bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah 1 tesis.pdf · bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki satu Badan Usaha Milik Negara bahkan satu – satunya
perusahaan di Indonesia yang bergerak dalam bidang penyaluran tenaga listrik ke
seluruh Indonesia, yaitu PLN. Saat ini PLN sedang gencarnya meneriakkan slogan
PLN Bersih, No Suap, No Korupsi dalam hal memberikan citra bersih dari
korupsi. Slogan ini ditunjang oleh adanya empat pilar utama yaitu PITA yang
terdiri dari Partisipasi, Integritas, Transparansi dan Akuntabilitas. Partisipasi
mempunyai maksud untuk membangun dukungan dan rasa kepemilikan bersama.
Integritas mempunyai maksud untuk membangun manusia dan kultur.
Transparansi bertujuan untuk membangun sistem yang terbuka di PLN, dan
Akuntabilitas bertujuan menciptakan mekanisme pertanggungjawaban untuk
mewujudkan PLN Bersih.
Dalam hal tindakan dari slogan PLN tersebut, perusahaan yang berbentuk
Perseroan terbatas ini dibantu oleh Transparency International Indonesia (TII)
untuk menerapkan Good Corporate Governance (GCG) yang fokus pada upaya
pemberantasan korupsi dalam tubuh PLN khususnya sektor pengadaan barang dan
jasa serta pelayanan publik. PLN dan TII meyakini salah satu syarat penting bagi
upaya pencegahan korupsi serta penerapan Good Corporate Governance ialah
terciptanya keterbukaan informasi publik yang merupakan bagian dari prinsip
transparansi sebuah perusahaan. Good Corporate Governance atau sering disebut
2
tata kelola perusahaan yang baik, selalu dicita – citakan menjadi semakin terbuka,
terhindar dari benturan kepentingan, mempunyai akuntabilitas tinggi, bertanggung
jawab serta bertambah wajar dengan menegakkan prinsip fairness.1
Sebagai perusahaan yang memiliki aset dengan nilai yang cukup besar,
PLN menjadi sorotan publik dalam menyediakan tenaga listrik bagi masyarakat di
Indonesia tidak terkecuali PLN di Bali yang mana melayani hotel – hotel besar
sebagai penunjang pariwisata. Satu – satunya perusahaan listrik di Indonesia ini
berdiri sejak tahun 1927, PLN Bali diberi nama N.V.Ebalon dengan lokasi di
Jalan Diponegoro Denpasar.
Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangannya, PLN Bali dalam
usahanya untuk meningkatkan efektivitas pelayanan kepada pelanggan serta untuk
mengantisipasi perkembangan kelistrikan yang semakin pesat, maka PLN Bali
beberapa kali mengadakan perubahan nama dan struktur organisasi sehingga
dirasa lebih tepat dengan tuntutan pelanggan dan tuntutan jaman.
Berubahnya struktur organisasi PLN dari waktu ke waktu tidak dapat
memungkiri bahwa PLN mencoba bergerak dinamis mengikuti gaya hidup
masyarakat yang berubah. Proses bisnis PLN pun dituntut harus berubah apalagi
dengan meneriakkan slogan PLN bersih No Suap, No Korupsi tanggungjawab
PLN lebih berat dikarenakan segala proses bisnisnya bersentuhan langsung
dengan pelanggan dan sebuah perusahaan yang wajib menerapkan Good
Corporate Governance (GCG). Apalagi PLN yang berbentuk perseroan sebagai
1 Bambang Subroto, 2005, Corporate Governance or Good Corruption Governance?,
Gramedia, Jakarta, h.152.
3
organisasi usaha demi mengejar profit pasti sangat memperhatikan efisiensi dan
efektivitas sehingga dibutuhkan Good Corporate Governance dalam perseroan2.
Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang harus diterapkan oleh
PLN selaku BUMN dalam kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan
Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan
Usaha Milik Negara, yaitu terdiri atas transparansi (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian
(independency), kewajaran (fairness).
Selain itu, penerapan GCG juga wajib berpedoman pada pedoman umum
yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang
mana pedoman tersebut juga memaparkan tentang prinsip dari Good Corporate
Governance (GCG) yaitu transparansi (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian
(independency), kewajaran (fairness) dan pedoman tersebut dapat digunakan
sebagai acuan walaupun tidak berkekuatan hukum namun dapat dijadikan sebagai
rujukan penerapan Good Corporate Governance (GCG).
Penerapan prinsip Good Corporate Governance (selanjutnya disebut
GCG) dalam dunia usaha di Indonesia merupakan tuntutan jaman agar
perusahaan-perusahaan BUMN mampu bersaing dengan perusahaan lain
khususnya perusahaan multinasional dalam menghadapi persaingan global yang
2 Fahri Hamzah, 2012, Negara,BUMN, dan Kesejahteraan Rakyat, Faham Indonesia,
h.99.
4
semakin keras. Prinsip-prinsip GCG juga merupakan komponen tata perilaku
(code of conduct) yang diyakini banyak pakar merupakan katalisator pemulihan
sektor perusahaan di Indonesia, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).3
Sebagai salah satu perusahaan penyedia listrik di tanah air, PLN berusaha
untuk terus meningkatkan kualitas layanan bagi seluruh komponen masyarakat
Indonesia, antara lain meningkatkan mutu pelayanannya terhadap pelanggan.
Untuk membantu mengatasi hal tersebut PLN mengupayakan beberapa hal
termasuk telah mencanangkan Pengusahaan pendistribusian tenaga listrik dalam
jumlah dan mutu yang memadai untuk memberikan kontribusi dalam
pembangunan nasional; melakukan usaha sesuai dengan kaidah ekonomi yang
sehat; memperhatikan kepentingan stakeholder; serta meningkatkan kepuasan
pelanggan antara lain sebagai berikut :
a. Perencanaaan pengembangan sistem distribusi tenaga listrik.
b. Pengoperasian sistem distribusi tenaga listrik.
c. Pengoperasian dan pemeliharaan instalasi distribusi tenaga listrik.
d. Penjualan (niaga) tenaga listrik.
e. Pembangunan jaringan distribusi tenaga listrik.
f. Pengelolaan hubungan masyarakat sekitar, lingkungan dan keselamatan
ketenagalistrikan.
g. Pengelolaan keuangan, sumber daya manusia, komunikasi, hukum dan
administrasi.
3 Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006, Penerapan Good Corporate Governance:
Mengesampingkan Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta,h.109.
5
Dalam hal ini bidang pelayanan pelanggan merupakan ujung tombak
proses bisnis di PLN karena kepuasan pelanggan merupakan hal yang utama.
Berdasar pada kewajiban melayani kebutuhan pelanggan yang tersebut di atas,
PLN Unit Distribusi khususnya PLN Distribusi Bali (selanjutnya disebut PT PLN)
dalam melayani transaksi jual beli tenaga listrik tidak lepas dari proses pengadaan
barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa menduduki posisi yang sangat
penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sarana penggunaan anggaran
dalam jumlah signifikan guna mendapatkan barang, jasa dan pekerjaan yang
dibutuhkan bagi pelaksanaan misi organisasi. Hampir seluruh dari pelayanan PT
PLN kepada pelanggan tersebut melalui proses pengadaan barang dan jasa, maka
dari itu pengadaan barang dan jasa sangatlah dibutuhkan dalam penyediaan
infrastruktur yang dilakukan oleh PT PLN.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik pelanggan tersebut, pengadaan barang
dan jasa di PT PLN bermacam – macam dikarenakan kebutuhan dengan jumlah
besar. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah pada umumnya
dilakukan melalui dua cara, yaitu pengadaan yang dilakukan oleh penyedia
barang/ jasa dan pengadaan dengan cara swakelola.4 Pengadaan barang dan jasa
tidak lepas dari peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dan peraturan Direksi
serta ketersediaan anggaran. Anggaran merupakan hal penting dalam pengadaan
barang dan jasa dikarenakan anggaran ini yang juga menentukan jenis dari
pengadaan barang dan jasa nantinya.PT PLN membagi 2 anggarannya yaitu untuk
anggaran operasi dan anggaran investasi. Maka dari itu dalam proses pengadaan
4 Y.Sogar Simamora,2013, Hukum Kontrak, Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah di Indonesia, Kantor Hukum Wins & Partners,Surabaya, h.140.
6
barang dan jasanya dilihat apakah menggunakan anggaran operasi atau anggaran
investasi karena mempengaruhi kewenangan dan proses berjalannya pengadaan
tersebut. Anggaran Operasi dipergunakan untuk pengadaan yang bersifat rutin.
Sedangkan anggaran investasi dipergunakan untuk pekerjaan yang memiliki nilai
investasi bagi PT PLN sendiri. Untuk anggaran Operasi, jenis pengadaan
Barangnya misalnya pengadaan material fuse dan untuk pengadaan barang dan
jasa seperti:
a. Penggantian cubicle, terminating
b. Pemeliharaan pembersihan ruangan, halaman gardu bangunan, gardu
hubung,
c. Penggeseran gardu
d. Perluasan jaringan untuk penyambungan listrik
e. Perbaikan gangguan SUTM dan SUTR
f. Pemeliharaan pemasangan Cover Arrester (perisai binatang)
g. Perbaikan jaringan distribusi penyulang
h. Pemeliharaan pemindahan kabel out going
i. Perbaikan tegangan drop
j. Penggantian kwh meter bermasalah
k. Perbaikan jaringan distribusi
l. Penggantian kabel tanam
Untuk investasi jenis pengadaanya ialah seperti tabel di bawah ini:
7
JENIS PENGADAAN BARANG DAN JASA
ANGGARAN INVESTASI
BARANG BARANG DAN JASA
1. Pengadaan material NH FUSE dan
Kabel NYAF
2. Pengadaan Material Modem GSM
3. Pengadaan material segel Plastik
Putar
4. Pengadaan material, perlengkapan
Wairing Kabel Tis, Spiral Kabel,
Kabel Scon, Timah Segel
5. Pengadaan Material CT TR
6. Pengadaan Jointing 24 KV
7. Box APP III NCBL
8. Material MCB 3 Phasa
9. Lightning Arrester 24kV
10. Material Cut Out 20kV
1. Perluasan Jaringan
2. Pemasangan Perubahan Daya dan
Migrasi
3. Perluasan Jaringan untuk Penyambungan
4. Pemasangan Sambungan Rumah
Pemasangan Perluasan SUTR
5. Pasang Baru Sambungan Rumah (SR)
6. Pembuatan Jembatan Kabel Konstruksi
Baja untuk Penyambungan Listrik
7. Penggeseran Tiang JTM
Dalam prosesnya, pengadaan barang dan jasa melibatkan beberapa pihak
sehingga diperlukan etika, norma, dan prinsip pengadaan barang dan jasa untuk
dapat mengatur atau dijadikan dasar penetapan kebijakan pengadaan barang dan
8
jasa.5 Selain itu, pengadaan barang dan jasa didukung oleh sarana elektronik
melalui E-Procurement. Dengan E- Procurement, proses lelang dapat berlangsung
secara efektif, efisien, terbuka, bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan
akuntabel sehingga diharapkan dapat mencerminkan keterbukaan/transparansi
dan juga meminimalisasi praktik curang/KKN dalam lelang pengadaan barang
yang berakibat merugikan keuangan Negara.6
Pengadaan barang/jasa secara elektronik tidak hanya diharapkan mampu
meningkatkan efisiensi dan transparansi, namun juga sebagai penunjang
pelaksanaan prinsip-prinsip profesionalisme, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggungjawaban serta kewajaran atau yang dikenal dengan prinsip-prinsip
GCG sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahwa dalam melaksanakan
tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan
perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme,
efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta
kewajaran. Dari banyaknya jumlah proses pengadaan barang dan pengadaan jasa
sangat rentan untuk dimanfaatkan sebagai sarana korupsi karena nilai dari
pengadaan barang dan pengadaan jasa dapat dikatakan dengan nilai rupiah yang
tidak sedikit.
Pada PT PLN dalam proses pengadaan barang dan jasanya berpedoman
pada Surat Keputusan Direksi Nomor 620.K/DIR/2013 (selanjutnya disebut SK
5 Adrian Sutedi, 2010, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai
Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta (selanjutnya disebut Adrian Sutedi I), h.1.
6 Ibid,h.203.
9
Dir 620/2013). Dalam SK Dir 620/2013 ini juga memuat beberapa prinsip dasar
dalam pelaksanaan barang dan jasa di PT PLN yaitu; efisien, efektif, kompetitif,
transparan, adil dan wajar serta akuntabel seperti yang diatur juga dalam Per-
15/MBU/2012 tentang Pedoman Umum Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Dalam aturan ini juga mengamanatkan bahwa pengadaan
barang dan jasa pada BUMN harus dilakukan secara cepat, fleksibel, efisien dan
efektif agar tidak kehilangan momentum bisnis yang dapat menimbulkan kerugian
sehingga masing – masing BUMN memerlukan pedoman pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa di perusahaanya masing – masing dengan tetap memperhatikan
prinsip – prinsip yang tersebut di atas.
Namun, masalah yang biasanya terjadi ketidaksesuaian antara aturan dan
pelaksanaannya ialah dalam pelaksanaannya vendor atau rekanan sering lalai
dalam proses pengadaan barang dan atau jasa itu sendiri, misalnya saat
pendaftaran keikutsertaan dalam e-procurement, vendor telah mendaftarkan
dirinya tetapi belum mengambil dokumen pengadaan tersebut, sehingga pada saat
waktu yang ditentukan vendor ini tidak mau untuk digugurkan, padahal proses
pengadaan ini memerlukan waktu yang sangat singkat. Kemudian, adanya calon
Penyedia Barang/Jasa yang sudah tahu perusahaanya tidak memenuhi kualifikasi
dan proses pengadaan yang berlangsung tidak memperkenankan adanya
konsorsium tetapi tetap memaksa ikut serta dalam proses pengadaan tersebut
sehingga sering menyebabkan terhambatnya proses ini. Selain itu, dalam
pengadaan barang dan jasa sering kali ada persepsi dari pihak eksternal dan
internal PT PLN bahwa harga termurah dalam suatu pelelangan terbuka yang
10
kompetitif dapat mengalahkan aspek lainnya seperti, kualitas. Sehingga sering
terjadi jika calon penyedia barang/ jasa dapat menawarkan harga sangat murah
dengan menurunkan kualitas barang/ jasa ataupun aspek lainnya.
Sedangkan dari rekanan atau calon penyedia barang dan jasa menyebutkan
bahwa masalah yang mengurangi nilai – nilai dari GCG pada proses pengadaan
barang dan jasa ialah saat penentuan Harga Perkiraan sendiri (HPS), harga yang
diberikan oleh PT PLN adalah harga yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Selain
itu calon penyedia barang dan jasa menilai proses prakualifikasi/kualifikasi
kurang jelas atau tidak dapat diakses oleh publik. Kemudian adanya anggapan
aspek kerahasiaan proyek pengadaan dinilai rendah sehingga rentan menimbulkan
konflik kepentingan7. Hal ini jelas menjadi sebuah kewajiban dari segala pihak
agar prinsip GCG dapat terwujud. Apalagi pada SK Dir 620/2013 tentang
pedoman Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan PT PLN (Persero)
mencantumkan untuk menerapkan GCG pada Petunjuk Teknis Pengadaan Barang/
Jasa di PT PLN.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas,maka judul yang
diambil dari tulisan ini ialah “ PENJABARAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE (GCG) DALAM SISTEM PENGADAAN BARANG DAN
JASA PADA PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI BALI “.
7 TII, 2014, Directorate Briefing,Program PLN Bersih : Tanpa Suap, Makalah
disampaikan pada saat Diklat Pelopor PLN Bersih di PLN Udiklat Pandaan tanggal 12 Juni 2014
11
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalahnya ialah ;
1. Bagaimanakah bentuk penjabaran GCG dalam pengaturan pengadaan
barang dan jasa pada PLN Distribusi Bali ?
2. Bagaimanakah bentuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada PLN
Distribusi Bali?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, untuk menghindari
pembahasan keluar dari pokok permasalahan yang berkaitan dengan judul
penelitian ini perlu ditentukannya ruang lingkup masalah. Menurut Bambang
Sunggono, ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian yang
menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi
area penelitian.8 Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini ialah penjabaran
GCG dalam Pengadaan Barang dan jasa pada PT PLN dan bagaimana bentuk
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa khususnya pengadaan Barang dan jasa
pada PT PLN (Persero) Distribusi Bali.
8 Bambang Sunggono, 2009, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta,
(selanjutnya disebut Bambang Sunggono I), h. 111.
12
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah :
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan tambahan
pengetahuan khususnya di bidang hukum bisnis serta pemahaman mengenai
penerapan GCG dalam pengadaan barang dan jasa khususnya pengadaan Barang
dan jasa di PT PLN.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini ialah:
1. Untuk mengetahui bentuk penjabaran dari GCG dalam pengadaan
barang dan jasa pada PT PLN.
2. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan bentuk pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa khususnya pengadaan barang dan jasa pada PT
PLN
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang
keilmuan (teoritis) khususnya, baik dari pengembangan teori dan asas hukum.
Sehingga melalui penelitian ini dapat dilihat perkembangan pengadaan barang dan
jasa serta bentuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tersebut pada PT PLN.
13
1.5.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar dapat menjadi masukan
bagi masyarakat bahwa dalam pengadaan barang dan jasa khususnya di PT PLN
telah diterapkan GCG dalam pelaksanaannya.
1.6 Orisinalitas Penelitian
Tesis ini merupakan karya tulis dari penulis tanpa adanya plagiasi dalam
proses penelitian dan penulisannya. Maka dari itu karya tulis ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk saran
maupun kritik yang membangun dengan tujuan menyempurnakan tulisan ini.
Sehingga tesis ini dapat dibandingkan dengan tesis yang telah ada sebelumnya.
Tesis – tesis yang menyangkut penerapan GCG dalam Pengadaan Barang dan Jasa
yaitu :
1. Nama : Dhian Indah Astati
Universitas : Diponegoro
Judul : Implementasi Good Corporate Governance bagi
Perusahaan Asuransi
Tahun : 2007
Permasalahan :
1) Bagaimanakah Implementasi Good Corporate Governance bagi
Perusahaan Asuransi?
14
2) Hambatan – hambatan apakah yang dihadapi dalam implementasi Good
Corporate Governance bagi Perusahaan Asuransi?
2. Nama : Heriyanto
Universitas : Diponegoro
Judul : Tinjauan Hukum terhadap Pelaksanaan Perjanjian
Pengadaan barang dan Jasa di PT Indonesia Power
Semarang
Tahun : 2007
Permasalahan :
1) Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa di PT
Indonesia Power?
2) Bagaimanakah tanggung jawab kontraktor dalam pengadaan barang dan
jasa?
3) Apakah upaya – upaya yang ditempuh oleh para pihak yang terkait apabila
muncul permasalahan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa?
3. Nama : Prista Vitali Saktinegara
Universitas : Indonesia
Judul : Tanggung Jawab Penyelenggara Sistem Elektronik untuk
Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan Pemerintah
(Analisis Penerapan E-Procurement di Lembaga XYZ )
Tahun : 2013
Permasalahan :
15
1) Bagaimana ketentuan hukum yang mengatur tentang e-procurement
ditinjau dari Peraturan Presiden No.54 tahun 2010 dan perubahannya
dibandingkan The Uncitral Model Law On Public Procurement?
2) Apakah penerapan E – Procurement di lembaga xyz telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku?
3) Bagaimana tanggung jawab subjek hukum pada proses e – procurement ?
4. Nama : Nur Hidayati Setyani
Universitas : Diponegoro
Judul : Kebijakan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Prinsip
“Good Corporate Governance” bagi Bank Umum dalam
Praktek Perbankan Syari’ah
Tahun : 2010
Permasalahan :
1). Apakah Urgensi Kebijakan pemerintah tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank Umum dalam Praktek Perbankan
Syariah di Indonesia ?
2). Bagaimana penerapan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
dalam pengelolaan perbankan Syari’ah di Indonesia?
Berdasarkan dari beberapa tesis diatas maka dapat dilakukan perbandingan
terhadap penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam penelitian ini, penulis
memfokuskan lebih kepada penjabaran Good Corporate Governance (GCG)
dalam pengadaan barang dan jasa khususnya pengadaan Barang dan jasa di PT
PLN serta bentuk pelaksanaan dari pengadaan barang dan jasa di PT PLN.
16
Sehingga sudah sangat jelas perbedaan dari masing – masing tesis yang penulis
uraikan dengan apa yang penulis akan teliti.
1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir
1.7.1 Landasan Teoritis
Sebelum membahas dan menganalisa permasalahan yang dikemukakan di
atas, maka landasan teoritis yang akan dipaparkan terlebih dahulu, sehingga dapat
dijadikan dasar dalam menjawab permasalahan yang ada. Landasan teoritis ini
akan menguraikan beberapa teori-teori, asas-asas, dan konsep-konsep hukum yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian tersebut.
Black and Champion mengatakan bahwa:’’ A theory is a set of
systematically related propositions specifiying causal relationship among
variables.’’9 Dalam penelitian ini digunakan teori-teori yaitu pendapat-pendapat
para ahli hukum yang dapat memberikan masukan-masukan dalam memecahkan
permasalahan hukum yang timbul dalampengadaan barang dan jasa. Adapun teori
– teori yang dipergunakan ialah :
1) Agency teory
Teori ini dikembangkan oleh Michael Johnson, seorang professor dari
Harvard yang memandang bahwa pentingnya pemilik perusahaan dalam hal ini
pemegang saham menyerahkan perusahaannya untuk dikelola oleh tenaga –
tenaga profesional yang disebut dengan agents yang mana lebih mengerti dalam
menjalankan bisnis sehari – hari. Tenaga – tenaga profesional bertugas sebagai
9 Supasti Dharmawan, 2005, Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Universitas Udayana,
Denpasar, h. 26.
17
agents pemegang saham karena merekalah yang memiliki keleluasaan dalam
menjalankan perusahaan dengan tujuan pemilik perusahaan (pemegang saham)
dapat memperoleh keuntungan tanpa mengeluarkan banyak biaya. Jika
disederhanakan, tujuan utama pemilik perusahaan pada saat menjalankan bisnis
mereka pada umumnya adalah meningkatkan nilai perusahaan dan
memaksimalkan kemakmuran mereka dan atau pemegang saham ( shareholder’s
wealth).10
Pemilik perusahaan (pemegang saham) berkewajiban untuk mengawasi
serta memonitor jalannya perusahaan dan memastikan bahwa pekerjaan yang
dikelola oleh tenaga profesional tersebut telah bekerja untuk kepentingan
perusahaan serta adanya laba yang didapatkan oleh perusahaan karena semakin
tinggi laba yang didapatkan oleh perusahaan semakin tinggi pula keuntungan yang
didapatkan agents.11
Teori ini memberikan wawasan analisis agar dapat mengkaji hubungan
agent (pengelola) dengan principal (pemegang saham) ataupun principal dengan
principal. Dalam buku dari A.C Fernando dinyatakan sebagai berikut :
“The fundamental theoretical basis of corporate governance is agency
cost. Teori ini merupakan teori dasar dari CG”12
.
Dalam perkembangannya, agency theory lebih mencerminkan kenyataan
yang ada sehingga mendapatkan respons yang lebih luas. Maka dari itu, CG
bertumpu pada teori ini dimana pengelolaan perusahaan harus selalu diawasi agar
10
Tony Pramana, 2011, Manajemen Risiko Bisnis, Sinar Ilmu, Jakarta, h.33. 11
Adrian Sutedi, 2012, Good Corporate Governance , Sinar Grafika, Jakarta,
(selanjutnya disebut Adrian Sutedi II) , h.13 – 14. 12
A.C Fernando, 2009, Corporate Governance: Principles, Policies and Practices,
Dorling Kindersley, India,h.45.
18
pengelolaan tersebut telah dilakukan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang
berlaku.
2) Stakeholder Theory
Stakeholder theory atau teori stakeholder diartikan sebagai setiap pihak,
baik individu maupun kelompok, yang dapat terkait atau berpengaruh terhadap
aktivitas perusahaan.13
Menurut David Wheeler dan Maria Sinlapaa, berdasarkan
prioritasnya stakeholder dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Primary stakeholder, yang terdiri dari pemegang saham, investor,
karyawan dan manajer, supplier, rekanan bisnis dan masyarakat.
b. Secondary stakeholder, terdiri dari pemerintah, institusi bisnis,
kelompok sosial kemasyarakatan, akademisi serta pesaing.
3) Stewardship theory
Teori ini dibangun berdasarkan nilai filosofis sifat manusia yakni, manusia
dapat dipercaya dan bertindak penuh dengan tanggungjawab yang memiliki
integritas serta kejujuran terhadap pihak lain. Teori ini memandang manajemen
merupakan pihak yang dapat dipercaya bagi kepentingan umum ataupun
stakeholder secara khusus14
.
4) Teori Economic Analysis of Law
Teori ini diperkenalkan oleh Posner, arti dari teori analysis economic of
law itu sendiri ialah teori pendekatan ekonomi yang mana pendekatan ekonomi
13
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Loc.cit., h.67 14
Mas Achmad Daniri,2014, Lead by GCG, Gagas Bisnis Indonesia, Jakarta , hal.5
19
terhadap hukum identik dengan pembahasan hukum anti persaingan tidak sehat
(conspiracy) atau antitrust, hukum pajak, hukum korporasi dan regulasi
kepentingan publik15
. Teori ini mempercayai bahwa adanya hal – hal yang
rasional untuk mendasari keadilan dalam masyarakat digambarkan , yaitu “Like
utilitarianism, those who champion an economic analysis of law believe that our
rational everyday choices ought to form the basis of what is just in society”.16
Untuk substansi teori pendekatan ekonomi terhadap hukum dapat
digambarkan dengan“Law and economic can be defined as the application of
economic theory (primarily micro economics and their basic concept of welfare
economics) to the examine the formation structure ,processes, and economic
impact of law and legal institution”.17
Sehingga dalam pengadaan barang dan jasa
dapat kita lihat adanya tujuan pemenuhan logika ekonomi didasarkan oleh hukum
yang adil bebas dari persaingan usaha yang tidak sehat.
Teori – teori diatas dipilih karena dalam pengadaan barang dan jasa
adanya kepercayaan perusahaan untuk diwakilkan oleh pihak – pihak yang dapat
dipercaya dalam menjalankan aktivitas perusahaannya yang tidak lepas dari
keterkaitan para stakeholder untuk mewujudkan perusahaan khususnya dalam
pengadaan barang dan jasa yang adil dalam prosesnya.
15
Ade Maman Suherman, 2010, Pengadaan Barang dan Jasa (Government
Procurement), Rajagrafindo Persada, Jakarta, h.2 16
Raymond Wacks, 2006, Philosophy of Law, Oxford University Press,Oxford, h.65 17
Nicolas Mercuro, and Steven G. Medema , 1999, Economic and The Law, Princeton
University Press, New Jersey, h.1
20
1.7.2 Kerangka berpikir
1.8 Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan yang masih lemah, jadi perlu dibuktikan
untuk menegaskannya apakah suatu hipotesis dapat diterima atau harus ditolak,
sesuai dengan fakta atau data empirik yang dukumpulkan dalam penelitian.18
18
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta,h.58.
Penjabaran Good Corporate Governance (GCG) dalam
Pengadaan Barang dan Jasa di PT PLN (Persero) Distribusi Bali
GOOD CORPORATE
GOVERNANCE (GCG)
Penjabaran GCG
Pengadaan
Barang dan Jasa
Aturan GCG
PLN
Pengadaan Barang
dan Jasa
Pejabat Perencana/
Pelaksana
Pihak Ketiga
21
Berdasarkan pengertian dan fungsi hipotesis di atas, maka hipotesis untuk
rumusan masalah pada penelitian ini ialah :
1. Ketentuan atau aturan dari GCG ialah Peraturan Menteri Negara
BUMN No. Per – 01 /MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik (GCG) pada Badan Usaha Milik Negara.
Sedangkan untuk Pengadaan barang dan Jasa ialah berdasarkan pada
Putusan Menteri BUMN Nomor 05 tahun 2008 jo Peraturan Menteri
BUMN Nomor 15 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengadaan
Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara dan untuk PT PLN
menggunakan aturan dari Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero)
Nomor 620 tahun 2013 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa
di Lingkungan PT PLN (Persero) beserta perubahan – perubahannya.
Secara spesifik, ketentuan tentang pengadaan barang dan jasa di atas
telah mengandung prinsip – prinsip dari GCG.
2. Penerapan GCG dalam Pengadaan barang dan Jasa di PT PLN
(Persero) Distribusi Bali telah terlaksana, karena Pengadaan Barang
dan Jasa di PT PLN memiliki beberapa prinsip yang sama dengan
prinsip yang ada dalam GCG serta didukung dengan adanya kemajuan
di bidang teknologi sehingga proses pengadaan Barang dan Jasa telah
melalui sistem E- Procurement serta saat adanya masa peralihan
penggunaan SK Dir 620/2013, SK Dir 620/2013 ini telah mengatur
agar prinsip GCG tetap terlaksana.
22
1.9 Metode Penelitian
1.9.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris (yuridis
empiris), yuridis berarti pemecahan masalah dengan mengkaji peraturan, norma,
ataupun teori – teori hukum yang berlaku sebagai dasar teori pemecahan masalah
dan empiris berarti mengkaji kenyataan praktis dalam kehidupan sehari - hari. Jadi
yang dimaksud dengan yuridis empiris ialah pemecahan masalah yang terjadi
dalam kehidupan sehari – hari dengan mengkaji dari peraturan yang berlaku,
norma hukum serta teori hukum yang didasarkan pada kenyataan yang ada.
Penelitian yuridis empiris terdiri dari 4 komponen, yaitu: (1) penelitian terhadap
identifikasi hukum (hukum tidak tertulis); (2) penelitian terhadap efektifitas
hukum; (3) penelitian perbandingan hukum; dan (4) penelitian sejarah hukum.19
Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer ialah data yang diperoleh langsung dari masyarakat, sedangkan data
sekunder ialah data yang dari bahan – bahan pustaka.20
1.9.2 Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang
memiliki tujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah dan pada saat
tertentu.21
Penelitian deskriptif menurut Moh.Nazir ialah penelitian yang
mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku
19
H. Zainuddin Ali M.A., 2010, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Kedua, Sinar
Grafika, Jakarta, hal. 30-45 20
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif, RajaGrafindo
Persada, Jakarta, h.12 21
Bambang Waluyo. 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta,h.8
23
dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan
kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang
sedang berlangsung dan pengaruh dari satu fenomena.22
Penelitian deskriptif juga
bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan
gejala lain dalam masyarakat.23
1.9.3 Data dan Sumber Data
Data yang diteliti dalam penelitian hukum dengan aspek empiris ialah data
primer dan data sekunder.
1. Sumber Data primer
Data primer merupakan data yang doperoleh langsung dari sumber
pertama. Dalam penelitian ini data primer yang akan digunakan ialah dengan
penelitian lapangan guna mencari data akurat yang diperoleh dari responden
maupun informan khususnya responden atau informan terkait dengan pengadaan
barang dan jasa di PT PLN.
2. Sumber Data sekunder
Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan,
yaitu dengan cara mengkaji kembali peraturan yang sudah ada, baik dalam bahan
bacaan hukum ataupun dalam dokumen – dokumen yang mempunyai keterkaitan
dengan materi dalam penelitian ini serta untuk menyempurnakan data yang
diperoleh dari lapangan.
22
Soejono dan H. Abdurrahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta,
hal. 21 23
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Ed.1-4,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 25.
24
1.9.4 Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Teknik studi dokumen
Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum
(baik normatif maupun sosiologis), karena penelitian hukum selalu bertolak dari
premis normatif.24
Teknik studi dokumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini ialah dengan cara mengumpulkan, membaca dan mencatat data –
data atau informasi terkait yang berasal dari literatur hukum (buku – buku
hukum), hasil penelitian sebelumnya dan jurnal hukum yang berkaitan dengan
permasalahan dalam penelitian ini.
2. Teknik wawancara (interview)
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan menggunakan teknik yang
sistematis sesuai dengan pedoman berwawancara dengan tujuan mendapatkan
informasi serta jawaban yang akurat dan sesuai dengan realita. Wawancara
merupakan proses tanya jawab dalam suatu penelitian yang berlangsung secara
lisan dengan dua orang atau lebih dimana orang tersebut saling bertatap muka
untuk mendengarkan secara langsung informasi ataupun keterangan –
keterangan.25
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap pihak – pihak
yang terkait diantaranya, Pihak dari PT PLN (Persero) Distribusi Bali baik itu
24
Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Kedua, PT Rineka Cipta,
Jakarta, hal. 95 25
Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 2004, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara,
Jakarta, h.70
25
dengan Pejabat Perencana Pengadaan Barang dan Jasa ataupun dengan Pejabat
Pelaksana Pengadaan Barang dan Jasa di PT PLN.
1.9.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Penelitian yang berjudul penerapan dari GCG dalam pengadaan barang
dan jasa khususnya pengadaan Barang dan jasa di PT ini akan menggunakan
teknik penentuan sample penelitian Non Probability Sampling dan bentuk dari
Non Probability Sampling yang digunakan ialah Teknik Purposive Sampling yaitu
penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel dipilih atau
ditentukan sendiri oleh peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel
didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat
atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasi.
1.9.6 Pengolahan dan Analisis Data
Dalam pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan
analisis kualitatif. Dalam analisis kualitatif sifat data yang dikumpulkan adalah
data naturalistik yang terdiri dari atas kata-kata yang tidak diolah menjadi angka-
angka, data sukar diukur dengan angka-angka, bersifat monografis atau berwujud
kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikasi, hubungan
antar variabel tidak jelas, sampel bersifat non probabilitas, dan pengumpulan data
menggunakan pedoman wawancara dan observasi. Keseluruhan data yang didapat
baik secara primer ataupun sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara
menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikategorikan
dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan
26
interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan
penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data.
Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di
lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis
secara kualitatif kemudian data disajikan secara deskriptif kualitatif dan
sistematis.