bab i pendahuluan a. latar belakang sebagian besar negara
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar negara-negara yang tergabung dalam perhimpunan bangsa-
bangsa (PBB) sudah mempunyai lembaga khusus yang menangani keamanan
nasional. Lembaga itu sering dikenal Badan Keamanan Nasional (National
Security Council/NSC) yang disertai undang-undang keamanan nasional untuk
mengatur masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Negara-negara tersebut mempunyai tujuan nasional yang sama yaitu perdamaian
dunia dalam menyelesaikan batas-batas wilayah dengan negara tetangganya.
Namun, Indonesia belum mempunyai Badan Keamanan Nasional dan
Undang-undang keamanan nasional yang mensinkronkan tugas aktor antara
pertahanan dan keamanan negara, dengan keamanan masyarakat dan keamanan
individu dalam sebuah sistem keamanan nasional di wilayah perbatasan.
Landasan filosofi yang tercantum dalam pembukaan UUD NRI 1945 yaitu
menjaga kedaulatan, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut
perdamaian dunia belum terwadahi dalam undang-undang sektoral yang mengatur
keamanan nasional saat ini. selain itu undang-undang sektoral tersebut belum
menjabarkan secara baik yang termuat dalam Pasal 30 UUD NRI 1945 untuk
mengatur pertahanan dan keamanan.
Landasan sosiologis yang tercantum dalam undang-undang sektoral belum
mampu mengatasi aspek keamanan nasional saat ini. Data-data 4 tahun terakhir
dari tahun 2012-2015 menunjukkan peningkatan gangguan keamanan nasional
dari ancaman eksternal terutama di perbatasan seperti kasus sengketa wilayah
perbatasan darat berupa hilangnya patok batas, terbangunnya mercusuar asing di
perbatasan laut dan pelanggaran pesawat militer asing tanpa ijin di perbatasan
udara. Begitu juga data-data 4 tahun terakhir ancaman teror, separatisme, konflik
SARA dan kegiatan illegal lainnya menunjukkan peningkatan walaupun jumlah
polisi diperbanyak.
2
Landasan yuridis yang terdapat dalam undang-undang sektoral yang mana
isi Peraturan-peraturannya tumpang tindih dalam pengaturan tugas perbatasan,
tugas bantuan militer, tugas pengamanan dalam keselamatan pelayaran dan
penerbangan, tugas menanggulangi terorisme, tugas mengatasi separatisme dan
gerombolan bersenjata serta tugas pengamanan obyek-obyek vital. Khususnya
Pasal 7 UU no 34 tahun 2004 tentang TNI masalah operasi militer selain perang
(OMSP) dengan UU no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian negara RI serta Pasal 27
dan 30 UUD NRI 1945. Dampaknya, Sistem hukum keamanan nasional di
perbatasan darat, laut dan udara dengan negara tetangga terjadi ego sektoral.
Diantaranya undang-undang tentang pertahanan negara, TNI, kepolisian negara,
kepabean, tata ruang, pemda, imigrasi dan lain-lainnya belum mampu dalam
mengatasi masalah keamanan nasional terbukti dengan lepasnya beberapa wilayah
Indonesia seperti Timor timur dan kekalahan diplomasi dalam permasalahan
perbatasan dengan negara tetangga seperti kepemilikan P.Ligitan dan P.Simpadan.
Hal ini terdapat perbedaan dalam penggunaan asas-asas hukum dalam undang-
undang sektoral terutama terutama UU No 23 Prp tahun 1959 mengenai keadaan
tertib sipil, darurat sipil, darurat militer dan darurat perang dengan undang-undang
nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan
mengenai keadaan damai, konflik, bencana alam dan luar biasa. Secara eksplisit
tampak dari fakta-fakta sebagai berikut:
1. Fakta Fisik / Empirik.
Fakta fisik ancaman kedaulatan nasional di perbatasan darat Indonesia
dengan Malaysia, PNG dan Timor Leste berupa batas alam, yakni punggung /igir
pegunungan sebagai garis pemisah, aliran air (watershed) yang ditandai dengan
patok-patok perbatasan yang sering digeser-geser sehingga banyak pelanggaran
lintas batas dan pencurian kekayaan alam. Selain itu, terdapat tanah adat yang
masih merupakan sengketa sehingga belum selesai kepemilikan tanah tersebut.
Seperti tanah adat di Warantikin dan Warasmol Papua dan Dilumil Memo, Bijael
Sunan Oben serta Noel Besi Citrana di NTT yang belum terselesaikan secara
bilateral. Fakta fisik ancaman kedaulatan nasional di perbatasan laut dan udara
dengan batas-batas yang belum diselesaikan dengan perjanjian internasional
menyebabkan banyaknya pelanggaran hukum berupa illegal fishing, pelanggaran
3
pesawat dan kegiatan illegal lainnya.Bila fakta-fakta ini tidak dikelola negara
dikuatirkan wilayah dapat direbut asing atau hilang secara phisik mempengaruhi
jumlah pulau yang terdaftar di PBB sehingga keutuhan wilayah untuk persatuan
terganggu berarti keamanan nasional terancam tidak aman.
Fakta fisik ancaman kesejahteraan nasional berupa pembangunan nasional
yang tidak merata berupa infrastruktur, jalan raya dan sarana prasarana kesehatan,
telekomunikasi, pendidikan dan pasar sebagai penyebab kemiskinan.Kondisi
pembangunan negara tetangga yang membuka akses masyarakat perbatasan
cenderung bekerja dan mencari nafkah ke negara tetangga merupakan ancaman
pengaruh asing tinggi sehingga masyarakat berpeluang bergabung wilayahnya ke
negara tetangga dikarenakan pemerintah membiarkan kondisi ini terjadi terus
menerus.
Fakta fisik ancaman kehidupan nasional berupa wilayah laut Australia
yang mengambil P.Ashmor menjadikan wilayah Indonesia menjadi sempit
sehingga membatasi nelayan NTT mencari nafkah.Ancaman kehidupan nasional
di Selat Malaka dengan kondisi wilayah laut Malaysia agak lebar, Singapura
dengan reklamasinya menyebabkan sering terjadinya pelanggaran hukum yang
masing-masing negara mengklaim wilayahnya.Begitu juga dengan Blok Ambalat
banyak pelanggaran hukum dikarenakan batas-batas laut yang belum
terselesaikan.Fakta-fakta ini jika pemerintah membiarkan kondisi masyarakat
yang tidak sejahtera dan belum meratanya pembangunan nasional memungkinkan
masyarakat terpengaruh asing untuk melepaskan wilayahnya dari NKRI atau
keinginan separatis wilayah sangat tinggi.
2. Fakta Hukum.
Kondisi fakta hukum di perbatasan darat Indonesia dengan Malaysia, PNG
dan Timor Leste, berupa pelanggaran hukum seperti illegal logging, illegal
mining, illegal migration, human trafficking, berbagai jenis penyelundupan dan
kejahatan transnasional. Perjanjian internasional berupa perjanjian bilateral sudah
dilakukan mengenai wilayah perbatasan tetapi masih terdapat beberapa daerah
yang masih merupakan sengketa.Patok-patok batas yang disetujui dipasang
sebagai batas dengan kesepakatan antar negara.Permasalahan perjanjian 10
4
Outstanding Border Problem dengan Malaysia mengalami jalan buntu karena
terdapat keinginan Malaysia mengulur waktu dengan strategi effektif occupation
untuk mendapatkan wilayah dari Indonesia. Begitu juga perjanjian darat RI-PNG
di lokasi warantikin dan warasmol yang terdapat penduduk PNG tinggal di
Indonesia, dan perjanjian darat RI-RDTL di Okusi masalah tanah adat mengalami
jalan buntu yang berpeluang asing akan merebut wilayah Indonesia menjadi
miliknya.
Fakta hukum di perbatasan laut Indonesia dengan 10 negara tetangga
masih terdapat perbedaan pandangan dalam melihat negara kepulauan dan pantai,
perbedaan penafsiran Unclos 82 dan 58, perbedaan kepentingan nasional sebagai
penyebab belum diselesaikannya batas-batas laut. Belum selesainya perjanjian
batas dan belum jelasnya jumlah pulau Indonesia berpeluang asing merebut
wilayah Indonesia karena negara membiarkan kondisi wilayah yang hilang karena
alam. Begitu juga fakta hukum di perbatasan udara Indonesia dengan 10 negara
tetangga, terdapat 3 negara tetangga yang sering pelanggaran hukum yaitu
Malaysia, Singapura dan Australia dikarenakan belum jelasnya peraturan
internasional mengenai hukum ruang udara dan antariksa mengenai kedaulatan
suatu negara. Kelemahan UUD NRI 1945 pasal 33 tidak mencantumkan wilayah
udara dikuasai negara menyebabkan wilayah udara nasional dikuasai asing.
Kondisi fakta hukum kesejahteraan nasional masih belum jelasnya
pelaksanaan RPJP di daerah perbatasan dengan peraturan BNPP atau peraturan
pemda. Kenyataan BNPP tidak punya lembaga pelaksana hanya bersifat
koordinasi. Sementara itu, kondisi fakta hukum kehidupan nasional dengan belum
selesainya berbagai perjanjian internasional masalah batas laut menyebabkan
berbagai pelanggaran hukum terjadi, yang belum terselesaikan diantaranya
penyelesaian tumpahan minyak PT TEP AA Australia, pelanggaran migration
illegal di Blok Ambalat dan Perompakan serta illegal fishing di Selat Malaka.
Permasalahan hukum yang mengatur masyarakat di perbatasan tersebut jika UU
keamanan nasional belum ada dan kondisi masyarakat dibiarkan terus dapat
dipengaruhi asing untuk melepaskan wilayahnya atau disintegrasi bangsa atau
integrasi dengan negara tetangga dan merdeka mendirikan negara sendiri.
5
3. Fakta Sosial.
Kondisi fakta sosial di perbatasan darat Indonesia dengan Malaysia, PNG
dan Malaysia berupa lemahnya nasionalisme, rentannya nation and character
building serta rendahnya akses pada struktur ekonomi, politik, sosial, hukum, dan
budaya yang dapat disebabkan dengan alasan sebagai berikut: a) masih rendahnya
tingkat kesejahteraan masyarakat di perbatasan darat dibandingkan dengan di
Negara tetangga. b) masih rendahnya rasa keadilan karena kurangnya informasi
yang dimiliki masyarakat perbatasan darat, terutama berkaitan dengan
pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan. c) terbatasnya infrastruktur
dan fasilitas umum untuk memenuhi pelayanan dasar sosial kepada masyarakat
perbatasan darat sebagai jaminan rasa keamanan dalam mempertahankan
kestabilan hidup. Seringnya terjadi konflik sosial dikarenakan terjadi persaingan
ekonomi di perbatasan yang menuntut keadilan.
Fakta sosial terhadap kesejahteraan sosial akibat kemiskinan dan
terlambatnya pembangunan infrastruktur di perbatasan menyebabkan melunturnya
ketahanan nasional di perbatasan. Begitu juga fakta sosial terhadap kehidupan
nasional di perbatasan laut akibat keterbatasan pendidikan dan teknologi
masyarakat sehingga batas-batas laut dilanggar menyebabkan antar negara saling
mengklaim pelanggaran hukum masyarakat seperti illegal fishing, pengambilan
kekayaan alam, illegal migration, human trafficking dan lain-lain. Fakta sosial
terutama faktor kesejahteraan jika tidak diatur dapat menyebabkan masyarakat
dalam mendapatkan kesejahteraan dapat mencari jalan pintas yang cenderung
melanggar hukum.
Fakta fisik, hukum dan sosial itu disertai ketidak-seimbangan pembagian
tugas keamanan, tugas kesejahteraan dan tugas-tugas lain dalam mendukung
tujuan nasional. Fakta-fakta itu membuktikan Indonesia belum mampu
menanggulangi segala bentuk ancaman keamanan nasional yang berupa ancaman
kedaulatan nasional, kesejahteraan nasional dan kehidupan nasional.
Terdapat Kendala-kendala dalam mengatasi ancaman keamanan nasional
di perbatasan, terutama substansi peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang keamanan, struktur kelembagaan yang bertugas dalam tugas keamanan
dan kultur masyarakat yang banyak menolak keberadaan kelembagaan yang ada
6
dan belum mau diatur dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Dengan
belum ada Lembaga dan Undang-undang keamanan nasional maka kondisi
peraturan perundang-undangan yang mengatur keseimbangan antara keamanan
(security) dan kesejahteraan (prosperity) di wilayah perbatasan saat ini masih
bersifat sporadis, berjalan sendiri-sendiri dan belum terintegrasi cenderung ego
sektoral.
Dengan demikian, Permasalahan perbatasan negara bagi Indonesia
merupakan permasalahan krusial karena berkaitan dengan aspek kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan, nasionalisme, ideologi, sosial, ekonomi dan
budaya. Pengaturan sistem keamanan nasional yang belum terintegrasi dapat
menimbulkan permasalahan baru diantaranya aksi separatisme, dicaploknya
sebagian wilayah oleh negara lain atau tuntutan referendum dikarenakan
kesejahteraan. Ketidak-seimbangan antara keamanan dan kesejahteraan jika
dimanfaatkan negara asing dapat menimbulkan keadaan darurat yang setiap saat
mengarah krisis nasional, berarti menunjukkan ketidak- mampuan pemerintah
dalam mencapai tujuan nasional.
Eksistensi pertahanan dan keamanan negara harus didukung dengan
pengaturan pertahanan dan keamanan negara yang terintegrasi dalam sebuah
naskah akademis sebagai dasar pembuatan undang-undang keamanan nasional.
Rancangan undang-undang keamanan nasional dan pembentukan Badan
Keamanan Nasional selalu mengalami dead lock dikarenakan banyaknya
kepentingan poliitik. Oleh karena itu, pengaturan sistem hukum keamanan
nasional harus sesuai dengan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 dalam menyelesaikan keamanan nasional di
perbatasan dengan negara tetangga.
B. Fokus Studi dan Permasalahan
Penelitian ini akan memfokuskan Pertama,Masalah global dan kedaulatan
nasional dengan tolak ukur pengaruh asing terhadap lepasnya wilayah. Dan
wilayah lepas direbut asing serta wilayah hilang secara phisik atau tidak dikelola
oleh negara.
7
Kedua, Masalah kesejahteraan Nasional dengan tolak ukur kesejahteraan
masyarakat dan kesalahan memilih pemimpin dan ketidak-seimbangan fungsi
negara dan pemerintah menyebabkan lepasnya wilayah karena tidak dikelola oleh
negara secara berlanjut dan hilang secara phisik atau pengaruh asing.
Ketiga, Masalah Kehidupan Nasional dengan tolak ukur jaminan keamanan
negara terhadap selat malaka, blok ambalat dan situasi laut timor. Keamanan tidak
terjamin berakibat lepasnya wilayah karena direbut asing dan tidak dijaga atau
dipertahankan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dapat disimpulkan
terdapat tiga permasalahan hukum yaitu:
Pertama, Permasalahan Global dan Kedaulatan Nasional berupa
penegasan patok-patok perbatasan dengan Perjanjian Bilateral/multilateral yang
dapat menimbulkan ancaman militer (potensial).Apakah wilayah lepas karena
pengaruh asing, direbut asing, tidak dikelola dan hilang secara phisik.
Kedua, Permasalahantingkat kesejahteraan masyarakat akibat salah
memilih pemimpin, salah sistem, ketidak-seimbangan fungsi negara dan
pemerintah jikatidak ditangani berakibat wilayah lepas .Apakah wilayah lepas
karena tidak dikelola oleh negara secara berlanjut atau dipengaruhi asing.
Ketiga, Permasalahan Kehidupan Nasional sebagai akibat tidak ada
jaminan keamanan di Selat Malaka, Blok Ambalat dan Laut Timor. Jika tidak
ditangani wilayah akan lepas. Apakah wilayah lepas karena direbut asing atau
hilang secara phisik.
Dalam penelitian ini sebagai bahan naskah akademis kajian sistem
keamanan nasional, dibuat pertanyaan permasalahan yang harus dijawab sebagai
berikut:
1. Mengapa sistem hukum keamanan saat ini belum mampu menanggulangi
berbagai ancaman di perbatasan Indonesia dengan negara tetangga ?
2. Bagaimana sistem hukum keamanan saat ini menurut UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan ?
3. Bagaimana konstruksi ideal sistem hukum keamanan nasional di wilayah
perbatasan Indonesia?
8
C. Kerangka Pemikiran.
Berdasarkan Ragaan dibawah, Kerangka pemikiran diawali dari kondisi
PBB dibentuk untuk menciptakan perdamaian dunia sebagai sistem keamanan
internasional saat ini yang dilaksanakan negara-negara anggota PBB untuk
menyelesaikan isu-isu keamanan nasional, diantaranya menyangkut wilayah
perbatasan dengan negara tetangganya supaya tidak terjadi peperangan atau
konflik perbatasan.
Hukum Darat
Hukum Laut
Hukum Udara
Pertahanan
Bakamtas
Immigrasi
BIN
LPNK
Pemda
Bea Cukai TNI
Kearifan Lokal
Budaya
Polri Kejaksaan
INDONESIA
P BB
Perdamaian
Dunia Issu2
Kamnas Siskamnas
Negara2 PBB
National
Security Council
(NSC)
UU
Kamnas
Kebiasaan
Internasional
Kultur
Struktur
Substansi
National
Security Council
(NSC)
UU
Kamnas
Budaya
Lokal
Kultur
Struktur
Substansi
Fungsi Pemerintah
Teori Keamanan
Teori Kedaulatan
Wilayah
Teori Balance of Power Konsep Penanganan
Ancaman di Perbatasan
Konsep Sishankamneg
Teori Keamanan
Konsep Keamanan Komprehensif
Konsep Kerjasama Keamanan
Teori Prismatika Hukum
Teori Sistem
Hukum
9
Kemudian Indonesia merupakan bagian dari anggota PBB berkewajiban
membentuk Badan Keamanan Nasional (National Security Council / NSC) beserta
peraturan perundang-undangan menyesuaikan budaya Indonesia seperti negara-
negara lain dengan tiga pola pembangunan keamanan nasional yaitu perubahan
substansi peraturan perundang-undangan, struktur kelembagaan dan kultur
kebiasaan internasional.
Pertama, Membangun substansi berarti membangun peraturan keamanan
nasional dengan berpedoman sistem hukum darat, hukum laut dan hukum udara.
Kedua, Membentuk Badan Keamanan Nasional berkedudukan dibawah
presiden selaku kepala negara dan bertanggung jawab kepada presiden selaku
kepala pemerintah.Ketiga, Mengaktifkan peran kearifan lokal dengan mengambil
peran tokoh-tokoh masyarakat sesuai budaya masing-masing daerah menurut
suku, agama, ras dan antar golongan dalam menyelesaikan isu-isu keamanan,
khususnya konflik dan sengketa wilayah di perbatasan Indonesia.Terutama
menjabarkan visi pemerintah tentang nawa cita diantaranya membangun dari
daerah-daerah pinggiran, yang mengamanatkan fungsi pemerintah daerah
diaktifkan untuk menampung kearifan lokal dan budaya masyarakat.
Kondisi sistem pertahanan keamanan semesta (hankamrata) sebagai sistem
hukum keamanan saat ini yang dilaksanakan pemerintah RI, Pemda dan TNI/Polri
mempunyai banyak kelemahan substansi perundang-undangan, kelemahan
pembagian tugas keamanan terhadap kelembagaan dan sikap tidak patuh
masyarakat terhadap hukum nasional. Nomenklatur Sishankamrata tetap dalam
pelaksanaannya diidentikan dengan sistem keamanan nasional atau Nomenklatur
Sishankamrata diganti Siskamnas.
Perubahan Substansi diperkuat dengan teori keamanan, teori kedaulatan
wilayah, dan konsep penanganan ancaman di perbatasan.Kelembagaan diperkuat
dengan teori Balance of Power, teori Prismatika Hukum, konsep keamanan
komprehensif dan konsep kerjasama keamanan. Perubahan kultur menggunakan
teori keamanan dan konsep sistem pertahanan dan keamanan negara. Tiga
perubahan yang mendasar itu untuk terciptanya naskah akademik sebagai acuan
pembuatan Undang-Undang keamanan nasional, pembentukan Badan Keamanan
10
Nasional dan Pelibatan kearifan lokal serta mengaktifkan fungsi-fungsi
pemerintah yang mengatur tentang kemasyarakatan.
D. Tujuan dan KontribusiPenelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisis dan mengungkap ancamankeamanan saat ini di
wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. Ketidak-mampuan
pemerintah RI mengatasi ancaman keamanan saat ini berupa ancaman kedaulatan,
kesejahteraan dan kehidupan nasional.Kenyataan yang perlu dibahas banyak saran
dan tindakan mengatasi kendala-kendala keamanan nasional telah dimunculkan,
namun Implementasinya kurang berjalan dengan baik, dikarenakan banyak
kepentingan politik antara pemerintah RI dan Pemda serta kepentingan Parpol,
TNI dan Polri serta LSM-LSM.
b. Untuk menganalisis dan mengungkap sistem hukum keamanansaat ini
dalam mengatasikendala-kendala keamanan nasional dan meningkatkanketahanan
nasional di wilayah perbatasan Indonesia dengan Negara Tetangga menurut UUD
NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan. Dengan alasan bahwa peran negara
difokuskan terhadap kesejahteraan dan ketahanan nasional ditingkatkan tetapi
peran keamanan dikurangi.Analisissecara teoretik, suatu wilayah dalam negara
bisa lepas karena : Pertama,wilayah hilang secara fisik. Kedua, wilayah tidak
dikelola secara berkelanjutan oleh negara.Ketiga, ada keterpengaruhan pihak
asing.Keempat, wilayah direbut pihak asing.Sistem hukum keamanan saat ini
dapat dikatakan Indonesia tidak mempunyai Badan Keamanan Nasional dan
Undang-undang keamanan nasional menyebabkan kultur masyarakat perbatasan
mengutamakan hukum adat daripada hukum nasional dikarenakan negara
membiarkan kemiskinan masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia dengan
negara tetangga dikuatirkan dan diasumsikan akan mengancam ketahanan
nasional.
c. Untuk menganalisis dan merekonstruksi sistem hukumkeamanan nasional
yang selama ini menggunakan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta
(Sishankamrata) yang tertuang dalam UUD NRI tahun 1945. Rekonstruksi itu
berupa rekonstruksi substansial sistem hukum keamanan nasional, rekonstruksi
11
struktural sistem hukum keamanan nasional dan rekonstruksi kultural sistem
hukum keamanan nasionalsebagai masukan dalam pembentukan Undang-Undang
Keamanan Nasional, pembentukan Badan Keamanan Nasional dan pelibatan
peran kearifan lokal.Sishankamrata tersebut diganti dan atau diidentikkan dengan
Siskamnas, kemudian implementasinya dijabarkan dengan Undang-Undang
tentang Keamanan nasionaldan membentuk Badan Keamanan Nasional dengan
membagi tugasaktor-aktor keamanan berdasar keseimbangan keamanan,
kesejahteraan dan keselamatan. Perubahan kultur masyarakat sangat menentukan
kondisi keamanan perbatasan yang berarti meningkatnya ketahanan nasional.
2. Kontribusi Penelitian
Suatu penelitian yang berhasil adalah penelitian yang dapat memberikan
faedah atau manfaat baik secara teoritik ataupun secara praktis yang meliputi:
a. Kontribusi Penelitian secara Teoritik
1) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi ilmu pengetahuan dibidang hukum, keamanan dan ketahanan
nasional.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan yang
memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat pada Umumnya dan
kalangan akademisi yang menggeluti bidang hukum, keamanan dan ketahanan
nasional.
3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan peranan bagi
perkembangan teoritik dalam ilmu hukum, keamanan serta ketahanan nasional.
b. Kontribusi penelitian secarapraktis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan Naskah Akademik
Sistem hukum keamanan nasional untuk rekomendasi terhadap kebijakan
pemerintah sebagai acuan dalam pembuatan Undang-undang Keamanan nasional,
pembentukan Badan Keamanan Nasional dan Pelibatan kearifan lokal.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi dan bahan
kajian untuk perkembangan ilmu pengetahuan, terkait dengan keamanan nasional
di wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga.
12
3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat
luas agar dapat mengetahui pentingnya keamanan nasional dan ketahanan
nasional.
E. Proses Penelitian.
Peneliti dalam melakukan penelitian ini mengikuti tata aturan penelitian
kualitatif, yang melihat suatu realitas dalam konteksnya, bersifat deskriptif, serta
penafsirannya terikat pada ruang dan waktu.Paradigma penelitian ini adalah Post
Positivisme yang melihat realitas keberadaannya (Ontologi) terhadap
Sishankamrata saat ini obyektif, real dan dapat dipahami tetapi tidak sempurna
sehingga implementasinya masih dipengaruhi faktor-faktor luar
(Eksternal).Realisme Kritis dikarenakan terjadi ketidakadilan antara hak dan
kewajiban negara untuk memandang keberadaan TNI semakin merosot jika
dibandingkan dengan Polri.
Hubungan peneliti dan yang diteliti (Epistemologi) secara teori merupakan
modifikasi dualis atau objektivis.Hubungan peneliti dan yang diteliti tidak
sepenuhnya independen, dengan temuan berulang yang barangkali dapat
dikatakan benar.Dalam hal ini dasar ilmu pengetahuan konsep Sishankamrata,
barangkali dibenarkan oleh pengaruh luar itu dengan pesanan disamakan dengan
sistem keamanan nasional. Namun, Sistem keamanan saat ini sengaja terjadi
kerancuan pertahanan dan keamanan negara. Kondisi sishankamrata banyak
kekosongan antara tugas-tugas TNI dan Polri.Hal yang tidak terlihat ini seperti
pesan moral sebagai penyebab tidak sepenuhnya independen dari dua entity
tersebut.Negara membiarkan kondisi ini terjadi tanpa menutupi kelemahan
kekosongan hukum ini dengan peraturan perundang-undangan.
Metodologi dalam pemecahan masalah merupakan jenis modifikasi
eksperimental atau manipulatif, pembuktian kebenaran secara falsifikasi dan
utilisasi teknik kualitatif.Peneliti dalam hal ini tidak sekedar mengkaji aspek
sinkronisasi aturan dan harmonisasi aktor-aktor keamanan, ataupun mengkaji
ketepatan pelaksanaan secara deduktif saja, tetapi lebih dari itu yaitu induktif
dengan diawali banyak fakta yang memaksa perubahan aturan.Peneliti ingin
meneliti bagaimana pelaksanaan aturan-aturan tersebut di dalam faktanya. Di
13
dalam pelaksanaannya penegakan hukum jelas akan dipengaruhi faktor-faktor di
luar hukum seperti faktor ekonomi,politik,sosial dan sebagainya.
Sumber data penelitian ini yaitu manusia dan non manusia. Instrumen
kunci manusia adalah peneliti sendiri yang terlibat langsung dalam wawancara
dengan unsur informan terdiri atas pengambil keputusan pemerintah RI dan DPR
RI, para pemangku kepentingan pembangunan nasional di perbatasan, para aktor
keamanan (TNI/Polri)dan masyarakat perbatasan Indonesia dengan negara
tetangga.Sumber data non manusia berupa data pendukung penelitian berupa
rekaman audio, catatan lapangan dan dokumentasi serta foto-foto.Jenis data
berupa data primer yaitu data yang diambil sendiri oleh peneliti. Data Sekunder
berupa data yang diambil dari sumber lain. Data Tersier berupa data dari dokumen
resmi (peraturan perundang-undangan, risalah dan draft akademik Undang-
Undang Keamanan Nasional).
Tehnik pengumpulan data menggunakan triangulasi yaitu gabungan
wawancara, pengamatan dan studi dokumen.Wawancara mengikuti prinsip snow
balling, dimulai dari satu titik, satu jenis data dan lalu menyebar.Pengamatan
dengan mengamati tingkah laku pengambil keputusan, aktor TNI/Polri,
masyarakat perbatasan dan kelompok kepentingan.Studi dokumen mempelajari
dokumen-dokumen rahasia berupa isi perjanjian bilateral dan kerjasama
internasional serta data pelanggaran hukum di perbatasan.Tehnik pengolahan data
berupa Purposive Sampling yaitu menentukan subyek dan obyek yang diteliti
berdasarkan tujuan.Data dikumpulkan sebanyak mungkin, dikelompokkan dan
dipilah-pilah, kemudian diolah dan didiskusikan dengan teman sejawat untuk
menjawab permasalahan penelitian.Tehnik analisa data menggunakan metode
induktif dan analisis deskriptif naratif yang diterapkan melalui 3 (tiga alur) yaitu
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Evaluasi data dengan pengecekan berulang terhadap triangulasi
pengumpulan data sehingga validasi data dapat dicapai tingkat
kebenarannya.Tehnik Validasi data menggunakan validitas internal dan
eksternal.validitas internal dengan cara peningkatan keabsahan data dengan
kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain mencari nilai
kebenaran dengan cara diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing) mengenai
14
dokumen perjanjianperbatasan dan analisis kasus negatif (negative case analysis)
mengenai kegiatan illegal di perbatasan. validitas eksternal cara peningkatan
keabsahan data berkenaan dengan hasil penelitian, sampai hasil penelitian ini
dapat diaplikasikan atau digunakan dalam situasi lain. Untuk mendapatkan
derajat validitas eksternal yang tinggi tergantung pada kemampuan peneliti
mengangkat peraturan-peraturan berkaitan dengan keamanan hasil temuan
penelitiannya dan melakukan refleksi dan analisis kritis mengapa masyarakat
merasa tidak aman dantidak sejahtera di perbatasan sertabelum adanya
keseimbangan keamanan, kesejahteraan dan keselamatan menjadi penyebab sikap
ego sektoral aktor-aktor keamanan.
F. Pokok-pokok Hasil Penelitian.
1. Sistem hukum keamanan saat ini belum mampu menanggulangi
berbagai ancaman di perbatasan Indonesia dengan negara tetangga.Terdapat
kendala-kendala dalam menanggulangi ancaman global, kedaulatan, kesejahteraan
dan kehidupan nasional berupa: kendala substansi/ peraturan perundang-
undangan, struktur/kelembagaan dan kultur masyarakat/kebiasaan internasional
diantaranya:
a. Kendala menanggulangi Ancaman Global.
1) Kendala Peraturan perundang-undangan.
Keamanan Internasional memaksa negara-negara yang berdekatan atau
bertetangga menjalin kerjasama dalam peningkatan keamanan untuk kepentingan
bersama.Kerjasama tersebut sering dinamakan perjanjian Internasional diratifikasi
menjadi hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Kendala perjanjian bilateral/trilateral/multilateral merupakan hasil
kesepakatan kedua negara atau tiga negara atau lebih yang bersifat mengikat
(Pacta Sun Servanda) kepada negara atau pemerintah.Negara yang belum
menandatangani berarti tidak terikat dengan isi perjanjian itu.
Dalam Perang Informasi, Indonesia memandang UNCLOS’82 sebagai
dasar perjanjian tetapi negara tetangga tetapi Malaysia menggunakan
UNCLOS’58 dengan alasan konvensi, protocol, agreement, charter dan ratifikasi,
walaupun secara konvensi Malaysia tanda tangan tetapi secara ratifikasi belum
membuat. Malaysia menginginkan Blok Ambalat menjadi miliknya menurut
15
jajahan Inggris (Uti Possedetis Juris), tetapi Indonesia merasa miliknya menurut
jajahan Belanda Sehingga tidak ada kesepakatan perjanjian bilateral.
Dalam Perang Asimetris yang memandang ada tiga fokus yaitu terorisme,
kejahatan cyber dan separatisme.Hukum nasional dibuat mengikuti perkembangan
isu-isu internasional dan memperbaiki peraturan perundang-undangan sesuai
perubahan lingkungan strategis.Jika hukum tidak mengikuti perkembangan
kejahatan internasional dianggap ketinggalan berpengaruh terhadap aspek
ekonomi negara Indonesia.
Dalam Perang Hibrid yaitu peperangan campuran antara konvensional dan
non konvensional.Peraturan internasional tentang misi kemanusiaan terhadap
bencana, kecelakaan dan kerusakan lingkungan.Negara harus menerima misi
kemanusiaan walaupun diseleksi jenis bantuannya.Terkadang misi kemanusiaan
ini dimanfaatkan negara tertentu yang mempunyai misi dan tugas tertentu.
Dalam Perang Proxy yaitu peperangan yang menggunakan tangan ke dua,
yaitu negara tetangga, pemberontak, lawan politik, NGO dan kelompok yang
dirugikan untuk menjatuhkan elite politik suatu negara.Keputusan Dewan
Keamanan PBB terhadap rezim militer di Timur Tengah sebagai contoh
menggunakan masyarakatnya untuk menggulingkan presidennya.
2) Kendala Organisasi Internasional.
Subyek hukum internasional diantaranya negara, organisasi internasional
dan individu.negara dapat dituntut jika melanggar perjanjian internasional.
perjanjian itu harus ditaati oleh negara yang telah sepakat menanda-tangani isi
perjanjian (Pacta Sunt Servanda). Organisasi internasional adalah bentuk
kerjasama antar pihak-pihak yang bersifat internasional untuk tujuan yang bersifat
international.pihak-pihak international itu berupa orang perorangan, badan-badan
bukan negara yang berada di berbagai negara, atau pemerintah negara.
Kendala organisasi internasional seperti Internasition Court of Justice
(ICJ) memberi kemenangan Malaysia atas status kepemilikan P.Ligitan dan
P.Sipadan dari sengketa dengan Indonesia. Indonesia dirugikan karena Malaysia
mempunyai pakta pertahanan dengan Inggris baik Five Power Defence
16
Arranggement (FPDA) maupun British Commonwealth (BC) sehingga
keberpihakan pengadilan internasional sangat tinggi.
Begitu juga Non Government Organisation (NGO) yang merupakan kaki
tangan asing dalam organisasi PBB seperti ACF, MSF, CARDI dan lain-lain
mencari data dan fakta asal usul kejahatan di daerah konflik seperti Papua, Aceh
dan Maluku.Jika ditemukan tuntutan terhadap negara atau individu dalam
pengadilan internasional sangat tinggi. Cover NGO-NGO ini dalam bentuk
bantuan misi kemanusiaan yang mempengaruhi pengambilan keputusan
pemerintah dalam membentuk peraturan perundang-undangan.
3) Kendala Kebiasaan Internasional.
Kendala kebiasaan Internasional berupa pengaruh negara-negara the big
five terhadap negara-negara yang menjadi anggota PBB termasuk
Indonesia.Pengaruh budaya China dari arah Utara mempengaruhi seluruh sistem
perdangangan sembako ke Indonesia.Pengaruh kebudayaan Amerika dari arah
Selatan terhadap Indonesia sangat tinggi sejak pasukan keamanan Amerika
berpindah ke Darwin Australia dalam ekonomi yang berkaitan dengan minyak dan
gas.Indonesia dihadapkan peperangan ekonomi antara China dan Amerika Serikat.
Pengaruh sistem keamanan asing yang meningkat menciptakan perubahan
budaya masyarakat Indonesia.Pengaruh globalisasi dan ketergantungan terhadap
asing menciptakan krisis kepercayaan terhadap pimpinan dengan alasan ketidak-
sejahteraan masyarakatnya.Kendala-kendala ini dapat menciptakan konflik
vertikal, kegiatan illegal dan sikap tidak mematuhi hukum nasional.
b. Kendala menanggulangi Ancaman Kedaulatan Nasional.
1) Kendala Peraturan Perundang-undangan.
Kendala perbatasan darat RI-Malaysia adalah perbedaan pandangan dalam
melihat UNCLOS’58 dan UNCLOS’82 serta sikap okupasi aktif masyarakat
Malaysia terhadap wilayah yang dipersengketakan dan penggalangan penduduk
Indonesia. Kendala perbatasan darat RI-PNG terdapat perjanjian bilateral RI-PNG
yang diwakili Australia yang dirasakan tidak tegas dan tidak menyelesaikan status
penduduk PNG yang tinggal di Warantikin dan Warasmol di wilayah
17
Indonesia.Dikuatirkan sikap okupasi penduduk tersebut memberikan kemenangan
wilayah sengketa kepada PNG jika masuk sidang pengadilan
internasional.Kendala perbatasan RI-RDTL belum ada kesepakatan dalam
penyelesaian status tanah adat dan perbatasan sungai di Manusasi, Dilemil memo
dan Sunan Oben.Berdampak belum ada kesepakatan terhadap perbatasan laut.
Kendala perbatasan laut RI dengan 10 negara tetangga, rata-rata belum
selesai perjanjian batas baik BLT, BLK maupun ZEE sehingga banyak terjadi
pelanggaran wilayah dan kegiatan illegal. Hampir semua negara tetangga tidak
mengakui keberadaan ALKI-ALKI Indonesia yang belum diakui PBB.TNI dalam
menjaga keutuhan wilayah kebingungan dalam menghitung jumlah pulau yang
setiap hari berubah-ubah karena faktor alam.Perbedaan pandangan dalam
menentukan wilayah menjadi sengketa wilayah.Kebanyakan terdapat kepentingan
ingin memiliki tambang migas.Singapura membuat Reklamasi dari pasir laut
pulau nipah ingin memperluas wilayah lautnya.
Indonesia mempunyai perbatasan udara dengan 10 negara tetangga yakni
India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, PNG, RDTL dan
Australia. Kondisisaat ini hanya tiga negara Singapura, Malaysia dan Australia
yang sering melanggar perbatasan udara Indonesia tanpa ijin.Peraturan
Internasional untuk melintasi ruang udara hanya bersifat ijin lintas damai baik
pesawat militer maupun sipil dengan negara yang mempunyai ruang udara
berdasarkan UNCLOS 1982.
Kendala perbatasan udara RI dengan 10 negara tetangga diantaranya
peraturan ICAO PBB memberikan kepercayaan jaminan keselamatan udara
kepada Singapura sehingga berpengaruh terhadap FIR dan ATC kepada Singapura
menguasai kedaulatan Indonesia. Selain itu, Singapura telah berhasil menguasai
Asean Open Sky yaitu bisnis penerbangan yang merugikan Indonesia. Ketidak-
tegasan peraturan Internasional masalah batas-batas ketinggian penerbangan
pesawat di wilayah ruang udara nasional dan keberadaan satelit di ruang angkasa
merupakan ancaman perang akan datang.
2) Kendala Kelembagaan.
18
Kendala kelembagaan adhoc perbatasan darat seperti GBC, JBC, JCM dan
Sub Komisi Survey berupa tidak adanya tenaga pelaksana, kemampuan sumber
daya dan teknologi lemah, data dan faktu kurang akurat berpengaruh terhadap
pelaksanaan penyelesaian perbatasan. Kendala kelembagaan adhoc perbatasan
laut masalah jumlah pulau yang berubah-ubah yang dilaporkan ke PBB hanya
13.466 pulau tahun 2012, jadi 17.504 yang terdapat dalam buku pelajaran tidak
tepat, sisa pulau belum dilaporkan karena timbul tenggelam faktor alam. Terdapat
tumpang tindih penegakkan hukum antara TNI AL, Bakamla, KKP, Bea Cukai,
Perhubungan laut dan Polairud.Kemampuan SDM dan teknologi lemah serta
belum ada perjanjian BLT, BLK dan ZEE menjadi penyebab terjadinya
pelanggaran wilayah, kegiatan illegal dan kejahatan transnasional.
Sementara itu, Kendala kelembagaan adhoc perbatasan udara seperti
perhubungan udara, TNI AU, Polairud, KNKT dan LAPAN kesulitan mengatur
lalu lintas udara di ruang udara nasional dan kesulitan melarang keberadaan satelit
asing diatas khatulistiwa melakukan kegiatan foto udara, penyadapan dan hacker
pesawat jika terjadi kerusakan satelit akan menimpa dan jatuh di wilayah
Indonesia.
3) Kendala Kultur Masyarakat.
Kendala kultur masyarakat perbatasan darat diantaranya masyarakat
perbatasan rata-rata masih bersaudara sehingga mempunyai hubungan dalam
kejahatan dan ekonomi. Kondisi kemiskinan dan keterisolasian yang menuntut
pemerintah memberikan kesejahteraan melalui pembangunan nasional di
perbatasan belum berhasil sehingga masyarakat perbatasan melaksanakan
kegiatan illegal, pelanggaran wilayah dan kejahatan transnasional.
Kendala kultur masyarakat perbatasan laut, rata-rata nelayan yang tidak
tahu batas laut sehingga melaksanakan illegal fishing di negara tetangga. Khusus
Australia mempunyai masalah pulau Ashmore yang dijadikan kunjungan
masyarakat NTT dengan alasan makam nenek moyangnya disana.
Kendala kultur masyarakat perbatasan udara, rata-rata pilot dan
penumpang dalam masalah ijin lintas penerbangan, penyelundupan udara dan
belum jelasnya batas-batas udara karena belum selesainya batas BLT, BLK dan
19
ZEE berpengaruh dalam penarikan batas-batas laut ke atas sampai ketinggian
yang belum jelas sesuai UNCLOS’82 mempengaruhi rute penerbangan.
d. Kendala menanggulangi Ancaman Kesejahteraan Nasional.
1) Kendala Peraturan Perundang-undangan.
Kendala yang menonjol masalah peraturan perundang-undangan
menanggulangi ancaman kesejahteraan nasional diantaranya:
a) Belum Sinkronnya UU Sektoral antara Wilayah pertahanan negara,
Yurisdiksi Hukum dan Wilayah administrasi pemerintah.
b) Belum Sinkronnya PP No 68 Tahun 2014 tentang Wilayah Pertahanan
Negara dengan PP No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN).
c) Belum Sinkronnya UU No 34 tahun 2004 tentang TNI dengan UU No 1
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil dan Terluar.
d) Belum Sinkronya Keppres No 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek
Vital dengan UU No 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP.
e) Belum Sinkronnya UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU No 2
Tahun 2002 tentang Polri.
f) Belum Sinkronnya peraturan yang mengatur Keamanan Rakyat dengan
peraturan yang mengatur Bela Negara / Komponen Cadangan.
2) Kendala Kelembagaan.
Kendala Kelembagaan yang menonjol dalam menanggulangi ancaman
kesejahteraan nasional diantaranya:
a) BNPP hanya menetapkan kebijakan dan tidak punya tenaga pelaksana
karena anggotanya berasal dari K/L terkait yang bersifat koordinasi.
b) BNPP dalam pengelolaan perbatasan dalam koordinasi selalu ganti
personel terkesan kurang menguasai permasalahan pengelolaan perbatasan.
c) BNPP mempunyai jumlah pegawai yang sedikit sekitar 10 orang sehingga
tidak mampu mengerjakan pembangunan perbatasan yang begitu luas.
20
d) BNPP pernah mengusulkan dilaksanakan pembangunan garda perbatasan
yang berpeluang benturan kewenangan dengan kementerian pertahanan dalam
usaha pembelaan negara dan usaha pertahanan dan keamanan negara.
e) BPPD melaksanakan pembanguanan pengelolaan perbatasan masih
menggunakan anggota pemda.
f) Kelembagaan GBC, JBC, JCM dan Sosek Malindo kurang koordinasi
dengan BNPP sehingga program pembangunan perbatasan tumpang tindih.
3) Kendala Kultur Masyarakat.
Kendala Kultur Masyarakat dalam menanggulangi ancaman kesejahteraan
nasional diantaranya:
a) Sikap masyarakat perbatasan tidak patuh hukum nasional, cenderung
menyelesaikan permasalahan dengan hukum adat.
b) Budaya Adat banyak yang menghambat proses penyelesaian perjanjian
perbatasan diantaranya tanah adat Warantikin dan Warasmol Papua, tanah adat
Manusasi, Sunan Oben dan Dilumil Memo NTT, belum ada kesepakatan dan
Makam adat masyarakat NTT di Pulau Ashmore Australia.
c) Sikap okupasi masyarakat terhadap wilayah perbatasan sangat tinggi
dengan menggeser patok perbatasan dan menanam kebun di zona aman yang
sudah terjadi kesepakatan tidak ada bangunan berdiri. Kesepakatan dilanggar
sehingga sering terjadi konflik sosial.
d) Kearifan lokal menurun karena keterwakilan utusan daerah diganti dengan
DPD tidak mewakili tokoh-tokoh masyarakat daerah yang dipilih melalui pemilu.
Rata-rata DPD berasal dari pengusaha-pengusaha non pribumi berdampak
pembangunan perbatasan untuk melanggengkan kepentingan ekonomi kelompok.
d. Kendala menanggulangi Ancaman Kehidupan Nasional.
1) Kendala Peraturan Perundang-undangan.
Kendala yang menonjol dalam menanggulangi ancaman kehidupan
nasional diantaranya:
a) Belum Sinkronnya Perpres 178 Tahun 2014 tentang Bakamla, UU No 34
Tahun 2004 tentang TNI, UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri (Polairud),
21
Keberadaan K/L yaitu KKP, Kementerian Laut, Menko Kemaritiman, Menko
Polhukam dan Kementerian Perhubungan dalam batas-batas kewenangan
penegakkan hukum di laut.
b) Belum ada Peraturan yang menjamin keamanan SLOT dan SLOC Selat
Malaka dari serangan perompakan (Piracy) dan Terorisme.
c) Belum ada Peraturan yang menjamin pencegahan migrasi illegal baik
melalui rute laut Sulawesi maupun rute laut Timor dengan tujuan Australia. Hal
ini sikap patrol Australia menjadi aktif di perairan laut Timor. Begitu juga migrasi
illegal Malaysia dan Philipina yang tinggal di Kalimantan Timur tetapi hasil
tangkapan ikan dijual ke Malaysia secara hukum belum dapat diselesaikan.
d) Belum ada Peraturan yang mampu menyelesaikan pencemaran lingkungan
minyak montara Australia yang merugikan nelayan-nelayan Indonesia di laut
Timor.
2) Kendala Kelembagaan.
Kendala yang menonjol kelembagaan yang menanggulangi ancaman
kehidupan nasional diantaranya:
a) Kelembagaan yang ada TNI, Polri, Bakamla, Bea Cukai, Perhubungan
Laut, dan KKP benturan tugas, fungsi, dan kewenangan dalam penegakkan
hukum.
b) Kelembagaan yang ada cenderung bersikap ego sektoral walaupun sudah
ada Bakamla.
c) Kelembagaan yang ada terkesan rebutan rezeki dan memanfaatkan kapal-
kapal dalam aksi penyelundupan.
d) Kelembagaan yang ada berperilaku mudah disuap jika tidak ada saksi
sehingga kasus tidak berakhir di pengadilan, cukup ditempat kejadian
penangkapan dalam kasus illegal fishing.
3) Kendala Kultur Masyarakat.
Kendala Kultur Masyarakat yang menonjol dalam menanggulangi
ancaman kehidupan nasional diantaranya:
22
a) Masyarakat Nelayan rata-rata tidak patuh hukum nasional karena kurang
terjaminnya keamanan Selat Malaka dan kondisi kemiskinan serta keterlantaran.
b) Masyarakat sekitar Blok Ambalat banyak yang melaksanakan kegiatan
illegal karena belum ada kejelasan status Blok Ambalat dan kondisi keterisolasian
dan kemiskinan.
c) Masyarakat Nelayan khususnya NTT lebih suka hukum adat daripada
hukum nasional karena pemerintah dianggap membiarkan pencemaran lingkungan
merugikan nasib Nelayan tanpa ganti rugi dan penyelesaian secara hukum.
F. Analisis ancaman keamanan nasional dan kendala sistem keamanan
saat ini dihadapkan terlepasnya wilayah Indonesia.
Tabel Hubungan Kendala Ancaman dengan Lepasnya Wilayah
Kendala Ancaman
Global (Pengaruh Asing)
Ancaman
Kedaulatan Nasional (Hilang secara phisik &
direbut asing)
Ancaman
Kesejahteraan
Nasional (Wilayah tidak dikelola
Negara)
Ancaman
Kehidupan
Nasional (Direbut Asing)
Substansi 1. Pacta Sunt
Servanda & Uti
Possedetis Juris
2. Cyber,
Terorism,
Separatism.
3. Misi
kemanusiaan thd
Bencana &
Kecelakaan
4. Rezim
Penguasa
1. Darat: Beda pandangan,
Okupasi(Malay), Perjanjian
tdk tegas (PNG), Blm ada
kesepakatan (RDTL)
2. Laut: ALKI blm diakui
PBB, Blm ada perjanjian,
Jml pulau berubah2, Beda
pandang, Kuasai migas,
Reklamasi.
3. Udara: Aturan ICAO,
FIR/ATC, Open Sky,
Aturan Internas tdk tegas,
Satelit.
1. Belum Sinkron
Wilhanneg, yuridiksi
hkm & Adm Pemda.
2. PP No 68 / 2014 –
Wilhanneg dng PP No
26/2008 – RTRWN
3. UU No 34/2004- TNI
& UU No 1/2014 –
Pengelolaan P.Kecil
4. Keppres 63/2004 dg
UU No 27/ 1999-
KUHP
5. Bisnis (TNI/ Polri)
6. Komcad & Kamra.
1. Belum Sinkron:
Bakamla Perpres No
178/2014, TNI-OMSP,
Polri-Polairud, KKP,
Kemen Laut
2. Blm ada Perat
amankan SLOT/SLOC
3. Blm ada aturan
cegah migrasi illegal
4. Blm ada aturan
kasus pencemaran
Lingkungan.
Struktur 1. ICJ, NGO &
Misi Kemanusiaan
2. Aliansi
Pertahanan
(ANZUS, FPDA,
PIF, SAARC)
1.Darat: Tdk punya tenaga
pelaksana, SDM &
Teknologi lemah, Data tdk
akurat.
2. Laut: Jml pulau
berubah2, Tumpang tindih
gakkum, SDM &
Teknologi lemah, Blm ada
perjanjian BLT, BLK,
ZEE.
3. Udara: Sulit Atur lalin,
RUN & Angkasa
1. BNPP: Tap Jak, Gab
tugas K/L, ganti2
personel, Tdk punya
tenaga pelaksana, jml
pegawai sdkt & garda
pbts
2. BPP: Laks
pembangunan msh gun
agt Pemda
3. GBC, JBC, JCM krg
koord dg BNPP.
1. Tumpang tindih
Gakkum.
2. Benturan
Kewenangan.
3. Ego Sektor
4. Rebutan Rezeki
5. Tdk berakhir di
Pengadilan.
Kultur 1. Ke-
tergantungan
1. Darat: Bersauda
(Garwil, Giat illegal &kjht
1. Sikap masy tdk patuh
hkm.
1. Keamanan Selat
Malaka blm terjamin
23
Setelah melihat kendala-kendala Sistem hukum keamanan saat ini belum
mampu menanggulangi ancamanglobal, kedaulatan, kesejahteraan dan kehidupan
nasional yang mana terdapat kendala-kendala kelembagaan, peraturan perundang-
undangan dan kultur masyarakat. Berdasarkan tabel dibawah ini terdapat
hubungan antara ancaman, kendala dan terlepasnya wilayah Indonesia.
Berdasarkan tabel diatas hubungan wilayah lepas dengan ancaman dan
kendala sebagai berikut:
Pertama, Wilayah lepas dapat timbul dari ancaman global mulai tekanan
peraturan, organisasi dan kebiasaan internasional diakibatkan karena pengaruh
asing.
Kedua, Ancaman kedaulatan dapat menimbulkan wilayah lepas karena hilang
secara phisik atau direbut oleh asing.
Ketiga, Ancaman kesejahteraan nasional jika pembangunan nasional tidak
berjalan baik, tingkat kemiskinan tinggi dan pemimpin daerah tidak terwakili
menyebabkan melunturnya ketahanan nasional dengan terlihat masyarakat tidak
patuh hukum dan kearifan lokal meluntur berakibat wilayah lepas karena negara
membiarkan kondisi terpuruk berlarut-larut dan wilayah tidak dikelola dengan
berlanjut.
Keempat, Ancaman kehidupan nasional dengan tidak adanya jaminan keamanan
di Laut Timor, Selat Malaka dan Blok Ambalat oleh negara maka Asing akan
mengamankan wilayah tersebut yang berdampak wilayah dapat lepas karena
direbut asing.
2. Krisis
Kepercayaan
3. Ketidak-
Sejahteraan
4. Pengaruh
Globalisasi
Transnasional, tuntut
kesejahteraan.
2. Laut: Nelayan tdk tahu
batas laut, Migrasi illegal,
Adat
3. Udara: Dup Pilot &
Sipil, Ijin Lintas,
Perjanjian Laut blm
selesai
2. Adat hambat proses
penyelesaian bts.
3. Sikap okupasi masy
4. Kearifan Lokal
luntur
2. Keamanan Blok
Ambalat belum
terjamin.
3. Negara tidak
mengelola dan
membiarkan keadaan
tidak terbangun.
24
2. Sistem hukum keamanansaat inimenurut UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan
a. Sistem Hukum Keamanan Saat ini di Perbatasan Darat Indonesia
dengan Negara Tetangga.
Berdasarkan Tabel dibawah UUD NRI 1945 yang telah diamandemen
kedua tanggal 18 agustus 2000 dengan munculnya wilayah negara pada pasal 25E
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang
berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang. Kemudian penjabaran pasal 25E ini dijelaskan pada UU
no 43 tahun 2008 tentang wilayah negara. Pada pasal 5 UU no 43 tahun 2008
berisi batas wilayah yaitu”Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan
tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian
bilateral dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional”.
UU sektoral yang menjabarkan UUD NRI 1945 dan UU No 43 Tahun
2008 tentang wilayah negara, khususnya batas-batas tugas aktor-aktor keamanan
nasional belum dijelaskan secara tegas sehingga aktor-aktor tersebut belum
mampu melaksanakan tugas pengamanan perbatasan dengan maksimal.
Kondisi Penegasan Batas Darat RI dengan Malaysia
Negara Ancaman Hukum Internasional Hukum Nasional
RI-Malaysia 1. Perubahan
Letak Patok Batas
2. Pelanggaran
Kedaulatan
-The Boundary Convention antara Belanda -
Inggris ditandatangani di London 20 Juni 1891.
-The Boundary Agreement antara Belanda –
Inggris ditandatangani di London 28 September
1915.
-The Boundary Convention antara Belanda –
Inggris ditandatangani di Hague 26 Maret 1918.
-Memorandum of Understanding antara RI – Mal
ditandatangani di Jakarta 26 Nop. 1973.
-Minute Of The First Meeting Of The Join
Indonesia Malaysia Boundary Committee
Ditandatangani Di Kinabalu, Sabah Mal. 16 Nop
1974.
UUD NRI 1945 Psl 25 A
UU no 43/2008 ttg Wilayah
Negara
UU no 3/2002 ttg Hanneg
UU no 34/2004 ttg TNI
UU no 26/2007 ttg Tata Ruang
UU no 32/2004 ttg Pemda
UU no 24/2000 ttg Perjanjian
Internas
UU no 37/1999 ttg Hub LN
Peraturan Pemerintah No
26/2008 ttg RTRWNas
Peraturan Pemerintah No 68/
2014 ttg Penataan Wilhan.
25
Kondisi Penegasan Batas Darat RI dengan RDTL
Negara Ancaman Hukum Internasional Hukum Nasional
RI-RDTL Pelanggaran
Kedaulatan
-Perjanjian / traktat antara portugis dan Belanda
yang ditandatangani di Lisabon pada tanggal 20
April 1859 dan pertukaran ratifikasinya pada
tanggal 13 Agustus 1860.
- Deklarasi Belanda & Portugis tanggal 1 Juli
1893 ttg batas wilayah koloni Belanda &
Portugis.
-Perjanjian Pemerintah Belanda dan Portugis
yang ditandatangani di hague pada tanggal 1
Oktober 1904 yang kemudian dikenal dengan
Treaty 1904 dan dilakukan pertukaran
ratifikasinya pada tanggal 29 Agustus 1908.
- Pertemuan Pertama Joint Border Committee
antara RI dan Timor Leste (1st JBC Meeting RI-
Timor Leste) tanggal 19 Desember 2002 di
Jakarta.
- Kesepakatan antara TNI dan UNTAET yang
tertera dalam MoU tanggal 11 April 2000 tentang
garis batas RI-RDTL.
UU NRI Tahun 1945 Psl 25 A
UU no 43/2008 ttg Wilayah
Negara
UU no 3/2002 ttg Hanneg
UU no 34/2004 ttg TNI
UU no 32/2004 ttg Pemda
UU no 24/2000 ttg Perjanjian
Internas
UU no 37/1999 ttg Hub LN
UU no 26/2007 ttg Tata Ruang
Peraturan Pemerintah No
26/2008 ttg RTRWNas
Peraturan Pemerintah No 68/
2014 ttg Penataan Wilhan.
UU No 32/2004 ttg Pemda
Kondisi Penegasan Batas Darat RI dengan PNG
Negara Ancaman Hukum Internasional Hukum Nasional
RI-PNG Pelanggaran
Kedaulatan
- Deklarasi Raja Prusia tanggal 22 Mei 1885 tentang
Perbatasan Antara wilayah Jerman dan Belanda dan
antara Jerman dan Inggris di Irian.
-Konvensi antara Inggris dan Belanda tanggal 16 Mei
1895 tentang penentuan Garis Batas antara Irian dan
Papua New Guinea.
- Persetujuan Ketelitian Hasil Observasi dan Traverse
Kegiatan Lapangan Antara RI-Australia tanggal 4
Agustus 1964 guna melaksanakan kegiatan tahun
1966/1967.
- Persetujuan antara Pemerintah RI – Pemerintah
Commonwealth Australia tentang Penetapan Batas-
Batas Dasar Laut Tertentu, yang ditandatangani di
Canberra tanggal 18 Mei 1971
-Persetujuan antara Pemerintah RI dengan
Pemerintah Australia (bertindak atas nama sendiri
dan atas nama Pemerintah PNG tentang Pengaturan-
pengaturan Administrasi Mengenai Perbatasan Antara
RI-PNG yang ditandatangani di Port Moresby pada
tanggal 13 November 1973 dan disahkan dengan
Keppres No. 27 Tahun 1974 dan diganti dengan
UU NRI Tahun 1945 Psl 25 A
UU no 43/2008 ttg Wilayah
Negara
UU no 3/2002 ttg Hanneg
UU no 34/2004 ttg TNI
UU no 32/2004 ttg Pemda
UU no 24/2000 ttg Perjanjian
Internas
UU no 6/1973 ttg Perjanjian RI
– PNG
UU no 37/1999 ttg Hub LN
UU no 26/2007 ttg Tata Ruang
Peraturan Pemerintah No
26/2008 ttg RTRWNas
Peraturan Pemerintah No 68/
2014 ttg Penataan Wilhan.
- Keppres No. 42 Tahun 1971
ttg pengesahan persetujuan
Canbera 18 mei 1971.
- Keppres No.66 Tahun 1972
26
persetujuan Dasar antara Pemerintah Indonesia dan
Pemerintah PNG tentang pengaturan-pengaturan
Perbatasan yang ditandatangani di Jakarta pada
tanggal 17 Desember 1979 yang disahkan dengan
Keppres No 6 Tahun 1980, yang diperbarui di Port
Moresby pada tanggal 29 Oktober 1984, yang
disahkan dengan Keppres No. 66 Tahun 1984, yang
kemudian diperbarui di Port Moresby pada tanggal 11
April 1990 dan disahkan dengan Keppres No.39
Tahun 1990.
ttg pengesahan persetujuan
Jakarta 9 Oktober 1972.
- UU No. 6 tahun 1973 tanggal
8 Desember 1973 hasil
ratifikasi Persetujuan RI-
Australia ttg garis batas RI-
PNG tgl 12 Feb 1973.
- Keppres No. 27 Tahun 1974
ttg Pengesahan Batas RI-PNG
tgl 13 November 1973.
b. Sistem Hukum Keamanan Saat ini di Perbatasan Laut Indonesia
dengan Negara Tetangga.
Landasan hukum nasional tentang laut hampir sama dengan hukum
nasional tentang darat yaitu Pasal 25 E UUD NRI 1945 dan dijabarkan UU
Sektoral yang terdapat tumpang tindih pasal-pasalnya yang menyangkut ancaman
wilayah laut dan pengamanannya ditinjau dari hukum internasional dan nasional.
Kondisi Penegasan Batas Laut RI dengan 10 negara tetangga
Negara Ancaman
Kamnas
Hukum
Internasional
Ratifikasi Hukum Nasional
RI-India Illegal Fishing,
Penyelundupan,
Immigran Illegal &
Wil Laut
Perjanjian Batas
Landas Kontinen
antara RI dengan India
ditandatangani pada
tanggal 8 Agustus 1974
di Jakarta& 14 Januari
1977
Keppres RI No. 51/1974
pada tanggal 25 September
1974 & Keppres No.
26/1977 tanggal 4 April
1977
UUD NRI 1945 psl
25A
UU no 1/1973 ttg
Batas Landas
Kontinen Indonesia
UU no 32/2004 ttg
Pemda
UU no 24/2000 ttg
Perjanjian Internas
UU no 37/1999 ttg
Hublu
UU no 43/2008 ttg
wilneg
UU no 6/1996 ttg
Perairan Indonesia
UU no 17/1985 ttg
Ratifikasi UNCLOS
82
UU no 24/1992 ttg
Penataan Ruang
UU no 23/1997 ttg
RI-Thailand Illegal Fishing,
Penyelundupan,&
Wil Laut
Perjanjian Garis Batas
Landas Kontinen
antara RI-Thailand
tanggal 17 Desember
1971 di Bangkok.
penetapan perbatasan
landas kontinen di Laut
Andaman pada tanggal
11 Desember 1975 di
Jakarta. Persetujuan
titik pertemuan tiga
garis batas dan
penetapan garis batas
landas kontinen di Laut
Keppres RI Nomor 21
Tahun 1972 tanggal 11
maret 1972. Keppres RI
Nomor 1 tahun 1977
tanggal 31 Januari 1977.
Keppres RI no 24 Tahun
1978 tanggal 16 Agustus
1978.
27
Andaman tanggal 22
Juni 1978 antara RI,
India dan Thailand.
Lingkungan Hidup
UU no 24/2000
Perjanjian Internas
UU no 3/2002 ttg
Hanneg
UU no 32/2004 ttg
Pemda
PP 38 /2002 ttg Daftar
Koordinat Geografis
ttk pangkal Kep Ind
RI-Malaysia Illegal Fishing,
Penyelundupan,
SKA & Wil Laut
Perjanjian batas landas
kontinen di Kuala
Lumpur pada tanggal
27 Oktober 1969.
Perjanjian tiga negara
(Indonesia, Malaysia&
Thailand) di Kuala
Lumpur tanggal 21
Desember 1971.
Perjanjian Batas Laut
Teritorial di Kuala
Lumpur tanggal 17
Maret 1970.
Keppres Nomor 89 / 1969
tanggal 5 November 1969.
Keppres No.2/1971
tanggal 11 Maret 1972.
UU no 2/ 1971 tanggal 10
Maret 1971.
RI-Singapura Penyelundupan,&
Wil Laut
Penetapan Batas Laut
RI-Singapura tanggal
25 Mei 1973.
Perundingan Batas
Laut RI-Singapura
tanggal 29 Maret 2007.
UU no 7 tahun 1973 tangal
8 Desember 1973.
RI-Vietnam Illegal Fishing,
Penyelundupan,
SKA & Wil Laut
Perundingan RI-
Vietnam ttg Landas
Kontinen tahun 1972 &
1975 serta ttg dispute
area tahun 1984.
Persetujuan Landas
Kontinen tanggal 23
Juni 2003.
DPR RI menyetujui RUU
batas landas kontinen
tanggal 14 Feb 2007.
RI-PNG Illegal Fishing,
Penyelundupan,
Immigran Illegal &
Wil Laut
Perundingan Batas
Laut RI-PNG tanggal
12 Feb 1973.
Perjanjian batas
maritime landas
kontinen di kawasan
samudera pasifik
tanggal 13 November
1980.
UU no 6 tahun 1973
tanggal 8 Desember 1973.
Keppres No. 21/1982.
RI-Australia Wilayah Laut, SKA
& Pencemaran
Lingk hdp
Perjanjian RI-Australia
tanggal 18 Mei 1971
ttg batas landas
kontinen di Laut
Arafura & Laut Timor.
Perjanjian kedua Batas
Maritim tanggal 9
Oktober 1972 sbl slt
P.Tanimbar, P.Rote
Keppres RI No. 42/1971
tanggal 1 Juli 1971.
Keppres RI No. 66/1972.
Belum ada Ratifikasi
perjanjian tahun 1997.
28
&P.Timor. Perjanjian
Batas Maritim tanggal
11 Desember 1989.
Perjanjian ZEE, Air &
Dasar Laut tanggal 14
Maret 1997.
RI-Philipina Illegal Fishing,
Penyelundupan,
Immigran Illegal &
Wil Laut
Putusan Mahkamah
Arbitrase Permanen
tahun 1928 di Den
Haag. Territoriale Zee
en Marietieme Kringen
Ordonantie (TZMKO)
1939. Pertemuan Joint
Commission on
Bilateral Cooperation
(JCBC) feb 1998, 9
Nov 2000 & 20 Des
2002 serta 5 Des 2003
ttg batas maritim RI-
Philipina.
Belum ada titik temu yaitu
kawasan peraian antara
pantai Utara P.Sulawesi
dgn pantai P.Mindanau.
RI-Palau Illegal Fishing& Wil
Laut
Belum ada Perjanjian
Batas Laut RI-Palau
Belum ada Ratifikasi
RI-Timor
Leste
Illegal Fishing,
Penyelundupan,
Immigran Illegal &
Wil Laut
Kesepakatan RI-RDTL
tanggal 8 April 2005
ttg Delimitasi &
Demarkasi (Belum
Final)
UU No. 4/Prp/1960. PP
no.38 tahun 2002 ttg
Koordinat titik& grs
pangkal. (Belum Final)
Sumber: Data Hasil Wawancara Mabesal 2014
Sistem hukumkeamanan nasional di Laut belum terbentuk Undang-undang
keamanan nasionalnya sehingga sistem hukum yang digunakan masih membahas
masalah penegakkan keamanan di laut dalam mengatasi berbagai jenis
permasalahan dan ancaman keamanan nasional di Laut.
c. Sistem Hukum Keamanan Saat ini di Perbatasan Udara Indonesia
dengan Negara Tetangga.
Ketentuan Pasal 25E UUD NRI Tahun 1945 mengakomodir dari pasal 2
dan pasal 49 UNCLOS’82 tentang ruang udara di atas daratan (Land Territory),
Perairan pedalaman (Internal Waters), Laut Teritorial (Territorial Sea) dan
Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters). Internasional belum tegas dalam
menentukan batas-batas ruang udara dan ruang antariksa.
29
Pasal-1 konvensi Paris Tahun 1919 dan kesepakatan antar negara pada
space Treaty 1967 tentang kedaulatan negara eksklusif diatas wilayah
teritorialnya masih menjadi pedoman.Hanya ketegasan batas ketinggian tiap
negara berdasarkan kondisi alamiah lapisan atmosfer dan karakteristik wahana
terbang, dan batas antara atmosfer dengan luar angkasa. Selain itu, terdapat
beberapa konsep-konsep tentang batas ruang udara, diantaranya:1
Pertama, Beaumont dan Shawcross yang menyebutkan bahwa batas
ketinggian kedaulatan negara di ruang udara adalah tidak terbatas.
Kedua, Cooper yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan
negara di ruang udara adalah setinggi negara itu dapat menguasainya.
Ketiga, Holzendorf yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan
negara di ruang udara adalah setinggi 1000 meter yang ditarik dari permukaan
bumi yang tertinggi.
Keempat, Lee yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan
negara di ruang udara adalah sama dengan jarak tembakan meriam (Canon
Theory).
Kelima, Von Bar yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan
negara di ruang udara adalah 60 meter dari permukaan bumi.
Keenam, Priyatna Abdurrasyid yang menyebutkan bahwa batas ketinggian
kedaulatan negara di ruang udara adalah setinggi sebuah pesawat udara
konvensional sudah tidak dapat lagi melayang.
Belum ada UU Sektoral yang menjelaskan batas-batas ketinggian atau
batas ruang udara dikarenakan landasan acuan hukum Internasional dan UUD
NRI Tahun 1945 tidak secara tegas menentukan batas ketinggian kedaulatan.
d. Analisis Keamanan Nasional terhadap Tujuan Negara RI yang
tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945.
Indonesia mempunyai UUD NRI 1945 sebagai landasan hukum tertulis,
diantaranya tujuan negara RI yang tertuang dalam pembukaan UUD NRI 1945
sebagai berikut:
1Modjo Basuki, Jakarta 2014, Dinamika Staf Ahli Kasau, Mabes AU, hal 59.
30
Pertama, Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
Ada tiga tiang utama Indonesia yang tidak boleh di goyang-goyang atau di
gerogotin, demi pemantapan ketahanan nasional, yaitu:2
a. Tiang satu bangsa (Sumpah Pemuda 1928)
b. Tiang satu negara (Proklamasi Kemerdekaan 1945)
c. Tiang satu wilayah (Deklarasi Juanda 1957)
Tiang ”satu bangsa” harus menonjolkan Bhinneka Tunggal Ika dan harus
mampu menempatkan rasa kedaerahan pada tempat yang wajar sebagai bagian
dan unsur dari ke-Indonesia-an.Tiang ”satu negara” adalah NKRI, bukan
federalisme ataupun federated states ataupun confederated states, ataupun
separatisme. OTDA haruslah dalam rangka NKRI dan pemberdayaan daerah yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam UU. Tiang ”satu wilayah” adalah
satu kesatuan antara darat, laut, dasar laut, udara di atas laut, dan seluruh
kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Terdapat kelemahan pasal 30 UUD NRI 1945 Istilah Siskamnas tidak
tertulis, yang ada hanya Sishankamrata merupakan strategi TNI manunggal
dengan rakyat bersama-sama mengusir penjajah tidak bisa dijadikan dasar dalam
pembuatan UU keamanan nasional, kecuali diidentikan dan disamakan artinya
demi tiga tiang satu bangsa, satu negara dan satu wilayah. UU Sektoral dirasakan
membias sesuai kepentingan masing-masing, tidak sinkron dan tumpang tindih
menjabarkan istilah melindungi bangsa, tanah air dan wilayah.
Kedua, Memajukan kesejahteraan umum.
Cita-cita nasional Indonesia adalah mencapai masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.Sedangkan tujuan nasional sesuai yang tercantum dalam
Pembukaan UUDNRI 1945 alinea ke-4, khususnya memajukan kesejahteraan
umum.Amanat ini merupakan penekanan dari tanggung jawab pemerintah
bersama seluruh rakyat untuk memajukan kesejahteraan dalam arti yang
luas.Terdapat kelemahan dalam pasal 33 UUD NRI 1945, Ruang udara tidak
disebutkan dikuasai negara sehingga ruang udara nasional dikuasai asing.
2 Djalal Hasjim, Jakarta 2010, Menentukan Batas Negara Guna Meningkatkan Pengawasan,
Penegakkah Hukum dan Kedaulatan NKRI, Dalam seminar Lemhannas 2010.
31
Ketiga, Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan Nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD NRI 1945,
khususnya mencerdaskan kehidupan bangsa dijabarkan dalam pasal 31 UUD NRI
1945 yang menyangkut pendidikan nasional.
Keempat, Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Bangsa Indonesia dalam wadah NKRI yang berdaulat mempunyai Cita-
Cita Nasional dan Tujuan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD NRI 1945 Alinea Ke-4. Salah satu upaya dalam mewujudkan Cita-Cita
Nasional dan Tujuan Nasional adalah dengan pertahanan negara (Pasal 30) yang
diselenggarakan melalui pembelaan negara (Pasal 27).
Pembelaan negara itu menunjukkan bangsa Indonesia cinta damai dan
lebih cinta terhadap kemerdekaan sehingga menghapuskan segala bentuk
penjajahan diatas dunia.Bentuk-bentuk penjajahan itu merupakan ketidak adilan
kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara sehingga bertentangan dengan
keadilan sosial.
e. Analisis UUD NRI 1945 terhadap Fungsi Negara dalam sistem hukum
keamanan nasional.
Fungsi negara secara umum setiap negara memiliki empat fungsi utama
bagi bangsanya yaitu:3
Pertama, Fungsi Pertahanan dan Keamanan.
Kedua, Fungsi Pengaturan dan Ketertiban.
Ketiga, Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran.
Keempat, Fungsi Keadilan menurut Hak dan Kewajiban.
Perjalanan sejarah Indonesia UUD NRI 1945 telah membuktikan pada era
Orde Lama menempatkan pemerintah dalam semua fungsi terjadi penyelewengan
kekuasaan. Pada era Orde Baru menempatkan TNI dalam semua fungsi terjadi
krisis ekonomi dan ketidak-stabilan. Pada era Reformasi menempatkan Polri
3Srijanti, Jakarta 2009, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, Mengembangkan Etika
Berwarga Negara, Penerbit Salemba Empat, hal.8.
32
dalam banyak fungsi akan terjadi krisis kepercayaan dan krisis energi tahun 2024.
Alat kontrol Pemerintah terlalu kuat (DPR), pelemahan MPR, penghapusan
utusan daerah dan golongan serta muncul lembaga baru DPD yang tidak ada
pengaruh terhadap daerahnya dan KPK mengambil alih fungsi Polri dan
kehakiman. UU Sektoral semakin banyak tumpang tindih dan tidak
sinkron.Semua indikasi diatas menuju melemahnya sistem keamanan saat ini.
f. Analisis kelemahan UUD NRI 1945 dihadapkan kemungkinan
terlepasnya wilayah Indonesia
Berdasarkan kondisi sistem hukum keamanan nasional di darat, laut dan
udara menurut UUD NRI 1945 saat ini agar tujuan nasional tercapai maka terlihat
pembagian tugas fungsi negara dan pemerintah yang tidak seimbang akan
menyebabkan peluang lepasnya sebagian wilayah Indonesia, dengan alasan
sebagai berikut:
Pertama, Sistem hukum keamanan nasional di perbatasan darat, laut dan
udara aksioma pasal 25A pasal 30 dan pasal 33 UUD NRI 1945 terdapat
kelemahan ruang udara belum dikuasai negara dan UU sektoral turunannya seperti
UU No 43 tahun 2008 belum memperkuat sistem hukum keamanan saat ini.
Belum ada sinkronisasi Undang-Undang TNI, Polri dan Intelijen dan belum
harmonis kelembagaan yang menangani kedaulatan, kesejahteraan dan kehidupan
nasional.Nilai-nilai Pancasila ditinggalkan.Kelemahan ini jika tidak dikonstruksi
berakibat wilayah berpeluang lepas karena faktor-faktor terpengaruh asing,
direbut asing, tidak dikelola oleh negara dan hilang secara phisik.
Kedua, Analisis keamanan nasional terhadap tujuan negara terdapat
kelemahan tidak tertulis istilah Siskamnas.Istilah sishankamrata belum
mensinkronkan TNI, Polri dan Intelijen sehingga tujuan nasional belum
dilaksanakan dengan baik berdampak masyarakat tidak patuh hukum. Wilayah
akan dikelola asing sehingga berpeluang memisahkan diri dan/atau bergabung
dengan negara tetangga karena negara membiarkan dan tidak
mengelolanya.Ketiga, Analisis UUD NRI 1945 terhadap fungsi negara ditemukan
pemilihan pimpinan yang tidak mewakili daerah perbatasan khususnya DPD,
tidak berkarakter kebangsaan dan saling menjatuhkan serta mementingkan
33
kelompok. Ketidak-seimbangan fungsi negara berdampak mengganggu stabilitas
nasional yang dibenarkan masyarakat tidak patuh hukum karena negara tidak
melaksanakan fungsi kesejahteraan di daerah atau tidak mengelola perbatasan
menyebabkan pulau-pulau hilang karena faktor alam yang tidak dipelihara dengan
baik.Wajar wilayah lepas direbut asing atau hilang secara phisik karena tidak
dikelola oleh negara secara berlanjut (Sustainable development).
Dengan demikian kelemahan-kelemahan itu harus segera dirubah sistem
keamanan saat ini sehingga sistem keamanan nasional merupakan kebutuhan yang
mendesak segera dibentuk yang disertai dengan kelembagaan yang dipimpin oleh
pemimpin yang cakap dan kultur masyarakat yang setia kepada pancasila.
Kelemahan-kelemahan itu, diantaranya: Pertama, Kelemahan pasal-pasal UUD
NRI 1945 dan UU Sektoral yang belum terjadi sinkronisasi peraturan, belum ada
hormonisasi kelembagaan dan kultur pancasila ditinggalkan berpeluang wilayah
lepas karena dikelola asing. Kedua, Kelemahan menetapkan Sistem Keamanan
saat ini (Sishankamrata) yang belum mensinkronkan UU Sektoral untuk mengatur
kelembagaan dan kultur masyarakat dalam ikatan Pancasila dan UUD NRI 1945
untuk mencapai tujuan nasional berpeluang wilayah akan dikelola asing dan bisa
lepas. Ketiga, Kelemahan memilih pimpinan dan ketidak-seimbangan fungsi
negara dalam mencapai tujuan nasional menciptkan kultur yang tidak patuh
hukum nasional sehingga beralasan wilayah lepas karena tidak dikelola oleh
negara, hilang secara phisik dan direbut asing.
3. Konstruksi ideal sistem hukum keamanan nasional di wilayah
perbatasan Indonesia.
a. Substansi.
Pertama, Konstruksi peraturan perundang-undangan dalam menanggulangi
ancaman global, kedaulatan, kesejahteraan dan kehidupan nasional.
Membangun Sistem hukum keamanan nasional dengan melihat kondisi
keamanan saat ini (Das Sein) dan kondisi keamanan yang diharapkan menurut
peraturan perundang-undangan (Das Sollen) menurut tabel sebagai berikut:
34
Tabel hubungan Ancaman, Kondisi keamanan dan kontruksi peraturan.
N
o
Ancaman Kondisi keamanan saat ini
(Das Sein)
Konstruksi Peraturan
perundang-undangan
Keamanan (Das Sollen)
1 Global Belum mampu atasi Information dan
Asimetrik Warfare serta Hybrid dan
proxy war.
Bentuk Undang-Undang
Keamanan Nasional
2 Kedaulatan
Nasional
Belum mampu atasi sengketa
perbatasan
Bentuk Undang-Undang Bela
Negara, Komponen Cadangan
dan Referendum
3 Kesejahteraan
Nasional
Belum mampu atasi kemiskinan dan
kesejahteraan masyarakat perbatasan
Bentuk Undang-Undang
Pengelolaan Perbatasan
4 Kehidupan
Nasional
Belum mampu atasi pencemaran
lingkungan hidup dan pencurian SKA
di wilayah perbatasan
Bentuk Undang-Undang
Keamanan Perbatasan dan
Keselamatan bangsa
Kedua, Konstruksi peraturan perundang-undangan keamanan nasional yang
berdasarkan nilai-nilai pancasila.
Membangun Sistem hukum keamanan nasional dengan menempatkan
nilai-nilai pancasila sebagai alat perekat sebagai berikut:
Nilai
Pancasila
Kondisi Keamanan Saat ini (Das Sein) Konstruksi
Per-UU
(Das Sollen) Belum
Mampu
Atasi
Ancaman
Global
Belum Mampu
Atasi Ancaman
Kedaulatan
Nasional
Belum
Mampu Atasi
Ancaman
Kesejahteraan
Nasional
Belum
Mampu Atasi
Ancaman
Kehidupan
Nasional
Ketuhanan Idiologi
Asing
Perang dan
Konflik
Keamanan
Budaya Adat
Keamanan
Kehidupan
Masy pbtsn
Bentuk UU
Keamanan
Nasional
Kemanusiaan Terorisme Keselamatan
Bangsa
Keamanan
Kesejahteraan
Masyarakat
Keamanan
Individu
Bentuk UU
Pengelolaan
Perbatasan
Persatuan Keamanan
Wilayah
Keamanan
Kedaulatan
Konflik
Vertikal
Konflik
Horizontal
Bentuk UU
Bela Negara,
Komcad dan
Referendum
Kerakyatan Sistem
Liberal &
Sosial
Benturan
kewenangan
Presiden &
Pang.TNI dlm
kead Darurat
(KLB)
Konflik Sosial Konflik
SARA
Bentuk UU
Keamanan
perbatasan
dan
Keselamatan
bangsa
Keadilan Gangguan
Keseimbang
an
Keamanan,
kesejahteraa
n dan
keselamatan
Terganggunya
Keutuhan wilayah
Terganggunya
Kestabilan
Nasional
Terganggunya
ketertiban
Masyarakat
Revisi UU
TNI, Hanneg,
Polri dan
Pemda
35
Ketiga, Konstruksi peraturan perundang-undangan yang mengatur
keseimbangan kekuasaan negara dalam peningkatan ketahanan nasional.
Pembagian kekuasaan negara saat ini menempatkan kekuasaan DPR terlalu besar
dengan kontrol yang penuh memangkas kepentingan negara menonjolkan
kepentingan kelompok.
Kondisi kekuasaan Negara menurut UUD NRI 1945 saat ini
Kondisi saat ini parlemen masih Unikameral berubah mengarah Bikameral
mirip Liberal. MPR bukan lagi lembaga tertinggi, dengan hilangnya kewenangan
membuat GBHN memposisikan DPR menjadi super body dengan check dan
balances terlalu berlebihan. Utusan daerah dan golongan dihapus menjadikan
keterwakilan lemah. Utusan daerah bermetamorfosis jadi DPD dengan
kewenangan tidak sama dengan DPR. Pembuatan GBHN diambil alih oleh
Bappenas.Terlebih munculnya lembaga KPK menambah buruk keharmonisan dan
saling menjatuhkan antara eksekutif, legislatif dan yudigatif dalam pengawasan
keuangan.
Keempat, Sinkronisasi sistem hukum keamanan nasional, sistem hukum
pengelolaan kesejahteraan dan sistem hukum keselamatan.
(a) Sinkronisasi UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU No 34
Tahun 2004 tentang TNI dan UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri dalam tugas-
tugas OMSP
(b) Sinkronisasi UU Sektoral penjabaran pasal 25A dan pasal 33 UUD NRI
1945 yaitu UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dengan PP No 68
BPK MK KY MA Presiden DPR
DPD
MPR
KABINET
PEMDA
Tumpang tindih fungsi
Rebutan fungsi
36
Tahun 2014 tentang Wilhanneg, khususnya akan membantu pengaturan Ruang
Udara Nasional (Prun) dan sinkronisasi Keppres No 63 Tahun 2004 dengan UU
No 27 Tahun 1999 perubahan KUHP dalam pengamanan obyek vital, instalasi
militer dan negara.
(c) Sinkronisasi UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI khususnya pasal 7 ayat-1
point-b (14 tugas OMSP) dengan UU No 24 Tahun 2007 tentang Bencana dan
UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri, khususnya pasal 14 point-i serta UU No 29
Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan dan UU No 23 Tahun 2014
tentang Pemda.
B. Struktural
1. Konstruksi kelembagaan keamanan nasional dan perbatasan.
Membentuk Badan Keamanan Nasional (National Security Council) yang
dipimpin Presiden dengan cara:
Pertama, merubah Nomenklatur Dewan Ketahanan Nasional menjadi
Badan Keamanan Nasional.
Kedua, merubah Nomenklatur Sishankamrata menjadi Siskamnas yang
menjadi induk Sishannas, Siskamdagri dan Sisgakkumtibmas dan Sistem
Keselamatan.Dalam hal ini akan terjadi Amandemen UUD NRI 1945.
Siskamdagri terdiri dari Sistem pertempuran (TNI), Sistem Intelijen (BIN), Sistem
Teritorial (Pemda) dan Sistem Kamtibmas (Polri).Sistem Teritorial dilaksanakan
strategi hankamrata gabungan TNI dan Rakyat.Kamtibmas bagian dari
Siskamdagri bukan pengertian kamtibmas disamakan dengan kamdagri (Internal
security) terkesan mengambil alih fungsi TNI, BIN dan Pemda.
Ketiga, Tidak memberlakukan ketetapan MPR No V dan Ketetapan MPR
No VI tentang peran TNI/Polri dan Pemisahan TNI/Polri hasil keputusan politik
era reformasi yang dirasakan bertentangan dengan Pasal 30 UUD NRI 1945
kecuali kedudukan Polri tetap dibawah Presiden tetapi administrasi Polri
dikendalikan Kemdagri seperti TNI kedudukan dibawah Presiden dan administrasi
TNI dikendalikan Kemhan. Dengan kedudukan Polri dibawah Presiden, Polri
tetap terjamin independen dan tidak dibawah komando pengendalian TNI.
37
2. Konstruksi tugas-tugas aktor keamanan, kesejahteraan dan
keselamatan masyarakat perbatasan dalam peningkatan ketahanan
nasional.
Membentuk Badan Keamanan Perbatasan (Bakamtas) yang terdiri
Bakamtas Darat, Laut dan Udara dengan pembagian sektor dengan institusi lain
sebagai berikut:
Pembagian Sektor Bakamtas Laut
KEDAULATAN DAN HAK BERDAULATDI REZIM HUKUM PERAIRAN INDONESIA
0 MIL 12 MIL 24 MIL 200 MIL 350 MIL
D a r a t a n
LANDAS KONTINEN12 - 350 Mil
KAWASANBEBAS
Zona Ekonomi Eklusif ( ZEE )
12 - 200 Mil
Laut Teritorial
0 - 12 Mil
Zona Tambahan
12 - 24 Mil
KET : CARA PENARIKAN
BATAS REZIMO MIL = TITIK DASAR
kedaulatan penuh
kepabeanan, sanitasi,
imigrasi & fiskal
eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya laut
berhak pemanfaatan SDA
Pembagian Sektor Bakamtas Udara
TNI
KKP
POLRI
BAKAMTASLA
BAKAMLA Bea Cukai
ADIZ TNI
Polairud
PERHUB
Bea Cukai Immigrasi
ADIZ TNI
BAKAMTASUD ADIZ TNI
38
Khusus Bakamtas Darat merupakan operasi Gabungan antara TNI,
Polri, BIN, Beacukai, Immigrasi, Perhub dan Pemda dalam satu kantor
diperbatasan darat dalam mengoptimalkan koordinasi dan perijinan lintas
batas. Pos-pos Pengamanan Perbatasan diperketat untuk mengawasi
kegiatan illegal, kejahatan transnasional dan berbagai bentuk
penyelundupan serta Human trafficking. Leading sektor Bakamtasrat
adalah Pemda didukung oleh institusi lain dan dibangun JIP (Jalan
Inspeksi Perbatasan) yaitu jalan diperkeras dari Posisi Kantor Operasi
Gabungan Pengamanan Perbatasan menuju ke Pos-pos Pengamanan
Perbatasan.
Pembagian Sektor Bakamtas Darat
500 m
1 km
2 km
3 km
b. Konstruksi tugas-tugas aktor pengelolaan kesejahteraan di
perbatasan
Konstruksi yang mendesak harus dibuat dalam pembagian tugas aktor-
aktor kesejahteraan di perbatasan diantaranya:
Pertama, Penggantian Nomenklatur Badan Nasional Pengelolaan
Perbatasan (BNPP) diganti dengan Badan Pengelola Perbatasan Kesejahteraan
Nasional (BPPKN) yang mempunyai tenaga pelaksana dan bukan koordinasi antar
kementerian / lembaga.
Kedua, Tugas Bappeda Pemda dalam perencanaan pembangunan daerah
dan sekaligus pelaksana pembangunan daerah harus menyerahkan tugas
pembangunan daerah khusus jalan dan sarana prasarana lain seperti jembatan,
sekolah, pasar dan lain-lain di wilayah perbatasan dengan radius 3 km dari garis
batas kepada BPPKN.
Batas Darat
Bakamtasrat
TNI Polri
Bea Cukai Immigrasi
Pemda
JIP
39
Ketiga, Keberadaan Komando Daerah Militer (Kodam) di daerah dalam
pembuatan jalan tembus menuju ke pos-pos perbatasan atau Jarak Inspeksi
Perbatasan (JIP) harus kerjasama perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
dengan Bappeda dan BPPKN.Anggaran berasal dari program kementerian
pertahanan mendukung tugas pemberdayaan wilayah pertahanan.
Keempat, Keberadaan Polisi Daerah di daerah dalam pembuatan pos-pos
polisi di perbatasan harus kerjasama perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
dengan Bappeda dan BPPKN.Anggaran berasal dari program Mabes Polri
mendukung tugas polri di wilayah yurisdiksi hukum.
Kelima, Keberadaan Pemerintah Daerah dengan otonomi daerahnya
sebagai leading sektor perencanaan pembangunan antara pembangunan sarana dan
prasarana kekuatan TNI, Polri, BPPKN, dengan tugas Pemda sendiri.
Keenam, Anggaran program pembangunan wilayah perbatasan untuk
kesejahteraan Institusi TNI, Polri, BPPKN dan Pemda berasal dari
APBN.Penyaluran anggaran melalui kementerian pertahanan, Mabes Polri,
BPPKN dan Pemda secara sendiri-sendiri.
c. Konstruksi tugas-tugas aktor keselamatan di perbatasan
Aktor-aktor keselamatan bangsa di wilayah perbatasan perlu dibentuk
Badan Pengaman Kommunikasi dan Transportasi serta Obyek Vital Nasional
(BPKT-Obvitnas) sebagai pengganti kelembagaan yang lama GBC, JBC, dan
JCM yang selama ini dinilai sering ganti personel, kurang menguasai
permasalahan dan bersifat koordinatif serta tidak mempunyai tenaga pelaksana.
Dengan munculnya lembaga baru itu perlu konstruksi tugas-tugas aktor
keselamatan bangsa di perbatasan:
AKTOR Pencegahan/
Mitigasi
Kesiap-
Siagaan
Tanggap
Darurat
Rehabilitasi
dan
Rekonstruksi
TNI Early
Warning
Satu Kompi
Standby
Banmil Banmil
Polri Early
Warning
Satu Kompi
Standby
Banpol Banpol
Pemda Perencanaan
Dana
Kontijensi
Kesiapan
Alpal,
Personel dan
Leading
Sektor
Pertologan
Leading
Sektor
Pertolongan
40
Sembako
Basarnas Mitigasi Diklat SAR Pertolongan Evaluasi
BNPB Mitigasi Diklat
Pertolongan
Bencana
Pertolongan Evaluasi
BPKT-
Obvitnas
Mitigasi Pam Obvitnas
dan pengawas
komtrans.
Pertolongan Membantu
Pemda dalam
Rehabilitasi
dan
Rekonstruksi
Berdasarkan Tabel diatas peran pemda adalah leading sektor memimpin
pertolongan terhadap bencana dan kecelakaan, menerima banmil dan banpol serta
mengkoordinasikan dengan Basarnas, BNPB dan BPKT-Obvit dalam tanggap
darurat dan rehabilitasi serta rekonstruksi. Pendidikan dan Pelatihan Bersama
perlu dilakukan untuk melatih kesiap-siagaan bencana dan kecelakaan di daerah.
3. Harmonisasi kelembagaan keamanan, kesejahteraan dan keselamatan
di wilayah perbatasan.
a. Harmonisasi kelembagaan keamanan di wilayah perbatasan
Harmonisasi aktor-aktor TNI & Polri
Pertama, Harmonisasi keberadaan TNI/Polri dalam Bantuan Militer (Banmil) dan
Bantuan Kepolisian (Banpol).
Kedua, Harmonisasi Keberadaan TNI dan Polri dalam keanggotaan DPR sebagai
utusan golongan.TNI dan Polri tidak menggunakan hak memilih atau dipilih
dalam pemilu legislatif tetapi ditunjuk untuk mewakili TNI dan Polri.
Ketiga, Harmonisasi Keberadaan TNI dan Polri dalam pengerahan pasukan
dibawah komando pengendalian Presiden dalam Keadaan Darurat atau Keadaan
Luar Biasa.
Harmonisasi aktor-aktor Intelijen
Keberadaan Intelijen dalam melaksanakan fungsi penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan jika tidak diatur dalam Undang-Undang
Keamanan Nasional akan berbenturan kewenangan dengan TNI dan Polri.
41
Pertama, Permasalahan kehormatan (Dignity) antara aktor keamanan
Intelijen, TNI dan Polri dalam mengumpulkan keterangan perlu diatur dalam
Undang-Undang agar tidak berjalan sendiri-sendiri.Aktor-aktor tersebut tidak mau
dikatakan “Tidak Mampu” ego sektoral dan gengsi satuan membuat saling
menyalahkan tugas.
Kedua, Permasalahan KPK mengenai penyadapan, tehnik penyadapan
merupakan bagian dari pengumpulan keterangan dalam fungsi penyelidikan
intelijen, Polri dan kejaksaan.Jika fungsi aktor-aktor intelijen berjalan baik dan
benar maka tidak diperlukan lembaga KPK karena dirasakan membuat konflik
elite politik secara transparan di media, sebaiknya lembaga KPK dihapus karena
KPK bukan masuk daftar lembaga tinggi negara.Jadi KPK berkuasa seperti
lembaga tinggi negara berdampak buruk terhadap kerjasama luar negeri.
Ketiga, Permasalahan kewenangan menangkap, menahan dan
interogasi.Kerjasama aktor-aktor intelijen dengan leading sektor polri secara
terpadu dalam penangkapan, penahanan dan interogasi dibutuhkan tatkala
tersangka kejahatan terhadap keamanan negara sudah diketahui agar tidak terjadi
pelanggaran HAM.Diperlukan badan pengawas dalam setiap prosedur
penangkapan, penahanan dan interogasi.
Keempat, Permasalahan hasil pengolahan data informasi dan penggunaan
diperuntukan untuk kebutuhan keputusan politik.Keputusan politik justru
memasukkan intelijen yang berpihak kepada partai politik walaupun ditujukan
kepada Presiden dan Kementerian/Lembaga terkait.Prinsip Single Client terkesan
melanggengkan dan memperkuat posisi kekuasaan.Keputusan politik disarankan
diganti keputusan negara atau pemerintah tanpa memandang kekuasaan berasal
dari partai politik mana sehingga loyalitas intelijen terhadap keamanan negara
dengan melaksanakan fungsi keadilan antara hak dan kewajiban negara,
masyarakat dan individu sehingga benar-benar terjadi penghormatan terhadap
hak-hak asasi manusia.
Kelima, Permasalahan Intelijen Pertahanan. Kerancuan Intelijen Stratejik
yang dijalankan oleh TNI tidak sepenuhnya dilaporkan ke Kementerian
Pertahanan selaku pengguna berdampak early warning terhadap Presiden tidak
maksimal.Perlu dibuat aktor-aktor intelijen atase pertahanan dan atase TNI
42
dengan fungsi-fungsi yang berbeda.Jabatan Presiden dan Mentri adalah jabatan
politik tentunya tidak diperkenankan penggunaan dan pengerahan aktor-aktor
intelijen untuk kepentingan politik.Perlu badan pengawas dalam pelaksanaan
fungsi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.
b. Harmonisasi kelembagaan kesejahteraan di wilayah perbatasan.
Harmonisasi kelembagaan kesejahteraan dalam pelaksanaan pembangunan
nasional di daerah harus seimbang dengan lembaga keamanan dan keselamatan
diantaranya:
Pertama, Harmonisasi kelembagaan keamanan yang terdiri dari TNI dan
Polri dengan kelembagaan kesejahteraan BNPP dan Pemda (Bappeda) selaku
pelaksana pembangunan perbatasan tentunya harus satu kata memperjuangkan
keberhasilan pembangunan nasional di daerah.
Kedua, Harmonisasi kelembagaan keamanan, kesejahteraan dan
keselamatan dalam hal: (a) penentuan wilayah pemberdayaan pertahanan (b)
penentuan wilayah yurisdiksi hukum, (c) penentuan wilayah administrasi
pemerintah, (d) penentuan peta bantuan pertolongan dan kecelakaan.
c. Harmonisasi kelembagaan keselamatan di wilayah perbatasan
Harmonisasi kelembagaan keselamatan Basarnas dan BNPB dengan TNI,
Polri dan Pemda dalam koordinasi dan kerjasama pertolongan terhadap bencana
dan kecelakaan diantaranya:
Pertama, Harmonisasi komando dan pengendalian Banmil dan Banpol
dengan Basarnas dan BNPB dipegang Pemda, bukan dikendalikan Basarnas dan
BNPB.Karena Bantuan tersebut untuk Pemda.
Kedua, Harmonisasi masalah administrasi seperti Makan, Pemeliharaan
Alat, sarana dan prasarana, dukungan Minyak dalam pelaksanaan bantuan TNI
dan Polri. Perlu dibuat MoU perjanjian dukungan tersebut jika dana kontijensi
pemda tidak tersedia.
43
C. Kultural.
1. Konstruksi budaya adat dengan pendekatan sistemik wilayah
perbatasan.
Konstruksi budaya adat yang taat hukum dengan pendekatan sistemik
wilayah perbatasan dengan keseimbangan pendekatan keamanan, kesejahteraan
dan keselamatan dengan tolak ukur Ubi Societas ibi ius, pencapaian Tujuan
nasional dengan ikatan nilai-nilai pancasila dan peningkatan kearifan lokal.
2. Konstruksi Pemilihan Pemimpin nasional yang berkarakter bangsa.
Konstruksi pemilihan pemimpin nasional yang berkarakter bangsa harus
memiliki empat kriteria yaitu:
Pertama, mutlak terlebih dahulu harus memiliki dan menguasai
kepemimpinan terdiri dari karakter, kompetensi, pengalaman dan keteladanan.
Kedua, pemimpin nasional harus menjadi negarawan, artinya harus fokus
pada kepentingan nasional dan upaya pencapaian tujuan nasional.
Ketiga, pemimpin nasional harus menghayati masalah keindonesiaan
secara utuh, meliputi ciri geografi, demografi dan kultural serta konsep
kebangsaan, kerakyatan dan kenegaraan sesuai pancasila.
Keempat, pemimpin nasional harus memiliki wawasan tentang dinamika
perkembangan regional maupun global sehingga mampu mengatasi masalah
dalam percaturan geopolitik, geoekonomi dan geostrategic yang melahirkan
kebijakan yang strategis visioner dalam rangka melindungi kepentingan nasional
dan mewujudkan tujuan nasional.
3. Konstruksi Fungsi-fungsi Negara dan Pemerintah di wilayah
perbatasan dalam rangka peningkatan ketahanan nasional
a. Konstruksi keseimbangan tugas pokok alat negara yang
melaksanakan fungsi negara.
Pemilihan pemimpin alat negara (TNI dan Polri), eksekutif, legislatif dan
yudigatif yang berbakat dan mempunyai kemampuan yang terlatih,
berpengetahuan dan berpengalaman harus ditempatkan pada jabatan yang tepat.
Begitu juga aktor-aktor negara dengan perubahan ancaman kedaulatan,
44
kesejahteraan dan kehidupan nasional memaksa memilih pemimpin yang
mempunyai multi skill, visi dan misi mempunyai tujuan dan sasaran serta
berkarakter kebangsaan yang berdasarkan pancasila dan UUD NRI 1945 secara
murni dan konsekwen. Pemimpin-pemimpin tersebut harus diberikan fungsi-
fungsi negara yang seimbang.
Pelaksana fungsi negara oleh alat negara
Fungsi
Negara
TNI POLRI Pemerintah Kehakiman
Pertahanan XV
Keamanan X V
Pengaturan XV XV
Ketertiban XV
Kesejahteraan XV
Keadilan XV XV
V = saat ini
X = Konstruksi keseimbangan
Catatan: Masing-masing Institusi/lembaga menjalankan dua fungsi, keadaan
akan terganggu jika ada yang sedikit dan ada yang lebih. Fungsi TNI era
Soeharto Dwi Fungsi ABRI kenyataannya enam fungsi tersebut dijalankan
semua sebagai institusi yang super body sehingga melanggengkan kekuasaan
dan terjadi penyelewengan UUD NRI 1945.
b. Konstruksi keseimbangan pemilihan pemimpin nasional dan daerah
dalam melaksanakan fungsi pemerintah
Konstruksi keseimbangan pemilihan pemimpin nasional dan daerah dalam
melaksanakan fungsi-fungsi pemerintah yang duduk dalam birokrasi pemerintah.
Kondisi birokrasi pemerintah saat ini yang kurang efektif dan pandangan ke depan
dalam memilih pimpinan nasional dan daerah yang mewakili tugas-tugas
pemerintahan sebagai berikut:
45
Birokrasi
Pemerintah
Kurang Effektif Pandangan ke Depan
Hierarki Kurang bisa mengatasi kompleksitas Pemimpin yang mempunyai visi
dan misi, Team Work, Koordinasi
Lateral dan Informal Network.
Spesialisasi
menurut fungsi
Kurang menumbuhkan komunikasi
dan koordinasi antar sejawat
Pemimpin yang multiskill dan
jejaring organisasi.
Peraturan yang
seragam
Masih membutuhkan peraturan
tambahan yang berbeda
Kebebasan lembaga dan
masyarakat
Prosedur Standar Respon terhadap perubahan lambat,
kurang bisa menghadapi
kompleksitas dan kurang mendorong
interkoneksi
Self-Direction dan Self-
Management. Tuntutan pasar dan
etika masyarakat.
Karir berjenjang Pemimpin sedikit dan pekerja yang
banyak. Banyak pekerja yang
berpendidikan mengharapkan
promosi sehingga tidak cukup ruang
untuk pengembangan
Karir berdasarkan kompetensi.
Upah/Gaji sesuai kemampuan.
Hubungan
Impersonal
Hubungan hanya didasarkan pada
hubungan pekerjaan.
Hubungan antar personal yang kuat
dan menyeluruh. Dorongan yang
kuat terhadap hasil.
Koordinasi dari
atas
Pekerja yang berpendidikan merasa
sudah siap untuk Self-Management.
Self-Managing Teams. Komunikasi
dan kolaborasi lateral.
Berdasarkan Tabel diatas telah terjadi pergeseran paradigma pemilihan
pemimpin yang awalnya pekerjaan individual berdasarkan hierarki menjadi
pekerjaan menjadi Team work, yang mempunyai visi dan misi. Pemimpin yang
awalnya hanya melaksanakan spesialisasi fungsi-fungsi pemerintah dengan single
skill menjadi pemimpin pekerjaannya berdasarkan proyek dengan multiskil dan
mengerti organisasi.Pemimpin yang awalnya tugas berdasarkan prosedur standar
berubah menjadi tugas-tugas yang inovatif sesuai tuntuan pasar dan etika
masyarakat.Pemimpin yang awalnya diatur dengan karir yang berjenjang berubah
menjadi pola kompetensi bersaing berdasarkan kemampuan
pengetahuan.Pemimpin yang awalnya kekuasaannya berdasarkan pekerjaan untuk
dilayani berubah menjadi pemimpin yang melayani.
G. Penutup
1. Simpulan.
Simpulan dari naskah akademis ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Sistem hukum keamanan saat ini belum mampu menanggulangi ancaman
kedaulatan, kesejahteraan dan kehidupan nasional dikarenakan terdapat kendala-
kendala kelembagaan, peraturan perundang-undangan dan kultur masyarakat,
46
yang berisi kendala-kendala Substansi, struktur dan kultur dalam sistem hukum
keamanan saat ini, yaitu:
Pertama, Wilayah lepas dapat timbul dari ancaman global mulai tekanan
peraturan, organisasi dan kebiasaan internasional diakibatkan karena pengaruh
asing.
Kedua, Ancaman kedaulatan dapat menimbulkan wilayah lepas karena hilang
secara phisik atau direbut oleh asing.
Ketiga, Ancaman kesejahteraan nasional jika pembangunan nasional tidak
berjalan baik, tingkat kemiskinan tinggi dan pemimpin daerah tidak terwakili
menyebabkan melunturnya ketahanan nasional dengan terlihat masyarakat tidak
patuh hukum dan kearifan lokal meluntur berakibat wilayah lepas karena negara
membiarkan kondisi terpuruk berlarut-larut dan wilayah tidak dikelola dengan
berlanjut.
Keempat, Ancaman kehidupan nasional dengan tidak adanya jaminan keamanan
di Laut Timor, Selat Malaka dan Blok Ambalat oleh negara maka Asing akan
mengamankan wilayah tersebut yang berdampak wilayah dapat lepas karena
direbut asing.
b. Sistem hukum keamanan nasional menurut UUD NRI 1945 dan Peraturan
perundang-undangan saat ini ditemukan kelemahan diantaranya:
Pertama, Kelemahan pasal-pasal UUD NRI 1945 terutama pasal 18, 25A,
30 dan 33; dan UU Sektoral yang belum terjadi sinkronisasi peraturan, belum ada
hormonisasi kelembagaan dan kultur pancasila ditinggalkan berpeluang wilayah
lepas karena tidak dikelola oleh negara dan direbut asing.
Kedua, Kelemahan menetapkan Sistem Keamanan saat ini
(Sishankamrata) yang belum mensinkronkan UU Sektoral untuk mengatur
kelembagaan dan kultur masyarakat dalam ikatan Pancasila dan UUD NRI 1945
untuk mencapai tujuan nasional berpeluang wilayah hilang secara phisik, wilayah
lepas karena tidak diamankan, dijaga dan dipetahankan sehingga direbut asing.
Ketiga, Kelemahan memilih pimpinan dan ketidak-seimbangan fungsi
negara dalam mencapai tujuan nasional menciptkan kultur yang tidak patuh
hukum nasional sehingga beralasan wilayah lepas karena tidak dikelola oleh
negara, hilang secara phisik dan direbut asing.
47
c. Konstruksi ideal sistem hukum nasional di wilayah perbatasan:
Pertama, konstruksi peraturan perundang-undangan yang mengatur
keamanan kedaulatan, kesejahteraan dan kehidupan nasional agar wilayah tidak
lepas dengan alasan: a) wilayah harus sering dikontrol, dipelihara, dan dibangun
supaya tidak hilang secara phisik. b) Masyarakat harus diikat dengan kesepakatan
pancasila dan dipenuhi kesejahteraannya supaya tidak dipengaruhi asing. c)
wilayah harus dapat diamankan supaya tidak direbut asing. d) wilayah harus
dihitung jumlahnya, dijaga dan diperbaiki (reklamasi) supaya tidak hilang secara
phisik.
Kedua, konstruksi peraturan perundang-undangan yang berdasarkan nilai-
nilai pancasila dengan tujuan agar pimpinan peduli terhadap pembangunan
nasional di perbatasan untuk kesejahteraan masyarakat supaya tidak dipengaruhi
asing.
Ketiga, kontruksi peraturan perundang-undangan yang mengatur
keseimbangan kekuasaan negara dalam peningkatan ketahanan nasional dengan
tujuan agar kekuasaan negara melaksanakan prioritas program peningkatan
ketahanan nasional terhadap kultur masyarakat agar patuh hukum supaya tidak
terpengaruh asing.
Keempat, sinkronisasi sistem hukum keamanan nasional, kesejahteraan
nasional dan keselamatan bangsa dengan tujuan agar fungsi kelembagaan
keamanan, kesejahteraan dan keselamatan dapat memberi rasa aman, sejahtera
dan perlindungan masyarakat perbatasan supaya tidak terpengaruh asing.
2. Rekomendasi
a. Amandemen UUD NRI 1945pasal 18, 25A, 30 dan 33. Pembentukan UU
keamanan nasional dan sinkronisasi sistem hukum keamanan saat ini dan revisi
UU sektoral yang berdasarkan nilai-nilai pancasila serta melaksanakan UUD NRI
1945 secara murni dan konsekwen dalam keseimbangan keamanan, kesejahteraan
dan kehidupan nasional dalam rangka peningkatan ketahanan nasional agar tidak
mudah dipengaruhi asing.
b. Harmonisasi aktor-aktor kelembagaan keamanan, kesejahteraan dan
keselamatan bangsa dengan membentuk Badan Keamanan Nasional (Nasional
48
Security Council) dan Badan Keamanan Perbatasan agar dapat mengamankan,
menjaga, memelihara dan membangun serta mempertahankan wilayah secara
integral dan komprehensif supaya tidak lepas.
c. Mengaktifkan kearifan lokal, memilih pemimpin nasional/daerah yang
berkarakter kebangsaan dan membagi fungsi negara dan pemerintah secara
seimbang dengan nilai-nilai pancasila sebagai perekat masyarakat perbatasan
dengan pendekatan sistemik wilayah perbatasan agar tercapai tujuan nasional dan
tidak mudah terpengaruh asing.
Rekomendasi diatas dirasakan perlu perubahan masa depan diantaranya
memilih dan menunjuk pemimpin keterwakilan daerah yang ditetapkan undang-
undang sehingga dapat mempengaruhi masyarakat perbatasan yang cinta tanah
air, bangsa dan negara untuk peningkatan ketahanan nasional. Kesalahan memilih
pemimpin berdampak kegagalan pembangunan, berarti kegagalan pemerintah
dalam mencapai tujuan nasional.Akibat kesalahan-kesalahan ini Indonesia
berpeluang disintegrasi bangsa maka sistem hukum keamanan saat ini harus
dirubah yang baru menyesuaikan perubahan lingkungan strategis global, regional,
dan nasional.