bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/46720/2/bab i.pdf · penyakit demam berdarah...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
yang sampai saat ini masih menyerang penduduk dunia. Penyakit ini adalah salah satu
penyakit dari sekian banyak penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang semakin meningkat dan semakin luas penyebarannya.
Kondisi ini erat kaitannya dengan adanya peningkatan jumlah penduduk dan masih
tersebar secara luas virus dengue dan nyamuk Aedes aegypti (penular penyakit DBD)
diseluruh tanah air (Liza, Imran & Mudatsir, 2015: 136).
Kasus mengenai penyakit DBD belum menunjukkan adanya penurunan yang
signifikan, bahkan kadang terjadi peningkatan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya
pengetahuan dan sosialisasi dari pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan
penyakit DBD. Sejauh ini partisipasi dan perilaku masyarakat dalam pencegahan dan
pemberantasan DBD masih belum optimal (Bahtiar, 2012: 75). Faktor perilaku dan
partisipasi dari masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin
luas (Zumaroh, 2015: 83). Permasalahan yang sangat sering terjadi dalam pelaksanaan
PSN yaitu masyarakat belum banyak memiliki pemahaman yang tepat dan benar
tentang pencegahan dan pengendalian vektor penyakit DBD (Pujiyanti &
Trapsilowati, 2010: 103). Dari penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Tegal Alur I Jakarta Barat didapatkan hasil bahwa pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit DBD masih dalam kategori kurang baik (62,0%), begitupun dengan perilaku
merekayang kurang baik (68,0%) (Wandasari, 2015: 151). Dan hasil penelitian yang
dilakukan di Wonokusumo Surabaya menjelaskan bahwa pengetahuan (44,9 %)
2
&tindakan masyarakat terhadap kejadian DBD dikategorikan cukup (54%)
(Rismawati & Nurmala, 2017: 386-387).
Dengan adanya pengetahuan dan sikap yang baik dapat memberikan
pencegahan penyakit DBD secara efektif sehingga bisa menurunkan angka kejadian
dan dapat meningkatkan derajat kesehatan keluarga. Pengetahuan sendiri memiliki
peran yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Sehingga semakin
baik pengetahuan yang dimiliki seseorang maka dapat melakukan tindakan
pencegahan penyakit yang lebih baik (Wowiling, Rompas & Karundeng, 2014: 4).
Perilaku pencegahan memberikan kontribusi yang sangat penting dalam
mengendalikan perkembangbiakan nyamuk baik didalam maupun diluar rungan,
sehingga jumlah populasi nyamuk dapat berkurang. Salah satu metode dalam
mengendalikan dan mencegah penyakit demam berdarah adalah pengendalian vektor
nyamuk. Pengendalian vektor nyamuk sangat berperan penting untuk mengurangi
penyakit DBD. (Chandren, Wong & AbuBakar, 2015: 3).
World Health Organization (WHO) (2014) menyatakan sebelum tahun 1970
hanya terdapat 9 negara yang mengalami wabah penyakit DBD, namun sekarang
penyakit DBD menjadi penyakit endemik ≥ 100 negara. Berdasarkan catatan WHO,
pada tahun 1968 sampai 2009 negara Indonesia merupakan negara dengan jumlah
kasus penyakit DBD tertinggi di Asia Tenggara (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010: 1). Di Indonesia penyakit DBD pada tahun 2015 sebanyak 126.675
pasien dari 34 provinsi di Indonesia dan sebanyak 1.229 orang meninggal dunia. Dari
jumlah tersebut terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2014)
yaitu sebanyak 100.347 pasien dan 907 orang diantaranya meninggal dunia
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016: 1).
3
Dari tahun 1993 sampai 2009 kasus penyakit DBD perkelompok usia
mengalami pergeseran. Pada tahun 1993–1998 kasus DBD terbesar diderita oleh
kelompok usia kurang dari 15 tahun, sedangkan pada tahun 1999 sampai 2009
kelompok usia yang menderita DBD cenderung pada kelompok usia lebih dari 15
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pola penyakit DBD,
dimana dulunya penyakit DBD adalah penyakit anak-anak, namun sekarang telah
menyerang seluruh kelompok usia bahkan lebih banyak diderita oleh usia produktif.
Dengan adanya data tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan penularan penyakit
DBD tidak hanya berasal dari lingkungan rumah, namun bisa saja penularan di
sekolah maupun ditempat kerja (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010:
5).
Penyakit DBD di Kota Malang menyebar diseluruh Kecamatan, yaitu
Kecamatan Kendungkandang, Kecamatan Sukun, Kecamatan Klojen, Kecamatan
Blimbing, dan Kecamatan Lowokwaru merupakan wilayah endemik yang tidak
terbebas dari kasus penyakit DBD (RadarMalang, 2017). Pada tahun 2016 jumlah
kasus penyakit DBD sebanyak 464 kasus, data tersebut lebih tinggi dibandingkan
tahun 2015 dengan jumlah kasus sebanyak 298. Dari kelima Kecamatan yang berada
di Kota Malang, Kecamatan Sukun merupakan Kecamatan dengan jumlah kasus
DBD tertinggi yaitu sebanyak 124 kasus dibandingkan dengan Kecamatan yang
lainnya yaitu Kecamatan Kendungkandang (82 kasus), Kecamatan Klojen (76 kasus),
Kecamatan Blimbing (72 kasus), dan Kecamatan Lowokwaru (110 kasus) (Dinas
Kesehatan Kota Malang, 2017: 28 & 99).
Studi pendahuluan yang telah dilakukan, pada Kecamatan Sukundata
penderita DBD yang signifikan berada di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo yaitu
sebanyak 49 kasus dibandingkan dengan Puskesmas Janti sebanyak 46 kasus dan
4
Puskesmas Ciptomulyo sebanyak 29 kasus (Dinas Kesehatan Kota Malang, 2017).
Data yang didapatkan selama studi pendahuluan di Puskesmas Mulyorejo yaitu
jumlah penderita DBD selama tahun 2015 sampai 2017 sebanyak 143 kasus dan
sebelumnya dari pihak Puskesmas Mulyorejo sudah memberikan promosi kesehatan
tentang penyakit DBD berupa penyuluhan, memberikan leaflet pada setiap posyandu,
dan penyebaran rolebanner pada setiap kelurahan dan sekolah yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Mulyorejo (Puskesmas Mulyorejo, 2017).
Terdapat 4 Kelurahan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo
yaitu Kelurahan Mulyorejo, Kelurahan Bandulan, Kelurahan Karang Besuki, dan
Kelurahan Pisang Candi. Dari ke 4 Kelurahan tersebut, kelurahan yang memilki
angka kejadian DBD tertinggi selama 3 tahun terakhir yaitu Kelurahan
Bandulandengan jumlah kasus sebanyak 47 kasus, sedangkan Kelurahan Mulyorejo
(43 kasus), Kelurahan Pisang Candi (35 kasus), dan Kelurahan Karang Besuki (18
kasus). Kelurahan Bandulan memiliki VIII. RW (Rukun Warga), dari ke VIII RW
tersebut RW. I merupakan RW yang memiliki kasus DBD terbanyak yaitu dengan
jumlah kasus sebanyak 17 kasus, dibandingkan dengan RW. II dengan 8 kasus, RW.
III dengan 1 kasus, RW. IV dengan 7 kasus, RW. V dengan 3 kasus, RW. VI dengan
10 kasus, RW. VII dengan 0 kasus, dan RW. VIII dengan 1 kasus (Puskesmas
Mulyorejo, 2017). Hasil studi pendahuluan mengenai pengetahuan dan perilaku
masyarakat yang berada di RW 1 menunjukkan mayoritas tingkat pengetahuan
masyarakat dalam kategori baik, sedangkan untuk tingkat perilaku masyarakat disana
masih dalam kategori cukup.
Berdasarkan latar belakang dan hasil studi pendahuluan diatas, menunjukan
tingkat pengetahuan masyarakat belum sesuai dengan perilaku dalam melakukan
pencegahan penyakit DBD. Maka dari itu disusunlah penelitian tentang hubungan
5
tingkat pengetahuan masyarakat dengan perilaku pencegahan penyakit demam
berdarah dengue (DBD) di Kota Malang.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan
perilaku pencegahan penyakit DBD di Kota Malang ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan masyarakat dengan perilaku
pencegahan penyakit DBD di Kota Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat di Kota Malang.
2. Mengidentifikasi perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD di
Kota Malang.
3. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan
perilaku pencegahan penyakit DBD di Kota Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu dapat memperluas
wawasan tenaga kesehatan yang nantinya akan melakukan tindakan keperawatan
kepada masyarakat dan menangani masalah terkait penyakit DBD, dan memberikan
informasi, mengembangkan serta meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan
mengenai perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Pengembangan dalam suatu penelitian diperlukan untuk membentuk suatu
kesempurnaan dalam suatu hasil penelitian termasuk penelitian ini. Selain itu,
6
pengaplikasian juga diperlukan untuk menambah kualitas pelayanan kesehatan pada
masyarakat yang terkena penyakit DBD. Dapat menerapkan pengetahuan terkait
riset keperawatan tentang informasi mengenai hubungan tingkat pengetahuan
masyarakat dengan perilaku pencegahan wabah penyakit DBD di Kota Malang.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan berhubungan dengan penelitian adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Liza, Imran, dan Mudatsir (2015) yang judul
“Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pendisikan Dan Sikap Dengan Partisipasi Ibu
Rumah Tangga Dalam Pencegahan Wabah DBD Di Kecamatan Kuta Alam
Banda Aceh”. Teknik sampling yang digunakan yaitu proporsional random sampling
denganpopulasi penelitian adalah seluruh ibu rumah tangga yang tinggal di
Kecamatan endemis DBD Kota Banda Aceh dengan jumlah sampel sebanyak
206 orang. Hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa terdapat hubungan
tingkat pendidikan dengan partisipasi ibu rumah tangga dalam pencegahan
wabah DBD, terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan partisipasi ibu
rumah tangga dalam pencegahan wabah DBD, dan terdapat hubungan sikap
dengan partisipasi ibu rumah tangga dalam pencegahan wabah DBD di
Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada variabel,
dan subjek penelitian. Variabel penelitian ini adalah pengetahuan masyarakat
sebagai variabel independent, sedangkan perilaku pencegahan sebagai variabel
dependent, dan subjek pada penelitian ini diambil 1 perwailan dari setiap
KK.Sedangkanuntuk teknik sampling yang digunakan sama-sama menggunkan
proporsional random sampling.
7
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ayudhya et al, (2014) yang judul “Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue
Dengan Pencegahan Vektor di Kelurahan Malalayang 1 Barat Kota Manado”
dilakukan dari bulan Oktober – bulan Desember 2013. Pupulasi yang digunakan
yaitu semua Kepala Keluarga (KK) atau Ibu Rumah Tangga (IRT) dengan
jumlah sampel sebanyak 100 sampel.Variabel penelitian yaitu variabel
independent (pengetahuan dan sikap) dan variabel dependent (tindakan). Hasil
uji statistik didapatkan nilai kemaknaan hubungan (p=0,042 < α=0,05), yang
mana pengetahuan terkait DBD ada pengaruh dengan tindakan pencegahan
vektor DBD. Dan terdapat hubungan antara sikap terkait penyakit DBD dengan
tindakan pencegahan vektor DBD yang mempunyai nilai p= 0,021.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada variabeldan
subjek penelitian. Variabel penelitian ini adalah pengetahuan masyarakat sebagai
variabel independent, sedangkan perilaku pencegahan sebagai variabel
dependent. Dan subjek pada penelitian ini diambil 1 perwakilan dari setiap KK.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Yboa dan Labrague, (2013) yang judul “Dengue
Knowledge and Preventive Practices among Rural Residents in Samar Province, Philippines”
menunjukan tingkat pengetahuan dan tingkat kemampuan pencegahan penyakit
DBD oleh masyarakat Philipina cukup baik. Penelitian tersebut hanya
memaparkan data terkait dengan tingkat pengetahuan dan tingkat perilaku
pencegahan tanpa melihat hubungan sebab-akibat antara kedua hal tersebut.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian
ini meneliti tentang keterkaitan sebab-akibat antara pengetahuan dengan perilaku
pencegahan yang dilakukan oleh responden.
8
4. Penelitian yang dilakukan oleh Dhimal et al, (2014) yang berjudul “Knowledge,
Attitude and Practice Regarding Dengue Fever among the Healthy Population of Highland
and Lowland Communities in Central Nepal” melakukan penelitian di lima kabupaten
yang berada di Nepal Tengah pada bulan September 2011 dan bulan Februari
2012, dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah cross-sectional
survey. Penelitian ini membandingkan pengetahuan, sikap dan praktek
pencegahan demam berdarah masyarakat dataran tinggi dengan masyarakat
dataran rendah, kemudian diamati penyebab perbedaan tersebut. Hasil dari
penelitian tersebut didapatkan bahwa pengetahuan pada dataran rendah lebih
baik, namun sikap dan praktek pencegahan demam berdarah lebih baik pada
masyarakat yang berada di dataran tinggi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini
hanya menggunakan satu lingkungan masyarakat (Kelurahan Bandulan, Rw 1)
dengan tidak memperhatikan wilayah dataran tinggi atau dataran rendah dan
pada penelitian ini tidak meneliti tentang sikap masyarakat pada daerah
penelitian.