bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/46253/2/bab i.pdf · 1 bab i pendahuluan a....
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kegiatan sehari - hari, uang selalu saja dibutuhkan untuk
membeli atau membayar berbagai keperluan. Dan yang menjadi masalah
terkadang kebutuhan yang ingin dibeli tidak dapat dicukupi dengan uang
yang dimiliki. Kalau sudah demikian, mau tidak mau kita mengurangi untuk
membeli berbagai keperluan yang dianggap tidak penting, namun untuk
keperluan yang sangat penting terpaksa harus dipenuhi dengan berbagai
cara seperti meminjam dari berbagai sumber dana yang ada.1
Gadai bukanlah hal yang asing dalam masyarakat, tetapi merupakan
istilah yang sangat populer, baik dikalangan masyarakat perkotaan maupun
perdesaan. Terjadinya hubungan penggadaian pada hakekatnya timbul sejak
manusia tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya dan tidak dapat secara
langsung menukar barang atau jasa yang dibutuhkannya dengan barang, jasa
atau alat penukar yang dimilikinya. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh
seorang kreditur atas suatu barang bergerak yang bertumbuh maupun tidak
bertumbuh yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas
namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang akan memberikan
kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang
1Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011), hlm. 261.
-
2
tersebut lebih dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-
biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan
untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.2
Disamping itu berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
sebagaimana di ubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998
selanjutnya di sebut Undang-undang Perbankan, perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional
kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Pemberian kredit
membantu masyarakat semakin berkembang khususnya pada sektor riil
yang diusahakan oleh pengusaha kecil, dan akan menciptakan kesempatan
kerja bagi masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat akan meningkat.3
Gadai digunakan untuk mengatasi hambatan kekurangan modal
untuk kegiatan usahanya. Pelaku usaha kecil dengan karakterisknya yang
sedikit menyulitkan itu, karena sangat memerlukan dana untuk
pengembangan usahanya sehingga menyetujui apa yang diperjanjikan
dalam perjanjian gadai menerima saja syarat-syarat yang diberikan oleh
pihak PT Pegadaian walaupun hal itu sangat memberatkan, karena jika dak
demikian pelaku usaha kecil tidak akan mendapatkan pinjaman. 4 Disini PT
2 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Fakultas Hukum Undip, Semarang,
2003, hlm. 13 3 Jurnal Bina Mulia Hukum, Volume 1, Nomor 1, September 2016 [ISSN 2528-7273]
Arkel diterima 04 April 2016, arkel direvisi 27 Mei 2016, arkel diterbitkan 02 September 2016
4 Ibid
-
3
Pegadaian menerapkan perkreditan karena di dalam PT Pegadaian cara
mengangsur pembayarannya dengan cara dikredit atau diangsur.
Pegadaian sebagai suatu lembaga keuangan yang menangani usaha
jasa gadai yang dibutuhkan oleh masyarakat,terutama masyarakat pedesaan.
Disamping proses pencairan dana yangterbilang mudah dan
cepat,pegadaian juga tidak meminta yang menyulitkan dalam memberikan
dana. Cukup dengan membawa barang jaminan yang bernilai ekonomis,
masyarakat sudah bias mendapatkan dana untuk kebutuhannya baik
produktif maupun konsumtif.5
PT Pegadaian adalah salah satu lembaga pemerintah yang bergerak
dibidang jasa penyaluran pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum
gadai, dengan jaminan barang bergerak. Sebagai lembaga jasa keuangan
(kredit) yang merupakan per unit dari aurat nadi perekonomian.6 Kinerja
Pegadaian dalam melakukan gadai cukup terbilang praktis dan mudah
dimengerti oleh masyarakat. Untuk melakukan transaksi gadai tersebut
seseorang cukup membawa barang yang bernilai ekonomis untuk dijadikan
sebagai jaminan dengan tujuan mendapatkan pinjaman sesuai dengan nilai
taksiran barang yang dijaminkan. Barang yang dijaminkan dapat berbentuk
apa saja asalkan berupa benda bergerak dan bernilai ekonomis. Disamping
5 Mohammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta : PT
Salemba Emban Patria 2002) , cet Ke-1, hal 114
6 Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syari’ah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. ke- 1 hal. 14.
-
4
itu, pemohon juga perlu menyerahkan surat atau bukti kepemilikan dan
identitas diri.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 5 ayat 2 menjelaskan
bahwa Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjelaskan
Undang-Undang sebagaimana semestinya. Pegadaian sebagai Badan Usaha
Milik Negara yang mempunyai tugas dan wewenangan untuk
menyelenggarakan kegiatan usaha yang menyalurkan uang pinjaman atas
dasar hukum gadai (KUH Perdata Pasal 1150-1160, Pandhuise No. 81/ 1982
dan PP 10 Tahun 1990) dengan sifat yang khas yaitu menyediakan
pelayanan bagi pemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan
berdasarkan prinsip pengelolaan bisnis. Pegadaian dengan motto
“Mengatasi Masalah Tanpa Masalah” diharapkan mampu mengatasi
kesulitan masyarakat dalam hal kredit dalam waktu yang relatif singkat.
Pegadaian dengan bekal semangat kerja keras dan memiliki elemen kunci
sukses bagi perusahaan jasa gadai yaitu banyaknya outlet yang tersebar di
seluruh Indonesia dengan di dukung sumber daya manusia yang berdikasi
tinggi, kondisi ini menjanjikan perusahaan mencapai visi yang diharapkan
menjadi perusahaan yang modern, dinamis dan inovatif.7
Perjanjian yang di terapkan pada PT Pegadaianya yaitu klausula
baku, yang dimana klausula baku diatur di dalam Undang-Undang Nomor
8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Undang-Undang
tersebut Pasal 1 Angka 10 disebutkan bahwa:
7 Frianto Pandi, Lembaga Keuangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. ke- 2 hal. 70.
-
5
“Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-
syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak
oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”8
Klausula Baku dapat diterapkan kecuali klausula tersebut
merupakan klausula yang dilarang berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang
Perlinduangan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 . Dalam Pasal 18 Undang-
undang Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa :
1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau
perjanjian apabila:
1) menyatakan pengallhan tanggung jawab pelaku usaha;
2) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen;
3) menyatakan bahwa pelaku usaha berhakmenolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasayang dibeli
oleh konsumen;
4) menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
balk secara iangsung maupun tidak langsung untuk melakukan
8 Undang-Undang Nomor8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
-
6
segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
oleh konsumen secara angsuran;
5) mengatur perihal pembuktian atas hllangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
6) memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual
bell jasa;
7) menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8) menyatakan bahwa konsumen memberi kuasakepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak
atau bentuknya suiitterlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas,
atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
3. Setlap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha
pada dbkumeh atau perjanjian yang memenuhi ketentuan
sebagaiman dimaksud padaayat(1) dan ayat(2) dinyatakan batal
demi hukum.
-
7
4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang
bertentangan dengan undang-undang inl.9
Dalam hal ini perjanjian yang diterapkan dalam pegadaian adalah
perjanjian baku yaitu perjanjian yang dibuat oleh sepihak, yang mana
seharusnya dalam perjanjian tersebut harus dibuat berdasarkan kesepakatan
oleh kedua belah pihak, karena berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, syarat
sahnya perjanjian, yaitu:10
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Melihat dari isi Pasal 1320 KUH Perdata tersebut, telah diketahui
bahwa sepakat merupakan salah satu syarat sah nya perjanjian, oleh karena
itu dalam suatu Perjanjian harus berdasarkan kesepakatan dari kedua belah
pihak tidak berdasarkan dari salah satu pihak. Sehingga dalam penerapan
perjanjian baku yang dibuat oleh Pegadaian harus menerapkan asas
keseimbangan. Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua
belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati.
Kreditur memiliki kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan
dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, tetapi kreditur
9 Undang-Undang Perlinduangan Konsumen Nomor 8 tahun 1999,Pasal 18
10Komariah, Hukum Perdata, Malang : Universitas Muhammadiyah Malang Press, 2002,
Hlm, 175-177
-
8
juga mempunyai beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan ikad
baik.11 Dalam artian asas keseimbangan itu adalah dimana konsumen dan
pelaku usaha mendapatkan keuntungan yang sama, dimana meskipun tidak
mendapatkan keuntungan yang sama tetapi tetap kedua belah pihak tetap
mendapatkan keuntungan. Tetapi dalam praktek di kehidupan seharai-hari,
asas keseimbangan tidak selalu diterapkan.
Asas keseimbangan di lapangan tidak pernah diterapkan dalam
perjanjian baku tersebut. Salah satu faktanya perjanjian tersebut dibuat oleh
Pegadaian sepihak tanpa kesepakatan dari pihak lain, kemudian yang
mengetahui isi perjanjian tersebut hanya pihak pegadaian saja, dan
terkadang nasabah yang ingin menggadaikan seringkali tidak mengetahui
isi perjanjian tersebut serta menyepelekan prosedur yang didalamnya
terdapat sebuah perjanjian.
Seringkali terdapat pelelangan barang gadai karena adanya
wanprestasi dari nasabah yang sudah jatuh tempo pembayaran, tetapi
banyak kasus yang terdapat di lingkungan kita kadang nasabah tidak
diberitahu kalau sudah jatuh tempo, dan pihak pegadaian langsung
melakukan pelelangan tanpa sepengetahuan nasabah yang bersangkutan.
Dalam hal ini jelas jika asas keseimbangan tidaklah di terapkan dalam
11Mulyati, Etty, Asas Keseimbangan Pada Perjanjian Kredit Perbankan Dengan Nasabah
Pelaku Usaha Kecil, Jurnal Bina Mulia Hukum, Volume 1, Nomor 1, September 2016 [ISSN 2528-
7273] Arkel diterima 04 April 2016, arkel direvisi 27 Mei 2016, arkel diterbitkan 02 September
2016 hal 39
-
9
perjanjian di pegadaian, karena hanya menguntungkan satu pihak saja.
Maka dari itu yang mendasari keinginan penulis untuk perlu mengkaji hal
tersebut secara lebih mendalam lagi yang mana dalam hal ini penulis
mengangkat judul “ANALISIS TERHADAP KLAUSULA BAKU
BERDASARKAN ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN
GADAI EMAS DI PEGADAIAN (STUDI DI PT. PEGADAIAN UNIT
PELAYANAN CABANG SENGKALING)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, muncul beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan perjanjian gadai emas dalam klausula baku di
Perseroan Terbatas (PT) Pegadaian
2. Apakah klausula baku dalam perjanjian gadai emas di Perseroan
Terbatas (PT) Pegadaian sudah sesuai asas keseimbangan dalam
perjanjian ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penerapan perjanjian gadai emas dalam klausula
baku di Perseroan Terbatas (PT) Pegadaian
2. Untuk mengetahui apakah klausula baku dalam perjanjian gadai emas
di Perseroan Terbatas (PT) Pegadaian sudah sesuai asas keseimbangan
dalam perjanjian.
D. Manfaat Penelitian
-
10
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis
maupun praktis, dalam hal ini pemerintah selaku penentu kebijakan dan
pelaksana aturan hukum
1. Segi Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya pada PT
Pegadaian.
2. Segi Praktis
Konsumen dapat mendapatkan perlindungan hukum yang jelas.
E. Kegunaan Penelitian
1. Masyarakat
Agar masyarakat lebih memperhatikan lagi terkait dengan prosedur di
dalam isi perjanjian, mendapatkan hak dan keuntungan yang sama.
2. Pelaku usaha
Menerapkan asas keseimbangan dalam suatu perjanjian baku dan
menggunakan asas iktikad baik sehingga tidak merugikan yang
menngunakan gadai.
F. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu. Kecuali itu, maka
diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut,
untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-
-
11
permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan. Metode
penelitian yang digunakan penulis adalah:
1. Jenis Penelitian
Penelitian termasuk penelitian lapangan (field research), penelitian
yang dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi yang
diperoleh langsung dari tempat penelitian ini dilakukan dengan cara
berinteraksi dengan pihak yang ada didalam PT. Pegadaian Lowokwaru.
Melalui penelitian ini peneliti memastikan, memperluas dan menggali
atau mendapatkan data secara langsung dari lapangan terhadap obyek
yang diteliti, baik data primer sebagai data utama serta data sekunder
sebagai data pendukung atau pelengkap12
2. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
sosiologis yaitu unsur pendekatan ilmu hukum dan ilmu sosiologis yang
ditempuh melalui penelitian yang sistematis dan terkontrol. Pendekatan
sosiologis digunakan untuk mengkaji berlakunya aturan hukum yang
tertuang dalam peraturan perundang-undangan ketika diterapkan
dimasyarakat atau melihat realita yang terjadi dimasyarakat.
3. Lokasi Penelitian
12Bambang Waluyo , Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 1996, hal.
6
-
12
Penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Kota Malang tepatnya di
Kecamatan Lowokwaru, karena PT Pegadaian (Persero) CP Lowokwaru
melakukan gadai emas.
4. Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi
mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua,
yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud
khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya.
Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber
pertama atau tempat objek penelitian dilakukan. Data primer di
dapatkan dengan melakukan wawanvara langsung kepada
informan yang berada di lokasi penelitian yaitu PT. Pegadaian,
dan nasabah pegadaian.
b. Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud
selain menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini
dapat ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang
menjadi sumber data sekunder adalah literatur,buku, artikel,
jurnal, Undang-Undang, data-data lain dan serta situs di internet
yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.13 Data ini
penguat data primer.
13 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2009, Cet. Ke 8, h. 137
-
13
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode yang dipergunakan dalam melakukan pengumpulan
data adalah:
a. Wawancara
Wawancara yaitu pola khusus dalam bentuk interaksi dimana
pewawancara mengajukan pertanyaan seputar masalah penelitian
kepada kedua pihak atau melakukan tanya jawab langsung dengan
pihak PT Pegadaian di Lowokwaru.
b. Studi Dokumen
Mengkaji, menelaah dan menganalisis berbagai literatur yang
berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti.
6. Analisa Data
Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis deskriptif kualitif. Metode deskriptif kualilatif adalah
suatu analisa dengan cara pengumpulan data dan informasi yang
diperoleh dari data primer sekunder secara jelas, sehingga nantinya
dapat ditarik suatu kesimpulan dari berbagai masalah yang ada.
14Berdasarkan data tersebut penulis dapat mendiskripsikan Penerapan
Klausula Baku berdasarkan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian
Gadai Emas Di PT Pegadaian (Persero) UPC Sengkaling.
14 Sudkno Mertokusumo, 2004, Penemuan Hukum Seabagai Sebuah Pengantar, Penerbit
Andi, Yogyakarta, hlm. 37.
-
14
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari 4 (empat) BAB yang tersusun
secara berurutan, mulai dari BAB I hingga BAB IV, secara garis besar
dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang, alasan – alasan, dan
faktor yang mendorong dilakukannya penelitian berdasarkan
permasalahan yang tertera dalam rumusan masalah, yang meliputi
pertanyaan mengenai suatu masalah dan menjadi dasar pemilihan judul
penelitian. Tujuan penulisan, berisikn pernyataan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini. Manfaat penulisan hukum, merupakan kegunaan
secara praktis dan teoritis, serta metode penulisan hukum, memuat uraian
mengenai metode yang digunakan dalam penelitian serta juga sistematika
penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan mengenai tinjauan pustaka yang meliputi
deskripsi dan uraian mengenai bahan – bahan teori, doktrin, atau pendapat
sarjana dan kajian yuridis berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,
terkait dengan permasalahan yang akan dijadikan suatu penulisan hukum.
Dalam bab II ini terdapat beberapa penjelasan tentang, Perjanjian, Gadai,
Klausula Baku, Asas Keseimbangan.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
-
15
Di dalam bab ini, menjelaskan dan memaparkan bahan hukum
hasil penulisan hukum serta analisa bahan hukum penulisan yang berkaitan
dengan masalah berdasarkan pada teori dan kajian pustaka dengan judul
Analisis Terhadap Klausula Baku dalam Perjanjian Gadai Emas
Berdasarkan Asas Keseimbangan di PT Pegadaian (Persero) UPC
Sengkaling.
BAB IV : PENUTUP
Bab terakhir ini berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil
penulisan hukum pada Bab III, serta berisi tentang saran – saran sebagai
rekomendasi terhadap pihak – pihak yang berkepentingan. Kemudian
setelah penutup selesai dilanjutkan dengan daftar pustaka yang dijadikan
sumber rujukan penulisan hukum.