bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.c2.0053 aris prio agus... ·...

17
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum dengan jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bagi bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan oleh pemerintah sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana di maksud dalam UUD (1945), yaitu membentengi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 1 Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan negara sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan UUD (1945). Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, pembentukan sumber daya manusia Indonesia, dan pembangunan nasional. 1 Zaeni Asyhadie, 2017, Aspek-Aspek Hukum Kesehatan di Indonesia, Depok: Rajawali Pers, hlm.1.

Upload: others

Post on 21-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum dengan jelas

cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bagi

bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan

bangsa, memajukan kesejahteraan umum, serta ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial.

Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya

pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian

pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu, termasuk diantaranya

pembangunan kesehatan.

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum

yang harus diwujudkan oleh pemerintah sesuai dengan cita-cita bangsa

Indonesia sebagaimana di maksud dalam UUD (1945), yaitu membentengi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk

meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan sosial.1

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

yang harus diwujudkan negara sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan UUD (1945). Oleh

karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non

diskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting

artinya bagi peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, pembentukan

sumber daya manusia Indonesia, dan pembangunan nasional.

1 Zaeni Asyhadie, 2017, Aspek-Aspek Hukum Kesehatan di Indonesia, Depok: Rajawali Pers, hlm.1.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

2

Salah satu penyelenggaraan upaya kesehatan adalah melalui pengobatan

komplementer dan alternatif. Karena perkembangan terapi komplementer akhir-

akhir ini menjadi sorotan banyak negara. Pengobatan komplementer dan

alternatif menjadi bagian penting dalam pelayanan kesehatan misal di Amerika

Serikat dan negara lainnya. Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah

pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik

konvensional. Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna

terapi komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di

tahun 1997.2

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2001

sebanyak 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri tanpa

bantuan medis, 31,2% di antaranya menggunakan tanaman obat tradisional dan

9,8% memilih cara pengobatan tradisional lainnya.3

Persentase terbesar penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan

tradisional (57,7%) cenderung menurun dibandingkan dengan hasil Susenas

tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mungkin berhubungan dengan adanya krisis

ekonomi yang dimulai tahun 1997, kemudian pemerintah melakukan intervensi

melalui program JPS-BK (Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan).

Penduduk Indonesia yang menggunakan obat (82,7%) cenderung menurun,

tetapi penggunaan obat tradisional (31,7%) dan cara tradisional (9,8%)

cenderung meningkat dibandingkan dengan hasil Susenas tahun-tahun

sebelumnya. Hal ini mungkin berhubungan dengan adanya krisis ekonomi yang

dimulai tahun 1997, kemudian pemerintah melakukan intervensi melalui

program JPS-BK (Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan).4

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 proporsi rumah

tangga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 30,4 %

dengan jenis pelayanan yang paling banyak di gunakan adalah keterampilan

tanpa alat sebesar 77,8% dan ramuan sebesar 49%. Kondisi tersebut

2 Widyatuti, “Terapi Komplementer Dalam Keperawatan” dalam Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 22, No. 1,

2008. 3 Lestari Dewi, Muhammad Jamhari, dan Isnainar, “Kajian Tanaman Pemanfaatan Obat Sebagai Obat Tradisional

Di Desa Tolai Kecamatan Torue Kabupaten Parigi Moutung” dalam Jurnal Vol. 5 No. 2, 2017. 4 Kiki Rizki, 2016, Terapi Komplementer, Lowongan Lulusan Ners Saat Ini, diakses pada:

https://news.detik.com/opini/d-3282128/terapi-komplementer-lowongan-bagi-lulusan-ners-saat-ini (tanggal 20

September 2018).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

3

mendeskripsikan bahwa pelayanan kesehatan tradisional mempunyai potensi

yang cukup besar dan perlu mendapat perhatian serius sebagai bagian dari

pembangunan kesehatan nasional.5

Dari tinjauan terhadap RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka

Menengah) 2015-2019 tampak tidak ditemukan secara spesifik dasar

pembangunan kesehatan. Dalam RPJMN tersebut upaya promotif dan preventif

masih kurang mendapat penekanan yang saksama.6 Hal ini membuktikan bahwa

masih lemahnya penguatan upaya kesehatan masyarakat.

Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan,

di antaranya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya

harmoni dalam diri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer-

alternatif. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk pengambilan

keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan

sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari

pengobatan medis/ konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi

komplementer-alternatif, karena biaya yang cukup terjangkau. Terapi

komplementer-alternatif yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan

masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan banyak klien bertanya

tentang terapi komplementer-alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter

ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi

alternatif. Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai

dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan tersebut terpenuhi akan

berdampak pada kepuasan klien. Alasan tersebut dapat menjadi peluang bagi

perawat untuk berperan memberikan terapi komplementer-alternatif.7

Profesi keperawatan mengembangkan layanan praktik mandiri

keperawatan kepada masyarakat dalam mencari solusi terhadap masalah

kesehatannya. Pelayanan praktik mandiri perawat memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan wewenang seorang perawat

5 Dirjen Yankestrad Kemenkes, 2016, Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan

Tradisional, Alternatif dan Komplementer Tahun 2016, Jakarta: Kemenkes, hlm. 2. 6 Hapsara HR, 2016, Penguatan Upaya Kesehatan Masyarakat dan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm.2. 7 Widyatuti, “Terapi Komplementer dalam Keperawatan” dalam Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 22, No. 1,

2008.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

4

profesional. Pelayanan keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-

spiritual yang komprehensif atau holistik ditujukan kepada individu, keluarga,

dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses

kehidupan manusia.

Contoh penyelenggaraan praktik mandiri perawat di Daerah Istimewa

Yogyakarta dan kota di sekitarnya yang telah di laksanakan, di antaranya adalah

Pusat Perawatan Luka Griya Puspa Yogyakarta yang bergerak pada pelayanan

keperawatan spesialis luka, Pondok Holistik Indonesia (PHI) yang memberikan

pelayanan keperawatan komplementer seperti akupunktur dan bekam, Jogja

Home Care yang memberikan pelayanan visite keperawatan di rumah pasien,

selain itu di kota Solo telah dibuka “Omah Luka Solo” yang bergerak juga di

bidang spesialis perawatan luka, dan Budhi Nersalindo yang bergerak pada

pengembangan keperawatan berbasis herbal yang memberikan pelayanan

praktik keperawatan herbal pada masyarakat, dan animo masyarakat Yogyakarta

serta kota disekitarnya cukup tinggi untuk melakukan pengobatan di fasilitas

kesehatan seperti praktik mandiri perawat.8

Bentuk pelayanan yang dapat diberikan oleh perawat kepada masyarakat

adalah dalam bentuk pelayanan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

Bentuk pelayanan preventif dan promotif adalah seperti deteksi dini dan

indentifikasi faktor-faktor risiko terjadinya suatu penyakit pada individu atau

keluarga dan masyarakat, serta memberikan pendidikan atau penyuluhan dan

konseling pada individu, keluarga atau masyarakat yang berisiko atau telah

mengalami sakit.

Berdasarkan Rapat Kerja Nasional Komisi II Regional Tengah tentang

Paradigma Sehat Upaya Promotif dan Preventif Dalam Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan disebutkan bahwa salah titik fokus dalam RPJMN

2015-2019 adalah peningkatan upaya promotif dan preventif oleh tenaga

kesehatan. Hal tersebut di sebabkan karena masih tingginya angka mortalitas dan

angka morbiditas di Indonesia, yang menunjukkan belum optimalnya upaya

promotif dan preventif, serta masih lebih menekankan pada aspek kuratif.

8 Nurcahyati,dkk, 2017, Praktik Mandiri Perawat Sebagai Alternatif Solusi Masalah Kesehatan, diakses dari: https://www.kompasiana.com/tridi8789/58d0eb8c357b6133199f9cea/praktik-mandiri-perawat-sebagai-alternatif-

solusi-masalah-kesehatan-anda-sudahkah-anda-tau (Tanggal 15 September 2018).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

5

Dengan hadirnya praktik keperawatan mandiri, maka upaya preventif dan

promotif dapat menjadi lebih baik untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan

yang ada di masyarakat.9

Banyaknya berita di media cetak maupun online yang memberitakan

mengenai merebaknya pengobatan palsu yang berkedok praktik pengobatan

komplementer atau alternatif yang dijalankan oleh tenaga yang tidak

berkompeten dan tidak mempunyai lisensi yan jelas, sehingga pada akhirnya

dapat berdampak buruk bagi masyarakat terutama yang mengarah kepada patient

safety.

Berkaca dari maraknya malpraktik pengobatan komplementer,

disebabkan antara lain oleh tiadanya peraturan tegas dari pemerintah. Terutama

minimnya pengawasan praktik, ditambah belum adanya undang-undang yang

secara jelas mendeskripsikan mengenai pengobatan komplementer. Belum

tergambarkan perlindungan hukum bagi pasien yang menjalani pengobatan

komplementer, termasuk standarisasi tenaga kesehatan yang diperbolehkan

mempraktikkan pengobatan jenis ini. Mengingat lingkup praktik perawat yang

mendapat sorotan melalui adanya malpraktik pengobatan komplementer.

Beberapa contoh kasus pengobatan komplementer-alternatif adalah

sebagai berikut:

1. Pada tanggal 21 Juli 2010, seorang pensiunan guru di Jombang Jawa timur

tewas setelah melakukan pengobatan tradisional bekam. Dia adalah Suparno,

pria berusia 55 tahun yang sebelumnya datang pada Siti Mufritah yang

bekerja sebagai ahli bekam dengan keluhan asam urat dan darah tinggi. Siti

yang telah puluhan tahun membuka praktik bekam dirumahnya di desa

Pundong Jombang Jawa Timur inipun langsung melakukan terapi bekam

dengan alat sedot tradisional miliknya yang terbuat dari tanduk sapi namun

terapi bekam belum dijalani tiba-tiba tubuh Suparno ambruk dan langsung

meninggal dunia. Atas musibah yang terjadi pada Suparno polisipun

langsung datang untuk melakukan identifikasi.10

2. Pada tanggal 17 September 2010, Seorang warga di Lumajang Jawa Timur

tewas saat melakukan terapi akupunktur pada seorang tabib setempat.

Korban yang bernama wawan sehari-hari bekerja sebagai satpam SMK

Pasirian ini tewas saat sang tabib akupunktur menusukkan 12 jarum ketubuh

korban. Oleh kejadian itu sang tabib akupunktur ditetapkan sebagai

9 Nurcahyati,dkk, 2017, Praktik Mandiri Perawat Sebagai Alternatif Solusi Masalah Kesehatan, diakses dari:

https://www.kompasiana.com/tridi8789/58d0eb8c357b6133199f9cea/praktik-mandiri-perawat-sebagai-alternatif-

solusi-masalah-kesehatan-anda-sudahkah-anda-tau (Tanggal 15 September 2018). 10 Diakses dari : https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-1403901/usai-diterapi-bekam-suparno-malah-tewas

(pada tanggal 20 September 2018).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

6

tersangka oleh kepolisian setempat dan polisi juga menyita barang-barang

bukti.11

3. Pada tanggal 24 Juni 2014, seorang pria bernama Li Lin, asal Chengdu,

Tiongkok, melakukan pengobatan lantaran bahunya terasa kaku. Ia pun

memilih bekam. Usai terapi, bahunya pun terasa lebih baik dan ia pun

menjalani kegiatannya itu setiap hari di tempat yang sama selama sebulan.

Namun ia mulai merasakan luka besar di punggungnya. Karena Li

mengalami demam 37,7 derajat dan punggungnya benar-benar bengkak,

keluarga mengirim Li ke ruang gawat darurat. Pada pemeriksaan, ditemukan

bahwa ia memiliki infeksi bakteri. Dokter Xie Liang menambahkan kalau Li

beruntung datang ke rumah sakit ketika semakin membengkak. Kini kondisi

Li mulai membaik dan nyawanyapun tidak terancam.12

4. Pada tanggal 6 Januari 2016, seorang wanita muda meninggal setelah terapi

"chiropractic" atau disebut dengan perawatan pijat tulang belakang. Allya

Siska Nadya, yang akrab disapa Siska meninggal dunia di Rumah Sakit

Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan, setelah sebelumnya menjalani terapi

di Klinik Chiropractic di kawasan Pondok Indah. Dan keluarga pun

melaporkan kasus dugaan malapraktik ini ke Polda Metro Jaya.13

Kasus di atas merupakan kasus yang telah dilakukan oleh orang selain

tenaga kesehatan yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan kesehatan,

tetapi diperoleh dari pelatihan-pelatihan maupun mewarisi bakat turun temurun

dari keluarganya. Kasus di atas bisa saja menimpa perawat yang melakukan

pelayanan komplementer-alternatif dalam praktik keperawatan mandirinya.

Apabila perawat lalai dan kurang berhati-hati dalam melaksanakan pelayanan

komplementer dan alternatif, dapat dipastikan bahwa hal serupa akan terjadi,

mengingat hadirnya terapi komplementer saat ini masih menimbulkan

kontroversial tentang etis tidaknya apabila diterapkan dalam layanan kesehatan.

Di samping itu batasan standar prosedur operasional pada pelayanan

komplementer–alternatif juga belum terdeskripsi secara jelas. Sampai sejauh ini

memang belum ada kasus perawat yang dipidanakan karena melakukan

pengobatan komplementer–alternatif namun perawat tetap harus berhati-hati dan

waspada dalam menjalankan kewenanganya sebagai perawat yang melakukan

pengobatan komplementer-alternatif. Walau demikian, tidak selamanya teknik

pengobatan komplementer itu membahayakan pasien, asalkan dapat

11 Diakses dari : https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-1442653/sebelum-tewas-satpam-smk-alami-

komplikasi-penyakit (tanggal 20 September 2018). 12 Diakses dari: https://www.liputan6.com/health/read/2538831/gara-gara-bekam-punggung-pria-cina-ini-

berlubang (Tanggal 25 September 2018). 13 Diakses dari: https://lifestyle.kompas.com/read/2016/01/06/161000123/Wanita.Muda.Meninggal.

Setelah.Terapi.Chiropractic.Ini.Kronologinya. (Tanggal 25 September 2018).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

7

dipraktikkan oleh tenaga kesehatan yang profesional dan orang-orang yang telah

memiliki lisensi ijin praktik resmi yang dapat dipertanggung jawabkan

keamananya.

Pasal 30 ayat (2) huruf m Undang-Undang No.38 tahun 2014 tentang

Keperawatan menjelaskan bahwa perawat berwenang dalam melakukan

penatalaksanaan keperawatan komplementer-alternatif, namun sampai sejauh ini

belum ada peraturan pelaksanaan tentang praktik keperawatan mandiri termasuk

di dalamnya adalah keperawatan komplementer-alternatif yang

mendeskripsikan secara jelas apa saja yang boleh dan dilarang dalam pelayanan

keperawatan mandiri, sehingga batas-batas kewenangan perawat dalam praktik

mandiri dirasa masih mengambang. Di samping itu juga, pada PP No.103 tahun

2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, Permenkes No.61 tahun 2016

tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris, dan Permenkes No.15 tahun

2018 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer, tidak

mendeskripsikan kewenangan pengobatan komplementer–alternatif yang bisa

dilaksanakan oleh perawat melainkan dikhususkan bagi para pengobat

tradisional, sehingga celah hukum yang bisa ditempuh oleh perawat sangat sulit.

Berdasarkan uraian di atas bahwa sangat dibutuhkan standar kewenangan

perawat dalam pemberian terapi komplementer-alternatif, terutama terhadap

praktik keperawatan mandiri sehingga diharapkan dapat memberikan kepastian

hukum dalam pelayanan kesehatan yang di lakukan perawat. Oleh karena

itu, peneliti tertarik untuk meniliti dan mengambil judul “Analisis Yuridis

Kewenangan Perawat Dalam Pelayanan Komplementer–Alternatif Pada

Praktik Keperawatan Mandiri”.

B. Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan ini penulis akan membatasi penelitian terhadap perawat

yang melakukan pelayanan komplementer–alternatif pada praktik keperawatan

mandiri yaitu pengambilan di Provinsi Jawa Timur, yakni: Kab. Sidoarjo, Kota

Kediri, Kab. Kediri, Kab. Probolinggo, dan Kab. Banyuwangi. Hal ini

disebabkan karena faktor biaya, waktu, dan jarak tempuh.

Kewenangan selalu diikuti dengan hak dan kewajiban untuk melakukan dan

tidak melakukan sesuatu. Kewenangan seorang tenaga kesehatan dalam hal ini

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

8

adalah perawat dalam pelayanan kesehatan berhubungan dengan kompetensi

yang dimiliki pada penerima wewenang tersebut. Dalam penelitian ini

pembatasan masalah pada kewenangan perawat dalam pelayanan

komplementer–alternatif pada praktik keperawatan mandiri adalah sejauh mana

kewenangan perawat yang diperbolehkan dalam melakukan pelayanan

komplementer–alternatif dari analisis keadaan di lapangan dan analisis

perundang-undangan yang dibuktikan mulai dari perizinan sampai dengan

kompetensi yang dianalisis peneliti.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kewenangan perawat dalam pelayanan komplementer-

alternatif pada praktik keperawatan mandiri?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pasien dan perawat dalam pelayanan

komplementer-alternatif pada praktik keperawatan mandiri?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kepastian hukum kewenangan perawat terhadap

pelayanan komplementer–alternatif dalam praktik keperawatan mandiri.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendapatkan gambaran kewenangan perawat dalam pelayanan

komplementer–alternatif pada praktik keperawatan mandiri.

b. Untuk mendapatkan gambaran perlindungan hukum bagi pasien dan

perawat dalam pelayanan komplementer-alternatif pada praktik

keperawatan mandiri.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan bagi

institusi pendidikan, menambah keilmuan tentang hukum keperawatan,

serta dapat menjadi bahan penelitian bagi penelitian selanjutnya.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

9

2. Manfaat praktis

a. Bagi PPNI

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

keilmuan dalam pelayanan komplementer-alternatif dalam praktik

keperawatan mandiri sesuai dengan peraturan yang berlaku guna

mewujudkan perlindungan hukum bagi perawat, sehingga PPNI dapat

menjadi organisasi profesi yang kuat.

b. Bagi Organisasi Seminat

Hasil penilitian ini diharapkan menjadi dasar hukum bagi organisasi

seminat, dalam hal ini adalah HPHI (Himpunan Perawat Holistik

Indonesia) untuk dapat digunakan sebagai acuan dalam

menyelenggarakan praktik keperawatan mandiri.

c. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan kepada perawat

agar lebih memahami tentang kewenangan perawat terhadap pelayanan

komplementer-alternatif dalam praktik keperawatan mandiri.

d. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi atau acuan dalam melakukan

penelitian tentang pengobatan komplementer dan alternatif.

F. Metode Penelitian

1. Medote Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis sosiologis, yaitu suatu penelitian hukum yang mengkaji dan

menganalisis tentang perilaku hukum dan sumber data yang digunakanya

berasal dari data primer.14

Faktor yuridis adalah seperangkat aturan-aturan yang berkaitan dengan

hukum kesehatan atau keperawatan, yang pada dasarnya merupakan cabang

dari ilmu hukum dan sangat berkaitan dengan penelitian ini. Undang-Undang

tersebut merupakan dasar untuk menganalisa kewenangan perawat dalam

14 Salim dan Erlies, 2013, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: Rajawali Pers,

hlm. 21.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

10

pelayanan komplementer-alternatif pada praktik keperawatan mandiri dan

perlindungan hukum bagi pasien dan perawat dalam pelayanan

komplementer-alternatif pada praktik keperawatan mandiri.

2. Desain Penelitian

Tipe desain penelitian yang digunakan adalah Descriptive Design yaitu

penelitian yang dilakukan untuk menjawab atas pertanyaan-pertanyaan

tentang siapa, apa, kapan, di mana dan bagaimana keterkaitan dengan

penelitian tertentu. Penelitian deskriptif digunakan untuk memperoleh

informasi mengenai status fenomena variabel atau kondisi situasi.

3. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang dipakai adalah deskriptif analistis.

Deskriptif adalah menggambarkan frekuensi terjadinya gejala hukum atau

peristiwa hukum atau karakteristik gejala hukum atau frekuensi adanya

hubungan (kaitan) antara gejala hukum atau peristiwa hukum yang satu

dengan yang lain.15

Analitis adalah mengetahui suatu makna yang dikandung oleh istilah-istilah

yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional,

sekaligus mengetahui penerapan dalam praktik dan putusan-putusan hukum.

Dalam penelitian ini adalah menggambarkan dan mengetahui bagaimana

kewenangan perawat terhadap pelayanan komplementer-alternatif dalam

praktik keperawatan mandiri.

4. Variabel dan Definisi Operasional

Unsur dari penelitian ini yang merupakan variabel bebas (Independent).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kewenangan perawat terhadap

pelayanan komplementer–alternatif dalam praktik keperawatan mandiri.

Adapun definisi operasional dari unsur tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi

keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh

Pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.16

15 Universitas Katolik Soegijapranata, 2015, Petunjuk Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, Semarang: Prodi

Magister Ilmu Hukum Universitas Katolik Soegijapranata, hlm.8. 16 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No.38 tahun 2008 tentang Keperawatan.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

11

b. Kewenangan adalah hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan

sesuatu.17

c. Pelayanan Komplementer-Alternatif

Terapi komplementer dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

Terapi adalah usaha untuk memulihkan orang yang sedang sakit;

pengobatan penyakit; perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat

melengkapi, bersifat menyempurnakan.18

Terapi Alternatif adalah jenis terapi modalitas yang diberikan sebagai

pengganti praktek pengobatan kedokteran konvensional sedangkan terapi

komplementer adalah jenis terapi modalitas yang dikombinasikan

dengan pengobatan kedokteran konvensional.19

Pelayanan Komplementer-alternatif adalah pengobatan non

konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas,

keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu

pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran

konvensional.20

d. Praktik Keperawatan Mandiri

Praktik keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh

perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Sedangkan Asuhan

keperawatan itu sendiri merupakan rangkaian interaksi perawat dengan

klien dan lingkunganya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan

dan kemandirian klien dalam merawat dirinya.21

17 Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, diakses dari: https://kbbi.kemdikbud.go.id/ (Tanggal 27 September

2018). 18 Budhi Purwanto, Herbal dan Keperawatan Komplementer,Yogyakarta : Nuha Medika, hlm.19. 19 Endeh Nurgiwiati, Terapi Alternatif & Komplementer Dalam Bidang Keperawatan, Bogor : In Media, hlm. 1. 20 Pasal 1 Point 1 Permenkes No.1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Komplementer-Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 21 Undang-Undang Keperawatan No.38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

12

Mandiri adalah keadaan dapat berdiri sendiri tidak bergantung dengan

orang lain, dan mampu memberikan keputusan terhadap suatu masalah

dalam usahanya secara personal.22

Praktik keperawatan mandiri adalah bentuk pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan oleh perawat secara individu atau perorangan dan dapat

berdiri sendiri melalui asuhan keperawatan.

e. Upaya Kesehatan

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam

bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan

penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau

masyarakat.23

Menurut Permenkes No.75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan

Masyarakat, yang disebut UKM dan UKP adalah sebagai berikut:

1) UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan

menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran

keluarga, kelompok dan masyarakat.

2) UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) adalah kegiatan dan/atau

serarangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk

peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan

penderita akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan promotif, prenventif, kuratif, dan

rehabilitatif menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah:

1) Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan

kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.

22 Wikipedia Bahasa Indonesia versi online, diakses dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Keperawatan (Tanggal 27

September 2018). 23 Pasal 1 Point 11 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

13

2) Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan

terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.

3) Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan

penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian

penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat

terjaga seoptimal mungkin.

4) Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam

masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat

yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin

sesuai dengan kemampuannya.

5. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data utama dalam

penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh peneliti secara

langsung (dari tangan pertama), sementara data sekunder merupakan data

yang diperoleh peneliti dari sumber yang telah ada. Data primer dikumpulkan

dengan studi lapangan di tempat praktik mandiri perawat yang

menyelenggarakan pelayanan komplementer-alternatif dengan melakukan

wawancara, dan kuesioner. Wawancara dilakukan selama 1 jam. Data

sekunder diperoleh dari studi pustaka. Adapun data sekunder dalam bidang

hukum dapat dibedakan menjadi :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu semua aturan tertulis yang ditegakkan oleh

negara, dan bisa ditemukan dalam putusan pengadilan, undang-undang,

keputusan dan peraturan eksekutif, maupun putusan administrasi.24

Bahan hukum Primer tersebut antara lain :

1) Undang-Undang Dasar tahun 1945;

2) Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

3) Undang-Undang No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan;

24 Pasek Diantha, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Jakarta: Prenada

Media Group, hlm.142.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

14

4) Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2014 tentang Pelayanan

Kesehatan Tradisional;

5) Permenkes No. 1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang

Penyelenggaraan Komplementer - Alternatif di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan;

6) Kepmenkes No. 908/MENKES/SK/VII/2010 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Keperawatan Keluarga;

7) Perda Provinsi Jawa Timur No.7 tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan;

8) Perda Provinsi Jawa Timur No. 2 tahun 2016 tentang Upaya

Kesehatan;

9) Surat Keputusan DPP PPNI Nomor

011/DPP.PPNI/SK/K.S/III/2017 tentang Pedoman Praktik

Keperawatan Mandiri;

10) Surat Keputusan HPHI Nomor 05/KONGRES/HPHI/2018 tentang

Standar Kompetensi Kerja.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku hukum yang berisi ajaran

atau doktrin atau treatises.25

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

a) buku tentang Ilmu Keperawatan;

b) buku tentang Hukum Kesehatan;

c) buku tentang Hukum Administrasi Negara;

d) buku tentang Pengobatan Komplementer–Alternatif.

c. Bahan Hukum Tersier atau Bahan Hukum Lain, yaitu petunjuk atau

penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder, yang

diperoleh dari media cetak atau situs internet; misalnya kamus tentang

kesehatan, kamus bahasa Indonesia, jurnal hukum, bibliografi,

ensiklopedia, majalah, surat kabar dan sebagainya.26

6. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari:

25 Ibid, hlm. 145. 26 Ibid, hlm. 147-148.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

15

a. Studi lapangan adalah salah satu proses kegiatan pengungkapan fakta-

fakta dalam proses memperoleh keterangan atau data dengan cara terjun

langsung ke lapangan. Studi lapangan dilakukan dengan teknik

wawancara, dan kuesioner terhadap perawat praktik mandiri yang

menyelenggarakan pelayanan komplementer-alternatif.

b. Studi pustaka yaitu cara mengumpulkan data sekunder. Studi pustaka ini

merupakan suatu kegiatan untuk mengumpulkan dan mempelajari, serta

memahami data berupa teks otoritatif (peraturan perundang-undangan,

kebijakan publik), buku teks, dokumen, jurnal, kamus, artikel ilmiah,

ensiklopedia dan lainnya. Tentunya kesemuanya berkaitan dengan

permasalahan yang dalam penelitian ini dibahas yaitu analisis yuridis

kewenangan perawat dalam pelayanan komplementer-alternatif pada

praktik keperawatan mandiri.

7. Metode Sampling

Metode sampling penelitian ini adalah purposive sampling yaitu salah satu

teknik sampel yang di pilih berdasarkan pertimbangan/ penelitian subyektif

dari penelitian. Dalam hal ini, peneliti menentukan sendiri responden mana

yang dianggap mampu mewakili populasi.27

Subyek dalam penelitian ini adalah :

a. Narasumber adalah orang yang dimintai opini/ pendapat, masukan dan

solusi dalam penelitian sesuai dengan bidang pengetahuan dan

keilmuanya. Dalam hal ini, Narasumber terdiri dari: Ketua DPW PPNI

Provinsi Jawa Timur, Ketua PP HPHI, dan Direktur LBHPI, Dinas

Kesehatan Kab/Kota.

b. Responden adalah subyek penelitian yang memberi tanggapan dan

jawaban dalam penelitian. Dalam hal ini, responden adalah perawat yang

melakukan pelayanan komplementer-alternatif dalam praktik

keperawatan mandiri dari Propinsi Jawa Timur yakni: Kab. Sidoarjo,

Kab. Kediri, Kota Kediri, Kab. Probolinggo, Kab. Banyuwangi. Pada tiap

Kab/Kota diambil 1 (satu) responden perawat yang melakukan pelayanan

komplementer-alternatif dalam praktik keperawatan mandiri.

27 Burhan Ashsofah, 2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, hlm.91.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

16

c. Pasien adalah seseorang menerima pengobatan. Dalam hal ini, pasien

adalah orang yang dilakukan pengobatan komplementer-alternatif dalam

praktik keperawatan mandiri milik responden. Pada tiap Kab/Kota

diambil 2 (dua) pasien sebagai sampel.

8. Metode Analisis Data

a. Penyajian Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun

secara sistematis. Maksudnya adalah antara data yang satu dengan data

yang lain harus relevan dengan permasalahan sebagai satu kesatuan yang

utuh, berurutan, dan berkaitan erat sehingga data yang disajikan dapat

mudah dimengerti.

b. Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis

kualitatif, yaitu metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman

secara mendalam terhadap suatu masalah dari pada melihat permasalahan

untuk penelitian generalisasi.

Adapun analisis kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk

menjawab permasalahan bagaimana kewenangan perawat dalam

pelayanan komplementer-alternatif pada praktik keperawatan mandiri

dan bagaimana perlindungan hukum bagi pasien dan perawat dalam

pelayanan komplementer-alternatif pada praktik keperawatan mandiri.

G. Penyajian Tesis

Penyajian tesis ini memuat rancangan sistematika penulisan tesis yang terdiri

dari empat BAB, yang ditulis secara naratif sebagai berikut :

1. Bab I Pendahuluan penulis menyajikan berupa : latar belakang masalah,

pembatasan masalah, perumusan permasalahan, tujuan peneltian, manfaat

penelitian, metode penelitian, dan penyajian tesis.

2. Bab II Tinjauan Pustaka terdiri dari: perawat, praktik keperawatan mandiri,

kewenangan, pelayanan komplementer-alternatif, dan patient safety.

3. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang mencakup tentang:

gambaran umum lokasi penelitian, hasil wawancara dengan narasumber,

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.unika.ac.id/19808/2/16.C2.0053 ARIS PRIO AGUS... · 2019. 8. 15. · PENDAHULUAN . A. Latar Belakang . Dalam pembukaan Undang-Undang

17

diskusi ilmiah atau seminar, kewenangan perawat dalam pelayanan

komplementer-alternatif pada praktik keperawatan mandiri, dan

perlindungan hukum bagi pasien dan perawat dalam praktik keperawatan

mandiri.

4. Bab IV Penutup terdiri dari : kesimpulan, saran dari penelitian ini.

5. Bagian akhir dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.