bab i pendahuluan 1.1. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Ngawi merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi
wisata yang beragam. Potensi wisata yang ada terdiri atas wisata alam dan
budaya. Oleh karena sebagian wilayahnya terletak di lereng Gunung Lawu, maka
Ngawi menawarkan wisata alam pegunungan sebagai daya tarik utama. Namun
tidak hanya itu, kabupaten yang dikenal dengan slogan “Ngawi Ramah” juga
memiliki wisata sejarah dan budaya seperti situs purba Trinil dan bangunan
bersejarah peninggalan Belanda yang bernama Benteng Van Den Bosch.
Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Ngawi gencar
mengembangkan bidang pariwisata. Semenjak berdirinya Dinas Pariwisata
Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga (Dispariyapura) pada tahun 2008,
Pemerintah Kabupaten Ngawi mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengatur
pengembangan pariwisata seperti Rencana Strategis, menyusun Peraturan Daerah
Kabupaten Ngawi tentang retribusi, membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
destinasi wisata Taman Wisata Tawun pada tahun 2013, mencanangkan Tahun
Kunjungan Wisata Ngawi 2012 (Visit Ngawi 2012), menyusun Rencana Aksi
Kota Pusaka (RAKP) untuk menggali potensi wisata, serta melaksanakan
kebijakan pemerintah pusat dalam Program Sapta Pesona (Rohmah dan
Trilaksana, 2014:440).
2
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Ngawi sedang merintis program Visit
Ngawi 2017. Program tersebut dirintis untuk menguatkan posisi Ngawi dalam
bidang pariwisata. Tujuan dari program ini yaitu meningkatkan angka kunjungan
wisata di Kabupaten Ngawi. Beragam perhelatan tahunan sudah digelar demi
mendukung persiapan program Visit Ngawi 2017 antara lain yaitu acara kirab
budaya pada Hari Jadi Ngawi1 dan ritual Keduk Beji yang setiap tahunnya
diselenggarakan di Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Ngawi. Pemerintah
Kabupaten Ngawi melalui Dispariyapura berupaya untuk terus melestarikan
tradisi dan meningkatkan perekonomian warga setempat2.
Beragam usaha pemerintah untuk memajukan pariwisata yang juga
ditunjang dengan ketersediaan potensi wisata yang beragam dapat memberikan
peluang bagi pariwisata Kabupaten Ngawi untuk berkembang pesat. Selain itu
Ngawi memiliki lokasi yang strategis oleh karena merupakan jalur perlintasan
utama Solo – Surabaya dan jalur alternatif antar kota karena posisi geografis
Ngawi yang merupakan perlintasan pergerakan dari Provinsi Jawa Tengah ke
Provinsi Jawa Timur maupun sebaliknya3. Tidak menutup kemungkinan pula jika
di masa mendatang, Ngawi menjadi salah satu tujuan wisata utama dalam
rangkaian paket perjalanan menuju kota-kota besar di Jawa Tengah maupun Jawa
Timur.
1Humas Ngawi, “Kirab Pusaka : Event Unggulan Ngawi Visit Year 2017”, diakses dari
http://www.ngawikab.go.id/home/2016/07/kirab-pusaka-ngawi-visit-year-2017/ pada tanggal 8 Agustus 2016 pukul 18.27 WIB. 2 Bangsa Online, “Ritual Keduk Beji Diharapkan Bisa Dukung Visit Ngawi Year 2017”, diakses dari
http://www.bangsaonline.com/berita/14921/ritual-keduk-beji-diharapkan-bisa-dukung-visit-ngawi-year-2017 pada tanggal 8 Agustus 2016 pukul 18.37 WIB. 3 Diakses dari http://dishubkominfo.ngawikab.go.id/wp-content/uploads/2009/10/tataran_
transportasi_lokal/tataran_transportasi_lokal_bab5.pdf pada tanggal 19 Agustus 2016 pukul 18.03 WIB.
3
Dalam rangka memajukan pariwisata daerah, Pemerintah Kabupaten
Ngawi khususnya Dispariyapura perlu melakukan kegiatan promosi yang tepat
untuk menarik minat wisatawan berkunjung ke Ngawi. Media promosi yang
digunakan harus menyediakan informasi yang lengkap sekaligus menarik.
Informasi mengenai destinasi wisata maupun daerah tujuan wisata menjadi
penting karena hal tersebut merupakan bagian dari promosi pariwisata. Kegiatan
promosi pariwisata dapat dilakukan melalui beraneka ragam media. Brosur,
pemandu wisata, dan kantor informasi pariwisata merupakan contoh-contoh
media untuk memberikan informasi kepada wisatawan (Molina dan Esteban,
2006:1038).
Salah satu media yang paling mudah dan sering digunakan adalah brosur
pariwisata (Nolan dalam Molina dan Esteban, 2006:1038). Andereck, Vogt, dan
LeClerc (2003) dalam Andereck (2005:1) juga menemukan fakta bahwa brosur
pariwisata merupakan media yang paling banyak digunakan untuk memperoleh
informasi setelah pengalaman pribadi, informasi mulut ke mulut, peta, dan travel
guide. Semua informasi wisata, termasuk brosur berperan dalam pembentukan
keputusan wisatawan (Andereck, 2005:2). Selain itu brosur merupakan media
promosi yang memiliki kredibilitas tertinggi dibanding media lainnya (Molina dan
Esteban, 2006 dalam Avraham dan Daugherty, 2012:1388). Oleh sebab itu,
penting untuk mengkaji ulang apakah penyediaan media brosur pariwisata telah
mendapat respon positif dari wisatawan mengenai konten beserta aksesibilitasnya
(Hasan, 2015:286) dan apakah media brosur telah berfungsi sebagai alat promosi
yang dapat menimbulkan atensi, keinginan mengetahui isi brosur lebih dalam,
4
ketertarikan mengunjungi destinasi wisata, hingga akhirnya melakukan tindakan
oleh karena pengaruh informasi brosur pariwisata (Lin dan Huang, 2006:1203).
Media yang saat ini digunakan oleh Dispariyapura Kabupaten Ngawi
dalam mempromosikan pariwisata Kabupaten Ngawi antara lain brosur, booklet,
website, billboard, dan media sosial. Pemilihan media brosur sebagai objek
penelitian juga didasarkan pada keadaan media-media promosi lainnya. Booklet
bukan diterbitkan oleh Dispariyapura Kabupaten Ngawi melainkan oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur. Dalam hal ini, Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur menerbitkan masing-masing
booklet untuk semua kabupaten dan kota yang berada di wilayah Jawa Timur.
Sedangkan media website sudah tidak aktif lagi semenjak tahun 2015. Hal
tersebut dibuktikan dengan pembaharuan berita yang terakhir dilakukan pada
tanggal 21 September 2015. Di samping itu media billboard terbatas hanya pada
periode pemasangannya saja, di luar itu billboard biasanya diisi dengan iklan
komersial lain. Sementara media sosial sudah pernah diteliti sebelumnya (lihat
tinjauan pustaka). Maka dari itu, brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi dipilih oleh
karena merupakan media yang masih aktif digunakan hingga saat ini sekaligus
media yang kontennya akan terus dikembangkan oleh Dispariyapura Kabupaten
Ngawi. Dengan melihat respon sejumlah wisatawan Kabupaten Ngawi, penelitian
ini dapat menjadi rekomendasi bagi pengembangan media promosi pariwisata
khususnya brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi.
5
Dari penjabaran di atas, maka penelitian tentang analisis respon wisatawan
terhadap media brosur sebagai alat promosi pariwisata Kabupaten Ngawi Provinsi
Jawa Timur merupakan penelitian yang relevan untuk dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan
permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah respon wisatawan terhadap konten brosur Pariwisata
Kabupaten Ngawi?
2. Bagaimanakah respon wisatawan terhadap media brosur Pariwisata
Kabupaten Ngawi sebagai alat promosi pariwisata?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui respon wisatawan terhadap konten brosur Pariwisata Kabupaten
Ngawi.
2. Menganalisis respon wisatawan terhadap media brosur Pariwisata Kabupaten
Ngawi sebagai alat promosi pariwisata.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi wawasan dan
pengetahuan mengenai penerapan teori konten brosur dan model AIDA dalam
6
mengkaji respon wisatawan terhadap media brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi
sebagai alat promosi pariwisata.
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi Dinas Pariwisata
Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Ngawi dalam membuat brosur
pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan informasi sekaligus menarik bagi
wisatawan.
1.5. Tinjauan Pustaka
Peneliti menemukan beberapa hasil penelitian mengenai media promosi,
brosur pariwisata, dan pariwisata Kabupaten Ngawi. Penelitian-penelitian tersebut
menggunakan beragam metode dan menunjukkan berbagai macam fakta.
Pertama, penelitian mengenai promosi pariwisata yang dilakukan di
Kabupaten Ngawi. Penelitian tersebut mengambil lokasi fokus salah satu destinasi
wisata di Ngawi yaitu Benteng Van Den Bosch. Penelitian yang dilakukan oleh
Putri Werdhi Prastiti (2016) membahas mengenai kegiatan promosi Benteng Van
Den Bosch oleh Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten
Ngawi dalam upaya memperkenalkan produk wisata baru kepada masyarakat.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi apa saja langkah yang
dilakukan oleh Dispariyapura Kabupaten Ngawi dalam mempromosikan Benteng
Van Den Bosch. Jenis penelitian tersebut adalah deskriptif kualitatif dengan
metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan studi pustaka. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aktivitas promosi yang dilakukan Dispariyapura
7
Kabupaten Ngawi terhadap destinasi wisata Benteng Van Den Bosch belum
optimal dan cenderung masih bersifat standar. Dari sampel 3 wisatawan yang
mengunjungi destinasi wisata tersebut, semuanya mengetahui informasi mengenai
Benteng Van Den Bosch dari teman dan keluarga, bukan melalui sarana informasi
yang disediakan oleh Dispariyapura Kabupaten Ngawi. Persamaan penelitian
Prastiti (2016) dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang promosi
pariwisata Kabupaten Ngawi. Perbedaannya adalah lingkup penelitian ini lebih
besar yakni dalam satu kabupaten dan media promosi yang dikaji terfokus pada
brosur dengan melihat respon wisatawan, sedangkan penelitian Prastiti (2016)
kajiannya melingkupi satu destinasi wisata namun aktivitas promosi dilihat secara
umum.
Kedua, Rista Rovina Putri (2015) juga membahas mengenai pemasaran
destinasi wisata Benteng Van Den Bosch melalui sosial media untuk
meningkatkan jumlah wisatawan. Penelitian tersebut disajikan secara deskriptif
kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan
studi pustaka. Hasilnya menunjukkan bahwa sosial media mampu
mempromosikan destinasi wisata hingga dikenal wisatawan dari luar kota. Bahkan
beberapa orang yang berasal bukan dari Kabupaten Ngawi ikut mempromosikan
Benteng Van Den Bosch dengan cara mengunggah foto destinasi wisata tersebut
melalui akun Instagram, Facebook, Twitter dan lain-lain sehingga dapat
membantu dalam peningkatan angka kunjungan wisatawan. Sosial media cukup
berpengaruh dalam mempromosikan Benteng Van Den Bosch sebagai salah satu
destinasi wisata di Kabupaten Ngawi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
8
Putri (2015) ialah sama-sama membahas tentang promosi pariwisata Kabupaten
Ngawi. Perbedaannya ialah penelitian ini mengkaji tentang media brosur,
sedangkan penelitian Putri (2015) mengkaji tentang media sosial.
Ketiga, penelitian yang membahas media brosur suatu destinasi wisata
pernah dilakukan oleh Ruth Stefanie (2013). Penelitian yang mengkaji tentang
respon pengunjung terhadap media brosur Jatim Park 2 ini bertujuan untuk
melihat respon pengunjung destinasi wisata Jatim Park 2 terhadap media brosur
yang digunakan pengelola sebagai alat promosi pariwisata. Dalam melakukan
penelitiannya, Stefanie menggunakan metode survei dengan cara menyebarkan
kuesioner yang menggunakan teknik non probability sampling atau secara tidak
acak, dimana elemen-elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama
untuk terpilih menjadi sampel. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dari
100 responden, rata-rata setuju memberikan attention (perhatian) pada sisi harga.
Hal ini disebabkan orang biasanya peka terhadap harga dan mungkin akan
dijengkelkan oleh suatu iklan yang tidak mencantumkan harga. Selanjutnya dari
sisi interest (ketertarikan), responden setuju untuk mengetahui lebih lanjut tentang
Jatim Park 2. Dari sisi desire (keinginan) ternyata sebagian besar responden setuju
bahwa media brosur mempengaruhi emosi untuk mencoba jasa Jatim Park 2 dan
setuju ingin selalu mengunjungi taman rekreasi ini. Sedangkan dari sisi action
(tindakan), sebagian besar responden setuju untuk melakukan tindakan pembelian
setelah melihat brosur serta setuju untuk merekomendasikan Jatim Park 2.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Stefanie (2013) yaitu sama-sama
mengkaji mengenai brosur pariwisata melalui respon wisatawan atau pengunjung.
9
Perbedaan keduanya yakni berada pada lokasi fokus. Penelitian ini mengambil
lokasi fokus di Kabupaten Ngawi, sedangkan penelitian Stefanie (2013)
mengambil lokasi fokus di destinasi wisata Jatim Park 2.
Selanjutnya, Rachmat Teguh Widiantoro (2014) juga pernah melakukan
penelitian hampir serupa yang mengkaji brosur bertema pop-up sebagai media
promosi Museum Gunung Merapi Yogyakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengkaji kebutuhan akan brosur pop-up menjadi media promosi pariwisata yang
efektif dan inovatif bagi Museum Gunung Merapi. Data penelitian dikumpulkan
dengan metode studi pustaka dan wawancara. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa pop-up merupakan inovasi pengembangan promosi produk
yang dapat digunakan sebagai promosi produk pariwisata. Pengembangan
promosi pop-up ini dapat dilakukan di Museum Gunung Merapi dalam rangka
membangun keunikan dan ciri khas. Inovasi promosi wisata ini diharapkan dapat
meningkatkan angka kunjungan wisata supaya Museum Gunung Merapi mampu
bersaing dengan destinasi wisata lainnya di Yogyakarta. Persamaan antara
penelitian ini dengan penelitian Widiantoro (2014) adalah sama-sama mengkaji
tentang brosur pariwisata. Perbedaannya adalah penelitian ini mengambil lokasi
fokus Kabupaten Ngawi dan analisis media brosur berdasarkan respon wisatawan,
sedangkan penelitian Widiantoro (2014) mengambil lokasi fokus destinasi wisata
Museum Gunung Merapi dengan tidak melibatkan respon wisatawan.
Terakhir, sebuah penelitian dilakukan oleh Janice Yui Ling Ip (2008)
untuk menganalisis brosur pariwisata Hongkong. Tujuan dari penelitian tersebut
adalah untuk melakukan analisis yang sangat mendalam pada elemen visual dan
10
bahasa yang digunakan di brosur pariwisata. Jenis penelitian yang digunakan
merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagai
bentuk dari iklan, brosur pariwisata Hong Kong berusaha untuk mendorong
konsumen membeli produk wisata di Hong Kong. Bahasa dan gambar-gambar
yang ada dipilih dengan selektif. Brosur menunjukkan destinasi-destinasi wisata
yang dikemas secara menarik dan bernilai positif di mata wisatawan. Brosur ini
hendak menunjukkan bahwa Hong Kong merupakan tempat yang menarik dan
atraktif untuk dikunjungi. Brosur ini merupakan alat promosi yang sukses. Namun
sebaliknya, dari sisi perspektif penduduk lokal, keaslian (autentisitas) dari
deskripsi informasi dan gambar-gambar yang ada dalam brosur justru
dipertanyakan. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Ip (2008) ialah
sama-sama mengkaji tentang brosur pariwisata dalam lingkup yang luas dalam
suatu daerah tujuan wisata sehingga mencakup lebih dari satu destinasi wisata.
Perbedaannya adalah pada lokasi fokus penelitian.
Dari tinjauan pustaka tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa belum ada
penelitian secara khusus mengenai brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi. Oleh
karena itu, tinjauan pustaka di atas dapat digunakan penulis sebagai acuan dalam
penelitian ini. Skripsi berjudul “Analisis Respon Wisatawan Terhadap Media
Brosur Sebagai Alat Promosi Pariwisata Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur”
merupakan karya yang belum pernah ditulis.
11
1.6. Landasan Teori
Kegiatan pariwisata tidak terlepas dari adanya promosi. Promosi
pariwisata adalah “variabel khusus pemasaran untuk menarik perhatian wisatawan
potensial ke destinasi tertentu dan menikmati berbagai kegiatan yang dirancang
dalam pariwisata” (Hasan, 2015:259). Media promosi pariwisata pun beraneka
ragam, dapat berupa brosur, website, media sosial, media massa, buku travel
guide, dan baliho. Hasan (2015:259) menyatakan bahwa untuk menemukan
produk liburan, banyak calon wisatawan mencari informasi dari beberapa
perusahaan penyedia jasa pariwisata dan mengevaluasi berbagai pilihan sesuai
dengan persepsi, kepentingan dan kebutuhan mereka terhadap tawaran produk,
dan daya belinya. Maka dari itu ketersediaan informasi menjadi sangat penting.
Brosur pariwisata merupakan salah satu bentuk respon produsen atau pengelola
destinasi wisata terhadap upaya mendorong perilaku pembelian atau angka
kunjungan wisata (Hasan, 2015:263).
Molina dan Esteban (2006:1041-1042) mengungkapkan konsep tentang
brosur pariwisata yakni alat promosi dalam bentuk cetak yang dibuat untuk
mengkomunikasikan destinasi yang dipromosikan kepada wisatawan. Brosur
merupakan alat yang konvensional sekaligus paling umum digunakan dalam
segala aktivitas promosi pariwisata. Menurut pendapat Getz dan Sailor dalam
Molina dan Esteban (2006:1042) dalam pembuatan sebuah brosur, desain estetis
yang mampu membangkitkan rasa interest (ketertarikan) amat dibutuhkan agar
konsumen mau mengambil dan membaca informasi destinasi wisata yang terdapat
di brosur tersebut.
12
Untuk menjawab permasalahan penelitian yang pertama yaitu tentang
respon wisatawan terhadap konten brosur, peneliti menggunakan teori aspek
konten brosur menurut Hasan (2015:286) di antaranya:
a. Mengandung gambar-gambar yang menarik
Menampilkan foto yang mengagumkan untuk menunjukkan bahwa destinasi-
destinasi tersebut menarik untuk dikunjungi, namun tetap jujur dan tidak
mengada-ada.
b. Mengandung peta wisata
Terdapat informasi peta yang mengandung lokasi destinasi-destinasi wisata
dan rute perjalanan antar-lokasi.
c. Mengandung informasi harga
Terdapat informasi harga tiket masuk ke suatu destinasi wisata atau harga
layanan wisata lainnya.
d. Mengandung gaya bahasa yang persuasif
Tulisan teks brosur hendaknya dalam beberapa gaya bahasa persuasif yang
sifatnya mengajak pembaca untuk melakukan suatu tindakan tertentu
sehingga menciptakan menciptakan atau memperkuat keinginan wisatawan
untuk berkunjung ke destinasi wisata terkait.
e. Menggunakan gambar dengan kualitas gambar yang jelas
Foto destinasi, atraksi, dan elemen lainnya direproduksi dengan tampilan
kualitas gambar yang jelas untuk dilihat. Hal tersebut akan sangat menunjang
kualitas brosur pariwisata.
13
f. Mudah diakses/diperoleh
Brosur harus dapat diakses/diperoleh dengan mudah untuk umum. Misalnya
brosur dapat diperoleh dari setiap destinasi wisata, hotel, restoran, kantor
informasi pariwisata, dan lain-lain. Brosur dapat dikirim melalui pos ke
alamat wisatawan atau pun melalui e-mail.
Selain itu brosur pariwisata sebagai alat promosi idealnya harus mampu
menarik perhatian, mendorong minat untuk mengetahui lebih jauh,
membangkitkan keinginan, dan menghasilkan tindakan (Lin dan Huang,
2006:1203). Poin-poin tersebut dituangkan dalam model AIDA (attention,
interest, desire, action) yang juga menurut Wowor (2013:9) merupakan hirarki
respon konsumen/wisatawan terhadap alat promosi. Model AIDA sudah umum
digunakan dalam aktivitas pemasaran baik berupa online maupun offline dan
walaupun telah banyak dilakukan modifikasi terhadap bentuk ini, model dasarnya
yang terdiri atas empat tahap (attention, interest, desire, action) masih sangat
relevan (Hassan, Nadzim dan Shiratuddin, 2015:265). Maka untuk menjawab
permasalahan yang kedua, mengenai respon wisatawan terhadap media brosur
pariwisata Ngawi sebagai alat promosi, peneliti menggunakan teori model AIDA.
1. Attention (Menarik Perhatian)
Brosur pariwisata harus menarik perhatian khalayak sasaran yaitu pembaca,
sehingga amat diperlukan gambar atau tulisan yang mencolok (Stefanie,
2013:312). Ini merupakan tugas pemasar untuk mengungkap perhatian calon
pembaca dengan visualisasi menarik sehingga orang mau memperhatikan isi
pesan berikutnya (Rofiq et al., 2013:2).
14
2. Interest (Menciptakan Ketertarikan)
Pada tahap ini informasi yang sedang disampaikan hendaknya mampu
memunculkan perasaan ingin tahu yang lebih jauh sehingga konsumen mau
melihat dan membaca dengan lebih seksama (Stefanie, 2013:312). Informasi
yang ada dalam brosur pariwisata hendaknya memiliki daya tarik bagi
pembaca (Rofiq et al., 2013:2). Selain itu supaya brosur dapat menjadi
informasi yang menarik, maka pemasar dapat menjelaskan apa kelebihan
yang diperoleh wisatawan jika berkunjung ke destinasi wisata tertentu, tidak
hanya apa saja daya tarik destinasi wisata tersebut (Rofiq et al., 2013:2).
3. Desire (Menimbulkan Keinginan)
Pemasar mulai membangkitkan keinginan pada pembaca untuk memiliki,
memakai, atau melakukan sesuatu misalnya mengunjungi destinasi wisata
tertentu (Stefanie, 2013:312). Hal tersebut dapat timbul karena pembaca
merasa produk (dalam hal ini daya tarik wisata) yang diinformasikan melalui
brosur mampu memenuhi keinginan dan kesukaaan mereka (Hassan, Nadzim
dan Shiratuddin, 2015:265).
4. Action (Membuat Tindakan)
Tahap ini merupakan upaya yang bertujuan membujuk pembaca supaya
segera membuat tindakan misalnya mengunjungi destinasi wisata (Stefanie,
2013:313). Dalam hal ini, pemasar harus memaparkan langkah-langkah yang
jelas apabila pembaca ingin melakukan tindakan pembelian, sehingga kadang
elemen harga tiket juga perlu diinformasikan untuk tindakan tersebut (Rofiq
et al., 2013:3).
15
1.7. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan model analisis
deskriptif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang datanya didasarkan
pada penghitungan persentase, rata-rata, maupun penghitungan statistik lainnya
(Soejono, 2005 dalam Soewadji, 2012:50). Sedangkan analisis deskriptif
berfungsi menggambarkan objek penelitian apa adanya tanpa melakukan kontrol
atau manipulasi terhadap variabel penelitian (Sangadji dan Sopiah, 2010:24).
1.7.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini hendak melihat respon dari sejumlah wisatawan di
Kabupaten Ngawi. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata4.
Kegiatan wisata bisa dilakukan di destinasi wisata. Dalam hal ini wisatawan di
Kabupaten Ngawi ialah mereka yang berwisata ke destinasi-destinasi wisata di
Kabupaten Ngawi. Maka dari itu untuk menjangkau wisatawan-wisatawan
tersebut, peneliti terjun ke sejumlah destinasi wisata di Kabupaten Ngawi. Namun
pemilihan destinasi wisata pertama didasarkan pada destinasi wisata apa saja yang
tercantum dalam brosur pariwisata, karena brosur pariwisata Ngawi merupakan
objek penelitian ini. Kedua, dari 9 destinasi wisata yang tercantum pada brosur,
hanya 4 destinasi saja yang diambil. Hal tersebut dikarenakan tidak semua
destinasi wisata memiliki data kunjungan wisatawan. Data kunjungan wisatawan
diperoleh dari laporan statistik “Ngawi Dalam Angka 2015” yang diterbitkan oleh
Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi. Pertimbangan mengenai jumlah
kunjungan wisatawan merupakan hal yang penting karena akan digunakan dalam
4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
16
penghitungan jumlah sampel. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut dipilih 4
destinasi wisata sebagai lokasi penyebaran kuesioner yaitu Kebun Teh Jamus
(Desa Girikerto, Keamatan Sine), Benteng Van Den Bosch (Desa Pelem,
Kecamatan Ngawi), Museum Trinil (Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar), dan
Taman Wisata Tawun (Desa Tawun, Kecamatan Kasreman).
Selain menggunakan kuesioner, penelitian ini juga mengambil data
wawancara dengan narasumber Kepala Seksi Pengembangan dan Promosi Wisata
Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga
(Dispariyapura) Kabupaten Ngawi yang beralamat di Jalan Teuku Umar no. 12
Ngawi, Jawa Timur. Waktu penelitian dimulai dari Agustus 2016 hingga
November 2016.
1.7.2. Jenis Data
Berikut adalah jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini :
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengamatan
langsung di lapangan. Data ini dikumpulkan melalui kuesioner yang disebar
di 4 destinasi wisata di Kabupaten Ngawi dan wawancara dengan pihak
Dispariyapura Kabupaten Ngawi.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh tidak secara langsung
dari suatu fenomena yang diteliti namun dapat mendukung keberadaan data
primer. Data sekunder berupa data statistik kunjungan wisatawan Kabupaten
Ngawi, data profil Kabupaten Ngawi, data profil Dispariyapura Kabupaten
17
Ngawi, data profil destinasi-destinasi wisata di Kabupaten Ngawi, dan brosur
pariwisata Kabupaten Ngawi.
1.7.3. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian antara lain:
1. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab (Sugiyono, 2012:192). Kuesioner yang digunakan
menyajikan 15 pernyataan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan yaitu proportional random sampling
yaitu teknik pengambilan sampel secara proporsional berdasarkan jumlah
masing-masing sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub
populasi tersebut (Sugiyono, 2012:482).
Jumlah pengunjung keempat destinasi wisata yang hendak diteliti
(Kebun Teh Jamus, Museum Trinil, Benteng Van Den Bosch, dan Taman
Wisata Tawun) pada tahun 2015 sebesar 221.823 wisatawan dengan rincian
sebagai berikut: Taman Rekreasi Tawun (26.552), Museum Trinil (10.994),
Benteng Van Den Bosch (34.762), dan Kebun Teh Jamus (149.524) (Badan
Pusat Statistik Kabupaten Ngawi, 2015:265). Dari keterangan tersebut,
populasi dalam penelitian ini yaitu sejumlah 221.823. Penentuan jumlah
sampel menggunakan tabel sampel dengan taraf kesalahan 10%. Dengan
18
populasi sejumlah 221.823, maka sampel yang diteliti sejumlah 2705. Jumlah
sampel tersebut kemudian dibagi pada 4 kelompok destinasi wisata secara
proporsional sesuai dengan jumlah populasi. Maka jumlah sampel masing-
masing destinasi wisata adalah sebagai berikut : Museum Trinil = (10.994 :
221.823) x 270 = 15 responden; Taman Rekreasi Tawun = (26.552 : 221.823)
x 270 = 32 responden; Benteng Van Den Bosch = (34.762 : 221.823) x 270 =
43 responden; dan Kebun Teh Jamus = (149.524 : 221.823) x 270 = 180
responden.
Peneliti menyadari bahwa tidak semua responden sudah pernah
melihat atau membaca brosur sebelumnya. Oleh karena itu, setiap responden
diberi kesempatan selama 3-5 menit untuk membaca brosur untuk kemudian
mengisi kuesioner.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan sistem tanya jawab yang
berlangsung secara lisan untuk memperoleh informasi-informasi atau
keterangan-keterangan (Narbuko dan Achmadi, 2003:83). Kegiatan
wawancara yang dilakukan termasuk dalam kategori wawancara
semiterstruktur, oleh karena peneliti menggunakan panduan pertanyaan
tertulis namun narasumber memiliki kesempatan terbuka untuk menjawab
pertanyaan dan mengemukakan pendapatnya. Adapun wawancara dilakukan
dengan Kepala Seksi Pengembangan dan Promosi Pariwisata dan Kepala
5 Nuryanto, Apri. “Statistik”, diakses dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/apri-nuryantospdstmt/statistik-apri.pdf pada tanggal 7 November 2016 pukul 16.35 WIB.
19
Seksi Pembinaan Usaha Sarana Wisata Bidang Pariwisata Dispariyapura
Kabupaten Ngawi.
1.7.4. Metode Analisis Data
Kuesioner dalam penelitian ini menyajikan pernyataan dengan skala likert
untuk mengukur respon wisatawan terhadap brosur pariwisata Kabupaten Ngawi.
Skala likert berfungsi untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang mengenai suatu topik tertentu (Sugiyono, 2012:136).
Jawaban dari setiap butir pernyataan terdiri atas 5 poin yaitu Sangat Setuju,
Setuju, Cukup Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Untuk keperluan
analisis, kelima jawaban tersebut diberi skor sebagai berikut :
Sangat Setuju diberi skor 5
Setuju diberi skor 4
Cukup Setuju diberi skor 3
Tidak Setuju diberi skor 2
Sangat Tidak Setuju diberi skor 1
Jawaban-jawaban responden dikelompokkan per butir pernyataan, kemudian
jawaban seluruh responden dalam tiap-tiap butir tersebut dikelompokkan
berdasarkan pilihan jawaban. Masing-masing skor pilihan jawaban dikalikan
dengan jumlah responden yang memilihnya, kemudian dijumlah. Hasilnya akan
ditempatkan pada skala interval untuk mengetahui di mana kecenderungan
jawaban responden sehingga dapat diambil kesimpulan. Skala interval adalah
suatu skala di mana kategori dapat diurutkan berdasarkan suatu atribut tertentu,
jarak/interval tiap kategori sama (Siregar, 2013:47).
20
Batas tertinggi dari skala interval yaitu apabila seluruh responden memilih
jawaban Sangat Setuju yang memiliki skor 5, sehingga nilainya = 270 x 5 = 1350.
Batas terendah dari skala interval yaitu apabila seluruh responden memilih
jawaban Sangat Tidak Setuju yang memiliki skor 1, sehingga nilainya = 270 x 1 =
270. Skala interval dimulai dari nilai 270 hingga 1350 sehingga rentang data
sebesar 1080 (1350 dikurangi 270). Skala interval dibagi menjadi 5 kelas sehingga
masing-masing kelas memiliki panjang senilai 216 (1080 : 5), dengan rincian
sebagai berikut:
270 – 485 Sangat Tidak Setuju
486 – 701 Tidak Setuju
702 – 917 Cukup Setuju
918 – 1133 Setuju
1134 – 1350 Sangat Setuju
Selain analisis menggunakan scoring jawaban responden, peneliti juga
menganalisis data dalam bentuk persentase yang penyajiannya dikelompokkan per
lokasi penyebaran kuesioner. Analisis ini berfungsi untuk mengidentifikasi hal-hal
yang lebih spesifik yang tidak terlihat dalam metode analisis scoring.
21
1.8. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran
1.9. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas empat bab yang masing-
masing dijabarkan sebagai berikut :
Bab I
22
Berisi pendahuluan, antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, kerangka
pemikiran dan sistematika penulisan.
Bab II
Berisi gambaran umum lokasi penelitian berupa profil Kabupaten Ngawi, sejarah
Kabupaten Ngawi, daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Ngawi, profil Dinas
Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ngawi dan profil brosur
pariwisata Kabupaten Ngawi.
Bab III
Berisi analisis data dan pembahasan dari hasil kuesioner. Data yang telah diolah
dijabarkan sebagai berikut: (1) analisis respon wisatawan terhadap konten brosur
Pariwisata Kabupaten Ngawi; (2) analisis respon wisatawan terhadap brosur
Pariwisata Kabupaten Ngawi sebagai alat promosi pariwisata; (3) respon
wisatawan yang dinyatakan melalui jawaban pertanyaan terbuka; (4) penyajian
data per destinasi wisata.
Bab IV
Berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan temuan baru
yang diperoleh dari hasil survei, serta saran untuk pengembangan brosur
pariwisata dan penelitian selanjutnya.