bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/45879/2/bab i.pdf · mengetahui hubungan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Virginia Henderson memperkenalkan definition of nursing (definisi keperawatan). Ia
mengatakan bahwa definisi keperawatan harus menyertakan prinsip keseimbangan
fisiologis. Di samping itu Henderson juga mengembangkan sebuah model keperawatan
yang dikenal sebagai “The Activities of Living”. Pada model tersebut terdapat empat belas
kebutuhan dasar Virginia Henderson yang dapat diklasifikasikan menjadi empat
komponen yang mana salah satunya adalah komponen spiritual. Spiritualitas, agama,
dan existential concerns juga menjadi komponen utama health related quality of life (HRQOL)
(Krageloh et al., 2015). Koenig et al (dalam Moeini et al, 2016) percaya bahwa
spiritualitas dapat mempengaruhi fungsi sosial seseorang dan emosi seseorang serta
pada gilirannya juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan kelenjar endokrin.
Oleh karena itu, keyakinan dan praktik spiritual dikaitkan dengan perilaku sehat, fungsi
kekebalan tubuh yang lebih kuat, kondisi kardiovaskular yang lebih baik, dan kehidupan
yang lebih panjang. Model keperawatan diatas juga menjelaskan bahwa tugas perawat
adalah membantu individu dengan meningkatkan kemandiriannya secepat mungkin
serta membantu individu yang sehat maupun sakit melaksanakan berbagai aktivitas
guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu (Harmer dan Henderson
(1995, dalam Potter, 2005 : 274).
Kesehatan di definisikan sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial yang
lengkap, bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan pada tubuh (Sambo et al.,
2
2014). Kesehatan juga disebut sebagai keseimbangan antara kebutuhan manusia yang
mana meliputi spiritual, sosial, fisik, lingkungan, perasaan emosi, dan intelektual diri.
Kesehatan atau kesejahteraan spiritual merupakan suatu keharmonisan dan saling
kedekatan antar sesama makhluk hidup, saling menjalin kedekatan antara individu satu
dan individu lainnya, serta dengan Tuhan Yang Maha Esa (Yusuf et al., 2016).
Kesehatan spiritual adalah faktor yang menunjukkan bagaimana orang bisa
menghadapi masalah dan tekanan yang disebabkan oleh penyakit, dan sebagai tolak
ukur kesehatan seseorang. Kesehatan spiritual akan memberikan kekuatan pada lansia
yang diperlukan untuk berjuang dan beradaptasi dengan masalah kehidupan sehari-hari
seperti penyakit, kehilangan, dan kematian. Penguatan kesehatan spiritual nampaknya
begitu mendukung sumber daya spiritual dan keagamaan. (Moeini et al., 2016).
King dan Koenig (2009, dalam Yusuf et al, 2016) mengatakan bahwa spiritualitas
adalah pencarian diri untuk memahami jawaban sebagai tujuan akhir dalam hidup,
tentang makna, dan tentang hubungan suci atau transenden, yang mana (atau mungkin
juga tidak) memimpin pada perkembangan ritual keagamaan dan bentukan komunitas.
Spiritualitas berhubungan dengan perasaan atau pengalaman hidup tentang rasa
hormat, kedamaian, atau keterikatan dengan Yang Maha Tinggi. Semua konsep dan
makna spiritual dari berbagai macam sumber memiliki kesamaan, yang terdiri dari
hubungan internal, kepribadian, dan ekspresi emosional yang dinilai dari penanganan
spiritual yang mencakup kesejahteraan spiritual, kedamaian individu, dan kenyamanan
individu (Kretchy et al., 2013).
3
Penyakit yang berhubungan dengan kesehatan spiritual yang dapat mengancam
dan menghambat perkembangan spiritual lansia salah satunya adalah hipertensi (Moeini
et al, 2016). Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh
angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang serupa cuff air raksa
(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Rudianto, 2013). Penyakit ini
dikategorikan sebagain the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya
mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Tekanan darah itu
sendiri adalah kekuatan aliran darah dari jantung yang mendorong melawan dinding
pembuluh darah (arteri). Tekanan darah seseorang dianggap normal, jika tekanan darah
sistoliknya 120 mmHg dan tekanan darah diastoliknya 80 mmHg. Tekanan darah
seseorang dianggap prehipertensi jika tekanan darah sistoliknya 120-139 mmHg atau
tekanan darah diastoliknya 80-89 mmHg. Hipertensi tahap I, jika tekanan darah sistolik
seseorang 140-159 atau tekanan darah distoliknya 90-99. Hipertensi tahap II, jika
tekanan darah sistolik seseorang mulai 160 mmHg dan tekanan darah diastoliknya mulai
100 mmHg (Rudianto, 2013).
Prevalensi Hipertensi Nasional berdasarkan Riskesdas 2013, sebesar 25,8%,
tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah di Papua sebesar
(16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi hanya
1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Data menunjukkan hanya 0,7%
orang yang terdiagnosis tekanan darah tinggi minum obat hipertensi. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi tidak menyadari menderita
4
hipertensi ataupun mendapatkan pengobatan penyakit hipertensi. Hipertensi banyak
terjadi pada umur 35-44 tahun (6,3%), umur 45-54 tahun (11,9%), dan umur 55-64
tahun (17,2%) (KEMENKES RI, 2017).
Prevalensi hipertensi yang diperoleh dari penelitian Tailakh et al (2013)
menunjukkan hipertensi adalah faktor resiko utama penyakit jantung, yang merupakan
penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Hipertensi adalah penyebab utama
kematian ketiga di dunia, dengan tingkat kematian 13% dan hampir 30% orang dewasa
di Amerika hidup dengan hipertensi. Data tentang tingkat prevalensi hipertensi di
belahan dunia lainnya seperti di Arab mengindikasikan tingkat hipertensi jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat, seperti Suriah dan Maroko. Sebagai
contoh, prevalensi hipertensi mencapai 40,6% di Suriah, 39,6% di Maroko dan 32,1%
di Qatar.
Prevalensi hipertensi lain yang diperoleh dari penelitian Wang et al (2017)
menunjukkan bahwa hipertensi adalah penyakit umum pada sistem kardiovaskuler yang
menyebabkan sekitar 71 juta kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Tingkat
kematian mencapai 26,4% pada tahun 2000, dan diperkirakan akan meningkat menjadi
29,2% pada tahun 2025. Sedangkan prevalensi hipertensi pada usia lanjut menurut
statistik yang yang diperoleh dari Departemen Kesehatan dan Pendidikan Medis pada
tahun 2005, 27% individu berusia 45-69 tahun dan sekitar 42% orang diatas usia 70
tahun menderita hipertensi (Moeini et al., 2016).
Upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian hipertensi di
antaranya, meningkatkan promosi kesehatan melalui KIE dalam pengendalian
5
hipertensi dengan perilaku 'CERDIK'. Selanjutya meningkatkan pencegahan dan
pengendalian hipertensi berbasis masyarakat dengan 'Self Awareness' melalui pengukuran
tekanan darah secara rutin. Terakhir, penguatan pelayanan kesehatan khususnya
hipertensi, pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti meningkatkan akses ke
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), optimalisasi sistem rujukan, dan
peningkatan mutu pelayanan di tempat pelayanan kesehatan (KEMENKES RI, 2017).
Hasil studi pendahuluan melalui wawancara kepada kader posyandu lansia di RW
02, kelurahan Ngaglik, Kota Batu pada tanggal 30 Oktober 2017 dan 30 Maret 2018
bahwa data lansia di RW 02 sebanyak 102 lansia dan lansia yang aktif mengikuti
posyandu sebanyak 78 lansia, dari 78 lansia di RW 02 kelurahan Ngaglik yang menderita
hipertensi dan memiliki riwayat hipertensi sebanyak 50 lansia. Lansia tersebut hanya
pergi ke posyandu dan hanya mengukur tekanan darah, lalu jika obat yang di berikan
tidak berhasil menurunkan tekanan darah maka lansia di RW 02 hanya membeli obat
di warung sekitar rumah, kemudian jika pengobatan tidak juga berhasil dengan
mengkonsumsi obat warung, barulah lansia memilih pergi ke tempat pelayanan
kesehatan terdekat.
Hasil wawancara ke salah satu lansia di RW 02, bahwa lansia di RW 02 jarang
menerapkan aspek spiritual dalam proses menurunkan tekanan darah untuk kembali ke
tekanan darah normal dan juga untuk mendapatkan kesehatan spiritualnya. Sebagai
contoh lansia di RW 02 tak banyak yang melakukan ibadah sholat di mushola atau
masjid terdekat di sekitar rumah di waktu-waktu tertentu misalnya waktu maghrib dan
waktu subuh, kemudian tidak banyak lansia yang berkumpul dan mengikuti acara
6
pengajian, tahlil dan sebagainya yang merupakan contoh dari pengertian kesehatan
spiritual pada lansia yaitu sesuatu yang memberikan kedamaian dan hubungan baik
terhadap diri sendiri, hubungan baik dengan orang lain, dan hal tersebut sering
didasarkan pada hubungan yang dekat dengan Maha Kuasa. Lansia di RW 02 enggan
melakukan kegiatan keagamaan tersebut dengan alasan sering tertidur, kelelahan dan
tidak mampu berjalan. Sebagai contoh lain, lansia di RW 02 lebih menarik diri untuk
tidak keluar rumah melaksanakan kegiatan keagamaan dan lebih baik melakukan hal
lain seperti menonton televisi, tidur, mengurus cucu dan sebagainya. Dari sumber yang
didapat, penulis menyimpulkan bahwa kondisi seperti ini biasa disebut dengan distress
spiritual.
Distress spiritual merupakan suatu keadaan ketika individu mengalami gangguan
dalam kepercayaan atau nilai yang memberikan kekuatan, harapan dan arti kehidupan,
yang ditandai dengan individu mengungkapkan adanya keraguan yang berlebihan dalam
mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian, menolak
kegiatan keagamaan dan terdapat tanda-tanda seperti menangis, menarik diri dari
orang lain, cemas,dan mudah marah, kemudian didukung dengan tanda-tanda fisik
seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur dan tekanan darah meningkat (Hidayat,
2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Monod et al (2012) menunjukkan bahwa dari
hasil kalkulasi sampel yang di dapatkan, prevalensi distress spiritual diperkirakan
mencapai 61% lansia dari total sampel 203 lansia mengalami distress spiritual. Sedangkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Caldeira et al (2014) menunjukkan bahwa
7
presentase dari 45 orang lansia dengan usia antara 65 sampai 83 tahun yang mengalami
distres spiritual mencapai 42,2% lansia. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gherghina
et al (2014) menunjukkan hasil bahwa dari 72 sampel lansia yang berusia 65 tahun secara
keseluruhan sekitar 62,5% pasien melaporkan mengalami distress spiritual dan 37,5%
mengatakan bahwa setidaknya ada satu kebutuhan spiritual yang tidak terpenuhi.
Berdasarkan uraian masalah yang telah disebutkan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan Kesehatan Spiritual Dengan Hipertensi Pada
Lanjut Usia Dengan Pendekatan Teori Keperawatan Virginia Henderson” yang berada
di RW 02, Kelurahan Ngaglik, Kota Batu. Karena diharapkan dari penelitian ini
didapatkan hasil yang dapat membantu kesehatan spiritual lansia untuk menurunkan
tekanan darah dan menurunkan resiko hipertensi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
Adakah hubungan kesehatan spiritual dengan hipertensi pada lansia dengan
pendekatan teori keperawatan Virginia Henderson?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kesehatan spiritual dengan hipertensi pada lanjut usia
dengan pendekatan teori keperawatan Virginia Henderson di RW 02, kelurahan
Ngaglik, Kota Batu.
8
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kesehatan spiritual pada lansia penderita hipertensi dengan
pendekatan teori keperawatan Virginia Henderson.
2. Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia penderita hipertensi dengan
pendekatan teori keperawatan Virginia Henderson.
3. Menganalisis hubungan antara kesehatan spiritual dengan hipertensi pada lansia
dengan pendekatan teori keperawatan Virginia Henderson.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan mahasiswa untuk
mengetahui hubungan kesehatan spiritual dengan hipertensi yang akan diterapkan
kepada lansia sehingga dapat menjadi bekal ilmu saat tugas dikemudian hari.
1.4.2 Manfaat Klinis
1. Sebagai bahan masukan pelayanan kesehatan yang ada di RW 02 kelurahan
Ngaglik, Kota Batu agar dapat mengetahui hubungan kesehatan spiritual dengan
hipertensi pada lanjut usia dengan pendekatan teori keperawatan Virginia
Henderson.
2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan pelayanan kesehatan
dan lansia untuk menurunkan resiko hipertensi serta mendapatkan kesehatan
spiritual yang baik.
9
1.4.3 Manfaat Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan agar lansia dapat mengetahui hubungan kesehatan
spiritual dengan hipertensi dan lansia dapat merubah perilaku yang dapat mengurangi
resiko peningkatan tekanan darah.
1.5 Keaslian Penelitian
Sepengetahuan penulis, penelitian hubungan kesehatan spiritual dengan tekanan
darah pada lansia belum pernah dilakukan di Universitas Muhammadiyah Malang.
Adapun penelitian yang telah dilakukan terkait dengan penelitian ini antara lain:
a. Peneliti terdahulu yang dilakukan oleh Irwansyah (2015) meneliti Efektifitas Terapi
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Tekanan Darah
Pada Lansia di Kelurahan Ganting Sidoarjo. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Maret – April 2015 di Wilayah Kelurahan Ganting Sidoarjo. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian Quasy-Experiment dengan metode non equivalent
control group design. Sampel sejumlah 22 lansia yang diambil dengan metode Quota
Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi SEFT cukup berhasil dalam
menurunkan tekanan darah pada lansia.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan, penelitian
yang akan dilakukan untuk mengetahui hubungan kesehatan spiritual dengan
hipertensi pada lanjut usia. Rancangan peneliti menggunakan menggunakan
metode Total Sampling serta menggunakan instrumen kuisioner kepada lansia yang
isinya berhubungan tentang kesehatan spiritual.
10
b. Peneliti terdahulu yang dilakukan oleh Hamdani (2013) meneliti Hubungan
Kesehatan Spiritual Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lanjut Usia di Panti Sosial
Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Kabupaten Padang Pariaman. Desain
yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional pada
total populasi sampel. Hasil menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
kesehatan spiritual dengan kejadian hipertensi pada lanjut usia.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan, penelitian
yang akan dilakukan untuk mengetahui hubungan kesehatan spiritual dengan
hipertensi pada lanjut usia. Rancangan peneliti menggunakan metode Total
Sampling serta instrumen yang digunakan adalah kuisioner yang ditujukan kepada
lansia yang isinya berhubungan tentang kesehatan spiritual.
c. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putri Delfiyani (2016) meneliti Hubungan
Spiritual Well Being Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Prolanis di Puskesmas
Bulu Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2016 di
Puskesmas Bulu Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan studi analitik
korelasional dengan studi cross sectional sampel pasien prolanis Puskesmas Bulu yang
berjumlah 37 responden. Hasil penelitian yang dilakukan dengan uji Kendall’s Tau
didapatkan hasil signifikan. Hal ini menunjukkan ada hubungan Spiritual Well Being
dengan kejadian hipertensi pada pasien prolanis di Puskesmas Bulu Kabupaten
Sukoharjo.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan, penelitian
yang akan dilakukan untuk mengetahui hubungan kesehatan spiritual dengan
11
hipertensi pada lanjut usia. Rancangan peneliti menggunakan uji Pearson Product
Moment serta instrumen kuisioner yang ditujukan kepada lansia yang isinya
berhubungan tentang kesehatan spiritual.