bab i pendahuluan a. alasan pemilihan...

45
1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pembangunan dewasa ini mengalami perubahan dalam metode maupun strategi untuk memberikan akses kesejahteraan sosial yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Namun kesejahteraan pada dasarnya mempunyai arti yang luas dan tidak hanya untuk mencapai taraf hidup yang layak tetapi juga untuk membentuk suatu ikatan sosial masyarakat demi kesinambungan pembangunan yang dibuat oleh pemerintah. Saat ini peneliti melihat program-program pemerintah yang terlalu fokus pada aspek pencapaian taraf hidup yang layak terkadang tidak sesuai dengan karakteristik maupun kearifan lokal masyarakat yang menjadi sasaran dalam pembangunan. Dalam hal ini salah satu pendukung guna terjadinya pembangunan yang berkelanjutan perlu adanya modal sosial (social capital) dimana di dalamnya mempunyai sebuah pengaruh yang sangat besar dalam mendorong sebuah pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dengan adanya pola interaksi masyarakat. Pola interaksi yang terbangun di masyarakat akan memunculkan sebuah hubungan yang berkorelasi antara satu dengan lainya kemudian mampu menimbulkan sebuah trust (kepercayaan) dan perlahan – lahan membentuk sebuah korelasi dari proses interaksi tersebut yang mengarah ke tujuan menjadi masyarakat yang maju dan mandiri. Pemerintah dalam hal ini, harus mampu berkolaborasi dengan beberapa industri kecil

Upload: nguyenkiet

Post on 08-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Pembangunan dewasa ini mengalami perubahan dalam metode maupun

strategi untuk memberikan akses kesejahteraan sosial yang berorientasi pada

pemberdayaan masyarakat. Namun kesejahteraan pada dasarnya mempunyai arti yang

luas dan tidak hanya untuk mencapai taraf hidup yang layak tetapi juga untuk

membentuk suatu ikatan sosial masyarakat demi kesinambungan pembangunan yang

dibuat oleh pemerintah. Saat ini peneliti melihat program-program pemerintah yang

terlalu fokus pada aspek pencapaian taraf hidup yang layak terkadang tidak sesuai

dengan karakteristik maupun kearifan lokal masyarakat yang menjadi sasaran dalam

pembangunan. Dalam hal ini salah satu pendukung guna terjadinya pembangunan

yang berkelanjutan perlu adanya modal sosial (social capital) dimana di dalamnya

mempunyai sebuah pengaruh yang sangat besar dalam mendorong sebuah

pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dengan adanya pola interaksi masyarakat. Pola

interaksi yang terbangun di masyarakat akan memunculkan sebuah hubungan yang

berkorelasi antara satu dengan lainya kemudian mampu menimbulkan sebuah trust

(kepercayaan) dan perlahan – lahan membentuk sebuah korelasi dari proses interaksi

tersebut yang mengarah ke tujuan menjadi masyarakat yang maju dan mandiri.

Pemerintah dalam hal ini, harus mampu berkolaborasi dengan beberapa industri kecil

2

seperti industri batik di Dusun Sukorejo, Desa Banyubiru, Kecamatan Widodaren,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur agar nilai-nilai sosial dalam masyarakat selaras

dengan produk pembangunan dari pemerintah, sehingga masyarakat mempunyai

kesadaraan dalam partisipatif pembangunan yang mengarah ke kesejahteraan mereka.

Industri batik dewasa ini memiliki potensi besar guna memajukan

perekonomian nasional lewat sentral kerajinan dan terlebih batik Indonesia sudah

dikukuhkan sebagai salah satu industri berbasis budaya dan menjadi ikon salah satu

ikon budaya hasil dari kearifan lokal yang patut kita banggakan. Batik Indonesia juga

sudah dikukuhkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Warisan Manusia pada 4th

Session of the Intergovernmental Committee on Safeguarding Intangible Cultural

Heritage UNESCO di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab Tahun 2009. Maka dari itu,

peneliti ingin melakukan sebuah penelitian yang fokus menggali lebih dalam peran

tersembunyi suatu Industri kecil Batik yang di dalamnya terdapat masyarakat relatife

masih muda – muda di tengah persoalan ekonomi yang melilit mereka di daerah

tersebut dan persaingan usaha yang semakin kontras antara usaha batik tulis dengan

batik pabrik, terlebih diantara mereka yang menompang hidup lewat industri batik

tulis yang pengerjaannya masih relative tradisional.

Modal sosial (social capital) sangatlah penting terlebih ketika masyarakat

tersebut masih terbekap dalam kondisi ekonomi yang lemah, disinilah peran social

capital sangatlah penting karena adanya modal social yang tinggi mampu

3

memudahkan pola kerja sama yang didukung dengan sikap gotong royong untuk

saling membantu dan saling menaruh rasa percaya.

Judul dalam penelitian ini yaitu Modal Sosial Dalam Pengembangan Industri

Batik, penelitian ini mempunyai maksud untuk meneliti tentang modal sosial yang

mampu menjadi sebuah komponen untuk melakukan pengembangan terhadap usaha

batik yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Sukorejo, Desa Banyubiru, Kecamatan

Widodaren, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Dari sudut pandang teoritis, umumnya

sebuah penelitian mempunyai keterkaitan dengan bidang ilmu yang peneliti tempuh,

serta terdapat aspek aktualitas dan orisinilitas. Adapun beberapa hal yang mendasari

pemilihan judul tersebut antara lain :

1. Aktualitas

Hingga sekarang, industri batik di Indonesia mempunyai daya tarik tersendiri

yang mampu menarik perhatian berbagai macam kalangan di Indonesia bahkan

Internasional, hal ini seharusnya menjadi sebuah kondisi baik dalam upaya

peningkatan perekonomian masyarakat serta pendapatan daerah ditengah terjadinya

krisis ekonomi global yang masih saja berlangsung. Industri batik menjadi salah satu

industri yang masih bisa survive di tengah krisis yang terjadi karena adanya

kemandirian dalam usaha yang dikembangkan tanpa bergantung dengan investor

asing. Akan tetapi industri batik juga mengalami dilema, hal ini seiring dengan

realitas yang terjadi bahwa produk lokal semakin terpinggirkan dengan kebiasaan dan

4

perilaku masyarakat Indonesia yang lebih banyak menggunakan produk luar negeri,

hal ini selalu dikaitkan dengan kualitas produk luar yang lebih unggul serta adanya

gengsi yang tinggi. Maka dari itu, pemerintah sedang menggiatkan kampanye dan

sosialisasi penggunaan produk nasional yang mampu meningkatkan pertumbuhan

ekonomi bangsa. Kebijakan itu di aplikasikan oleh pemerintah dengan menggiatkan

cinta produk dalam negeri dengan bekerjasama dengan peritel untuk memasang iklan

bagi konsumen supaya lebih memilih produk dalam negeri. Peran modal sosial dalam

hal ini sangat berpengaruh terlebih dengan kondisi masyarakat yang semakin terkikis

oleh modernisasi dan mulai melupakan nilai – nilai yang ada dalam masyarakat.

Modal sosial mampu menjadi penopang perkembangan ekonomi nasional serta

memunculkan rasa cinta dengan solidaritas dan norma yang ada dalam masyarakat.

Dalam perkembangan industri batik modal sosial mampu mengambil peran dengan

komitmen yang ada di dalam setiap individu untuk saling terbuka, saling percaya,

memberikan kewenangan bagi setiap orang untuk dipilih dan berperan sesuai dengan

tanggung jawabnya.

2. Orisinalitas

Sebagai sebuah karya yang tertuang dalam sebuah penelitian, tentunya harus

terdapat sebuah orisinalitas yang mampu di pertanggung jawabkan dalam karya asli

penelitian ini dan bukan hasil plagiat dari penelitian-penelian lain, meskipun terdapat

penelitian yang berkaitan tentang modal sosial ataupun mengenai industri batik, akan

tetapi peneliti dapat menegaskan bahwa penelitiannya berbeda, perbedaan tersebut

5

dapat dilihat dari fokus penelitian yang dilakukan. Penelitian-penelitian lain yang

mengangkat tema tentang modal sosial seperti Peran Modal Sosial dalam

Perkembangan Koperasi Wanita di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, oleh Muflikah

Nurul Chalisah pada bulan Maret 2012. Penelitian ini mengungkapkan bahwa modal

sosial memiliki sebuah nilai yang tidak kalah penting disamping modal financial yang

mampu membantu dalam pengembangan usaha yang ada di koperasi dan mampu

memberdayakan anggotanya guna mencapai kesejahteraan dengan membagun modal

sosial yang kuat sehingga terbentuk sebuah jaringan, interkasi, dan kerjasama. Selain

itu terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Ana Safitri yang mengambil judul

tentang Modal Sosial Dalam Perkembangan Industri Kecil di dusun Mlangi, Desa

Nogotirto, Kecamatan Gamping. Penelitian ini menunjukan bahwa dalam upaya

pengembangan usaha konveksi di Dusun Mlangi, tidak terlepas dari peran modal

sosial seperti nilai-nilai agama yang mempunyai fungsi penting dalam memberikan

pandangan hidup, adanya solidaritas yang kuat, rasa saling percaya antar sesama

pengusaha konveksi, pekerja, mitra usaha, dan konsumen inilah yang memberikan

kontribusi penting terhadap jaringan yang dibangun dengan berbagai pihak.

3. Relevansi Penelitian dengan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan

Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan ilmu yang

mempelajari tentang masyarakat yaitu hubungan antar masyarakat dan pembangunan

masyarakat. Fokus utama kajiannya adalah pembangunan masyarakat, yakni

tindakan-tindakan manusia untuk menciptakan keseimbangan hubungan antara

6

kebutuhan (needs) dengan sumber daya (resources) guna mencapai kesejahteraan

fisik, mental dan sosial warga masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan sumberdaya

ekonomi, sosial dan politik sangat tinggi, tapi ketersediaan sumberdaya untuk

memenuhi kebutuhan tersebut sangat terbatas. Akibatnya daya tahan masyarakat

sebagai suatu komunitas sosial menjadi lemah untuk melindungi diri dari ancaman

disintegrasi dan disorganisasi sosial. Kelainan-kelainan di bidang sosial inilah yang

dipandang sebagai ancaman bagi disintegrasi sosial, sehingga perlu mendapat

penanganan yang tepat dan terencana.

Ada tiga konsentrasi yang menjadi kajian di dalamnya, yaitu Community

Development, Social Policy dan Corporate Social Responsibility. Community

Development sendiri memiliki keterkaitan dengan pembangunan yang dilaksanakan

di Indonesia. Pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan untuk

memberdayakan masyarakat. Masyarakat yang tadinya kurang berdaya lebih

diberdayakan lagi melaui proses pembangunan. Mengingat bahwa pembangunan

yang dilaksanakan seringkali menyebabkan munculnya ketergantungan pada

masyarakat, oleh karena itu perlu memperhitungkan kebutuhan dan sumberdaya yang

ada. Dengan demikian pembangunan yang dilaksanakan dapat meningkatkan

partisipasi masyarakat dan pada akhirnya akan muncul masyarakat yang mandiri.

Selain itu dalam Community Development ada berbagai bentuk pelayanan yang

diberikan baik oleh pemerintah, masyarakat atau swasta.

7

Penelitian ini menjelaskan dimana obyek kajian dalam pembangunan

masyarakat, yakni adanya tekad usaha (effort) pada usaha masyarakat di wilayah

Dusun Sukorejo, Desa Banyubiru dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan

kesejahteraannya dengan melakukan usaha batik tulis. Hal ini mendorong

kemampuan pengrajin usaha batik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya

guna mengatasi masalah yang muncul serta sebagai salah satu upaya membangun

jaringan usaha lewat kepercayaan masyarakat.

B. Latar Belakang Masalah

Industri kecil mempunyai peranan penting dalam upaya untuk meningkatkan

pendapatan dan sekaligus sebagai sebagai usaha dalam membuka lapangan pekerjaan

dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Disisi lain pengembangan industri

kecil yang dilakukan pemerintah sebagai salah satu upaya penyelamatan terhadap

banyaknya masalah sosial yang terjadi akibat meningkatnya masyarakat yang mencari

pekerjaan. Menteri Perindustrian Republik Indonesia mengatakan bahwa tujuan

pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang

ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri

maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu meningkatkan

penyerapan tenaga kerja industri; meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan

pasar dalam negeri; memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi

perekonomian; mendukung perkembangan sektor infrastruktur; meningkatkan

kemampuan teknologi; meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi

8

produk; dan meningkatkan penyebaran industri. Pengembangan industri kecil yang

dilakukan oleh pemerintah karena pemerintah melihat peran industri kecil yang

sangat besar dalam upaya peningkatan ekonomi dan mempunyai basis untuk

mencapai kemandirian pembangunan ekonomi, hal ini ditunjukan dengan kegiatan

industri kecil hamper seluruhnya dilakukan oleh pengusaha serta proses produksi

yang dilakukan dengan menggunakan bahan lokal.

Salah satu dari beberapa bentuk perekonomian Indonesia adalah industri kecil

yang apabila dikembangkan akan menjadi salah satu pemecah masalah perekonomian

nasional seperti pengangguran. Pentingnya usaha kecil dalam pengembangan

perekonomian nasional juga ditetapkan dalam Undang-Undang RI nomor 20 tahun

2008 tentang usaha mikro kecil dan menengah, Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun

1998 tentang pembinaan dan pengembangan usaha kecil. Dalam Peraturan

Pemerintah tersebut mengungkapkan “bahwa usaha kecil merupakan bagian integral

dari perekonomian nasional yang mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang

penting serta strategis dalam mewujudkan pembangunan ekonomi nasional yang

kokoh, usaha kecil perlu diberdayakan agar dapat menjadi usaha yang tangguh dan

mandiri serta dapat berkembang dan menjadi usaha menengah”.

Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) dalam Lempelius (1976 : 5), usaha kecil

identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. Biro Pusat Statistik (BPS)

membagi kelompok industri berdasarkan jumlah pekerjaannya, yaitu : Industri

9

Kerajinan dengan 1-4 orang; industri kecil dengan 5-19 orang; industri sedang 20-99

orang; industri besar dengan 100 orang atau lebih.

Terkait berbagai macam potensi dan permasalahan yang ada dalam industri

kecil, banyak kalangan mengatakan bahwa industri kecil adalah salah satu penopang

berkembangnya perekonomian nasional baik di perkotaan maupun pedesaan dengan

cara pemerintah lebih memperhatikan sektor industri kecil itu sebagai salah satu

wadah guna membuka sebuah lapangan pekerjaan. Perhatian itu mampu diwujudkan

dengan melakukan perhatian lebih seperti pada sektor industri batik yang merupakan

salah satu kebudayaan khas dari bangsa Indonesia yang patut untuk dilestarikan.

Pada saat ini industri batik menjadi sebuah indutri berskala dunia yang

mampu menarik investasi modal asing masuk Indonesia.Pemerintah dalam hal ini

harus memiliki sebuah langkah positif terhadap pengembangan industri batik dengan

menonjolkan ciri khas lokal untuk memenuhi pasar dunia sebagai produk budaya dan

produk ekonomi dalam upaya meningkatan perekonomian nasional. Industri batik

menjadi industri yang mampu membuka lapangan pekerjaan baru seperti yang

diungkapkan Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) KEMENDAG, Euis Saedah,

“pada tahun 2012 pertumbuhan IKM batik mengalami kenaikan menjadi 1 persen dari

realisasi tahun 2011 sebesar 7 persen, dan di negara Indonesia jumlah perusahaan

batik mencapai 50 ribu dengan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 100 ribu jiwa”

10

Batik Indonesia sebagai salah satu industri berbasis budaya dan menjadi ikon

salah satu ikon budaya hasil dari kearifan lokal yang patut kita banggakan. Bukan

hanya itu saja, Batik Indonesia juga sudah dikukuhkan sebagai Warisan Budaya

Takbenda Warisan Manusia pada 4th Session of the Intergovernmental Committee on

Safeguarding Intangible Cultural Heritage UNESCO di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab

Tahun 2009, pengukuhan batik sebagai Cultural Heritage tentunya mengangkat citra

positif dan martabat bangsa Indonesia di forum internasional serta memberikan

dampak positif pada tingkat kesadaran masyarakat dalam upaya perlindungan dan

pengembangan Batik Indonesia, tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Indonesia. Diakuinya batik sebagai warisan dunia juga menjadi

memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian nasional dengan naiknya omset

batik di Indonesia.

Pada saat masyarakat mulai mengalihkan perhatiannya terhadap terhadap

batik dengan gemar menggunakan baju batik dan gencar melakukan kampanye untuk

menggunakan produk lokal yang dilakukan pemerintah sebagai upaya mewujudkan

kecintaan, kebanggaan dan kepercayaan terhadap produk dalam negeri, ironisnya

produk batik printing mulai menyebar di pasar dengan harga yang murah dan motif

batiknya tidak kalah dengan batik tulis. Hal inilah yang menjadi kendala terhadap

perkembangan batik tulis di Indonesia karena munculnya batik pabrikan yang tidak

kesulitan mendapatkan bahan baku serta mempunyai peralatan lengkap, sedangkan

batik tulis secara peralatan masih menggunakan cara tradisional dalam melakukan

11

produksi dan harga bahan bakunya semakin lama harganya terus meningkat. Salah

satu yang menjadi kendala dalam persaingan pemasaran batik tulis sendiri adalah

harga yang relatife mahal karena proses produksi yang membutuhkan waktu lama dan

bahan baku yang semakin meningkat.

Saat ini kurang berkembangnya industri batik sendiri banyak dipengaruhi

berbagai macam faktor seperti keterbatasan modal, bahan baku, peralatan yang masih

sederhana, kurangnya ketrampilan serta minat akan industri ini yang masih sedikit

karena proses produksi dalam industri batik masih tergolong sulit dan lama. Namun

ada faktor lain yang lebih penting selain modal finansial, ketrampilan dan lain-lain

yang lebih bersifat material yaitu harus adanya modal sosial. Modal sosial sebagai

salah satu wujud keterikatan dari setiap orang yang bekerja sebagai wujud lahirnya

sebuah kepercayaan (trust). Industri batik mengalami dilema dalam hal tenaga kerja

yang masih sedikit, dimana salah satu alasan para pekerja masih bertahan adalah

adanya kedekatan dan hubungan persaudaraan.Hal inilah yang mampu menunjukan

kuatnya modal sosial dalam industri batik ditengah berbagai permasalahan dan

pembagian upah yang tidak tetap.

Peran social capital dalam proses pengembangan masyarakat penting pada

dewasa ini di tengah terkikisnya jaman yang tingkat kesadaran sosial semakin lemah

untuk daerah perkotaan sedangkan di daerah pedesaan social capital masih

mempunyai peran yang cukup kuat guna membantu masyarakat dalam

mengembangkan usaha. Hal ini dapat dilihat dari tingginya rasa saling membantu,

12

bergotong royong dan kerjasama yang terbagun secara baik. Membangun sebuah

kegiatan usaha tentunya membutuhkan peran orang lain guna membantu

menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang sudah menjadi tugas pelaku usaha tersebut,

dalam hal ini industri kecil batik perlu orang yang mau melakukan kerjasama

membangun usaha tersebut sampai berjalan dengan baik, berhasil dan terus

berkelanjutan (sustainable). Industri kecil seperti batik membutuhkan suatu

pemasaran guna adanya income (pendapatan), hal ini membutuhkan suatu koneksi

atau jaringan guna melakukan pemasaran karena salah satu kendala dalam

menjalankan industri kecil seperti batik ini adalah proses pemasaran yang masih

susah karena banyaknya keterbatasan, akan tetapi adanya kerjasama sangatlah

mampu untuk menutupi keterbatasan-keterbatasan yang ada dengan saling membagi

tugas masing-masing kemudian bekerjasama membangun jaringan untuk proses

pemasaran. Disinilah kerjasama menjadi salah satu titik tumpu dalam proses

pertumbuhan ekonomi suatu usaha karena jiwa yang terbangun dari sebuah trust

menjadi rasa memiliki akan usaha tersebut dan membentuk suatu ikatan agar apa

yang mereka kerjakan secara bersama – sama tersebut mampu berkembang dengan

baik dan bertahan lama.

Pada sisi lain masyarakat yang mulai melakukan usaha-usaha guna

mendorong pertumbuhan ekonomi mereka juga akan mampu munumbuhkan

pertumbuhan perekonomian nasional. Hal ini seharusnya menjadi perhatian lebih

terutama pada sektor industri batik yang di dalamnya terdapat peran social capital

13

yang besar dan menjadi elemen penting dalam pertumbuhan perekonomian baik

secara lokal ataupun nasional, masyarakat dalam upaya pengembangan industri batik

tentunya membutuhkan suatu upaya seperti membangun koneksi dengan berbagai

macam pihak yang bias melakukan support terhadap usaha mereka, terlebih apabila

usaha ini dilakukan secara mandiri tentunya membutuhkan hubungan yang baik baik

dengan pemerintah dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan.

Bukan saatnya lagi sebuah industri batik berperan sebagai sebuah badan

usahayang hanya memberikan kesejahteraan bagi para pekerjanya lewat peningkatan

ekonomi, akan tetapi ada sebuah faktor yang tidak kalah penting dari faktor finansial

yaitu modal sosial. Melalui modal sosial inilah sebuah industri batik mampu bertahan

(survive), terutama dalam kehidupan masyarakat desa dengan memanfaatkan potensi

lokal dan kondisi masyarakat desa yang mempunyai basis solidaritas serta kolektivitas

yang mampu dikembangkan sebagai sebuah potensi sumber daya lokal. Dengan

memberikan perhatian terhadap peran modal sosial, tidak hanya peningkatan

perekonomian saja yang bertumbuh, tetapi modal sosial juga mampu membangun

sebuah karakter menuju sebuah masyarakat yang mandiri serta kesejahteraan

mengalami peningkatan yang signifikan.

Peranan penting modal sosial juga dikemukan oleh Mawardi (2007) , bahwa

dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (ekonomi) di banyak negara termasuk

Indonesia terlalu menekankan peranan modal alam (Natural Capital) dan modal

ekonomi (Economic Capital) modern seperti barang-barang modal buatan manusia,

14

teknologi dan manajemen, dan sering mengabaikan pentingnya modal sosial seperti

kelembagaan lokal, kearifan lokal, norma norma dan kebiasaan lokal.

Modal sosial (social capital) merupakan salah satu komponen utama dalam

menggerakkan kebersamaan, ide, kesalingpercayaan dan saling menguntungkan

untuk mencapai kemajuan bersama di dalam masyarakat yang akan mengembangkan

sebuah usaha kesil menengah (UKM). Tanpa adanya modal sosial, maka sudah dapat

dipastikan akan berdampak pada tidak adanya hubungan yang begitu kuat antara

ikatan-ikatan sosial pada individu-individu yang ada di dalamnya. Interaksi yang

terbentuk tumbuh dan berkembang menjadi sebuah ikatan sosial apabila terjadi di

dalam ruang dan waktu yang lama dan mendalam. Individu-individu tersebut semakin

kuat ikatan sosial bila mempertimbangkan berbagai kegiatan dan aktivitas yang

dilakukan dalam sebuah kerangka bersama-sama. Ini sangat berbeda apabila hanya

dilakukan dalam dimensi yang parsial dan sporadis. Dimana ikatan sosial yang

terbentuk tidak sekuat bila dilakukan secara holistik. Dampak yang begitu jelas dapat

dirasakan tentunya akan terjadinya peningkatan kesejahteraan. Masyarakat yang

dibangun berdasarkan individu-individu akan bersinergi dalam mencapai kondisi

yang lebih sejahtera. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa modal sosial

merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam membangun dan

memperkuat masyarakat.

Argumen di atas juga sejalan dengan apa yang dikemukakan Inkpen dan

Tsang (2005) dalam Hughes dan Robert (2010:8) yaitu modal sosial mampu menjadi

15

penggerak dalam usaha mewujudkan kemampuan industri guna mendapatkan

keuntungan dari jaringan yang ada. Keuntungan yang didapatkan ini meliputi akses

kepada pengetahuan, sumber daya, teknologi, pasar dan kesempatan. Oleh karena itu,

ketika interaksi di dalam hubungan naik, maka modal sosial menjadi lebih baik,

sehingga secara potensial meningkatkan keuntungan. Keuntungan yang didapatkan

ini yang nantinya akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Maka, tidak

mengherankan apabila Putnam (1990) dalam Field (2011:50-51) mengungkapkan

bahwa modal sosial mungkin bahkan lebih penting dibandingkan dengan modal fisik

atau modal manusia.

Modal sosial yang menjadi instrumen penting terhadap pengembangan UKM

dapat dimanifestasikan dalam berbagai kegiatan. Dalam pengembangan UKM,

interaksi menjadi peran yang vital karena mampu memberikan sebuah pertukaran

informasi. Bukan hanya itu saja dalam pengembangan usaha kecil menengah

membutuhkan sebuah bentuk tanggungjawab, kerjasama, kepercayaan, dan sebuah

partisipasi dalam usaha peningkatan UKM sendiri. Bentuk inilah yang menjadikan

UKM mampu bertahan dan berkembang guna mensejahterakan anggotanya tidak hanya

pada level finalsial tetapi bentuk kesejahteraan diberikan dengan sebuah rasa

tanggungjawab, kesetiakawanan, kepercayaan, dan rasa memiliki dalam melakukan

pengembangan usaha kecil menengah (UKM).

Seiring dengan perkembangan globalisasi saat ini, yang sangat menekankan

pasar bebas dan persaingan terbuka, maka dapat dikatakan bahwa industri batik yang

ada di Desa Banyubiru merupakan industri yang mampu bertahan dari gilasan

16

industri batik sablon. Eksistensi ini telah lama bertahan sejak pertama kalinya usaha

industri kecil batik dibentuk tahun 1980-an. Berbagai rintangan krisis global 1998,

serta minimnya akses modal ekonomi, hingga yang terbaru ini adalah krisis global

2008 mampu dilewati. Hal yang dimungkinkan menjadi faktor utama masih

mampunya bertahan industri batik tersebut karena adanya modal sosial yang ada di

dalam masyarakat Desa Banyubiru. Modal sosial yang dimanifestasikan dalam

interaksi yang tumbuh dan berkembang menjadi sebuah ikatan sosial. Individu-

individu yang ada di dalam masyarakat tersebut semakin kuat mengingat ikatan sosial

tersebut dilakukan dalam aktivitas bersama-sama. Ini juga mengingat bahwa modal

sosial yang ada di Desa Banyubiru dapat dikategorikan dalam modal sosial yang ada

di daerah pedesaan. Dimana secara umum modal sosial di pedesaan ditandai dengan

masih tingginya rasa saling percaya, kerja sama, dan tindakan saling tolong

menolong. Hal sangat berbeda apabila kita lihat pada daerah perkotaan yang sudah

sangat individualistis dan minimnya rasa saling percaya dan kerja sama. Bukti nyata

dari kondisi ini dapat dilihat dengan adanya sekitar tujuh industri kecil batik yang

masih dapat dilihat perkembangannya. Ketujuh industri tersebut masuk dalam

kategori Industri Kerajinan berjumlah sekitar lima UKM dengan 1-4 pekerja dan 2

UKM masuk dalam kategori industri kecil yang mempunyai 5-19 pekerja.

Dari penjelasan yang sudah di tuliskan diatas menarik perhatian dan

melatarbelakangi penulis untuk melakukan sebuah penelitian mengenai modal sosial

dalam memperkuat usaha-usaha yang dibangun oleh masyarakat. Untuk itulah penulis

17

melakukan penelitian yang berjudul “Modal Sosial dalam Pengembangan Industri

Batik”, harapan dalam penelitian ini adalah peneliti mampu menghasilkan temuan-

temuan penting berkaitan dengan modal sosial yang terdapat dalam industri batik

pada masyarakat Dusun Sukorejo, Desa Banyubiru, Kecamatan Widodaren,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, permasalahan yang diangkatsebagai

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimana peran modal sosial dalam pengembangan industri batik di Dusun

Sukorejo, Desa Banyubiru, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian harus memiliki tujuan untuk

memecahkan sebuah permasalahan yang kemudian dapat digunakan sebagai sebuah

acuan agar penelitian mempunyai arah yang jelas.

1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui baga imana peran modal sosial dalam memperkuat

Industri Batik di Dusun Sukorejo, Desan Banyubiru, Kecamatan Widodaren,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

18

2. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian mempunyai nilai lebih apabila memiliki manfaat yang

besar. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai

berikut :

a. Hasil dari penelitian ini bisa menjadi sebuah sumbangan pemikiran,

masukan, referensi sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan

kebijakan oleh pemerintah dan instansi terkait, dalam rangka

mengembangkan Industri Batik.

b. Sebagai sebuah karya ilmiah diharapkan mampu memberikan masukan

penelitian dan kontribusi di bidang kajian ilmu Pembangunan Sosial dan

Kesejahteraan khususnya dan Ilmu Sosial pada umumnya, terkait dengan

peran modal sosial dalam memperkuat industri batik.

c. Penelitian ini diharapkan memberikan masukan khususnya bagi pihak yang

berkepentingan terutama untuk masyarakat yang belum mengetahui peran

penting modal sosial dalam mengembangkan industri batik khususnya dan

industri lainnya.

E. Tinjauan Pustaka

1. Modal Sosial

Modal sosial mempunyai konsep dan dimensi yang sangatlah luas. Secara

sederhana modal sosial adalah serangkaian nilai dan norma informal yang dimiliki

19

bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan

terjalinnya kerjasama diatara mereka (Fukuyama, 2002). Konsep modal sosial

memiliki penjabaran dan definisi yang sangatlah luas, akan tetapi yang menjadi

dasar utama dari modal sosial adalah adanya tiga unsur utama yang membentuk

modal sosial. Tiga unsur modal sosial tersebut yakni, trust (kepercayaan), network

(jaringan) dan social norms (norma sosial). Unsur-unsur modal sosial itu mampu

menggerakkan masyarakat melakukan proses kerjasama. Sejalan dengan pemikiran

Fukuyama, Robert D. Putnam mendefinisikan modal sosial sebagai bagian dari

kehidupan sosial seperti jaringan, norma, dan kepercayaan yang mendorong

partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan

bersama (Field, 2011: 51). Putnam juga mengungkapkan bahwa modal sosial adalah

sebagai suatu nilai mutual trust antara anggota masyarakat dan masyarakat terhadap

pemimpinnya. Trust bisa dilihat dari beberapa hal, yaitu : (1) seberapa tinggi

partisipasi masyarakat terhadap keberanian untuk berpendapat dengan pemimpinnya;

dan (2) seberapa banyak warga negara yang menggunakan kesempatan tersebut

untuk menyalurkan aspirasinya (Putnam: 1993) dalam (Mariana: 2006:1). Modal

sosial merujuk pada bagian dari organisasi sosial, seperti keyakinan, norma dan

jaringan, yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi

tindakan-tindakan terkoordinasi (Putnam, 1993:167). Putnam dalam sebuah

membuat sebuah argumen dalam bukunya yang menegaskan bahwa gagasan inti dari

teori modal sosial adalah bahwa jaringan sosial memiliki nilai kontak sosial

mempengaruhi produktivitas individu dan kelompok (Putnam, 2000:18-19). Modal

20

sosial sebagai suatu nilai mutual trust (kepercayaan) antara anggota masyarakat dan

masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial didefinisikan sebagai institusi

sosial yang melibatkan jaringan (networks), norma-norma (norms), dan kepercayaan

sosial (social trust) yang mendorong pada sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan

kooperasi) untuk kepentingan bersama. Hal ini juga mengandung pengertian bahwa

diperlukan adanya suatu social networks (“networks of civic engagement”) – ikatan

atau jaringan sosial yang ada dalam masyarakat, dan norma yang mendorong

produktivitas komunitas.

Konsep lain yang membahas tentang modal sosial adalah konsep dari Bourdieu

pada tahun 1973 menjelaskan bahwa modal sosial sebagai modal hubungan yang jika

diperlukan akan memberikan dukungan – dukungan bermanfaat: modal harga diri dan

kehormatan yang seringkali diperlukan jika orang ingin menarik para klien kedalam

posisi-posisi yang penting secara sosial, dan yang bisa menjadi alat tukar, misalnya

dalam karir politik (Bourdieu, 1977:503) dalam (Field, 2011). Kemudian Bourdieu

memperbaiki pandangannya, dengan menyampaikan kesimpulan dalam pernyataan

berikut : “Modal sosial adalah jumlah sumber daya, aktual atau maya, yang

berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan

lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak

terinstitusionalisasikan” (Bourdieu dan Wacquant, 1992: 119) dalam (Field, 2011).

Melengkapi konsepnya Pirre Boedieu mencatatkan bahwa agar modal sosial tersebut

21

dapat bertahan nilainya, individu harus mengupayakannya (John, 2010) dalam (Field,

2011).

Dalam mempertahankan pandangan tentang modal sebagai produk akumulasi

kerja, Bourdieu menegaskan bahwa koneksi memerlukan kerja. Solidaritas dalam

jaringan hanya mungkin terjadi karena keanggotaan di dalamnya

meningkatkan laba, baik laba material maupun laba simbolik. Dengan demikian,

dipertahankannya hal tersebut memerlukan “strategi investasi, secara individu

maupun kolektif” yang bertujuan mentransformasikan hubungan-hubungan yang

terus berlangsung, seperti hubungan di kampung atau di tempat kerja, atau bahkan

hubungan kekerabatan, menjadi “hubungan sosial yang secara langsung dapat

digunakan dalam jangka pendek atau panjang” ; karena hal itu hanya efektif dalam

jangka panjang, pasti didalamnya terdapat “kewajiban jangka panjang yang

dirasakan secara subyektif’ (Bourdieu, 1980: 2; 1986 :249).

Modal sosial (social capital) adalah kapabilitas yang muncul dari

kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian-bagian tertentu

darinya. Ia bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil dan paling

mendasar. Demikian juga kelompok-kelompok masyarakat yang paling besar,

negara, dan dalam seluruh kelompok lain yang ada di antaranya (Fukuyama,

2002:37). Francis Fukuyama menunjukkan hasil studi di berbagai negara bahwa

modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi

karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan kerekatan hubungan dalam

22

jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi.

Modal sosial mampu mendorong peningkatan pembangunan partisipatif

sebagai kekuatan yang mampu membagun civil community dengan menggunakan

basis modal sosial seperti trust, ideology, dan religi. Modal sosial mampu ditandai

dengan adanya kerelaan individu untuk mengutamakan dalam keputusan komunitas.

Kerelaan yang menumbuhkan interaksi komulatif dimana mampu menghasilkan

sebuah kinerja yang menganung nilai sosial sebagai dampak dari kerelaan tersebut.

Francis Fukuyama mengilustrasikan modal sosial dalam trust, believe, and

vertrauen yang berarti bahwa kepercayaan menjadi penting dan mengakar dalam

faktor kultural seperti etika dan moral. Munculnya trust menjadikan komunitas

mampu membagikan nilai-nilai moral, sebagai sebuah jalan untuk menciptakan

pengharapan umum dan kejujuran, ia juga menyatakan bahwa asosiasi dan jaringan

lokal sungguh mempunyai dampak positif bagi peningkatan bagi peningkatan

kesejahteraan ekonomi dan pembangunan lokal sungguh serta memainkan peran

penting dalam manajemen lingkungan. Ketika suatu kelompok masyarakat

ditemukan rasa saling percaya (trust) dalam hubungan sosialnya maka dalam

kelompok tersebut mempunyai unsur utama dari modal sosial. Kepercayaan (trust)

merupakan pelumas yang menunjang keberadaan kelompok atau komunitas menjadi

efisien. Pada intinya kepercayaan (trust) mampu mendorong seseorang bersedia

menggunakan hasil dari kerja orang atau kelompok lain, selebihnya kepercayaan

juga dapat mendorong munculnya aktivitas atau tindakan bersama yang produktif

23

atau menguntungkan.

Dalam pembelajar ini, kepercayaan yang ditujukan kepada orang lain

mempunyai asumsi dasar bahwa orang lain juga berbagi terhadap nilai-nilai pokok

yang dimiliki. Hal ini tentunya tidak serta merta membuat mereka berbagi satu

kesamaan nilai-nilai politik atau agama. Sebaliknya kepercayaan ini berkaitan

dengan pengertian moral yang paling dasar bahwa setiap orang adalah berbeda.

“Anda berbagi beberapa ikatan-ikatan umum yang membentuk kerjasama penting”

(Rothstein, 2005).

Coleman kemudian membuat definisi yang mengatakan bahwa modal sosial

sebagai seperangkat sumber daya yang melekat pada hubungan keluarga dan dalam

hubungan organisasi sosial komunitas dan yang berguna bagi perkembangan kognitif

atau sosial anak atau orang yang masih muda. Sumber-sumber daya tersebut berbeda

bagi orang-orang yang berlainan dan dapat memberikan manfaat penting bagi anak-

anak dan remaja dalam perkembangan modal manusia mereka (Coleman, 1994:300)

dalam ( Field, 2011:38). Dalam hal ini Coleman berpendapat bahwa modal sosial

menjadi sebuah sumber yang bermanfaat dan tersedia bagi aktor melalui hubungan

sosialnya.

Peran modal sosial sangatlah besar dalam perkembangan ekonomi, dibalik

balik adanya peran itu tentunya memiliki sebuah potensi yang mampu mendukung

terbentuknya sebuah modal sosial di dalam masyarakat. Potensi-potensi dalam

terbentuknya modal sosial dalam masyarakat (komunitas) dapat dilihat dan

24

teridentifikasi dengan terlebih dahulu mengetahui komponen-komponen apa saja

dari modal sosial (sosial capital) itu sendiri, Coleman (1988) dalam Badaruddin

(2005) mendefinisikan modal sosial sebagai aspek-aspek dari struktur hubungan

antar individu yang memungkinkan menciptakan nilai-nilai baru. Modal sosial

berintikan elemen-elemen pokok, yaitu:

Banyak ahli yang telah mendefinisikan dengan berbagai macam pandangan

tentang modal sosial dan secara garis besar definisi-definisi para ahli menunjukkan

modal sosial sebagai sebuah unsur penting yang menentukan terbangunnya kerjasama

antar individu (kelompok) atau terbangunnya sebuah perilaku kerjasama secara

kolektif. Terbentuknya modal sosial tidak bisa dilepascan dari elemen – elemen

pokok yang mampu membentuk sebuah modal sosial, elemen – elemen itu mencakup

:

a. Saling percaya (trust) yang meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran

(fairness), sikap egaliter (egalitarianism), toleransi (tolerance), dan

kemurahan hati (generosity);

b. Jaringan sosial (networks), yang meliputi terdapatnya partisipasi

(participations), pertukaran timbal balik, solidaritas, kerjasama, dan keadilan;

c. Norma (norm), yang meliputi adanya nilai-nilai bersama, norma

dan sanksi, aturan-aturan.

Banyak perbedaan pandangan antar berbagai ahli tentang pengertian modal sosial.

Beberapa penulis menekankan bahwa modal sosial mengandung nilai – nilai penting

25

yang terdapat di dalamnya seperti trust, social network, dan behavioral norms.

Lingkup modal sosial yang dipaparkan oleh Carrier R Leana dan Van Burren,

terdiri dari tiga komponen utama yaitu associability, shared trust, dan shared

responsibility. Dalam konteks associability, penekanannya adalah sociability,

kemampuan melakukan interaksi sosial diikuti dengan kemampuan memacu aksi

kolektif yang memadai dalam usaha – usaha bersama. Selain itu dibutuhkan shared

trust, kepercayaan timbal balik, dan juga shared responsibility, tanggung jawab

timbal balik dalam usaha kolektif. Perspektif dalam konteks yang sama juga

diungkapkan Don Cohen Laurens, menjelaskan bahwa modal sosial dapat terlihat

dalam aspek trust, mutual understanding (saling memahami), shared knowledge

(pengetahuan bersama), dan cooperative action (aksi bersama). Modal sosial

menjelma dari persenyawaan tida unsur yaitu pertama, ikatan tradisi dalam wujudnya

sebagai keluarga, kekerabatan dan kewilayahan; kedua, kesediaan untuk bekerja keras

di bawah pemahaman bahwa mereka yang tidak bekerja tidak berhak memperoleh

makanan; ketiga, suatu konteks yang disediakan oleh pemegang tampuk kekuasaan

berupa ketentraman politik, keterbukaan kesempatan ekonomi dan finansial serta

jaminan keamanan masa depan yang meyakinkan. Dua faktor pertama bersama-sama,

dalam bingkai konteks faktor ketiga, membentuk apa yang disebut modal sosial.

Maka terjadi saling taut fungsional dari persekutua antarmanusia, karya dan modal

(Agnes Sunartiningsih, 2004:74).

Lesser (2000) dalam (Mariana, 2006) juga memberikan pandangan tentang

26

pentingnya modal sosial bagi komunitas karena ia: (1) Mempermudah akses

informasi bagi anggota komunitas; (2) menjadi media power sharing atau pembagian

kekuasaan dalam komunitas; (3) mengembangkan solidaritas; (4) memungkinkan

mobilisasi sumber daya komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6)

membentuk perilaku kebersamaan dan berorganisasi komunitas. Sementara itu

pandangan lain secara lebih jelas tentang modal sosial dalam konteks komunitas juga

di ungkapkan oleh Michael Woolcock yang mencoba membedakan modal sosal

menjadi tiga macam tipe yaitu :

a. Bounding Social Capital

Characterised by strong bonds (or “social glue”) e.q. among members

or among family members of an ethnic group

b. Social Bridging

Characterised by weaker, less dense but more cross-cutting ties

(‘social oil’) e.q. with local associaties, acquaintances, friends from

different ethnic groups, friends or friends stc;

c. Social Linking

Characterised by connections between those with differing levels of

power of social status e.q. links between the political elite and the

general public or between individuals from different social classes.

Woolcok, 2001:13-14 dalam (Field, 2011:68) diatas menjelaskan bahwa modal

sosial yang mengikat, yang berarti ikatan antar-orang dalam situasi yang sama,

27

seperti keluarga dekat, teman akrab dan rukun tetangga; modal sosial yang

menjembatani, yang mencakup ikatan yang lebih longgar dari beberapa orag, seperti

teman jauh dan rekan sekerja; dan modal sosial yang menghubungkan, yang

menjangkau orang – orang yang berada pada situasi berbeda, seperti mereka yang

sepenuhnya ada di luar komunitas, sehingga mendorong anggotanya memanfaatkan

banyak sumber daya daripada yang tersedia di dalam komunitas.

Modal sosial merupakan konsep yang sering digunakan untuk

menggambarkan kapasitas sosial untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara

integrasi sosial. Pengertian modal yang berkembang selama ini mengarah pada

terbentuknya tiga level modal sosial, yakni pada level nilai, institusi, dan

mekanisme, sebagaimana digambarkan oleh Pratikno, dkk (2001) berikut ini :

Gambar I.1 Level Modal Sosial

Dengan demikian, ketiga level modal sosial diatas memberikan pengertian

bahwa modal sosial bisa berbentuk jaringan sosial atau individu atau kelompok yang

berhubungan karena perasaan simpati, kewajiban, norma pertukaran, dan civil

engagement yang diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang mampu memberikan

Institusi : Ikatan yang terdapat dalam Komunitas lokal, jaringan dan asosiasi

Mekanisme : Tingkah laku, kerja sama, sinergi

Nilai, Kultur, Persepsi : Sympathy, sense of obligation, trust, resiprositas, mutual acquaintance, and recognition

28

perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan

modal sosial dari jaringan tersebut. Pada level mekanismenya, modal sosial dapat

mengambil bentuk kerja sama sebagai upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah

laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik.

Adapun bentuk modal sosial sendiri yaitu : 1) Perkumpulan berbasis

komunitas, agama, hobi, dan lain-lain 2) forum warga, seperti : rembuk desa 3)

adanya norma-norma yang berlaku didalam masyarakat. Sedangkan modal sosial

mempunyai sebuah isi yang mampu menguatkan komponen-komponennya seperti :

1). Adanya kesetiakawanan dan tanggungjawab, contoh : tradisi gotong royong. 2).

Toleransi sosial, contoh : tradisi syawalan. 3). Saling percaya, contoh : kebiasaan

menitipkan rumah atau toko ke tetangga, kebiasan mengadakan arisan. 4). Komitmen

terhadap aturan main, contoh : taggungjawab masyarakat terhadap apabila ada teman

yang menitipkan barang dagangan mereka ; melakukan tradisi sambatan dan

sumbangan. 5). Kemandirian, contoh : lembaga Gapoktan. 6). Kepedulian dan

empati terhadap sesama, contoh : pengumpulan dana kematian dan bencana alam. 7).

Kerjasama, contoh : hubungan kerja antar pelaku sedaerah. 8). Kesetaraan seluruh

lapisan masyarakat, contoh : keterbukaan bagi setiap warga untuk menjadi calon

anggota BPD, pengurus RT dan sebagainya. 9). Kekompakan, contoh konsistensi

warga untuk menyatukan tindakan menolak pemerasan memperjuangkan hak, dan

sebagainya. 10). Kecenderungan menghargai dialog, contoh : lembaga rembuk desa,

rapat warga RT, dan sebagainya. 11). Kecenderungan mewujudkan partisipasi

29

warga, contoh : gotong royong di kampung, dimana warga berinisitif, mengambil

keputusan, melaksanakan kegiatan dan memanfaatkan hasilnya.

2. Modal Sosial dalam Pengembangan Ekonomi Rakyat

Dalam pengembangan ekonomi masyarakat modal sosial mempunyai peran

yang cukup signifikan. Modal sosial mampu mendorong masyarakat untuk

berkembang dengan menggunakan nilai-nilai atau norma dan norma yang tumbuh

dan dipatuhi. Agnes Sunartiningsih (2004:73) menjelaskan modal sosial dan

pengembangan masyarakat adalah kepercayaan (trust), norma (norms), jaringan

(Networks). Hal ini menjadi sebuah konsep inti yang mampu mendorong

terbentuknya modal sosial (social capital) sebagai sebuah institusi sosial.

a. Kepercayaan

a) Kepercayaan (trust), memiliki kekuatan mempengaruhi prinsip-prinsip yang

melandasi kemakmuran sosial dan kemajuan ekonomi yang dicapai oleh suatu

komunitas atau bangsa (Putnam, 1993). Oleh karena itu Fukuyama (1995)

dalam (Agus Supriono, Dance J. Flassy, dan Sasli Rais, 2009) menyatakan,

trust sebagai sesuatu yang amat besar dan sangat bermanfaat bagi penciptaan

tatanan ekonomi unggul. Digambarkan trust sebagai harapan-harapan

terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari

dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang dianut

bersama-sama oleh anggota komunitas itu. Fukuyama (2002:24)

mendefinisikan kepercayaan yaitu norma-norma kooperatif seperti kejujuran

30

dan kesediaan untuk menolong yang bisa dibagi-bagi antara kelompok-

kelompok terbatas masyarakat dan bukan dengan yang lainnya dari

masyarakat atau dengan lainnya dalam masyarakat yang sama. Jika para

anggota kelompok itu mengharapkan bahwa anggota anggotanya yang lain

akan berperilaku jujur dan terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai.

Fukuyama (2002:72) mengatakan bahwa kepercayaan adalah efek samping

yang sangat penting dari norma-norma sosial yang kooperatif yang

memunculkan social capital. Jika masyarakat bisa diandalkan untuk tetap

menjaga komitmen, norma-norma saling menolong yang terhormat, dan

menghindari perilaku oportunistik, maka berbagai kelompok akan terbentuk

secara lebih cepat, dan 20 kelompok yang terbentuk itu akan mampu

mencapai tujuan-tujuan bersama secara lebih efisien. Menurut Fukuyama

(2002:75) kepercayaan seharusnya diingat dalam dirinya sendiri bukan

merupakan kebajikan moral, tetapi lebih merupakan efek samping dari

kebajikan. Kepercayaan muncul ketika masyarakat saling berbagi norma-

norma kejujuran dan ketersediaan untuk saling menolong dan oleh karenanya

mampu bekerja sama satu dengan yang lain. Kepercayaan dihancurkan oleh

sikap mementingkan diri sendiri yang eksesif atau oportunisme. Maka dari itu,

kepercayaan dapat membuat orang-orang bisa bekerja sama secara lebih

efektif karena bersedia menempatkan kepentingan kelompok di atas

kepentingan individu.

31

b) Kepercayaan dan resiko. Menurut Giddens (2005:46-47) kepercayaan

biasanya berfungsi untuk mereduksi atau meminimalisir bahaya yang berasal

dari aktivitas tertentu. Ada beberapa situasi, menurut Giddens, dimana pola

resiko diinstitusionalisasikan, di dalam kerangka kerja kepercayaan di

sekitarnya, seperti investasi di pasar modal atau olahraga fisik ekstrim. Pada

semua setting kepercayaan, resiko yang didapat diterima berada dibawah

“pengetahuan induktif yang lemah,” dan secara implisit selalu ada

keseimbangan antara kepercayaan dengan kalkulasi resiko (Damsar,

2011:187).

c) Saling Tukar Kebaikan (Resiprocity). Modal sosial senantiasa diwarnai oleh

kecenderungan saling tukar kebaikan (resiprocity) antar individu dalam suatu

kelompok atau kelompok itu sendiri di dalam masyarakat (Hasbullah, 2006).

Pola pertukaran ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara seketika seperti

halnya proses jual-beli, akan tetapi merupakan suatu kombinasi jangka pendek

dan jangka panjang dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu dan

mementingkan kepentingan orang lain). Di dalam konsep modal sosial dalam

bentuk nilai kultur, modal sosial digambarkan sebagai nilai agama (Islam),

semangat seperti ini disebut ‘keikhlasan’ (ikhlas). Pada masyarakat atau

kelompok sosial yang terbentuk dan di dalamnya memiliki bobot resiprositas

kuat, akan melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial

yang tinggi (kuat). Hal ini juga akan terefleksikan dengan tingkat kepedulian

sosial yang tinggi, saling membantu dan saling memperhatikan. Dance J.

32

Flassy (2009:11-12) mengatakan bahwa adanya resiprocity problem sosial

yang muncul akan sedikit tereduksi dan masyarakat akan lebih mudah

membagun diri, kelompok, lingkungan sosial serta fisik mereka secara

mengagumkan.

b. Jaringan (network)

Jaringan (networking) apabila dilihat dari tindakan ekonomi, jaringan adalah

sekelompok agen – agen individual yang berbagi nilai – nilai dan norma – norma

yang penting untuk transaksi pasar biasa. Melalui pemahaman ini modal sosial dapat

bermanfaat bukan hanya dalam aspek sosial melainkan juga ekonomi. Jaringan juga

dapat memperluas ruang lingkup unsur modal sosial yang lain, yaitu trust atau rasa

saling percaya dan solidaritas. Adanya kemampuan masyarakat atau kelompok

membangun jaringan maka rasa saling percaya dan solidaritas tidak hanya berlaku

dalam kelompok asalnya, tetapi dapat dikembangkan dalam lingkup yang lebih luas.

Terwujudnya sebuah kerjasama atau tindakan bersama yang saling menguntungkan

juga akan menjadi semakin bervariasi, baik jenisnya maupun pihak yang

terlibat. Selanjutnya, manfaat baik ekonomi maupun sosial atas kerjasama tersebut

juga akan semakin bertambah. Adanya kemampuan masyarakat atau kelompok

dalam membangun jaringan juga dapat meminimalisir dampak negative dari modal

sosial. Apabila solidaritas rasa saling percaya hanya terbatas pada lingkungan

kelompok asalnya maka hal itu dapat menyebabkan berkembangnya solidaritas

eksklusif. Pada batasan tertentu solidaritas semacam ini diperlukan dan bermanfaat,

misal dalam menggalang tindakan bersama dalam komunitas atau kelompok dan

33

dalam menghadapi interaksinya dengan masyarakat yang lebih makro agar lebih

mempunyai posisi tawar. Dari hal itulah melalui jaringan yang lebih luas disamping

dapat meningkatkan lingkup kerja sama juga dapat meningkatkan wawasan dan

memungkinkan terbentuknya hubungan yang bersifat cross cutting affiliation

(Soetomo, 2009 :204).

Lawang (2005) menjelaskan bahwa jaringan merupakan terjemahan dari

network yang berasal dari dua suku kata yaitu net dan work. Net berarti jaring, yaitu

tenunan seperti jala, terdiri dari banyak ikatan antar simpul yang saling terhubung

antara satu sama lain. Work berarti kerja. Jadi network yang penekanannya terletak

pada kerja bukan pada jaring, dimengerti sebagai kerja dalam hubungan antar simpul-

simpul seperti halnya jaring. Berdasarkan cara pikir tersebut, maka jaringan

(network) menurut Robert M. Z. Lawang (2005) dalam Damsar (2011: 157 - 158)

dimengerti sebagai:

a) Ada ikatan antar simpul (orang/kelompok) yang dihubungkan dengan media

(hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikatkan dengan kepercayaan.

Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak.

b) Ada kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media hubungan

sosial menjadi satu kerja sama bukan kerja bersama-sama.

c) Seperti halnya sebuah jaring (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar

simpul itu pasti kuat menahan beban bersama dan malah dapat “menangkap

ikan” lebih banyak.

34

d) Dalam kerja jaring itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri.

Jika satu simpul saja putus maka keseluruhan jaring itu tidak bisa berfungsi

lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul menjadi satu kesatuan dan

ikatan yang kuat. Dalam hal ini analogi tidak seluruhnya tepat terutama kalau

orang yang membentuk jaring itu hanya dua saja.

e) Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan atau antara

orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan. 6. Ikatan atau pengikat

(simpul) adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan

medianya itu dipelihara dan dipertahankan.

Penjelasan di atas membantu dalam memahami bahwa studi jaringan sosial melihat

hubungan antar individu yang memiliki makna subyektif yang berhubungan atau

dikaitkan dengan sesuatu sebagai simpul atau ikatan. Simpul dilihat melalui aktor

individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan merupakan hubungan antar para aktor

tersebut.

Powell dan Smith Doerr dalam literatur yang berkembang mengajukan dua

pendekatan untuk memahami jaringan sosial menurut, yakni pendekatan analisis atau

abstrak dan pendekatan preskriptif atau studi kasus. Pendekatan analisis atau abstrak

terhadap jaringan sosial menekankan analisis abstrak pada pola informal dalam

organisasi, segi normatif dan budaya dari lingkungan seperti sistem kepercayaan, hak

profesi, dan sumber-sumber legitimasi, serta struktur sosial dengan pola hubungan

unit-unit sosial yang terkait atau individu-individu sebagai aktor bersama dan

bekerjasama. Sedangakan pendekatan preskriptif atau studi kasus memandang

35

jaringan sosial sebagai pengatur logika atau sebagai suatu cara untuk menggerakkan

hubungan-hubungan antara masyarakat, dengan demikian hal ini bisa dijadikan

perekat untuk menyatukan individu secara bersama kedalam suatu sistem yang padu

(Damsar, 2011:157:158).

c. Norma – Norma Sosial (Social norms)

Norma – norma sosial mempunyai peran dalam tumbuh dan berkembangnya

masyarakat sebagai sebuah fusngsi kontrol masyarakat. Hasbullah (2006)

mengungkapkan norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan

diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas (kelompok) tertentu. Norma-

norma ini terinstusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah

individu berbuat sesuatu yag menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakat.

Aturan-aturan tersebut biasanya tidak tertulis, akan tetapi dipahami oleh anggota

masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks

hubungan sosial. Jika dalam komunitas masyarakat, asosiasi, group, atau kelompok,

norma-norma tersebut tumbuh, dipertahankan dan kuat, maka akan memperkuat

masyarakat itu sendiri. Hal ini yang menjadikan mengapa norma-norma social

merupakan salah satu unsur modal sosial yang akan merangsang keberlangsungan

kohesifitas sosial yang hidup dan kuat (Agus Supriono, 2009:12-13).

36

Secara substansial, modal manusia (human capital) memiliki kandungan lain

selain pengetahuan dan keterampilan, yaitu kemampuan masyarakat untuk melakukan

asosiasi (berhubungan) satu sama lain. Kemampuan ini akan menjadi modal penting

bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga bagi setiap aspek eksistensi

sosial yang lain. Coleman (1994: 302) mendefinisikan modal sosial berdasarkan atas

fungsinya. Ini bukanlah entitas tunggal, namun variasi dari entitas berlainan yang

memiliki kesamaan karakteristik: mereka semua terdiri dari beberapa aspek struktur

sosial, dan memfasilitasi tindakan-tindakan individu yang berada di dalam struktur

tersebut. Oleh karena itu, modal sosial dapat diartikan sebagai kapabilitas yang

muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian

tertentu darinya. Modal sosial ini nantinya dapat dilembagakan dalam bentuk

kelompok sosial paling kecil atau paling mendasar dan juga kelompok-kelompok

masyarakat paling besar seperti halnya bangsa dan negara (Fukuyama, 1995). Tidak

hanya itu saja, modal sosial diyakini sebagai sesuatu yang merujuk pada dimensi

institusional, hubungan-hubungan yang tercipta, dan norma-norma yang membentuk

kualitas serta kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Selain itu, menurut Bank

Dunia (1999) modal sosial bukanlah sekedar deretan jumlah institusi atau kelompok

yang menopang (underpinning) kehidupan sosial, akan tetapi dengan spektrum yang

lebih luas. Artinya, modal sosial menjadi sebuah perekat (social glue) yang menjaga

kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama (http://pps.uny.ac.id/seminar-

nasional-pengembangan-masyarakat-berbasis-modal-sosial).

37

Berdasarkan penjelasan di atas, beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan

ruh modal sosial antara lain: sikap yang partisipatif, sikap yang saling

memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan

diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. Unsur lain yang

memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat untuk secara terus menerus

proaktif baik dalam mempertahankan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun

dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Inilah jati diri modal sosial yang

sebenarnya. Keberadaan jati diri modal social tersebut ternyata begitu memiliki

hubungan yang erat dengan perkembangan ekonomi rakyat.

Bila merujuk pada keberadaan industri kecil dan UKM, maka tentu peran modal

sosial begitu diperlukan. Era seperti sekarang ini, modal sosial mampu menjadi obat

dari permasalahan yang muncul di sebuah negara, ini karena modal sosial memiliki

kekuatan besar dalam membangun perekonomian sebuah negara. Tidak terkecuali

bagi ekonomi rakyat Indonesia. Bisa dikatakan industri kecil menjadi sebuah pondasi

bagi perekonomian nasional karena sebagian besar industri kecil dan UKM

menjalankan usahanya secara mandiri, tanpa melibatkan investor asing. Hal inilah

yang menjadikan industri kecil masih bisa survive di tengah krisis ekonomi global

yang tengah terjadi.

Salah satu bukti nyata dari pentingnya social capital dalam pengembangan

ekonomi rakyat bisa ditelisik dari penelitian sebelumnya yang berjudul Modal Sosial

dan Penguatan Industri Kecil oleh Puspitasari. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa

modal sosial mempunyai peran penting terhadap pengembangan ekonomi rakyat, hal

38

ini terlihat dari bagaimana kehidupan sosial kemasyarakatan pengrajin genteng di

Dusun Berjo dan Kunden, Desa Sidoluhur dimana didalamnya terdapat sebuah ikatan

profesi pengrajin genteng yang menjadi proses awal terbentuknya modal sosial.

Secara umum, pengrajin genteng mempunyai basis nilai yang dibangun dari tradisi

keluarga/kekerabatan dan adanya faktor ekternal yaitu hubungan dengan kalangan

masyarakat. Konfigurasi modal sosial yang ada dalam komunitas pengrajin genteng

ini disatu sisi memperkuat kohensitas dan solidaritas di tengah ambivalensi

kepentingan yang sarat dengan kalkulasi ekonomi untuk perolehan keuntungan.

Ketika penjagaan modal sosial yang ada dalam komunitas pengrajin genteng tidak

lagi ada, maka dapat dimungkinkan adanya ancaman bagi kesinambungan usaha. Hal

ini dikarenakan persaingan usaha genteng baik skala regional maupun nasional

semakin tinggi. Faktor kemajuan teknologi produksi, pemahaman pasar,

memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi menjadikan konfigurasi modal

sosial mengalami transformasi disesuaikan dengan kehidupan modern. Karenanya,

proses kompromi, dialog dalam interaksi sosial menjadi alternatif solusi untuk

mengubah masalah menjadi kerjasama. Kerjasama yang dibagun dengan basis modal

sosial budaya lokal diupayakan mulai melampaui lokalitas baik dari sisi budaya

maupun kewilayahan untuk menambah kemanfaatan kolektif yang pada akhirnya

berdampak pada usaha personal. Proses peralihan dari social bonding (ikatan sosial)

menjadi social bridging (institusional) inilah ke depan ketika dapat dikembangkan

oleh pengrajin genteng akan menumbuhkan social linking ( jaringan sosial ) yang

lebih meluas. Kekayaan ini menjadi bukti adanya kontribusi industri pada pendapatan

39

desa maupun Kabupaten. Dengan adanya peningkatan pendapatan maka

kesejahteraan masyarakat wilayah pedesaan meningkat tanpa harus meninggalkan

desa untuk mengadu nasib di perkotaan.

Penelitian lain mengenai pengembangan ekonomi rakyat adalah penelitian

mengenai Dinamika Modal Sosial Dalam Pengembangan Koperasi yang disusun oleh

Reni Shintasari. Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa perkembangan dinamika

modal sosial terdapat tiga fase perkembangan koperasi yakni masa awal berdiri

Tahun 1993 sampai Mei 2006, masa Transisi Koperasi Juni 2006 sampai Januari

2007, masa eksistensi Koperasi Februari 2007 sampai Desember Tahun 2010. Pada

masa awal berdiri, kepercayaan berjalan baik dalam ruang lingkup dalam koperasi itu

sendiri, jaringan koperasi hanya dengan pemerintahan dan Bank, pengurus dan

pengawas selalu memberikan informasi laporan pada saat RAT anggota Koperasi.

Pada masa transisi koperasi, setelah terjadi pergantian pengurus koperasi dan sistem

simpan pinjam kepercayaan menurun karena anggota koperasi masih ragu akan

sistem simpan pinjam. Jaringan koperasi masa transisi semakin luas dengan

memperkuat jaringan intern serta memperluas jaringan dengan pihak pemerintahan

dan pihak swasta. Tanggung jawab pada masa transisi pengurus koperasi dan semua

pihak menjalanka sistem simpan pinjam dengan lebih baik. Walaupun pengurus dan

pengawas masih kurang dalam menjalankan tanggung jawabnya. Sedangkan pada

masa eksistensi koperasi terdapat kepercayaan menurun karena ada biaya administrasi

tambahan dalam simpan pinjam walaupun masyarakat luar provinsi ikut bergabung

menjadi anggota koperasi karena kepercayaan. Jaringan koperasi pada masa

40

eksistensi semakin luas sehingga usaha koperasi maju dan pihak Pemerintah serta

Swasta terbuka dalam menjalin kerjasama. Tanggung jawab koperasi pada eksistensi

terjalin semua elemen koperasi dan stakeholder lain namun masih ada program

koperasi dan sosialisasi dari pengurus yang masih kurang dilakukan.

Modal sosial dalam pembentukan koperasi mempunyai manfaat yang penting

dan mendukung tujuan koperasi dalam mensejahterakan anggotanya. Modal sosial

diharapkan dapat mengembangkan koperasi wanita Anggrek Mekar menjadi koperasi

yang berkualitas dan dapat mengembangkan usaha koperasi. Tahapan-tahapan pada

fase pembentukan koperasi diatas menunjukan adanya dinamika modal sosial yang

terjadi dalam proses tersebut dan hal inilah yang menjadi alasan koperasi Anggrek

Mekar masih survive sekaligus menunjukan bahwa dampak modal sosial sudah

terjadi dalam fase-fase tersebut.

Penjelasan diatas sangat relevan dengan apa yang diungkapkan oleh Mawardi

(2007) bahwa perkembangan industri, baik industri besar, sedang maupun industri

kecil akan mengalami hambatan di negara yang memiliki tingkat modal sosial yang

rendah. Modal sosial akan menghasilkan energi kolektif yang memungkinkan

perkembangan jiwa dan semangat kewirausahaan di tengah masyarakat, yang

selanjutnya akan mendorong berkembanganya dunia usaha. Industri yang dimiliki

para investor lokal maupun asing akan tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat

yang memiliki tradisi dan nilai kejujuran (trust), terbuka dan memiliki tingkat empati

yang tinggi. Selain itu modal sosial juga berpengaruh kuat pada perkembangan

sektor-sektor ekonomi lainnya seperti sektor perdagangan, jasa, konstruksi, pariwisata

41

dan beberapa yang lain. Apapun pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor trust,

reciprocity, positive externalities, dan nilai-nilai etis merupakan penopang yang akan

menentukan perkembangan dan keberlanjutan beragam aktifitas usaha di setiap sektor

perekonomian.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa peran modal sosial tidak hanya

pada aspek sosial tapi juga dalam pengembangan ekonomi rakyat. Disinilah dalam

pengembangan ekonomi rakyat dimensi modal sosial menjadi sebuah komponen

penting sebagai kekuatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lewat faktor –

faktor seperti trust, networking, social norms, reciprositas,dan nilai. Pengembangan

ekonomi rakyat akan mengalami kegagalan apabila melupakan peran penting dari

social capital yang di dalamnya juga melibatkan dimensi kultural dan adanya

penggunaan social capital yang saat ini berkembang di tengah masyarakat kurang

begitu optimal dari proses pengembagan ekonomi rakyat sendiri. Social capital akan

mampu menjadi penopang yang mampu menentukan pengembangan ekonomi rakyat

dengan kuatnya nilai-nilai modal sosial yang ada di dalamnya serta solidaritas yang

kuat. Dukungan adanya networking yang berada di dalam masyarakat maka akan

mempercepat laju perkembangan ekonomi rakyat. Dengan kata lain bahwa, peran

modal sosial menjadi sebuah platform atau penopang bagi terbentuknya proses

pengembangan ekonomi rakyat, hubungan antara modal sosial dengan pengembangan

ekonomi rakyat bisa diibaratkan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan, hal

demikian terjadi karena pengembangan ekonomi rakyat tidak hanya serta merta untuk

42

memenuhi kebutuhan yang bersifat materiil atau ekonomi saja, namun juga untuk

memenuhi kebutuhan sosial masyarakat.

3. Industri Kecil dan Usaha Kecil Menengah ( UKM )

Industri kecil dan UKM memiliki andil yang cukup besar dalam

perkembangan perekonomian di Indonesia, hal ini dikarenakan sebagian besar

industri kecil atau UKM mampu menjalakan usahanya secara mandiri, bahkan

keterlibatan investor asing sangatlah minim. Industri kecil jika dilihat dari faktor

modal tergolong industri yang membutuhkan modal kecil, alat-alat sederhana, tenaga

yang bekerja atau mengerjakan cukup dengan anggota keluarga sendiri dan terkadang

merekapun tidak harus diberikan upah. Industri ini berfungsi guna mengisi sebuah

waktu luang sebagai salah satu upaya tambahan guna memenuhi kebutuhan sehari-

hari, atau bisa dikatakan rata-rata para pekerja dari industri ini memiliki pekerjaan

yang lain selain bekerja di industri kecil ini. Dalam hal penyebarannya, industri kecil

lebih banyak tersebar di daerah pedesaan.

Dalam industri kecil ternyata kata “kecil” memiliki makna yang variatif,

“kecil” merupakan sebuah ukuran yang muncul saat dilakukan perbandingan dengan

obyek lain yang lebih besar. Dengan demikian, ukuran kecil tergantung dari mana

obyek melihatnya sehingga suatu usaha pada akhirnya dapat dikategorikan sebagai

sebuah kegiatan dengan skala kecil. Persoalan pembakuan bagi usaha kecil ini sangat

diperlukan dan penting artinya dalam kaitannya dengan langkah penanganan terhadap

permasalahan industri kecil sendiri.

43

Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI

No.255/MPP/Kep/7/1997 : Industri kecil adalah nilai investasi seluruhnya tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha telah melampui Rp. 200 juta atau

memiliki penjualan tahunan telah melampaui Rp. 1 milyar, maka perusahaan tersebut

tidak lagi termasuk industri kecil. Jika dilihat dari skala perusahaan, industri pedesaan

merupakan industri kecil dan rumah tangga, namun ia mempunyai cirri-ciri tersendiri

atau cirri-ciri lain yang membedakannya dengan industri kecil bukan pedesaan,

adalah sebagai berikut :

a. Berbentuk industri rumah tangga dengan tenaga kerja kurang dari 5 orang.

b. Kebanyakan tenaga kerja diperoleh dari dalam rumah tangga sendiri, dari

ranah keluarga lain sebagai tenaga kerja tidak di upah.

c. Teknologi yang digunakan bersifat tradisional, sangat sederhana, dan lebih

banyak menggunakan tangan (manual process).

d. Bahan baku dasar umumnya di dapat dari daerah pedesaan setempat atau

daerah-daerah sekitarnya.

e. Pemasaran dan hasil produksi tidak didasarkan atas promosi melainkan

melalui perantara-perantara.

f. Industri tersebut merupakan kegiatan tambahan untuk menambah pendapatan

keluarga

(Murbyarto dkk, 1979) dalam (Prakoso, 2012)

44

Tjitrosoepomo dalam Sukmayani (2009) Industri kecil adalah satu bentuk

perekonomian rakyat di Indonesia yang apabila dikembangkan akan mampu selain

memecahkan masalah-masalah dasar pembangunan Indonesia, seperti pengangguran,

industri kecil ini juga mampu untuk membantu tercapainya pertumbuhan ekonomi

nasional. Industri kecil merupakan bagian dalam dari perindustrian yang

keberadaannya banyak dinilai oleh masyarakat lebih kearah karakter yang negative

misalnya saja industrinya dipandang tradisional, teknologi tidak mampu bersaing, dan

ketrampilannya masih rendah.

Bank Dunia ( World Bank ) mendefinisikan usaha kecil adalah usaha milik

gabungan atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 100 0rang, termasuk

di dalamnya usaha yang di kerjakan hanya 1 orang sekaligus bertindak sebagai

pemilik. Usaha kecil merupakan usaha untuk mempertahankan hidup (survive

activities) yang kebutuhan keuangannya di penuhi oleh tabungan dari pinjaman

berskala kecil.

Sedangkan ILO ( International Labour Organization ) juga mempunyai

definisi yang konteksnya sama bahwa Usaha kecil adalah usaha yang mempekerjakan

maksimal 10 orang dan menggunakan teknologi sederhana, asset minim dan

kemampuan managerial yang rendah serta tidak membayar pajak.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa Usaha Kecil dan

Menengah (UKM) atau industri kecil memiliki peran yang sangat besar terhadap

perekonomian nasional. Adapun fungsi dan peran UKM diantaranya adaah sebagai :

penyedia barang dan jasa, penyerap tenaga kerja, pemerataan pendapatan, nilai

45

tambah bagi produk daerah, peningkatan taraf hidup melihat perannya yang begitu

besar maka pembinaan dan pengembangan industri kecil bukan saja penting sebagai

jalur kea rah pemerataan hasil-hasil pembangunan, tetapi juga sebagai unsure pokok

dari seluruh struktur industry di Indonesia, karena dengan investasi yang kecil dapat

berproduksi secara efektif dan dapat menyerap tenaga kerja.