bab i pendahuluan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0112022_bab1.pdf · ......

42
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Harimurti Kridalaksana, 2008: 24). Kelangsungan hidup suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh faktor dinamika yang dialami oleh penuturnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak terlepas dari peristiwa komunikasi karena manusia hidup dalam suatu masyarakat. Melalui bahasa, kita dapat mengungkapkan dan mengemukakan segala sesuatu yang menjadi buah pikiran dan perasaan. Bahasa memiliki kaidah pemakaian yang bersifat sistematis. Kaidah atau aturan itu merupakan suatu himpunan patokan yang berdasarkan struktur bahasa yang lebih dikenal dengan istilah tata bahasa. Tata bahasa dibagi dalam lima bagian, yaitu tata bunyi (fonologi), tata bentuk (morfologi), tata kalimat (sintaksis), semantik, dan wacana. Wacana menurut Sumarlam (2013: 30) dalam buku Teori dan Praktik Analisis Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu. Dengan demikian, hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk atau bisa disebut dengan kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau bisa disebut dengan koherensi (coherence).

Upload: lyhanh

Post on 31-Aug-2018

254 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota

masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

(Harimurti Kridalaksana, 2008: 24). Kelangsungan hidup suatu bahasa sangat

dipengaruhi oleh faktor dinamika yang dialami oleh penuturnya. Sebagai makhluk

sosial, manusia tidak terlepas dari peristiwa komunikasi karena manusia hidup

dalam suatu masyarakat. Melalui bahasa, kita dapat mengungkapkan dan

mengemukakan segala sesuatu yang menjadi buah pikiran dan perasaan.

Bahasa memiliki kaidah pemakaian yang bersifat sistematis. Kaidah atau

aturan itu merupakan suatu himpunan patokan yang berdasarkan struktur bahasa

yang lebih dikenal dengan istilah tata bahasa. Tata bahasa dibagi dalam lima

bagian, yaitu tata bunyi (fonologi), tata bentuk (morfologi), tata kalimat

(sintaksis), semantik, dan wacana.

Wacana menurut Sumarlam (2013: 30) dalam buku Teori dan Praktik

Analisis Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara

lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti

cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur

lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur

batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu. Dengan demikian, hubungan

antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk

atau bisa disebut dengan kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau bisa disebut

dengan koherensi (coherence).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

2

Kohesi merupakan organisasi sintaktik, merupakan wadah kalimat-kalimat

disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan (Tarigan, 1987: 96).

Kohesi dalam wacana meliputi struktur lahir atau segi bentuk yang disebut aspek

gramatikal dan struktur batin atau segi makna yang disebut aspek leksikal.

Sementara itu koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur

dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit (terselubung)

karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interpretasi. Di samping

itu, pemahaman tentang hubungan koherensi dapat ditempuh dengan cara

menyimpulkan hubungan antarproposisi dalam tubuh wacana itu (Mulyana, 2005:

31).

Adapun contoh penggunaan penanda kohesi gramatikal dalam wacana

Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana adalah sebagai berikut:

(170) “Aku ki seneng mas ngrungokake gelombang radio Melati iki, apa meneh

yen sing ngasuh panjenengan. [...] (SBIMK/H192/P22).

‘Aku senang mas mendengarkan gelombang radio Melati ini, apa lagi

yang mengasuh Anda.’ [...]

Data (170) di atas mengandung unsur kohesi, yaitu kohesi gramatikal dan

termasuk dalam kategori pengacuan/referensi, sedangkan jenisnya adalah

pengacuan persona III bentuk bebas yaitu kata panjenengan ‘Anda’ yang

mengacu kepada tokoh yang bernama Wisnu dalam cerkak yang berjudul

Saumpama Bocah Ireng Manis Kuwi. Maka termasuk pengacuan endofora

anaforis karena acuannya berada di dalam teks dengan acuan Wisnu yang

disebutkan sebelumnya atau antasendennya berada di sebelah kiri. Bagaimanakah

penanda kohesi gramatikal dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya

Ary Nurdiana? Ditemukan penanda kohesi gramatikal yang sama dengan data

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

3

(170) di atas atau ditemukan penanda kohesi gramatikal yang berbeda dengan data

(170) di atas?

Contoh penggunaan penanda kohesi leksikal dalam wacana Antologi

Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana adalah sebagai berikut:

(427) Nining isih semester loro, Tutik semester papat, njur Misye semester

enem padha karo Dewi, nanging umur-umurane isih tuwa Dewi.

(PSAD/H130/P20).

‘Nining masih semester dua, Tutik semester empat, lalu Misye semester

enam sama dengan Dewi, tetapi umur-umurannya masih tua Dewi.’

Pada data (427) menunjukkan repetisi epizeuksis yang ditunjukkan dengan

kata semester ‘semester’ yang diulang sebanyak tiga kali untuk menjelaskan

bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam kalimat. Kata semester

‘semester’ sangat penting karena berfungsi menjelaskan bahwa keempat tokoh

dalam penggalan cerita di atas ada yang semester dua, empat, serta enam.

Bagaimanakah penanda kohesi leksikal dalam wacana Antologi Cerkak “Puber

Kedua” karya Ary Nurdiana? Ditemukan penanda kohesi leksikal yang sama

dengan data (427) di atas atau ditemukan penanda kohesi leksikal yang berbeda

dengan data (427) di atas?

Selanjutnya, contoh penggunaan penanda koherensi dalam wacana

Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana adalah sebagai berikut:

(473) Sing mesthi, cedhak Mas Nang kok semangatku saya tambah.

(MK/H69/P70).

‘Yang pasti, dekat Mas Nang kok semangatku semakin tambah.’

Pada data (473) menunjukkan penanda koherensi berupa penekanan yaitu

pada kata mesthi ‘pasti’ yang berfungsi menyatakan penekanan bahwa tokoh yang

bernama Ana pasti merasa semangatnya semakin bertambah ketika dekat dengan

tokoh yang bernama Nanang. Maksud dari wacana tersebut adalah memberikan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

4

penjelasan kepada pembaca bahwa semangatnya Ana pasti semakin bertambah

karena dekat dengan Nanang. Bagaimanakah penanda koherensi dalam wacana

Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana? Ditemukan penanda

koherensi yang sama dengan data (473) di atas atau ditemukan penanda koherensi

yang berbeda dengan data (473) di atas?

Wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana yang

menjadi objek kajian penelitian ini dapat dikategorikan sebagai wacana tulis. Di

dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana terkandung

berbagai sarana keutuhan wacana yaitu kohesi gramatikal, kohesi leksikal, dan

koherensi. Ary Nurdiana merupakan satu dari sekian pengarang sastra Jawa yang

sering menulis di berbagai majalah bahasa Jawa seperti Jaya Baya, Panjebar

Semangat, dan Djaka Lodhang. Pengarang yang merupakan guru, juga

memberikan pengajaran agar para muridnya melestarikan sastra Jawa. Beliau

selalu mengajak murid-muridnya untuk menuliskan karya-karya melalui “mesin-

mesin” penerbitan karya sastra Jawa. Para muridnya diperkenalkan dengan

pengarang sastra Jawa yang terkenal, untuk mendukung agar mereka bersemangat

dalam berkarya. Pengarang juga berkiprah di Sanggar Sastra Triwida

Tulungagung ini sering menulis cerpen, artikel, opini, psikologi, cerita misteri,

tersebar di majalah Anita, Cemerlang, Mitra, Intan, Warta Bumi Putera, KPI,

Ponorogo Pos, dan juga buku Antologi Cerkak “Puber Kedua” ini.

Cerkak merupakan suatu karya sastra Jawa yang berbentuk prosa. Cerkak

merupakan hasil cipta dan pemikiran kreatif dari pengarang yang kemudian

dituangkan ke dalam bentuk tulisan berupa prosa tanpa terikat patokan dalam

pembuatannya. Cerkak bisa digunakan oleh seseorang untuk mengalurkan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

5

gagasan, ide, pendapat, dan juga keinginannya tentang apa pun yang menjadi

kehendak pengarang itu sendiri melalui sebuah cerita yang relatif singkat.

Terkadang cerkak juga dapat digunakan sebagai wadah bagi orang-orang yang

ingin mengabadikan suatu kisah hidupnya atau kisah hidup orang lain menurut

versi pengarang. Bisa berupa kejadian yang bersifat fiksi ataupun nonfiksi sesuai

imajinasi pengarang.

Di era globalisasi, cerkak semakin kurang diperhatikan apalagi dibaca

oleh masyarakat di zaman sekarang. Eksistensi karya sastra Jawa semakin tergerus

oleh hadirnya buku-buku tentang ilmu pengetahuan dan teknologi daripada buku-

buku tentang budaya tradisonal khususnya cerkak ini. Hal ini dapat dibuktikan

dengan banyaknya buku-buku tersebut yang beredar di pasaran dibandingkan

dengan buku tentang budaya yang ada di sekitar kita. Berbagai usaha untuk

mengenalkan budaya tradisional melalui karya sastra Jawa terutama cerkak masih

belum maksimal. Terlihat dari peran media yang lebih condong menampilkan

tentang informasi-informasi modern daripada budaya tradisional. Hanya terdapat

beberapa media massa yang peduli terhadap budaya tradisional.

Penelitian mengenai wacana telah banyak dilakukan. Berikut penelitian

yang berhubungan dengan penelitian wacana berbahasa Jawa:

1. “Wacana Novel Jaring Kalamangga Karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan

Kohesi dan Koherensi)” yang ditulis oleh Puji Utami, dari Fakultas Sastra

dan Seni Rupa UNS pada tahun 2012. Skripsi ini mengambil novel sebagai

data penelitian yang kemudian dianalisis dengan menggunakan tinjauan

kohesi dan koherensi.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

6

2. “Analisis Wacana Cerpen Bocah-Bocah Berseragam Biru Laut Karya

Puthut EA” yang ditulis oleh Rizka Tri Permatasari, dari Fakultas Sastra

dan Seni Rupa UNS pada tahun 2013. Skripsi ini berisikan tentang analisis

terhadap cerpen yang berjudul Bocah-Bocah Berseragam Biru Laut karya

Puthut EA yang meneliti aspek gramatikal dan aspek leksikal serta konteks

situasi dan sosio-kultural yang terdapat dalam cerpen tersebut.

3. “Wacana Antologi Cerkak “Wiring Kuning” Karya Trinil (Kajian Kohesi

dan Koherensi)” yang ditulis oleh Ikhsan Mahendra, dari Fakultas Sastra

dan Seni Rupa UNS pada tahun 2013. Skripsi ini berisikan tentang analisis

kohesi gramatikal, kohesi leksikal, koherensi, serta menjelaskan

karateristik wacana antologi cerkak tersebut.

Ketiga penelitian di atas membahas tentang kohesi dan koherensi, namun

yang membedakan dengan penelitian wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua”

karya Ary Nurdiana yaitu, jenis penanda kohesi dan koherensi yang ditemukan

dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana ini berbeda

variasi dari penelitian di atas. Salah satu yang membedakan yakni penanda kohesi

gramatikal yang berupa persona II dapat menggunakan dua penanda namun tidak

bisa saling menggantikan. Contoh analisis data yang menggunakan dua penanda

berupa persona II adalah sebagai berikut.

(182) “Kowe ki pancen neka-neka lho Dhik. Apa rumangsamu kowe ki elek?

(MK/H61/P16).

‘Kamu itu memang ada-ada saja lho Dhik. Apa menurutmu kamu itu

jelek?’

Pada data (182) menunjukkan pronomina persona II tunggal bentuk terikat

lekat kanan yaitu enklitik -mu ‘kamu‘ pada satuan lingual rumangsamu

‘menurutmu’ yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana. Maka pengacuan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

7

tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh yang bernama

Ana yang telah disebut terdahulu.

Kemudian data (182) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(182a) “Kowe ki pancen neka-neka lho Dhik.

‘Kamu itu memang ada-ada saja lho Dhik.’

(182b) Apa rumangsamu kowe ki elek?

‘Apa menurutmu kamu itu jelek?’

Kemudian data (182b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(182c) Apa rumangsaØ kowe ki elek?

‘Apa menurutØ kamu itu jelek?’

Hasil analisis data (182c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu ‘kamu’ wajib hadir. Jika pronomina

tersebut dilesapkan, data tersebut tetap gramatikal dan berterima karena -mu

‘kamu’ yang mereferen pada kata kowe ‘kamu’ memiliki satu kelas persona II.

Data (182b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu ‘kamu’, menjadi sebagai berikut.

(182d) “Apa rumangsa -mu kowe ki elek?

sampeyan

‘Apa menurut -mu kamu itu jelek?’

kamu

Dari data (182d) di atas, pronomina persona II tunggal bentuk terikat lekat

kanan -mu ‘kamu’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina sampeyan ‘kamu’

karena pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti wacana

Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana ini. Hal yang menarik

perhatian penulis untuk meneliti antologi cerkak ini sebagai berikut. Pertama,

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

8

cerkak merupakan karya sastra berbentuk prosa yang dihasilkan dari pemikiran-

pemikiran, renungan, kritik sosial, kisah hidup, atau pengalaman pribadi yang

dituangkan dalam bahasa Jawa. Cerkak semakin berkurang eksistensinya di

sekitar kita, padahal sebagai masyarakat, khususnya Jawa, cerkak adalah salah

satu wadah untuk menuangkan ide-ide kreatif yang ada dalam hati pengarang.

Bahwa penuangan ide ke dalam cerkak merupakan salah satu cara untuk terus

melestarikan budaya tulis menulis melalui karya sastra.

Kedua, penelitian tentang wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya

Ary Nurdiana belum pernah diteliti. Hal ini membuat penulis tertarik untuk

meneliti antologi cerkak tersebut karena belum terjamah penelitian.

Alasan ketiga yaitu di dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua”

karya Ary Nurdiana ini memiliki tingkat kekohesifan dan kekoherensian yang

tinggi. Setelah penulis membaca Antologi Cerkak “Puber Kedua” ini, ternyata

terdapat berbagai unsur kohesi gramatikal, kohesi leksikal, serta koherensi.

Beberapa penanda kohesi gramatikal yang terdapat dalam wacana Antologi

Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana ini misalnya kata kula ‘saya’, dalem

‘aku’, sliramu ‘dirimu’, panjenengan ‘kamu’, awake dhewe ‘diri kita’, dan

dheweke ‘dia’ yang termasuk pengacuan persona; kata wingi ‘kemarin’, mengko

‘nanti’, kepengker ‘kemarin’, kono ‘situ’, dan kae ‘itu’ yang termasuk pengacuan

demonstratif; kata persis ‘sama’, padha ‘sama’, dan kaya-kaya ‘seperti’ yang

termasuk pengacuan komparatif; kata durung kagungan pacar ‘belum punya

pacar’ dan jomblo ‘jomblo’ yang termasuk substitusi; kata muga-muga ‘semoga’

yang merupakan konjungsi harapan; kata banjur ‘kemudian’ yang merupakan

konjungsi urutan. Adapun beberapa kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

9

Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana ini misalnya kata ngewangi

‘membantu’ dan mbantu ‘membantu’ yang merupakan sinonimi; kata ayu ‘cantik’

dan elek ‘jelek’ yang merupakan antonimi. Penanda koherensi yang terdapat

dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana ini misalnya

kata kayata ‘seperti halnya’ yang merupakan sarana penghubung berupa contoh;

kata nyatane ‘kenyataannya’ yang merupakan sarana penghubung berupa

penekanan; dan kata dadi ‘jadi’ yang merupakan sarana penghubung berupa

kesimpulan. Masih banyak penanda-penanda kohesi dan koherensi yang terdapat

dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana ini. Dengan

alasan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti antologi cerkak ini.

B. Pembatasan Masalah

Dalam sebuah penelitian, diperlukan adanya pembatasan masalah agar

peneliti dapat menekankan batasan mengenai objek kajian yang akan diteliti dan

dapat fokus pada masalah yang diteliti serta tidak melenceng dari masalah yang

dikaji. Adapun pembatasan dalam penelitian ini adalah mengenai aspek kohesi

dan koherensi dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary

Nurdiana yang terbit pada tahun 2011.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah penanda kohesi gramatikal dalam wacana Antologi Cerkak

“Puber Kedua” karya Ary Nurdiana?

2. Bagaimanakah penanda kohesi leksikal dalam wacana Antologi Cerkak

“Puber Kedua” karya Ary Nurdiana?

3. Bagaimanakah penanda koherensi dalam wacana Antologi Cerkak “Puber

Kedua” karya Ary Nurdiana?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

10

D. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal dalam wacana Antologi

Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana.

2. Mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal dalam wacana Antologi

Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana.

3. Mendeskripsikan penanda koherensi dalam wacana Antologi Cerkak

“Puber Kedua” karya Ary Nurdiana.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian mengenai wacana dalam wacana Antologi Cerkak “Puber

Kedua” karya Ary Nurdiana ini diharapkan memberi sumbangan yang bermanfaat

bagi teori-teori linguistik, khususnya teori yang berkaitan dengan analisis wacana

berbahasa Jawa.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis merupakan temuan penelitian yang dapat memberi

sumbangan bagi peneliti itu sendiri, lembaga atau mahasiswa studi, dan

masyarakat luas pada umumnya. Manfaat praktis penelitian ini antara lain:

a. Dapat membantu pembaca dalam memahami isi wacana khususnya dalam

wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana.

b. Dapat digunakan sebagai model penelitian bahasa di masa mendatang dan

dipakai sebagai referensi bagi mahasiswa yang akan meneliti lebih lanjut

mengenai analisis wacana dari segi kohesi dan koherensi.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

11

F. Kajian Teori

1. Pengertian Wacana

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas

kalimat atau klausa yang mempunyai awal atau akhir yang nyata, berkesinam-

bungan, mempunyai kohesi dan koherensi yang disampaikan secara lisan dan

tertulis (Tarigan, 1987: 27). Dalam situasi komunikasi, apa pun bentuk

wacananya, diasumsikan adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addressee).

Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah

pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis, sedangkan pembaca

adalah pesapa. Dalam sebuah wacana, harus ada unsur pesapa dan penyapa. Tanpa

adanya kedua unsur itu, tidak akan terbentuk suatu wacana. (Abdul Rani, 2006: 4)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1265) wacana adalah 1)

Komunikasi verbal, 2) Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan, dan 3)

Satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan

utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, khotbah.

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan

(seperti pidato, ceramah, kuliah, khotbah, dan dialog) atau tertulis (cerpen,

cerbung, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis lainnya) yang dilihat dari

struktur lahir (bentuk) bersifat kohesif (saling terkait) dan dari segi struktur batin

(makna) bersifat koheren (terpadu). (Sumarlam, 2013: 30).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan salah satu cabang ilmu

bahasa yang meneliti tentang bahasa, baik disampaikan secara lisan maupun

tertulis yang memiliki unsur kohesi dan koherensi.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

12

2. Jenis-jenis Wacana

Pengklasifikasian wacana dapat didasarkan menurut beberapa segi

pandangan, yaitu wacana dapat dilihat dari bahasa pengungkapannya, media yang

digunakan, jenis pemakaiannya, cara, dan tujuan pemaparannya.

1. Berdasarkan bahasa yang dipakai untuk mengungkapkannya, wacana dibagi

menjadi:

a. Wacana bahasa Nasional (Indonesia), yaitu wacana yang diungkapkan

dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarananya.

b. Wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura,

dan sebagainya), yaitu wacana yang diungkapkan dengan menggunakan

sarana bahasa lokal atau daerah.

c. Wacana bahasa Internasional (bahasa Inggris), yaitu wacana yang

diungkapkan dengan menggunakan bahasa Inggris.

d. Wacana yang diungkapkan dengan bahasa lain, seperti bahasa Belanda,

Jerman, Italia, dan sebagainya.

2. Berdasarkan media yang digunakannya maka wacana dapat dibagi atas:

a. Wacana tulis, yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau

melalui media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana

tulis maka sang penerima atau pesapa harus membacanya. Di dalam

wacana tulis terjadi komunikasi secara tidak langsung antara penulis

dengan pembaca. Wacana tulis ini dalam referensi bahasa Inggris

disebut oleh sebagian ahli dengan written discourse dan sebagiannya

lagi dengan written text.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

13

b. Wacana lisan, yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau

media lisan. Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka

sang penerima atau pesapa harus menyimak dan mendengarkannya.

3. Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya, wacana dapat dibagi atas:

a. Wacana monolog (monologue discourse), yaitu wacana yang

disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut

berpartisipasi secara langsung. Wacana monolog ini bersifat searah dan

termasuk komunikasi tidak interaktif. Contoh dari wacana monolog ini

adalah orasi ilmiah, khotbah, penyampaian visi misi, dan sebagainya.

b. Wacana dialog (dialogue discourse), yaitu wacana atau percakapan

yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. Wacana

dialog ini bersifat dua arah dan masing-masing partisipan secara aktif

ikut berperan di dalam komunikasi. Contoh dari wacana dialog adalah

seminar, musyawarah, diskusi, dan sebagainya.

4. Berdasarkan bentuknya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk,

yaitu:

a. Wacana prosa, yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa

(Jawa: gancaran). Wacana berbentuk prosa ini dapat berupa wacana

tulis maupun lisan. Contoh dari wacana prosa tulis berupa cerita pendek

(cerpen), cerita sambung (cerbung), novel, artikel, dan undang-undang.

Lalu untuk wacana prosa lisan berupa pidato, khotbah, dan kuliah.

b. Wacana puisi, yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi

(Jawa: geguritan). Wacana berbentuk puisi ini dapat berupa wacana

tulis dan lisan. Contoh dari wacana puisi tulis ini berupa puisi dan syair,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

14

sedangkan untuk contoh wacana puisi lisan yaitu puitisasi atau puisi

yang dideklamasikan dan lagu-lagu.

c. Wacana drama, yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk drama,

dalam bentuk dialog, baik berupa wacana tulis maupun wacana lisan.

Bentuk wacana drama tulis terdapat pada naskah drama atau naskah

sandiwara, sedangkan bentuk wacana drama lisan terdapat pada

pemakaian bahasa dalam peristiwa pementasan drama, yakni percaka-

pan antarpelaku dalam drama tersebut.

5. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya, wacana dapat diklasifikasikan

menjadi lima macam:

a. Wacana narasi atau wacana penuturan, yaitu wacana yang mementing-

kan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam

waktu tertentu. Wacana narasi ini berorientasi pada pelaku dan seluruh

bagiannya diikat secara kronologis.

b. Wacana deskripsi, yaitu wacana yang bertujuan melukiskan, menggam-

barkan, atau memberikan sesuatu menurut apa adanya.

c. Wacana eksposisi, yaitu wacana yang tidak mementingkan waktu dan

pelaku. Wacana ini berorientasi pada pokok pembicaraan dan bagian-

bagiannya secara logis.

d. Wacana argumentasi, yaitu wacana yang berisi ide atau gagasan yang

dilengkapi dengan data-data sebagai bukti dan bertujuan meyakinkan

pembaca akan kebenaran ide atau gagasannya.

e. Wacana persuasi, yaitu wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat,

biasanya ringkas dan menarik, serta bertujuan untuk memengaruhi

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

15

secara kuat pada pembaca atau pendengar untuk melakukan nasihat atau

ajakan tersebut (Sumarlam, 2013: 36).

Dari beberapa jenis wacana di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana termasuk: (1)

wacana bahasa lokal atau daerah yang diungkapkan dengan bahasa Jawa, antara

kalimat yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, (2) wacana tulis yaitu

wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis yang

berupa buku antologi, (3) wacana monolog, (4) wacana prosa yaitu yang

berbentuk prosa tulis berupa antologi cerkak, (5) wacana narasi yang berorientasi

pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis.

3. Sarana Keutuhan Wacana

Bahasa memiliki tubuh yang tersusun atas bentuk (form) dan makna

(meaning), keduanya berhubungan sangat erat dan saling berkaitan. Sebagaimana

di dalam wacana yang dibagi atas hubungan bentuk yang disebut kohesi dan

hubungan makna yang disebut koherensi. Wacana bukan merupakan kumpulan

kalimat yang masing-masing berdiri sendiri atau terlepas. Kalimat-kalimat dalam

wacana merupakan gabungan antara pertautan bentuk (kohesi) dan perpaduan

makna (koherensi), sehingga kalimat satu dengan yang lainnya dalam wacana

saling berhubungan membentuk kepaduan informasi atau gagasan. Dengan begitu,

pembaca atau pendengar akan mudah mengetahui jalan pikiran penulis tanpa

merasa bahwa ada semacam jarak yang memisahkan antara kalimat yang satu

dengan kalimat yang lainnya.

Penelitian ini akan memaparkan sarana keutuhan wacana yang meliputi

kohesi, kohesi gramatikal yang terdiri dari (1) Pengacuan (referensi), (2)

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

16

Penyulihan (substitusi), (3) Pelesapan (elipsis), dan (4) Perangkaian (konjungsi).

Kohesi leksikal yang terdiri atas (1) Pengulangan (repetisi), (2) Padan kata

(sinonimi), (3) Oposisi makna (antonimi), (4) Sanding kata (kolokasi), (5)

Hubungan atas-bawah (hiponimi), dan (6) Kesepadanan (ekuivalensi). Koherensi

yang terdiri atas (1) Penanda koherensi berupa penekanan, (2) Penanda koherensi

berupa simpulan atau hasil, dan (3) Penanda koherensi berupa contoh.

a. Kohesi

Anton M. Moeliono (1988: 34) menyatakan bahwa wacana yang baik dan

utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Kohesi dalam wacana diartikan

sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal

(Mulyana, 2005: 26). Kohesi merupakan organisasi sintaktik, merupakan wadah

kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan

(Tarigan, 1987: 96). Gutwinsky dalam Tarigan (1987: 96) dalam buku Cohesion

in Literary Texts (1976: 26) menyebutkan bahwa kohesi adalah hubungan antar-

kalimat di dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun strata

leksikal tertentu.

Jadi, kohesi adalah kepaduan atau keterikatan yang menghubungkan

antarunsur dalam tataran sintaksis pada tuturan sebuah wacana, baik secara

gramatikal maupun secara leksikal. Kohesi gramatikal berupa referensi, substitusi,

elipsis, dan konjungsi. Kohesi leksikal berupa repetisi, sinonimi, antonimi,

kolokasi, hiponimi, serta ekuivalensi.

1) Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal adalah keterkaitan gramatikal antara bagian-bagian

wacana (Baryadi, 2001: 10). Menurut Sumadi, kohesi gramatikal adalah perpautan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

17

bentuk antara kalimat-kalimat yang diwujudkan dalam sistem gramatikal (2004:

62). Dalam analisis wacana, segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut aspek

gramatikal wacana (Sumarlam, 2013: 40).

Secara lebih rinci, aspek gramatikal wacana meliputi: (1) pengacuan

(reference), (2) penyulihan (substitution), (3) pelesapan (ellipsis), (4) perangkaian

(conjunction) (Halliday dan Hasan, 1976:6; Sumarlam, 1996:66; Baryadi, 2001:

10). Berikut penjelasan keempat aspek gramatikal tersebut dan disertai dengan

contoh-contoh dalam analisis wacana.

1.1 Pengacuan (Referensi)

Menurut Kridalaksana (2008: 208) referensi ialah hubungan antar referen

(unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa) dengan lambang yang

dipakai untuk mewakilinya. Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis

kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan

lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Berdasarkan

tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau di luar teks maka

pengacuan dibedakan menjadi dua jenis: (1) pengacuan endofora apabila

acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana

itu, dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks

wacana (Sumarlam, 2013: 41).

Jenis kohesi yang pertama, pengacuan endofora berdasarkan arah pengacu-

annya dibedakan menjadi dua jenis lagi, yaitu pengacuan anaforis (anaphoric

reference) dan pengacuan kataforis (cataphoric reference). Pengacuan anaforis

adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang

mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

18

di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Sementara

itu, pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa

satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya,

atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru

disebutkan kemudian. Satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual

lain itu dapat berupa persona (kata ganti orang), demonstratif (kata ganti

penunjuk), dan komparatif (satuan lingual yang berfungsi membandingkan antara

unsur yang satu dengan unsur lainnya). Dengan demikian, jenis kohesi gramatikal

pengacuan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) pengacuan

persona, (2) pengacuan demonstratif, dan (3) pengacuan komparatif. Ketiga

macam pengacuan itu beserta contoh-contohnya dapat diperhatikan pada uraian

berikut (Sumarlam, 2013: 41).

1.1.1 Pengacuan Persona

Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti

orang), yang meliputi persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga

(persona III), baik tunggal maupun jamak. Pronomina persona I tunggal, II

tunggal, III tunggal ada yang berupa bentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula

yang terikat (morfem terikat). Selanjutnya yang berupa bentuk terikat ada yang

melekat di sebelah kiri (lekat kiri) dan ada yang melekat di sebelah kanan (lekat

kanan) (Sumarlam, 2013: 41-42). Dengan demikian, satuan lingual kula, kowe,

dan dheweke, misalnya, masing-masing merupakan pronomina persona I, II, dan

III tunggal bentuk bebas. Adapun bentuk terikatnya adalah dak- (misalnya pada

daktulis), tak- (pada taktulis), masing-masing adalah bentuk terikat lekat kiri; atau

–ku (misalnya pada omahku), -mu (pada omahmu) yang masing-masing

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

19

merupakan bentuk terikat lekat kanan, klasifikasi pronomina persona secara lebih

rinci dapat dilihat pada tabel 1 seperti berikut.

Tabel 1. Klasifikasi pengacuan persona bahasa Jawa.

Contoh data pengacuan persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan adalah

sebagai berikut:

(287) “Putri, nanging aku kulina diceluk Puput Mas.” jawabe karo mesem.

(SBIMK/H191/P11).

‘Putri, tetapi aku biasa dipanggil Puput Mas. jawabnya sambil senyum.’

Pada data (287) terdapat pronomina persona III tunggal bentuk terikat

lekat kanan yaitu –e ‘nya’ pada kata jawabe ‘jawabnya’. Pengacuan ini termasuk

Persona

I

Tg:

Aku, kula, kawula, dalem, ingsun

Terikat lekat kiri: dak-/tak-

Terikat lekat kanan: -ku

Jm:

Aku kabeh, kula sedaya, kita,

Kita sedaya, awake dhewe

II

Tg:

Kowe, sampeyan, panjenengan, sliramu

Terikat lekat kiri: ko-

Terikat lekat kanan: -mu

Jm: Kowe kabeh, panjenengan sedaya

III

Tg:

Dheweke, piyambakipun

Terikat lekat kiri: di-, dipun-

Terikat lekat kanan: -e, -ne

-ipun, -nipun

Jm: Dheweke kabeh, panjenengan sedaya

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

20

dalam pengacuan endofora anaforis karena acuannya berada di dalam teks yaitu

tokoh bernama Puput yang telah disebutkan sebelum kata jawabe.

1.1.2 Pengacuan Demonstratif

Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif

tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada

waktu kini (seperti kini dan sekarang), lampau (seperti kemarin dan dulu), akan

datang (seperti pagi dan siang). Sementara itu, pronomina demonstratif tempat

ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini,

ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan

menunjuk tempat secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta) (Sumarlam, 2013: 44).

Klasifikasi pronomina demonstratif tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk

tabel 2 seperti berikut.

Tabel 2. Klasifikasi pengacuan pronomina demonstratif bahasa Jawa.

Demonstratif

(Penunjukkan)

Waktu

Kini: saiki, sapunika, samenika

Lampau: wingi, biyen, kepungkur

y.a.d: sesuk, ...ngarep, dalu

Netral: enjing, siyang, sonten

Tempat

Dekat dengan penutur: kene, iki

Agak jauh dengan penutur: kono, iku, kuwi

Jauh dengan penutur: kana, kae

Menunjuk secara eksplisit: Sala, Yogya

Contoh data pengacuan pronomina demonstratif awan adalah sebagai

berikut.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

21

(301) Awan iki aku dolan ana studio. (SBIMK/H200/P69).

‘Siang ini aku main di studio.’

Pada data (301) terdapat pronomina demonstratif awan ‘siang’ yang

mengacu pada waktu yang netral. Data di atas termasuk ke dalam jenis pengacuan

eksofora karena pronomina demonstratif waktu awan acuannya tidak terdapat di

dalam teks.

1.1.3 Pengacuan Komparatif (Perbandingan)

Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi

gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai

kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan

sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya

seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis

seperti, dan persis sama dengan (Sumarlam, 2013: 46). Berikut adalah contoh

pengacuan komparatif.

(322) Mripate sing kaya dimar kentekan lenga nyawang aku.

(IAKA/H179/P2).

‘Matanya yang seperti pelita kehabisan minyak memandangku.’

Pada data (322) terdapat pengacuan komparatif kaya yang mengacu pada

perbandingan persamaan antara mata dengan pelita kehabisan minyak.

1.2 Penyulihan (Substitusi)

Substitusi adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur

lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau

untuk menjelaskan suatu struktur tertentu (Kridalaksana, 2008: 229). Dilihat dari

segi satuan lingualnya, substitusi dapat dibedakan menjadi substitusi nominal,

verbal, frasal, dan klausal (Sumarlam, 2013: 47). Berikut contoh data substitusi

frasal.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

22

(329) “Al... ora nggawa apa-apa?” pitakone Rita ngetutake jumangkahe Aldo.

[...] (IAKA/H185/P59).

[...] loro-lorone njur meneng maneh. (IAKA/H185/P61).

‘Al... tidak membawa apa-apa? Tanya Rita sambil mengikuti langkahnya

Aldo.

[...] dua-duanya lalu diam lagi.’

Pada data (329) di atas terdapat substitusi frasal. Pada data tersebut kata

Rita dan Aldo digantikan atau disubstitusikan dengan frasa loro-lorone ‘dua-

duanya’.

1.3 Pelesapan (Elipsis)

Elipsis adalah peniadaan kata atau satuan lain yang ujud asalnya dapat

diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana, 2008:

57). Menurut Sumarlam (2013: 50) adapun fungsi pelesapan dalam wacana antara

lain ialah untuk (1) menghasilkan kalimat yang efektif (untuk efektivitas kalimat),

(2) efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa, (3)

mencapai aspek kepaduan wacana, (4) bagi pembaca, pendengar berfungsi untuk

mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan

bahasa, dan (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam komunikasi secara

lisan. Contoh pelesapan (elipsis) dapat dilihat pada data berikut.

(339) Bocah kuwi ireng manis, umur-umurane meh padha karo adhiku sing

nomer enem. Ya kira-kira Ø umur telulasan taun. Ø Awake katon ringkih

banget, kuru. Ø Rambute lurus ditata apik, Ø lambene tipis, Ø irunge

mancung, Ø njur alise kandel, wis ta, pokoke bocah kuwi pancen

nyenengake. Yen kuwi adhiku... (SBIMK/H190/P5).

‘Anak itu hitam manis, umur-umurnya hampir sama dengan adikku yang

nomor enam. Ya kira-kira Ø umur tiga belas tahun. Ø Badannya terlihat

cungkring sekali, kurus. Ø Rambutnya lurus ditata rapi, Ø bibirnya tipis,

Ø hidungnya mancung, Ø alisnya juga tebal, sudahlah, pokoknya anak

itu memang menyenangkan. Andai saja dia adikku...’

Pada data (339) di atas, terdapat satuan lingual yang dilesapkan yaitu

berupa kata bocah kuwi ‘anak itu’ yang berfungsi sebagai subjek dalam kalimat

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

23

tersebut. Subjek yang sama tersebut dilesapkan sebanyak enam kali demi

efektivitas dan kepraktisan bahasa. Jika data di atas tidak diuji dengan teknik lesap

akan menghasilkan kalimat tidak efektif.

1.4 Perangkaian (Konjungsi)

Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan

dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam

wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa,

kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea

dengan pemarkah lanjutan dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik

atau pemarkah disjungtif (Sumarlam, 2013: 52).

Dilihat dari segi maknanya pun, perangkaian unsur dalam wacana

mempunyai bermacam-macam makna. Makna perangkaian beserta konjungsi

yang dapat dikemukakan di sini antara lain sebagai berikut.

(1) Sebab-akibat (kausalitas): sebab ‘sebab’, amarga ‘karena’, mulane

‘makanya’

(2) Pertentangan: nanging ‘tetapi’

(3) Kelebihan (eksesif): malah ‘malah’

(4) Perkecualian (eksetif): kajaba ‘kecuali’

(5) Konsesif: senajan ‘meskipun’, najan ’meski’

(6) Tujuan: amrih ‘supaya’, supados/supaya ‘supaya’

(7) Penambahan (aditif): lan ‘dan’, ugi/uga ‘juga’, sarta ‘serta’

(8) Pilihan (alternatif): utawa ‘atau’, apa ‘apa’, punapa ‘apa-apa’

(9) Harapan (optatif): muga-muga ‘semoga’, mugi-mugi ‘semoga’

(10) Urutan (sekuensial): banjur ‘kemudian’, terus ‘terus’, lajeng ‘lalu’

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

24

(11) Perlawanan: suwalike ‘sebaliknya’

(12) Waktu (temporal): sawise ‘setelah’, sabubare ‘sesudahnya’, sabanjure

‘setelahnya’, sadurunge ‘sebelumnya’

(13) Syarat: yen ‘jika’, menawa ‘misalkan’

(14) Cara: kanthi (cara) mangkono ‘dengan (cara) begitu’

(15) Makna lainnya: (yang ditemukan dalam tuturan)

Berikut contoh data konjungsi berupa penambahan (aditif).

(336) Dewi njur nimpal reseg lan nutugake olehe resik-resik omah karo kanca

kost sing cacahe papat kuwi. (PSAD/H129-130/P13).

‘Dewi lalu mengumpulkan kotoran dan menyelesaikan bersih-bersih

rumah dengan teman kost yang berjumlah empat itu.’

Pada data (336) di atas terdapat konjungsi aditif kata lan ‘dan’ yang

berfungsi menghubungkan antara klausa pertama dengan klausa kedua.

2) Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal

antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara

kohesif. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal diantaranya ialah untuk

mendapatkan efek intensitas makna bahasa kejelasan informasi, dan keindahan

bahasa lainnya (Mulyana, 2005: 29). Kohesi leksikal diperoleh dengan cara

memilih kosa kata yang serasi (Tarigan, 1987: 102). Dalam hal ini, untuk

menghasilkan wacana yang padu, pembicara atau penulis dapat menempuhnya

dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang

dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan

pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi dengan satuan

lingual yang lain dalam wacana.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

25

Menurut Sumarlam (2013: 55) Kohesi leksikal dalam wacana dapat

dibedakan menjadi enam macam, yaitu (1) repetisi (pengulangan), (2) sinonimi

(padan kata), (3) kolokasi (sanding kata), (4) hiponimi (hubungan atas-bawah), (5)

antonimi (lawan kata), dan (6) ekuivalensi (kesepadanan).

a. Repetisi (pengulangan)

Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau

bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah

konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris,

klausa, atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi sembilan macam, yaitu.

1. Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang

dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut.

2. Repetisi tautotes adalah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa

kali dalam sebuah konstruksi.

3. Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa

pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.

4. Repetisi epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir

barus (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut.

5. Repetisi simploke adalah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir

beberapa baris/kalimat berturut-turut.

6. Repetisi mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah

baris atau kalimat secara berturut-turut.

7. Repetisi epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual yang berupa

kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa

pertama.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

26

8. Repetisi anadiplosis adalah pengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat

itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya.

9. Repetisi utuh/penuh adalah pengulangan satuan lingual secara utuh atau

secara penuh. Satuan lingual yang diulang bisa berupa satu baris, satu kalimat

secara utuh, atau bahkan satu bait atau beberapa kalimat secara utuh

(Sumarlam, 2013: 60).

Berikut merupakan contoh data repetisi anadiplosis.

(438)“Mas! Aku ora seneng yen awakmu arep dadi pengkhianat bab

katresnan. Katresnan kuwi larang mas regane...” (SBIMK/H199/P62).

‘Mas! Aku tidak suka jika dirimu akan menjadi pengkhianat bab

percintaan. Percintaan itu mahal mas harganya.’

Pada data (438) di atas terdapat repetisi anadiplosis yaitu pengulangan

pada kata katresnan ‘percintaan’ pada akhir kalimat pertama lalu diulang lagi

pada awal kalimat berikutnya. Pengulangan ini berfungsi untuk memperjelas

bahwa kata tersebut sangat penting dalam wacana tersebut.

b. Sinonimi (Padan Kata)

Menurut Sumarlam (2013: 61) Sinonimi dapat diartikan sebagai nama

lain untuk benda atau hal yang sama atau ungkapan yang maknanya kurang lebih

sama dengan ungkapan lain. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk

mendukung kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna

yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam

wacana.

Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi

lima macam, yaitu (1) sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat),

(2) kata dengan kata, (3) frasa dengan frasa, dan (5) klausa/kalimat dengan

klausa/kalimat.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

27

Berikut merupakan contoh data sinonimi kata dengan kata.

(447) Aku ora arep nduweni kepinginan ngianati cinta utawa katresnan

marang Retno saiba Retno uga gelem nampa Puput dadi adhine.

(SBIMK/H197/P51).

‘Aku tidak mau memiliki keinginan mengkhianati cinta atau percintaan

kepada Retno saiba Retno juga mau menerima Puput menjadi adiknya.’

Pada data (447) di atas terdapat sinonimi jenis kata dengan kata. Kata

cinta ‘cinta’ bersinonim dengan kata katresnan ‘percintaan’. Kata cinta ‘cinta’

memiliki arti yang sama dengan kata katresnan ‘percintaan’.

c. Antonimi (Oposisi Makna)

Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang

lain atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan

lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna

mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras

makna saja.

Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima

macam yaitu (1) oposisi mutlak, (2) oposisi kutub, (3) oposisi hubungan, (4)

oposisi hirarkial, dan (5) oposisi majemuk. Oposisi makna atau antonimi juga

merupakan salah satu aspek leksikal yang mampu mendukung kepaduan makna

wacana secara semantis (Sumarlam, 2013: 63).

Berikut merupakan contoh data antonimi yang berupa oposisi mutlak.

(452) Sopir phanter sing lagi medhun saka mobil njur pamer untu, mesem

grapyak. [...] (PSAD/H128/P3).

[...] sopir mau enggal munggah mobil maneh, nanging Dewi enggal

sepata... (PSAD/H128/P4).

‘Sopir phanter itu baru turun dari mobil lalu unjuk gigi, tersenyum

bersahabat. [...]

[...] sopir itu baru naik mobil lagi, tetapi Dewi segera supaya...’

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

28

Pada data (452) di atas terdapat antonimi yang berupa oposisi mutlak yaitu

kata medhun ‘turun’ dan munggah ‘naik’. Kedua kata tersebut memiliki arti yang

berlawanan secara mutlak.

d. Kolokasi (Sanding Kata)

Sumarlam (2013: 67) menyebutkan bahwa kolokasi atau sanding kata

adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung

digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata

yang cenderung dipakai dalam suatu domain atau jaringan tertentu, misalnya

dalam jaringan pendidikan akan digunakan kata-kata yang berkaitan dengan

masalah pendidikan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Berikut merupakan contoh data kolokasi.

(465) Tibake jagongan karo Puput rasane ngluwih-ngluwihi yen mangan rujak

petis kae nikmate. Bocah pancen nyenengake. Sifate sing blak-blakan

nambah kagumku marang dheweke. Ngomonge lincah tur sajak wis

rumangsa kenal suwe karo aku. Omongane ora nganggo tedheng aling-

aling. Mula saka kuwi aku kaget yen kenal wae dheweke wis gelem

nyritakake kahanane sing jebule ngundang rasa welas ana ati.

(SBIMK/H192/P23).

‘Ternyata berbincang dengan Puput rasanya melebihi makan rujak petis

nikmatnya. Anak yang memang menyenangkan. Sifatnya yang terbuka

menambah kagumku terhadap dirinya. Bicaranya lincah dan seperti

sudah merasa kenal lama dengan aku. Omongannya tidak ada yang

ditutup-tutupi. Maka dari itu aku kaget jika kenal dengan dirinya sudah

mau menceritakan keadaannya yang ternyata mengundang rasa kasihan

di hati.’

Pada data (465) di atas terdapat pemakaian kata jagong ‘bincang’ pada

satuan lingual jagongan ‘berbincang’, omong ‘bicara’ pada satuan lingual

ngomonge ‘bicaranya’, omong ‘bicara’ pada satuan lingual omongane

‘omongannya’, dan crita ‘cerita’ pada satuan lingual nyritakake ‘menceritakan’

yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana dalam paragraf

tersebut. Istilah-istilah tersebut berkaitan dalam hal perbincangan.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

29

e. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)

Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat)

yang maknanya dianggap merupakan bagian dari satuan lingual yang lain. Unsur

atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang

berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat.

Berikut merupakan contoh data hiponimi.

(467) Iki lho sing diarani pesawat tempur Sky Hawk. Iku sing diarani F-16...”

mengkono unine Mas Tri akeh.

‘Ini lho yang dinamakan pesawat tempur Sky Hawk. Itu yang dinamai

F-16... begitulah kata Mas Tri panjang lebar.’

Pada data (467) di atas terdapat hiponimi yaitu pesawat tempur ‘pesawat

tempur’ yang merupakan superordinat atau hipernimnya, sedangkan hiponimnya

adalah Sky Hawk dan F-16. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan

berikut.

Bagan 1: Hiponimi kata pesawat tempur.

f. Ekuivalensi (Kesepadanan)

Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu

dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah

kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya

hubungan kesepadanan.

pesawat tempur

Sky Hawk F-16

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

30

Demikian telah peneliti uraikan mengenai macam-macam penanda

kohesi dalam wacana yang akan peneliti gunakan sebagai landasan untuk

menganalisis data dalam penelitian ini.

Berikut merupakan contoh data ekuivalensi.

(470) Kok ngguya-ngguyu ta, sajake ana sambungane kepriye? Aku mengko

sing nyambungake. (MK/H61/P18).

‘Kok tertawa sih, sepertinya ada hubungannya gimana? Aku nanti yang

menghubungkan.’

Pada data (470) di atas terdapat ekuivalensi yang ditunjukkan pada kata

sambungane ‘hubungannya’ dan nyambungake ‘menghubungkan’. Kedua kata

tersebut berasal dari morfem dasar yang sama yaitu sambung ‘hubung’. Kedua

kata itu mengalami proses afiksasi dan menunjukkan adanya hubungan

kesepadanan.

b. Koherensi

Istilah “koherensi” mengandung makna ‘pertalian’. Dalam konsep

kewacanaan, berarti pertalian makna atau isi kalimat (Tarigan, 1987: 32). Pada

dasarnya, hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang

teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit

(terselubung) karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan

interpretasi. Di samping itu, pemahaman tentang hubungan koherensi dapat

ditempuh dengan cara menyimpulkan hubungan antarproposisi dalam tubuh

wacana itu (Mulyana, 2005: 31).

Koherensi wacana sebenarnya mereferensi pada fungsi kepragmatisan

bahasa sebagai sarana komunikasi, artinya suatu wacana yang dipergunakan

dalam komunikasi, baik ragam lisan maupun tulis harus menitikberatkan

kepentingan pada segi semantis dan maknanya. Sarana koherensi wacana dapat

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

31

berupa referensi dan inferensi yang berfungsi memperjelas dan mempertalikan

makna kalimat dalam wacana.

Menurut Angelo yang dikutip Tarigan (1987: 105) ada 15 sarana yang

dapat digunakan untuk menentukan kekoherensian sebuah wacana. Sarana

koherensi tersebut adalah:

1. Sarana penghubung koherensi yang bersifat rentetan atau seri (sepisan,

kapindho, banjur, akhire).

2. Sarana penghubung bersifat aditif atau penambahan (lan, uga, maneh).

3. Sarana penghubung berupa pronomina (iki, aku, dheweke).

4. Sarana penghubung berupa repetisi/pengulangan kata.

5. Sarana penghubung berupa sinonim.

6. Sarana penghubung yang dimulai dari keseluruhan menuju ke bagian.

7. Sarana penghubung yang dimulai dari kelas ke anggota.

8. Sarana penghubung berupa penekanan (nyatane, wis mesthi).

9. Sarana penghubung berupa perbandingan (ora beda, kaya).

10. Sarana penghubung berupa pertentangan (nanging, suwalike).

11. Sarana penghubung berupa kesimpulan (dadi, ngono mau).

12. Sarana penghubung berupa contoh (umpamane, kayata).

13. Sarana penghubung berupa kesejajaran/paralelisme.

14. Sarana penghubung berupa lokasi (ana kana, ana kene).

15. Sarana penghubung berupa kala atau waktu (sawetara iku, wiwitane).

Dalam penelitian ini dipilih beberapa di antaranya yaitu koherensi

sebagai (1) sarana penghubung berupa penekanan, (2) sarana penghubung

berupa simpulan atau hasil, (3) sarana penghubung berupa contoh. Peneliti

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

32

hanya mengambil tiga koherensi dari lima belas macam koherensi karena

sebagian besar macam koherensi sudah terwakili oleh penanda kohesi, baik

kohesi gramatikal maupun leksikal.

Berikut merupakan contoh data koherensi yang berupa penekanan.

(476) Aku mesem, pancen seneng duwe kanca kaya Mbak Anti iki, ngreti atine

kancane sing lagi susah. (MK/H60/P12).

‘Aku tersenyum, memang senang punya teman seperti Mbak Anti ini,

mengerti hati temannya yang lagi susah.’

Pada data (476) di atas terdapat penanda koherensi yang berupa

penekanan yang ditunjukkan dengan kata pancen ‘memang’ yang berfungsi untuk

menyatakan penekanan maksud yang terdapat dalam wacana tersebut. Maksud

dari wacana tersebut adalah untuk menjelaskan kepada pembaca supaya mengerti

betapa senangnya tokoh aku dalam cerita tersebut kepada tokoh yang bernama

Mbak Anti yang mengerti bahwa hati tokoh utama sedang susah.

4. Pengertian Cerkak dan Antologi Cerkak

Istilah cerkak diambil dari bahasa Jawa yang merupakan kepanjangan

dari cerita cekak yang berarti cerita pendek. Suminto (2000: 9) mengatakan

bahwa cerpen merupakan karya prosa fiksi yang dapat selesai dibaca dalam sekali

duduk dan ceritanya cukup dapat membangkitkan efek tertentu dalam diri

pembaca. Di dalam cerpen tidak dituntut terjadinya perubahan nasib dari pelaku-

pelakunya. Hanya suatu lintasan dan secercah kehidupan manusia, yang terjadi

pada suatu kesatuan waktu. Cerkak adalah suatu karya sastra Jawa yang berbentuk

prosa. Cerkak yang akrab disebut dengan nama cerpen (dalam bahasa Indonesia)

memuat suatu cerita yang umumnya berbentuk sebuah narasi yang di dalamnya

memuat berbagai kisah kehidupan entah itu fiksi maupun nonfiksi. Dengan kata

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

33

lain pengarang cerkak dapat membuat cerita cerkak sesuai dengan hati dan

kehendak pengarang itu sendiri.

Tema yang diangkat dalam cerkak sangat beragam. Tema-tema tersebut

di antaranya politik, sosial, budaya, percintaan, religi, dan lain sebagainya.

Bahkan tidak jarang pengarang mengekspresikan perasaannya melalui cerkak

yang dibuatnya. Lebih penting dari itu, di dalam suatu cerkak memuat suatu

amanat yang dapat diambil sebagai ilmu kehidupan.

Pengertian mengenai kata “antologi” dimulai dari melihat bahasa

serapan. Kata “antologi” sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia karena telah

diserap, merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu “anthology” yang

berarti kumpulan/bunga rampai. Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa

Indonesia atau KBBI (2007: 25) kata “antologi” mempunyai pengertian kumpulan

karya tulis pilihan dari seorang atau beberapa orang pengarang. Dengan demikian,

antologi cerkak merupakan kumpulan dari beberapa cerkak yang dibuat menjadi

sebuah buku.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara, alat prosedur, dan teknik yang dipilih

dalam melaksanakan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau

menganalisis suatu fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan

dan serangkaian proses penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah,

penentuan sampel data, teknik pengumpulan data, dan analisis data (Edi Subroto,

1992: 31).

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

34

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif artinya studi

kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai

potret kondisi dalam suatu konteks, tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut

apa adanya di lapangan studinya (Sutopo, 2006: 137). Sedangkan penelitian

kualitatif artinya teknik penetuan sampelnya dengan cuplikan (nukilan) yang

lazim juga disebut purposive sampling. Teknik cuplikan berkaitan dengan

pemilihan dan pembatasan jumlah serta jenis dari sumber data yang akan

digunakan dalam penelitian. Pemikiran mengenai teknik cuplikan ini hampir tidak

bisa dihindari oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitiannya, mengingat selalu

terdapat beragam keterbatasan yang dihadapi peneliti, misalnya mengenai waktu,

tenaga, biaya, dan mungkin juga hal-hal lainnya (Sutopo, 2006: 62). Sumber

datanya diarahkan pada sumber data yang memiliki data penting, produktif, sesuai

dengan permasalahan penelitian teori dan tujuan penelitian (Sutopo, 2002: 36).

Oleh karena itu, penelitian ini mendeskripsikan secara rinci dan mendalam

mengenai potret kondisi dalam suatu konteks, tentang apa yang sebenarnya terjadi

menurut apa adanya di lapangan studinya. Data yang terkumpul adalah bahasa

komunikasi yang berupa kata-kata dan atau kalimat yang dianggap penting sesuai

permasalahan yang akan diteliti, tujuan penelitian, dan teori yang digunakan.

2. Alat Penelitian

Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam

penelitian ini merupakan alat yang paling dominan dalam penelitian, sedangkan

alat bantu berguna untuk membantu jalannya penelitian. Alat utama merupakan

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

35

peneliti sendiri artinya kelenturan sikap peneliti mampu menggapai makna dari

berbagai interaksi (Sutopo, 2002: 35-36).

Alat bantu dalam penelitian ini berupa alat elektronik dan alat tulis-

menulis. Alat elektronik berupa laptop, flashdisk, dan printer. Alat tulis berupa

buku tulis, pensil, bolpoin, dan kertas HVS.

3. Data dan Sumber Data

Data adalah fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan

langsung dengan masalah yang dimaksud. Data yang demikian itu, substansinya

dipandang berkualifikasi sahih (valid) dan terandal (reliable) (Sudaryanto, 2015:

6). Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat pembentuk

wacana yang mengandung unsur kohesi dan koherensi yang terdapat dalam

sumber data.

Sumber data adalah asal data penelitan itu diperoleh. Data sebagai objek

penelitian secara umum adalah informasi atau bahasa yang disediakan oleh alam

yang dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 1992: 34).

Sumber data secara menyeluruh dapat dikelompokkan menjadi beberapa yaitu

narasumber (informan), peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, beragam

gambar, dan rekaman, serta dokumen atau arsip (Sutopo, 2002: 50-54). Sumber

data dalam penelitian ini adalah cerkak yang terdapat dalam buku Antologi Cerkak

“Puber Kedua” karya Ary Nurdiana.

4. Sampel

Sampel penelitian adalah data yang disahkan untuk dikaji, yang dijadikan

objek penelitian sesuai dengan teori dan rumusan masalah yang digunakan dan

tujuan penelitian. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nasution

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

36

(1988: 29) sampling ialah pilihan peneliti aspek apa dari peristiwa apa dan siapa

dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu dan karena itu dilakukan terus

menerus sepanjang penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling. Dalam penelitian kualitatif, teknik

cuplikannya cenderung bersifat purposive karena dipandang lebih mampu

menangkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi realitas yang

tidak tunggal. Pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang

memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang

diteliti (Sutopo, 2006: 45-46). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah tuturan

yang berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat pembentuk wacana dari data yang

mewakili informasi.

5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan metode simak yaitu dengan cara

menyimak penggunaan bahasa. Metode simak atau penyimakan adalah metode

pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 2015:

203). Penyimakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati semua

kata, frasa, klausa, dan kalimat berbahasa Jawa yang mengandung kohesi

gramatikal, kohesi leksikal, dan koherensi dalam wacana Antologi Cerkak “Puber

Kedua” karya Ary Nurdiana. Adapun teknik yang dipakai yaitu teknik catat

dilakukan dengan cara melakukan pencatatan terhadap data berupa tuturan yaitu

kata, frasa, klausa, atau kalimat dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua”

karya Ary Nurdiana ke dalam komputer. Agar lebih akurat dan lebih meyakinkan

ketika dilakukan pengecekan lewat penayangan di layar tayangan. Hasil dari

penyimakan dan pencatatan kemudian dianalisis.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

37

6. Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih dan

metode padan. Metode agih adalah suatu metode yang alat penentunya justru

bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 2015: 18). Teknik

dasar metode agih disebut teknik bagi unsur langsung atau teknik BUL. Dengan

demikian, karena cara yang digunakan pada awal kerja analisis ialah membagi

satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur; dan unsur-unsur yang

bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual

yang dimaksud (Sudaryanto, 2015: 37). Teknik BUL ini dipakai untuk

menganalisis bentuk penanda kohesi gramatikal dan kohesi leksikal dalam wacana

Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana, kemudian dilanjutkan

dengan teknik lesap dan teknik ganti.

Teknik lesap dilaksanakan dengan melesapkan (melepaskan, menghilang-

kan, menghapuskan, mengurangi) unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan

(Sudaryanto, 2015: 43). Jika hasil dari pelesapan tidak gramatikal maka unsur

yang bersangkutan mempunyai kadar keintian yang tinggi sehingga tidak dapat

dihilangkan. Seperti halnya dengan teknik lesap, teknik ganti digunakan untuk

mengetahui kadar keintian yang diganti.

Adapun contoh kohesi gramatikal berupa pengacuan demonstratif adalah

sebagai berikut:

(309) Rong minggu sawise kedadeyan ana Maospati iku Dewi nampa layang

saka Trisanto, kang surasane nrenyuhake ati... (PSAD/H137/P66).

‘Dua minggu setelah kejadian di Maospati itu Dewi menerima surat

kabar dari Trisanto, yang serasa menyayat hati...’

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

38

Pada data (309) terdapat pengacuan demonstratif tempat agak jauh dengan

penutur iku ‘itu’ yang merujuk pada Maospati. Pengacuan tersebut merupakan

pengacuan endofora yang bersifat anaforis.

Kemudian data (309) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(309a) Rong minggu sawise kedadeyan ana Maospati iku

‘Dua minggu setelah kejadian di Maospati itu’

(309b) Dewi nampa layang saka Trisanto, kang surasane nrenyuhake ati...

‘Dewi menerima surat kabar dari Trisanto, yang serasa menyayat hati...’

Kemudian data (309a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(309c) Rong minggu sawise kedadeyan ana Maospati Ø

‘Dua minggu setelah kejadian di Maospati Ø’

Hasil analisis data (309c) dengan teknik lesap, ternyata pronomina

demonstratif tempat agak jauh dengan penutur yaitu kata iku ‘itu’ apabila

dilesapkan, data tersebut masih gramatikal dan berterima karena informasi yang

diterima oleh pembaca masih lengkap dan jelas.

Data (309a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

demonstratif tempat agak jauh dengan penutur iku ‘itu’, menjadi sebagai berikut.

(309d) Rong minggu sawise kedadeyan ana Maospati iku

kae

‘Dua minggu setelah kejadian di Maospati itu

itu

Pada data (309d) penanda pengacuan demonstratif tempat agak jauh

dengan penutur iku ‘itu’ apabila diganti dengan kae ‘itu’ secara gramatikal dapat

berterima karena berada pada tingkat tutur yang sama, tetapi keduanya berbeda

terkait dengan arah dan jarak waktu antara keduanya, iku ‘itu’ menunjukkan pada

arah yang lebih dekat dibandingkan dengan kae ‘itu’.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

39

Adapun contoh kohesi leksikal berupa antonimi adalah sebagai berikut.

(457) “Ya ra maido mas, awakmu lanang, aku rak bocah wadon.

(MK/H66/P52).

‘Ya tidak menyalahkan mas, kamu laki-laki, aku kan perempuan.’

Pada data (457) dilihat dari kekohesifan paragrafnya, tampak bahwa pada

kalimat-kalimatnya terdapat kohesi leksikal yang yaitu antonimi berupa oposisi

kutub. Satuan lingual yang menunjukkan antonimi itu dapat dilihat pada

pemakaian kata lanang ‘laki-laki’ dengan kata wadon ‘perempuan’. Kedua kata

tersebut memiliki makna yang berlawanan.

Kemudian data (457) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(457a) “Ya ra maido mas,

‘Ya tidak menyalahkan mas,’

(457b) awakmu lanang,

‘kamu laki-laki,’

(457c) aku rak bocah wadon.

‘aku kan perempuan.’

Kemudian data (457b) dan data (457c) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(457d) awakmu Ø,

‘kamu Ø,’

(457e) aku rak bocah Ø,

‘aku kan Ø,’

Hasil analisis data (457d) dan data (457e) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak kohesif.

Oleh karena itu, satuan lingual lanang ‘laki-laki’ dan perempuan ‘perempuan’

memiliki kadar keintian yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

40

Metode padan dipakai untuk mengkaji sarana koherensi. Metode padan

adalah metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan

lingual tertentu dengan memakai alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas

dari bahasa dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Edi Subroto,

1992: 55-56). Teknik yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu (PUP).

Alat penentunya adalah kenyataan atau segala sesuatu (bersifat luar bahasa) yang

ditunjukkan oleh bahasa. Metode padan berdasarkan alat penentunya dibagi

menjadi lima yaitu:

1) Metode padan referensial dengan alat penentunya kenyataan yang ditunjuk

bahasa atau referen bahasa,

2) Metode padan fonetis artikulatoris dengan alat penentunya organ bicara atau

organ pembentuk bahasa,

3) Metode padan translational dengan alat penentunya bahasa lain,

4) Metode padan ortografis dengan alat penentunya tulisan,

5) Metode padan pragmatis dengan alat penentunya mitra tutur.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode padan referensial untuk

mengetahui makna yang ditunjukkan oleh sarana koherensi.

Adapun contoh koherensi berupa simpulan/hasil adalah sebagai berikut.

(497) Apa meneh aku arang pisah karo wong tuwaku. Dadi ya rada kaget.

(MK/H66/P52).

‘Apa lagi aku jarang berpisah dengan orang tuaku. Jadi ya agak kaget.’

Pada data (497) menunjukkan penanda koherensi berupa simpulan/hasil

yaitu pada kata dadi ‘jadi’ yang berfungsi menerangkan bahwa kesimpulan dari

penggalan paragraf tersebut adalah karena jarang berpisah dengan orang tua, jadi

ya agak kaget.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

41

7. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Menurut Sudaryanto (2015: 8) tahap penyajian hasil analisis data adalah

upaya sang peneliti menampilkan dalam wujud “laporan” tertulis akan apa-apa

yang telah dihasilkan dari kinerja analisis, khususnya kaidah. Menurutnya, dalam

penyajian hasil analisis data tentu saja memprasyaratkan adanya kelayakan baca;

dan kelayakan baca yang dimaksud adalah demi pemanfaatan yang terikat pada

tujuan tertentu; antara lain: diketahinya dengan saksama makna setiap kaidah,

diketahuinya secara menyeluruh hubungan antar-kaidah, dan diketahuinya

kekhasan kaidah dalam bahasa tertentu jika kaidah yang bersangkutan

dibandingkan dengan kaidah bahasa yang lain, dan sebagainya (Sudaryanto, 2015:

240).

Metode penyajian hasil analisis dalam penelitian ini menggunakan metode

informal dan metode formal.

a. Metode informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa (a natural

language).

b. Metode formal adalah perumusan dengan tanda dari lambang, tanda yang

dimaksud di antaranya adalah tanda bintang (*) dan tanda kurung biasa (),

adapun lambang adalah lambang huruf sebagai singkatan nama.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari tiga bab, yaitu

Pendahuluan, Pembahasan, dan Penutup.

Bab I Pendahuluan, pada bab ini berisi latar belakang, pembatasan

masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, kajian teori,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112022_bab1.pdf · ... bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat

42

Bab II Pembahasan, pada bab ini berisi data yang sudah terkumpul

kemudian dianalisis secara kohesi dan koherensi dalam buku Antologi Cerkak

“Puber Kedua” karya Ary Nurdiana.

Bab III Penutup, pada bab ini berisi kesimpulan dan saran.