bab i pendahuluan 1.1. latar...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era otonomi daerah, pemerintah dituntut untuk lebih dekat dan secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Birokrasi sebagai mesin pembuat dan sekaligus pelaksana kebijakan, maka efektifitas dan efisiensi kebijakan pemerintah merupakan wujud nyata dari adanya pemerintah, akan tetapi sering kali apa yang dilakukan oleh birokrasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat, sehingga ini juga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah. Salah satu tujuan dari adanya otonomi daerah yaitu untuk meningkatkan pelayanan publik di daerah, maka pemerintah daerah hendaknya harus bisa mengimbanginya dengan kinerja optimal. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan sekaligus melaksanakan kebijakan dalam banyak hal tentunya berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat. Hadirnya pemerintah yang diharapkan oleh masyarakat pada saat ini adalah pemerintah yang demokratis, partisipasi, memberdayakan masyarakat, penegakan hukum, kesetaraan, daya tanggap, wawasan kedepan, akuntabilitas, efisiensi, efektifitas, dan profesional. Karena pelayanan yang diberikan birokrasi di daerah identik dengan pelayanan kepada masyarakat secara langsung, sehingga dalam konteks ini pemerintah selalu dituntut untuk selalu melakukan kinerja secara profesional. Kinerja instansi pemerintah akhir-akhir ini banyak menjadi sorotan publik, terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan. Posisi

Upload: doananh

Post on 03-May-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di era otonomi daerah, pemerintah dituntut untuk lebih dekat dan secara

langsung berhadapan dengan masyarakat. Birokrasi sebagai mesin pembuat dan

sekaligus pelaksana kebijakan, maka efektifitas dan efisiensi kebijakan

pemerintah merupakan wujud nyata dari adanya pemerintah, akan tetapi sering

kali apa yang dilakukan oleh birokrasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat,

sehingga ini juga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat kepercayaan publik

terhadap pemerintah. Salah satu tujuan dari adanya otonomi daerah yaitu untuk

meningkatkan pelayanan publik di daerah, maka pemerintah daerah hendaknya

harus bisa mengimbanginya dengan kinerja optimal.

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan sekaligus melaksanakan

kebijakan dalam banyak hal tentunya berkaitan dengan pelayanan kepada

masyarakat. Hadirnya pemerintah yang diharapkan oleh masyarakat pada saat ini

adalah pemerintah yang demokratis, partisipasi, memberdayakan masyarakat,

penegakan hukum, kesetaraan, daya tanggap, wawasan kedepan, akuntabilitas,

efisiensi, efektifitas, dan profesional. Karena pelayanan yang diberikan birokrasi

di daerah identik dengan pelayanan kepada masyarakat secara langsung, sehingga

dalam konteks ini pemerintah selalu dituntut untuk selalu melakukan kinerja

secara profesional.

Kinerja instansi pemerintah akhir-akhir ini banyak menjadi sorotan publik,

terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan. Posisi

2

masyarakat yang sedang tumbuh kearah masyarakat madani (Civil society)

menuntut peran birokrasi yang lebih akuntabel, transparan dan adaptif terhadap

penguatan hak-hak publik dalam pelayanan secara lebih luas dan berimbang

(Masdar, dkk., 2009:68). Masyarakat akan mempertanyakan nilai yang mereka

peroleh atas pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Kelihatannya di

sini masyarakat masih belum merasa puas atas kinerja yang diberikan oleh

pemerintah pada saat ini.

Studi Agus Dwiyanto (2011:135) menemukan bahwa selama ini orientasi

pelayanan dari sebagian besar aparatur birokrasi pemerintah masih cenderung

diarahkan untuk kepentingan birokrasi atau pejabat birokrasi, dan bukanya pada

peningkatan kepentingan publik. Seharusnya di era desentralisasi dan otonomi

daerah pada saat ini penerapan demokratisasi dalam hal pelayanan publik sudah

seharusnya terjadi. Dimana masyarakat mulai kritis dan bisa menentukan jenis

pelayanan yang mereka kehendaki. Namun kenyataanya, yang terjadi bahwa

birokrasi pemerintah lebih suka untuk dilayani dari pada untuk melayani

masyarakat.

Sementara itu Rasyid (1997) juga berpendapat bahwa seharusnya di era

desentralisasi dan otonomi daerah ini, Birokrasi didaerah itu mempunyai peran

yang sangat besar dalam pelaksanaan urusan–urusan publik. Tugas dan fungsi

birokrasi didaerah dalam penyelengaraan pelayanan publik menurut Rasyid

(1997) adalah :

a. Memberikan pelayanan umum (service) yang bersifat rutin kepada

masyarakat.

3

b. Melakukan pemberdayaan (empowerment) terhadap masyarakat untuk

mencapai kemajuan dalam kehidupan yang lebih baik.

c. Menyelenggarakan pembangunan (development) ditengah masyarakat.

Namun dalam prakteknya sejak otonomi daerah digulirkan peranan dan

fungsi birokrasi justru semakin dipertanyakan, mengingat banyaknya kecaman

dan keluhan dari masyarakat terhadap rendahnya kualitas dan kinerja pelayanan

publik di berbagai sektor atau instansi pemerintahan. Penelitian yang dilakukan

oleh Dwiyanto, (2002) menyimpulkan bahwa kinerja pelayanan birokrasi publik

di daerah masih tergolong rendah, praktek KKN dalam pemerintahan dan dalam

penyelenggaraan pelayanan publik masih terus terjadi, keinginan masyarakat

untuk menikmati pelayanan publik yang efisien, responsif, akuntabel masih jauh

dari harapan masyarakat. Rendahnya kinerja dan kualitas pelayanan publik, yang

dirasakan oleh masyarakat mengakibatkan masyarakat sebagai penguna jasa

sering kali harus membayar biaya dengan mahal (high cost economy) untuk

pelayanan publik. Ketidakpastian (uncertainty) waktu, dan ketidakpastian biaya

membuat masyarakat malas dan mengerutu jika berhubungan dengan birokrasi.

Tuntutan atas perbaikan kinerja para pemangku jabatan dalam struktur

pemerintah merupakan sebuah keharusan, sebab terdapat fakta bahwa kinerja di

Indonesia masih sangat rendah. Rendahnya kinerja pegawai di Indonesia dapat

dilihat dari hasil evaluasi atas laporan akuntabilitas instansi pemerintah yang

dikeluarkan oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi pada awal Januari 2014 lalu, hasilnya yaitu dari 505 Kabupaten/Kota

tidak ada satupun yang mendapatkan nilai AA dan A, nilai tertinggi hanya pada

4

kategori B, dan itu hanya didapatkan oleh 11 Kabupaten. Sedangkan untuk

pemerintah Kabupaten Pasaman Barat mendapatkan predikat nilai C.

(www.tempo.com, 8 Desember 2014).

Rendahnya kinerja birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan

publik, juga terlihat pada masih tingginya jumlah pengaduan kasus yang diterima

oleh Ombudsman Republik Indonesia. Seperti yang dialami Ombudsman

Republik Indonesia perwakilan Sumatera Barat dimana dalam dua tahun terakhir

telah terjadi peningkatan pengaduan masyarakat terhadap persoalan

penyelengaraan pelayanan publik oleh instansi pemerintah di daerah. Berdasarkan

data dari Ombudsman perwakilan Sumbar jumlah pengaduan yang masuk pada

tahun 2013 hanya terdapat 144 laporan, sedangkan di sepanjang tahun 2014 ada

237 laporan, disisni telah terjadi peningkatan hingga 80% dibandingkan tahun

sebelumnya (Data Ombudsman Tahun 2014). Disini terlihat bahwa adanya

peningkatan kesadaran masyarakat serta masyarakat semakin kritis terhadap hak

layanan yang seharusnya mereka terima, dan ternyata masih banyak sektor-sektor

layanan publik yang bermasalah yang menunjukan kinerja belum optimal.

Rendahnya kinerja pelayanan publik yang terjadi pada instansi pemerintah,

juga berujung pada adanya praktek maladministrasi. Berikut ini data tentang

praktek maladministrasi yang terjadi di daerah pada tahun 2014 dalam pelayanan

publik, sebagaimana dapat kita lihat tabel data berikut :

5

Tabel 1.1

Aspek Maladministrasi di Daerah Provinsi Sumbar

No Aspek Jumlah Persen

1 Berpihak 2 0.85%

2 Penundaan Berlarut 45 19.23%

3 Penyalahgunaan Wewenang 19 8.12%

4 Penyimpangan Prosedur 54 23.08%

5 Permintaan Imbalan Uang, Barang dan Jasa 23 9.83%

6 Tidak Kompeten 24 10.26%

7 Tidak Memberikan Pelayanan 52 22.22%

8 Tidak Patut 15 6.41%

Total 234 100%

Sumber : Catatan Layanan Publik Akhir Tahun Ombudsman Sumbar 2014

Dalam tabel di atas, secara umum menunjukan bahwa masih banyak

terjadinya praktek maladministrasi dilingkungan birokrasi. Terjadinya

maladministrasi pada sebuah instasi pemerintah merupakan salah satu tanda atau

indikasi bahwa kinerja pemerintah masih rendah dan belum optimal. Data di atas

juga menunjukan secara umum kinerja birokrasi pemerintah daerah dalam

menjalankan fungsi pelayanan publik, masih jauh dari harapan untuk terwujudnya

birokrasi yang responsif, efisien dan akuntabel.

Rendahnya kinerja birokrasi juga masih banyak terjadi dibeberapa

lingkungan instansi pemerintah di Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan data dari

hasil laporan evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah daerah Kab/Kota tahun

2013 yang disampaikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

reformasi birokrasi adalah sebagai berikut :

6

Tabel 1.2

LAKIP Pemda Kab/Kota di Provinsi SUMBAR Tahun 2013

No Kabupaten/Kota Predikat No Kabupaten/Kota Predikat

1 Kab. Agam C 10 Kota Bukittinggi C

2 Kab. Dharmasraya C 11 Kota Pariaman C

3 Kab. Limapuluh Kota C 12 Kota Payakumbuh C

4 Kab. Padang Pariaman C 13 Kota Sawahlunto C

5 Kab. Pasaman Barat C 14 Kab. Pasaman CC

6 Kab. Pesisir Selatan C 15 Kab. Tanah Datar CC

7 Kab. Sijunjung C 16 Kota Padang CC

8 Kab. Solok C 17 Kota Padang Panjang CC

9 Kab. Solok Selatan C 18 Kota Solok CC

Nilai Rata-Rata Provinsi 42,27

Sumber : Data LAKIP Kementerian PANRB 2013

Gambar dari tabel di atas menunjukan bahwa secara umum kinerja

birokrasi pemerintah di Provinsi Sumatera Barat dalam menjalankan tugasnya

masih digolongkan pada predikat kategori rendah yaitu antara CC dan C.

Sementara itu dari delapan belas Kabupaten Kota yang ada di Provinsi Sumatera,

Barat Kabupaten Pasaman Barat yang akan dijadikan sebagai bagian objek dari

penelitian ini mendapatkan predikat C, ini berarti perlu adanya perbaikan secara

terus-menerus yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pasaman

Barat serta instansi-instansi yang ada dibawah naungan pemerintah daerah

tersebut. Upaya ini dilakukan agar kinerja pemerintah lebih baik lagi dari

sebelumnya.

Rendahnya kinerja pemerintah dan sering terjadinya permasalahan dalam

penyelengaraan pelayanan publik, secara umum di Indonesia terjadi hampir

disetiap instansi publik di pemerintah daerah. Dwiyanto (2002) mengatakan

bahwa berdasarkan hasil survei Governance dan Desentralisasi yang dilakukan

7

oleh UGM diantaranya membuktikan bahwa praktek peneyelengaraan pelayanan

publik di Kabupaten dan Kota di Indonesia masih rendah dan belum memenuhi

seperti apa yang diharapkan. Kondisi serupa juga tidak tertutup kemungkinan

terjadi disetiap instansi pemerintah. Masalah yang sering terjadi di pemerintah

Kabupaten Pasaman Barat juga terkait dengan rasa ketidak puasan masyarakat

terhadap kinerja pelayanan aparat birokrasi setempat, dan hal ini juga terjadi pada

Instansi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pasaman Barat. Seperti yang

pernah dialami oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera

Barat, Syamsul Bahri, mengatakan sangat menyayangkan terhadap pelayanan

yang diberikan oleh pihak RSUD Pasaman Barat karena diduga lalai dalam

menangani pasien secara cepat. Kekecewaanya dimuat dalam media

elektronik/cetak Antara Sumbar yang menyatakan bahwa:

"....Saya jelas sangat kecewa. Apa yang disampaikan masyarakat

ternyata benar dan saya mengalaminya sendiri. Pelayanan yang

sangat memprihatinkan," saya saja sebagai Wakil Ketua DPRD

dikecewakan, apalagi masyarakat biasa yang memperoleh kartu

Jamkesda dan Jamkesmas. Pihak rumah sakit seharusnya cepat

tanggap dalam menangani pasien karena menyangkut nyawa

seseorang. (Sun, Antara Sumbar.Com, Simpang Ampek, Kamis

06/06/2013 08:58 WIB).

Sementara itu Kepala Bidang Advokasi dan Investigasi Lembaga

Pengawas Pelaksanaan Pemerintah Daerah RI DPD Pasaman Barat, Burhan

Sikumbang juga berkomentar :

“.....bahwa dirinya juga sangat menyayangkan terhadap pelayanan

dan fasilitas yang banyak tidak terawat. Pihaknya sudah sering

mendapat laporan tentang pelayanan RSUD yang mengecewakan.

Pembenahan harus segera dilakukan karena jika tidak maka Rumah

Sakit kebanggaan masyarakat Pasaman Barat ini akan selalu

mengecewakan masyarakat. (Sun, Antara Sumbar.Com, Simpang

Ampek, Kamis 06/06/2013 08:58 WIB).

8

Perbaikan akan kinerja yang rendah harus tetap dilakukan dan

ditingkatkan, baik dari segi kualitas, ketepatan waktu dan inisiatif kerja organisasi

sehingga pencapaian tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan visi yang

telah direncanakan.

Berdasarkan data hasil pengamatan di lapangan yang peneliti lakukan pada

Instansi RSUD Pasaman Barat, ternyata masih ditemukan beberapa masalah yang

berkaitan dengan kinerja yang belum optimal diantaranya yaitu berkitan dengan

standar pelayanan minimal yang belum tercapai yang terdapat dibeberapa unit

organisasi, diantaranya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.3

Daftar Capaian SPM Tahun 2014

No. Standar Pelayanan Minimal

Capaian

Batas

Waktu

Pencapaian Indikator Standar

1 Kejadian pulang paksa ≤ 5% 16% 4 tahun

2 Kepuasan pelanggang rawat

inap ≥ 90% 75% 4 tahun

3

Kecepatan memberikan

pelayanan ambulance / kereta

jenasah di rumah sakit < 30

menit

≥ 80 % 50% 1 tahun

4

Peralatan laboratorium dan

alat ukur yang digunakan

dalam pelayanan terkalibrasi

tepat waktu

100% - 3 tahun

5

Waktu tunggu hasil

pelayanan laboratorium < 140

menit

100% 70% 2 tahun

6 Kepuasan pelanggan pada

rawat jalan ≥ 90 % 68% 4 tahun

7 Ketersediaan pelayanan rawat

jalan Poliklinik THT 100 % 25% 2 tahun

Sumber : Profil RSUD Pasaman Barat Tahun 2014

9

Tabel di atas, menunjukan bahwa masih belum optimalnya kinerja

pegawai RSUD Pasaman Barat, hal ini dibuktikan oleh beberapa indikator yang

belum tercapai terhadap standar yang telah ditetapkan. Berbagai upaya telah

dilakukan untuk meningkatkan kinerja pada organisasi ini, akan tetapi masih saja

terjadi masalah dengan kinerja. perlu kita sadari bahwa masalah kinerja

merupakan masalah yang complicated dan banyak sekali faktor yang

mempengaruhinya, sehingga untuk mendapatkan kinerja yang optimal memang

butuh proses dan waktu.

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat tingi

rendahnya kinerja pegawai dalam suatu organisasi, rendahnya tingkat kinerja

pegawai juga dapat diidentifikasi melalui pelayanan yang diberikan oleh pegawainya.

Mahmudi (2013:93) mengatakan bahwa : salah satu indikator untuk mengukur

kinerja adalah kualitas dan standar layanan. Indikator digunakan untuk mengukur

sukses atau tidaknya kinerja organisasi. Indikator kualitas layanan diantaranya:

kecepatan pelayanan, ketepatan waktu, kecepatan respon, keramahan, kenyamanan,

kebersihan, keamanan, keindahan (estetika), etika dan sebaginya. Data di atas

merupakan salah satu bentuk indentifikasi dari rendahnya kinerja pegawai yang

terjadi di RSUD Kabupaten Pasaman Barat yang dilihat dari dua sudut pandang

yaitu dari sudut pandang rendahnya kualitas layananan yang diberikan dan dari

sudut pandang standar layanan yaitu fasilitas yang kurang termanfaatkan dan

kurang terawat. Rendahnya kinerja pegawai di RSUD Pasaman Barat terlihat dari

kurangnya kesadaran pegawai dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.

Seringkali birokrasi menempatkan publik bukan sebagai pelanggan (Costumer)

10

dalam memberikan pelayanan melainkan sebagai objek pelayanan yang dapat

diberlakukan secara sewenang-wenang.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi baik buruknya kinerja pegawai

dalam organisasi. Ada asumsi bahwa kinerja pegawai juga tidak bisa terlepas dari

adanya faktor motivasi dalam diri pegawai. Salah satu teori yang mendasari

motivasi pegawai pemerintah adalah motivasi pelayanan publik atau public

service motivation (PSM). Motivasi pelayanan publik mengacu pada motivasi

untuk melakukan pelayanan publik yang bermakna dan tanpa pamrih dalam

membela kepentingan publik (Vandenabeele, 2008). Sedangkan Perry dan Wise

(1990: 368) mendefinisikan motivasi pelayanan publik sebagai kecendrungan

individu untuk merespon motif didasarkan pada hal yang utama atau yang unik di

lembaga-lembaga publik. Christensen dan Wright (2011) menyatakan bahwa

individu dengan tingkat motivasi pelayanan publik yang tinggi akan lebih tertarik

bekerja pada organisasi publik dan akan memperlihatkan tingkat kepedulian yang

lebih tinggi kepada persoalan kemasyarakatan. Asumsi ini didasarkan pada teori

yang menyatakan bahwa mereka/orang dengan tingkat motivasi pelayanan publik

tinggi cenderung berkinerja tinggi dan menikmati kepuasan kerja yang lebih

tinggi, dan mereka cenderung untuk tidak meninggalkan pekerjaan mereka (Naff

dan Crum, 1999).

Perry dan Wise (1990) juga melihat bahwa kinerja pegawai dapat

dipengaruhi oleh motivasi pelayanan publik. menurut mereka motivasi pelayanan

publik berhubungan secara positif dengan kinerja, Semakin besar motivasi

pelayanan publik (PSM) seseorang individu, maka semakin besar kemungkinan

seseorang untuk bekerja pada organisasi publik. Motivasi pelayanan publik

11

dikalangan pegawai publik mempunyai hubungan yang signifikan terhadap

kinerja dan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuannya.

Aspek lain yang diasumsikan mendukung kinerja pegawai adalah

kompetensi pegawai. Masdar, dkk (2009) mendefinisikan kompetensi pegawai

sebagai seseorang pegawai yang dapat memberikan kontribusi berarti bagi

keberhasilan pelaksanaan pekerjaan dan pencapaian kinerja organisasi. Pegawai

dengan tingkat kompetensi tinggi ternyata memiliki kinerja tinggi pula bila

dibandingkan dengan pegawai yang lain dengan kinerja yang lebih rendah

(Masdar, dkk. 2009:114). Keberhasilan birokrasi dalam memberikan pelayanan

publik sanggat bergantung pada kompetensi individu dalam organisasi untuk

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

Konsep kompetensi merupakan karakteristik personal (skill, knowledge,

trait, motiv) yang menuntun prilaku kearah pencapaian kinerja yang diharapkan

(Masdar, dkk. 2009:114). Spencer dan Spencer (1993) mengemukakan bahwa

kompetensi individu merupakan karakter sikap dan perilaku, atau kemampuan

individu yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja

yang terbentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta

kapasitas pengetahuan kontekstual. Kompetensi merupakan alat utama bagi

individu sebagai anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

Kompetensi individu bisa berupa pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan.

Terdapat beberapa studi yang meneliti tentang hubungan antara

kompetensi pegawai dengan kinerja pegawai. Seperti yang telah dilakukan oleh

Gusti Ayu Riska Riyanti dan I Gde Adnyana Suibya, (2013) dan Syafwan, dkk.,

(2014) Dalam penelitian ini, dukungan kompetensi pegawai merupakan salah satu

12

faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Pegawai yang berkompeten

cenderung berkinerja tinggi dan sebaliknya bagi pegawai yang tidak berkompeten

maka kinerja cenderung rendah. Sehingga pegawai yang berkompeten diharapkan

mampu untuk mendorong kinerja yang baik dalam sebuah organisasi.

Merujuk pada fenomena di atas maka subjek dari penelitian ini adalah

Aparatur Sipil Negara dilingkungan RSUD Kabupaten Pasaman Barat. Keinginan

dan berbagai upaya untuk menciptakan, meningkatkan kinerja tentunya selalu

dilakukan. Namun kondisi dilapangan masih belum bisa dioptimalkan.

Keberadaan masyarakat sekarang sudah sanggat peka terhadap pemerintah serta

tingkat kesadaran masyarakat yang semakin baik menjadikan mereka semakin

kritis serta proaktif dalam menilai kinerja pelayanan publik. Sehingga pegawai

terus dituntut untuk selalu meningkatkan kinerjanya.

Berangkat dari fenomena dan teori di atas maka peneliti merasa perlu untuk

melakukan suatu penelitian dengan kajian secara lebih mendalam, terhadap kinerja

pegawai yang dilihat dari faktor motivasi pelayanan publik dan kompetensi.

Variabel-variabel ini dipilih karena peneliti mencoba untuk melihat komponen

dari individu terhadap aspek dimensi manusia dan hubungan antar personal yang

dihubungakan dengan kinerja pegawai dalam organisasi. Penelitian ini kiranya

bisa memberikan masukan bagi instansi RSUD Kabupaten Pasaman Barat sebagai

bahan pertimbangan dalam peningkatan kinerja pegawai dari sisi faktor motivasi

pelayanan publik dan kompetensi.

13

1.2. Perumusan Masalah

Organisasi publik perlu untuk meningkatkan dan mengoptimalkan kinerja

dalam organisasi. Kinerja merupakan masalah penting dalam kegiatan

manajemen, karena hal tersebut dapat dijadikan umpan balik bagi pengelola dan

para pembuat keputusan. Banyak pengertian tentang kinerja, seperti apa yang

dikemukakan oleh Rondinelli (dalam Simamora, 1998) yang menyatakan

“Perfomance is formally defined as the quantity and quality of task

accomplishment individual group or organizational”. Kinerja bukan hanya

menyangkut kuantitas atau sejumlah hasil yang bisa dihitung, tetapi juga termasuk

kualitas atau mutu pekerjaan. Kinerja merupakan tolak ukur dari keberhasilan,

dalam mencapai tujuan dalam organisai. Wibowo (2007:79) menjelaskan kinerja

merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk

mencapai hasil kerja. Sementara itu Mahsun (2006) menyatakan bahwa kinerja

merupakan gambaran mengenai tingkat capaian pelaksanaan suatu kegiatan, program,

kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang

dalam strategic planning suatu organisasi.

Dari beberapa pengertian kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa

kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya untuk tercapainya visi dan misi organisasi.

Istilah kinerja sering digunakan dalam menyebut prestasi atau tingkat

keberhasilan individu maupun kelompok individu dalam organisasi. Inefektifitas dan

inefisiensi kerja terjadi dimana-mana, perubahan ke arah perbaikan kualitas kinerja

14

selama ini belum mengalami perubahan yang berarti meskipun sudah cukup banyak

dan sering dilakukan, seperti peningkatan kesejahteraan, peningkatan kualitas SDM,

dan sebagainya. Namun perkembangan kualitas pelayanan aparat birokrasi malah

menuju ke arah yang sebaliknya. Inefektifitas dan inefisiensi administrasi malah

semakin meningkat. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa kinerja aparatur birokrasi

yang baik, yang memenuhi kriteria responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas,

belum terlaksana secara optimal.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu aparatur negara dan

abdi masyarakat yang memiliki peranan sangat penting dan menentukan dalam

penyelenggara sistem pemerintahan di Indonesia. Oleh karena itu PNS diharapkan

mampu melaksanakan kinerjanya dengan baik dan optimal. Agar dapat

melaksanakan tugas atau kinerja sebagaimana dimaksud di atas maka diperlukan

PNS yang memiliki motivasi pelayan publik yang tinggi dan berkompenstensi,

dalam melaksanakan tugasnya sebagai PNS. Dalam melaksanakan pekerjaannya,

PNS sebagai aparatur negara harusnya mampu memberikan kinerja yang optimal

untuk kesuksesan penyelenggaraan pemerintah.

Kinerja pegawai dapat dipengaruhi oleh motivasi pelayanan publik. Dalam

penelitian sebelumnya telah ditemukan adanya hubungan pengaruh yang

signifikan antara motivasi pelayanan publik dengan kinerja pegawai. Menurut

Perry dan Wise (1990) motivasi pelayanan publik di kalangan pegawai publik

mempunyai hubungan yang signifikan terhadap prestasi kerja (performance) dan

efektivitas organisasi dalam mencapai tujuannya. Sementara itu Christensen dan

Wright (2011) : mengemukakan bahwa Individu dengan tingkat motivasi

15

pelayanan publik yang tinggi akan lebih tertarik bekerja pada organisasi publik

dan akan memperlihatkan tingkat kepedulian yang lebih tinggi kepada persoalan

kemasyarakatan. Semakin besar motivasi pelayanan publik (PSM) seseorang

individu, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk bekerja pada

organisasi publik dan akan berpengaruh postitif terhadap kinerja pegawai dalam

organisasi.

Selain motivasi pelayanan publik, kompetensi pegawai juga memiliki

pengaruh terhadap kinerja, kompentensi dianggap penting karena kompentensi

mampu untuk memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering

seseorang melakukan pekerjaan yang sama maka semakin trampil dan semakin

cepat pula dalam penyelesaian pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam

pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas,

dan memungkinkan peningkatan kinerjanya (Simanjuntak, 2005). Abriyani (dalam

Safwan, dkk., 2014) berpendapat bahwa semakin luas pengalaman kerja

seseorang, maka semakin terampil untuk melakukan pekerjaan dan semakin

sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Dari penjelasan di atas maka disimpulkan bahwa kompetensi

juga menentukan keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugasnya dan

kompetensi juga berpengaruh terhadap kinerja pegawai.

Salah satu yang menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Instansi Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Pasaman Barat adalah masih rendahnya dan

belum optimalnya tingkat kinerja pegawai. Peneliti berasumsi bahwa kinerja

pegawai juga tidak bisa terlepas dari adanya pengaruh faktor motivasi pelayanan

16

publik dan kompetensi pegawai sehinga masalah penelitian ini dapat dirumuskan

dalam kalimat pertanyaan : Bagaimanakah bentuk pengaruh motivasi pelayanan

publik dan kompetensi terhadap kinerja pegawai (PNS) di lingkungan RSUD

Kabupaten Pasaman Barat?.

Sementara itu, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis bahkan

luasnya aspek yang diteliti serta agar penelitian ini lebih terarah, maka ruang lingkup

penelitian ini dibatasi pada faktor atau pengaruh motivasi pelayanan publik dan

kompetensi pegawai terhadap kinerja Aparatur Sipil Negara di RSUD Kabupaten

Pasaman Barat. Artinya faktor-faktor lain yang memepengaruhi kinerja pegawai

selain dari dua faktor tersebut tidak dikaji dalam penelitian ini.

Dari uraian di atas peneliti menganggap relevan diangkatnya penelitian

mengenai pengaruh motivasi pelayanan publik dan kompetensi pegawai terhadap

kinerja pegawai. Karena penelitian yang mengkaitkan hubungan antar veriabel-

variabel tersebut terhadap keadaan kinerja PNS di lingkungan instasi RSUD

Kabupaten Pasaman Barat dirasa belum pernah dilakukan sebelumnya pada

instansi ini.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh motivasi pelayanan

publik dan kompetensi pegawai terhadap kinerja pegawai. Serta menguji pegaruh

masing-masing variabel independen terhadap variabel kinerja Pegawai Negeri

Sipil RSUD Kabupaten Pasaman Barat.

17

1.4. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang akan dilakukan, diharapkan penelitian ini dapat

berkontribusi dan memberikan manfaat terutama dalam rangka untuk

meningkatkan kinerja bagi organisasi publik yang menyangkut faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja yang dilihat dari variabel motivasi pelayanan publik dan

kompetensi.

Hasil penelitian ini menemukan dan membuktikan bahwa motivasi

pelayanan publik dan kompetensi berpengaruh secara positif terhadap kinerja

pegawai pada lingkungan Instansi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Pasaman Barat. Sehingga secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan serta sebagai bahan informasi dan acuan dalam rangka

mengoptimalkan kinerja pegawai pada lingkungan Instansi Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Pasaman Barat ke-arah yang lebih. Ditemukan besarnya

pengaruh dari variabel-variabel dan aspek-aspek yang diukur dalam penelitian ini

dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi manajemen sumber daya

manusia aparatur di lingkungan RSUD Kabupaten Pasaman Barat untuk lebih

meningkatkan dan mengoptimalkan kinerjanya.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dan telaah

akademis bagi pemerintah daerah Kabupaten Pasaman Barat dan khusunya pada

instansi RSUD Kabupaten Pasaman Barat terutama hal yang terkait dengan

faktor-faktor penting dalam mempengaruhi kinerja. Bagi pihak lain harapanya

hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah referensi tambahan dan sekaligus

18

sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang tertarik dengan permasalahan

yang serupa.

1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang kinerja telah banyak dilakukan oleh para peneliti dengan

mengambil sampel penelitian baik dalam organisasi sektor swasta maupun

organisasi sektor pemerintah. Variabel-variabel penelitian yang digunakan untuk

menjelaskan kinerja juga sangat variatif ada yang bersumber dari dalam organisasi

dan ada juga yang bersumber dari luar organisasi. Konsep tentang kinerja juga

variatif, ada yang melihatnya sebagi output sementara ada yang melihatnya

sebagai outcome.

Penelitian ini secara khusus memfokuskan perhatian pada pengaruh

motivasi pelayanan publik dan kompetensi pegawai terhadap kinerja Aparatur

Sipil Negara yang berlokasi pada Instansi RSUD Kabupaten Pasaman Barat.

Dalam penelitian ini faktor motivasi pelayanan publik akan diukur mengunakan

teori Perry dan Wise (1990) yang mengukur dengan mengunakan empat dimensi

yaitu : 1) ketertarikan terhadap pembuatan kebijakan publik, 2) tanggung jawab

terhadap kepentingan publik, 3) perasaan haru atau kasihan, dan 4) sikap

pengorbanan diri. Sedangkan untuk variabel kompetensi akan mengunakan teori

Spencer dan Spencer (1993) dan akan dilihat dari dimensi : 1) kompetensi

intelektual, 2) kompetensi emosional, dan 3) kompetensi sosial. Kemudian

indikator kinerja pada penelitian ini akan mengunakan konsep yang dikemukakan

oleh Agus Dwiyanto (1995) dengan menggunakan dimensi pengukuran yang

meliputi empat indikator, yaitu : 1) kualitas layanan, 2) responsibilitas, 3)

19

responsivitas, dan 4) akuntabilitas. Dengan asumsi bahwa masing-masing variabel

akan membawa pengaruh terhadap kinerja pegawai RSUD Kabupaten Pasaman

Barat.

Dari penelusuran pustaka, penelitian yang mengkaitkan dan

mengabungkan antara dua varibel pengaruh motivasi pelayan publik dan

kompetensi pegawai terhadap kinerja mungkin belum pernah dilakukan

sebelumnya. Penelitian sebelumnya hanya melihat dan mengakaitkan faktor

motivasi pelayanan publik terhadap kinerja dan ada juga yang mengkaitkan faktor

kompetensi pegawai terhadap kinerja. Bahkan ada juga penelitian yang

mengkaitakan faktor kompetensi dan motivasi terhadap kinerja akan tetapi bukan

motivasi pelayanan publik (motivasi secara umum). Penelitian yang

mengabungkan dua veribel di atas sepertinya belum pernah dilakukan

sebelumnya.

Perry & Wise (1990), Christensen & Wright (2011), Lewis & Alonso

(2001), Sangmook Kim (2009) mereka semua pernah melakukan penelitian yang

mengkaitkan hubungan motivasi pelayanan publik terhadap kinerja, sedangkan

Mariani Yanti (2012) juga dalam disertasinya di Capella University United States

of Amerika tentang Public Service Motivation And Job Satisfaction In Jambi

Indonesia tapi tidak memperhitungkan kompetensi pegawai sebagai faktor yang

berpengaruh terhadap kinerja pegawai.

Gusti Ayu R. Riyanti dan I Gede Adnyana Sudibya (2013) dan Safwan,

dkk., (2014) juga telah melakukan penelitian tentang pengaruh motivasi dan

kompetensi terhadap kinerja pegawai namun dalam penelitian ini hanya

20

membahas motivasi secara umum bukan motivasi pelayanan publik terhadap

kinerja, seperti yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

Suatu perbedaan penting lain dalam penelitian ini dibanding dengan

penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini akan mengabungkan dua

variabel antara motivasi pelayanan publik dan kompetensi pegawai terhadap

kinerja, motivasi disini adalah motivasi pelayanan publik. Semua variabel tersebut

dilihat dari individu pegawai terhadap kinerja pegawai dalam organisasi.

Penelitian dengan mengunakan variabel-variabel di atas nampaknya belum pernah

dilakukan sebelumnya, sehingga diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai

perbandingan terhadap temuan-temuan akan datang natinya.

1.6. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini tentunya tidak terlepas dari keterbatasan,

kerena itu merupakan sifat kodrat manusia yang tidak terlepas dari keterbatasan

dan kelemahan. Beberapa keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini dapat

dikemukaan sebagai berikut

1. Karena keterbatasan dalam penelitian, maka ruang lingkup penelitian

ini hanya membatasi diri terhadap faktor atau pengaruh motivasi

pelayanan publik dan kompetensi terhadap kinerja Aparatur Sipil

Negara RSUD Kabupaten Pasaman Barat. Artinya faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja selain dari faktor motivasi pelayanan publik dan

kompetensi tidak dikaji dalam penelitian ini.

2. Penelitian ini hanya mengabil sebanyak 100 responden dari jumlah

164 populasi yang hanya terdiri dari pegawai negeri sipil fungsional,

21

data ini diambil dari data SDMK RSUD Kabupaten Pasaman Barat

periode Desember 2015.

3. Peneliti tidak mampu mengontrol secara ketat seluruh pernyataan

responden yang mengisi angket penelitian untuk pengumpulan data

penelitian terhadap tingkat kejujuran mereka.

4. Pengisian angket dalam penelitian ini, walaupun sudah diupayakan

secara teliti dan hati-hati, tentunya tidak terlepas dari adanya

responden yang mengisi angket dengan tidak serius dan asal-asalan.

5. Selain itu karena keterbatasan waktu dan biaya juga maka ruang

lingkup atau skop daerah penelitian ini hanya di batasi pada Instansi

RSUD Kabupaten Pasamana Barat. Artinya hasil penelitian ini tidak

dimaksudkan untuk digeneralisasikan terhadap seluruh pegawai negeri

sipil (ASN) tingkat Kabupaten, Provinsi Sumatera Barat, apalagi di

Indonesia.

6. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah menyangkut data yang

diperoleh dari responden. Data dalam penelitian ini bersifat persepsi

(Perceptual) dan tidak terlepas dari bias subjektifitas individu

responden. Artinya reliabilitas dalam penelitian ini sangat tergantung

kepada kejujuran responden dalam menjawab kuesioner penelitian.

7. Dari segi populasi penelitian keterbatasan penelitian ini adalah bahwa

responden yang dipilih dalam penelitian ini mungkin saja kurang

proporsional dalam keseluruhan aspek demografis responden, sehingga

dalam aspek-aspek tersebut kesimpulan yang diambil kurang

mencerminkan proporsionalitas yang sesugguhnya.

22

8. Dari segi pengambilan data, penelitian ini mempunyai keterbatasan

dalam hal waktu berlakunya data. Artinya karena data penelitian ini

dikumpulkan pada tahun 2016 maka berkemungkinan besar data yang

ada sebelum dan sesudah tahun 2016 kurang berkesesuaian dengan

kondisi pada tahun 2016.