bab i pendahuluan 1.1. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sekolah merupakan wahana bagi siswa untuk menempa diri bagi
siswa dalam menggapai masa depan yang lebih baik. Sekolah menjadi
pintu masuk bagi siswa untuk mengenali dunia yang lebih luas, terutama
memasuki era global. Seperti diketahui bahwa era globalisasi tak lepas dari
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), salah satunya
adalah dalam bentuk media baru. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi dalam bentuk media baru ini membawa berbagai dampak
dalam kehidupan. Akibat hadirnya media baru yang menciptakan
kemudahan dan meniadakan batas antara ruang dan waktu, maka tidak
dapat dielakkan terjadinya perubahan mode komunikasi yang pada
akhirnya mengubah gaya hidup masyarakat.
Dalam konteks perkembangan media baru, maka interaksi antar
manusia dengan teknologi jenis ini tidak dapat dielakkan. Salah satu
kelompok yang paling aktif sebagai pengguna media baru adalah remaja.
Pola interaksi anak dan remaja dalam menggunakan media pada masa kini,
harus dilihat dalam perspektif yang berbeda. Dalam hal ini perlu
diperhatikan konteks peran mereka sebagai kreator, penghubung,
komunikator, dan kolaborator - daripada sekadar sebagai konsumen media.
2
Remaja dewasa merupakan salah satu kelompok yang
dikategorikan sebagai digital native, yaitu generasi internet, digital
generation, atau para millenials. John Palfrey dan Urs Gasser (2008) lebih
jauh menjabarkan karakteristik digital natives sebagai sosok-sosok yang
lahir setelah tahun 1980 (era digital), ketika teknologi digital seperti usenet
dan bulletin board system hadir secara daring. Generasi ini mengakses
teknologi jejaring digital, serta memiliki keterampilan dan pengetahuan
tentang komputer (YPMA, 2011).
Hasil penelitian YPMA yang diberi judul "Internet Dalam
Kehidupan Remaja" mengungkapkan pola penggunaan Internet pada
remaja SMP dan SMA. Hasil kuesioner yang disebarkan ke beberapa
sekolah menengah pertama dan atas di Depok Jawa Barat pada awal Maret
2011, didapatkan hasil bahwa para siswa yang merupakan digital natives
di kota Depok mulai mengenal Internet sejak mereka berada di Sekolah
Dasar terutama di kelas 4 sampai kelas 6. Orangtua, keluarga (kakak, om,
tante, dan saudara sepupu), serta guru berperan dalam mengenalkan
Internet kepada mereka, kendati ada yang belajar sendiri.
Mereka mencari informasi mengenal Internet di media cetak baik
majalah ataupun buku dan kemudian mempraktekkannya sendiri. Untuk
berselancar di dunia maya, para digital natives itu menggunakan perangkat
seperti personal computer (PC), laptop, handphone, atau BlackBerry.
Namun, dalam hasil pengolahan data survei diperoleh hasil bahwa
mayoritas digital natives mengkases Internet menggunakan personal
komputer. Sebagain besar siswa yang menjadi responden memiliki akses
3
Internet di rumahnya, maka mereka menggunakan PC dan laptop di rumah
masing-masing. Jumlah siswa yang pergi ke warnet jauh lebih sedikit.
Situs yang sering diakses oleh para digital natives adalah
Facebook, Twitter, Youtube, Google, dan situs-situ games online. Namun,
yang menjadi favorit mereka adalah Twitter. Melalui situs jejaring sosial
ini para digital natives mengaku sering melakukan aktivitas seperti: update
status (tweeting), re-tweet, mention, direct message, dan follow. Situs
kedua yang menjadi favorit para digital natives ini adalah Facebook.
Aktivitas yang sering mereka lakukan di situs jejaring sosial ini antara lain
memantau newsfeed, berkomunikasi melalui fitur wall to wall atau
comment, mengunggah foto dan melakukan photo tagging, bermain game,
dan mengisi permainan dalam bentuk kuis seperti ‘interview friend'.
Kenyataannya, pada saat sekarang ini, internet tidak hanya
digunakan oleh orang yang berada di perkotaan. Pada saat ini, internet
telah tersebar dan dapat diakses oleh orang yang berada di pedesaan.
Kebutuhan akses internet ini juga telah disadari oleh sekolah-sekolah,
utamanya adakah sekolah menengah atas. Sekolah telah menyadari peran
internet dalam menunjang kebutuhan belajar, informasi, dan komunikasi.
Dukungan dari lembanga pendidikan tentunya juga berperan penting untuk
menunjang pengetahuan siswa terhadap kemajuan TIK mengingat sarana
dan prasarana yang tidak disediakan secara memadai seperti di wilayah
perkotaan.
4
Salah satu lembaga pendidikan yang berada di daerah pedesaan
yang mendukung kemajuan TIK (Teknologi Informasi dan komunikasi)
adalah SMAN 1 Patuk Gunung Kidul. SMAN 1 Patuk adalah SMA yang
berada di pedesaan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mendukung
kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi, dengan
menyediakan wifi di sekolah dan fasilitas komputer untuk siswanya pihak
sekolah mengharapkan agar siswa lebih dekat dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi. Tujuan mendekatkan siswa dengan internet
juga terlihat dari beberapa tugas yang diberikan kepada siswa untuk
mencari informasi melalui internet serta aktifitas siswa menggunakan
internet sebagai wahana pencari informasi, berita, dan komunikasi.
Aktifitas remaja dalam berinternet tersebut menimbulkan
kekhawatiran apabila tidak disertasi dengan pengetahuan penggunaan
internet yang sehat. Pengetahuan siswa tentang penggunaan internet dan
dampak penggunaan internet yang salah sebagai media pencari informasi
menjadi penting. Di era informasi seperti saat ini, siapa saja bisa
mengakses internet kemudian mereka dapat menyebarkan informasi atau
konten tanpa melalui proses penyaringan (Gatekeepers). Hal tersebut
disebabkan karena banyak informasi yang disediakan di internet tidak
bertanggung jawab dan tidak memiliki kredibilitas.
Sulitnya pengawasan terhadap konten yang tersebar dalam internet
mengharuskan pengguna internet untuk memiliki kemampuan literasi. Hal
tersebut disebabkan karena internet yang telah menjadi sumber penunjang
aktifitas belajar mengajar di sekolah menyediakan jutaan informasi yang
5
memerlukan kecerdasan dan kebijaksanaan penggunanya. Oleh karena itu,
kompetensi literasi media bagi siswa menjadi penting, agar mereka siap
menghadapi tantangan di era banjir informasi seperti sekarang ini.
Berbeda dengan media konvensional, dalam menghadapi media baru,
hubungan manusia dengan media tidak berlangsung hanya satu arah,
melainkan bias dua arah. Di sinilah kedudukan kompeten literasi terhadap
media baru sangat dibutuhkan.
Pada dasarnya literasi media baru merupakan pengembangan dari
model literasi media konvensional. Kehadiran unsur partisipasi,
interaktivitas, kreasi konten media yang dihadirkan bersamaan dengan
kehadiran media baru membuat pengguna tidak sekedar pengguna media,
tetapi sekaligus juga dapat pemroduksi konten media. Oleh karena itu,
maka pengertian dan batasan mengenai literasi media baru menjadi
berkembang jauh.
Dalam literasi media baru terdapat unsur-unsur yang menonjol
yaitu kemampuan akses, analisis isi, evaluasi, membandingkan, induksi,
deduksi, sintesis dan abstrak (Potter, 2005: 18). Sementara dalam Europe
Commission disebutkan bahwa dalam literasi media dapat dilihat dengan
menakankan pada komponen kemampuan komunikasi dan partisipasi
pengguna dalam memanfaatkan media (Paolo Celot, 2008:44).
Seseorang yang memiliki kemampuan literasi media akan dapat
membedakan yang real dan informasi yang di konstruksi oleh media,
kemudian seseorang yang terliterasi akan mendapatkan hal yang
6
diinginkannya tanpa terganggu dengan pesan-pesan yang berbahaya
lainnya, pada intinya seseorang yang terliterasi tidak mudah di arahkan
oleh media (Potter, 2011:9). Singkatnya, literasi media merupakan
perspektif dimana kita dihadapkan dan mengungkapkan diri kita kepada
pesan-pesan yang diperoleh (Baran., Davis. 2014).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti teratarik untuk melihat
bagaimana kompetensi literasi media baru di kalangan remaja di wilayah
pedesaan. Penelitian ini mengambil judul "Kompetensi Literasi Media
Baru di kalangan remaja Pedesaan (Studi tentang ompetensi Literasi
Media Baru pada siswa SMA Negeri 1 Patuk- Gunungkidul )".
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut:
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana Kompetensi
Literasi Media Baru Siswa SMAN 1 Patuk Gunung Kidul?"
1.3. PEMBATASAN PENELITAN
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas yang
dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti merasa perlu untuk membuat
pembatasan masalah yang lebih spesifik dan jelas. Adapun yang menjadi
pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
7
1.3.1. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang akan mengkaji
kompetensi literasi media baru pada Siswa SMAN 1 Patuk yang berada di
wilayah pedesaan.
1.3.2. Penelitian dilakukan di SMAN 1 Patuk, Gunungkidul.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kompetensi literasi media baru siswa SMAN 1 Patuk Gunung Kidul. Oleh
karena itu, penelitian ini akan melihat bagaimana kemampuan literasi
media baru yang dimiliki oleh siswa SMAN 1 Patuk Gunung Kidul.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dihadapan dari penelitian ini adalah:
1.5.1. Secara Praktis, temuan-temuan dari hasil penelitian ini sekiranya menjadi
sumbangan berharga sekaligus pengkayaan materi dalam pembangunan
khazanah keilmuan komunikasi.
1.5.2. Secara Praktis, penelitian ini sekiranya dapat dijadikan bahan rujukan atau
pedoman bagi orang tua dan institusi pendidikan untuk dapat
memperhatikan remaja atau siswa dalam pemanfaatan Internet dengan
baik.
1.5.3. Terakhir, penelitian ini juga dapat dijadikan referensi bagi peneliti
berikutnya yang tertarik untuk meneliti kajain media baru, khsusnya dalam
konteks kompetensi literasi media baru.
8
1.6. KERANGKA PEMIKIRAN
1.6.1 PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian mengenai literasi media baru telah banyak dilakukan
oleh peneliti terdahulu namun penelitian tersebut tidak sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan yaitu: Pertama, Noneng Sumiaty dan Neti Sumiaty (2014).
Penelitian ini membahas mengenai Literasi Internet pada Siswa Sekolah
Menengah Pertama (2014), penelitian tersebut menggunakan teori Ciolek
Matthew tentang pemahaman dan penguasaan internet yang terdiri dari:
basic skill, moderate skill, dan advanced skill. Hasil dari penelitian
tersebut Sebagian besar siswa SMPN 8 hanya menguasai dan memahami
tingkat dasar saja artinya memahami dan menguasai dasar tentang internet
seperti mengunduh, mengirim/menerima email pribadi, menyelesaikan
survey online, menggunakan chat room, menggunakan group/milis news,
melakukan online banking, berpartisipasi dalam telepon internet, mencari-
cari informasi secara online, berpartisipasi dalam konferensi video dan
bermain game multi- user online.
Penelitian Noneng Sumiaty dan Neti Sumiaty (2014) ini memiliki
keterbatasan dalam melihat literasi internet atau media baru, yakni ketika
kita berbicara tentang Internet maka aktifitas yang ditunjukan oleh siswa
yang menjadi objek penelitian salah satunya mencari informasi secara
online, maka penting untuk menelisik kemampuan kritikal mereka dalam
melihat informasi tersebut.
9
Kedua, penelitian berikutnya dilakukan oleh Muhamad Nurur Rijal
(2015) dengan judul Tingkat Kemampuan Literasi Media Baru Mahasiswa
Universitas Riau. Jenis penelitian tersbut adalah deskriptif kuanitatif
dengan metode survey, dan total responden sebanyak total 291 responden.
Teori yang digunakan untuk mengukur tingkat literasi media di ambil dari
Individual Competence Framework oleh Europe Comission. Hasil
penelitian ini adalah kemampuan literasi media baru mahasiswa
Universitas Riau untuk criteria use Skills berada pada tingkat kemampuan
kategori basic, sementara itu criteria kemampuan critical understanding
dan criteria kemampuan media baru communicative abilities mahasiswa
Universitas Riau berada pada kategori kemampuan medium.
Ketiga, penelitian yang dilakukan Arif (2013) mengenai Tingkat
Literasi Media Berbasis Kompetensi Individual Mahasiswa Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam
penelitian ini, Arif mengkaji dengan metode deskriptif kuantitif. Hasil
penelitian menunjukkan; pertama kemampuan mahasiswa Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi dalam mengoperasikan media cukup tinggi
dengan prosentase 67%-71%, kemampuan menganalisis dan mengevaluasi
konten media juga cukup bagus dengan kisaran prosentase tertinggi antara
21% - 68%, serta aktif dalam memproduksi konten media dan
berpartisipasi secara social dengan kisaran prosentase tertinggi antara 20%
-85%, maka kemampuan literasi media mahasiswa Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi secara umum berada pada level medium atau menengah.
10
Penelitian kedua oleh Muhamad Nurur Rijal (2015) dan kedua oleh
Arif (2013) menyunting teori dari penelitian Individual Competence
Framework oleh Europe Comission (2009) yang mana teori tersebut juga
menjadi pijakan pada penelitian ini, namun penelitian ini menggunakan
metode kualitatif maka temuan dalam penelitian ini dapat lebih dalam
mengeksplor mengenai literasi media baru.
Keempat, penelitian yang dilakukan Gracia Rachmi Adiarsi;
Yolanda Stellarosa; dan Martha Warta Silaban (2015) dengan judul
Literasi Media Internet Di Kalangan Mahasiswa. Penelitian tersebut
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penggunaan Internet sehubungan
dengan literasi media dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif,
dan pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD) kepada
mahasiswa universitas swasta di Jakarta yang mengakses Internet lebih
dari 5 jam per hari dan kurang dari 5 jam per hari. Teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah literasi media. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mahasiswa yang mengakses Internet di bawah 5 jam per hari
umumnya sudah sibuk dengan pekerjaannya dan tidak terlalu intens
menggunakan media Internet baik melalui smartphone maupun komputer.
Berbeda dengan mahasiswa yang mengakses Internet di atas 5 jam per
hari, hampir setiap saat mereka menggunakan Internet untuk media sosial
dan pesan instan (instant messenger) melalui ponsel pintarnya
(smartphone).Sikap kritis terhadap pesan media yang dikonsumsi oleh
para narasumber tergantung dari informasi yang menarik perhatian
mereka.
11
Penelitian oleh Gracia Rachmi Adiarsi; Yolanda Stellarosa; dan
Martha Warta Silaban (2015) dan beberapa penelitian sebelumnya
dilakukan terhadap mahasiswa, pada penelitian ini yang menjadi objek
adalah remaja lebih tepatnya siswa sma di wilayah pedesaan yang mana
penelitian sebelumnya penelitian terdahulu belum ada peneliti yang
melihat kompetensi literasi media baru khususnya pada remaja pedesaan.
1.6.2 LITERASI MEDIA BARU
Literasi media menjadi isu yang sangat di perhatikan dalam dekade
terakhir, hal tersebut mengingatkan pada pesatnya pertumbuhan media.
Seperti yang di ungkapkan oleh William Christ dan W. james Porter
(Baran, Davis. 2014: 420) bahwa media terkonstruksi, media
mengkonstruksi realitas, audiens menegosiasikan makna, pesan memiliki
dampak komersial, media memuat pesan ideologis dan nilai-nilai, media
memuat implikasi sosial politik, bentuk dan isi merepresentasikan pesan
media, serta setiap media memiliki bentuk estetika yang unik memberikan
alasan mengapa konsep literasi media ini lahir.
Literasi media adalah "A set of perspectives that we actively expose
ourselves to the media to interpret the meaning of the messages we
encounter. We build our perspectives from knowledge structures" (Potter.
2011:19), yang artinya adalah satu set perspektif yang aktif kita gunakan
untuk membuka diri kepada media untuk menafsirkan makna pesan yang
kita hadapi. Kita membangun perspektif kita dari struktur pengetahuan,
Untuk membangun struktur pengetahuan kita, kita perlu alat dan bahan
baku. Alat-alat adalah keterampilan kita. bahan baku adalah informasi dari
12
media dan dari dunia nyata. aktif menggunakan berarti bahwa kita sadar
akan pesan dan berinteraksi dengan mereka secara sadar (Potter. 2011:19).
Mengacu pada pendapat di atas, maka dalam pengertian literasi
media termasuk di dalamnya adalah persepektif yang harus dimiliki oleh
setiap orang yang menggunakan media. Perspektif itu terbentuk melalui
struktur pengetahuan, yakni seperangkan informasi yang terorganisasi
dalam memori seseorang dan terbentuk secara sistematis dalam waktu
yang lama. Struktur membantu seseorang dalam melihat pola. Semakin
banyak struktur pengetahuan dimiliki seseorang, akan dapat meningkatkan
rasa percaya dirinya dalam memaknai berbagai pesan media. Dengan
struktur pengetahuan yang berkembang, seseorang dapat memahami
seluruh rentang isu media, dan dapat memahami mengapa media memiliki
atau tidak memiliki kecenderungan tertentu.
Sementara itu, European Comission (2008) mendefinisikan literasi
media sebagai berikut:
"Literasi media may be defined as the ability to access, analyse
and evaluate the power of images, sounds and messages which we
are now being confronted with on a daily basis and are an
important part of our contemporary culture, as well as to
communicate competently in media available on a personal basis.
Literasi media relates to all media, including television and film,
radio and recorded music, print media, the Internet and other new
digital communication technologies"
Berdasarkan definisi tersebut di atas, ditekankan bahwa literasi
media mencakup tiga bidang yaitu literasi media bermakna memiliki akses
ke media, menganalisis media, dan mengevaluasi media. memahami media
serta menciptakan dan mengekspresikan diri untuk menggunakan media.
13
Selanjutnya, dalam Eropean Comission dikembangkan tentang struktur
literasi media yaitu terdiri atas (2009):
1. Perhatian Pribadi (Personal Locus), yaitu Perhatian Pribadi adalah
tujuan dan motivasi kita dalam mengonsumsi media. Semakin kuat
perhatian yang kita miliki secara pribadi maka semakin kritis kita
dalam memilah dan memilih isi siaran. Aktif dalam menyadari
perhatian pribadi kita terhadap terpaan media (media exposure). Lokus
akan bekerja dalam dua keadaan, yaitu sadar (conscious) dan bawah
sadar (subconscious).
2. Struktur Pengetahuan (Knowlage Structure). Struktur pengetahuan
dibentuk melalui proses filterisasi dan kodifikasi yang lama dan dapat
dipanggil kembali (recall) dalam bentuk pengetahuan, sikap, perilaku.
kita harus dapat membedakan apa yang disebut pesan (message),
informasi faktual (factual information), dan informasi sosial (sosial
information). Struktur pengetahuan tersebut terbagi menjadi lima area,
yaitu: efek media, isi media, industry media, dunia nyata, dan diri
sendiri.
3. Kemampuan Diri (Skill), yaitu: Analisa, Evaluasi, mengelompokkan,
Induksi, Menguraikan, Deduksi, dan Sintesa.
Hadirnya media baru yang tidak terlepas dari kelahiran internet
(Abrar, 2003: 37), memfalitasi individu untuk menjelajahi dunia yang
lebih luas dimana informasi dan koneksi tersedia tanpa batas, serta
kehadiran teknologi yang menunjangnya (komputer, hp, dll) menuntut
individu untuk memiliki keahlian tambahan agar dapat menggunakan
14
teknologi komunikasi dan informasi (TIK) secara efektif (Europe
Commission tahun. 2012).
Keahlian tambahan yang disebut sebelumnya dinamai Kompetensi
digital oleh Europe Commission (2012) dikonsepkan menjadi tiga bagian
yaitu faktor lingkungan, kompetensi individual, dan prilaku personal.
Faktor lingkungan yang terdiri dari akses ke TIK, hali ini sebagai dasar
utama untuk menjadi digital kompeten. Akses ke TIK tidak hanya akses ke
komputer dan internet namun juga perangkat lainnya seperti tablet, Hp,
dan lain-lain. Akse ke TIK menurut PBB menjadi hak azazi manusia dan
prioritas untuk semua negara mengingat bahwa internet telah menjadi alat
yang sangat diperlukan untuk mewujudkan berbagai hak asasi manusia,
memerangi ketidakadilan, dan mempercepat pembangunan dan progress.
Selanjutnya kompetensi Individual yang terdiri dari keterampilan
komputer dan internet yang merupakan bentuk dasar untuk penggunaan
fungsional TIK, khususnya komputer dan internet, adapun elemen dari
keterampilan komputer yakni;
1. Dapat meng-copy dan memindahkan file atau folder
2. Dapat mengirimkan file ke flashdisc
3. menggunakan aplikasi Powerpoint
4. menggunakan aplikasi Excel
5. mengecilkan format data
6. menyambungkan dan menginstal modem
7. dapat meng-update, meng-instal software
15
8. Memodifikasi atau memverifikasi parameter konfigurasi aplikasi
perangkat lunak
9. Menulis sebuah program komputer dengan menggunakan bahasa
pemrograman khusus
Keterampilan berinternet
1. Dapat menggunakana mesin pencari untuk menemukan informasi
2. Mengirimkan file melalui email
3. Mengirimkan pesan ke dalam chatroom (WA, BBM, YM, dll).
4. Menggunakan internet untuk melakukan panggilan
5. Mengunggah dan mengambil musik, gambar, tulisan, film, atau music
6. mengambil musik, gambar, tulisan, film, atau music dari website
7. membuat Blog
8. Mengubah pengaturan keamanan browser internet
Keterampilan berkomputer dan berinternet memiliki kategori level
rendah jika hanya dapat menggunakan 1-2 dari kategori di atas , menengah
jika dapat menggunakan 3-4 dari kategori di atas dan tinggi jika dapat
menggunakan 5- lebih dari kategori di atas. Selanjutnya dalam kompetensi
individu terdapat aktif dalam menggunakan aplikasi untuk aspek
kehidupan, maksudnya keguanaan internet sebagai alat utama melakukan
berbagai aktifitas sehari hari untuk kebutuhan yang berbagai macam ragam
dalam kebutuhan tersebut membutuhkan keterampilan berinternet.
Terakhir sikap pribadi yang mengacu pada dimana individu menggunakan
TIK.
16
Beberapa elemen kompetensi digital dapat menjadi dasar dalam
langkah pertama menuju terlitersasi pada era media baru "internet"
sebagaimana yang menjadi fokus dalam penelitian ini, maka merujuk pada
maka konsep literasi media baru yang berkaitan dengan internet yaitu
kemampuan dalam mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan
pembuatan isi pesan (Livingstone. 2004). Adapun penjelasan lebih jauh
mengenai literasi media oleh livingstone ini, yaitu:
1. Akses adalah proses sosial yang dinamis, bukan semata berbicara
ketersediaan. Kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan alat
(komputer) secara signifikan dalam pengoperasian alat tersebut,
misalnya updating, upgrading, extanding, hardware dan aplikasi
perangkat lunak.
2. Analisis adalah Keterlibatan masyarakat dengan media, baik cetak
maupun audiovisual telah menghasilkan berbagai pendapat. Pendapat
sangat bergantung pada Pemahaman masyarakat terhadap lembaga,
kategori, teknologi, bahasa, representasi dan khalayak media tertentu.
3. Evaluasi adalah mengedepankan nilai nilai demokratis. Kemampuan
evaluasi terhadap media dimaksudkan pada hal hal kritis terhadap
estetika, politik, ideologi, dan ekonomi. Hal evaluasi ini bukan pada
tindakan menjustifikasi Media ataupun konten Media.
4. Dalam pembuatan isi pesan , Sonia berpendapat bahwa kemampuan
membuat Pesan, bagian dari Respon terhadap isi media adalah bagian
dari komponen tingkat media literasi. Walaupun tidak sebagai
persyaratan mutlak seperti membuat, memproduksi teks-teks simbolik.
17
Perkembangan internet yang di dalamnya juga tumbuh fitur-fitur
komunikasi seperti jejaringan sosial yang merubah konsep khalayak
Internet seperti peran khalayak menjadi konsumen sekaligus menjadi
produsen (Berry. 2006), ikut menjadi perhatian dalam konsep literasi
media baru. Jenkins, H., Clinton, K., Purushatma, R., Robison, A. &
Weigel, M (2009) yang menyinggung mengenai budaya partisif. Budaya
partisipatif yakni, Afiliasi (keanggotaan, formal dan informal, dalam
komunitas online seperti Facebook); ekspresi (memproduksi bentuk kreatif
baru, seperti sebagai sampel digital, kipas videomaking, kipas menulis
fiksi, zine, mash-up); kolaboratif pemecahan masalah (bekerja sama dalam
tim, resmi dan informal, untuk menyelesaikan tugas dan mengembangkan
pengetahuan baru seperti Wikipedia); sirkulasi (membentuk aliran media
seperti podcasting, blogging).
Kemapuan dalam literasi media yang berhubungan dengan
teknologi, komunikasi dan informasi atau internet banyak peneliti
menambahkan kemampuan berkomunikasi seperti dalam membuat konten,
membagi informasi, bersosialisasi, berdiskusi, di berbagai media sebagai
bentuk partisipasi dalam masyarakat (Livingstone. 2008., Gee. 2010.,
Jenkins, Clinton, K, Purushatma, Robison, A. & Weigel. 2009).
Dari argument yang dipaparkan oleh beberapa ahli tersebut, Gee
(2010: 36) menekankan bahwa literasi media baru tidak hanya bagaimana
khalayak menanggapi pesan-pesan media, tetapi juga bagaimana mereka
terlibat secara aktif di produksi media, partisipasi (secara online),
membentuk kelompok sosial, dan memiliki kemampuan layaknya
18
professional. Intinya literasi media di era internet seperti sekarang ini
literasi media tidak sekedar mengajarkan orang untuk belajar dari media,
untuk melawan manipulasi media, dan menggunakan bahan-bahan media
dalam cara yang konstruktif, tetapi juga peduli dengan keterampilan
berkembang yang akan membantu menciptakan warga negara yang baik
dan yang akan membuat mereka lebih termotivasi dan peserta yang
kompeten di kehidupan sosial (Kellner. 2002).
Literasi media baru memiliki ciri yang sangat menonjol dalam hal
partisipasi. Hal ini bahkan ada yang menyebut sebagai budaya partisipasi.
Sebuah budaya partisipatif adalah sebuah budaya dengan hambatan yang
relatif rendah untuk ekspresi artistik dan keterlibatan masyarakat,
dukungan yang kuat untuk menciptakan dan berbagi kreasi seseorang, dan
beberapa jenis bimbingan informal, dimana apa yang dikenal oleh paling
berpengalaman dilewatkan bersama untuk pemula.
Sebuah budaya partisipatif juga merupakan salah satu di mana para
anggotanya percaya dengan kontribusi mereka, dan merasa memiliki
kesamaan derajat hubungan sosial satu sama lain. Setidaknya, mereka
peduli dengan apa yang orang lain pikirkan mengenai apa yang mereka
ciptakan (Jenkins, 2007: 3). Selanjutnya, Jenkins mengemukakan bentuk-
bentuk dari budaya partisipatif itu adalah afiliasi berupa keanggotaan
dalam kelompok atau komunitas tertentu seperti facebook ataupun mailing
list, ekrpresi dalam berbagai format dari tulisan sampai video, kerjasama
dalam mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan masalah, dan sirkulasi ide
atau informasi dengan orang lain.
19
Jenkins berusaha menggeser diskusi mengenai isu digital divide
dari mempertanyakan akses terhadap teknologi ke mereka yang memiliki
peluang untuk berpartisipasi dan mengembangkan kompetensi budaya dan
keterampilan sosial yang diperlukan bagi keterlibatan yang penuh. Sekolah
terlalu lambat dalam bereaksi terhadap munculnya budaya partisipasi ini.
Peluang terbesar untuk perubahan ditemukan dalam kegiatan sesudah jam
sekolah dan belajar secara informal di masyarakat. Sekolah dan kegiatan
sesudah jam sekolah perlu memberi perhatian lebih pada apa yang disebut
dengan wawasan media baru.
Budaya partisipatif bergerak dari fokus literasi dari ekspresi
individu kepada keterlibatan masyarakat. Literasi yang baru hampir
melibatkan semua perkembangan keterampilan sosial melalui kerjasama
dan jaringan. Keterampilan ini dibangun dengan dasar dari literasi
tradisional, keterampilan meneliti, keterampilan teknis, dan keterampilan
melakukan analisis kritis yang semuanya diajarkan di sekolah.
Henry Jenkins (2007) merumuskan keterampilan literasi media ke
dalam berapa bagian berikut:
1. Bermain - kapasitas untuk bereksperimen dengan lingkungan
seseorang sebagai bentuk pemecahan masalah
2. Kinerja - kemampuan untuk mengadopsi identitas alternatif untuk
tujuan improvisasi dan penemuan
3. Simulasi - kemampuan untuk menafsirkan dan membangun model
dinamis dari proses dunia nyata
20
4. Kecocokan - kemampuan untuk memaknai informasi dan mengemas
ulang konten media
5. Multitasking - kemampuan untuk memindai lingkungan dan seringkali
berpindah fokus perhatian
6. Kognisi Terdistribusi - kemampuan untuk berinteraksi secara
bermakna dengan peralatan yang dapat memperluas kapasitas mental
7. Kecerdasan Kolektif - kemampuan pengetahuan kolam renang dan
membandingkan catatan dengan lain menuju tujuan bersama
Penghakiman - kemampuan untuk mengevaluasi keandalan dan
kredibilitas informasi yang berbeda sumber
8. Penilaian - kemampuan untuk mengevaluasi sumber informasi
9. Navigasi transmedia - kemampuan untuk mengikuti alur cerita dan
informasi dalam berbagai modalitas
10. Jaringan - kemampuan untuk mencari, mensintesis, menyebarkan
informasi
11. Negosiasi - kemampuan untuk mendekati komunitas yang beragam,
memahami berbagai perspektif, dan memegang serta mengikuti norma-
norma
Berdasarkan uraian di atas, konsep mengenai literasi media yang
merefleksikan pemahaman yang lebih komprehensif untuk media baru
“internet” diusulkan oleh Celot and Perez Tornero untuk European
Commission (2009). Dalam konsep tersebut dipaparkan dua dimenensi
yakni; kemampuan individual dan faktor lingkungan. Kemampuan
individual yaitu mengacu pada kapasitas individual untuk
21
mengembangkan kemampuan proses kognisi, menganalisis dan
komunikasi. Kemudian kemampuan individual dibagi menjadi tiga
indikator kunci yaitu penggunaan media, pemahaman kritikal (disebut juga
kompetensi personal), dan kemampuan berkomukasi dan partisipasi
(kompetensi sosial). Adapun penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:
1. kemampuan teknikal, yaitu kemampuan teknik dalam menggunakan
media. Artinya, seseorang mampu mengoperasikan media atau alatnya
(komputer, dll) dan memahami semua jenis instruksi yang ada
didalamnya. Didalam Kemampuan teknikal ini mencakup kemampuan
dalam berinternet dan menggunakan komputer. Keseimbangan
menggunakan media, dan penggunaan internet pada tingkat lanjut.
2. Pemahaman Kritikal, dalam bagian ini mengisyaratkan sebuah aspek
yang berkaitan dengan pemahaman dan evaluasi konten dan media.
Bagian ini terbagi lagi menjadi tiga bagian pemahaman mengenai
konten media dan fungsinya, pengetahuan mengenai media dan
regulasi media, dan prilaku pengguna. Pada bagian pertama, yaitu
pemahaman mengenai media dan fungsinya ini berisikan memahami
isi dari informasi, Pemahaman mengenai konten dan konteksnya
menunjukan kemampuan individu membaca dan memahami pesan
atau isi media. Hal ini mengisyaratkan mencakup proses kognitif yang
mempengaruhi praktek pengguna dalam menghadapi informasi yang
mereka dapatkan. Bagian kedua, pengetahuan mengenai media dan
regulasi media yaitu diamana posisi peraturan-peraturan mengenai
media atau peraturan jurnalistik serta peraturan UU ITE menjadi
22
pinjakan untuk mengevaluasi system media dan fungsinya, hal Ini
mencakup pengetahuan tentang konvensi, peraturan dan norma-norma
yang berdampak pada media, dan hukum, pihak berwenang,
pengetahuan tentang pemangku kepentingan. Ketiga prilaku pengguna,
pada bagian ini didasarkan pada kemampuan semiotik dan linguistik,
dan memungkinkan pengguna untuk mengeksplorasi, mendapatkan
dan menggunakan informasi, untuk kontekstualisasi itu, untuk
mengevaluasi, menganalisis dan menyadari validitas dan utilitas dalam
kaitannya dengan menetapkan tujuan. Meta pengetahuan diperlukan
dalam pemahaman kritikal, yang memungkinkan pengguna untuk
mengevaluasi aspek media dengan cara membandingkan jenis dan
sumber informasi yang berbeda, dan tiba pada kesimpulan tentang
kebenaran dan kesesuaian, serta membuat pilihan informasi (Tornero,
Paredes, Giraldo, Tejedor, Fernandez. 2010).
3. kemampuan berkomukasi dan partisipasi (kompetensi sosial)
merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan komunikasi dan
membangun relasi sosial melalui media internet serta mampu
memproduksi konten pada media internet. Adapun tiga komponen
dalam bagian ini yaitu, hubungan sosial yaitu kemampuan untuk
membangun relasi sosial, berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat
melalui media sosial, dan kreasi konten yaitu kemampuan membuat
dan memproduksi konten pada media internet.
Dari paparan beberapa ahli di atas memiliki garis benang merah
bahwa dalam literasi media baru seseorang harus dapat mengakses dalam
23
artian memiliki kemampuan teknikal, kemudian dapat menganalisis dan
mengevaluasi atau kemampuan kritikal, dan terakhir kemampuan untuk
berkomunikasi dan berpartisipasi melalui media online. Dalam penelitian
ini, peneliti akan menggunakan tiga komponen sebagaimana disebutkan di
atas yaitu komponen kemampuan teknikal, kemampuan analitik, dan
kemampuan berkomunikasi dan berpartisipasi.
2.6.2 KARAKTERISTIK LITERASI MEDIA
Istilah literasi media baru sering disamakan dengan digital literacy
atau literasi digital karena media baru dapat dikatakan identik dengan
media digital, meskipun tidak selalu berarti Internet. Menurut Media
Awareness Network (dengan memadukan rumusan dari National
Broadband Plan Connecting Maerican Section 9.3, Digital Britain Media
Literacy Working Group Section 3.16, dan Australia's Digital Economy:
Future Directions, p. 44), definisi mengenai literasi digital yang sudah
cukup dikenal adalah:
"Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
menggunakan berbagai perangkat lunak aplikasi media digital,
perangkat keras seperti komputer, telepon selular, dan teknologi
internet; kemampuan untuk secara kritis memahami konten media
digital dan aplikasinya; dan pengetahuan dan kapasitas untuk
menciptakan isi media dengan teknologi digital".
Berdasarkan definisi tersebut, terdapat tiga komponen yang
menjadi karakteristik literasi digital, yaitu:1 Pertama, use (menggunakan).
Menggunakan merupakan keahlian teknis yang dibutuhkan untuk terlibat
dengan komputer dan internet. Keahlian ini membentuk dasar untuk
1 https://cira.ca/sites/default/files/attachments/publications/wp-cif-digital-literacy-
backgrounder.pdf
24
pengembangan literasi digital yang lebih dalam. Keterampilan teknis yang
penting meliputi kemampuan untuk menggunakan program komputer
seperti pengolah kata, web browser, e-mail, dan alat komunikasi lainnya.
Untuk mengembangkan keterampilan ini, warga harus memiliki akses dan
dapat memanfaatkan peralatan dan sumber daya dengan nyaman seperti
layanan broadband, komputer, perangkat lunak, mesin pencarian Internet,
dan database online.
Kedua, mengerti yaitu kemampuan untuk memahami,
mengontekstualisasikan, dan mengevaluasi media digital secara kritis.
Individu harus menyadari pentingnya melakukan evaluasi secara kritis
dalam memahami bagaimana konten dan aplikasi media digital dapat
mencerminkan, membentuk, meningkatkan atau memanipulasi persepsi
kita, keyakinan kita, dan perasaan kita tentang dunia di sekitar kita.
Sebuah pemahaman kritis tentang media digital memungkinkan individu
untuk menuai keuntungan - dan mengurangi resiko - serta berpartisipasi
penuh dalam masyarakat digital. Keterampilan ini mencakup juga
pengembangan keterampilan manajemen informasi dan penghargaan
terhadap hak dan tanggung jawab terhaap kekayaan intelektual. Individu
perlu tahu bagaimana menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan
informasi secara efektif untuk berkomunikasi, berkolaborasi dan
memecahkan masalah dalam kehidupan pribadi dan profesional.
Ketiga, memproduksi yaitu kemampuan untuk membuat konten
dan berkomunikasi secara efektif menggunakan berbagai alat media
digital. Produksi konten dengan menggunakan media digital tidak sekedar
25
kemampuan untuk menggunakan pengolah kata atau menulis email:
namun termasuk di dalamnya kemampuan berkomunikasi dalam berbagai
konteks khalayak; untuk membuat konten dan berkomunikasi dengan
menggunakan berbagai format seperti gambar, video, dan suara; dan untuk
secara efektif dan bertanggungjawab memanfaatkan fasilitas "Web 2.0
user-generated content" seperti blog dan forum diskusi, berbagai video dan
foto, game sosial, dan bentuk lain dari media sosial. Kemampuan untuk
membuat dengan media digital memastikan bahwa seseorang tidak hanya
konsumen pasif tetapi secara aktif berkontribusi dalam masyarakat digital.
2.6.3 LEVEL KOMPETENSI LITERASI MEDIA
Tingkatan level kompetensi literasi media di bagi menjadi tiga
level (EuropeanCommission, 2009); pertama level basic, pada level ini
Individu memiliki seperangkat kemampuan yang memungkinkan
penggunaan dasar media. Individu dalam tingkatan ini masih memiliki
keterbatasan dalam penggunaan media internet. Pengguna mengetahui
fungsi dasar, dan digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu tanpa arah yang
jelas. kapasitas pengguna untuk berpikir secara kritis dalam menganalisis
informasi yang diterima masih terbatas. Kemampuan komunikasi melalui
media juga terbatas. Kedua, level medium, pada level ini Individu sudah
fasih dalam penggunaan media, mengetahui fungsi dan mampu
melaksanakan fungsi-fungsi tertentu, menjalankan operasi yang lebih
kompleks. Pengguna media internet dapat berlanjut sesuai kebutuhan.
Pengguna sudah cukup bagus menganalisa dan mengevaluasi konten
media dan menilai informasi yang dia butuhkan, serta menggunakan
26
strategi pencarian informasi tertentu, dan yang terakhir adalah level
advanced, Individu pada tingkatan ini sangat aktif dalam penggunaan
media, menjadi sadar dan tertarik dalam berbagai regulasi yang
mempengaruhi penggunaannya. Pengguna memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang teknik dan bahasa serta dapat menganalisis kemudian
mengubah kondisi yang mempengaruhinya. Dapat melakukan hubungan
komunikasi dan penciptaan pesan. Dibidang sosial, pengguna mampu
mengaktifkan kerjasama kelompok yang memungkinkan dia untuk
memecahkan masalah.
1.7. MODEL PENELITIAN
Berangkat dari kerangka pemikiran di atas, maka model penelitian
ini di modifikasi berdasarkan kebutuhan dan kecocokan pada objek
penelitian, sehingga beberapa komponen kompetensi individual sebagai
alat ukur untuk melihat literasi media oleh Celot and Perez untuk
European Commission (2009), terdiri dari tiga komponen yaitu;
kemampuan teknikal, pemahaman kritikal, dan kemampuan
berkomunikasi dan partisipasi seperti terlihat pada gambar berikut:
27
Gambar 1.1
Model Penelitian
Berdasarjan gambar 1.1 di atas, komponen tersebut di interpretasikan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Kemampuan Teknikal
Untuk mengakses media baru (internet) siswa harus memiliki
pijakan penghantar yaitu kompetensi digital, maka dari itu dalam
komponen ini menggambarkan penggunaan internet dan komputer
(akses TIK) siswa, selain itu secara rinci kemampuan teknikal pada
penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian, Pertama kemampuan
berkomputer dan kemampuan berinternet, pada bagian ini peneliti
mengambil indikator dari Kompetensi digital oleh Europe
Commission (2012), kedua kemampuan menggunakan internet
28
secara aktif dan seimbang yaitu siswa menggunakan internet untuk
berbagai macam tujuan (informasi, tugas sekolah, hiburan,
komunikasi). Dalam penelitian ini dirtarik kesimpulan penggunaan
media secara aktif dan seimbang adalah dimana siswa
menggunakan internet untuk mencari informasi, berkomunikasi,
menunjang proses pembelajaran, dan hiburan. Dalam penelitian ini
tidak menggunakan bagian penggunaan internet pada tingkat lanjut
karena pada dasarnya kemampuan internet sudah dapat diukur pada
bagian sebelumnya.
2. Kemampuan Kritikal dalam informasi, terdiri dari tiga komponen
yaitu memahami konten dan fungsinya, memiliki pengetahuan
mengenai media dan regulasi, dan prilaku pengguna. memahami
konten dan fungsinya peneliti menginterpretasikan kemampuan
siswa menganalisis kelengkapan informasi artinya siswa
mengamati atau membaca keseluruhan teks, memperhatikan unsur
5w+1 h, mengetahui genre tulisan apakah tulisan tersebut editorial,
berita, fiksi, real, opini, informasi, narasi, deskripsi selain itu siswa
mengetahui jenis berita berita dan memperhatikan faktualitas
berita. Kemudian dapat mengetahui klasifikasi sumber informasi
(web) atau mengetahui segmentasi media atau sistus yang menjadi
sumber informasi dan dapat mengkalsifikasi system interaksi
seperti media sosial. kedua, pengetahuan mengenai media dan
regulasi artinya siswa dapat menganalisis media dengan
mengetahui pemilik media, kepentingan media, dan mengetahui
29
proses produksi berita dan informasi (produksi, distribusi, dan
konsumsi) kemudian siswa dapat menilai informasi berdasarkan
regulasi artinya siswa mengetahui undang-undang ITE dan kode
etik jurnalistik serta mengetahui UUG ITE. Ketiga, prilaku
pengguna, prilaku adalah sebuah tindakan nyata dari siswa dalam
menggunakan internet. Dalam penelitian ini diartikan siswa dapat
menguji realibilitas informasi, dan menilai kredibilitas informasi,
dapat menilai relevansi dengan kebutuhan mereka.
3. Kemampuan berkomunikasi dan berpartisipasi adalah; kemampuan
berkomunikasi dan membangun relasi sosial melalui media online,
kemampuan berpartisipasi dengan masyarakat melalui media
online, dan kemampuan untuk memproduksi dan mengkreasikan
konten media.
1.8. KERANGKA KONSEPTUAL
Berdasarkan model penelitian diatas maka konsep-konsep yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan individual sebagai
konsep literasi media baru (European Commission. 2009). Kemampuan
Literasi media baru dalam penelitian ini dipahami sebagai kemampuan
teknikal, pemahaman kritikal, dan kemampuan komunikasi dan partisipasi
melalui online, yang dimiliki oleh Siswa SMAN 1 Patuk. Untuk lebih
detail maka operasional dari konsep tersebut, akan dijelaskan sebagai
berikut:
30
1.8.1. Kemampuan teknikal
Kemampuan teknikal dalam penelitian ini adalah kemanpuan siswa
dalam menggunakan komputer dan internet. Adapun indikator dalam
kemampuan menggunakan komputer (komputer skill) ini adalah siswa
dapat meng-copy dan memindahkan file (data) atau folder, siswa dapat
memindahkan file (data) ke flashdisc, menggunakan aplikasi Office (Word,
Excel, Powerpoint), mengecilkan format data, menyambungkan dan
menginstal modem. Sedangkan indikator dalam kemampuan
menggunakan internet (Internet skill) yakni siswa dapat menggunakana
mesin pencari untuk menemukan informasi (google, dll), Mengirimkan file
melalui email, mengirimkan pesan ke dalam chatroom (WA, BBM, YM,
dll), Menggunakan internet untuk melakukan panggilan, mengunggah dan
mengambil musik, gambar, tulisan, film, atau music, siswa dapat membuat
blog, dan siswa dapat mengubah pengaturan keamanan browser internet.
Selain melihat kemampuan siswa dalam menggunakan komputer
dan internet, pada bagian ini juga dilihat kemampuan siswa dalam
menggunakan internet secara aktif, seimbang dan berkelanjutan.
Kemampuan dalam kategori ini dapat dilihat dari aktifitas siswa
berinternet yang meliputi keseimbangan antara membaca berita, hiburan,
belajar, dan komunikasi. Selain itu, kemampuan siswa menggunakan
internet untuk transaksi jual beli, dan kemampuan siswa menggunakan
internet untuk mendukung transaksi perbankan.
31
Tabel 1.1
Tabel operasional kemampuan teknikal
KRITERIA KOMPONEN INDIKATOR
Kemampuan
teknikal
Keterampilan komputer
Dapat meng-copy dan
memindahkan file atau
folder
Dapat mengirimkan file
ke flashdisc
Dapat menggunakan
aplikasi Powerpoint
Dapat menggunakan
aplikasi Excel
Dapat mengecilkan
format data
Dapat menyambungkan
dan menginstal
modem
dapat meng-update,
meng-instal software
Keterampilan internet Dapat menggunakan
mesin pencari untuk
menemukan informasi
Mengirimkan file
melalui email
Mengirimkan pesan
ke dalam chatroom
(WA, BBM, YM, dll).
Menggunakan
internet untuk
melakukan panggilan
Mengunggah dan
mengambil musik,
gambar, tulisan, film,
atau music
mengambil musik,
gambar, tulisan, film,
atau music dari
website
membuat Blog
Mengubah pengaturan
keamanan browser
internet
32
Kemampuan
menggunakan internet
secara aktif, seimbang dan
berkelanjutan
Menggunakan media
internet untuk
berbagai kebutuhan
(membaca berita,
hiburan, belajar, dan
komunikasi
menggunakan internet
untuk transaksi jual
beli
Menggunakan
internet untuk
keperluan transaksi
perbankan
1.8.2. Pemahaman Kritikal
Pemahaman kritikal dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa
memahami konten dan fungsi media, regulasi media dan perilaku siswa
ketika berinteraksi dengan internet. Terkait dengan pemahaman siswa
terhadap konten dan fungsi media, dalam hal ini dapat dilihat dari empat
hal yaitu: siswa memperhatikan teks yang dibaca di internet; mampu
menganalisis konten media; mampu mengklasifikasikan website yang
dikunjungi; dan mampu mengklasifikasikan platform media dan sistem
interaksi yang digunakan media.
Bagian kedua dari pemahaman kritikal adalah pengetahuan tentang
media dan regulasi, pada bagian ini siswa memahami tentang media yang
diakses maksudnya adalah siswa mengetahui latar belakang kemilikan
media tersebut, kepentingan media tersebut, serta mengetahui proses
proses prodksi berita dan informasi, selanjutnya siswa juga mengetahui
regulasi media dalam hal ini siswa mengetahui kode etik jurnalistik dan
mengetahui UUD ITE untuk melihat bagaimana prilaku positif dan negatif
siswa dalam menggunakan internet.
33
Bagian ketiga, dalam pemahaman kritikal adalah prilaku pengguna.
Dalam prilaku pengguna ini melihat bagaimana kepercayaan siswa
terhadap informasi yang mereka temukan, artinya siswa mengejar
kebeneran sebuah informasi misalnya dengan membandingkan dengan
situs atau sumber lainnya, mempertimbangkan realibilitas informasi, dan
melihat kredibilitas informasi dengan menganalisis penulis informasi, serta
siswa juga dapat menilai relevansi informasi dengan kebutuhan mereka.
Tabel 1.2
TABEL PEMAHAMAN KRITIKAL
KRITERIA KOMPONEN INDIKATOR
Kemampuan Kritikal Memahami konten dan
fungsi media Siswa dapat membaca teks
Menganalisis konten
Mampu mengklasifikasikan
website
Mampu mengklasifikasikan
platform media dan sistem
interaksi
Pengetahuan tentang
media dan regulasi
media
Siswa memahami tentang
media yang diakses.
Siswa mengetahui regulasi
media
Siswa mengetahui
kepemilikan media
Siswa mengetahui regulasi
internet
perilaku pengguna
(realibilitas, kredibilitas,
dan relevansi informasi)
Siswa dapat menguji
realibilitas informasi
Siswa membandingkan satu
situs dengan situs lainnya
Siswa mengetahui latar
belakang penulis
Siswa dapat menilai relevansi
informasi
34
1.8.3. Kemampuan berkomunikasi dan partisipasi
Dalam hal ini peneliti mengeksplorasi kemampuan remaja dalam
melakukan komunikasi dan membangun relasi sosial melalui media
internet atau sosial serta mampu memproduksi konten di media sosial.
Indikator dalam konsep ini adalah siswa memiliki akun pribadi dalam
media sosial, selain itu mereka juga mengikuti kelompok atau organisasi-
organisasi online tak hanya itu mereka juga aktif dalam organisasi tersebut
untuk berdiskusi dan berpartisipasi, dan mereka mampu membuat konten
media serta berkreasi melalui media online.
Tabel 1.3
Tabel Kemampuan komunikasi dan partisipasi
KRITERIA KOMPONEN INDIKATOR
Kemampuan
Komunikasi dan
Partisipasi
Hubungan Sosial Siswa mampu menjalin
hubungan sosial secara online
Partisipasi
Warganegara Siswa bergabung dengan
komunitas (group) online
Siswa aktif dalam komunitas
online
Siswa memanfaatkan pelayanan
publik yang tersedia secara
online
Siswa berpartisipasi dalam
polling penyelenggaraan hak
warganegara ( Petisi, dll)
Kreasi Konten Siswa dapat membuat membuat
konten dengan menggunakan
proses produksi media berupa
video, gambar, poto
Siswa memiliki pengalaman
membuat dan mempublikasikan
karya konten yang orisinil
dengan memperhatikan unsur
metalinguistik
35
1.9. METODE PENELITIAN
Menurut Bagman dan Taylor (Moleong. 2007: 4) mendefinisikan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati. Sedangkan Kirk dan Miller (Sudarto. 1995: 62)
mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam
ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya.
Secara umum penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami
(understanding) dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku
masyarakat menurut perspektif masyarakat itu sendiri.
penelitian kualitatif adalah salah satu metode untuk mendapatkan
kebenaran dan tergolong sebagai penelitian ilmiah yang dibangun atas
dasar teori- teori yang berkembang dari penelitian dan terkontrol atas dasar
empirik. Jadi dalam penelitian kualitatif ini bukan hanya menyajikan data
apa adanya melainkan juga berusaha menginterpretasikan korelasi sebagai
faktor yang ada yang berlaku meliputi sudut pandang atau proses yang
sedang berlangsung. Sedangkan metode penelitian kualitatif menurut
Lexy J. Moleong berdasarkan pada pondasi penelitian, paradigma
penelitian, perumusan masalah, tahap-tahap penelitian, teknik penelitian,
kriteria dan teknik pemeriksaan data dan analisis dan penafsiran data.
Berpijak dari penelitian diatas penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Bagaimana Kompetensi Literasi Media Baru Siswa SMAN 1
36
Patuk Gunung Kidul, dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-
apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,
mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini
terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini
bertujuan untuk memperoleh informasi- informasi mengenai keadaan yang
ada (Mardalis. 1999: 26) . Pada hakikatnya penelitian deskriptif kualitatif
adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu
objek dengan tujuan membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena yang
diselidiki (Cevilla, dkk. 1993:73).
Bahwasanya penelitian deskriptif kualitatif dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang yang
sementara berlangsung (Cevilla, dkk. 1993:71). Pada hakikatnya penelitian
deskriptif kualitatif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek dengan tujuan membuat deskriptif, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau
fenomena yang diselidiki (Cevilla, dkk. 1993:73).
1.9.1. INFORMAN PENELITIAN
Penentuan informan dalam penelitian ini Berdasarkan uraian
tersebut di atas, maka jumlah informan yang digunakan dalam penelitian
ini berjumlah 10 orang yang terdiri 10 orang siswa jenis laki-laki dan
perempuan, rentan usia 15-17 tahun, dan siswa yang duduk di bangku
37
kelas 10, 11, dan 12. Adapun nama informan dalam penelitian ini, sebagai
berikut:
1. NAMA : Eka Wahyu Budi Asih
Jenis kelamin : Perempuan
ALAMAT : Krakatan, Beji, Patuk Gunung kidul
Kelas :XII
TTL : Gunungkidul, 11 juni 1998
Usia : 17 tahun
Sosial media :FB, TWITTER, PATH, IG, WA
2. NAMA : Lisiya fatma umami
Jenis kelamin : Perempuan
ALAMAT : Karang, Nglegi, Patuk, Gunung Kidul
Kelas :XII
TTL : Jakarta, 16 November 1998
Usia : 17 tahun
Sosial media :FB, TWITTER, IG, WA
3. NAMA : Aji Ahmad Atyawan
Jenis kelamin : Laki-laki
ALAMAT : Karang, Beji, Patuk Gunung kidul
Kelas :XII
TTL : Gunungkidul, 29 Maret 1998
Usia : 17 tahun
Sosial media :FB, TWITTER, IG, WA
4. NAMA : Annas Purbaningrum
38
Jenis kelamin : Perempuan
ALAMAT : SENDANGSARI, PUTAT, PATUK, GunungKidul
Kelas :XI
TTL : Gunungkidul, 11 Mei 1999
Usia : 16 tahun
Sosial media :FB, IG
5. NAMA : Ika Nur Atamimi
Jenis Kelamin : Perempuan
ALAMAT : Widorokulon, Bunder, Patuk, Gunung kidul
Kelas :XI
TTL : Gunungkidul, 29 MARET 1999
Usia : 16 tahun
6. NAMA : Try Bagus Stya Permana
Jenis kelamin : Laki-laki
ALAMAT :
Kelas :XI
TTL :
Usia :
Sosial media :FB, TWITTER, IG, Line
7. NAMA : Berlin Fanta R
Jenis kelamin : Perempuan
ALAMAT : Doga, Nglanggeran, Patuk, Gunung kidul
Kelas :X
TTL : Gunungkidul, 29 september 2000
39
Usia : 15 tahun
Sosial media :
8. NAMA : Retno Pertiwi
Jenis kelamin : Perempuan
ALAMAT : Krakatan, Beji, Patuk Gunung kidul
Kelas :X
TTL : Gunungkidul, 26 Desrmber 1999
Usia : 15 tahun
Sosial media :FB, TWITTER, IG, WA, bbm
9. NAMA : Mahesa Eksa Damaris
Jenis Kelamin : Laki-laki
ALAMAT : Nglipar, kedungkeris. Gunungkidul
Kelas :X
TTL : Gunungkidul, 28 Agustus 2000
Usia : 15 tahun
Sosial media : IG
10. NAMA : Adi Setiawan
Jenis Kelamin :Laki-laki
ALAMAT : Kebonjero,Pengkol, nglipar, Gunung kidul
Kelas :X
TTL : Gunungkidul, 12 Oktober 1999
Usia : 16 tahun
Sosial media :FB,
40
1.9.2. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pada penjelasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa penelitian ini
menggunakan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data yang akan
dilakukan untuk melihat Kompetensi Literasi Media Baru pada siswa
SMAN 1 Patuk maka akan dilakukan beberapa tahapan diantaranya:
1. Observasi atau pengamatan lapangan
Dari observasi pra penelitian ini peneliti melihat fenomena yang
terjadi dan menelisik keberadaan dan peran internet pada remaja di
SMAN 1 Patuk. Observasi dilakukan pada bulan juli 2015. Observasi
yang dilakukan oleh penulis yaitu meliputi observasi penyediaan
internet di sekolah, fasilitas atau alat yang digunakan siswa untuk
mengakses internet, aktifitas siswa dalam menggunakan internet baik di
sekolah, di rumah, dan di warung internet.
2. Focus Discussion Group
Focused Group Discussion (FGD) sebagai metode penelitian,
maka FGD adalah sebuah upaya yang sistematis dalam pengumpulan
data dan informasi
Proses dalam pelaksanaan FGD telah dilakuakan pada tanggal 6
Februari 2016 terhadap remaja wilayah pedesaan yaitu siswa SMAN 1
patuk, yang terdiri dari 10 peserta dan tim FGD yang terdiri dari satu
moderator, satu notulen, satu dokumentasi, dan satu orang bagian
konsumsi. Di awal Proses FGD peserta akan dibagikan lembar biodata
dan surat pernyataan, setelah itu moderator langsung ke inti acara yakni
41
melemparkan pertanyaan kepada 10 peserta FGD berdasarkan panduan
daftar pertanyaan FGD, adapun proses kegiatan FGD di rekam dengan
alat perekam (camera, video recorder, voice recorder).
3. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan mencari data atau informasi melalui dokumen, jurnal ilmiah,
buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia.
Penulusuran dokumen untuk pengumpulan data dari kegiatan atau
aktifitas siswa berinternet. Kolaborasi dari ketiga teknik tersebut
membantu penulis menemukan data yang komprehensif.
1.9.3. TEKNIK ANALISIS DATA
Sesuai karakteristik penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus,
maka analisis data dilakukan sepanjang proses berlansungnya penelitian.
Data yang berahsil dikumpulkan diklasifikasikan kemudian bergerak ke
arah pembentukan kesimpulan. Proses analisis data didasarkan pada
penyederhanaan dan interpretasi data yang dilaksanakan sebelum, selama
dan sesudah proses pengumpulan data. Proses ini terdiri dari tiga sub
proses yang saling berkaitan yaitu data reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification (Miles dan Huberman, 1992:15-20).
Berdasarkan pada pendapat di atas, maka transkrip interview serta
hasil- hasil observasi yang telah terkumpul dilakukan tahapan analisis
sebagai berikut:
42
1. Reduksi data/data reduction, yaitu proses pemilihan, pengklarifikasian,
pengabstraksian atau transparansi data yang diperoleh di lapangan baik
melalui observasi maupun wawancara kepada informan pangkal dan
informan kunci. Reduksi data merupakan bentuk analisis menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data sehingga kesimpulan dapat ditarik dan
diferifikasi.
2. Penyajian data/Data Display, yaitu sekumpulan informasi dan data
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
mengambil tindakan. Penyajian tersebut bisa dalam bentuk uraian,
grafik, dan bagan.
3. Penarikan kesimpulan/Conclusion, yaitu penganalisaan akhir yang
diperoleh berdasarkan hasil reduksi data dan penyajian data.
43
BAB II
REMAJA DAN LITERASI MEDIA BARU "INTERNET"
2.1 INTERNET SEBAGAI ELEMEN DARI NEW MEDIA
Internet telah menciptakan revolusi yang sangat tidak terduga
dalam dunia teknologi, informasi maupun komunikasi. internet
(interconnection networking) sendiri adalah jaringan komunikasi global
yang terbuka dan menghubungkan jutaan bahkan milyaran jaringan
komputer dengan berbagai tipe dan jenis, dengan menggunakan tipe
komunikasi seperti telepon, satelit dan lain sebagainya. Istilah new media
seringkali dikaitkan dengan internet, karena internet merupakan
manifestasi dari new media.
Definisi lain dari new media dalam hubungannya dengan internet
seperti dinyatakan Terry Flew (2005: 2) Those forms that combine the
three Cs: computing and information technology (IT), communications
networks, and digitised media and information content, arising out of
another process beg inning with a "C" that of a convergence. Berdasarkan
definisi di atas, new media dapat diartikan sebagai bentuk-bentuk yang
menggabungkan 3C yakni: teknologi informasi (computing and
information technology (IT)), jaringan komunikasi (communication
networks), konten media (content media), yang muncul dari suatu proses
konvergen.
44
Gambar 2.1
Bagan Konvergensi Media (Flew. 2005: 3)
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa internet dan World Wide Web
merupakan hasil dari penggabungan ketiga C tersebut. Internet merupakan suatu
teknologi yang menggambarkan secara jelas properti-properti seperti konvergen,
digital networking, global reach, interaktivitas dan many-to-many communication,
serta suatu bentuk media yang mengizinkan penggunaannya menjadi pencipta
maupun pengguna isi atau pesan (Flew. 2005: 15), singkatnya media baru adalah
sebuah terminology untuk menjelaskan konvergensi antara teknologi komunikasi
digital yang terkomputerisasi serta terhubung ke dalam jaringan. Contoh dari
media yang sangat merepresentasikan media baru adalah internet. Program
45
televisi, film, majalah, buku, surat kabar dan jenis media cetak lain tidak termasuk
media baru (Flew, 2005: 2)
Ditambahkan oleh van Dijk (2006: 4-9), media baru adalah media
yang dikarakteristikkan oleh integrasi, interaktivitas, dan menggunakan
kode digital. Dengan pengertian ini, istilah media baru sering
dipertukarkan dengan istilah multimedia, media interaktif, dan media
digita. Untuk memperjelas karakteristik pada media baru, maka Van Djik
membaginya sebagai berikut (Dijk, 2006: 4-9):
1. Integrasi (Integration)
Karakteristik utama media baru secara struktural adalah
integrasi antara telekomunikasi, data komunikasi, dan komunikasi
massa dalam satu media tunggal. Ini yang disebut proses konvergensi.
Karena itu, media baru sering disebut multimedia. Integrasi dapat
terjadi pada salah satu ranah berikut.
a. Infrastruktur-misalnya menggabungkan sambungan transmisi
dengan peralatan yang berbeda untuk telepon dan komunikasi
data komputer.
b. Transportasi-misalnya telepon Internet dan web TV
menumpang pada televisi satelit atau televisi kabel.
46
c. Manajemen-misalnya sebuah perusahaan kabel yang terjun
menggeluti layanan telepon dan sebuah perusahaan telepon
yang terjun menggeluti televisi kabel.
d. Layanan-misalnya kombinasi layanan komunikasi dan
informasi di Internet.
e. Jenis data-menyatukan suara, data, teks, dan gambar. Integrasi
ini mengarah pada penggabungan bertahap telekomunikasi,
komunikasi data, dan komunikasi massa, bahkan mungkin
perbedaan makna ketiga istilah ini akan hilang.
2. Interaktivitas (Interactivity)
Karakter struktural media baru yang kedua dalam revolusi
komunikasi adalah kemunculan media interaktif. Secara umum,
interaktivitas adalah urutan aksi dan reaksi. Van Dijk dan de Vos
(2001) menawarkan definisi operasional interaktivitas yang seharusnya
berlaku untuk komunikasi tatap muka. Kedua peneliti ini
mendefinisikan interaktivitas pada empat tingkat akumulatif-dengan
landasan bahwa konsep interaktivitas bersifat multidimensi. Pada level
pertama, interaktivitas adalah kemungkinan untuk membangun
komunikasi dua sisi atau multilateral komunikasi. Ini adalah dimensi
ruang. Semua media digital menawarkan kemungkinan ini sampai
batas tertentu.
47
Level kedua interaktivitas adalah derajat sinkronisitas. Ini
adalah dimensi waktu. Hal ini juga diketahui bahwa urutan aksi dan
reaksi (yang tidak terganggu) biasanya meningkatkan kualitas
interaksi. Level ketiga interaktivitas adalah cakupan kontrol yang
dilakukan oleh para pihak yang berinteraksi. Ini adalah dimensi
perilaku, yang didefinisikan sebagai kemampuan pengirim dan
penerima untuk berganti peran setiap saat. Dengan kata lain, ini
tentang kontrol atas peristiwa dalam proses interaksi. Interaktivitas
dalam hal kontrol adalah dimensi yang paling penting dalam semua
definisi interaktivitas dalam kajian media dan komunikasi. Level
keempat dan tertinggi interaktivitas adalah bertindak dan bereaksi
dengan memahami makna dan konteks. Ini adalah dimensi mental-
kondisi yang diperlukan untuk interaktivitas penuh, misalnya, dalam
percakapan fisik dan komunikasi melalui komputer.
3. Kode Digital (digital code)
Kode digital merupakan karakteristik media secara teknis yang
hanya digunakan untuk mendefinisikan bentuk baru operasi media.
Namun, kode digital memiliki konsekuensi yang besar besar untuk
komunikasi. Kode digital berarti bahwa dalam menggunakan teknologi
komputer, setiap sitem informasi dan komunikasi dapat diubah dan
ditransmisikan dalam bentuk rangkaian satu dan nol yang disebut bit.
Kode buatan ini menggantikan kode alami pembuatan serta transmisi
informasi dan komunikasi analog. Efek besar pertama dari
48
transformasi semua isi media dalam kode digital yang sama adalah
keseragaman dan standarisasi isi. Bentuk dan substansi tidak dapat
dipisahkan dengan mudah seperti yang dikira oleh banyak orang.
McQuail (1987) memaparkan ciri-ciri utama media baru
dibandingkan dengan media konvensional, yaitu:
a. Desentralisasi, pengadaan dan pemilihan berita tidak lagi
sepenuhnya ada di tangan pemasok komunikasi.
b. Kemampuan tinggi, pengantaran melalui kabel dan satelit
mengatasi hambatan komunikasi yang disebabkan oleh pemancar
siaran lainnya.
c. Komunikasi timbal balik (interactivity), penerima dapat memilih,
menjawab kembali, menukar informasi dan dihubungkan dengan
penerima lainnya secara langsung.
d. Kelenturan (fleksibilitas) bentuk, isi dan penggunaan.
Konvergensi adalah bentuk kerja dari internet, konvergensi
menyebabkan perubahan radikal dalam penanganan, penyediaan,
distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik visual, audio,
data dan sebagainya (Preston, 2001).
Dari paparan mengenai media baru yang merujuk pada
internet, menunjukan bahwa interenet adalah bentuk dari konvergensi,
sinergei, media internet juga memiliki karakter sebagai link medium
yang tak kenal batas (Wahyuni. 2013). Membahas mengenai
49
konvergensi, seperti yang kita ketahui internet memicu pertumbuhan
surat kabar online, dan situs online penyedia berita atau informasi. Di
Indonesia sendiri terdapat lebih dari 70 surat kabar online2 dan banyak
sekali situs penyedia berita atau informasi seperti situs, belum lagi
Google yang berisikan ribuan informasi baik dalam berbentuk buku,
jurnal, dan article yang memudahkan siapa saja dalam menemukan
apa yang mereka butuhkan. Hadirnya media online, memang
menawarkan kemudahan dan kepraktisan dalam mengakses berita
namun hal ini memberikan ancaman tersendiri mengenai keakuratan
informasi dan berita.
Keakuratan informasi dan berita online Indonesia menuai
banyak sekali polemik, seperti yang terjadi baru-baru ini Polri
mengusut pemberitaan palsu menyangkut bom Sarinah di Jakarta3,
dan masih banyak lagi kasus lainnya. Tidak hanya Link berita dan
informasi online, Internet juga menawarkan fasilitas medium yang
sering kita kenal dengan media sosial seperti, Facebook, Tweeter, dll,
hal tersebut adalah suatu bentuk layanan internet untuk pengguna
bersosialisasi atau menjalin hubungan sosial (sosial networking). Di
Indonesia dari 7.000 pengguna internet dari berbagai provinsi 87,4
persennya adalah gemar mengakses media sosial4. Facebook menurut
data yang dipublikasikan statista per Januari 2015 merupakan situs
media sosial terpopuler dengan jumlah pengguna terbanyak di dunia. 2 http://aneka-wacana.blogspot.co.id/2012/06/daftar-surat-kabar-online-seluruh.html 3 http://nasional.tempo.co/read/news/2016/01/16/063736773/polri-buru-penyebar-berita-bohong-
terorisme-di-media-sosial 4 http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150327061134-185-42245/berapa-jumlah-pengguna-
facebook-dan-twitter-di-indonesia/
50
Applikasi chating whatsapp ada di peringkat ke 4 dengan 600 juta
pengguna, instagram dengan 300 juta pengguna di peringkat ke-9 dan
disusul situs microblogging twitter di peringkat ke-10 dengan jumlah
pengguna mencapai 283 juta5.
Internet merupakan media komunikasi yang membuka era
demokrasi baru dengan memberikan kekuasaan pada setiap
penggunanya untuk memproduksi dan menerima informasi dan
hiburan ke dan dari seluruh dunia. Internet merupakan hasil dari
konvergensi teknologi.
2.2. REMAJA DAN INTERNET
Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa, di mulai pada saat anak matang secara seksual dan berakhir saat ia
mencapai usia matang secara hukum (Hurlock. 1999). Masa remaja adalah
masa yang dipenuhi tekanan (Santrock, 2007: 31), artinya pada masa ini
remaja dihadapkan dengan permasalahan, pada masa ini juga remaja
dikatakan masuk dalam krisi identitas dan dalam proses mencari jati diri.
Dalam proses pencaharian jati diri ini, remaja cenderung memiliki sikap
tidak mau diatur, memiliki rasa ingin tahu, dan cenderung menginginkan
eksistensi, terutama remaja yang tumbuh di era internet atau yang lebih
dikenal sebagai generasi X. Generasi X adalah generasi yang lahir pada
tahun 1995- 2010 disebut juga iGeneration, net- Gen atau generasi internet.
Jika generasi Y (lahir pada 1981- 1994) menggunakan teknologi komunikasi
5 https://nandonurhadi.wordpress.com/2015/01/29/data-jumlah-pengguna-media-sosial-per-
januari-2015/
51
instan seperti email, SMS, instan messaging dan media sosial seperti
facebook dan twitter, mereka yang tumbuh dalam generasi Z mampu
mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet
menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik
menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan
dengan dunia maya.
Generasi Z yang masuk dalam kategori Net-Gen (Generasi Internet)
yang mana generasi ini yang lahir pada zaman internet dan besar dalam
teknologi seluler dan komunitas media sosial, dapat kita lihat dan temukan
dimanapun dan kapan saja, remaja atau generasi yang dapat melakukan lima
aktivitas dalam satu kesempatan (Tapscott. 2009). Horrigan (2002) membagi
aktivitas yang dilakukan para pengguna internet menjadi empat kelompok,
yaitu: 1). E-mail ; 2). Fun activities,yaitu aktivitas yang sifatnya untuk
kesenangan atau hiburan seperti men-download video, pesan singkat,
mendengarkan atau mendownload musik, bermain game, chatting; 3).
Information utility, yaitu aktivitas internet untuk mencari informasi, seperti:
informasi produk, informasi travel, cuaca, informasi tentang film, musik,
buku, berita, sekolah, kesehatan, pemerintah,keuangan, pekerjaan, dan
informasi tentang politik; 4). Transaction, yaitu aktivitas transaksi (jual beli)
melalui internet seperti membeli produk, memesan tiket perjalanan, online
banking.
Remaja pada umumnya memiliki kebiasan menghabiskan waktu
bersama internet dan komputer, aktifitas yang dilakukan mendengarkan
musik, bermain game Online, Chating, Googling, dll, semua itu merupakan
52
bagian yang perlu dilengkapi dari hidup mereka (Prensky. 2011). Tak heran
jika Remaja disetiap Negara dewasa ini, baik Negara berkembang dan
Negara maju, pengguna internet pada usia 16-24 tahun memiliki porposi
yang lebih dari usia yang lebih tua seperti Negara Turki (TUIK. 2010). Di
Indonesia sendiri penggunaan internet pada remaja terus meningkat setiap
tahunnya, seperti yang dilangsir dalam situs Tekno.liputan6.com hapir 50%
pengguna internet di Indonesia adalah remaja (2015).
Melihat tingginya penetrasi internet pada remaja, pertanyaan
mengenai aktifitas apa yang dilakukan mereka ketika berinternet menjadi
penting. Beberapa hasil studi menemukan remaja pada umumnya
menggunakan internet untuk hiburan, mengguakan internet untuk kebutuhan
informasi, edukasi, dan kebutuhan sosialisasi mereka (Hidayati. 2009.,
Retno., Santoso. 2014). Internet dianggap sebagai sarana komunikasi yang
lebih komunikatif dan lebih mendalam dari pada melakukan komunikasi
secara tatap muka oleh remaja dewasa ini, (Jochen Peter and Patti M.
Valkenburg), disebut sebagai komunikasi Hyperpersonal, yakni komunikasi
dengan perantara ICT yang secara sosial lebih menarik dibandingkan
komunikasi langsung(Walther dalam Baldwin, 2004:246). anggapan tersebut
sesuai dengan asumsi Blumer mengenai motif penggunaan Internet
(Rakhmat 2007:66), yaitu:
1. Motif Kognitif
Motif kognitif adalah kebutuhan akan informasi aktual,
surveillance, atau eksplorasi realitas. Informan yang didasari dengan
53
motif ini akan berusaha mencari segala macam informasi yang ia
butuhkan lewat berbagai media yang dapat dijangkaunya. Pada motif ini,
penggunaan internet didasari adanya kebutuhan untuk mendapatkan
informasi. Fungsi media massa berupa sosial surveillance, yakni upaya
penyebaran informasi yang obyektif mengenai berbagai peristiwa yang
terjadi di dalam dan di luar lingkungan, menjawab kebutuhan informasi
yang dicari oleh pengguna.
2. Motif Diversi
Motif diversi adalah dorongan dari dalam diri untuk memenuhi
kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan akan hiburan.
3. Motif Identitas Personal
Motif identitas personal adalah kebutuhan akan penggunaan isi
media untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam
kehidupan atau situasi khalayak sendiri.
Berdasarkan motif menggunakan Internet, memang menandakan
bahwa internet dapat memberikan apapun keinginan dari setiap
penggunanya, pandangan positif internet lainnya pada remaja mengenai
dalam hal mencari informasi dan data dengan lebih cepat; dengan adanya
internet kita dapat mencari, mengetahui, mencari suatu informasi atau data
lebih cepat bila dibandingkan dengan kita mencari di buku atau televisi.
kemudian Internet menjadi media penghubung antara individu dengan
individu lainnya lebih cepat dan akurat; dengan adanya internet lahirlah
media komunikasi baru yakni media online, bisa berupa jejaring sosial
54
sekarang ini menjadi salah satu situs internet yang banyak sekali
dikunjungi oleh netter dunia. Antara satu orang dengan orang lainnya
dapat terhubung dengan mudah dan cepat. hadirnya internet ini bisa
membuka wawasan dan pengetahuan mereka akan dunia. Selain itu,
internet juga bisa sarana hiburan seperti bermain game dan hal-hal lainnya,
namun pandangan positif terhadap internet ini, sebanding lurus dengan
dampak-dampak negatifnya.
Kasus yang berhubungan dengan internet dan aplikasi-aplikasi
didalamnya seperti media sosial banyak kita jumpai akhir-akhir ini, seperti
kasus penculikan, dan pembunuhan pada remaja melaui media sosial
misalnya (viva.co. 2012., Kominfo.go.id. 2015), budaya aktifitas remaja
memposting tentang kegiatan pribadinya, curhatannya, serta foto-foto
bersama teman-temannya, dan lokasi mereka mempermudah tindakan
kejahatan pada remaja. Informasi pribadi yang di paparkan oleh remaja
melalui media sosial ini membuka jalan bagi pelaku kejahatan memasang
strategi untuk mellakukan kejahatan seperti kasus Adesarah oleh Hafiz,
yang membuat rencana pembunuhan dan penculikan berdasarkan
informasi lokasi yang di share oleh Ade sarah ke laman media sosialnya
(Kompas.Com. 2016).
Selain kasus penculikan, para remaja yang gemar mengakses
informasi melalui internet mengecam banyak kekhawatiran karena sifat
kebebasan yang ditawarkan oleh internet sehingga banyak sekali berita
atau informasi yang tidak relevan. Berita bohong atau yang sering kita
dengar dengan istilah "Hoax" menjadi santapan kita sehari-hari contohnya
55
berita bohong mengenai kejadian Bom di Sarinah-Jakarta baru-baru ini
yang mengandung unsur propaganda dan menyudutkan Polri (Tempo.co.
2016) hal ini sangat mengganggu stabilitas keamanan Negara. Kasus
lainnya yang tak kalah menggemparkan adalah, akun tweeter
@triomacan2000, akun Twitter @TrioMacan2000 dikenal publik karena
sering memberitakan informasi terkait dengan kasus korupsi melalui
cuitannya di media sosial. Talam postingannya akun tersebut tak sungkan
mencibir pejabat publik, dan melontarkan isu-isu serta tuduhan tanpa dasar
bukti atau data-data resmi, kegeraman pejabat yang merasa dicemarkan
nama baiknya maka akun ini dilaporkan ke pihak berwajib dan kemudian
ditutup (2014).
Akun provokasi lainnya seperti akaun @jarursma pemantik
bentrok antar siswa sma di Jakarta. Akun twitter @jalursma diketahui
menjadi provokator tauran peajar SMAN 109 dengan SMAN 60 di Jalan
Warung Buncit pada Jumat (7/11) malam (2014), akun ini digunakan para
pelajar sebagai sarana mem-bully pelajar sekolah lainnya dalam hal
kekerasan. Setelah terjadi bentrok pada jum'at malam tersebut akun
@JalurSma memposting tulisan "#lateinfo barusanin pukul 11 malam di
depan mall pejaten psycho vs sersan109 di menangkan oleh psicho...
Congrats!!!". Hanya berselang satu menit usai posting diunggah, sebanyak
26 follower @JalurSma segera me-retweet postingan tersebut. Parahnya
akun-akun yang tidak memiliki sumber yang jelas dan sumber informasi
yang sering menyebarkan berita-berita nohong seperti ini banyak diikuti
oleh pengguna terutama pada remaja yang kebanyakan menggunakan
56
internet sebagai sara informasi mereka. Bahayanya lagi biasanya mereka
menjadi medium lain dalam pembagi informasi dapat membahayakan atau
dapat menimbulkan konflik dan meningkatkan eskalasi konflik.
Di era Internet ini, tak sedikit remaja yang terseret keranah hukum
dikarenakan perbuatan tidak menyenangkan seperti penghinaan,
pencemaran nama baik, penistaan, yang mereka ungkapkan di laman
media sosial mereka. Cotohnya kasus Seorang pemuda ditangkap karena
diduga menghina Presiden Recep Tayyip Erdoğan dalam sebuah postingan
di media sosial (Arahman.com. 2016), kasusus di Indonesia sendiri seperti
siswa Sekolah Menengah di Soppeng, Sulawesi Selatan berinisial SRS ini
di digelandang ke Mapolres setempat karena mengomentari pemilihan
kepala daerah (Pilkada) Soppeng dengan nada menghina institusi
kepolisian di lama media sosialnya (infodpesial.net. 2016). Kemudian Nur
Arafah atau Farah, seorang pelajar SMA asal Bogor, divonis 2 bulan 15
hari dengan masa percobaan 5 bulan lantaran terbukti menghina Felly
Fandani via Facebook. (merdeka.com. 2014).
Remaja menggunakan internet hanya untuk berekreasi atau
bersenang-senang, Memang remaja menggunakan teknologi komunikasi
sebagai sara perpanjangan dari komunikasi offline mereka, namun mereka
seharusnya juga dapan memanfaat internet untuk hal yang lebih jauh lagi,
misalnya berpartisipasi secara online (Navarro., Aranda. 2012). Partisipasi
secara online dapat dikategorikan sebagaimana media internet dapat
membantu remaja dalam berhubungan pada kelompok-kelompok atau
forum-forum nasional maupun internasional sehingga dapat menambah
57
pengetahuan, membangun relasi sosial, serta dapat membuat konten media
bersifat informative dan edukatif. Internet merupakan dunia tanpa batas
artinya, semua orang mempunyai hak yang sama di internet. Oleh sebab
itu, internet merupakan dunia yang bebas dimasuki tanpa harus terikat
pada peraturan-peraturan negara tertentu dan tanpa dibatasi oleh batas-
batas wilayah teritorial negara tertentu.
2.3. URGENSI KOMPETENSI LITERASI MEDIA BARU PADA REMAJA
Remaja sebagai pengguna internet, memiliki psikologis yang
sensitive akan membuat remaja sangat gampang lebih awal sangat mudah
diserang gangguan "penyalahgunaan internet" (Chou, Condron & Belland,
2005; Tsai & Lin, 2003). Penggunaan internet yang berlebihan, tidak
memiliki aturan, dan kekacauan yang berhubungan dengan internet
misalnya "keasyikan" menggunakan internet sehingga mengabaikan yang
lain atau menggunakan internet untuk memlampiaskan kemarahan, hal ini
disebut dengan "Internet abuse" atau "Penyalahgunaan Internet"
(Morahan., Martin. 2008). Pembahasan mengenai remaja dan internet
menandakan bahwa betapa pentingnya kemampuan literasi media sekarang
ini khususnya pada remaja.
Tujuan dari literasi media adalah untuk meningkatkan
kesadaranakan berbagai bentuk pesan yang kita temui dalam kehidupan
kita sehari-hari (Europe Commission. 2009) memiliki spirit bagi penelitian
ini, terlebih lagi tidak adanya peran pemerintah yang mencanangkan
pendidikan literasi media pada kurikulum belajar. Walaupun kita memiliki
58
regulasi yang mengatur persoalan mengenai Internet ini namun sebenarnya
pihak kepolisianpun suslit untuk mengawasi laju perkembangan dan
peredaran informasi didalam internet tersebut (Sobirin. 2013).
Literasi media Literasi media adalah "A set of perspectives that we
actively expose ourselves to the media to interpret the meaning of the
messages we encounter. We build our perspectives from knowledge
structures" (Potter. 2011:19), yang artinya adalah satu set perspektif yang
aktif kita gunakan untuk. Konsep literasi sendiri yang dirumuskan oleh
Elizabeth Thoman (Jolls. and Wilson. 2014), di rumuskan dalam lima
kategori sebagai berikut:
1. Seluruh pesan media merupakan konstruksi.
Konsep in imelihat dua aspek penting dari pesan media:
pembuat pesan dan konstruksi. Media tidak merefleksikan realita
eksternal secara sederhana. Realita yang mereka tampilkan merupakan
konstruksi yang dibentuk secara hati-hati dan merupakan hasil dari
banyak faktor penentu. Realita yang kita lihat di media merupakan
realita yang telah dikonstruksi untuk kita oleh orang-orang yang
membuat teks media. Cara pandang kita terhadap realita banyak
didasarkan dari pesan-pesan media yang telah dikonstruksi
sebelumnya. Pesan-pesan media sebenarnya merupakan konstruksi,
meskipun di mata khalayak tampat natural.
2. Pesan media dikonstruksikan dengan cara-caranya sendiri
menggunakan bahasa kreatif.
59
Seperti yang dikatakan Marshall McLuhan, setiap medium
mempunya bahasanya sendiri dan menyusun realita dengan caranya
sendiri. Demikian pula setiap pesan media memiliki "bahasa"
kreatifnya sendiri. Musik menyeramkan dapat mendorong rasa takut
yang lebih besar, pengambilan gambar secara close-up dapat member
kesan intim, headline berita yang besar di surat kabar menunjukkan
signifikansi berita, dan sebagainya. Media yang berbeda akan
memberitakan kisah yang sama, namun mendciptakan kesan dan pesan
yang berbeda. Orang yang memperoleh pengetahuan akan sebuah
sejarah dari film memiliki kesan berbeda dari orang yang memperoleh
sejarah yang sama dari dokumen aslinya.
3. Orang yang berbeda akan memiliki perasaan yang berbeda pula
terhadap pesan yang sama.
Konsep ini memuat dua ide utama, yang pertama yaitu
perbedaan setiap individu memengaruhi beragamnya interpretasi kita
atas pesan yang kita terima dari media massa, dan yang kedua adalah
kesamaan antar individu mencitpakan pemahaman yang serupa di
antara kita. Pemirsa memegang peranan yang penting dalam
menginterpretasi sebuah pesan karena setiap pemirsa memiliki latar
belakang yang berbeda-beda, yang jika digabungkan atau diaplikasikan
dengan sebuah teks akan menghasilkan interpretasi yang berbeda-beda
pula.
60
4. Kebanyakan pesan media dikonstruksi untuk meperoleh dan/atau
kekuasaan.
Sebagian besar media diciptakan sebagai institusi bisnis untuk
menghasilkan uang. Tujuan sebenarnya sebuah program televisi atau
artikel majalah atau koran adalah menciptakan pemirsa untuk dijual
kepada pengiklan atau sponsor. Tujuan sebenarnya sebuah program
televisi, atau artikel dalam sebuah majalah, adalah untuk menciptakan
pemirsa agar produsen media tersebut bisa menjualnya ke sponsor
untuk mengiklankan suatu produk. Menyelidiki tujuan diciptakannya
sebuah pesan juga membuat kita mengetahui hal-hal yang berkaitan
dengan kepemilikan media tersebut dan struktur pengaruh institusi
media di dalam sebuah masyarakat.
5. Media mengandung nilai-nilai dan sudut-sudut pandang.
Dalam melihat pesan yang berusaha disampaikan oleh media,
sangatlah penting untuk memahami bahwa tidak akan pernah ada
media yang bebas nilai. Media, karena merupakan konstruksi,
mengandung nilai-nilai tertentu mengenai apa dan siapa yang penting
bagi orang yang mengkonstruksikan pesan tersebut. Dalam
mengkonstruksi pesan tersebut, pembuat pesan menentukan hal apa
saja yang akan mereka masukkan ke dalam pesan yang mereka buat.
Pilihan-pilihan ini merepresentasikan nilai, sikap, dan sudut pandang
pembuat pesan tersebut.
61
Kehadiran initernet, mempetimbangkan aktifitas apa saja yang
dapat dilakukan dalam teknologi tersebut, dalam artian pengguna bukan
lagi sebagai pengguna yang pasif namun mereka juga harus dapat
membuat konten, membagi informasi, bersosialisasi, berdiskusi, di
berbagai media sebagai bentuk partisipasi dalam masyarakat (Livingstone.
2008., Hobbs. 2010., Gee. 2010., Jenkins, Clinton, K, Purushatma,
Robison, A. & Weigel. 2009). Gee menekankan bahwa literasi media baru
tidak hanya bagaimana khalayak menanggapi pesan-pesan media, tetapi
juga bagaimana mereka terlibat secara aktif di produksi media, partisipasi
(secara online), membentuk kelompok sosial, dan memiliki kemampuan
layaknya professional (Miocic., Parinic. 2014). Intinya literasi media di era
internet seperti sekarang ini literasi media tidak sekedar mengajarkan
orang untuk belajar dari media, untuk melawan manipulasi media, dan
menggunakan bahan-bahan media dalam cara yang konstruktif, tetapi juga
peduli dengan keterampilan berkembang yang akan membantu
menciptakan warga negara yang baik dan yang akan membuat mereka
lebih termotivasi dan peserta yang kompeten di kehidupan sosial (Kellner.
2002).
Pendapar-pendapat dari para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa, literasi media baru adalah suatu set dari kemampuan mengkritisi
informasi dan berpatisipasi. Dalam Literasi Media European Commission
(2009) merancang sebuah kesatuan kemampuan literasi media yang sangat
relevan untuk era internet ini, European Commission mengukur tingkat
literasi media masyarakat di negara-negara Uni Eropa menggunakan
62
Individual Competence Framework dalam Final Report Study on
Assessment Criteria for Media Literacy Levels (2009). Individual
Competence dalam bahasa Indonesia Kompetensi Individual ini terbagi
menjadi dua kategori:
1. Personal Competence, yaitu kemampuan seseorang dalam
menggunakan media dan menganalisis konten-konten media.
2. Sosial Competence, yaitu kemampuan seseorang dalam berkomunikasi
dan membangun relasi sosial lewat media serta mampu memproduksi
konten media.
63
BAB III
OBJEK PENELITIAN
3.1. SMA NEGERI 1 PATUK
3.1.1. Gambaran Umum SMA Negeri 1 Patuk
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 160 jumlah Sekolah
Menengah Atas baik Negeri maupun swasta yang tersebar di setiap
kabupatennya. Dari 160 jumlah Sekolah Menengah Atas baik Negeri
maupun swasta tersebut 30 diantarannya berada pada kawasan pedesaan,
yakni 1 di kab. Bantul, 5 di kab. Sleman, 7 di kab. Kulon Progo, dan
paling banyak di kab. Gunungkidul berjumlah 17 sekolah. 30 Sekolah
Menengah Atas baik Negeri maupun swasta di daerah pedesaan tersebut
ada 18 sekolah yang menyediakan wifi untuk kebutuhan guru maupun
siswa.
64
Tabel 3.1
Data SMA pada kawasan pedesaan di DIY
65
Dari beberapa sekolah yang menyajikan internet untuk guru
dan siswanya, SMAN 1 Patuk termasuk jenis sekolah menengah atas
yang menyadari peran teknologi informasi dan komunikasi sebagai
sarana penunjang dalam pembelajaran siswa tentang berbagai hal.
SMA Negeri 1 Patuk termasuk sekolah yang memberi perhatian lebih
terhadap kebutuhan Teknologi Informasi dan Komunikasi terlihat dari
visi "Menghasilkan lulusan berkualitas dalam IMTAQ dan IPTEK,
mandiri, serta bertanggungjawab terhadap diri sendiri, keluarga,
masyarakat, dan bangsa".
Kondisi geografis, dan keadaan sosio-ekonomi Kecamatan
Patuk dengan luas wilayah 72,04 km2 terbagi dalam 11 Desa 72 dusun,
129 RW dan 327 RT berada dikawasan perbukitan, serta mayoritas
mata pencaharian masyarakat Kecamatan Patuk didominasi sektor
pertanian, tetapi ada juga usaha di sektor lain baik yang sifatnya
individual maupun kelompok. Antara lain: peternakan (sapi, kambing,
ayam kampung), perkebunan (buah-buahan; kakao, rambutan, durian)
dan industri makanan olahan ( Kripik Pisang, Patilo).
Berdasarkan hal itu pula SMA Negeri 1 Patuk menyediakan
menyediakan atau mengaktifkan internet sejak tahun 2009 untuk
siswanya (wifi) 24 jam sehingga menurut pengakuan pihak sekolah
memang memberikan fasilitas tersebut untuk membantu siswa untuk
mengakses informasi, dan lain-lain, mengingat tempat tinggal siswa
yang susah mendapatkan signal internet. selain itu SMA Negeri 1
Patuk menyediakan atau mengaktifkan internet untuk siswanya (wifi)
66
24 jam sehingga menurut pengakuan pihak sekolah memang
memberikan fasilitas tersebut untuk membantu siswa untuk mengakses
informasi untuk kebutuhan tugas sekolah yang mana saat ini SMA
Negeri 1 Patuk menggunakan aplikasi QUIPPER (aplikasi belajar
berbasis online) untuk beberapa mata pelajaran, dan lainnya. Fasilitas
tersebut juga hadir karena pihak sekolah menyadari betul bahwa
tempat tinggal siswa yang susah mendapatkan signal internet.
Sebagian orang tua siswa yang berpendidikan rendah dan
memiliki mata pencaharian sebagai petani ide dari SMA Negeri 1
Patuk untuk menambahkan program teknik Komputer setara dengan
kompetensi di Sekolah kejuruan sangat membuat warga sekitar yang
khususnya memiliki anak yang bersekolah di SMA Negeri 1 Patuk
merasa sangat terbantu. Gaya belajar pada siswa sudah cukup modern
dengan menggunakan komputer pribadi, selain itu, kebutuhan akan
TIK pada siswa jiga terlihat dari gaya belajar pada siswa sudah cukup
modern dengan menggunakan komputer pribadi.
Kepemilikan komputer pribadi/ laptop tidak di rasakan oleh
semua siswa, dari 341 siswa 122 diantaranya tidak memiliki komputer
pribadi/ laptop. Untuk mengakses internet tak hanya menggunkan
media komputer pribadi/ laptop saja, handphone/ HP yang sekarang
lebih dikenal dengan smartphone juga banyak di gunakan oleh siswa
SMA Negeri 1 Patuk. Pengguna smartphone di kalangan siswa SMA
Negeri 1 Patuk berjumlah 302 siswa, dengan dukungan provider
seluler yang bermacam-macam mulai dari XL, Telkomsel, AXIS, dan
67
Indosat. Siswa yang tidak memiliki akses terhadap Internet dan
komputer secara pribadi dapat menggunakan komputer yang
disediakan oleh pihak sekolah yang berjumlah 3 unit.
Selain dapat menggunakan komputer sekolah, siswa juga bisa
menggunakan komputer yang ada di Warung Internet. Kecamatan
Patuk dengan luas wilayah 72,04 km2 terbagi dalam 11 Desa/
kelurahan, 72 dusun, 129 RW dan 327 RT, tidak semua tersedia warnet
hanya beberapa kelurahan saja. Menyadari kurangnya transportasi
antar desa, sebagian desa menyediakan fasilitas wifi untuk warga hal
ini bertujuan agar membantu siswa dalam mengakses informasi untuk
kebutuhan sekolah.
Tabel 3.2
Daftar Desa/Kelurahan yang memiliki Warnet dan Wifi di balai desa
Desa warnet Wifi
Balai desa
Semoya
Pengkok
Beji √
Bunder
Nglegi √
Putat 3
Salam
Patuk 1
Ngoro-oro 1
Nglanggeran
Terbah