bab i pendahuluan a. latar...

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintahan Daerah mempunyai kewenangan untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat, termasuk dalam pembuatan Produk hukum, yaitu Peraturan Daerah. Pemerintahan Daerah yang dimaksud adalah Pemerintah Kabupaten dan DPRD yang bersinergi dalam pembuatan peraturan daerah. Dalam hal ini DPRD merupakan lembaga yang mempunyai tiga fungsi pokok yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, sedangkan Pemerintah Daerah (eksekutif) mempunyai kewenangan untuk mengajukan rancangan Peraturan Daerah (Selanjutnya disebut Ranperda) serta merupakan lembaga yang menjalankan Peraturan Daerah (Selanjutnya disebut Perda) yang sudah ditetapkan. Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD seyogyanya merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini dapat dicerminkan dalam membuat kebijakan daerah berupa peraturan daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah

Upload: ngodien

Post on 07-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Pemerintahan Daerah mempunyai kewenangan untuk

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. Otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas luasnya dalam

arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat, termasuk dalam

pembuatan Produk hukum, yaitu Peraturan Daerah. Pemerintahan Daerah yang

dimaksud adalah Pemerintah Kabupaten dan DPRD yang bersinergi dalam

pembuatan peraturan daerah. Dalam hal ini DPRD merupakan lembaga yang

mempunyai tiga fungsi pokok yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan,

sedangkan Pemerintah Daerah (eksekutif) mempunyai kewenangan untuk

mengajukan rancangan Peraturan Daerah (Selanjutnya disebut Ranperda) serta

merupakan lembaga yang menjalankan Peraturan Daerah (Selanjutnya disebut

Perda) yang sudah ditetapkan. Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD

seyogyanya merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat

kemitraan.

Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan

daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling

membawahi. Hal ini dapat dicerminkan dalam membuat kebijakan daerah berupa

peraturan daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah

2

Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan

daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing

sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya

saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam

melaksanakan fungsi masing-masing.

Implementasi amanat UUD 1945 telah ditindak lanjuti dengan melakukan

reformasi kelembagaan negara, termasuk didalamnya reformasi kelembagaan

DPRD. Reformasi kelembagaan DPRD dapat dilihat pada penataan DPRD yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Susunan dan

Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Substansi

undang-undang tersebut yaitu bagaimana kedudukan, struktur, dan kewenangan

serta tugas lembaga negara pasca amandemen. Tampak jelas perubahan

khususnya pada lembaga DPRD yang memiliki kewenangan lebih luas. Hal ini

tercermin dalam struktur kelembagaan DPRD, yang didalamnya semakin

meneguhkan adanya alat kelengkapan yang secara khusus menangani fungsi

legislasi yakni Badan Legislasi Daerah. Kemudian pasca berlakunya Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Badan Legislasi

berubah nomenklatur menjadi Badan Pembentukan Peraturan Daerah (selanjutnya

disebut Bapemperda) dan ketika Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang

MD3 menyebut fungsi DPRD adalah fungsi legislasi, maka kemudian untuk

memperjelas perbedaan tersebut dapat dilihat dalam pasal 409 huruf d Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah yang mencabut dan

menyatakan tidak berlaku materi muatan UU MD3 yang khusus mengatur

3

mengenai DPRD, baik DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota yang

berarti mencabut pula pasal 316 ayat (1) dan 365 ayat (1) yang masih menyebut

fungsi DPRD adalah fungsi legislasi. Pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 Tentang Pemerintahan Daerah fungsi DPRD benar-benar menjadi fungsi

pembentukan perda dan bukan lagi fungsi legislasi. Bapemperda adalah alat

kelengkapan DPRD yang bersifat tetap secara kelembagaan dan dibentuk pada

saat rapat tatib tentang pembentukan alat kelengkapan DPRD. Peran Bapemperda

Daerah sebagai alat kelengkapan DPRD yaitu meliputi prakarsa pembuatan

peraturan daerah dan pembahasan rancangan peraturan daerah.

Berdasarkan Tata tertib DPRD Kabupaten Bondowoso terdapat 8 tugas

dan fungsi Bapemperda yaitu yang pertama adalah menyusun rancangan program

legislasi daerah yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan

daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD;

kemudian yang kedua adalah koordinasi untuk penyusunan program legislasi

daerah antara DPRD dan Pemerintah Daerah; yang ketiga adalah menyiapkan

rancangan peraturan daerah usul DPRD berdasarkan program prioritas program

yang telah ditetapkan; yang keempat adalah melakukan pengharmonisasian,

pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan

anggota, komisi dan/atau gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah

tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD; yang kelima adalah memberikan

pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh oleh

anggota, komisi dan/atau gabungan komisi, diluar prioritas rancangan peraturan

daerah tahun berjalan atau di luar rancangan peraturan daerah yang terdaftar

dalam program legislasi daerah; yang keenam adalah mengikuti perkembangan

4

dan melakukan evalusi terhadap pembahasan materi muatan rancangan peraturan

daerah melalui koordinasi dengan komisi dan/ atau atau panitia khusus; yang

ketujuh adalah memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas rancangan

peraturan daerah yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah dan yang kedelapan

adalah membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD baik yang

sudah maupun belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh

komisi pada masa keanggotaan berikutnya.1

Kemudian dalam rangka meningkatkan keseragaman dalam penyusunan

peraturan peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat hingga tingkat

daerah, dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan diatur ketentuan mengenai teknik penyusunan

peraturan perundang-undangan. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas

perancangan peraturan perundang-undangan perlu pula mendukung hal yang

terkait dengan tenaga perancang peraturan perundang-undangan sebagai tenaga

fungsional yang mempunyai tugas menyiapkan , mengolah, dan merumuskan

rancangan peraturan perundang-undangan dan instrument hukum lainnya. Dalam

meningkatkan kualitas peraturan daerah dapat dinilai dari senitivitas perda

tersebut terhadap kebutuhan masyarakat daerah.

Oleh karena itu dalam merealisasikan konsep peraturan perundang-

undangan yang terencana, terpadu, dan sistematis maka dibutuhkan sebuah sebuah

sistem yang mampu mewadahi tujuan tersebut, yaitu melalui Program

Pembentukan Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Properda). Di dalam

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

1 Tata Tertib DPRD Bondowoso Bagian Kelima tentang Badan Legislasi Daerah pasal 63.

5

Perundang-undangan, pengaturan mengenai penyusunan Properda telah diuraikan

secara lebih jelas dan memperkuat posisi DPRD sebagai pemegang kekuasaan

membentuk Peraturan Daerah. Properda (Properda) adalah instrumen perencanaan

Properda Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara

terencana, terpadu, dan sistematis.2 Dasar hukum Properda tercantum dalam pasal

39 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, substansinya adalah perencanaaan

penyusunan Perda Kabupaten/Kota mempunyai sinergitas dengan Properda

Provinsi, artinya Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan tidak boleh

bertentangan dengan Peraturan daerah Provinsi.

Banyaknya perda yang dibatalkan karena bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, tumpang tindih dengan peraturan

perundang-undangan yang sejajar dan inkonsistensi merupakan bukti kurangnya

perencanaan kebutuhan hukum di daerah. Undang - Undang Nomor 12 Tahun

2011 memberikan arah, agar visi penyusunan Properda tidak sekedar menjadi

daftar keinginan pembentukan peraturan daerah dari pemerintah daerah dan

DPRD, akan tetapi penyusunan peraturan daerah harus sinergis dengan sistem

hukum nasional, rencana pembangunan daerah, dan merupakan solusi atas

kebutuhan hukum masyarakat yang didukung dengan penelitian, pengkajian

dituangkan dalam naskah akademik. Selain itu hal tersebut juga menjadi salah

satu sarana untuk meningkatkan produk hukum baik dari aspek kuantitas maupun

kualitas dengan arah hukum yang dikehendaki dalam kurun waktu tertentu.

Peraturan Daerah yang hendak dibentuk dan berapa jumlahnya sudah tergambar

dalam daftar Properda. DPRD melalui Bapemperda sebagai koordinator

2 Ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan.

6

penyusunan dan penetapan Properda Kabupaten/Kota, telah menetapkan Properda

Kabupaten /Kota untuk satu masa keanggotaan yang kemudian disusun menjadi

Properda prioritas yang berisi jumlah program rancangan peraturan daerah yang

akan dibahas dan ditetapkan tiap 1 tahun anggaran kemudian hal tersebut

didukung dengan dikeluarkannya pedoman mekanisme penyusunan properda oleh

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Tahun 2012.

Dengan adanya Properda maka diharapkan pembuatan peraturan daerah

mampu bersinergi dengan produk hukum diatasnya sesuai dengan kedudukan dan

kekuatan hukum suatu produk hukum itu sendiri sesuai dengan salah satu asas

hukum di Indonesia Lex Superiori Derogat Lege Inpriori, artinya peraturan yang

lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah.3

Properda sangat menentukan bagaimana kualitas perda yang dihasilkan

oleh daerah. Data yang dikeluarkan oleh Mendagri terkait dengan pembatalan

perda pada tahun 2013 yaitu sebanyak 107 perda dan Tahun 2014-2015 yaitu

sebanyak 139 perda.4 Hal tersebut terjadi dikarenakan Peraturan Daerah yang

ditetapkan bertentangan dengan peraturan diatasnya. Ketika perda tersebut

dibatalkan maka anggaran pembuatan perda akan terbuang sia-sia, perlu diketahui

bahwa untuk pembuatan sebuah perda dibutuhkan anggaran berkisar 250 - 300

juta rupiah5, jadi apabila perda yang dibatalkan semakin banyak maka otomatis

anggaran yang terbuang akan semakin banyak juga. Oleh karena itu dibutuhkan

suatu strategi agar proses pembentukan perda mampu berjalan lebih optimal dan

3 Hierarki Peraturan Perundang-undangan berdasarkan pada pasal 7 ayat 1 UU NO. 12 Tahun

2011.

4 Dikutip dari www.fshuinsgd.ac.id/2014/08/18/setiap-tahun-kemendagri-batalkan-ratusan-

perda/, diakses pada Rabu 11 November 2015, 20.35 WIB.

5 Dikutip dari http://pks-solo.or.id/news/7-legislatif/376-anggaran-perda-250-hingga-300-

juta.html diakses pada Rabu 11 November

7

sesuai dengan mekanisme yang ada. Strategi yang dimaksud yaitu bagaimana

bapemperda mampu menjalankan mekanisme pembentukan peraturan daerah

secara tepat, dan melakukan kiat-kiat khusus agar dari proses hingga penetapan

ranperda menjadi perda dapat lebih cepat tanpa harus menyalahi aturan yang

berlaku. Hal tersebut dikarenakan properda memegang peranan penting dalam

mewujudkan pembangunan hukum di daerah agar berjalan selaras dengan sistem

hukum nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),

otonomi daerah dan tugas pembantuan yang diemban oleh pemerintah daerah.

Selain itu Properda juga bermanfaat untuk mempercepat proses pembentukan

peraturan daerah dengan memfokuskan kegiatan penyusunan rancangan peraturan

daerah menurut skala prioritas yang ditetapkan.

Proses pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Bondowoso, mengacu

pada ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan khususnya ketentuan pasal 41, pasal 63 dan pasal

94, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Produk Hukum daerah, dan Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan

Properda yang dikeluarkan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)

Tahun 2012 yang telah melalui proses sinkronisasi dengan dua produk hukum

diatas (UU dan Permendagri) yang intinya tahapan pembentukan peraturan daerah

yaitu pertama adalah penyusunan Properda, penyusunan properda dilakukan

bersama oleh Bapemperda dan Pemerintah Daerah. Kemudian yang kedua adalah

Pembahasan Ranperda, ranperda dibahas terlebih dahulu di Badan Musyawarah,

untuk menentukan pembahasannya dilakukan di Komisi atau Pansus. Jika dibahas

di Pansus, berapa jumlah Pansus dan komposisi anggota Pansus yang harus

8

diusulkan oleh masing-masing fraksi kemudian menentukan jadwal yang dimulai

dari paripurna penetapan Pansus, dan jadwal pembahasan Ranperda baik tingkat I

maupun tingkat II. Dan yang ketiga adalah ketika terdapat Ranperda yang sifatnya

mendesak dan sebelumnya tidak tercantum dalam Properda, maka bisa dilakukan

proses pengajuan setelah disetujui bersama antara Bapemperda dan Bagian

Hukum.

Untuk di Bondowoso, jumlah ranperda yang ditetapkan dalam Properda

tahun 2014 adalah sebanyak 11 ranperda. Dari 11 Ranperda tersebut terdapat 4

ranperda yang berasal dari inisiatif DPRD dan 7 raperda berasal dari eksekutif.

Selain secara kualitas, Jumlah ranperda yang ditetapkan menjadi perda merupakan

salah satu indikator kinerja DPRD Bondowoso khususnya Bapemperda

(Bapemperda), dalam hal ini penulis akan menyajikan data terkait dengan

dinamika jumlah ranperda selama 5 tahun sebelumnya.

Grafik 1. Dinamika jumlah ranperda selama 5 tahun

20

12

109

11

0

5

10

15

20

2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah Ranperda

2010

2011

2012

2013

2014

9

Sumber: Sekretariat DPRD Kabupaten Bondowoso Tahun 2014 diolah

Dari grafik diatas maka dapat digambarkan jumlah ranperda yang

ditetapkan pada properda di tiap tahun anggaran mulai dari tahun 2010 hingga

2014. Untuk Tahun 2010 terdapat 20 ranperda yang ditetapkan dalam properda

dan hasil perda yang dapat disahkan 14 ranperda, tahun 2011 dari 12 ranperda

dapat disahkan 7 perda, tahun 2012 dari 10 ranperda dapat disahkan 7 perda,

tahun 2013 dari 9 ranperda dapat disahkan 5 perda, dan tahun 2014 11 ranperda.

Dari 11 perda yang ditetapkan tersebut merupakan hasil dari strategi yang

dilaksanakan oleh Bapemperda baik dari strategi umum maupun strategi khusus.

Perlu diketahui bahwa prioritas perda yang akan dibuat yaitu peraturan yang

terkait dengan desa, hal ini dikarenakan pada pertengahan tahum 2015 Kabupaten

Bondowoso akan melaksanakan pemilihan kepala desa (pilkades) secara serentak,

sehingga diperlukan dasar hukum yang jelas mengenai kebutuhan peraturan di

Bondowoso. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dijelaskan tentang strategi

yang telah dilaksanakan melalui data yang didapatkan dari observasi, wawancara

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2010 2011 2012 2013 2014

Perda

2010

2011

2012

2013

2014

10

maupun dokumentasi dilapangan, dalam penelitian ini yaitu Kantor DPRD

Kabupaten Bondowoso.

Jadi yang ingin dijelaskan dalam penelitian ini yaitu pertama tentang

Strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso

Tahun 2014, pada bagian ini diharapkan diperoleh data mengenai hasil kinerja

legislasi Bapemperda yang antara lain dalam hal jumlah Perda yang dibentuk,

kelengkapan naskah akademik didalam Perda dan jenis Perda yang dibentuk

dalam pelaksanaan fungsi legislasi sehingga peneliti akan mendapatkan gambaran

mengenai strategi yang digunakan. Dan kedua tentang permasalahan yang

dihadapi oleh Bapemperda terkait dengan pelaksanaan fungsi pembentukan

perdaturan daerah, bagian ini menggali permasalahan yang dihadapi oleh

Bapemperda dalam melaksanakan kewajiban terkait dengan Perda.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Strategi Bapemperda dalam Merealisasikan Properda Kabupaten

Bondowoso Tahun 2014?

2. Apa saja faktor penghambat yang dihadapi Bapemperda dalam merealisasikan

Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sejalan dengan perumusan masalah penelitian ini, maka tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui Strategi Bapemperda DPRD dalam Merealisasikan

Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014.

D. MANFAAT PENELITIAN

11

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi

perkembangan ilmu pemerintahan khususnya dalam rangka mengembangkan teori

– teori tentang mekanisme pembentukan produk hukum daerah yang kemudian

bersinergi dengan peraturan yang lebih tinggi dan hasil penelitian ini dapat

menjadi satu acuan bagi penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan

dengan Properda serta memperkaya kajian-kajian ilmu yang berkaitan dengan

mata kuliah yang ditempuh yaitu proses legislatif.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan masukan bagi

Bapemperda DPRD serta stakeholder terkait di Kabupaten Bondowoso dalam

upaya merealisasikan properda tahun 2014 dan periode berikutnya serta bagi

masyarakat untuk lebih memahami mekanisme serta peraturan daerah yang ada di

Kabupaten Bondowoso sehingga mampu lebih kritis dalam menanggapi masalah

yang terkait dengan Properda.

E. DEFINISI KONSEP DAN OPERASIONAL

1. Definisi Konsep

a) Strategi

Kata strategi berasal dari kata Strategos dalam bahasa Yunani merupakan

gabungan dari Stratos atau tentara dan ego atau pemimpin. Suatu strategi

mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada

dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.

12

Secara Umum Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin

puncak yang berfokus pada tujun jangka panjang organisasi, disertai penyusunan

suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.

Menurut Siagian, mengatakan bahwa strategi adalah serangkaian

keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncuk dan

diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalamrangkaian tujuan

organisasi tersebut. Sedangkan menurut Craig & Grant, mengatakan bahwa

strategi merupakan penetapan sasaran dan tujuan jangka panjang sebuah

perusahaan dan arah tindakan serta alokasi sumber daya diperlukan untuk

mencapai sasaran dan tujuan.6

Strategi menurut Glueck dan Jauch adalah rencana yang disatukan, luas

dan berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis perusahaan dengan

tantangan lingkungan, yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari

perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi.7 Strategi

adalah suatu rencana yang sifatnya serba komprehensif, bagaimana suatu

organisasi dapat mencapai misi dan objeknya serta mengusahakan sekecil

mungkin hambatan.8

Menurut Marrus (2002:31) strategi didefinisikan sebagai suatu proses

penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka

6Siagian (2004), mengatakan bahwa strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan

mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu

organisasi dalam rangkaian tujuan organisasi tersebut. Sedangkan Craig & Grant

(1996),mengatakan bahwa strategi merupakan penetapan sasaran dan tujuan jangka panjang

sebuah perusahaan dan arah tindakan serta alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai

sasaran dan tujuan http://ryanhadiwijayaa.wordpress.com/2012/09/30/definisi-strategi-menurut-

para-ahli/ diakses pada tanggal 17 November 2015.

7Glueck, William F, dalam tulisan Efendi Arianto, Manajemen Strategis dan Kebijakan

Perusahaan, Jakarta, Erlangga,1989, Hlm.12

8Ermaya Suradinata, Organisasi Manajemen Pemerintahan, Ramadan, Bandung, 1996,

hlm.148

13

panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar

tujuan tersebut dapat dicapai.

Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa penyusunan

strategi harus memperhatikan tujuan dan sasaran yang akan dicapai di waktu yang

akan datang, selain itu suatu organisasi harus senantiasa berinteraksi dengan

lingkungan dimana strategi tersebut akan dilaksanakan, sehingga strategi tersebut

tidak bertentangan melainkan searah dan sesuai dengan kondisi lingkungan dan

melihat kemampuan internal dan eksternal yang meliputi kekuatan dan kelemahan

organisasinya. Oleh karena itu, strategi merupakan perluasan misi guna

menjembatani organisasi dengan lingkungannya. Strategi itu sendiri biasanya

dikembangkan untuk mengatasi isu strategis, dimana strategi menjelaskan respon

organisasi terhadap pilihan kebijakan pokok. Strategi secara umum akan gagal,

pada saat organisasi tidak memiliki konsisten antara apa yang dikatakan, apa yang

di usahakan dan apa yang dilakukan.

b) Legislasi

Kata legislasi berasal dari Bahasa Inggris “Legislation” yang berarti (1)

perundang-undangan dan (2) pembuatan undang-undang. Sementara itu kata

“Legislation” berasal dari kata kerja “to Legislate” yang berarti mengatur atau

membuat Undang-Undang.9 Dengan demikian fungsi legislasi adalah fungsi

membuat undang-undang. Jimly Asshiddiqie dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum

Tata Negara” menyatakan bahwa fungsi legislasi menyangkut empat bentuk

kegiatan, yaitu, pertama, prakarsa pembuatan undang-undang (legislative

initiation); kedua, pembahasan rancangan undang-undang (law making process);

9 John M. Echols dan Hassan Shadily, 1997, Kamus Inggris-Indonesia, Cetakan ke-XXIV,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 353.

14

ketiga, persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (lawenactment

approval); dan empat, pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas

perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang

mengikat lainnya.10

c) Program Pembentukan Peraturan Daerah.

Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan dimana melalui

hal tersebut bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk

dioperasionalkan demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program

tersebut telah dimuat berbagai aspek yang harus dijalankan agar tujuan program

itu sendiri bisa tercapai.11

Program merupakan kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu untuk

mendapatkan hasil dan mencapai sasaran tertentu. Program dilengkapi dengan

target, sasaran dan output yang jelas dalam kurun waktu tertentu.

Program merupakan seperangkat aktivitas atau langkah-langkah yang

tersusun secara sistematis sebagai penjabaran dari strategi yang telah ditetapkan.

Jadi, Properda (Properda) adalah instrumen perencanaan pembentukan

peraturan daerah yang terencana, terpadu dan sistematis dan diatur dalam UU

No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.12 Pola

pikir penyusunan Properda (Properda) arahnya menuju kepada pembangunan

sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu serta terencana, yang

meliputi empat aspek pokok yaitu pembangunan materi hukum, aparat hukum,

sarana dan prasarana hukum, serat budaya hukum masyarakat dengan dilandasi

10 Jimly Asshiddiqie,2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Sekretariat Jenderal

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta,hlm. 34.

11 Jones,Charles, 1994, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta; PT.Raja Grafindo

12 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Tahun 2012

15

oleh cita-cita proklamasi dan konstitusi serta prinsip negara hukum yang

menjunjung tinggi supremasi hukum dan menjadikan hukum sebagai landasan

operasional dalam menjalankan sistem penyelenggaraan kehidupan bernegara,

berbangsa dan bermasyarakat.13

Pasca ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

pemerintahan Daerah, maka Program Legislasi Daerah berganti nomenklatur

menjadi Properda dan Badan legislasi berganti nomenklatur menjadi Bapemperda.

Semua ketentuan mengenai Program Legislasi dan badan legislasi yang sudah ada

sebelum UU Nomor 23 Tahun 2014 berlaku harus dibaca dan dimaknai sebagai

Program Pembentukan Perda dan Bapemperda.14

2. Definisi Operasional

1. Strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten

Bondowoso Tahun 2014.

1) Strategi Umum

a. Pelaksanaan Mekanisme Penyusunan Properda dan pelaksanaan

mekanisme pembahasan hingga penetapan perda.

Dalam menyusun sebuah ranperda, DPRD Kabupaten Bondowoso

memiliki 3 bagian, yakni dalam hal perda inisiatif DPRD dan Perda

usul dari eksekutif, serta perda yang diusulkan oleh eksekutif dan

legislatif secara bersamaan. Mekanisme tersebut diatur dalam Tata

Tertib DPRD.

2) Strategi Khusus

13 Yani, Ahmad. Pasang Surut Kinerja Legislasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. cetakan

ke-1. Hlm. 62

14 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pasal 403.

16

a. Struktur Tepat Waktu dalam Memenuhi Time Schedule.

b. Optimalisasi kunjungan kerja atau pun study banding

c. Peningkatan SDM Dewan melalui bimtek.

d. Penetapan Anggota Pansus Berdasarkan Kapasitas Yang Berkaitan

Dengan Bidang Yang Akan Diatur dalam Peraturan Daerah.

e. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi dalam penyusunan Naskah

Akademik.

2. Kendala yang dihadapi Bapemperda dalam merealisasikan Properda

Kabupaten Bondowoso Tahun 2014.

a. Kurangnya staf ahli yang kompeten.

b. Kualitas SDM Dewan yang rendah.

F. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian tentang strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda

Kabupaten Bondowoso tahun 2014 dengan menggunakan penelitian deskriptif

kualitatif. Dalam penelitian ini , peneliti akan menjelaskan mengenai strategi

Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014.

Selain itu peneliti akan menjelaskan faktor yang menjadi kendala dalam upaya

Bapemperda untuk merealisasikan Propreda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014.

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam peneliti status kelompok manusia,

suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa

pada masa sekarang.15 Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

15 Nazir, moh. 2003 metodologi penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Hlm 54.

17

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara penomena yang di selidiki. Penelitian

deskriptif mempelajari masalah dalam masyarakat, termasuk di dalam tata cara

yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, antara lain tentang

hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-

proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

2. Sumber Data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh sebagai hasil pengumpulan

sendiri, untuk kemudian disiarkan langsung.16 Data tersebut dapat berupa data

(catatan) penelitian dari hasil observasi dan data hasil wawancara dengan subyek

penelitian. Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dari observasi dan

wawancara secara langsung dengan informan di lingkungan kerja DPRD

Kabupaten Bondowoso serta catatan lapang peneliti selama penelitian.

b. Data sekunder

Data Sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan, datau laporan historis

yang telah tersusun dalam arsip, baik yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan. Data Sekunder merupakan data pendukung dari data primer17,

yang dapat berupa Perda Kabupaten Bondowoso, Perbup, SK Bupati, SK

Pimpinan Dewan, buku, laporan, dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian. Dalam hal ini data sekunder yang peneliti dapatkan dari

DPRD Kabupaten Bondowoso antara lain yaitu Tatib DPRD Kabupaten

Bondowoso, Himpunan Perda Kabupaten Bondowoso, SK DPRD dan masih

banyak lagi.

16 Kartini Kartono,1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial, Penerbit Mandar Maju, Bandung.

17 Ibid

18

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Sebagai metode ilmiah obsevasi dapat diartikan sebagai pengamatan,

meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh

alat indra.18 Jadi dalam penelitian ini observasi langsung dilakukan di DPRD

Kabupaten Bondowoso. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara

langsung kepada peneliti tentang perihal yang akan diteliti sehingga peneliti

mengetahui secara mendalam tentang bentuk strategi dari Bapemperda serta

kendala yang dihadapi dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso

tahun 2014.

b. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang tertulis,

metode dokumentasi berarti cara pengumpulan data dengan mencatat data-data

yang sudah ada.19 Studi Dokumentasi dilakukan untuk memperkuat bukti dan

data yang diperolehdilapangan dan mendapat gambaran dari sudut pandang

subyek melalui suatu media tertulis dan dokemen lainnya yang ditulis atau dibuat

langsung oleh yang bersangkutan.

c. Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara pengumpulan data dengan sebuah

dialog yang dilakukan oleh peneliti lansung kepada informan atau pihak yang

18 Suharsimiarikunto,2002. prosedur penelitian suatu pendekatan prakter, rineka cipt, Jakarta.

Hlm. 133

19 Ibid Hlm:128

19

berkompeten dalam suatu permasalahan.20 Dalam penelitian ini peneliti

melakukan wawancara secara langsung kepada subyek penelitian untuk

memperoleh data yang diinginkan terkait dengan penelitian ini.

4. Subyek Penelitian

Peneliti menetapkan para narasumber yang diharapkan bisa memberikan

informasi seluar-luasnya terutama yang berhubungan dengan strategi Bapemperda

dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso tahun 2014. Oleh karena

itu maka peneliti menetapkan subyek penelitian adalah sebagai berikut:

1. Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Bondowoso,

2. Anggota Bapemperda DPRD Kabupaten Bondowoso,

3. Pimpinan DPRD Kabupaten Bondowoso.

4. Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Bondowoso

4. Bagian Hukum Sekretariat DPRD Kabupaten Bondowoso.

5. Lokasi penelitian

Dalam penelitian yang berjudul Strategi Bapemperda dalam

merealisasikan Properda Tahun 2014 ini, peneliti akan melaksanakan penelitian di

Kantor DPRD Kabupaten Bondowoso di Jalan Raya Situbondo No. 100

Bondowoso.

6. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak awal sampai

sepajang proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini digunakan analisis

20 Ibid hlm: 130

20

data yang telah dikembangkan oleh miles dan huberman.21 Adapun analisis data

meliputi:

Gambar 1. Analisis Data Model Interaktif Miles dan Huberman

Sumber : Emzi (2010)

Pengumpulan data,

Pengumpulan Data yaitu mengumpulkan data dilokasi studi dengan

melakukan observasi wawancara mendalam dan mencatat dokumen

dengan menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat

dan menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan

data berikutnya. Peneliti melakukan observasi dan wawancara secara

langsung pada Bapemperda untuk mendapatkan data yang diinginkan

dalam penelitian tentang Strategi Bapemperda dalam merealisasikan

Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2015.

21 Emzi.2010. metode penelitian kualitatif. Analisis data. Rajawali pers. PT. grafindo persada.

Jakarta. Hlm 129-136

Pengumpulan

Data

Kesimpulan-

Kesimpulan:

Penarikan/Verivikasi

Reduksi Data

Penyajian

Data

21

Reduksi data,

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan,

penyederhanaan dan abstraksi data kasar dalam field note. Proses ini

berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset, bahkan dimulai sebelum

proses pengumpulan data dilaksanakan. Data yang diperoleh dari

DPRD Kabupaten Bondowoso akan dipilah-pilah sesuai dengan

rumusan masalah penelitian sehingga akan memberikan gambaran yang

lebih jelas dalammemfokuskan pada hal-hal penting yang relevan,

sehingga akan mempermudah dalam penyajian data.

Sajian data (data display),

Sajian data (data display) adalah suatu rakitan organisasi, informasi

yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dalam proses

ini antara lain dilakukan pembuatan matrik, gambar/skema, jaringan

kerja keterkaitan kegiatan maupun tabel. Kesemuannya itu dirancang

untuk merakit informasi secara teratur agar mudah dilihat serta

dimengerti secara kompak. Penyajian data digunakan untuk lebih

meningkatkan pemahaman peneliti dan menjawab mengenai bagaimana

strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten

Bondowoso tahun 2015. Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun

data yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan

dan memiliki makna tertulis. Proses penyajian data dilakukan dengan

cara menampilkan data, membuat hubungan antar fenomena untuk

memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu

ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian.

22

Penarikan kesimpulan (conclution drawing).

Penarikan kesimpulan merupakan hasil penelitian untuk menjawab

fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data. Sehingga setelah data

yang diperoleh tentang Strategi Bapemperda dalam merealisasikan

Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2015 disajikan dalam bentuk

uraian untuk menjawab rumusan masalah, maka selanjutnya akan

disimpulkan. Melalui penarikan kesimpulan, temuan baru dalam

penelitian yang berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang

sebelumnya tidak jelas akan menjadi jelas setelah diteliti.

Berdasarkan analisis interactive model, kegiatan pengumpulan

data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan

merupakan proses siklus dan intereaktif. Analisis data kualitatif

merupakan upaya yang berlanjut, berulang, dan terus menerus. Dengan

demikian reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan

menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian

kegiatan analisis yang saling menyusul.

23