhi syarat

dan mahal, beberapa jenis garam untuk industri belum dapat diproduksi dalam

negeri, dan garam impor lebih murah. Beberapa hal diatas menjadi alasan

sehingga pemerintah dibawah kekuasaan Presiden Soeharto memutuskan untuk

melakukan impor garam.13

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan impor garam

ditempuh karena produksi garam rakyat tidak dapat memasok kebutuhan baik

kuantitas maupun kualitas. Impor garam semakin meningkat didukung dengan

beberapa peraturan menteri yaitu:

1. Keputusan Menteri Perindusterian dan Perdagangan Nomor

360/MPP/Kep/5/2004 Jo. Nomor 3376/MPP/Kep/6/2004 tentang

Ketentuan Impor Garam untuk melindungi produksi garam dalam negeri

dan meningkatkan kesejahteraan petani garam.

2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/9/2005 Jo.

Nomor 44/M-DAG/PER/10/2007 tentang Ketentuan Impor Garam

3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58/M-DAG/PER/9/2012 mengenai

Impor Garam. Peraturan inilah yang berlaku hingga sekarang.

12

Yety Rochwulaningsih, Pendekatan Sosiologi Sejarah pada Komoditas Garam Rakyat: dari

Ekspor Menjadi Impor, http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/paramita/article/view/1840/1989

diakses pada 6/22/2014 13

___, Mempermainkan Hajat Hidup Masyarakat,

http://m.neraca.co.id/article/26702/Mempermainkan-Hajat-Hidup-Masyarakat/2 diakses pada

6/22/2014

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

5

Sebelum tahun 2004, impor garam dilakukan dengan tidak terbatas karena

pemerintah belum ada tata niaganya.14

Liberalisasi ekonomi percaya pada kemungkinan kerjasama untuk

keuntungan bersama yang didapat dari mendirikan organisasi internasional,

institusi dan norma.15

Sebagai salah satu bentuk perwujudan dari paham ini maka

didirikanlah World Trade Organization (WTO) sebagai rezim perdagangan

internasional. Saling bekerjasama dibawah payung WTO dipercaya akan

mendatangkan keuntungan kolektif bagi para anggotanya. Keterikatan Indonesia

dengan liberalisasi dan pasar bebas menjadi sah setelah meratifikasi WTO melalui

UU No. 7 Tahun 1994 walau sejak 24 Februari 1950, Indonesia sudah ikut serta

dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Sejak 1 Januari 1995,

GATT berubah menjadi World Trade Organization (WTO). GATT tidak hilang

namun menjadi substansi dari WTO.16

World Trade Organization (WTO) adalah

sebuah organisasi yang bertujuan untuk mengawasi dan meliberalisasi

perdagangan internasional. Inti dari GATT adalah pertama, jika ingin mengatur

arus barang, pakailah tarif dan jangan menggunakan non-tariff barrier (NTB);

kedua, turunkan tarif; ketiga, jangan diskriminatif. Melalui WTO diharapkan

hambatan dalam perdagangan dikurangi salah satunya adalah pada sektor

pertanian. Liberalisasi sektor pertanian ini tertuang didalam Agreement of

14

Lukman Baihaki, Ekonomi-Politik Kebijakan Impor Garam Indonesia Periode 2007-2012,

Yogyakarta, Fisipol UGM, 2013, hal. 5 15

Joshua S. Goldstein & Jon C. Pevehouse, International Relations, United States of America,

Pearson Education. Inc, 2014, hal. 284 16

Materi Kuliah Hukum Perdagangan Internasional oleh Prof. M. Hawin, SH., LLM, Ph.D pada

tanggal 28 September 2013

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

6

Agriculture (AoA).17

Melalui liberalisasi pertanian ini, diharapkan setiap negara

mau menghapus tarif dan subsidi pertanian sehingga produk impor dapat bersaing

didalam suatu negara. Kebijakan ini membuat produk impor membanjiri pasar

domestik, produk dalam negeri tidak mampu bersaing dan pada akhirnya

mengharuskan untuk terus mengimpor. Hal ini melemahkan posisi suatu negara

yang seharusnya melindungi petani sebaliknya kebijakan yang dikeluarkan malah

merugikan. Dahulu pangan merupakan hak asasi manusia namun sekarang pangan

diperlakukan sebagai komoditi untuk mencari keuntungan.18

Politik liberalisasi garam adalah mengenai kepentingan dibalik liberalisasi

pasar garam domestik yang mana penulis ingin melihat bagaimana Indonesia

menghadapinya melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selanjutnya

penulis ingin melihat implikasi dari kebijakan tersebut hingga ke daerah. Penulis

melihat bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia

untuk memproduksi garam dilihat dari ketersediaan bahan baku yakni air laut

karena garis pantai terpanjang keempat didunia dan bahwa garam adalah

komoditas strategis karena dibutuhkan oleh masyarakat hampir semua kalangan,

garam tidak hanya untuk pangan tapi juga untuk industri dalam artian digunakan

untuk memproduksi produk lain serta garam tidak ada produk substitusinya. Salah

satu wilayah penghasil garam adalah NTT. Inilah gambaran Indonesia dalam skala

yang lebih kecil bahwa ada implikasi politik liberalisasi garam hingga ke tingkat

daerah. Selain itu, penulis melihat bahwa ada dorongan untuk meningkatkan

17

Kementerian Perdagangan RI, WTO dan Sistem Perdagangan Dunia,

http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/index.php?module=news_detail&news_category_id=

4&news_sub_category_id=1 diakses pada 6/9/2014 18

Isabelle Delforge, Dusta Industri Pangan: Penelusuran Jejak Monsanto, Yogyakarta,

INSISTPress, 2005, hal. Xii & xxi

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

7

kompetisi garam dalam negeri misalnya dengan membuat sentra produksi garam

serta program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) namun kebijakan

impor terus dijalankan. Beberapa hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk

melakukan penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Mengapa Indonesia meliberalisasi pasar garam domestik?

2. Apa implikasinya terhadap NTT sebagai salah satu wilayah paling

potensial?

1.3 Literatur Review

Free Trade Watch edisi Juli 2011 mengangkat tema mengenai Berebut

Krisis, Menjaring Utang, Mengimpor Pangan yang mengulas mengenai politik

liberalisasi Indonesia pada beberapa produk pangan. Dimulai dengan perjanjian

Free Trade Area (FTA) dengan China melalui ASEAN-China Free Trade Area

(ACFTA) yang diberlakukan secara penuh mulai 1 Januari 2010 yang sebelumnya

ditandatangani tahun 2002 dan diberlakukan secara bertahap. Dengan perjanjian

ini, lebih dari 6600 komoditi dari China masuk Indonesia tanpa dikenai tarif

masuk sama sekali atau 0%. Salah satunya adalah bawang putih yang karena

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

8

perjanjian ini, harga bawang putih impor lebih murah jauh dibandingkan bawang

putih lokal sehingga semakin tidak menguntungkan petani. Perjanjian FTA tidak

hanya dilakukan dengan China tapi juga dengan negara lain melalui ASEAN-

India dan ASEAN Australia-Newzealand. Sebagai anggota ASEAN, Indonesia

berkewajiban untuk ikutserta dalam perjanjian-perjanjian ini sehingga impor

pangan meningkat sejalan dengan agenda liberalisasi perdagangan.19

Negara berkembang semakin kehilangan kontrol atas pangan dinegaranya

sendiri sehingga semakin bergantung pada sumber pangan impor. Hilangnya

kemandirian pangan dinegara-negara berkembang akibat kebijakan nasional yang

memprioritaskan eksploitasi sumber daya alam dan bahan mentah untuk

kepentingan ekspor. Pangan dalam negeri dipenuhi pangan dari luar yang mana

dinegara tersebut mengalami over kapasitas. Kontrol dari negara maju ini diawali

dengan Structural Adjustment Program (SAP) yang dimulai pada tahun 1980-an.

SAP adalah program pinjaman bersyarat yang diberlakukan oleh World Bank dan

International Monetery Fund (IMF). Untuk mendapatkan pinjaman dari World

Bank, negara-negara berkembang harus menandatangani perjanjian dengan IMF

untuk menyetujui penghapusan tarif. Di Indonesia, World Bank mendukung

Departemen Pertanian melalui proyek senilai US$ 123.000.000 untuk proyek

pemberdayaan pertanian. Dengan menyalurkan utang semacam ini kepada negara

berkembang dari lembaga keuangan global, justru menjadi penyebab dari

19

Indonesia for Global Justice (IGJ), Free Trade Watch: Berebut Krisis, Menjaring Utang,

Mengimpor Pangan, Jakarta, IGJ, 2011 hal. 85-86 & 119

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

9

ketergantungan keuangan sehingga alokasi anggaran untuk subsidi pertanian

semakin minim.20

Dewasa ini sistem kapitalisme menyebabkan negara-negara terus

mensubsidi produk pangan mereka dan memberlakukan proteksi perdagangan.

Lembaga-lembaga keuangan global didorong untuk memberikan pinjaman

khususnya ke negara-negara berkembang. Hal ini dilakukan agar negara

berkembang membuka diri terhadap investasi asing disektor pangan dan membuka

impor pangan. Perdagangan dibawah teori keunggulan komparatif yang dijadikan

dasar bagi perdagangan bebas pangan telah menimbulkan ketidakadilan. Negara

yang sebelumnya swasembada pangan, berubah menjadi pengimpor pangan. Ini

terjadi pada 70% negara berkembang yang saat ini menjadi net importer.21

Turut serta dalam keanggotaan World Trade Organization (WTO) juga

menjadi alasan politik liberalisasi pangan di Indonesia. Perjanjian WTO mengenai

pertanian yang tertuang dalam Agreement on Agriculture (AoA) membatasi

kekuasaan pemerintah untuk menetapkan kebijakan pertanian. WTO melakukan

deregulasi pada tingkat nasional. Setiap mekanisme yang dibutuhkan oleh negara-

negara dalam mengatur sektor pertanian mereka dan menjamin pasokan makanan

yang stabil diatur didalam WTO melalui perjanjian AoA. Sebagaimana telah

disebutkan dilatar belakang bahwa Indonesia terikat kepada WTO karena telah

meratifikasi perjanjian WTO melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994. Melalui

perjanjian ini, liberalisasi pertanian dijalankan yang mengakibatkan impor pangan

secara terus menerus yang tidak hanya merugikan devisa negara tapi juga pasar

20

Ibid, hal. 103, 112 & 116 21

Ibid, hal. 100

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

10

produk pertanian lokal dan industri lokal. Data menunjukkan bahwa pada setiap

tahunnya, Indonesia mengeluarkan devisa sebesar 5% dari APBN atau sejumlah

Rp. 50 triliun untuk membeli enam komoditas pangan yaitu gandum, kedelai,

daging sapi, susu, gula dan garam. Garam sebenarnya bukan hal yang sulit untuk

diproduksi mengingat 2/3 wilayah Indonesia adalah lautan namun pada

kenyataannya Rp. 900 miliar dikeluarkan setiap tahun untuk mengimpor garam.22

Literatur ini membahas mengenai tekanan internasional bagi Indonesia untuk

meliberalisasi garam.

Dari segi kepentingan aktor domestik, Lukman Baihaki memaparkan

dalam jurnal yang berjudul Ekonomi-Politik Kebijakan Impor Garam Indonesia

Periode 2007-2012. Kebijakan impor garam merupakan hasil dari pertarungan

antara aktor-aktor domestik yang memiliki keterkaitan dengan produk garam ini.

Aktor-aktor tersebut adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian

Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, PT. Cheetam Garam

Indonesia, dan Asosiasi Petani Garam Indonesia. Didalam pertarungan ini,

muncul dua koalisi yakni Kementerian Perdagangan dan Kementerian

Perindustrian mendukung PT. Cheetam Garam Indonesia sementara Kementerian

Kelautan dan Perikanan mendukung Asosiasi Petani Garam Indonesia.

Pertarungan ini ditujukan untuk mengakomodasi kepentingan mereka.

Kementerian Kelautan dan Perikanan berusaha melindungi petani garam demi

tercapainya swasembada garam nasional. Bagi Kementerian Perdagangan, impor

garam perlu demi memenuhi permintaan dalam negeri. Bagi importir garam

22

Ibid, hal. 113, 119 & 131

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

11

adalah mengimpor kemudian dijual lagi kepada industri-industri lain. Disisi lain,

petani mengalami kerugian dengan adanya impor ini karena dengan beredarnya

banyak garam dipasaran, harga garam menjadi lebih rendah daripada yang

ditetapkan oleh Peraturan Menteri Perdagangan.23

Ada ketidakseriusan

pemerintah yang bisa dilihat dari koordinasi yang minim antar pemerintah pusat

dan juga dengan pemerintah daerah terhadap pendampingan petani garam.24

Yety Rochwulaningsih dalam jurnalnya yang berjudul Petani Garam

dalam Jeratan Kapitalisme: Analisis Kasus Petani Garam di Rembang, Jawa

Tengah, menyatakan bahwa garam sebagai komoditas strategis yang adalah bahan

baku industri juga bahan pangan dibutuhkan hampir seluruh masyarakat. Namun,

kehidupan petani garam diberbagai daerah di Indonesia dihadapkan pada situasi

yang sulit. Banyak dari mereka yang meninggalkan usahanya karena menghadapi

masalah yang terkait dengan harga, mutu garam yang rendah hingga

membanjirnya garam impor. Garam sejak jaman kolonial merupakan komoditas

penting sehingga menjadi bahan rebutan oleh berbagai kekuatan politik dan

pemodal. Kondisi yang kontradiktif terjadi pada Indonesia setelah merdeka,

produksi garam dilepas tanpa monopoli yang ditandai dengan dilepasnya

Perusahaan Negara Garam. Pada tingkat global, kekuatan ekonomi kapitalis

cenderung menutup akses pelaku ekonomi lokal dan nasional supaya mereka

dapat menguasai dan mendominasi pasar global.25

Literatur yang kedua ini

23

Lukman Baihaki, Ekonomi-Politik Kebijakan Impor Garam Indonesia Periode 2007-2012,

Yogyakarta, Fisipol UGM, 2013, hal. 3 24

Ibid, hal. 14 25

Yety Rochwulaningsih, Petani Garam dalam Jeratan Kapitalisme: Analisis Kasus Petani

Garam di Rembang, Jawa Tengah,

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

12

melihat dari segi petani yang dirugikan oleh liberalisasi pertanian. Hal ini

merupakan implikasi dari liberalisasi hingga ke daerah bahwasanya menutup

akses pasar lokal serta nasional sehingga produk lokal tidak dapat bersaing secara

global.

1.4 Kerangka Pemikiran

1.4.1 Two-Level Games

Penulis menggunakan Two-level games dari Robert D. Putnam untuk

menganalisis tulisan ini. Politik domestik dan hubungan internasional seringkali

saling memengaruhi satu sama lain. Bahwa ada keterkaitan antara politik nasional

dengan politik internasional. Hubungan ini memberikan beberapa hasil yakni ada

potensi tekanan internasional terhadap domestik. Hasil lainnya adalah ada

perbedaan kepentingan antara pemimpin nasional dengan pihak yang bernegosiasi

dikancah internasional dengan membawa nama negara. Dunia internasional secara

pasti memberikan implikasi bagi kondisi politik suatu negara.26

Keterkaitan ini

menyebabkan dalam suatu pembuatan keputusan, pemerintah berhadapan dengan

tekanan internasional dan juga tekanan dari domestik. Tekanan internasional

memengaruhi kebijakan suatu negara dengan memberi bantuan yang dibutuhkan

oleh suatu negara dengan memberlakukan syarat-syarat. Tekanan domestik

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Petani%20Garam%20dalam%20Jeratan%20Kapitalisme.pdf

diakses pada 6/15/2014 26

Robert D. Putnam, Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two-Level Games,

http://www.jstor.org.ezproxy.ugm.ac.id/stable/pdfplus/2706785.pdf?acceptTC=true&jpdConfirm=

true, hal. 427-430 diakses pada 6/15/2014

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

13

memengaruhi kebijakan dengan menekan pemerintah agar memenuhi kepentingan

mereka.

Tujuan utama dari semua strategi kebijakan ekonomi luar negeri adalah

untuk membuat kebijakan ekonomi domestik kompatibel dengan ekonomi politik

internasional. Pembuat keputusan dipusat (the state) harus fokus bersamaan pada

tekanan domestik dan internasional. Pengambil kebijakan dipusat mempunyai

peran penting dalam memediasi tekanan domestik dan internasional dengan

menyesuaikan setiap kebijakan yang dibuat pada kedua level tersebut.27

Helen V.

Milner juga mengungkapkan hal senada dalam bukunya yang berjudul Interest,

Institutions and Information: Domestic Politics and International Relations

bahwa tidak hanya kekuatan politik internasional atau interdependensi ekonomi

yang menentukan kebijakan luar negeri yang diambil pemerintah tapi juga

dinamika politik domestik.28

Two-level games ini merupakan game atau permainan pada dua level yaitu

1. Level I yakni diantara pemimpin politik. Level ini merupakan level

internasional yang aktornya adalah pemerintah suatu negara atau

organisasi internasional

2. Level II yakni kelompok domestik yang turut menentukan pengambilan

kebijakan domestik. Level ini merupakan level nasional yang mana

27

Ibid, hal. 431-433 28

Helen V. Milner, Interest, Institutions and Information: Domestic Politics and Internastional

Relations, http://www.jstor.org.ezproxy.ugm.ac.id/stable/pdfplus/10.2307/3233071.pdf diakses

pada 7/17/2014

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

14

aktornya dapat berupa kelompok kepentingan, kelas sosial, atau bahkan

opini publik.29

Two-level games berawal dengan sebuah metafora untuk menggambarkan

interaksi antara domestik dan internasional yang berakhir dengan menjadi sebuah

teori.30

Pada level nasional, kelompok domestik mengejar kepentingan mereka

dengan menekan pemerintah untuk mengadopsi kebijakan-kebijakan yang

menguntungkan kelompok tersebut dan mencari kekuasaan dengan membangun

koalisi. Pada level internasional, pemerintah nasional memaksimalkan

kemampuan mereka untuk memenuhi tekanan domestik sambil meminimalisir

konsekuensi yang merugikan dari pembangunan luar negeri. Setiap pemimpin

politik nasional berada pada kedua permainan yang berarti bahwa pembuat

keputusan dihadapkan pada kedua level ini dalam setiap keputusan yang

diambilnya. Dimeja internasional terdapat rekan luar negeri dari pemimpin politik

nasional, diplomat dan penasihat internasional. Dimeja domestik terdapat sang

pemimpin nasional tadi beserta tokoh partai dan parlemen, pembicara dari agensi

domestik, perwakilan grup kepentingan dan penasihat dari pemimpin.

Kompleksitas dari two-level games ini adalah bahwa pergerakan yang menurut

salah satu pihak rasional (misalnya menaikkan harga energi, mengakui wilayah

atau membatasi impor) mungkin saja tidak bagi pihak yang lain.31

Tujuan dari

29

Op. Cit, hal. 436 30

Nanang Pamuji Mugasejati & Ahmad Hanafi Rais, Politik Kerjasama Internasional: Sebuah

Pengantar, Yogyakarta, Institute of International Studies (IIS) UGM, 2011, hal. 33 31

Robert D. Putnam, Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two-Level Games,

http://www.jstor.org.ezproxy.ugm.ac.id/stable/pdfplus/2706785.pdf?acceptTC=true&jpdConfirm=

true, hal. 433-434diakses pada 6/15/2014

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

15

permainan ini adalah bagaimana untuk „memenangkan‟ kedua permainan,

mengamankan skenario yang paling mungkin untuk negaranya pada medan

internasional serta mengamankan masa depan politiknya (atau partainya). Hasil

dari tiap permainan ini akan memengaruhi satu sama lain.32

Ide dasar dari two-level games adalah bahwa ada interaksi antara domestik

dan internasional sehingga kebijakan domestik suatu negara dibuat kompatibel

dengan ekonomi politik internasional. Ekonomi politik internasional adalah

mengenai bagaimana ekonomi dan politik yang identik dengan keuntungan dan

kepentingan saling memengaruhi. Dalam proses pembuatan keputusan, para

pembuat keputusan memenuhi tekanan internasional dan juga tekanan domestik.

Selain hubungan antar negara, Transnational Cooperation (TNC), pasar global,

ekonomi politik internasional juga berbicara mengenai organisasi internasional

yang dalam hal ini adalah WTO.33

Dengan menjadi anggota WTO serta menjadi bagian dari beberapa

perjanjian FTA maka kebijakan domestik dibuat kompatibel dengan perjanjian-

perjanjian tersebut karena dalam pembuatan kebijakan dihadapkan pada tekanan

internasional menurut Putnam. Tekanan internasional ini pasti memberikan

implikasi bagi kebijakan domestik suatu negara. Dari segi politik domestik,

kelompok kepentingan domestik juga akan menekan pemerintah untuk dapat

memenuhi kepentingan mereka. Sehingga, ada interaksi antara politik domestik

dengan hubungan internasional pada kebijakan liberalisasi garam ini. Disatu sisi,

32

Nanang Pamuji Mugasejati & Ahmad Hanafi Rais, Politik Kerjasama Internasional: Sebuah

Pengantar, Yogyakarta, Institute of International Studies (IIS) UGM, 2011, hal. 34 33

Richard W. Mansbach & Kirsten L. Rafferty, Introduction to Global Politics, London,

Routledge, 2008, hal. 499

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

16

alasan Indonesia meliberalisasi pasar garam domestik untuk memenuhi aspek

tekanan internasional yakni:

1. Masuk dalam WTO dan meratifikasi perjanjian ini sehingga mendorong

liberalisasi pertanian melalui AoA dengan penghapusan tarif impor untuk

komoditas pertanian

2. Pinjaman dari lembaga donor yang mewajibkan Indonesia menandatangani

SAP sehingga mendorong investasi asing dan penurunan tarif

3. Ada perjanjian Free Trade Area dengan beberapa negara sehingga

Indonesia menghapus tarif impor untuk negara-negara tersebut sehingga

garam impor membanjiri pasar domestik Indonesia

Disisi lain, alasan meliberalisasi pasar garam domestik untuk memenuhi aspek

tekanan domestik adalah adanya pertarungan antara aktor-aktor berikut:

1. Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan PT. Cheetam

Garam Indonesia yang mendukung impor garam dengan alasan agar

memenuhi permintaan dalam negeri. PT. Cheetam ini memiliki izin Impor

Produsen (IP) non-iodisasi atau garam industri yang mana sesuai dengan

Permendag Nomor 44 Tahun 2007, perusahaan ini tidak berhak untuk

memperjualbelikan garam impornya. Izin ini yang hanya diberikan kepada

perusahaan yang membutuhkan garam sebagai bahan penolong bagi

perusahaan sendiri yang hasil produksinya bukan berupa garam seperti PT.

Tjiwi Kimia untuk proses produksi kertas dan PT. Asahimas untuk produk

kaca sementara hasil produksi PT. Cheetam adalah berupa garam

konsumsi beryodium. Perusahaan asal Australia ini mendapat rekomendasi

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

17

dari Kementerian Perdagangan untuk impor garam sebanyak 25.000 ton.34

Ditahun 2012, total impor garam Indonesia adalah 2,1 juta ton.35

2. Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Asosiasi Petani Garam

Indonesia (APGI) yang tidak mendukung impor garam dengan alasan

melindungi petani garam dan agar rencana swasembada garam dapat

tercapai. Tercapainya swasembada garam ini dapat terjadi jika impor

garam dikurangi sedikit demi sedikit serta memberdayakan petani garam

dalam negeri. Padahal kebutuhan garam dalam negeri selalu mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2007 kebutuhan garam sebesar

2,618 juta ton, tahun 2008 sebesar 2,667 juta ton dan tahun 2009 sebesar

2,888 juta ton.36

Alasan-alasan diatas menunjukkan bahwa kebijakan liberalisasi pasar

garam domestik ini dibuat kompatibel dengan ekonomi politik internasional

karena ada tekanan internasional yang didukung dengan kepentingan aktor

domestik. Kebijakan liberalisasi pasar garam domestik Indonesia dibuat untuk

memenuhi tuntutan tekanan internasional dan tekanan domestik. Dengan adanya

kebijakan yang dikeluarkan untuk meliberalisasi garam ini menimbulkan

implikasi hingga ke daerah sebagaimana disebutkan diatas bahwa dunia

internasional memberikan implikasi bagi kondisi politik suatu negara.

34

Ester Meryana, Kemendag: Itu Bukan Garam Konsumsi,

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/21/20242124/Kemendag.Itu.Bukan.Garam.Konsu

msi. diakses pada 7/16/2014 35

Lukman Baihaki, Ekonomi-Politik Kebijakan Impor Garam Indonesia Periode 2007-2012,

Yogyakarta, Fisipol UGM, 2013, hal. 5 36

Ibid, hal. 2

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

18

Dalam kasus ini liberalisasi pasar garam domestik ini, aktor di level I

adalah pemerintah yang mengambil keputusan mengimpor garam yaitu

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian serta World Bank, IMF,

WTO, dan negara-negara yang menandatangani perjanjian FTA dengan Indonesia.

Aktor level II adalah pemerintah yang turut menentukan pengambilan kebijakan

dalam negeri yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian serta

Kementerian Kelautan dan Perikanan, kelompok petani garam melalui Asosiasi

Petani Garam Indonesia, dan kelompok-kelompok kepentingan.

1.4.2 Governmental Process

Penulis menggunakan Governmental Process dari David B. Truman untuk

menjelaskan konteks tekanan domestik dari teori Two-Level Games oleh Robert

D. Putnam. Truman menyatakan bahwa ada peran kelompok kepentingan dalam

proses politik. Ini bukanlah sikap permusuhan terhadap pemerintah namun

merupakan bagian alami dalam kehidupan politik. Semakin bertambah

kompleksnya kehidupan masyarakat, kelompok-kelompok menyebar untuk

memenuhi berbagai kebutuhan dari masyarakat. Kelompok-kelompok ini disebut

dengan kelompok kepentingan yang didasari pada satu atau lebih sikap bersama.

Tujuan kelompok kepentingan ini adalah akses pada satu atau lebih keputusan

pemerintah. Sehingga, governmental process dapat dipahami jika peran yang

dimainkan oleh kelompok kepentingan diketahui. Esensi dari politik adalah

kontroversi dan konflik yang berasal dari aktivitas kelompok kepentingan.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

19

Kompetisi diantara mereka dapat membantu proses pembuatan keputusan.

Pemerintah memainkan peran aktif dalam membentuk kondisi bagi kelompok

kepentingan untuk beraksi. Kelompok kepentingan yang terancam akan

mengambil tindakan.37

Asumsi dari governmental process ini adalah bahwa manusia merupakan

makhluk sosial yang membentuk kelompok berdasarkan kesamaan karakter

mereka. Kelompok kepentingan adalah kelompok yang berdasarkan pada sikap

bersama yang membuat klaim tertentu pada kelompok-kelompok lain di

masyarakat untuk mendirikan, pemeliharaan atau peningkatan bentuk dari

perilaku yang berhubungan dengan kepentingan-kepentingan mereka. Ketika

klaim ini dipenuhi melalui atau pada institusi pemerintahan, ini menjadi

kepentingan politik dari kelompok tersebut. Menurut Truman, kepentingan

individu diakomodasi oleh kelompok. Faktor-faktor utama yang menentukan

kesuksesan kelompok kepentingan dalam mendapatkan akses ke pemerintahan

adalah:

1. Akses yang ditentukan oleh posisi strategis kelompok di masyarakat

misalnya prestise dari kelompok tersebut di masyarakat.

2. Karakter internal kelompok misalnya kepemimpinan, sumber daya

kelompok dalam jumlah anggota dan keuangan.

37

Steven Alan Samson, David Truman‟s The Governmental Process: Political Interest and Public

Opinion Study Guide,

http://digitalcommons.liberty.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1293&context=gov_fac_pubs

diakses pada 12/21/2014

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

20

3. Faktor kekhasan dari institusi pemerintah itu sendiri misalnya sistem

politik suatu negara.38

Kelompok kepentingan memainkan peran penting dalam setiap

pengambilan keputusan oleh pemerintah menurut Truman. Kelompok-kelompok

ini berusaha memenuhi kepentingan mereka dengan memengaruhi keputusan dari

pemerintah. Dalam kasus liberalisasi pasar garam domestik di Indonesia,

kelompok-kelompok kepentingan yang terlibat adalah kelompok petani-petani

garam rakyat yang tergabung dalam Asosiasi Petani Garam Indonesia, kelompok

importir garam dan mafia garam. Kepentingan menurut Thomas Oatley adalah

tujuan yang ingin dicapai oleh aktor-aktor termasuk kelompok kepentingan.

Tujuan dari aktor-aktor ini dicapai melalui suatu kebijakan atau dengan kata lain

aktor-aktor ini berharap agar kepentingan mereka dapat tercapai melalui suatu

kebijakan. Kepentingan aktor-aktor tersebut dapat diketahui melalui usulan

kebijakan atau tindakan yang diambil oleh mereka. Posisi aktor-aktor tersebut

menentukan kepentingannya dalam suatu kebijakan ekonomi.39

Posisi kelompok petani garam sebagai pihak yang paling dirugikan dari

liberalisasi pasar garam domestik adalah menolak impor garam yang terus

menerus dilakukan karena penghapusan tarif impor garam dan didukung dengan

kebutuhan domestik yang belum bisa dipenuhi garam hasil produksi mereka.

Posisi importir garam sebagai salah satu pihak yang diuntungkan mendukung

liberalisasi pasar garam domestik karena membawa keuntungan bagi kelompok

38

Steven Alan Samson, David Truman‟s The Governmental Process: Political Interest and Public

Opinion Study Guide,

http://digitalcommons.liberty.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1293&context=gov_fac_pubs

diakses pada 12/21/2014 39

Thomas Oatley, International Political Economy fifth edition, Pearson Education, 2012, hal. 13

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

21

kepentingan mereka. Dengan tarif impor 0% maka akan memperoleh semakin

banyak keuntungan. Posisi mafia garam juga merupakan kelompok yang

diuntungkan dari liberalisasi pasar garam domestik sehingga mereka mendukung

bahkan bekerja sama dengan pemerintah untuk memenuhi kepentingan kelompok

mereka.

Berdasarkan teori two-level games dari Robert D. Putnam dan

governmental process dari David B. Truman ini diketahui bahwa kebijakan

liberalisasi pasar garam domestik Indonesia diambil karena memenuhi tekanan

internasional dan tekanan domestik. Pembuat kebijakan ini berhadapan dengan

tekanan internasional berupa ratifikasi perjanjian WTO yang membuat Indonesia

harus meliberalisasi sektor perdagangan, Indonesia diwajibkan mengaplikasikan

mekanisme Structural Adjustment Program (SAP) dari IMF ketika dilanda krisis

ekonomi sehingga meliberalisasi sektor perdagangannya yang merupakan salah

satu dalam mekanisme SAP, dan Indonesia meratifikasi beberapa perjanjian Free

Trade Area (FTA) sehingga tarif impor untuk produk-produk dari negara-negara

tersebut 0%. Liberalisasi pasar garam domestik dibuat untuk memenuhi tekanan

internasional.

Selain tekanan internasional, kebijakan liberalisasi pasar garam domestik

juga dihadapkan dengan tekanan domestik. Tekanan domestik ini berasal dari

kelompok birokrat yaitu Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian

Perdagangan dan Kementerian Perindustrian serta kelompok kepentingan seperti

petani-petani garam, importir garam dan mafia garam. Para aktor ini menekan

pemerintah sesuai dengan posisi mereka agar dapat memenuhi kepentingan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

22

kelompok mereka. Liberalisasi pasar garam domestik Indonesia dibuat juga untuk

memenuhi tekanan dari aktor-aktor domestik ini.

1.4.3 Kapitalisme

Dunia internasional memberikan implikasi bagi kondisi politik suatu

negara menurut Robert D. Putnam dalam teori two-level games. Untuk

menjelaskannya lebih jauh, penulis menggunakan konsep kapitalisme dari Karl

marx untuk menjelaskan implikasi yang terjadi bagi petani garam. Kapitalisme

menurut Karl Marx adalah mengejar keuntungan yang seharusnya menjadi hak

dari para pekerja yang berproduksi. Kapitalisme selalu fokus pada profit

maximalization. Kapitalisme merupakan suatu bentuk masyarakat kelas yang

distrukturkan secara khusus yang mana didalamnya manusia diatur untuk

memproduksi kebutuhan hidup akan tetapi diasingkan dari produk yang

dihasilkan. Menurut Rochwulaningsih, status sosial ekonomi petani garam

semakin termarjinalkan sehingga dapat dikatakan bahwa diasingkan yang

dimaksudkan oleh Marx berarti kehidupan yang termarjinalkan. Hal ini

menyebabkan terjadinya proses pemiskinan kaum buruh oleh kaum kapitalis yang

selalu mengejar keuntungan bagi kepentingan mereka.40

Kapitalisme menurut Karl Marx jika dikaitkan dengan liberalisasi pasar

garam domestik Indonesia terlihat bahwa ada implikasi bagi petani garam.

40

Yety Rochwulaningsih, Petani Garam dalam Jeratan Kapitalisme: Analisis Kasus Petani

Garam di Rembang, Jawa Tengah,

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Petani%20Garam%20dalam%20Jeratan%20Kapitalisme.pdf

diakses pada 6/15/2014

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

23

Rochwulaningsih mengambil contoh kehidupan petani garam di Rembang yang

kehidupannya semakin sulit karena harga jual garam rakyat yang sangat rendah.

Garam rakyat tidak dapat bersaing dengan derasnya garam impor dipasar

domestik. Petani garam disatu sisi memproduksi garam rakyat namun disisi lain

diasingkan dari produk yang dihasilkannya melalui kebijakan penghapusan tarif

sehingga komoditas garam impor membanjiri pasar domestik. Hal ini berimplikasi

pada kesejahteraan petani yang belum tercapai karena kehidupan petani garam

yang termarjinalkan.

Terjadi proses pemiskinan petani garam oleh kaum kapitalis yang dalam

hal ini adalah aktor-aktor yang memiliki modal besar yang dapat melakukan apa

saja untuk memenuhi kepentingan mereka. Implikasinya terjadi ke petani garam

sebagai pihak yang paling dirugikan. Implikasi jika dikaitkan dengan konsep

kapitalisme oleh Karl Marx lebih kepada kehidupan buruh yang termarjinalkan.

Dalam politik liberalisasi pasar garam domestik ini berimplikasi pada kehidupan

petani garam yang tidak sejahtera karena kalah dengan kepentingan para pemilik

modal yang mendukung liberalisasi pasar garam domestik.

1.5 Argumen Utama

Kebijakan liberalisasi pasar garam domestik diambil oleh pemerintah

Indonesia untuk memenuhi tekanan internasional dan tekanan domestik yang

memiliki kepentingan terhadap liberalisasi garam sehingga menimbulkan

implikasi hingga ke daerah. Kebijakan liberalisasi garam Indonesia dibuat

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

24

kompatibel dengan ekonomi politik Internasional yakni WTO sebagai rezim

perdagangan internasional. Di ranah domestik, ada kelompok kepentingan yang

turut memengaruhi pemerintah untuk mendapatkan keuntungan dari kebijakan

liberalisasi pasar garam domestik ini. Politik liberalisasi garam ini berimplikasi

hingga ke salah satu daerah penghasil garam yaitu Provinsi NTT yang dialami

oleh para petani garam yaitu kehidupan petani yang semakin termarjinalkan.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan

data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara dan studi

lapangan sedangkan data sekunder didapatkan melalui buku, undang-undang,

jurnal, artikel dan sebagainya. Penulis akan melakukan wawancara ke instansi

terkait dan melakukan studi lapangan ke beberapa kecamatan di Kabupaten

Kupang yang menjadi lokasi produksi garam. Data-data yang ingin dicari adalah

daftar petani garam di Kupang, kebijakan pemerintah daerah terkait produksi

garam, kesulitan yang dihadapi petani garam serta kebijakan apa yang telah

diambil oleh pemerintah pusat dan daerah yang didapat melalui petani garam

tersebut.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

25

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan akan dibagi kedalam enam bab yakni:

Bab I Pendahuluan: Bagian ini berisikan latar belakang yang terdiri dari hal-hal

yang menjadikan isu ini penting untuk dibahas termasuk sejarah Indonesia

mengimpor garam, literatur review sebagai evaluasi untuk menjawab rumusan

masalah, kerangka pemikiran sebagai alat untuk menganalisis serta argumen

penulis terkait isu yang dibahas.

Bab II Liberalisasi Garam di Indonesia: Bagian ini menjelaskan mengenai seluk

beluk liberalisasi pasar garam domestik yang terjadi di Indonesia.

Bab III Tekanan Internasional: Bagian ini membahas kebijakan liberalisasi pasar

garam domestik yang dibuat untuk memenuhi tekanan internasional melalui

keikutsertaan Indonesia dalam WTO, kewajiban untuk melaksanakan mekanisme

SAP oleh IMF dan keterlibatan dalam perjanjian-perjanjian FTA.

Bab IV Tarik Menarik Kepentingan di Ranah Nasional: Bagian ini membahas

tentang kebijakan liberalisasi pasar garam domestik yang dibuat untuk memenuhi

tekanan domestik yang melibatkan aktor birokrat dan juga kelompok kepentingan.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dengan garis

26

Bab V Implikasi terhadap Provinsi Nusa Tenggara Timur: Bagian ini khusus

membahas mengenai implikasi dari kebijakan liberalisasi pasar garam domestik

yang dibuat untuk memenuhi tekanan internasional dan tekanan domestik bagi

Provinsi NTT sebagai salah satu sentra produksi garam di Indonesia.

Bab VI Kesimpulan: Bagian ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis dari semua

bab diatas serta pembuktian argumen utama yang juga tercantum pada bab ini.