bab. i pendahuluan · 2018. 4. 11. · lahan dan air yang meliputi pendahuluan, karakteristik lahan...
TRANSCRIPT
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 1 REVIEW 1 - 2015
Bab. I
PENDAHULUAN
1.1 URAIAN DIKLAT TEKNIS
1. Nama Diklat : DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
2. Mata Diklat : MS3. KESESUAIAN LAHAN DAN PENGELOLAAN
AIR
3. Alokasi Waktu : 12 JP
4. Deskripsi Singkat : Mata Diklat ini membahas tentang konsep dasar Pengembangan Rawa yang meliputi Survei Kesesuaian Lahan dan air yang meliputi Pendahuluan, karakteristik Lahan dan Air di Lahan rawa pasang surut, Satuan dan Kesesuaian lahan , Zonasi pengelolaan Air dan pengelolaan Air
5. Tujuan pembelajaran : Setelah selesai pembelajaran peserta diharapkan mampu memahami konsep dasar Survei Kesesuaian Lahan dan pengelolaan air yang meliputi karakteristik Lahan dan Air di Lahan rawa asang surut, Satuan dan Kesesuaian lahan , Zonasi pengelolaan Air dan pengelolaan Air
Hasil Belajar : Setelah selesai pembelajaran peserta diharapkan mampu memahami konsep dasar Kesesuaian lahan dan Pengelolaan Air
Indikator Hasil Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini peserta diklat mampu menjelaskan dan memahami : 1. Karakteristik Lahan dan Air, Tanah dan Lingkungan 2. Satuan Lahan dan kesesuaian Lahan 3. Zonasi Pengelolaan Air (Water Management Zone) 4. Pengelolaan Air Irigasi Rawa Pasang Surut
6. Sasaran : Agar peserta diklat mengerti dan memahami konsep
tentang kesesuaian lahan dan pelnglolaan air untuk
irigasi rawa pasang surut
7. Persyaratan : Pengantar Rawa
Konsep pengembangan Rawa
A. Peserta : Staf Dinas / BWS/BBWS Terkait
B. Instruktur/ Narasumber
: Widyaiswara Kementarian PUPR
Praktisi/Akademisi berpengalaman minimal 6 tahun
dibidang substansi pelatihan dan telah mengikuti
TOT
8. Penyelenggara : Balai Diklat, Pusdiklat dilingkungan BPSDM PUPR
9. Materi Diklat
No./ MATA DIKLAT Jam Pembelajaran (JP)
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 2 REVIEW 1 - 2015
Kode Teori Praktek Total
A. MATERI UMUM
MU.1 Peraturan/PerUUan tentang Rawa dan yang
terkait
MU.2 Sikap prilaku kerja PNS
MU.3 Pengarustamaan Gender
No./
Kode MATA DIKLAT
Jam Pembelajaran (JP)
Teori Praktek Total
B. MATERI SUBSTANSI
MS.1 Konsep Pengembangan Rawa 6 10 16
MS.2 Pengukuran Situasi (Memanjang dan
Melintang) 3 5 8
MS.3 Kesesuaian Lahan dan PengelolaanAir 6 6 12
MS.4 Peta Petak/Layout.Sistem Planning 8 10 18
MS.5 Pra Rencana Bangunan Utama (Intake) 8 10 18
MS.6 Hidrologi Rawa 1 2 4 6
MS.7 Perhitungan Saluran dan Drainase 3 5 6
MS.8 Perhitungan Volume, Analisis Harga Satuan
dan RAB 2 4 6
C. MATERI KHUSUS: Studi Kasus Komprehensif
MK.1 Pengantar Studi Kasus, Penjelasan Lapangan dan
Tata cara Penulisan/Pelaporan 4 4
MK.2 Kunjungan Lapangan
MK.3 Kerja Kelompok- Penulisan Pelaporan 8 8
MK.4 Seminar – Evaluasi 8 8
Total Jam Pelajaran (IP)
1.2 LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki lahan rawa yang sangat luas, berkisar lebih kurang 34 juta hektar
dimana sekitar 20 juta ha merupakan lahan rawa pasang surut. Luas areal sisa
sekitar 13,4 juta ha merupakan lahan rawa non pasang surut di sepanjang sungai
dan lahan rawa lebak. Hampir lebih dari 4 juta ha dari lahan rawa pasang surut
sudah di
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 3 REVIEW 1 - 2015
reklamasi, sebagian oleh Pemerintah (sekitar 1.5 juta ha) dan sebagian lagi oleh
Penduduk lokal (Bugis dan Banjar) sekitar 2.5 juta ha.
Pengembangan lahan rawa di Pulau Sumatera dan Kalimantan di mulai pada awal
abad ke dua puluh oleh transmigran lokal/spontan, atau bahkan sudah
dikembangkan sebelumnya oleh masyarakat adat pada saat itu. Sedangkan
reklamasi rawa oleh Pemerintah di mulai pada tahun 1930 an. Pembukaan dengan
skala yang besar disponsori oleh Pemerintah pada tahun 1970 an dan 1980 an
dengan tujuan menunjang program transmigrasi dengan penempatan penduduk
dari pulau padat seperti Jawa, Bali dan Madura ke pulau yang jarang seperti
Sumatera dan Kalimantan. Sekarang ini tujuan utama dari pengembangan jaringan
reklamasi rawa pasang surut adalah untuk menunjang peningkatan produksi pangan
melalui program intensifikasi lahan rawa guna mendukung program swasembada
pangan. Prioritas Pemerintah sekarang ini adalah untuk mengoptimalkan jaringan
rawa pasang surut yang sudah melalui program intensifikasi dengan meningkatkan
produktivitas dan peningkatan pola tanam. Karena itu, peranan peningkatan rawa
pasang surut untuk pengembangan pertanian di Indonesia menjadi sangat penting,
dan pendekatan bertahap harus diterapkan untuk mencapai pembangunan yang
berkelanjutan (Rahmadi, 2009).
Gambar 1. Sebaran lahan rawa di Indonesia
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 4 REVIEW 1 - 2015
Sumber: Water Management for Climate Change Mitigation and Adaptive Development in Lowlands (WACLIMAD), 2011
Pengelolaan rawa pasang surut dilandasi pada prinsip keseimbangan antara upaya
konservasi dan pendayagunaan rawa pasang surut dengan memperhatikan daya
rusak air di daerah rawa pasang surut. Tujuan utama dari pengelolaan rawa pasang
surut adalah untuk melestarikan rawa pasang surut sebagai sumber air dan
meningkatkan kemanfaatannya untuk mendukung kegiatan sosial, ekonomi, budaya,
dan pengembangan wilayah.
Reklamasi dalam rangka pengembangan rawa pasang surut dilakukan secara
bertahap; tahap pertama membangun saluran terbuka tanpa pintu sehingga muka
air tidak dapat dikendalikan (drainase terbuka); tahap kedua melengkapi saluran
sekunder dan tersier dengan bangunan pintu pengatur (muka air dapat dikendalikan
sebagian); dan tahap ketiga melengkapi prasarana jaringan reklamasi rawa
sehingga muka air dapat dikendalikan penuh.
Guna mendapatkan informasi awal mengenai pengelolaan air yang tepat perlu
dilakukan inventarisasi terhadap jenis lahan pasang surut (satuan lahan) dan
kesesuaian lahan. Untuk mengetahui jenis satuan lahan, maka di perlukan informasi
yang cukup mengenai karakteristik dari lahan yang dimaksud. Adapun untuk
mengetahui karakteristik lahan tersebut maka di perlukan survei dan pengecekan di
lapangan. Opsi pengelolaan air dilahan rawa pada dasarnya ditentukan oleh kondisi
hidrotografi. Bila dikombinasikan dengan strategi pengelolaan air maka akan
memungkinkan kita dapat membagi suatu area kedalam zona-zona kesesuaian
lahan yang berbeda atas dasar kondisi pengelolaan air yang kurang lebih identik .
Hal itu disebut sebagai Kelas Kesesuaian Lahan , yang akan menjadi suatu indikator
untuk membuat delineasi lahan berdasarkan kesamaan dalam hal pengelolaan
airnya yang di sebut dengan Zonasi Pengelolaan Air (ZPA). Untuk mendapatkan
zona kesesuaian lahan pada daerah rawa pasang surut, kita bisa menggunakan
Aplikasi sistem informasi geografis (GIS).Zonasi kesesuaian lahan harus bisa
sekurang-kurangnya membedakan antara kategori hidrotopografi (A sampai D) dan
karakteristik tanah yang paling utama .Drainabilitas juga penting, tetapi sulit
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 5 REVIEW 1 - 2015
ditentukan secara akurat. Dari Zonasi Pengelolaan Air maka selanjutkan kita dapat
mempersiapkan rencana pengelolaan air.
Pengelolaan air dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan air yang cukup bagi
tanaman, membuang air hujan kelebihan dari lahan pertanian, mencegah
tumbuhnya tanaman liar di lahan sawah (tanaman padi), mencegah timbulnya zat
racun dan kondisi tertutupnya muka tanah oleh genangan air diam, mencegah
penurunan kualitas air, mencegah kerusakan tanaman oleh pengaruh air asin, dan
dalam kasus tertentu mencegah pembentukan tanah asam sulfat. Pengelolaan air
diselenggarakan pada dua tingkatan, yaitu: i) pengelolaan air di petak tersier, atau
tata air mikro, yaitu pengelolaan air di lahan usaha tani yang menentukan secara
langsung kondisi lingkungan bagi pertumbuhan tanaman dan ii) pengelolaan air di
jaringan utama (primer dan sekunder), atau tata air makro, yaitu pengelolaan air di
tingkat sistem makro yang berfungsi menciptakan kondisi yang memenuhi
kesesuaian bagi terlaksananya pengelolaan air dipetak tersier (tata air mikro).
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 6 REVIEW 1 - 2015
Bab. II
KARAKTERISTIK LAHAN DAN AIR
2.1 Umum
Rawa merupakan bagian daratan yang hampir sepanjang tahun jenuh air atau
tergenang. Bentang lahan rawa meliputi wilayah pantai (coastal land), muara
sungai, rawa belakang (back swamps) sampai pada rawa dalam (deep water
land). Lahan rawa umumnya terletak pada satuan hidrologi sungai-sungai besar
seperti Barito (Kalimantan Selatan), Kapuas (Kalimantan Barat), Kahayan
(Kalimantan Tengah), Mahakam (Kalimantan Timur), Musi (Sumatera Selatan),
Batang Hari (Riau), Digul (Papua) dan lainnya. Sungai-sungai besar tersebut
mengalir jauh ke pedalaman melalui cabang-cabang anak sungainya.
2.2. Karakteristik pasang surut
Karakteristik pasang surut di sepanjang pantai Indonesia bervariasi dari satu
tempat ke tempat lainnya. Di Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat mempunyai
pasang surut jurnal yaitu sekali pasang dan sekali surut setiap hari. Di Sumatera
Utara dan Kalimantan Timur mempunyai pasang surut semi-jurnal yaitu dua kali
pasang dan dua kali surut setiap harinya. Di tempat lainnya mempunyai pasang
surut campuran di mana kadang-kadang didominasi oleh pasang surut jurnal
maupun semi-jurnal. Karakteristik pasang surut berpengaruh terhadap kecepatan
aliran dan waktu yang tersedia untuk navigasi, drainasi dan pemberian air.
2.2.1 Kisaran pasang surut dan peluang drainasi
Kisaran pasang surut adalah merupakan perbedaan antara muka air pasang dan
muka air surut harian. Kisarannya bervariasi secara tetap setiap dua mingggu dan
mencapai maksimum pada pasang purnama (spring tide) dan minimum pada
pasang mati (neap tide). Kisaran ini dipengaruhi oleh perubahan musiman.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 7 REVIEW 1 - 2015
Kisaran pasang surut bervariasi dari tempat ke tempat lain, pada pantai utara
Jawa hanya sekitar 1,0 m. Pada pantai timur Sumatera berkisar antara 1,5 – 6,0
m sedangkan pada pantai selatan Kalimantan bervariasi antara 1,5 - 2,0 m dan
pada pantai selatan Irian Jaya sekitar 3,8 m.
Dengan memperhatikan elevasi lahan rawa pasang surut yang pada umumnya
sekitar elevasi muka air pasang purnama, kisaran pasang surut pada pasang
purnama memberikan indikasi kedalaman muka air surut di bawah muka lahan
dan peluang maksimum kedalaman drainasi. Semakin ke arah hulu dari mulut
sungai, fluktuasi pasang surut semakin dipengaruhi oleh aliran sungai, walaupun
di beberapa sungai berdasarkan pengamatan pada awalnya terjadi sedikit
penambahan kisaran pasang surut yang diakibatkan oleh adanya penyempitan
penampang sungai baik secara vertikal maupun horizontal. Setelah air memasuki
saluran, fluktuasi pasang surut menjadi berkurang.
2.2.2 Intrusi air asin
Intrusi air asin mencapai jarak terjauh pada saat puncak pasang tinggi, tepat
sebelum air mulai mengalir ke luar lagi, dan mencapai jarak terdekat pada saat
surut terendah tepat sebelum air mulai mengalir masuk ke sungai. Karena air asin
sedikit lebih berat dari pada air tawar, maka air tawar akan berada dipermukaan
sedangkan air asin berada di bagian yang lebih dalam, sehingga disebut intrusi
air asin berlapis. Walaupun demikian, pada kebanyakan kasus, air asin dan air
tawar akan bercampur dengan baik dan disebut intrusi air asin campuran.
2.2.3 Sedimentasi
Sedimentasi pada sungai pasang surut sering terjadi di bagian dekat muara
sungai, di mana penampang sungai menjadi lebih besar yang mengakibatkan
menurunnya kecepatan aliran air dan percampuran dengan air laut menyebabkan
terjadinya flokulasi partikel liat. Kedalaman sungai dapat mencapai 10 m atau
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 8 REVIEW 1 - 2015
lebih, namun pada bagian muara sungai mungkin kedalamannya tidak lebih dari 2
atau 3 m, atau bahkan kurang.
2.3. Hidrologi sungai
Sepanjang sungai pasang surut dapat dibedakan menjadi empat ruas dimana
pada setiap ruas mempunyai konsekuensi khusus terhadap pengembangan lahan
(Gambar 2). Uraian singkat untuk masing-masing ruas adalah sebagai berikut.
Gambar 2 Ruas sungai
Ruas sungai I
Pada ruas sungai I, elevasi muka air terutama ditentukan oleh pengaruh pasang
surut serta tidak banyak perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau.
Intrusi air laut sering terjadi pada sebagian musim hujan. Muka lahan pada tanah
mineral sebelum reklamasi adalah sama dengan elevasi muka air pasang. Tanah
Ruas sungai I Ruas sungai II Ruas sungai III Ruas sungai IV
Muka air surut
Muka air pasang
Muka air sungai. Musim hujan
Muka air sungai. Musim kemarau
Muka laut rata2
Air payau lahan pasang surut
Air tawar musim hujan lahan pasang surut
Air tawar, musim hujan & kemarau lahan pasang surut
Lahan kering bukan lahan pasang surut
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 9 REVIEW 1 - 2015
sulfat masam jarang ditemukan, gambutnya dangkal dan air tanahnya mungkin
asin.
Drainasi lahan dapat dilakukan dengan baik karena kisaran pasang surutnya
cukup besar. Air irigasi dengan kualitas yang baik sulit ditemukan dan suplesi air
dengan gravitasi sangat tidak mungkin dapat dilakukan. Kebutuhan air rumah
tangga pada musim kemarau akan menjadi masalah utama.
Lahannya sering terbagi oleh sungai-sungai kecil pasang surut. Pada tahap awal,
penurunan muka lahan mungkin akan terjadi dengan cepat tergantung dari
sejarah pembentukan tanah, jarak terhadap sungai, dan lain-lain. Gambaran
tipikal adalah:
perlindungan terhadap intrusi air asin;
perlindungan terhadap banjir setelah terjadinya penurunan muka lahan;
tanaman keras (kelapa) dan pertambakan.
Ruas sungai II
Pada ruas ini elevasi muka air masih dipengaruhi oleh pasang surut. Muka air
maksimum tidak banyak berbeda dengan bagian hilirnya. Muka air maksimum
dipengaruhi oleh debit air dari daerah hulu yang lebih tinggi pada musim hujan.
Intrusi air asin hanya terjadi pada musim kemarau atau selama pasang purnama.
Muka lahan pada tanah mineral adalah sama dengan elevasi muka air pasang.
Baik tanah sulfat masam maupun kubah gambut mungkin dapat ditemukan.
Drainasi lahan masih dapat dilakukan dengan baik. Air irigasi dengan kualitas
yang baik hanya tersedia secara lokal pada musim kemarau, akan tetapi irigasi
tambahan pada musim hujan atau pada awal musim kemarau mungkin dapat
dilakukan. Irigasi secara gravitasi hanya mungkin dapat dilakukan secara lokal.
Gambaran tipikalnya adalah sebagai berikut :
prasarana pengairan terbuka dengan bangunan pengendali air pada tahap
pengembangan lanjut;
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 10 REVIEW 1 - 2015
tanaman keras atau tanaman palawija, padi diikuti dengan palawija, atau
sistem pertanaman campuran dengan membuat guludan/pematang.
Ruas sungai III
Muka air masih dipengaruhi oleh pasang surut dan pengaruh tersebut lebih besar
pada musim kemarau dari pada musim penghujan. Banjir kecil dapat terjadi
tergantung dari rejim sungai.yang bersangkutan. Arah aliran balik tidak selalu
terjadi. Muka lahan pada tanah mineral mungkin sama dengan muka air pasang,
tetapi dengan terbentuknya pematang sungai dapat mengakibatkan lahan rawa di
belakangnya (backswamp) berdrainasi buruk. Kubah gambut sering ditemukan
demikian juga pembentukan tanah sulfat masam.
Drainasi memerlukan pertimbangan secara hati-hati dan drainasi secara gravitasi
untuk tanaman palawija sering tidak mencukupi. Pompa atau sistem pengelolaan
air secara hati-hati sangat diperlukan. Air irigasi tersedia, namun irigasi gravitasi
khususnya selama musim kemarau, sering tidak memungkinkan. Pilihan untuk
membawa air dari daerah hulu dapat dipertimbangkan.
Berdasarkan keadaan agroklimat, tanam padi dua kali setahun sering
dimungkinkan apabila air mencukupi untuk ditahan. Gambaran tipikalnya adalah
sebagai berikut:
sistem pengelolaan air secara rinci pada pengembangan tahap lanjut,
termasuk bangunan air pada tingkat tersier dan sekunder;
sistem suplesi dan drainasi terpisah;
alokasi lahan untuk pola tanam yang berbeda secara hati-hati;
tanam padi duakali setahun atau padi dan palawija, kadang-kadang dengan
membuat guludan/pematang;
tanah sulfat masam dan kubah gambut.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 11 REVIEW 1 - 2015
Ruas sungai IV
Muka air sungai sangat dipengaruhi oleh debit air dari hulu. Terjadi banjir dalam
waktu lama. Tidak pernah ada intrusi air asin.
Drainasi dan irigasi memerlukan perhatian khusus. Drainasi sering mengarah ke
ruas sungai bagian hilirnya sementara irigasi dari ruas sungai bagian hulunya
menjadi memungkinkan. Pengamanan banjir diperlukan dan drainasi dari lahan
sekitarnya (kaki bukit) harus diperhitungkan karena sering mengakibatkan lahan
tergenang.
Berdasarkan keadaan agroklimat, tanam padi dua kali setahun sangat
dimungkinkan. Gambaran tipikalnya adalah sebagai berikut:
pengamanan banjir dan pengelolaan air pada tingkat jaringan;
tanah lebih matang/padat;
drainasi dan irigasi pompa pada lokasi yang membutuhkan.
2.4. Potensi dan permasalahan Lahan dan Air Rawa Pasang Surut
Kendala fisik utama pada pengembangan lahan rawa pasang surut berpangkal
dari faktor kondisi air dan tanahnya, dan karena itu perlu jangka waktu yang tidak
singkat agar proses pematangan lahannya mencapai tingkat kesesuaian yang
memungkinkan tercapainya tingkat potensialnya sebagai lahan pertanian yang
produktif. Dalam rangka pengembangan rawa pasang surut secara berkelanjutan
Lahan rawa pasang surut sering diasosiasikan dengan keberadaan dari jenis
tanah yang belum matang dengan kandungan unsur racun yang dapat
menggangu pertumbuhan tanaman dan lebih lanjut mengakibatkan rendahnya
produktivitas usaha pertanian. Oleh sebab itu, perlu adanya pertimbangan dan
langkah yang cermat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki
melalui kegiatan survey kesesuaian lahan dan air, tanah dan lingkungan
Hakekat pengembangan lahan rawa pasang surut dilandasi pendekatan
pengembangan yang berkeseimbangan antara pendayagunaan sumberdaya
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 12 REVIEW 1 - 2015
lahan disatu sisi dengan pengharkatan terhadap fungsi ekologis disisi lainnya .
Pendekatan ini merupakan pengejawantahan dari prinsip konservasi yang sudah
dikenal secara luas dan secara konsisten dipenuhi melalui perwujudan zonasi
kawasan. Yaitu pemilahan kawasan untuk tujuan konservasi yang menyandang
harkat sebagai fungsi ekologis (perlindungan dan pengawetan) dan kawasan
yang menyandang fungsi sumberdaya dimana lahannya dinilai memenuhi
kelayakan untuk dikembangkan (kawasan lindung dan kawasan budidaya).
2.5 Survei tanah dan Air
Survei tanah rawa pasang surut secara garis besar ditujukan untuk mengetahui
satuan lahan yang akan dievaluasi kelas kesesuaian lahannya. Adapun
kebutuhan minimum survei tanah untuk kesesuaian lahan pertanian dan survei
lingkungan yang dibutuhkan dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 1. Kebutuhan Survei Tanah
Jenis Survei Skala Survei
Tinjau Desain detil
Survei Tanah Pertanian
Pengeboran tanah sampai 1.20 m 1 per 250 ha 1 per 1 to 25 ha
Profil Tanah 1 per 2500 ha 1 per 10 bor
Contoh Tanah untuk analisis Lab 4 sampel per profil 4 samples per profil
Survei Kehutanan dan Sumber Daya
Alam
Inventori hutan Di areal alami Di areal alami
Survei flora dan fauna Di areal alami Di areal alami
Survei Sosial Ekonomi
Data Statistik dari Lokasi Lokal Ya Ya
Wawancara dengan nara sumber Ya Ya
Wawancara dengan pemilik lahan Tidak di Perlukan Mewakili (1 per kepemilikan)
1. Pengeboran Tanah
Pengeboran tanah di lakukan untuk melakukan selidik cepat tanah lapang,
dengan beberapa prinsip, diantaranya:
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 13 REVIEW 1 - 2015
• Survei tanah prinsipnya mengikuti jalur sebagaimana survei topografi, jika
dibutuhkan survei diluar jalur survei makan posisinya dapat direkam dgn GPS
• Kerapatan pengamatan 1 per 25 – 250 ha
• Pengeboran dilakukan pada kedalaman 1, m pada tanah mineral dan 3 m
pada tanah gambut. Pengamatan mengikuti standar praktis survei tanah
seperti:
• tekstur, struktur, karatan (mottling) dan tingkat kematangan tanah
• ketebalan lapisan gambut dan tingkat kematangannya
• Kedalaman lapisan pirit dengan mengunakan larutan hidrogen peroksida
(H2O2), perhatikan buih dan bau belerang
• Kedalaman muka air tanah dan banjir
• Kandungan pH dan Fe2+ pada air tanah menggunakan kertas pengukur
• Penggunaan lahan di sekitar pengeboran.
2. Profil Tanah dan Analisis Laboratorium
Profil tanah merupakan pengamatan tanah lebih detil, dengan tujuan
pengamatan horizon tanah dan pengambilan sampel tanah.
• Pada masing-masing satuan lahan utama digali profil tanah untuk
pengamatan lebih lanjut, dengan kerapatan 1 per 2.500 ha. Sampel tanah di
ambil dari lapisan tanah pengamatan (kira-kira 4 lapisan) untuk analisis
laboratorium.
• Analisis Laboratorium untuk tanah mineral termasuk :
• kandungan air pada kapasitas lapang
• Analisis standar tanah mineral termasuk kandungan SO2
• Slow oxidation test untuk menentukan kedalaman lapisan suldat masam
• Klasifikasi tanah menurut PPT atau USDA
• Kerapatan isi lapisan atas (0 - 30 cm) dan lapisan bawah (> 30 cm),
untuk indikasi kematangan tanah.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 14 REVIEW 1 - 2015
• Analisis laboratorium tanah gambut :
• Total kandungan abu
• Kandungan mineral abu termasuk P, K, Ca and Mg.
Gambar 3. Pengeboran tanah (kiri) dan pengamatan profil (kanan)
Tanah lahan rawa pasang surut yang berpotensi untuk pengembangan pertanian
adalah tanah mineral / aluvial dan tanah gambut dangkal dengan ketebalan
kurang dari 1 m, sedangkan tanah gambut dalam dengan ketebalan lebih dari 3
m harus dihindari untuk pengembangan pertannian.
Tanah mineral pada lahan rawa pasang surut sering mengandung bahan tanah
sulfat masam potensial (PASS) yang disebut “pirit” di dalam lapisan tanah.
Selama PASS tetap dijaga tergenang dibawah muka air tanah, hal ini tidak
berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Akan tetapi apabila muka air tanah turun
dibawah lapisan PASS, pirit akan teroksidasi membentuk bahan tanah asam
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 15 REVIEW 1 - 2015
sulfat aktual serta menghasilkan zat racun (ion Al dan Fe), dimana
membahayakan pertumbuhan tanaman.
Tanah organik dengan ketebalan lapisan organik lebih dari 0,50 m dan
kandungan abu total kurang dari 25% disebut tanah gambut. Tanah organik
dengan kandungan abu total lebih dari 25 % disebut tanah bergambut (muck
soil), dan biasanya dimasukan sebagai tanah mineral rawa. Tanah gambut pada
umumnya tidak subur dan potensinya untuk pengembangan pertanian
tergantung pada ketebalan, tingkat kematangan dan kandungan tanah
mineralnya. Apabila tanah gambut tergenang, asam organik akan terbentuk
menyebabkan tanah menjadi sangat masam (pH 3,5 sampai 4,0).
Secara umum, tanah rawa pasang surut lebih subur dari kebanyakan tanah-
tanah di lahan kering. Tingkat produksi pertanian yang tinggi dapat
dipertahankan asalkan pengelolaan tanah dan air dapat dilakukan dengan baik
dan sistem pengelolaan airnya dioperasikan dan dipelihara secara memadai.
Tanpa melakukan pengelolaan tanah dan air dengan baik, efek negatif terhadap
kondisi tanah dan air akan terjadi.
Terdapat dua pilihan untuk mencegah atau memperbaiki kondisi negatip tanah
dan air di lahan rawa pasang surut :
- pencucian (leaching) lahan yang rendah. Pembuangan zat-zat beracun dalam
tanah dengan pencucian yang memadai. Muka air tanah dijaga berada dekat
muka tanah dan disuplesi dengan air berkualitas baik. Cara ini cocok
dilakukan untuk lahan rendah dekat sungai dan saluran utama dimana air
pasang dapat meluapi lahan secara teratur selama beberapa hari pada
pasang purnama (katagori A dan B);
- drainasi dangkal. Pembuangan zat-zat beracun dengan cara oksidasi dan
drainasi pada daerah perakaran tanaman. Muka air tanah dijaga pada
kedalaman tertentu sepanjang sistem parit dangkal yang intensip. Daerah
perakaran akan tercuci secara efektip oleh air hujan. Pembentukan tanah
sulfat masam akibat teroksidasinya lapisan pirit harus dicegah dengan
menjaga agar muka air tanah tidak turun jauh dibawah lapisan pirit. Cara ini
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 16 REVIEW 1 - 2015
direkomendasikan untuk lahan dimana tidak ada irigasi pasang surut yang
teratur (katagori B, C dan D).
Dalam dua kondisi tersebut, bahan racun yang tercuci dari dalam tanah akan
masuk kedalam air saluran drainasi, oleh karena itu diperlukan adanya
penggelontoran dalam sistem pengelolaan air. Penggelontoran menjadi sangat
penting pada lahan dimana air dalam saluran digunakan juga untuk irigasi atau
kebutuhan rumah tangga khususnya air minum.
Disamping aspek spesifik keterkaitan tanah dan air seperti diuraikan diatas,
kendala penting lain yang perlu dipertimbangkan adalah :
- variasi dalam sumberdaya lahan (tanah dan topografi) yang akan
menghasilkan perbedaan dalam penggunaan lahan dan sistem pengelolaan
air;
- diversifikasi tanaman dimana memerlukan pengelolaan air yang tepat agar
dapat memenuhi kebutuhan tanaman yang berbeda-beda.
Ketika tanah masih dalam proses pematangan secara perlahan-lahan,
penurunan tanah yang terjadi pada permukaan tanah dan pembangunan
prasarana drainasi lebih lanjut sangat berpengaruh terhadap kondisi hidraulis.
Beberapa aspek penting yang harus dipertimbangkan adalah :
- variasi dalam elevasi lahan yang relatip kecil dapat menyebabkan aliran air
serta akumulasi asam dan zat-zat beracun ke lahan yang lebih rendah
dimana permeabilitas tanah lapisan atasnya tinggi;
- pengelolaan tanah dan air yang tepat serta pencucian tanah dengan air yang
berkualitas baik dapat mengatasi ancaman pemasaman tanah dan akumulasi
asam organik serta ion aluminium dan besi;
- irigasi pasang surut dan irigasi pompa memberi peluang yang baik untuk
dapat meningkatkan produksi pertanian.
Untuk mengembangkan lahan rawa pasang surut, harus dicegah terjadinya “over
drainage” yang berarti mencegah turunnya muka air tanah terlalu dalam
sehingga kemungkinan terjadinya oksidasi lapisan pirit dan “irreversible drying”
tanah gambut dapat dihindari.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 17 REVIEW 1 - 2015
3. Survei Penggunaan Lahan
Survei penggunaan lahan bertujuan untuk menginventarisir penggunaan lahan
actual di sekitar pengamatan tanah. Survei ini bertujuan untuk mengetahui
apakah vegetasi budidaya yang sudah diusahakan dilokasi dan bagaimana
pertumbuhan dan produktivitasnya dihubungkan dengan hasil survei tanah.
Adapun beberapa ha; yang diamati antara lain:
• Untuk areal alami tipe vegetasi dan spesies dominan dicatat
• Untuk areal pengembangan klasifikasi penggunaan lahan disarankan sbb :
– Sawah
– Kebun tanaman keras (jenis)
– Sawah/kebun (campur)
– Lahan Pekarangan
– Semak/Rumput (tinggi < 2 m)
– Belukar (tinggi > 2 m)
– Lain-lain
3. Survei Sosial Ekonomi
Assesmen dilakukan dari data statistik dan dari wawancara dan nara sumber
atau oranglokal. Untuk areal yang baru dikembangkan difokuskan pada
ketersediaan lahan utnuk mengetahui nilai ekonomi dan aktivitas yang
dibutuhkan. Untuk jaringan eksisting, survei bertujuan utk mengetahui kegiatan
pertanian saat ini dan crop budget dan perubahan yang terjadi sejak
penempatan dan alasannya.
• Pengumpulan data statistik tentang pupulasi, penggunaan lahandan fasilitas
dll (BPS, PODES)
• Verifikasi nama, lokasi, batas dan ukuran lahan baik utk transmigran
maupun lokal
• Wawancara dengan pemda, kepala desa dan sumber lainnya. Utk survei
detil sampel acak sekitar 3% dari total populasi dari area yang disurvei.
• Inventarisasi kegiatan ekonomi dengan costs and benefits.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 18 REVIEW 1 - 2015
• Penilaian ketersediaan buruh, suplai dan fasilitas pasar, transportasi dan
jaringan distribusi.
• Inventarisasi kepemilikan lahan, konsesi lahan dan aspek legal lahan
lainnya.
• Untuk Jaringan Eksisting:
• Inventarisasi organisasi petani dan area kerja staf lapangan (Pengamat,
Juru Pengairan, PPL, etc.).
• Inventarisasi data agronomi: pola tanam, varitas, saprodi, HPT, dan crop
budgets.
• Deskripsi dan peta tipikal unit tersier, yang menggambarkan lokasi
saluran, bangunan air, perumahan dan lahan usaha, jalan dan jalan usaha
tani dll.
• Penyiapan peta yang menunjukkan tata letak pemukiman, jalan
penghubung, areal budidaya untuk musim hujan dan kemarau dengan
skala 1 : 20.000.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 19 REVIEW 1 - 2015
Bab. III
SATUAN LAHAN DAN KESESUAIAN LAHAN
Guna penentuan satuan lahan dan kesesuaian lahan, beberapa hal perlu
diperhatikan antara lain adalah kpondisi hidrotopografi, drainabilitas, salinitas
dan jenis tanah, seperti digambarkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. Diagram Alur Penentuan Satuan Lahan, kesesuaian Lahan dan
Wilayah Pengelolaan Air
3.1. Hidrotopografi
Kebutuhan pengamanan banjir dan peluang irigasi pasang surut ditentukan oleh
keterkaitan antara elevasi muka lahan, muka air pasang dan efek damping muka
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 20 REVIEW 1 - 2015
air pasang dalam sistem jaringan saluran antara sungai dan lahan yang
bersangkutan. Keterkaitan ini dikenal sebagai hidrotopografi lahan dan sangat
penting dalam menentukan potensi lahan untuk pengembangan pertanian.
Dibedakan ada empat katagori hidrotopografi lahan rawa pasang surut seperti
pada Gambar 5.
Katagori A. Lahan irigasi pasang surut
Lahan dapat diluapi oleh air pasang paling sedikit 4 atau 5 kali selama 14 hari
siklus pasang purnama, baik musim hujan maupun musim kemarau. Umumnya
areal ini terletak di lahan cekungan atau dekat dengan muara sungai.
Katagori B. Lahan irigasi pasang surut secara periodik
Lahan dapat diluapi oleh air pasang paling sedikit 4 atau 5 kali selama 14 hari
siklus pasang purnama hanya pada musim hujan saja.
Katagori C. Lahan di atas muka air pasang
Lahan tidak dapat terluapi air pasang secara reguler, akan tetapi air pasang
masih mempengaruhi muka air tanah. Elevasi lahan yang relatip tinggi dapat
mengakibatkan banyaknya kehilangan air lewat rembesan yang akan
menyebabkan sulitnya atau tidak mungkinnya upaya menahan lapisan air di
lahan persawahan. Oleh karena itu, tanaman palawija dan tanaman keras lebih
cocok dari pada tanaman padi.
Gambar 5. Klasifikasi Hidrotopografi
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 21 REVIEW 1 - 2015
Katagori D. Lahan kering
Lahan ini sama sekali tidak dipengaruhi oleh air pasang surut. Sangat cocok
untuk ditanami palawija dan tanaman keras.
Untuk dapat menjawab pertanyaan ‘jenis tanaman apa yang sesuai untuk suatu
areal’ (tanaman padi, palawija atau tanaman keras), dan berdasarkan klasifikasi
hidrotopografi lahan, parameter lain seperti peluang irigasi dan drainabilitas
dapat ditetapkan sebagai berikut.
Peluang irigasi pasang surut (irigabilitas)
Berdasarkan kondisi hidrotopografi lahan, peluang irigasi pasang surut dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Klas 1: Kedalaman irigasi pasang surut lebih dari 0,25 m di atas muka lahan baik
di musim hujan maupun musim kemarau;
Klas 2: Kedalaman irigasi pasang surut antara 0,00 – 0,25 m di atas muka lahan
baik di musim hujan maupun musim kemarau;
Klas 3: Tidak ada irigasi pasang surut.
3.2. Drainabilitas
Drainabilitas merupakan kedalaman muka air tanah yang bisa diturunkan
dalam kondisi curah hujan normal selama musim tanam.
Drainabilitas di lahan tergantung pada:
• Elevasi dari dasar drainase diasumsikan dengan muka air rata-rata di
sungai terdekat
• Elevasi lahan berada diatas dasar drainase
• Beda tinggi hidrolik di saluran dan lahan
• Kondisi curah hujan
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 22 REVIEW 1 - 2015
• Permeabiitas tanah (biasanya tinggi utk lahan pasut)
Dasar drainase, elevasi lahan, lokasi dan beda pasang surut menentukan
drainabilitas. Perbedaan ini disebut amplitudo fluktuasi pasang surut dan
biasanya dinyatakan sebagai beda pasang surut. Beda pasang surut adalah
perbedaan antara air rendah dan tinggi pasang surut dan sama dengan dua kali
amplitudo pasang surut.
Daerah dengan beda pasang surut besar memiliki drainabilitas lebih baik
dibandingkan dengan beda pasang surut kecil
Berdasarkan kondisi hidrotopografi lahan, drainabilitas dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Klas 1: dasar drainasi di atas muka lahan
Klas 2: dasar drainasi antara 0,00 - 0,30 m di bawah muka lahan
Klas 3: dasar drainasi antara 0,30 - 0,60 m di bawah muka lahan
Klas 4: dasar drainasi lebih dari 0,60 m di bawah muka lahan.
Gambar 6. Hubungan anatara beda pasang surut dan drainabilitas
3.3. Salinitas
Salinitas atau intrusi air asin mencapai jarak terjauh pada saat puncak pasang
tinggi, tepat sebelum air mulai mengalir ke luar lagi, dan mencapai jarak terdekat
pada saat surut terendah tepat sebelum air mulai mengalir masuk ke sungai.
(b) Areal di sepanjang sungai dengan beda pasang surut yang kecil, drainabilitas mencukupi
(a) Areal di sepanjang sungai dengan beda pasang surut yang tinggi, drainabilitas mencukupi
(b) Areal di sepanjang sungai dengan beda pasang surut kecil, drainabilitas tidak mencukupi
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 23 REVIEW 1 - 2015
Karena air asin sedikit lebih berat dari pada air tawar, maka air tawar akan
berada dipermukaan sedangkan air asin berada di bagian yang lebih dalam,
sehingga disebut intrusi air asin berlapis. Walaupun demikian, pada kebanyakan
kasus, air asin dan air tawar akan bercampur dengan baik dan disebut intrusi air
asin campuran.
Intrusi air asin membatasi peluang untuk :
Irigasi pasang . Jika kandungan garamnya melebihi 5 mS/cm maka air sungai
tidak bisa digunakan untuk irigasi (untuk kasus-kasus khusus, air asin bisa
digunakan untuk menggantikan air yang sudah sangat masam di lahan) ;
Air baku-air minum . Air yang kadar garamnya melebihi 1 mS/cm tidak layak
untuk dikonsumsi sebagai air baku . Kecuali kawasannya jauh dari pantai
atau diluar daerah pesisir, intrusi air asin hanya terbatas pada musim
kemarau dan agak kurang berpengaruh terhadap air tanah. Air payau masih
bisa digunakan untuk penggelontoran saluran jika air segar tidak tersedia .
3.4. Tanah
Pedosfer atau tanah adalah lapisan kulit bumi yang tipis terletak di bagian
paling atas permukaan bumi (0-1,5 m). Tanah (soil) dapat juga didefinisikan
sebagai suatu benda fisik yang berdimensi tiga terdiri dari panjang, lebar, dan
dalam yang merupakan bagian paling atas dari kulit bumi. Sedangkan Lahan
(land) merupakan lingkungan fisik dan biotik yang berkaitan dengan daya
dukungnya terhadap perikehidupan dan kesejahteraan hidup manusia.
Lingkungan fisik meliputi relief atau topografi, tanah, air, iklim, sedangkan
lingkungan biotik: meliputi tumbuhan, hewan, dan manusia.
Jenis tanah utama yang banyak ditemukan di lahan rawa pasang surut adalah :
o tanah mineral rawa;
o tanah gambut;
o tanah mineral lahan kering.
Tanah mineral rawa
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 24 REVIEW 1 - 2015
Tanah mineral rawa mempunyai tekstur halus, berwarna abu-abu, sering
mengandung bahan organik yang tinggi (tanah bergambut) dan terdapat lapisan
organik dangkal sampai medium di bagian atas tanah. Memiliki drainasi yang
buruk, dan sebelum reklamasi tanahnya mentah atau sebagian matang pada
0,70 m lapisan atas serta mempunyai daya dukung tanah yang sangat rendah
walaupun proses reklamasi telah berlangsung cukup lama. Kesuburan tanahnya
bervariasi tetapi pada umumnya sedang sampai tinggi. Karena dalam kondisi
alamiah kandungan airnya tinggi, penurunan muka tanah akan terjadi setelah
reklamasi; drainasi akan menambah tekanan tanah dan selanjutnya terjadi
penurunan muka tanah.
Untuk tujuan reklamasi dan pengembangan pertanian, dua aspek yang sangat
penting dari tanah mineral rawa adalah :
- keberadaan tanah sulfat masam potensial atau pirit;
- permeabilitas dan tingkat kematangan tanah.
Tanah sulfat masam potensial
Pada tanah sulfat masam potensial (PASS), tanpa irigasi, penurunan muka air
tanah di bawah lapisan pirit tidak dapat dicegah selama musim kemarau, dan
akan terjadi oksidasi pirit. Bahan racun harus dicuci (leaching) dari dalam tanah
sebanyak mungkin sebelum musim tanam berikutnya.
Permeabilitas dan tingkat kematangan tanah
Permeabilitas lapisan atas tanah sangat besar, dan nilai-k dilaporkan dari 2
sampai 20 m/hari., dengan nilai kD mencapai 1.000 m3/m/hari. Permeabilitas
yang tinggi sering berkaitan dengan tingginya kandungan bahan organik di
lapisan atas tanah dan adanya lubang akar tanaman asli yang tetap stabil karena
lapisan besi. Permeabilitas berpengaruh besar terhadap drainabilitas, retensi air
dan karakteristik pencucian tanah. Lapisan atas tanah yang sebagian matang
menyebabkan pembajakan tanah kurang efektip dan menghambat penyiapan
lahan dengan mekanisasi.
Tanah organik, tanah gambut dan tanah bergambut
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 25 REVIEW 1 - 2015
Kebanyakan tanah di lahan rawa pasang surut mengandung bahan organik.
Pada lahan yang baru direklamasi lapisan tanah organik pada umumnya berkisar
antara 0,20 – 0,40 m. Potensi lahan untuk pengembangan pertanian tergantung
pada ketebalan lapisan organik dan kualitas dari bahan organiknya, khususnya
tingkat kematangannya dan kandungan campuran tanah mineralnya. Semakin
rendah kadar abunya semakin kurang kesuburan tanahnya. Gambut ombrogen
adalah paling rendah kesuburannya dan tidak matang. Di banyak tempat,
ketebalan gambut bertambah semakin jauh dari pinggir sungai, dan di kubah
gambut ketebalannya dapat mencapai beberapa meter. Bobot dari gambut dapat
mengakibatkan penurunan muka tanah pada tanah mineral di bawahnya.
Setelah reklamasi, lapisan tanah gambut perlahan-lahan akan menghilang
(pengeringan dan oksidasi) dan akhirnya tinggal tanah mineral yang lebih rendah
dengan drainasi yang buruk.
Tanah mineral lahan kering
Kemunculan tanah mineral lahan kering kadang-kadang ditemukan dekat batas
lahan rawa dengan lahan kering. Sebagai contoh tanah putih yang disebut
sebagai “formasi Palembang” di Sumatera Selatan. Tanah ini mempunyai
karakteristik yang sangat miskin untuk pengembangan pertanian karena
mempunyai struktur tanah yang tidak bagus dan kesuburannya sangat rendah
dengan kandungan basa tertukar rendah, dan kandungan aluminium terekstraksi
tinggi.
Masalah yang terkait dengan kemasaman
Disamping masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan untuk pertanian,
masalah lain yang disebabkan oleh air asam adalah :
o untuk manusia : air asam rasanya tidak enak, menyebabkan pembusukan
gigi, mencuci menjadi sulit dan mandi kurang enak;
o beberapa jenis ikan tidak dapat hidup; pertumbuhan tanaman terbatas dan
makanan ikanpun menjadi terbatas;
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 26 REVIEW 1 - 2015
o air asam dapat berpengaruh terhadap struktur beton dan tidak dapat
digunakan sebagai campuran beton;
o apabila air asam bercampur dengan air berlumpur dari sungai pasang surut,
akan terjadi sedimentasi partikel tersuspensi yang mengakibatkan terjadinya
pendangkalan saluran.
3.5. Klasifikasi satuan lahan
Berdasarkan pembentukan geomorfologi lahan rawa pasang surut, terdapat tiga
jenis satuan lahan utama yaitu :
o tanah mineral dan tanah bergambut, dengan atau tanpa pirit;
o tanah gambut;
o tanah lahan kering, keputihan, kesuburan rendah.
Untuk tujuan pengembangan pertanian, tanah mineral dan tanah bergambut
adalah tanah yang paling sesuai dan berdasarkan sifat fisiknya dapat dibedakan
atas :
o hidrotopografi (peluang irigasi pasang surut selama musim tanam);
o intrusi air asin (peluang irigasi pompa selama musim tanam);
o drainabilitas;
o keberadaan lapisan pirit di dalam daerah perakaran tanaman.
Berdasarkan kriteria di atas, lahan rawa pasang surut dapat dibedakan menjadi
10 (sepuluh) satuan lahan.
Satuan lahan 1 : lahan irigasi pasang surut
Semua lahan dimana selama musim tanam secara teratur dapat diluapi air
pasang yang tidak asin (katagori A dan B). Lahan terdiri dari tanah gambut atau
tanah mineral, dengan atau tanpa bahan sulfidik.
Satuan lahan 2 sampai 5 : tanah berpirit dan tanah bergambut
Tanah mineral dengan bahan sulfidik (pirit) pada kedalaman kurang dari 1 m,
atau tanah dengan bahan organik (kadar abu total > 25%). Lahan tidak dapat
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 27 REVIEW 1 - 2015
diluapi air pasang secara teratur karena agak tinggi (katagori C dan D), atau
airnya asin. Tergantung pada salinitas air saluran dan kemungkinan untuk
mendrain lahan di bawah 60 cm, tanah ini dibedakan seperti berikut :
- air saluran asin selama (sebagian dari) musim tanam dan :
* kedalaman drainasi potensial kurang dari 60 cm : satuan lahan
* kedalaman drainasi potensial lebih dari 60 cm : satuan lahan 3;
- air saluran tidak asin sepanjang musim tanam dan :
* kedalaman drainasi potensial kurang dari 60 cm : satuan lahan 4;
* kedalaman drainasi potensial lebih dari 60 cm : satuan lahan 5.
Satuan lahan 6 : tanah gambut
Tanah organik dengan ketebalan lebih dari 40 cm dan kandungan abu total
kurang dari 25%, termasuk tanah yang sebelumnya berupa tanah gambut yang
telah terbakar dan masih beracun.
Satuan lahan 7 : tanah lahan kering, keputihan dengan kesuburan rendah
Tanah mineral dengan kesuburan rendah (KTK kurang dari 5 me/100 g),
kejenuhan Aluminium tinggi (lebih dari 50%), dan kandungan tanah liat rendah
(atau liat non-aktif), dengan atau tanpa lapisan pirit.
Satuan lahan 8 sampai 10 : tanah tidak berpirit
Tanah mineral dengan kesuburan tinggi (KTK lebih dari 5 me/100 g) tanpa bahan
sulfidik (pirit) pada kedalaman 1 m atau kurang.
Tergantung pada salinitas air dan dapat atau tidaknya daerah perakaran
tanaman didrain dibawah kedalaman 60 cm, tanah ini dibedakan sebagai berikut
:
- air saluran tidak asin sepanjang musim tanam dan;
* kedalamn drainasi potensial kurang dari 60 cm : satuan lahan 8;
* kedalaman drainasi potensial lebih dari 60 cm : satuan lahan 9;
- air saluran asin selama (sebagian dari) musim tanam : satuan lahan 10.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 28 REVIEW 1 - 2015
Tabel 2 Klasifikasi Satuan lahan
No URAIAN SATUAN LAHAN
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 29 REVIEW 1 - 2015
1
(2-5)
2 3
4 5
6
7
(8-10)
8 9
10
Areal terluapi air pasang surut
Daerah ini selama musim tanam secara teratur tergenangi dengan air pasang (tidak bergaram) dan lahan mengandung bahan organik, dengan atau tanpa bahan sulfidik (pirit) Tanah pirit dan tanah bergambut Tanah mineral dengan bahan sulfik (pirit) pada kedalaman 1 m atau kurang atau tanah dengan bahan organik (total kandungan abu lebih dari 25 %). Lahan tidak tergenangi secara teratur, karena ada yang tinggi (kategori C dan D). Satuan Lahan disini dibedakan antara lain : a). Saluran air asin selama (sebagian) musim tanam : - Kedalaman drainase potensial < 60 cm - Kedalaman drainase potensial > 60 cm
b). Saluran ar taiwar sepanjang musim tanam : - Kedalaman drainase potensial < 60 cm - Kedalaman drainase potensial > 60 cm Lahan gambut
Lahan gambut (lapisan organik > 40 cm dan total kandungan abu kurang dari 25 %). Tanah putih (whitsh), kurang subur Tanah mineral dengan tingkat kesuburan rendah (CEC kurang dari 5 me/100gr), kandungan Alumunium tinggi (lebih dari 50 %), dan sedikit tanah liat, dengan atau tanpa bahan sulfidik Lahan bukan pirit
Tanah mineral (CEC kurang dari 5 me/100gr) tanpa bahan sulfidik pada kedalaman 1 m atau kurang. Satuan lahan disini dibedakan : a). Air tawar pada saluran sepanjang musim tanam : - Kedalaman drainase potensial < 60 cm - Kedalaman drainase potensial > 60 cm b). Air asin pada saluran selama (sebagian) musim tanam : - Air asin selama atau sebagian musim tanam
3.6 Kesesuaian lahan
Kesesuaian lahan rawa pasang surut untuk pengembangan pertanian bervariasi
menurut iklim, hidrotopografi, karakteristik tanah, dan sistem pengelolaan air.
Evaluasi kesesuaian lahan pada satuan lahan terutama didasarkan atas aspek
fisik sedangkan kesuburan tanah hanya sebagian yang diperhitungkan.
Satuan lahan 1 : lahan irigasi pasang surut (tidak asin selama musim tanam)
Satuan lahan 1 sangat sesuai (S1) tanaman padi sawah asalkan air saluran tidak
asam. Lahan ini sesuai terbatas (S3) untuk tanaman palawija atau tanaman
keras karena drainasinya tidak memadai. Kendala utama untuk pengembangan
pertanian adalah :
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 30 REVIEW 1 - 2015
- drainasi buruk untuk tanaman palawija dan tanaman keras;
- pada beberapa tempat, genangan terlalu dalam pada musim hujan.
Satuan lahan 2 sampai 6 : tanah berpirit dan tanah bergambut (tanpa irigasi pasang surut)
Selama musim tanam, muka air tanah harus dijaga jangan sampai turun dibawah
batas atas lapisan pirit untuk mencegah terbentuknya asam dan keracunan.
Pendekatan baru untuk pemanfaatan lahan ini adalah dengan merangsang
terjadinya oksidasi pirit pada lapisan atas tanah melalui drainasi dangkal secara
terkontrol dan memanfaatkan air hujan untuk mencuci asam keluar dari dalam
tanah. Dengan cara ini, tanah dapat berubah klasnya menjadi sesuai sedang
(S2) atau sesuai terbatas (S3) untuk tanaman padi tadah hujan. Jika drainasi
dibawah 60 cm dapat dilakukan, lahan menjadi sangat sesuai (S1) untuk
tanaman keras. Kendala utama untuk pengembangan pertanian adalah :
- keasaman tanah dan keracunan;
- permeabilitas dan tanah lapisan atas setengah matang;
- air saluran asin (satuan lahan 2 dan 3);
- air saluran asam;
- drainasi buruk untuk tanaman keras (satuan lahan 2 dan 4).
Satuan lahan 6 : tanah gambut
Tanah gambut tidak sesuai (N) untuk penanaman padi secara normal dan
konvensional. Padi hanya bisa berhasil ditanam dengan drainasi terkontrol dan
hati-hati, pemadatan tanah, pemakaian pupuk yang seimbang, dan penutupan
tanah secara permanen untuk mencegah tanah lapisan atas menjadi kering yang
tidak balik (irreversible drying). Tanaman keras seperti kelapa dan kelapa sawit
lebih sesuai untuk tanah ini dibandingkan dengan tanaman setahun.
Karena bahan organik akan hilang dalam beberapa tahun kedepan, maka agar
pengembangan dapat berkelanjutan, sangat penting untuk memperhitungkan
drainabilitas lahan setelah lapisan gambut hilang seluruhnya. Kendala utama
untuk pengembangan pertanian adalah :
- kesuburan tanah sangat rendah;
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 31 REVIEW 1 - 2015
- permeabilitas tinggi;
- kering tidak balik dan penurunan muka tanah;
- air saluran asam.
Satuan lahan 7 : tanah lahan kering, keputihan dengan kesuburan rendah
Tanah ini tidak sesuai (N) untuk tanaman padi, dan hanya sesuai terbatas (S3)
untuk palawija dan tanaman keras. Tanaman keras harus ditanam diatas
guludan untuk menjamin drainasi yang memadai. Kendala utama untuk
pengembangan pertanian adalah :
- kesuburan tanah sangat rendah;
- kemampuan menahan air rendah.
Satuan lahan 8 sampai 10 : tanah tidak berpirit (tanpa irigasi pasang surut)
Dengan stabilitas struktur tanah yang memadai dan tidak adanya ancaman zat
beracun, tanah tidak berpirit ini sangat sasuai (S1) dan dapat menjamin
kelestarian produksi padi tadah hujan dengan baik. Lapisan atas tanah
kebanyakan sudah matang sehingga dapat dibajak dan lapisan air (genangan)
dapat dijaga untuk padi sawah. Tanaman keras dapat diusahakan tetapi harus
perlu perhatian agar tanah dapat terdrain dengan baik (sesuai sedang, S2 atau
sesuai terbatas, S3). Karena permeabilitasnya rendah, tanah ini lebih mudah
tergenang dari pada tanah berpirit dan tanah bergambut. Kendala utama untuk
pengembangan pertanian adalah :
- air saluran asin (satuan lahan 10);
- drainasi buruk untuk tanaman keras (satuan lahan 8);
- tergenang.
Tabel 3. memperlihatkan kesesuaian lahan pada setiap satuan lahan untuk tipe
penggunaan lahan yang paling umum di lahan rawa pasang surut yaitu :
- padi irigasi pasang surut;
- padi irigasi pompa;
- padi tadah hujan;
- palawija;
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 32 REVIEW 1 - 2015
- tanaman keras.
Tabel 3 Kesesuaian lahan
No.
Satuan lahan
KESESUAIAN LAHAN
PER TIPE SATUAN LAHAN
PADI Tana-man
palawija
Tanaman keras dan
kebun
Irigasi pasang surut
Irigasi pompa
Tadah hujan
1. Lahan irigasi pasang surut S1 - - S3 *) S3 *)
Tanah berpirit dan tanah bergambut
Air saluran asin selama (sebagian) musim tanam dan:
2. kedalaman potensi drainasi kurang dari 60 cm S3 / N S3 / N S3 S2 S3 *)
3. kedalaman potensi drainasi lebih dari 60 cm S3 / N S3 / N S3 S2 S1
Air saluran tidak asin sepanjang musim tanam dan:
4. kedalaman potensi drainasi kurang dari 60 cm - S2 S2 S2 S3 *)
5. kedalaman potensi drainasi lebih dari 60 cm - S2 S2 S2 S1
6. Tanah gambut N N N S3 / N S2 / S3 *)
7. Tanah lahan kering, keputihan dan kesuburan rendah N N N S3 / N S3 *)
Tanah tidak berpirit:
Air saluran tidak asin sepanjang musim tanam dan:
8. kedalaman potensi drainasi kurang dari 60 cm - S1 S1 S3 *) S3 *)
9. kedalaman potensi drainasi lebih dari 60 cm - S1 S1 S3 *) S2
10. Air saluran asin selama (sebagian dari) musim tanam S3 / N S3 / N S2 S3 *) S2 / S3 *)
Catatan Keterangan dari simbol-simbol:
Garis bawah menunjukan penggunaan lahan yang disarankan untuk tiap satuan lahan.
Satuan lahan 10 paling sesuai untuk usaha pertambakan.
*) Membuat gulu dan diperlukan untuk menjamin drainasi lahan
S1: Sangat Sesuai
S2: Sesuai Sedang
S3: Sesuai Terbatas
N : Tidak Sesuai
Bab. IV
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 33 REVIEW 1 - 2015
ZONASI PENGELOLAAN AIR
4.1. Komponen Zonasi Pengelolaan Air
Zonasi Pengelolaan Air (ZPA) dapat diartikan sebagai Wilayah dari areal-areal tertentu
yang memiliki kesamaan atau kemiripan pengelolaan air berdasarkan karakteristik fisik
lahan tersebut atau memiliki kesamaan satuan lahan/kesesuaian Lahan. Batasan
wilayah pengelolaan air di sarankan merupakan batas hidrologis yang independen guna
memudahkan dalam pengaturan pengelolaan air (dapat diwakili satu blok sekunder
atau blok tersier, tergantung situasi di lokasi masing-masing daerah irigasi rawa).
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan ZPA antara lain:
hidrotopografi dan irigabilitas, drainabilitas, jenis tanah, intrusi salinitas dan penggunaan
lahan eksiting dan produktifitasnya, seperti pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5 Zonasi Pengelolaan Air Pada Tingkatan Satuan lahan
Catatan : WPA yang direkomendasi untuk diterapkan * ) Membutuhkan perlakukan khusus
SATUAN LAHAN
WILAYAH PENGELOLAAN AIR
Tanaman Padi
Tanaman
Lahan
Kering
Tanaman
KerasSuplesi
pasang
surut
Pompa Tadah
hujan
1. Areal terluapi air pasang surut
Tanah pirit dan tanah bergambut
Saluran air asin selama (sebagian) musim tanam
2. - Kedalaman drainase potensial < 60 cm
3. - Kedalaman drainase potensial > 60 cm
Saluran air tawar sepanjang musim tanam :
4. - Kedalaman drainase potensial < 60 cm
5. - Kedalaman drainase potensial > 60 cm
6. Lahan gambut
7. Tanah putih (whitsh), kurang subur
Lahan bukan pirit
8. - Kedalaman drainase potensial < 60 cm
9. - Kedalaman drainase potensial > 60 cm
10. - Air asin selama atau sebagian musim
tanam
III
IV
IV
V
V
--
VIII
VIII
VIII
VIII
VII
VII
VII
III
VIII
VIII
VIII
VIII
VII
VII
VII
*)
*)
*)
*)
III
VIII
VI
VIII
VI
I
II
VII
VI
VI
*)
*)
*)
*)
*)
*)
*)
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 34 REVIEW 1 - 2015
Tabel 6. Zonasi Pengelolaan Air dan Rekomendasi Pengelolaan Air
I Tanah gambut untuk tanaman perkebunan
Pengelolaan air Mengatur MAT 70 cm dengan pengendalian drainase, bila terjadi penurunan tanah (subsidence), maka kedalaman drainase diperiksa kembali. Pada musim kemarau,
air pasang surut dapat dimasukkan (bila dimungkinkan).
Tanaman lain Tanah gambut tidak cocok untuk jenis tanaman selain tanaman perkebunan
II Tanah keputih-putihan, kurang subur, untuk tanaman perkebunan
Pengelolaan air Muka air tanah diatur 1m dibawah permukaan tanah dengan cara pengendalian drainase. Bila drainase tidak mencukupi pada zone perakaran, maka perlu dibuatkan surjan.
Tanaman lain Tanah ini tidak cocok untuk jenis tanaman selain tanaman perkebunan.
III Daerah luapan pasang surut untuk tanaman padi (sedikitnya terluapi 4 – 5 kali per 15 hari)
Pengelolaan air Suplesi air maksimum ke saluran selama pasang tinggi. Diperlukan perawatan saluran yang baik untuk pengaliran air optimal selama jangka waktu air maksimum yang singkat.
Tanaman lain Tanaman perkebunan dan palawija dapat dikombinasi dengan padi melalui sistem surjan, tetapi pengelolaan airnya sama seperti tanaman padi.
IV Tanah pirit, tanah bergambut (muck soil) dengan irigasi pompa untuk padi
Pengelolaan air Pengaliran air maksimum dengan pemompaan, drainase setelah tahap pengolahan tanah. Genangi kembali selama persiapan.
Tanaman lain Tanaman lahan kering (palawija) ditanam dengan sistem guludan.
V Tanah non pirit dengan irigasi pompa untuk padi
Pengeloaan air Pengaliran air maksimum dengan pemompaan. Retensi air maksimum selama musim tanam, pengaturan ketinggian air disesuaikan tahapan perkembangan tanaman.
Tanaman lain Tanaman lahan kering (palawija) ditanam dengan sistem guludan.
VI Tanah pirit/tanah bergambut dan tanah non pirit dengan kedalaman drainase > 60 cm, untuk tanaman perkebunan
Pengelolaan air Usahakan muka air tanah 60 cm dibawah permukaan dengan pengendalian drainase.
Tanaman lain Untuk tanah pirit/bergambut lihat WPA VIII, sedangkan tanah non pirit lihat WPA VII.
VII Tanah non pirit untuk padi tadah hujan
Pengelolaan air Retensi air maksimum. Drainase kelebihan air hujan yang tinggi. Bila air mencukupi dapat dilakukan perlumpuran pada saat persiapan lahan.
Tanaman lain Tanaman perkebunan dan palawija dapat dikombinasi dengan tanaman padi, dengan sistem guludan.
VIII Tanah pirit, tanah bergambut dengan padi tadah hujan
Pengelolaan air Pengendalian drainase setelah tahap pembajakan dan ketika tanaman kelihatan tertekan (kekuning-kuningan). Pembilasan saluran pada saat pasang maksimum
Tanaman lain Tanaman lahan kering perlu pengaturan drainase, dan tanaman perkebunan diupayakan pada guludan.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 35 REVIEW 1 - 2015
4.2. Contoh Pembuatan Peta Zona Pengelolaan Air
Pembuatan Peta Zona Pengelolaan Air dilakukan dengan melakukan tumpang susun
beberapa peta antara lain:
1. Peta Tipe Luapan atau Hidrotopografi 2. Peta Potensi Drainase atau Drainabilitas 3. Peta Satuan Lahan/land unit 4. Peta Intrusi Salinitas 5. Peta Penggunaan Lahan Eksisting
Mengingat variasi data yang sangat beragam di tingkat lapangan dan guna mendapatkan keakuratan yang sesuai dengan kondisi sebenarnya, maka pembuatan peta-peta yang diperlukan di atas sangat disarankan untuk menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi atau Geographic Information System (GIS). Diagram alur pembuatan ZPA dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 7. Diagram Alur Pembuatan Zonasi Pengelolaan Air
Model elevasi Digital/topografi
Citra Satelit Peta Dasar
Irigasi Pasut
Satuan Lahan/Kesesuaian Lahan
Usulan Zonasi Pengelolaan Air
Drainabilitas Tanah Intrusi Air Asin
Zonasi Pengelolaan Air Aktual
Sumber Data
Analisis Awal
Analisis antara
Analisis Akhir
Keluaran
Orthophoto/ levelling
Landuse pasut
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 36 REVIEW 1 - 2015
1. Peta Tipe Luapan atau Hidrotopografi
Hidrotopografi adalah potensi lahan untuk dapat di genangi oleh pasang pada saat
pasang purnama (lihat gambar 8). Secara umum beberapa aspek yang
mempengaruhi hidrotopografi adalah:
Level dan fluktuasi sungai pasang surut; untuk jangka panjang pengaruh kenaikan muka air laut akan sangat mempengaruhi fluktuasi pasang surut air di muara
peredaman (dumping) terhadap fluktuasi pasang surut disaluran. Peredaman tergantung kepada: a keberadaan areal yang terluapi pasang diantara sungai dan kawasan
tersebut; b potongan melintang dan panjang saluran; c kondisi pemeliharaan saluran; d adanya bangunan pintu disaluran dengan ukuran yang lebih kecil dari
saluran; e level lahan atau topografi , yang bisa saja berubah sejalan dengan waktu
karena:penurunan tanah ataupun oksidasi gambut; teknik pertanian: perataan lahan , konstruksi surjan dll
Gambar 8. Skematisasi tipe luapan atau hidrotopografi
Sumber: Suryadi, 1996 dan Rahmadi, 2009
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 37 REVIEW 1 - 2015
Gambar 9 Contoh Peta Hidrotopografi Sumber: Rahmadi, 2009
2. Peta Potensi Drainase atau Drainabilitas
Seperti halnya hidrotopografi, drainabilitas juga dipengaruhi oleh kehilangan energi
mulai dari lahan ke saluran dan akhirnya ke sungai utama. Dampak kehilangan
energi terjadi karena peredaman baik itu sebagai pengaruh dari operasi pintu,
kondisi saluran, pasang surut dan faktor lainnya. Pemasangan pintu air akan
sangat berpengaruh terhadap kondisi drainabilitas bila dibandingkan dengan
kondisi saluran terbuka atau open system. Skematisasi dari kehilangan energi
drainase digambarkan pada gambar 10 di bawah ini.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 38 REVIEW 1 - 2015
Gambar 10. Skematisasi kehilangan energi drainase dari lahan sampai sungai
Sumber: Rahmadi, 2009
Secara umum potensi drainase suatu lahan di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain:
1. Iklim: curah hujan 2. Sifat fisik tanah: tekstur tanah, tekstur tanah 3. intensitas dan kedalaman saluran di lahan 4. kerapatan dan kedalaman saluran utama 5. kondisi saluran utama 6. keberadaan pintu pengatur air 7. fluktuasi pasang dan surut
Kedalaman efektif drainase adalah perbedaan antara rata-rata permukaan air tanah
dengan rata-rata muka air di saluran tersier/sekunder terdekat yang dipengaruhi oleh
gerakan pasang surut. Semakin besar perbedaannya maka akan semakin besar
potensi drainase lahan tersebut.
Sedangkan pengaruh kenaikan muka air laut dan penurunan tanah berbanding terbalik
dengan hidrotopografi. Jika air laut naik dan terjadi penurunan tanah maka potensi
drainase akan semakin berkurang seperti digambarkan pada gambar 11 berikut ini.
Saluran primer
Saluran tersier
Sal.
seku
nd
er
sun
gai
∆h1
∆h2
∆h3
∆h4
∑HL = ∆h1+∆h2+∆h3+∆h4
∆h= kehilangan energi
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 39 REVIEW 1 - 2015
Gambar 11. Perubahan potensi drainase akibat penurunan tanah dan kenaikan muka air laut
Sumber : Rahmadi, 2009
Gambar 12 Contoh Peta Potensi Drainase atau Drainabilitas
Sumber : Rahmadi, 2009
3. Peta Satuan Lahan/land unit
Peta satuan lahan merupakan peta hasil tumpang susun atau overlay antara peta
tanah (kedalaman pirit dan ketebalan gambut), peta tipe luapan dan peta
drainabilitas. Adapun kriteria penentuan satuan lahan mengacu pada kriteria yang
sudah dijelaskan pada Bab 3 sebelumnya: Satuan Lahan dan Kesesuaian Lahan.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 40 REVIEW 1 - 2015
Gambar 13 Contoh Peta Tanah (kiri: ketebalan gambut dan kanan: kedalaman pirit)
Gambar 14 Contoh Peta Satuan Lahan
Sumber: Rahmadi, 2009
4. Peta Intrusi Salinitas
Intrusi salinitas disini digambarkan dengan sebaran intrusi salinitas yang
menunjukkan sebaran lamanya terjadi intrusi air asin yang diklasifikasikan menjadi
kurang dari 1 bulan, 1-2 bulan dan 2-3 bulan.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 41 REVIEW 1 - 2015
Gambar 15. Contoh Peta Intrusi Salinitas Sumber: Rahmadi, 2009
5. Peta Penggunaan Lahan Eksisting dan Kesesuaian Lahan
Peta penggunaan lahan merupakan peta hasil interpretasi citra satelit dan hasil
pengecekan lapangan untuk keperluan verifikasi data sesuai dengan kondisi
sebenarnya di lapangan. Adapun contoh peta penggunaan lahan dapat dilihat pada
gambar di bawah ini. Peta penggunaan lahan ini merupakan salah satu pertimbangan
dalam menentukan kelas kesesuaian lahan untuk membandingkan antara hasil analisis
dengan kenyataan di lapangan. Penggunaan lahan ini juga masih perlu diverifikasi
produktivitasnya, intesifikasi tanam dengan cara melakukan wawancara dengan petani
setempat.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 42 REVIEW 1 - 2015
Gambar 16. Contoh Peta Penggunaan Lahan
Sumber: Rahmadi, 2009
Hasil tumpang susun peta-peta diatas maka akan didapat peta kesesuaian lahan
seperti pada gambar 17 di bawah ini.
Gambar 17. Contoh Peta Kesesuaian Lahan
Sumber: Rahmadi, 2009
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 43 REVIEW 1 - 2015
6. Peta Zonasi Pengelolaan Air
Peta zonasi pengelolaan air adalah peta yang menggambarkan areal-areal tertentu
yang memiliki kesamaan atau kemiripan pengelolaan air berdasarkan karakteristik fisik
lahan atau satuan lahan, yang digambarkan dalam kesesuaian lahan. Selanjutnya guna
mencegah konflik kepentingan dalam pengelolaan air, maka penyeragaman diambil
berdasarkan kelas yang dominan dalam satu batas hidrologis yang independen, dimana
dalam contoh di bawah ini penyeragaman berdasarkan satu blok sekunder yang
independen.
Gambar 18. Peta Zonasi Penggunaan Lahan
Sumber: Rahmadi, 2009
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 44 REVIEW 1 - 2015
Bab. V
PENGELOLAAN AIR
Pengelolaan air secara hati-hati sangatlah diperlukan agar kegiatan pertanian di lahan
rawa pasang surut dapat berhasil dengan baik . Hal ini tidak mungkin bisa dicapai
secara langsung dan juga tidak mungkin dapat dilakukan segera setelah lahan rawa
direklamasi , dikarenakan belum dilengkapi bangunan pintu pengatur air . Namun
demikian, banyak diantara jaringan irigasi rawa yang ada saat ini sudah berada pada
tahap pengembangan kedua . Pada jaringan reklamasi yang sudah berada tahap
pengembangan kedua ini, biasanya sudah dilengkapi bangunan pintu pengatur air baik
di jaringan saluran sekunder maupun saluran tersier, sehingga memungkinkan dapat
mengatur muka air sesuai yang dikehendaki, termasuk pemasokan air irigasi dan
pembuangan air drainase, asalkan jaringan saluran dan bangunan pengatur air
dipelihara dan dioperasikan dengan benar .
Bangunan pintu pengatur air di jaringan sekunder umumnya berupa pintu klep
dikombinasikan dengan pintu geser , sedangkan di jaringan tersier biasanya berupa
pintu geser , pintu klep , atau stoplog. Modul ini didasarkan kepada penggunaan pintu
geser di saluran tersier mengingat pintu air tipe ini adalah yang paling umum dipakai
Namun, prinsip yang sama bisa diterapkan pula untuk pintu stoplog atau pintu klep.
Masalah yang paling utama adalah bagaimana mempertahankan taraf muka air yang
optimal baik selama musim kemarau maupun musim hujan dan bagaimana memenuhi
kebutuhan irigasi dan drainase sebaik-baiknya. Ini tergantung kepada jenis tanaman
ang dibudidayakan, karena adanya perbedaan yang mencolok antara tanaman padi
dibandingkan dengan palawija . Menyangkut seberapa optimal taraf muka air bisa
diatur, untuk itu perlu dibedakan antara level yang optimal selama kondisi normal dan
level yang optimal selama kondisi ekstrim . Misalnya pada musim kemarau panjang ,
ataukah pada saat musim penghujan dengan intensitas curah hujan yang tinggi.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 45 REVIEW 1 - 2015
Pada umumnya, pengelolaan air dilakukan di dua level, yaitu :
- pengelolaan air dilahan sawah . Pengelolaan air dilahan sawah menentukan
secara langsung kondisi lingkungan bagi pertumbuhan tanaman ;
- pengelolaan air di jaringan utama atau disistem utama . Tujuan pokoknya adalah
mengendalikan taraf muka air dan kualitas air sebaik mungkin untuk memenuhi
kebutuhan kegiatan pertanian. Sistem atau jaringan utama dapat dibagi kedalam
jaringan primer, jaringan sekunder dan jaringan tersier .
Dua level pengelolaan air ini perlu diintegrasikan. Sesuai dengan reformasi kebijakan
pengelolaan sumberdaya air, pengelolaan jaringan primer, sekunder dan bangunan air
yang ada pada jaringan tersebut tanggung jawabnya ada pada Pemerintah .
Sedangkan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) bertanggung jawab untuk
pengelolaan air di tingkat tersier dan di lahan usaha tani .
Opsi pengelolaan air pada dasarnya ditentukan oleh kondisi tanah dan faktor
hidrotopografi. Opsi pengelolaan air menjadi dasar pertimbangan yang kemudian
dijabarkan kedalam ketentuan pengoperasian bangunan-bangunan air yang ada . Hal
ini berarti bahwa setelah tahap pengembangan pertama dimana jaringan salurannya
masih berupa sistem terbuka untuk memfasilitasi terjadinya pematangan tanah dan
membuang pembuangan air yang berlebihan keluar dari lahan , maka selanjutnya pada
tahap pengembangan berikutnya adalah meningkatkan sistem pengelolaan air dengan
melengkapi bangunan pengatur air pada jaringan saluran yang ada . Tujuannya adalah
untuk :
menjamin kecukupan air bagi tanaman ;
membuang air yang berlebih keluar dari lahan ;
mencegah pertumbuhan gulma tanaman ( dengan mempertahankan genangan
air disawah) ;
mencegah memburuknya kualitas air ;
mencegah intrusi air asin .
Dalam kasus tanah sulfat masam, persyaratan pengelolaan air harus memperhitungkan
sejauh mungkin kebutuhan untuk pencegahan terjadinya keasaman tanah selama
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 46 REVIEW 1 - 2015
pertumbuhan tanaman. Namun demikian, perlu diketahui pula bahwasanya keasaman
akan hilang setelah beberapa periode waktu dan setelah periode itu, dapat
diberlakukan pengoperasian dengan ketentuan normal.
5.1. Pengelolaan Air di Sistem Utama
Infrastruktur hidrolik dikebanyakan lahan reklamasi rawa pasang surut, pada mulanya
berupa sistem saluran terbuka, yaitu, suatu sistem tanpa bangunan pintu pengatur air
baik di tersier maupun di tingkat yang lebih tinggi . Pengelolaan air pada sistem terbuka
hanya mungkin dilakukan di petak tersier, atau ditingkat lahan usaha tani . Pematang
mengelilingi sawah dan gorong-gorong kecil di parit kuarter sangat dianjurkan untuk
dibangun .
5.1.1 Ketentuan umum untuk jaringan saluran dengan bangunan pintu
Pintu klep yang dipasang disaluran sekunder dan pintu geser disaluran tersier
memungkinkan pengelolaan air dapat dilakukan secara efektif, asalkan
pengoperasiannya dilakukan dengan benar (Schultz dan Suryadi, 2001) . Ada
perbedaan antara pengoperasian pada musim hujan dengan pengoperasian dimusim
kemarau , dan juga selama kondisi normal dan kondisi ekstrim . Yang dimaksud kondisi
ekstrim adalah periode terlampau basah dimusim hujan, dan periode sangat kering
dimusim kemarau . Kondisi terlampau basah bisa disebabkan oleh adanya curah hujan
berlebihan dimusim penghujan . Pada umumnya dalam kasus seperti itu, kelebihan
curah hujan harus dibuang secepat mungkin . Namun demikian, perlu dicegah
terjadinya drainase yang berlebihan (over drainage) . Uraian berikut didasarkan pada
data dan kriteria yang termuat pada Tabel 5.4, 5.5 dan 5.6, data tersebut memberi
pengaruh dan konsekuensi dalam pengoperasian terhadap bangunan pintu air .
Opsi pengelolaan air harus didasarkan kepada permukaan air rata-rata diblok sebunder
. Jika dalam uraian selanjutnya yang diberikan adalah level permukaannya, yang
dimaksudkan tidak lain adalah taraf permukaan rata-rata . Pada prinsipnya, akan
menghasilkan ketentuan pengoperasian sbb :
– padi musim hujan : drainase
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 47 REVIEW 1 - 2015
Ketentuan pengoperasian untuk pintu klep di saluran sekunder dan pintu geser di
saluran tersier harus didasarkan kepada kebutuhan agar terjadi pertumbuhan
tanaman padi secara optimal, ini berarti kondisi di lahan sawah dan muka air
disaluran tersier dan sekunder adalah seperti ditunjukan pada Tabel 7 . Hal ini
menghasilkan ketentuan pengoperasian sbb :
Pengolahan tanah :
+ tersier : areal A dan B : semua pintu geser dibuka ;
areal C dan D : semua pintu geser ditutup, kecuali jika terjadi
keasaman maka hendaknya pintu segera dibuka ;
+ sekunder: areal A dan B : pintu klep dan pintu geser dibuka ;
areal C dan D : pintu geser ditutup, kecuali jika terjadi keasaman,
maka hendaknya pintu segera dibuka .
Tahap pembibitan :
+ tersier : pintu geser berada minus 10 – 20 cm dari muka tanah ;
+ sekunder : jika muka air disaluran sekunder lebih rendah dari muka air
yang dikehendaki (minus 50 – 60 cm dari muka tanah) :
pertahankan agar pintu klep dan pintu geser terbuka bila muka
air di saluran primer lebih tinggi dan tutup pada waktu-waktu
lainnya .
Jika muka air disaluran sekunder lebih tinggi dari minus 50 – 60
cm dari muka tanah, biarkan pintu klep beroperasi sesuai
fluktuasi pasang surut ;
Pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan generatif :
+ kondisi normal :
tersier : pintu geser berada 10 cm dibawah muka tanah ;
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 48 REVIEW 1 - 2015
sekunder : jika muka air disaluran sekunder lebih rendah
dari muka air yang dikehendaki (minus 50 – 60 cm dari
muka tanah) : maka pintu klep dan pintu geser dibuka bika
muka air disaluran primer lebih tinggi dan tutup pada waktu-
waktu lainnya .
Jika muka air disaluran sekunder lebih tinggi dari minus 50 –
60 cm dari muka tanah : biarkan pintu klep beroperasi
mengikuti fluktuasi pasang surut .
+ hujan ekstrim :
tersier : pintu geser dibuka
sekunder : biarkan pintu klep beroperasi mengikuti
fluktuasi pasang surut .
Tahap pemasakan :
+ tersier : pintu geser minus 50 cm dari muka tanah ;
+ sekunder: jika muka air disaluran sekunder lebih rendah dari muka air
yang dikehendaki (minus 50 – 60 cm dari muka tanah) :
pertahankan pintu klep dan pintu geser terbuka ketika muka
air di saluran primer lebih tinggi dan tutup pada waktu-waktu
lainnya .
Jika muka air disaluran sekunder lebih tiggi dari minus 50 –
60 cm dari muka tanah : biarkan pintu klep beroperasi
mengikuti fuktuasi pasang surut .
Persyaratan tambahan :
+ tersier : Jika diperlukan, 3 atau 4 jam sebelum pasang
tinggi, turunkan muka air disaluran tersier
sebanyak mungkin dengan membuka pintu geser ;
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 49 REVIEW 1 - 2015
+ sekunder : Setiap 3 atau 4 jam sebelum pasang tinggi
turunkan muka air disaluran sekunder sebanyak
mungkin dengan mengoperasikan pintu klep
sesuai fluktuasi pasang surut .
– padi musim kemarau : retensi (menahan) air dan penggelontoran
Catatan :
kondisi lahan sawah dan muka air yang dikehendaki di saluran tersier dan
sekunder sebagaimana ditunjukan pada Tabel 7 ;
hanya untuk lahan kategori A dan B masa tanam paling lambat dimulai bulan
Maret ;
untuk lahan kategori C dan D dianjurkan menanam palawija .
Ketentuan pengoperasian untuk pintu klep dan pintu geser disaluran sekunder dan
pintu geser disaluran tersier harus diusahakan agar pertumbuhan tanaman padi bisa
optimal . Hal tsb akan menghasilkan ketentuan pengoperasian sbb :
Pengolahan tanah :
+ tersier : pintu geser ditutup ;
+ sekunder : pintu geser ditutup ;
Tahap pembibitan :
+ tersier : pintu geser minus 10 – 20 cm dari muka tanah
+ sekunder : jika muka air disaluran sekunder lebih rendah dari muka air
yang dikehendaki (minus 50 – 60 cm dari muka tanah) :
pertahankan pintu klep dan pintu geser terbuka pada saat
muka air disaluran primer lebih tinggi dan tutup pada waktu-
waktu lainnya .
Jika muka air disaluran sekunder lebih tinggi dari minus 50-
60 cm dari muka tanah, biarkan pintu klep beroperasi sesuai
fluktuasi pasang surut .
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 50 REVIEW 1 - 2015
Tahap pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan reproduktif :
+ tersier : pintu geser minus 10 cm dari muka tanah ;
+ sekunder : jika muka air disaluran sekunder lebih rendah dari muka air
yang dikehendaki (minus 50 – 60 cm dari muka tanah) :
pertahankan pintu klep dan pintu geser terbuka pada saat
muka air disaluran primer lebih tinggi dan tutup pada waktu-
waktu lainnya .
Jika muka air disaluran sekunder lebih tinggi dari minus 50-
60 cm dari muka tanah, biarkan pintu klep beroperasi sesuai
fluktuasi pasang surut .
Tahap pemasakan :
+ tersier : pintu geser minus 50 cm dari muka tanah ;
+ sekunder : jika muka air disaluran sekunder lebih rendah dari muka air
yang dikehendaki (minus 50 – 60 cm dari muka tanah) :
pertahankan pintu klep dan pintu geser terbuka pada saat
muka air disaluran primer lebih tinggi dan tutup pada waktu-
waktu lainnya .
Jika muka air disaluran sekunder lebih tinggi dari minus 50-
60 cm dari muka tanah, biarkan pintu klep beroperasi sesuai
fluktuasi pasang surut .
Persyaratan tambahan
+ tersier : Tidak ada ;
+ sekunder : Setiap 3 atau 4 jam sebelum pasang tinggi turunkan
muka air disaluran sekunder sebanyak mungkin dengan
mengoperasikan pintu klep sesuai fluktuasi pasang
surut
– palawija dimusim kemarau : drainase
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 51 REVIEW 1 - 2015
Catatan: hanya diareal kategori C dan D dengan drainase dangkal dan
intensif (lebar dasar 20 – 30 cm, kedalaman 25 – 30 cm, jarak antara 25 –
50 m)
Tujuannya adalah mempertahankan muka air tanah minus 40 – 60 cm dari
muka tanah ;
+ tersier : pintu geser minus 40 – 60 cm dari muka tanah
+ sekunder : jika muka air disaluran sekunder lebih rendah dari muka air
yang dikehendaki (minus 80 – 100 cm dari muka tanah) :
pertahankan pintu klep dan pintu geser terbuka pada saat
muka air disaluran primer lebih tinggi dan tutup pada waktu-
waktu lainnya .
Jika muka air disaluran sekunder lebih tinggi dari minus 80-
100 cm dari muka tanah, biarkan pintu klep beroperasi
sesuai fluktuasi pasang surut .
– palawija dimusim kemarau : retensi (menahan) air dan penggelontoran
Catatan: hanya diareal kategori C dan D
Tujuannya adalah mempertahankan muka air tanah minus 40 – 60 cm dari
muka tanah ;
+ tersier : pintu geser minus 40 – 50 cm dari muka tanah
+ sekunder : jika muka air disaluran sekunder lebih rendah dari muka air
yang dikehendaki (minus 60 – 80 cm dari muka tanah) :
pertahankan pintu klep dan pintu geser terbuka pada saat
muka air disaluran primer lebih tinggi dan tutup pada waktu-
waktu lainnya .
Jika muka air disaluran sekunder lebih tinggi dari minus 60-
80 cm dari muka tanah, biarkan pintu klep beroperasi sesuai
fluktuasi pasang surut .
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 52 REVIEW 1 - 2015
Dalam prakteknya, adalah tidak mungkin untuk mempertahankan muka air tepat seperti
digambarkan diatas . Biasanya, toleransinya berkisar kurang lebih 10 cm diatas atau
dibawah level yang dikehendaki .
5.2. Pengelolaan Air di Tingkat Lahan
5.2.1 Kebutuhan air tanaman
Kebutuhan air tanaman umumnya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
keseimbangan air sbb :
CWR = k * ET + Pengolahan tanah + Perkolasi/pencucian
Dimana :
CWR = kebutuhan air tanaman
k = faktor tanaman, tergantung jenis dan tahap pertumbuhan tanaman
ET = referensi evapotranspirasi
Pengolahan tanah = jmlah air yang dibutuhkan pada awal musim tanam untuk pengolahan tanah, biasanya sekitar 150 mm untuk padi musim hujan dan 50 mm untuk palawija
Perkolasi/pencucian= perkolasi dibawah zona perakaran untuk tanaman padi ditaksir sebesar 3 mm/hari. Bilamana ada keperluan untuk pencucian asam dan racun tanah, the International Rice Research Institute (IRRI) merekomendasikan sebesar 8 mm/hari.
Kebutuhan air irigasi netto dapat dihitung dengan rumus berikut :
IRRnet = CWR - Reff
Dimana :
IRRnet = kebutuhan air irigasi netto
Reff = curah hujan efektif
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 53 REVIEW 1 - 2015
Contoh perhitungan untuk padi jenis unggul dan tanaman palawija diberikan pada
Tabel 7 , 8 dan 9. Untuk penentuan kebutuhan air total bagi keseluruhan areal, maka
penguapan dari tanah yang tidak ditanami juga harus diperhitungkan.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 54 REVIEW 1 - 2015
Tabel 7 Contoh perhitungan kebutuhan air tanaman padi musim hujan dan tanaman palawija musim kemarau pada lahan kategori C dan D
A. Padi jenis unggul dan palawija, hujan rata-rata, perkolasi/pencucian utk tan. padi 3 mm/hari dan 2 mm/hari utk palawija
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Total
Hujan R mm
Hujan effektif %
Hujan effektif A mm
Evapotranspirasi ET mm
172
100
172
117
183
90
165
117
259
90
233
111
325
90
293
110
233
90
210
111
203
90
183
107
276
90
248
115
270
90
243
116
171
100
171
117
123
100
123
108
103
100
103
117
94
100
94
125
2,412
2,337
1,371
Pola Tanam
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
25
45
50
1.15
67
45
100
1.35
150
90
100
1.35
149
90
50
1.25
69
45
435
315
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
50
75
0.65
56
45
100
0.85
99
60
100
0.95
111
60
50
0.85
46
30
312
245
Kebutuh. Air Tanam. CWR mm
Penguapan tanah mm
Kebutuhan Air Total mm
70
117
187
112
58
170
240
0
240
239
0
239
114
56
170
50
107
157
101
29
130
159
0
159
171
0
171
76
54
130
117
117
125
125
1,332
663
1,994
Selisih mm
Kebutuhan Irigasi IRR mm
Kebutuhan Drainase DRR mm
-15
15
45
-5
5
45
-7
7
90
54
0
144
40
0
85
26
0
76
118
0
164
84
0
144
0
0
60
-7
7
30
-14
14
0
-31
31
0
243
80
883
Padi unggul Palawija
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 55 REVIEW 1 - 2015
B. Padi jenis unggul dan palawija, 20% tahun kering, perkolasi/pencucian utk tan. padi 3 mm/hari dan 2 mm/hari utk palawija
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Total
Hujan R mm
Hujan effektif %
Hujan effektif A mm
Evapotranspirasi ET mm
133
100
133
117
145
90
131
117
191
90
172
111
254
90
229
110
226
90
203
111
158
90
142
107
216
90
194
115
202
90
182
116
139
100
139
117
89
100
89
108
98
100
98
117
75
100
75
125
1,926
1,787
1,371
Pola Tanam
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
25
45
50
1.15
67
45
100
1.35
150
90
100
1.35
149
90
50
1.25
69
45
435
315
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
50
75
0.65
56
45
100
0.85
99
60
100
0.95
111
60
50
0.85
46
30
312
245
Kebutuh. Air Tanam. CWR mm
Penguapan tanah mm
Kebutuhan Air Total mm
70
117
187
112
58
170
240
0
240
239
0
239
114
56
170
50
107
157
101
29
130
159
0
159
171
0
171
76
54
130
117
117
125
125
1,332
663
1,994
Selisih mm
Kebutuhan Irigasi IRR mm
Kebuthan Drainase DRR mm
-54
54
45
-39
39
45
-68
68
90
-10
10
90
33
0
79
-15
15
50
64
0
110
23
0
83
-32
32
60
-41
41
30
-19
19
0
-50
50
0
-208
329
681
Asumsi dan prosedur perhitungan :
R and ET dari data iklim, Kc dari literatur, Penggunaan lahan ditaksir
Effective rainfall A = R * hujan efektif (%)
Etc = ET * Kc * Penggunaan lahan
Perkolasi untuk mencegah keasaman 8 mm/day
Kebutuhan air tanaman = ETc + LP + L
Penguapan dari tanah (i.e. lahan tanpa tanaman) = ET * (100 – Penggunaan lahan)
Kebutuhan air total = Kebutuhan air tanaman + Penguapan tanah
Selisih = Hujan efektif – Kebutuhan air total
Kebutuhan irigasi sama dengan jumlah kekurangan air selama musim tanam
Padi unggul Palawija
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 56 REVIEW 1 - 2015
Tabel 8 Contoh perhitungan kebutuhan air tanaman padi, tanahnya beracun, kategori lahan A dan B A. Padi unggul musim hujan dan kemarau, curah hujan rata-rata, perkolasi / pencucian 8 mm/hari
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Total
Hujan R mm
Hujan effektif %
Hujan effektif A mm
Evapotranspirasi ET mm
172
100
172
117
183
90
165
117
259
90
233
111
325
90
293
110
233
90
210
111
203
90
183
107
276
90
248
115
270
90
243
116
171
100
171
117
123
100
123
108
103
100
103
117
94
100
94
125
2,412
2,337
1,371
Pola Tanam
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
100
50
1.15
67
100
120
100
1.35
150
240
100
1.35
149
240
50
1.25
69
120
435
820
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
50
1.15
34
100
120
100
1.35
104
240
100
1.35
149
240
50
1.25
150
120
447
720
Kebutuh. Air Tanam. CWR mm
Penguapan tanah mm
Kebutuhan Air Total mm
100
117
217
287
59
346
390
0
390
389
0
389
189
56
245
282
107
389
395
0
395
389
0
389
193
59
252
0
108
108
117
117
125
125
2,622
747
3,368
Selisih mm
Kebutuhan Irigasi IRR mm
Kebuthan Drainase DRR mm
-45
45
100
-181
181
120
-157
157
240
-96
96
240
-35
35
120
-206
206
120
-147
147
240
-146
146
0
-81
81
120
15
0
15
-14
14
0
-31
31
0
-1,131
1,146
1,555
Padi Unggul Padi Unggul
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 57 REVIEW 1 - 2015
B. Padi unggul musim hujan dan musim kemarau, 20% tahun kering, perkolasi/pencucian 8 mm/hari
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Total
Hujan R mm
Hujan effektif %
Hujan effektif A mm
Evapotranspirasi ET mm
133
100
133
117
145
90
131
117
191
90
172
111
254
90
229
110
226
90
203
111
158
90
142
107
216
90
194
115
202
90
182
116
139
100
139
117
89
100
89
108
98
100
98
117
75
100
75
125
1,926
1,787
1,371
Pola Tanam
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
100
50
1.15
67
100
120
100
1.35
150
240
100
1.35
149
240
50
1.25
69
120
435
820
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
50
1.15
62
100
120
100
1.35
155
240
100
1.35
157
240
50
1.25
73
120
447
720
Kebutuh. Air Tanam. CWR mm
Penguapan tanah mm
Kebutuhan Air Total mm
100
117
217
287
59
346
390
0
390
389
0
389
189
56
245
282
107
389
395
0
282
397
0
395
193
59
455
108
108
117
117
125
125
2,622
747
3,368
Selisih mm
Kebutuhan Irigasi IRR mm
Kebutuhan Drainase DRR mm
-84
84
100
-215
215
120
-218
218
240
-160
160
240
-41
41
120
-246
246
0
-87
87
120
-213
213
240
-316
316
240
15
0
15
-14
14
0
-31
31
0
-1,131
1,146
1,555
Asumsi dan prosedur perhitungan :
R and ET dari data iklim, Kc dari literatur, Penggunaan lahan ditaksir
Effective rainfall A = R * hujan efektif (%)
Etc = ET * Kc * Penggunaan lahan
Perkolasi untuk mencegah keasaman 8 mm/day
Kebutuhan air tanaman = ETc + LP + L
Penguapan dari tanah (i.e. lahan tanpa tanaman) = ET * (100 – Penggunaan lahan)
Kebutuhan air total = Kebutuhan air tanaman + Penguapan tanah
Selisih = Hujan efektif – Kebutuhan air total
Kebutuhan irigasi sama dengan jumlah kekurangan air selama musim tanam
Padi unggul Padi unggul
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 58 REVIEW 1 - 2015
Tabel 9 Contoh perhitungan kebutuhan air palawija dilahan kategori C dan D A Tanaman palawija musim hujan dan kemarau, hujan rata-rata, perkolasi/pencucian 2 mm/hari
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Total
Hujan R mm
Hujan effektif %
Hujan effektif A mm
Evapotranspirasi ET mm
172
100
172
117
183
90
165
117
259
90
233
111
325
90
293
110
233
90
210
111
203
90
183
107
276
90
248
115
270
90
243
116
171
100
171
117
123
100
123
108
103
100
103
117
94
100
94
125
2,412
2,337
1,371
Pola Tanam
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
50
75
0.65
56
45
100
0.85
94
60
100
0.95
105
60
50
0.85
47
30
303
245
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
50
75
0.65
56
45
100
0.85
99
60
100
0.95
111
60
50
0.85
46
30
312
245
Kebutuhan Air Tanam.CWR mm
Penguapan tanah mm
Kebutuhan Air Total mm
50
117
167
102
29
131
154
0
154
165
0
165
77
56
133
50
107
157
101
29
130
159
0
159
171
0
171
76
54
130
117
117
125
125
1,105
634
1,738
Selisih mm
Kebutuhan Irigasi IRR mm
Kebutuhan Drainase DRR mm
5
0
55
33
0
78
79
0
139
128
0
188
77
0
107
26
0
76
119
0
164
84
0
144
0
0
60
-7
7
30
-14
14
0
-31
31
0
499
52
1,041
Palawija Palawija
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 59 REVIEW 1 - 2015
B Palawija musim hujan dan musim kemarau,, 20% tahun kering, perkolasi 2 mm/hari
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Total
Hujan R mm
Hujan effektif %
Hujan effektif A mm
Evapotranspirasi ET mm
133
100
133
117
145
90
131
117
191
90
172
111
254
90
229
110
226
90
203
111
158
90
142
107
216
90
194
115
202
90
182
116
139
100
139
117
89
100
89
108
98
100
98
117
75
100
75
125
1,926
1,787
1,371
Pola Tanam
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
50
75
0.65
57
45
100
0.85
94
60
100
0.95
105
60
50
0.85
47
30
303
245
Penggunaan Lahan %
Koef. Tanaman Kc -
Penguapan Tanaman Etcmm
Pengolahan tanah LP mm
Perkolasi/pencucian L mm
50
75
0.65
56
45
100
0.85
99
60
100
0.95
111
60
50
0.85
46
30
312
245
Kebutuh. Air Tanam. CWR mm
Penguapan tanah mm
Kebutuhan Air Total mm
50
117
167
102
29
131
154
0
154
165
0
165
77
56
133
50
107
157
101
29
130
159
0
159
171
0
171
76
54
130
117
117
125
125
1,105
634
1,738
Selisih mm
Kebutuhan Irigasi IRR mm
Kebutuhan Drainase DRR mm
-34
34
50
-1
1
45
18
0
78
64
0
124
71
0
101
-15
15
50
65
0
110
23
0
83
-32
32
60
-41
41
30
-19
19
0
-50
50
0
49
192
730
Asumsi dan prosedur perhitungan :
R and ET dari data iklim, Kc dari literatur, Penggunaan lahan ditaksir
Effective rainfall A = R * hujan efektif (%)
Etc = ET * Kc * Penggunaan lahan
Perkolasi untuk mencegah keasaman 2 mm/day
Kebutuhan air tanaman = ETc + LP + L
Penguapan dari tanah (i.e. lahan tanpa tanaman) = ET * (100 – Penggunaan lahan)
Kebutuhan air total = Kebutuhan air tanaman + Penguapan tanah
Selisih = Hujan efektif – Kebutuhan air total Kebutuhan irigasi sama dengan jumlah kekurangan air selama musim tanam
Palawija Palawija
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 60 REVIEW 1 - 2015
Karena besarnya kebutuhan air untuk pencucian, akibatnya kebutuhan air untuk
tanaman padi menjadi besar pula dan umumnya tidak bisa dipenuhi dari hujan (periode
tahun kering rata-rata) , terlebih lagi pada musim yang lebih kering lagi . Jika tidak ada
tambahan pasokan air , maka mungkin saja lebih baik bila menanam padi gogo ,
dengan begitu tidak perlu menghadapi konsekuensi negatif sebagai dampak dari
adanya lapisan genangan air yang cukup lama diatas permukaan lahan .
5.3. Pengelolaan air untuk padi sawah
Berikut adalah ragam pengelolaan air yang diterapkan untuk bercocok tanam padi
sawah di lahan rawa pasang surut (lihat Gambar 19) :
Retensi air ;
Drainase dan pencucian tanah ;
Irigasi pasang ;
Irigasi pompa .
Gambar 19 Pengelolaan air untuk padi
saluran
Lahan sawah a. Retensi air
saluran
Lahan sawah b. drainase/pencucian reguler
Kedalaman genangan 0 - 0.15 m Muka air
Muka air Kedalaman genangan 0.10 - 0.25 m
saluran Lahan sawah
c. Irigasi pasang
Muka air
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 61 REVIEW 1 - 2015
5.3.1 Retensi air
Umumnya, lapisan genangan air dilahan sawah perlu dipertahankan untuk berbagai
tujuan, antara lain untuk mengatasi gulma tanaman, menciptakan kondisi lingkungan
bagi penyerapan nutrisi yang dibutuhkan tanaman, dan sebagai cadangan air bilamana
terjadi kekurangan air .Rekomendasi umum mengenai kebutuhan air dan kedalaman
genangan air disawah dapat dilihat pada Gambar 20 dan Tabel 7 serta Tabel 8,
masing-masing untuk musim hujan dan musim kemarau . Pada saat-saat tertentu, taraf
muka air disawah harus berada dibawah muka tanah . Tanpa irigasi, satu-satunya
sumber air berasal dari curah hujan . Retensi air disawah pada lahan rawa pasang
surut seringkali sulit dilakukan karena tingginya permeabilitas tanah dilapisan atas .
Akibatnya penjenuhan tanah juga sulit dilakukan. Variasi mikro relief lahan juga menjadi
persoalan tersendiri yang membuat upaya retensi air diatas lahan sawah relatif sulit
dilakukan . Pematang sawah dari tanah liat seringkali direkomendasikan untuk
mengurangi rembesan, akan tetapi untuk pembuatannya perlu tenaga kerja yang tidak
sedikit . Perataan permukaan lahan sangat penting untuk diusahakan, termasuk
oksidasi secara gradual terhadap lapisan bahan organik dengan dukungan fasilitas
drainase yang memadai pada musim kemarau.
Permasalahan lain yang bisa muncul adalah berkembangnya unsur racun didalam
tanah sebagai dampak dari retensi air dengan penggenangan terus menerus tanpa
penggantian air segar (anaerobik). Jika hal itu masih terjadi, maka akan menghambat
proses pembuangan keasaman akibat oksidasi dari pirit dan bahan organik . Oleh
adanya hal-hal semacam ini, maka retensi air dalam waktu yang cukup panjang
bukanlah opsi terbaik, karena itu maka drainase dan pencucian tetap harus diupayakan.
5.3.2 Drainase dan pencucian tanah
Drainase diperlukan :
setelah terjadi hujan lebat ;
sebelum dilakukan pemupukan ;
bilamana kualitas tanah dan air memburuk ;
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 62 REVIEW 1 - 2015
selama pengolahan tanah dan masa panen .
Untuk mencegah terbentuknya bahan beracun dalam tanah dengan kandungan bahan
organik yang tinggi, drainase sama pentingnya dengan retensi air . Harus dicegah
drainase yang terlampau dalam . Hal itu memang tidak selalu mengakibatkan
kekurangan air bagi tanaman, namun diareal tertentu bisa menimbulkan resiko
terjadinya oksidasi pirit dibawah permukaan tanah. Dengan demikian, muka air
disaluran kuarter harus dijaga pada taraf tetentu dibawah permukaan tanah .
Selama musim kemarau, seringkali tidak bisa dicegah terjadinya penurunan muka air
tanah dibawah lapisan pirit yang teratas sehingga akan timbul keasaman karena
teroksidasinya bahan pirit. Keasaman ini harus dibilas sesering mungkin dari lapisan
tanah dengan air hujan pada awal-awal musim penghujan.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 63 REVIEW 1 - 2015
Gambar 20 Kedalaman genangan untuk tanaman padi
Bulan
var 0
10 -15
ure
a
pen
cuci
an
ure
a
pertumbuhan tunas
tinggi
tanaman
pembibitan
pengolahan tanah
5 - 10
3 - 5
0 - 3
Mar Okt
(Padi umur 140 hari)
Nov Des Jan Feb
Lapisan genangan
air disawah
tahap
pertumbuhan
umur tanaman (hari)
Padi unggul (rekomendasi) Padi uggul Padi lokal
vegetatif reproduktif pemasakan
0 – 25 0 – 20 0 – 25
25 – 75 20 – 60 25 – 95
75 – 105 60 – 90 95 – 130
105 – 140 90 – 120 130 – 165
pen
cuci
an
pen
cuci
an
TSP
+KC
L
penyemaian
kedalaman genangan
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 64 REVIEW 1 - 2015
Tabel 7 Pengelolaan air untuk tanaman padi musim hujan
Pertumbuhan
Tanaman Pengelolaan air disawah Tersier
Sekunder
Pengolahan tanah
Pembibitan
Pertumbuhan
vegetatif
Pertumbuhan
reproduktif
Tahap pematangan
Pembajakan: tanah dibawah kapasitas
jenuh lapang
Penjenuhan : genangan 0 – 5 cm
Perataan : genangan 5 cm
Tanah jenuh air / tidak ada penggenangan
genangan 5 – 10 cm, pergantian air,
keluarkan air pada waktu pemupukan
genangan 5 – 10 cm, pergantian air,
keluarkan air pada waktu pemupukan
Tanah dalam kondisi jenuh lapang
Jika perlu,3 atau 4 hari sebelum pasang
purnama, turunkan muka air disal. tersier
sebanyak mungkin
Areal A dan B: semua pintu geser, dibuka
Areal C dan D: semua pintu geser ditutup,
kecuali jika terjadi pengasaman, pintu harus
dibuka
Pertahankan muka air < 20 cm dibawah
muka tanah
normal:
– areal A dan B: pertahankan muka air 10
– 20 cm dibawah muka tanah
– areal C dan D pertahankan muka air 10
cm dibawah muka tanah
hujan ekstrim: muka air serendah mungkin
normal:
– areal A dan B: pertahankan muka air, 10
– 20 cm dibawah muka tanah
– areal C dan D pertahankan muka air, 10
cm dibawah muka tanah
Kecuali waktu pergantian air, pertahankan
muka air < 40 cmdibawah muka tanah, maks.
selama 3 hari
Hujan ekstrim: muka air serendah mungkin
Pertahankan muka air < 40cm dibawah muka
tanah
Setiap 3 atau 4 hari sebelum pasang purnama
turunkan muka air di sal. sekunder sebanyak
mungkin
Areal A and B: klep dan pintu geser dibuka
Areal C and D: pintu geser ditutup, kecuali jika terjadi
pengasaman, pintu harus dibuka.
Pertahankan muka air < 50 – 60 cmdibawah muka
tanah
normal:
– pertahankan muka air < 50 - 60 cm dibawah muka
tanah
hujan ekstrim: turunkan muka air serendah mungkin
normal:
– pertahankan muka air < 50 - 60 cmdibawah muka
tanah
hujan ekstrim: muka air serendah mungkin
Pertahankan muka air < 50 - 60 cmdibawahmuka
tanah
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 65 REVIEW 1 - 2015
Tabel 8 Pengelolaan air untuk tanaman padi musim kemarau
Pertumbuhan
Tanaman Pengelolaan air disawah Tersier Sekunder
Pengolahan tanah
Pembibitan
Pertumbuhan
vegetatif
Pertumbuhan
reproduktif
Tahap pematangan
tanah kering : prosedur sama seperti
musim hujan
tanah basah: hanya perlu penjenuhan
dan perataan
Tanah jenuh air/ tidak perlu genangan
Genangan 5 – 10 cm, pergantian air,
pembuangan air pada waktu pemupukan
Genangan 5 – 10 cm, pergantian air,
pembuangan air pada waktu pemupukan
tanah
Catatan :
hanya utk area A+B paling lambat
dimulai bulan Maret ;
Untuk area C+Ddianjurkan bertanam
palawija (lihat Tabel 5.6)
Untuk area A & B semua pintu geser dibuka
Utk area B, pompa mungkin diperlukan
Dalam hal itu, muka air dipertahankan
setinggi mungkin
– Areal A: pertahankan muka air 10 – 20
cm dibawah muka tanah
– Areal B pertahankan muka air 10 cm-
dibawah muka tanah
– Areal A: pertahankan muka air 10 – 20
cm dibawah muka tanah
– Areal B: pertahankan muka air 10 cm
dibawah muka tanah
Pertahankan muka air 10 cmdibawah muka
tanah
Pertahankan muka air < 40 cm dibawah muka
tanah
Catatan :
hanya utk area A+B paling lambat dimulai
bulan Maret ;
untuk area C+D dianjurkan bertanam palawija
(lihat Tabel 5.6)
Setiap 3 atau 4 hari sebelum pasang purnama
turunkan muka air disekunder serendah
mungkin
Pintu geser dibuka
– Areal A: pertahankan muka air < 50 - 60 cm
dibawah muka tanah
– Areal B pertahankan muka air < 50 - 60 cm
dibawah muka tanah
– Areal A: pertahankan muka air < 50 - 60 cm
dibawah muka tanah
– Areal B: pertahankan muka air < 50 - 60 cm
dibawah muka tanah
Pertahankan muka air 50 – 60 cm dibawah muka
tanah
Pertahankan muka air 50 – 60 cm dibawah muka
tanah
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 66 REVIEW 1 - 2015
5.3.3 Irigasi pasang surut
Bilamana kualitas airnya layak dan irigasi pasang surut memang memungkinkan,
maka hal semacam ini tidak saja menjamin kecukupan air untuk tanaman padi,
akan tetapi juga akan berdampak positif bagi peningkatan kualitas tanah . Air
tergenang yang bertahan lama harus dicegah, dan unsur racun yang sudah ada
dan terbentuk selama masa bero (tidak ada kegiatan pertanaman) harus bisa
dibilas dari tanah pada periode-periode air surut . Bilamana memungkinkan,
oksidasi pirit harus bisa dicegah . Kelebihan lain bilamana irigasi pasang surut
memang memungkinkan adalah dimungkinkannya menanam padi jenis unggul
sebagai pengganti padi jenis lokal, dan pertanaman bisa dimulai lebih awal.
Dengan begitu, sangat terbuka peluang bertanam padi dua kali setahun .
Karena kebanyakan tanah didaerah rawa pasang surut angka permeabilitasnya
tinggi, maka kehilangan air akibat perkolasi juga besar . Dengan pasokan air yang
hanya berlangsung beberapa jam saja perharinya, maka volume air dalam jumlah
besar harus bisa dialirkan ke lahan sawah dalam waktu yang singkat . Untuk itu
maka saluran haruslah terpelihara agar kondisinya tetap baik . Saluran cacingan
berukuran dangkal di lahan sawah dapat membantu agar air pasang mengalir
masuk ke sawah dengan cepat .
5.3.4 Irigasi pompa
Bilamana peluang irigasi pasang surut tidak ada, akan tetapi air disaluran
kualitasnya cukup baik, maka irigasi pompa bisa membantu untuk mengatasi
kekurangan air disaat kemarau . Volume air yang perlu dipompa biasanya jauh
lebih sedikit dibandingkan jumlah air yang masuk atau keluar pada saat pasang
surut . Dengan kondisi ini, dan karena para petani cenderung menghemat biaya
pompa yaitu dengan cara menyimpan air disawah sebanyak mungkin, maka akan
muncul resiko negatif yang hampir sama dengan kondisi genangan air yang
”stagnant” (dibiarkan menggenang lama) eperti yang sudah dibahas sebelumnya
menyangkut retensi air .
Sekali lagi, tergantung kondisi air dan tanah setempat, maka bercocok tanam padi
dilahan sawah rawa pasang surut merupakan suatu pilihan yang benar-benar harus
penuh pertimbangan . Apakah pilihannya bertanam padi sawah yang
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 67 REVIEW 1 - 2015
membutuhkan jumlah air yang besar, ataukah bertanam palawija , dimana
keasaman bisa dikendalikan melalui pencucian dan drainase dangkal .
5.4 Pengelolaan air untuk pengendalian hama tanaman
Pengaturan muka air disawah bisa membantu untuk mengendalikan hama
pengganggu tanaman . Serangga hitam menyukai habitat dalam kondisi lembab,
sedangkan orong-orong menyukai keadaan yang kering . Penggenangan atau
drainase lahan akan mampu memberantas hama pengganggu tanaman atau
mengusir mereka berpindah ketempat lain .
5.5 Pengelolaan air dilahan usaha tani untuk tanaman palawija
Fokus utama dari pengelolaan air dilahan usaha tani untuk tanaman palawija
adalah menyangkut drainase dan mengendalikan kestabilan muka air tanah .
Saluran kuarter yang berada diantara saluran tersier mungkin saja diperlukan
dengan jarak antaranya tidak lebih dari 100 meter . Rekomendasi umum mengenai
kebutuhan air bagi tanaman palawija disajikan dalam Tabel 9 masing-masing untuk
musim hujan dan musim kemarau .
Dibeberapa areal tertentu, tanaman palawija dilakukan setelah pertanaman padi
musim hujan, yaitu ketika muka air tanah masih cukup tinggi, dan tanaman tumbuh
diatas guludan agar draimase perakarannya terjamin, dan bisa dengan cepat
membuang air hujan yang berlebih melalui parit yang berada diantara guludan .
Untuk makin menyempurnakan kondisi drainase,pertanaman palawija juga bisa
diusahakan dengan sistem surjan .
Sistem sorjan
Konstruksi sistem sorjan terdiri dari bagian-bagian yang direndahkan elevasinya,
dan bagian-bagian lainnya ditinggikan . Dibagian yang rendah, peluang irigasi
pasang surut menjadi lebih besar . Sedangkan bagian yang ditinggikan,
drainasenya lebih baik, sehingga bisa dimanfaatkan untuk tanaman palawija atau
tanaman keras . Bagian yang rendah biasanya lebarnya 4 sampai 10 meter,
sedangkan bagian yang ditinggikan lebarnya 2 sampai 4 meter dengan ketinggian
0.40.m sampai 0.80 m . Teknik sorjan ini memberi peluang diversifikasi tanaman ,
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 68 REVIEW 1 - 2015
karena pada saat bersamaan para petani bisa bercocok tanam padi dan non padi
sekaligus .
Jika bagian yang rendah benar-benar bisa mendapatkan irigasi pasang surut
(kategori A), produksi tanaman bisa meningkat . Akan tetapi, sistem sorjan memiliki
berbagai kelemahan, dan jika tidak mungkin diluapi pasang surut secara teratur,
maka sistem ini sebaiknya tidak dianjurkan untuk diterapkan :
air dibagian yang rendah akan mengalami stagnasi (drainabilitasnya buruk,
limpasan air dari bagian guludan, lapisan pirit bisa saja tersingkap) ;
muka air tanah dibagian guludan tetap saja relatif terlalu tinggi bagi tanaman
keras yang tumbuh dibagian guludan ;
konstruksi surjan memerlukan input tenaga kerja yang cukup banyak (600 –
800 mandays per-ha) ;
bagian yang rendah tidak bisa dimanfaatkan selain untuk tanaman padi,
karena itu perubahan penggunaan lahan akan menjadi sulit dilakukan ;
mekanisasi relatif sulit diaplikasikan .
Jika yang akan diairi dengan irigasi pasang surut cukup luas arealnya, efek
peredaman terhadap pasang semakin membesar . Karenanya, areal yang
berpeluang mendapatkan luapan air pasang adalah yang berdekatan dengan
sungai atau saluran .
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 69 REVIEW 1 - 2015
Tabel 5.6 Pengelolaan air untuk palawija, musim hujan dan musim kemarau
Musim Pengelolaan air disawah Tersier Sekunder
Musim hujan
Catatan hanya di areal dan D dengan
drainase dangkal dan intensif (lebar
dasar 20 - 30 cm, dalam 25 - 50 cm, jarak
8- 10 m)
Muka air tanah 40 – 60 cm dibawah muka
tanah
Normal: 60 – 80 cm dibawah muka tanah Hujan ekstrim: muka air serendah mungkin
Normal: 80 – 100 cm dibawah muka tanah Hujan ekstrim: muka air serendah mungkin
Musim kemarau April, Mei dan Juni
Catatan : Hanya di areal C dan D
Muka air tanah 40 – 50 cm dibawah muka
tanah
Pengecualian untuk lapisan sulfat masam
yang lebih tinggi, maka muka air tanah >
10 cm dibawah lapisan tsb, termasuk
perlu drainase intensif
Normal: 30 – 40 cm dibawah muka tanah Periode hujan ekstrims: setinggi mungkin
Normal: 60 – 80 cm dibawah muka tanah Periode hujan ekstrims: setinggi mungkin
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 70 REVIEW 1 - 2015
5.6 Pengelolaan air untuk tanaman keras
Fokus dari pengelolaan air untuk tanaman keras adalah menyangkut drainase dan
mempertahankan kestabilan muka air tanah . Pada dasarnya, ketentuan yang
sama untuk palawija sebagaimana termuat pada tabel 5.6 juga berlaku untuk
tanaman keras . Namun demikian, kedalaman muka air tanah yang lebih cocok
untuk tanaman keras adalah 0.60 m sampai 0.80 m dari muka tanah . Saluran
kuarter diantara saluran tersier sangat penting, jarak satu sama lain berkisar antara
25 m sampai 50 m . Jika terdapat lapisan pirit, maka kedalaman drainase perlu
dibatasi untuk mencegah oksidasi pirit tersebut . Pada areal dimana muka air
tanahnya tidak bisa diturunkanlebih rendah lagi, maka tanaman sebaiknya ditanam
dibagian tanah yang ditinggikan (guludan) .
Selama masa-masa awal, ketika kanopi pohon belum sepenuhnya berkembang,
tanaman sela bisa saja dibudidayakan . Jika tanaman selanya berupa tanaman
padi, tanaman kerasnya harus tumbuh diatas bagian yang ditinggikan, sekitar 0.50
m tingginya . Tanaman kelapa bisa diselingi dengan tanaman tahunan semacam
kopi, buah-buahan, dlsb .
5.7 Pengelolaan air dimasa bero (tidak ada pertanaman)
Selama tidak ada kegiatan pertanaman, maka jika diperlukan, pembilasan bahan
racun dari dalam tanah bisa dilakukan dengan drainase dalam, diikuti dengan
pencucian dengan air hujan dan jika memungkinkan dengan air pasang . Masa
bero biasanya terjadi dimusim kemarau . Pada awal musim hujan berikutnya,
pencucian dengan air hujan pada awal musim hujan bisa saja sangat diperlukan .
Hal tersebut secara berangsur akan mengakibatkan lapisan pirit makin dalam
letaknya . Hingga akhirnya kesesuaiannya sebagai lahan pertanian akan semakin
meningkat dalam jangka panjang .
Drainase juga akan menstimulir pematangan tanah secara gradual dan juga
oksidasi bahan organik . Hal ini akan mengakibatkan pengolahan tanah semakin
baik hasilnya melalui penjenuhan, namun penjenuhan efeknya kecil terhadap tanah
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 71 REVIEW 1 - 2015
yang belum matang dengan kandungan bahan organik tinggi . Drainase juga akan
meningkatkan daya dukung tanah.
DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN RAWA
TINGKAT DASAR
MODUL MS.3 KESESUAIAN LAHAN DAN
PENGELOLAAN AIR
KEGIATAN SWAKELOLA REVIEW KURIKULUM MODUL HALAMAN 72 REVIEW 1 - 2015
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Teknis Tentang Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut Jilid 1: Aspek Umum. 2004. Kerjasama Departemen Pekerjaan Umum - Ministry of Transport, Public Works And Water Management dan Ministry of Spatial Planning, Housing And Environment Pemerintah Belanda
Pedoman Teknis Tentang Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut Jilid 2: Pengelolaan Air. 2004. Kerjasama Departemen Pekerjaan Umum - Ministry of Transport, Public Works And Water Management dan Ministry of Spatial Planning, Housing And Environment Pemerintah Belanda
Pedoman Teknis Tentang Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut Jilid 3: Operasi dan Pemeliharaan. 2004. Kerjasama Departemen Pekerjaan Umum - Ministry of Transport, Public Works And Water Management dan Ministry of Spatial Planning, Housing And Environment Pemerintah Belanda
Rahmadi, 2006. Laporan Akhir GIS. Land and Water Management Tidal Lowlands.
Palembang. Rahmadi, Suryadi, F.X and Eelaart, Ad.vd., 2006. Land Unit And Water
Management Zone In Tidal Lowlands. Paper presented in Seminar Rawa. Ministry of Public Works. Jakarta.
Rahmadi, 2009. Effects of Climate Change and Land Subsidence on Water
Management Zoning in Tidal Lowlands. Case study Telang I South Sumatra. MSc. Thesis Unesco-IHE Delft. The Netherlands.
Rahmadi. 2010. Sistem Informasi Geografi Untuk Zonasi Pengelolaan Air (Water
Management Zoning) Di Jaringan Irigasi Rawa Pasang Surut. Peningkatan Kemampuan Perencanaan Teknis Rawa Dan Tambak Wilayah Barat Dan Timur. Banjarmasin, 2-10 November 2015. Direktorat Irigasi dan Rawa. Ditjen Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan Umum
Rahmadi, 2012. Introduction to GIS. A tutorial for Creating Water Management
Zone in Tidal Lowlands Using ArcGIS 10. Draft I. Double Master Degree on Integrated Lowland Development and Management Planning (DDILDM). Sriwijaya University
Suryadi, F.X. 1996. Soil and water management strategies for tidal lowlands in
Indonesia. PhD thesis, Delft University of Technology- IHE Delft. Balkema, Rotterdam, The Netherlands.