bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap kalimat memiliki unsur-unsur atau satuan yang lebih kecil yang tersusun
sesuai dengan kaidah sebuah bahasa. Unsur-unsur atau satuan dari kalimat itu tersusun
secara beruntun dan memiliki fungsi masing-masing. J.W.M Verhaar dalam bukunya
Asas-Asas Linguistik Umum (1996:261), menyatakan bahwa susunan beruntun adalah
tata urutan segmen-segmen tuturan. Contohnya dalam kalimat bahasa Prancis
(selanjutnya disebut bP) Françoise le regardait en haussant les épaules, dan
terjemahannya dalam bahasa Indonesia (selanjutnya disebut bI) ‘Françoise melihatnya
sambil mengangkat bahu’, subjek Françoise mendahului objek le1, predikat dalam
kalimat ini adalah regardait, sedangkan en haussant les epaules adalah keterangan.
Letak masing-masing unsur dalam kalimat ini jika diacak atau ditukar dapat
menyebabkan kalimat di atas tidak berterima.
Menurut Drs. Abdul Chaer dalam bukunya Linguistik Umum (2007:240),
unsur-unsur kalimat itu secara sintaksis atau struktur terdiri dari kata, frasa, klausa,
hingga menjadi sebuah kalimat utuh. Dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan
terbesar, sedangkan dalam tataran sintaksis, kata merupakan satuan terkecil. Susunan
kata akan membentuk satuan sintaksis yang lebih besar yaitu frasa. Frasa didefinisikan
sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif,
tetapi fungsinya tidak melebihi klausa. Susunan frasa akan membentuk satuan
sintaksis yang lebih tinggi yaitu klausa. Klausa memiliki tataran di atas frasa dan di
1Dalam bP, objek langsung atau tak langsung cenderung terletak mendahului verba.
2
bawah kalimat. Klausa merupakan susunan sintaksis berupa runtutan kata-kata
berkonstruksi predikatif. Runtutan kata pada sebuah klausa harus disertai setidaknya
dengan satu verba agar dapat dianggap sebagai klausa. Klausa yang diakhiri dengan
tanda baca titik (.) akan menjadi sebuah kalimat. Hal yang penting atau menjadi dasar
dalam sebuah kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final. Pada kalimat yang
terdiri dari beberapa klausa, klausa satu dan klausa lainnya dihubungkan dengan
konjungsi atau penghubung.
Klausa dan kalimat memiliki cakupan yang sangat luas. Klausa dapat
dibedakan jenisnya berdasarkan statusnya dalam kalimat, misalnya klausa utama atau
klausa atasan, yaitu klausa yang memiliki posisi inti di dalam kalimat, dan klausa
bawahan, yaitu klausa yang merupakan bagian dari klausa utama. Kalimat dapat
dibedakan sesuai dengan klausa yang terkandung di dalamnya, menjadi kalimat
majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk campuran.
Berbicara lebih jauh mengenai kalimat, semua bahasa menurut J.W.M.
Verhaar memiliki sistem verbal yang biasa disebut kala, aspek, dan modus. Kala,
aspek, dan modus ini saling bekerja sama dalam sintaksis klausa. Kala menunjukkan
waktu keadaan atau tindakan yang diungkapkan oleh verba dalam hubungan dengan
saat penuturan. Aspek menunjukkan segi arti verba yang berkaitan dengan dimulainya,
berlangsungnya, terjadinya, diulang tidaknya, selesai tidaknya, atau adanya hasil atau
tidaknya dari tindakan tersebut. Modus mengungkapkan sikap penutur terhadap apa
yang dituturkannya, maksudnya sikap kepastian, kesangsian, pertanyaan,
pengingkaran, dan pandangan tentang riil tidaknya dari apa yang diungkapkan oleh
verba.
Tiap bahasa memiliki aturan kebahasaan yang berbeda-beda, misalnnya
bahasa-bahasa di Asia Tenggara yang memiliki induk bahasa melayu dan sansekerta
3
tentunya cukup berbeda dengan beberapa bahasa di Eropa yang merupakan rumpun
bahasa latin dan roman. Pada umumya bahasa Eropa merupakan bahasa verbal,
sedangkan bI merupakan bahasa non verbal. Lebih jelas melihat perbedaan bahasa
satu dengan bahasa lainnya dapat dilakukan dengan membandingkan karya sastra
terjemahan dengan teks aslinya. Penerjemahan merupakan pengubahan dari suatu
bentuk ke dalam bentuk lain, atau pengubahan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain,
dan sebaliknya (Kamus online Merriam-Webster Dictionary). Meskipun demikian,
perlu ditekankan bahwa penerjemahan yang baik tidak serta merta menerjemahkan
kata per kata pada bahasa sumber (selanjutnya disebut bSu) ke bahasa sasaran
(selanjutnya disebut bSa), tetapi juga harus meringkasnya dan mengungkapkan
kembali dengan bSa yang baik agar pesan yang disampaikan oleh penulis dapat
diterima oleh pembaca. Perbedaan karya sastra terjemahan dan versi aslinya mencakup
banyak hal, baik dari tataran sintaksis seperti kata, frasa, klausa, kalimat, maupun
makna atau arti. Misalnya bI tidak memiliki sistem kala secara morfologis dan bukan
merupakan bahasa verbal. Pengertian kala dalam bI terletak pada konstituen periferal
yang sesuai menurut Verhaar (Asas-Asas Linguistik Umum, 1996:241). Contohnya
dalam kalimat ‘Saya pergi ke Surabaya kemarin’ dan ‘Ayah mencuci mobil besok
pagi’, kata yang dicetak tebal menjelaskan keterangan waktu dan merupakan periperal
leksikal. BP menjelaskan kala dengan adanya konjugasi verba sesuai dengan kapan
suatu tindakan itu terjadi karena bP merupakan bahasa verbal. Contohnya kalimat Je
suis allée à Surabaya, Je vais à Surabaya, dan J’irai à Surabaya tentunya
memberikan keterangan yang berbeda, meskipun jika diterjemahkan secara kata per
kata dalam bI, je ‘saya’; suis allée, vais, irai, ‘pergi; à Surabaya, ‘ke Surabaya’
menjelaskan tindakan yang sama tanpa memperhatikan kalanya. Jika diartikan secara
keseluruhan, kalimat pertama, Je suis allée à Surabaya, menjelaskan sesuatu yang
4
telah lampau. Tindakan yang dilakukan dalam kalimat ini telah terjadi di masa lalu.
Kalimat kedua, Je vais à Surabaya, menjelaskan suatu tindakan yang terjadi saat ini
atau akan terjadi. Kalimat kedua, J’irai à Surabaya, menjelaskan sesuatu yang akan
terjadi di masa depan. Tindakan ini belum terlaksana. Meskipun tidak terdapat
keterangan kala secara periferal dalam ketiga kalimat bP itu, keterangan kala dapat
diketahui secara morfologis dari perbedaan bentuk verba ketiga kalimat itu.
Perbedaan lain bP dan bI adalah modus. Modus merupakan kategori gramatikal
dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut
tafsiran pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkannya
(Kridalaksana, 2008 : 156). BP mengkategorikan modus menjadi dua, yaitu le mode
personnel (modus persona) dan le mode impersonnel (modus impersona). Le mode
personnel terdiri dari l’indicatif (modus yang menyatakan afirmasi), le subjonctif
(modus kata kerja yang menyatakan keraguan, kemauan, perasaan, dsb), l’imperatif
(bentuk suruh atau perintah), dan le conditionnel (bentuk kata kerja dalam modus
bersyarat), sedangkan le mode impersonnel terdiri dari l’infinitif, le participe, dan le
gérondif. Perbedaan dari personnel dan impersonnel adalah ada tidaknya peran subjek
atau pelaku ‘persona’ pada pembentukan modus itu. BI tidak memiliki bentuk modus
impersona. Bahkan dalam Kamus Perancis Indonesia oleh Winarsih Arifin dan Farida
Soemargono, tidak ada definisi khusus mengenai pengertian l’infinitif, le participe,
dan le gérondif. Penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai modus gérondif.
Modus gérondif sering digunakan dalam bP lisan maupun tulisan. Dalam bentuk
tulisan kerap ditemukan dalam artikel surat kabar, majalah, dan karya sastra misalnya
dalam novel.
5
Bentuk gérondif adalah bentuk participe présent yang diawali dengan preposisi
en2. Participe présent merupakan bentuk kata kerja yang menjelaskan suatu tindakan
yang dilakukan subyek saat itu juga. Ciri-ciri dari participe présent adalah verba yang
diikuti dengan sufiks –ant sehingga menjadi nomina. Bentuk gérondif menyatakan dua
kegiatan atau tindakan dalam satu kalimat atau klausa. Kalimat dalam bentuk ini
merupakan bentuk kompleks. Contohnya adalah sebagai berikut :
(1) Il riait doucement en me frottant la nuque. (BT : 17)
‘Ia terkekeh lirih sambil menggosok-gosok tengkukku.’ (LK : 18)
Kalimat di atas terdiri dari dua klausa, yaitu Il riait doucement dan en me
frottant la nuque. Klausa utama pada contoh di atas merupakan klausa yang verbanya
tidak dalam bentuk gérondif, yaitu Il riait doucement, sedangkan klausa en me frottant
la nuque merupakan klausa bawahan karena dituliskan dalam bentuk gérondif.
Dari segi semantis, ketika diterjemahkan ke dalam bI, gérondif memiliki
fungsi dan makna yang berbeda-beda, karena bI tidak memiliki bentuk ini. Pada
contoh kalimat di atas, gérondif memiliki makna ‘sambil’ yang dalam bI, kata sambil
memiliki makna ‘menyatakan tindakan yang dilakukan bersamaan’. Di bawah ini
merupakan contoh gérondif yang memiliki makna yang berbeda.
(2) Il s’était cassé la jambe, la veille au soir, en revenant de faire les Rois, chez
un voisin. (MB : 36)
‘Kakinya patah kemarin sorenya, waktu ia pulang sehabis merayakan Pesta
Raja-Raja di tempat salah seorang tetangga.’ (MB : 23)
Pada contoh di atas, kata gérondif en revenant memiliki arti ‘waktu ia
pulang’ dalam bI. Kata waktu dalam bI memiliki sinonim ‘ketika’ yang menjelaskan
2Hingga abad 18, gérondif bisa digunakan tanpa membubuhkan en di depannya menurut buku Grammaire du
Français karya D. Denis dan A. Sancier-Chateau.
6
keterangan waktu. Contoh lain bentuk gérondif yang memiliki fungsi dan arti yang
berbeda adalah sebagai berikut.
(3) Emma, de temps à autre, se rafraichissait les joues en y appliquant la
paume de ses mains, qu’elle refroidissait après cela sur la pomme de fer des
grands chenets. (MB : 47)
‘Emma, sesekali, menyejukkan pipinya dengan telapak tangannya yang
sesekali didinginkannya kembali pada tombol besi tempat kayu bakar
perapian.’ (MBt : 33)
Frasa gérondif se rafraichissait les joues en y appliquant la paume de ses
mains diterjemahkan menjadi ‘menyejukkan pipinya dengan telapak tangannya’. Kata
en appliquant, merupakan bentuk gérondif dan terjemahannya adalah ‘dengan’. Kata
dengan dalam bI digunakan untuk menjelaskan keterangan cara. Frasa di atas secara
lengkap diterjemahkan menjadi ‘menyejukkan pipinya dengan telapak tangannya’,
artinya subjek dalam kalimat ini, yaitu Emma, menyejukkan pipinya dengan
menggunakan telapak tangannya.
Penjelasan lebih lanjut mengenai bentuk gérondif akan dijelaskan pada Bab
II. Data yang diambil dari penelitian ini adalah dua novel prancis yang telah
diterjemahkan dalam bI, yaitu Bonjour Tristesse (Sagan: 1954) dan Madame Bovary
(Gustave Flaubert : 1856) serta terjemahannya dalam bI yang diambil dari novel
terjemahan Lara Kusapa (Nadya: 2009) dan Madame Bovary (Winarsih Arifin : 1990).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang, rumusan masalah yang muncul adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah analisis sintaksis dan semantik modus gérondif yang ada dalam
novel Bonjour Tristesse dan Madame Bovary?
7
2. Bagaimanakah pergeseran terjemahannya dalam bI?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Skripsi ini membahas tentang modus gérondif yang dianalisis secara sintaksis,
semantik dan pergeseran terjemahan. Di awal pembahasan dimulai dengan analisis
sintaksis, yaitu pembahasan tentang klausa utama dan klausa bawahan kalimat yang
mengandung gérondif serta posisi gérondif dalam sebuah kalimat. Analisis secara
semantik dilakukan dengan mengklasifikasikan gérondif makna terjemahannya dalam
kalimat, karena ketika diterjemahkan dalam bI, makna gérondif menjadi beragam.
Teori makna yang digunakan adalah teori tentang makna gérondif Olivier (1978:326)
dan teori hubungan makna yang timbul sebagai akibat pertemuan klausa satu dengan
klausa lain oleh Ramlan (1987:59-88). Pembahasan terakhir adalah analisis pergeseran
terjemahan bentuk gérondif dari bP ke bI. Analisis pergeseran terjemahan
menggunakan teori pergeseran terjemahan atau translation shift milik Catford karena
dianggap paling sesuai dengan penelitian ini.
1.4 Landasan Teori
1.4.1 Sintaksis
Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam
tuturan. Tataran sintaksis mencakup kata, frasa, klausa, dan kalimat. Menurut Ramlan
(2005:19), sintaksis merupakan cabang ilmu bahasa yang membahas seluk beluk
wacana. Satuan wacana tersebut terdiri dari unsur-unsur yang berupa kalimat. Dalam
sebuah kalimat terdiri dari beberapa unsur yang berupa klausa, frasa, dan kata.
Ilmuwan lain, Kridalaksana (2008:223), mengungkapkan bahwa sintaksis merupakan
bagian dari subsistem bahasa yang mencakup pengaturan dan hubungan antara kata
8
dengan kata, atau dengan satuan – satuan yang lebih besar itu dalam bahasa,
sedangkan Verhaar (2008:161) menganggap bahwa sintaksis membahas hubungan
gramatikal antar kata dalam kalimat.
Selain itu, sintaksis juga membahas struktur dalam kalimat yang mencakup
fungsi, kategori, dan peran. Maka dari itu, kajian linguistik yang membahas tentang
subjek, predikat, objek, dan keterangan berkenaan dengan fungsi sintaksis. Istilah
nomina, verba, adjektiva, dan numeralia berkenaan dengan kategori, sedangkan peran
mencakup istilah pelaku, penderita, dan penerima.
Dalam kalimat dikenal istilah kalimat verbal dan non verbal. Sehubungan
dengan kalimat verbal, dikenal pula istilah kala, aspek, dan modus, namun karena
penelitian ini fokus pada modus saja. Modus menurut Chaer mengungkapkan sikap
penutur terhadap apa yang dituturkannya, maksudnya sikap kepastian, kesangsian,
pertanyaan, pengingkaran, dan pandangan tentang riil tidaknya dari apa yang
diungkapkan oleh verba. Modus memiliki fungsi untuk mengekspresikan perilaku
penutur terkait dengan pernyataannya (Grevisse, 1980:708). Hal ini merupakan ragam
cara yang digunakan oleh subjek untuk mengembangkan dan menjelaskan suatu
perbuatan. Sesuai dengan ada tidaknya subjek atas persona, dalam bP, modus dibagi
menjadi dua, yaitu modus personnel dan impersonnel.
1.4.2 Semantik
Semantik berkaitan dengan makna dalam tataran fonologi, morfologi, dan
sintaksis. Menurut Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas karena
turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat
dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi. Verhaar (1983:124)
mengatakan bahwa semantik berarti teori makna atau teori arti. Makna dapat dibagi
9
menjadi tiga menurut Abdul Chaer (2007:289), yaitu makna leksikal, gramatikal, dan
kontekstual. Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski
tanpa konteks apapun. Sebaliknya, makna gramatikal adalah makna yang muncul
setelah terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan
kalimatisasi. Sedangkan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata
yang berada di dalam satu konteks.
1.4.3 Terjemahan
Terjemahan merupakan aktivitas mengalihkan pesan bSu ke dalam bSa.
Banyak sekali ilmuwan yang menderskripsikan terjemahan. Catford (1965:20)
mendefinisikan terjemahan sebagai proses transfer teks dari bahasa sumber ke dalam
padanannya dalam bahasa sasaran. Hasil penerjemahan ini berupa padanan terdekat
bahasa sumber dalam bahasa sasaran yang mengutamakan makna dan selanjutnya
bentuk. (Nida, 1974:12). Bahasa sumber (bSu) merupakan bahasa yang diterjemahkan,
sedangkan bahasa sasaran (bSa) merupakan bahasa hasil terjemahan. Nida & Taber
(1969:105) menyampaikan bahwa ketika mengalihkan bSu ke bSa, seorang
penerjemah memperhatikan berbagai penyesuaian, yaitu penyesuaian struktur dan
penyesuaian semantis. Penyesuaian itu tak jarang menyebabkan pergeseran
terjemahan. Pergeseran terjemahan kerap kali terjadi agar pesan dalam bSu dapat
tersampaikan dengan baik ke dalam bSa, terlebih jika bSa memiliki karakteristik yang
berbeda dengan bSu. Dalam pandangan Catford, penerjemah tidak mengalihkan
makna tetapi mengganti makna dalam bSu dengan makna dalam bSa karena dua
ujaran atau kata dalam kedua bahasa itu tidak memiliki arti atau makna yang sama
persis (Fawcet, 1997:54-55). Catford lebih lanjut mengkategorikan pergeseran
10
terjemahan menjadi dua pergeseran utama, yaitu pergeseran tingkat dan pergeseran
kategori yang akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab II.
1.5 Tinjauan Pustaka
Amanatus Zahroh (2012) dalam skripsinya yang berjudul Participe Présent
Bahasa Prancis dan Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia : Studi Kasus Roman
Bonjour Tristesse membahas mengenai terjemahan participe présent dengan
menggunakan data novel Bonjour Tristesse dan terjemahannya. Ia fokus pada analisis
makna terjemahan participe présent termasuk gérondif. Perbedaan skripsi Amanatus
Zahroh dan skripsi ini adalah, skripsi ini fokus meneliti modus gérondif yang
dianalisis secara struktur, makna, dan terjemahan.
Denta Yuliansah (2013) dalam skripsinya yang berjudul Pergeseran Semantis
Penerjemahan Unsur-Unsur Seksual dalam Komik Titeuf membahas tentang
pergeseran makna yang terjadi dalam penerjemahan komik berbahasa prancis Titeuf
ke dalam bahasa Indonesia, terutama penerjemahan kata-kata, frasa, klausa, atau
kalimat yang mengandung unsur seksual. Skripsi Denta Yuliansah memberikan
masukan mengenai analisis pergeseran terjemahan pada skripsi ini.
Winnalia Lim (2014) dalam skripsinya yang berjudul Konstruksi Bahasa
Prancis dan Indonesia : Cerminan Pola Pikir membahas mengenai terjemahan
bentuk aktif-pasif dalam bP ke bI, serta membandingkan keduanya. Menerjemahkan
membutuhkan penyesuaian dari bSu ke bSa, serta bahasa merupakan cerminan pola
pikir dari suatu bangsa yang menggunakannya. Skripsi Winnalia Lim memberikan
masukan pada skripsi ini mengenai penerjemahan bSu ke bSa yang memerlukan
penyesuain.
11
1.6 Metode Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu pengumpulan data
atau penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data seperti yang
dikemukakan oleh Sudaryanto (1993).
- Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah bentuk gérondif dalam novel Bonjour
Tristesse dan Madame Bovary, serta versi terjemahannya dalam bahasa
Indonesia, Lara Kusapa dan Madame Bovary. Tahap ini dilakukan dengan
metode simak kemudian dilanjutkan dengan teknik catat (Sudaryanto,
1993:33). Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai dengan
makna pada terjemahannya.
- Analisis data
Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode padan
atau juga bisa disebut metode identitas. Pembahasan awal menganalisis klausa
utama dan klausa bawahan serta posisi gérondif dalam kalimat, dilanjutkan
dengan analisis makna terjemahan gérondif yang menggunakan teknik hubung
banding dan teknik ganti. Teori hubungan makna yang digunakan adalah teori
Olivier dan Ramlan. Analisis terakhir adalah analisis pergeseran terjemahan
secara leksikal dan gramatikal menggunakan teori pergeseran terjemahan
Catford.
- Penyajian hasil
Setelah metode pengumpulan data dan analisis data dilakukan, hasil
penelitian dipaparkan, disertai dengan kesimpulan dan kartu data pada bab
akhir.
12
1.7 Sistematika Penyajian
Skripsi ini terdiri dari tiga bab, yaitu :
Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, ruang
lingkup permasalahan, landasan teori, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika penyajian.
Bab II Pembahasan lebih lanjut mengenai kerangka teori penelitian. Penelitian
ini menggunakan teori sintaksis yang terdiri dari kalimat, klausa, dan
modus gérondif; semantik yang terdiri analisis makna dan terjemahan ;
serta pergeseran terjemahan
Bab III Analisis modus gérondif secara sintaksis, yaitu menganalisis klausa
atasan dan klausa bawahan, dan posisi gérondif dalam kalimat; secara
semantik yaitu analisis makna dan terjemahan gérondif; serta analisis
pergeseran terjemahan gérondif.
Bab IV Penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan pada Bab III.
Selain itu juga disertakan abstrak dalam bP dan bahasa Inggris sebelum Bab I,
resumée atau kesimpulan dalam bI dan bP pada Bab IV, serta lampiran yang berisi
data penelitian.
13
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Sintaksis
Tata bahasa terdiri dari morfologi dan sintaksis. Menurut J.M.W Verhaar
(1996:161), morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata, dan sintaksis
berurusan dengan tatabahasa di antara kata-kata dalam tuturan. Kata sintaksis berasal
dari kata Yunani sun = ‘dengan’ + tattein ‘menempatkan’. Jadi kata sintaksis secara
etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau
kalimat. Ramlan (1981:1) mengatakan bahwa sintaksis ialah bagian atau cabang dari
ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kalimat, klausa, dan frasa. Selain itu,
sintaksis juga berkenaan dengan fungsi, kategori, dan peran. Sintaksis berurusan
dengan hubungan antar-kata di dalam kalimat. Dalam tataran sintaksis, kata atau mot
dalam bP merupakan satuan terkecil, yang secara hierarkial menjadi komponen
pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar yaitu frasa. BP menyebut frasa bukan
phrase yang berarti kalimat, melainkan group de mots karena frasa merupakan
sekumpulan kata yang memiliki satu fungsi tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia online, kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang
merupakan perwujudan suatu perasaan dan pikiran yang dapat dipakai dalam
berbahasa. Maka kata hanya dibicarakan sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, yaitu
dalam hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan yang lebih besar, yaitu
frasa, klausa, dan kalimat.
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi
sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1994:22). Menurut Ramlan (1987:151) frasa adalah
14
satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas unsur
klausa. Adapun Verhaar (1999:292) mendefinisikan frasa sebagai kelompok kata yang
merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang. Sementara itu, menurut
Koentjoro (dalam Baehaqie, 2008: 14), frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas
dua kata atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan pada umumnya menjadi
pembentuk klausa. Contoh frasa atau group de mots dalam bP adalah hier soir, demain
matin, chapeau noir. Contoh frasa dalam bI adalah baju merah, rumah mewah, tadi
pagi, dan anak kecil. Tataran lain dalam sintaksis yang lebih tinggi dari kata dan frasa,
yaitu kalimat dan klausa, akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikut.
2.1.1 Kalimat
Kata ‘kalimat’ tampaknya tidak asing lagi di telinga kita, terlebih jika kita
membicarakan tentang paragraf. Kalimat berkaitan dengan satuan-satuan sintaksis
yang lebih kecil di dalamnya seperti kata, frasa, dan klausa. Dapat dikatakan bahwa
kalimat merupakan satuan sintaksis yang disusun oleh konstituen dasar, yang biasanya
berupa klausa, dapat berjumlah satu atau lebih, dan dilengkapi konjungsi bila
diperlukan, dan disertai dengan intonasi final (Abdul Chaer, 2007:240). Ia juga
menyatakan bahwa, hal yang penting dalam sebuah kalimat adalah intonasi final,
karena konjungsi atau banyaknya klausa hanya menyesuaikan saja. Intonasi final
memberikan ciri pada sebuah kalimat itu, dapat berupa titik yang memberikan intonasi
deklaratif, tanda tanya yang memberikan intonasi interogatif, dan tanda seru yang
memberikan intonasi seru. Menurut banyaknya klausa, kalimat dibagi menjadi kalimat
tunggal dan kalimat majemuk yang akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
1. Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
15
Kalimat tunggal atau phrase simple dan kalimat majemuk atau phrase
complexe dibedakan atas banyaknya klausa yang ada di dalam sebuah kalimat.
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya memiliki satu klausa. Contoh dari
kalimat tunggal dalam bI dan bP adalah sebagai berikut :
(4) Adikku suka makan tengah malam.
(5) Perempuan itu selalu menyapu halaman di pagi hari.
(6) Il s’appelle Chanson.
‘Namanya Chanson.’
(7) Jacqueline habite à Lyon.
‘Jacqueline tinggal di Lyon.’
Kalimat majemuk adalah kalimat yang memiliki lebih dari satu klausa.
Dalam kalimat majemuk biasanya hanya menuliskan satu subjek dan
merangkap dua tindakan dengan kata hubung. Pada kasus tertentu bisa
menimbulkan keambiguan misalnya ‘Aku makan dan minum di rumah setiap
hari’. Pada contoh kalimat itu, ‘makan dan minum’ merupakan perluasan dari
‘makan’ ditambah ‘minum’, maka kalimat tersebut dianggap hanya memiliki
satu klausa, tetapi jika konstruksi tersebut dianggap sebagai hasil proses
penggabungan dua buah kalimat yang disertai pelesapan, maka kalimat
tersebut dianggap sebagai kalimat majemuk, yang prosesnya adalah ‘Aku
makan di rumah setiap hari’ digabungkan dengan ‘Aku minum di rumah setiap
hari’, dengan pelesapan pada subjek, keterangan tempat, dan keterangan waktu
sehingga menjadi konstruksi ‘Aku makan dan minum di rumah setiap hari’.
Sehubungan dengan sifat hubungan klausa-klausa di dalam kalimat,
kalimat majemuk dibedakan menjadi kalimat majemuk koordinatif atau setara,
kalimat majemuk subordinatif atau bertingkat, dan kalimat majemuk
kompleks. Kalimat majemuk koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausa-
klausanya memiliki status yang setara. Klausa-klausa dalam kalimat majemuk
16
koordinatif dihubungkan dengan penghubung atau konjungsi koordinatif
misalnya dan, atau, tetapi, lalu, dan namun. Contoh dari kalimat majemuk
koordinatif:
(8) Elle est en train de manger et mon pere vient.
‘Ia sedang makan dan ayahku datang.’
(9) Il vient et prend des bonbons.
‘Ia datang dan membawa permen.’
(10) Aku memasak lalu makan dengan lahap.
(11) Kakek itu mencintai dan mengayomi anjingnya selama
bertahun-tahun.
Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat yang merupakan hasil
dari penggabungan dua klausa atau lebih dimana klausa satu merupakan klausa
utama atau atasan, sedangkan lainnya merupakan klausa bawahan. Klausa
atasan memiliki posisi inti dalam sebuah kalimat, sedangkan klausa bawahan
merupakan pelengkap dari klausa inti. Klausa-klausa dalam kalimat majemuk
subordinatif dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, seperti karena,
meskipun, walaupun, ketika, namun, dsb. Contoh dari kalimat majemuk
subordinatif dalam bP dan bI:
(12) Bien qu’il soit riche, il n’aime pas faire du shopping.
‘Meskipun ia kaya, ia tidak suka berbelanja.’
(13) Quand j’etais à Malang, ma mere travaillait à Surabaya.
‘Ketika saya berada di Malang, ibu saya bekerja di Surabaya.’
(14) Aku tidak lagi makan ayam karena aku seorang vegetarian.
(15) Ia ingin mendaki gunung, namun Ibunya tidak mengizinkannya.
Contoh pertama pada kalimat (12) di atas berasal dari klausa il n’aime
pas faire du shopping dan il soit riche. Lalu kalimat di atas digabungkan
dengan penghubung bien que (meskipun) dan klausa il n’aime pas faire du
shopping sebagai klausa utama. Pada umumnya, klausa yang mengandung
konjungsi subordinatif merupakan klausa bawahan. Dalam beberapa kalimat,
17
posisi klausa satu dan klausa lainnya bisa dibalik sehingga klausa utama dan
klausa bawahan dapat dibalik. Misalnya pada kalimat Quand j’étais à Malang,
ma mère a travaillé à Surabaya. Klausa di samping terdiri dari ma mère a
travaillé à Surabaya sebagai klausa utama dan J’étais à Malang sebagai klausa
bawahan. Klausa-klausa dalam kalimat ini dapat dibalik dan menjadikan
klausa J’étais à Malang menjadi klausa utama.
(16) J’étais à Malang quand ma mère a travaille à Surabaya.
‘Saya berada di Malang ketika ibu saya bekerja di Surabaya.’
Kalimat majemuk kompleks atau campuran adalah kalimat yang terdiri
dari tiga klausa atau lebih, dimana ada klausa yang dihubungkan secara
koordinatif dan ada juga yang dihubungkan secara subordinatif. Contohnya
dalam bP dan bI adalah :
(17) Je mange toujours au restaurant parce que je rentre en retard à
la maison et je ne sais pas comment faire la cuisine.
‘Saya selalu makan di luar karena saya pulang larut malam dan
saya tidak bisa memasak.’
(18) Kemarin aku telah pergi ke rumah Naselia dan
menghubunginya, namun ia tidak berada di rumah karena
Ayahnya sedang dirawat di rumah sakit.
Klausa memiliki peran penting dalam pembentukan kalimat kompleks.
Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai klausa.
2.1.2 Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di
bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek
dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana, 1993:110),
sedangkan menurut Drs. Abdul Chaer dalam bukunya Linguistik Umum, klausa adalah
18
satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif yang di dalam
konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat;
dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, atau keterangan. Dalam bI, serangkaian
kata dapat dikatakan klausa apabila terdapat predikat, sedangkan dalam bP, dalam
sebuah klausa harus terdapat subjek atau nomina dan verba. Untuk uraian lebih lanjut,
perhatikan contoh di bawah ini :
(19) Il riait doucement en me frottant la nuque. (BT : 17)
‘Ia terkekeh lirih sambil menggosok-gosok tengkukku.’ (LK : 18)
(20) A cinq heures, mon père arriva avec Elsa. (BT : 23)
‘Pukul lima, ayah kembali bersama Elsa.’ (LK : 25)
Pada contoh (19) dan terjemahannya, terdapat dua klausa dalam 1 kalimat,
yaitu Il riait doucement (Ia terkekeh lirih) dan en me frottant la nuque (sambil
menggosok-gosok tengkukku). Pada contoh (20) dan terjemahannya terdapat 1 klausa
saja karena hanya memiliki 1 verba pada mon père arriva avec Elsa (ayah kembali
bersama Elsa).
Sebuah kalimat dapat terdiri dari dua klausa atau lebih. Klausa-klausa dalam
kalimat itu dihubungkan dengan kata penghubung atau konjungsi. Klausa terikat yang
diawali dengan konjungsi subordinatif biasanya disebut dengan klausa subordinatif
atau klausa bawahan. Pada sebuah kalimat, klausa ini berfungsi melengkapi klausa
utama atau klausa atasan. Klausa utama ini bersifat klausa inti dalam sebuah kalimat,
yang posisinya di atas klausa bawahan. Klausa utama dapat berdiri sendiri, sedangkan
klausa bawahan merupakan pendukung dari klausa utama. Kehadiran klausa bawahan
sangat bergantung pada klausa utama atau atasannya.
Menurut Verhaar, umumnya pada bahasa terdapat sistem verbal yang lazim
disebut sistem kala, aspek, dan modus. Kala menunjukkan waktu keadaan atau
tindakan yang diungkapkan oleh verba dalam hubungan dengan saat penuturan. Tidak
semua bahasa di dunia ini memiliki sistem kala, contohnya bI yang tidak memiliki
19
sistem kala. Pada bahasa-bahasa yang memiliki sistem kala seperti bP, untuk
menyatakan suatu tindakan yang terjadi hari ini dan kemarin terdapat perbedaan
bentuk verba. Misalnya Je mange du pain dan J’ai mangé du pain. Meskipun tidak
disertai keterangan waktu, pembaca akan mengerti bahwa kalimat pertama
menyatakan tindakan aktual atau yang terjadi saat ini, sedangkan pada kalimat kedua
menyatakan tindakan yang sudah terjadi di masa lalu. Dalam bI, untuk menjelaskan
kegiatan yang terjadi pada masa lalu, saat ini, atau masa depan tidak terdapat
perbedaan pada verba, hanya ada penambahan keterangan waktu untuk menjelaskan
kapan sebuah peristiwa atau tindakan terjadi. Misalnya Aku makan sekarang, Aku
makan kemarin, Aku makan nanti malam. Hal yang membedakan ketiga kalimat bI di
atas hanyalah keterangan waktu sekarang, kemarin, dan nanti malam.
Aspek menunjukkan segi arti verba yang berkaitan dengan kapan dimulainya,
berlangsungnya, terjadinya, diulang tidaknya, selesai tidakya, ada tidaknya hasil dari
suatu keadaan atau tindakan. Aspek-aspek verbal menurut Verhaar dapat dibagi atas
aspek yang menyangkut beberapa segi dari apa yang diungkapkan oleh verba, yaitu
permulaan, penyelesaian, hasil, keberlangsungan, pengulangan, kebiasaan, keterikatan
pada saat yang tak terbagi, dan keadaan.
Modus mengungkapkan sikap penutur terhadap apa yang dituturkannya,
maksudnya sikap kepastian, kesangsian, pertanyaan, pengingkaran, dan pandangan
tentang riil tidaknya dari apa yang diungkapkan oleh verba. Modus memiliki fungsi
untuk mengekspresikan perilaku penutur terkait dengan pernyataannya (Grevisse,
1980:708). Hal ini merupakan ragam cara yang digunakan oleh subjek untuk
mengembangkan dan menjelaskan suatu perbuatan.
20
BP mengenal dua bentuk modus, yaitu modus personnel atau persona dan
modus impersonnel atau impersona. Penjelasan lebih lanjut mengenai modus adalah
sebagai berikut.
1. Modus Persona
Modus persona adalah modus yang mengacu pada subyeknya. Modus persona
terbagi menjadi :
a. Modus indicatif adalah modus yang mengungkapkan keyakinan,
pernyataan, pendapat, pikiran, rasa percaya, dalam waktu saat ini,
lampau, atau masa depan. Contohnya adalah : Je mange du bonbon ;
Mon papa dort ; Il boit du café.
b. Modus subjonctif adalah modus yang digunakan untuk membentuk anak
kalimat yang didahului atau dihubungkan dengan kata que dan berfungsi
untuk mengungkapkan keraguan, kemungkinan, harapan, hipotesa,
keinginan, kesukaan dan ketidaksukaan. Verba dalam modus ini
dikonjugasikan dalam bentuk subjonctif. Contohnya adalah : Je veux que
tu viennes avec moi ; Il doute qu’elle parte.
c. Modus conditionnel adalah modus yang digunakan untuk
mengungkapkan pengandaian, dugaan, atau bisa juga kesopanan.
Contohnya adalah : Je voudrais réserver une chambre avec deux lits ;
S’il était riche, il se marierait avec moi.
d. Modus imperatif adalah modus yang menyatakan perintah, saran,
tegahan, atau larangan. Contohnya adalah : Ne fume pas! ; Il ne faut pas
entrer !
21
2. Modus impersonnel atau impersona adalah modus yang tidak mengacu pada
subjek atau tidak menggambarkan sikap seseorang. Modus ini juga tidak
mengindikasikan keterangan waktu. Modus impersona terdiri dari :
a. Modus participe merupakan bentuk adjectif atau kata sifat dari suatu
verba. Modus ini dibagi menjadi dua, yaitu participe présent dan
participe passé. Menurut Olivier (1978 : 325-327) dalam buku
Grammaire Française, menyatakan bahwa bentuk participe présent
memiliki empat fungsi, yaitu sebagai kata benda, sebagai kata sifat,
sebagai preposisi, dan sebagai kata kerja. Participe passé merupakan
bentuk lampau dari participe présent.
b. Modus infinitif dalah bentuk nomina dari verba. Terdapat dua macam
infinitif yaitu infinitif présent dan infinitif passé.
i. Infinitif présent digunakan untuk aksi yang sedang dilakukan.
Contoh : Il est triste de savoir ses nouvelles.
ii. Infinitif passé menyatakan aksi yang telah terlaksana. Contoh : Il
est triste d’avoir suses nouvelles.
c. Modus gérondif adalah bentuk participe présent yang diawal dengan
preposisi en. Dalam sebuah kalimat, bentuk gérondif bersifat adverbial,
sehingga sebagian besar gérondif memiliki memiliki fungsi sebagai
complément circonstanciel atau keterangan. Penelitian ini akan fokus
membahas tentang modus gérondif, sehingga teori mengenai modus
gérondif akan dipaparkan lanjut dalam sub bab berikut.
2.1.2.1 Modus Gérondif
Dalam bP modern, bentuk gérondif terdiri dari participe présent yang
diawali dengan preposisi en. Kata en menjadi penanda dari bentuk gérondif.
22
Dalam buku Grammaire du Français, oleh D. Denis dan A. Sancier-Château,
dijelaskan bahwa sebelum abad ke-18, bentuk gérondif tidak menggunakan
preposisi en, sehingga secara sekilas tampak seperti participe présent, hanya saja
participe présent memiliki fungsi adjectival, sedangkan gérondif memiliki fungsi
adverbial. Maka dari itu para ilmuwan bahasa modern memutuskan untuk
membubuhkan preposisi en pada bentuk gérondif agar lebih mudah
membedakannya dengan participe présent. Contoh dari bentuk gérondif yang
belum disertai dengan preposisi en adalah sebagai berikut.
(21) Hannes pousse une fausse note
Quand Schulz vient portant un baquet. (G. Apollinaire)
Kata gérondif yang bergaris bawah di atas apabila dituliskan dengan bP modern
akan menjadi ‘Quand Schulz vient en portant un baquet’. Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam membedakan gérondif dan participe présent adalah, gérondif
berhubungan dengan verba atau predikat pada klausa inti sedangkan participe
présent berhubungan dengan subjek. Gérondif terdiri dari gérondif présent dan
gérondif passé. Gérondif présent menjelaskan dua kejadian yang terjadi
bersamaan pada kala présent. Contohnya sebagai berikut.
(22) Mon père se leva, rougit presque et la suivi en parlant des bienfaits
de la sieste. (BT : 38)
‘Ayah berdiri, nyaris merona, dan membuntuti Elsa sambil
bergumam.’ (LK : 42)
Sedangkan gérondif passé menjelaskan tindakan yang telah terjadi di masa
lampau. Contohnya sebagai berikut.
(23) En ayant vendue sa maison, elle a gagné beaucoup d’argent.
‘Karena menjual rumahnya, ia mendapatkan banyak uang.’
23
Selain gérondif présent dan gérondif passé, D. Denis dan A. Sancier-
Château menyatakan bahwa gérondif juga terdiri dari bentuk aktif dan pasif.
Gérondif aktif menyatakan tindakan aktif sedangkan gérondif pasif menyatakan
tindakan pasif. Contohnya sebagai berikut.
a. Gérondif aktif :
(24) Elle lui sourit en passant et prit son manteau. (BT : 48)
‘Anne tersipu-sipu seraya melewatinya dan mengambil
mantel.’(LK : 51)
b. Gérondif pasif :
(25) En étant aimée par ses amis, elle obtient beaucoup de cadeaux
pour son anniversaire.
‘Karena disukai oleh teman-temannya, ia banyak mendapatkan
kado di hari ulang tahunnya.’
Apabila diilihat secara sekilas, gérondif passé dan gérondif pasif memiliki
kemiripan, terlebih jika bentuk gérondif passé menggunakan verba être pada
bentuk participe passé-nya. Hal yang perlu dicermati adalah, pada gérondif passé,
klausa lainnya dalam kalimat itu dinyatakan dalam bentuk passé seperti passé
composé, imparfait, atau juga dalam bentuk conditionnel, sedangkan pada
gérondif pasif, semua verba participe passé didahului dengan verba être yang
menyatakan bentuk pasif dan biasanya diikuti oleh kata par untuk menjelaskan
agen atau pelaku.
Gérondif memiliki peran penting dalam sintaksis verba atau sebagai
complément du verbe atau pelengkap verba, yang terdiri dari complément d’objet
atau pelengkap objek, complément d’agent atau pelengkap agen, dan complément
circonstanciel atau keterangan. Contohnya sebagai berikut.
1. Seb. complément d’objet :
(26) Tout en étant apprécié de tous pour son dévouement, il a beaucoup
d’ennemies.
24
‘Sementara ia banyak dikagumi karena pengorbanannya, ia
memiliki banyak musuh.’
2. Seb. complément d’agent :
(27) Il ne sera apprécié qu’en étant plus serviable.
‘Ia akan lebih dihargai jika suka menolong.’
3. Seb. complément circonstanciel :
(28) Sitôt qu’il reconnut Rodolphe, il s’avança vivement, et lui dit en
souriant d’un air aimable. (MB : 190)
‘Begitu ia mengenali Rodolphe, ia maju dengan cepat. Dan dengan
senyum ramah ia menegur.’ (MBt : 162)
Jika secara sintaksis gérondif memilik peran sebagai complément du verbe,
berdasarkan makna, gérondif memiliki beberapa fungsi. Menurut Olivier (1978 :
326), gérondif memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Tindakan atau perbuatan yang dilakukan secara bersamaan, memiliki arti
yang sama dengan en meme temps que dan pendant que. Contoh :
(29) Il riait doucement en me frottant la nuque. (BT : 17)
‘Ia terkekeh lirih sambil menggosok-gosok tengkukku.’ (LK : 18)
(30) Nastasie descendit les marches en grelottant, et alla ouvrir la
serrure et les verrous, l’un après l’autre. (MB : 35)
‘Nastasia turun tangga. Ia menggigil kedinginan. Ia membuka kunci,
dan palang pintu satu demi satu.’ (MBt : 22)
2. Menyatakan keterangan waktu. Dalam bP, keterangan waktu dapat
dinyatakan dengan kata quand atau en même temps que, sedangkan dalam bI
dapat dinyatakan dengan kata ketika, pada waktu, dan saat.
(31) J’avais posé sa valise sur une chaise et, en me retournant vers elle,
je reçus un choc. (BT : 22)
‘Aku baru meletakkan kopernya di atas kursi, dan ketika berpaling
menghadap Anne, aku terkesiap.’ (LK : 23)
25
(32) En finissant, j’étais à peu près persuadée qu’Anne n’y pourrait pas
résister, que la réconciliation était imminente. (BT : 148)
‘Ketika selesai, aku hampir yakin Anne takkan tahan membacanya
dan rekonsiliasi pasti terjadi.’ (LK : 158)
3. Menyatakan sebab-akibat. Dalam kalimat yang menyatakan sebab- akibat
terdapat setidaknya dua klausa, yaitu klausa yang menyatakan sebab dan
klausa yang lain menyatakan akibat.
(33) Anne me blessait en la meprisant. (BT : 43)
‘Aku tersinggung Anne melecehkannya.’ (LK : 47)
(34) En voyageant trop souvent, j’ai manqué des classes.
‘Karena sering berlibur, saya sering absen di kelas.’
4. Menyatakan keterangan cara atau alat. Keterangan cara merupakan
keterangan yang menyatakan cara, sarana, atau bagaimana suatu tindakan
dilakukan.
(35) Je me dirigeai vers elle en affectant un air gêné, par pure politesse.
(BT : 60)
‘Aku mendekatinya dengan tampang pura-pura malu, murni demi
sopan santun.’ (LK : 64)
(36) Et qu’en épousant une femme de son âge, il échappait a cette
catégorie des hommes sans date de naissance dont il faisait partie.
(BT : 98)
‘Dan dengan menikahi wanita sepantarannya, Ayah terusir dari
kategori pria-pria tanpa tanggal lahir.’ (LK : 104)
5. Menggantikan Bien que, Quoique. Dalam bI, bien que atau quoique
memiliki makna meskipun atau walaupun. Kata meskipun atau walaupun
menjelaskan suatu hal yang bertentangan.
(37) Tout en étant en colère contre, il ne voulait pas le punir.
‘Meskipun sedang marah, ia tidak ingin menghukumnya.’
(38) Si elle était devenue une fille des rues en étant née dans son milieu,
là, elle aurait eu du mérite.(BT : 43)
26
‘Kalau dia jadi cewek jalanan padahal lahir dari lingkungan borjouis,
itu baru patut diacungi jempol.’ (LK : 47)
Pada penelitian ini, penerjemahan gérondif tak hanya meliputi kelima makna di
atas, namun gérondif memiliki makna yang lebih beragam. Penelitian ini
menggunakan teori dari Ramlan (1987 :59-88) mengenai hubungan makna yang
timbul sebagai akibat pertemuan klausa satu dengan klausa lainnya, baik klausa atasan
maupun bawahan. Menurutnya penelitian yang dilakukannya, diperoleh 17 hubungan
makna, yaitu :
1. Makna ‘Penjumlahan’
Makna ‘penjumlahan’ dalam kalimat dapat dinyatakan dengan kata
hubung et dalam bP atau dan, serta, dan lagipula dalam bI. Contohnya adalah
sebagai berikut.
(39) Tous les matins, je prends le petit déjeuner et lis le journal.
‘Setiap pagi, saya menyantap sarapan dan membaca koran.’
Kalimat (37) di atas menyatakan bahwa setiap pagi subjek je ‘saya’ memiliki
dua kebiasaan yaitu prend le petit déjeuner menyantap sarapan dan lis le journal
‘membaca koran’. Hubungan ‘menyantap sarapan’ dan ‘membaca koran’
merupakan hubungan makna penjumlahan yang bersifat menjumlahkan,
menambah, atau menggabungkan dua tindakan yang berbeda. Selain
penjumlahan verba atau tindakan, kata dan dapat digunakan untuk
menggabungkan nomina, adjektiva, atau keterangan.
2. Makna ‘Perturutan’
Makna ‘perturutan’ adalah makna yang menyatakan peristiwa, keadaan,
atau perbuatan yang dilakukan secara berurutan atau berturut-turut. Makna
27
perturutan dapat dinyatakn dengan kata hubung lalu atau kemudian.
Contohnya:
(40) Cet après midi, ma sœur est allée chez maman, ensuite elle est
allée au centre commercial pour faire du shopping.
‘Siang tadi kakakku pergi ke rumah ibu, kemudian ia pergi ke
mall untuk berbelanja.’
Kalimat (38) di atas menyatakan urutan peristiwa, yaitu est allée chez maman
‘pergi ke rumah ibu’ yang dilanjutkan dengan est allée au centre comercial pour
faire du shopping ‘pergi ke mall untuk berbelanja’ dan menggunakan kata
ensuite ‘kemudian’ sebagai kata penghubung. Kata kemudian dapat digantikan
dengan kata lalu.
3. Makna ‘Pemilihan’
Makna ‘pemilihan’ menyatakan bahwa hanya ada satu dari beberapa kata
yang disebut yang dapat dipilih. Kata-kata itu dapat berupa nomina, verba,
adjektiva, dsb, misalnya :
(41) Vous voulez au marché ou à la place ?
‘Kamu ingin pergi ke pasar atau alun-alun ?’
Pada contoh kalimat (39) di atas terdapat pilihan, au marché ‘pergi ke pasar’
atau à la place ‘pergi ke alun-alun’. Kata hubung yang digunakan adalah ou
‘atau’. Dalam bI, dapat juga digunakan kata hubung baik… maupun.
4. Makna ‘Perlawananan’
Makna ‘perlawanan’ adalah makna yang menyatakan perihal yang
bertentangan antara klausa-klausa dalam sebuah kalimat. Hubungan
pertentangan ini dapat dinyatakan dengan kata hubung mais, par contre, bien
que, au contraire, dan quoique dalam bP, dan tetapi, tapi, akan tetapi, hanya,
28
padahal, melainkan, sedangkan, sebaliknya, meskipun, walaupun, dan
biarpun dalam bI. Contohnya adalah :
(42) Elle n’est pas belle mais il l’aime bien.
‘Dia tidak cantik namun pria itu mencintainya.’
(43) Bien qu’il soit riche, il habite dans une petite maison.
‘Meskipun ia kaya, ia tinggal di rumah kecil.’
Klausa-klausa pada kalimat (40) dan kalimat (41) merupakan klausa
yang memiliki makna berlawanan kemudian dihubungkan dengan kata
hubung namun pada kalimat (40) dan meskipun pada kalimat (41).
5. Makna ‘Lebih’
Untuk menjelaskan hubungan makna ‘lebih’, perhatikan contoh berikut :
(44) Elle est vraiment riche, en plus elle a été donnée deux grands
maison après la morte de ses parents.
‘Ia sangat kaya, bahkan ia mendapat dua rumah besar dari orang
tuanya yang telah meninggal.’
Pernyataan klausa kedua, en plus elle a été donnée deux grands maison après la
morte de ses parents, ‘bahkan ia mendapat dua rumah besar dari setelah orang
tuanya meninggal’ pada klausa di atas melebihi apa yang dinyatakan pada klausa
sebelumnya, elle est vraiment riche ‘ia sangat kaya’. Pada kalimat (42) untuk
menggabungkan dua klausa ini digunakan kata hubung en plus dalam bP atau
bahkan dalam bI.
6. Makna ‘Waktu’
Makna waktu menyatakan keterangan waktu, yaitu waktu terjadinya
sebuah tindakan, waktu dimulainya atau berakhirnya pada klausa inti dalam
sebuah kalimat. Kata hubung dalam bP yang biasa digunakan untuk menyatakan
29
hubungan makna ‘waktu’ adalah quand, en attendant, lorque, tandis que, apres,
avant de, depuis, dsb, sedangkan dalam bI dapat dinyatakan dengan ketika, pada
waktu, sementara itu, sejak, sebelum, sesudah, dsb. Contohnya adalah sebagai
berikut.
(45) Quand mon frere était petit, il adore Harry Potter.
‘Ketika kakakku masih kecil, ia mengagumi Harry Potter.’
Klausa pertama pada kalimat (43) quand mon frère etait petit ‘ketika
kakakku masih kecil’, menjelaskan keterangan waktu, ditandai dengan adanya
kata quand atau ketika.
7. Makna ‘Perbandingan’
Makna ‘perbandingan’ menyatakan suatu perbandingan antara apa yang
dinyatakan pada klausa utama dan klausa bawahan. Untuk membandingakn dua
klausa dalam kalimat digunakan kata hubung plus… que, mieux que, pire que,
moins, dsb dalam bP atau lebih… daripada dalam bI. Contohnya adalah sebagai
berikut.
(46) Benjamin aime la France mieux que l’Espagne.
‘Benjamin lebih suka Prancis daripada Spanyol.’
Kalimat (44) menyatakan perbandingan kesukaan oleh subjek Benjamin
antara negara Prancis atau Spanyol. Kata hubung yang digunakan adalah mieux
que atau daripada.
8. Makna ‘Sebab’
Makna ‘sebab’ adalah ketika klausa bawahan menyatakan sebab atau
alasan terjadinya peristiwa pada klausa utama yang dinyatakan dengan kata
30
hubung parce que, car, comme, dalam bP atau karena dalam bI. Contohnya
adalah sebagai berikut.
(47) Comme elle est grande et belle, elle devient mannequine.
‘Karena ia tinggi dan cantik, ia menjadi model.’
Kata hubung comme dalam bP diletakkan di awal kalimat untuk
menyatakan sebab. Pada kalimat (45), klausa comme elle est grande et belle
‘karena ia tinggi dan cantik’ merupakan sebab dari klausa setelahnya, elle
deviant mannequine ‘ia menjadi model’.
9. Makna ‘Akibat’
Kebalikan dari makna ‘sebab’, makna ‘akibat’ menjelaskan akibat atau
hasil dari apa yang dinyatakan pada klausa inti. Hubungan makna ini dinyatakan
dengan kata hubung de sorte que, jusqu’à, sorte que, afin que, dan pour que
dalam bP atau hingga, sehingga, dan sampai dalam bI. Contohnya adalah
sebagai berikut :
(48) Il était en colere puis m'a frappé la main jusqu'à ecchymoses.
‘Ia marah kemudian memukul tanganku hingga lebam.’
Klausa m'a frappé la main jusqu'à ecchymoses ‘memukul tanganku hingga
lebam’ pada kalimat (46) menyatakan akibat atau hasil dari tindakan pada klausa
sebelumnya.
10. Makna ‘Syarat’
Makna ‘syarat’ terjadi apabila klausa bawahan menyatakan syarat bagi
terlaksananya tindakan atau hal pada klausa utama yang dapat dinyatakan
dengan kata hubung si atau à condition que dalam bP atau jika, kalau, dan bila
dalam bI. Contohnya adalah :
31
(49) Si vous êtes en avance, je ne vous donnerai pas un dossier.
‘Kalau Anda datang lebih awal, saya tidak akan memberi tugas.’
Pada kalimat (47), klausa si vous etes en avance ‘kalau Anda datang lebih
awal’ merupakan syarat tindakan pada klausa selanjutnya je ne vous donnerai
pas un dossier ‘saya tidak akan memberi tugas’. Kata hubung pada kalimat ini
adalah si atau jika.
11. Makna ‘Pengandaian’
Makna pengandaian terjadi apabila klausa bawahan menyatakan suatu
pengandaian yang tidak mungkin terlaksana pada klausa inti. Makna
pengandaian juga menyatakan harapan di masa depan. Kata hubung yang
digunakan untuk menyatakan ‘pengandaian’ adalah si, en supposant dalam bP
atau andaikan, seandainya, sekiranya, dan seumpama dalam bI. Contohnya
adalah :
(50) Si j’etais riche, je voudrais aller en Europe.
‘Andaikan saja saya kaya, saya pasti pergi ke Eropa.’
Kalimat (48) merupakan pernyataan keinginan yang tidak tercapai, yaitu
subjek je ‘saya’ berandai-andai apabila ia kaya, ia akan pergi ke Eropa. Dalam
kalimat ini digunakan kata hubung si atau andaikan.
12. Makna ‘Harapan’
Makna ‘harapan’ menyatakan sesuatu yang diharapkan dengan
dilaksanakan atau dikerjakannya tindakan pada klausa utama dan dinyatakan
dengan kata hubung pour que, que, dan afin de dalam bP atau agar, supaya, dan
biar dalam bI. Contohnya adalah sebagai berikut.
(51) Il m’a donnée un bracelet d’or pour que je l’aime.
32
‘Ia memberiku gelang emas agar aku mencintanya.’
Pada kalimat (49), subjek il melakukan tindakan pada klausa il m’a donnée
un bracelet d’or ‘ia memberiku gelang emas’ yang tujuannya adalah supaya
tindakan pada klausa setelahnya pour que je l’aime ‘agar aku mencintainya’
terlaksana dengan kata hubung pour que atau agar.
13. Makna ‘Penerang’
Makna ‘penerang’ terjadi apabila klausa bawahan menerangkan salah satu
unsur yang dapat berupa kata atau frasa nominal pada klausa utama, misalnya :
(52) C’est un homme que j’aime toujours.
‘Itu pria yang kucintai selamanya.’
Pada kalimat (50), klausa que j’aime toujours ‘yang kucintai selamanya’
merupakan penjelas dari kata un homme atau pria. Dalam bP, makna penerang
ini dapat disebut juga complément yang biasanya dinyatakan dengan kata
hubung que dan qui atau yang dalam bI.
14. Makna ‘Isi’
Makna ‘isi’ adalah ketika klausa bawahan menyatakan apa yang dikatakan,
dipikirkan, dinyatakan, dijelaskan, atau dikemukakan pada klausa inti. Kata
hubung yang digunakan adalah que dalam bP atau bahwa dalam bI, misalnya :
(53) Je commence de comprendre que ma vie est vraiment belle
grâce à ta presence.
‘Aku mulai memahami bahwa hidupku sangat indah dengan
kehadiranmu.’
Klausa ma vie est vraiment belle grâce à ta presence ‘hidupku sangat
indah dengan kehadiranmu’ merupakan penjelasan dari klausa sebelumnya je
33
commence de comprendre ‘aku mulai memahami’ yang dihubungkan dengan
kata hubung que atau bahwa.
15. Makna ‘Cara’
Makna ‘cara’ adalah apabila klausa bawahan menyatakan cara atau
bagaimana perbuatan pada klausa utama terjadi. Kata penghubung yang
digunakan adalah avec atau gérondif dalam bP atau dengan dalam bI.
Contohnya :
(54) Je peux vivre heureusement même avec ton histoire précédente.
‘Aku bisa hidup bahagia meski dengan kisah masa lalumu.’
Kalimat (52) menjelaskan klausa je peux vivre heuresement ‘aku bisa
hidup bahagia’ meskipun dengan klausa avec ton histoire précédente ‘dengan
kisah masa lalumu’ sebagai keterangan cara. Kata hubung yang digunakan
adalah avec atau dengan.
16. Makna ‘Perkecualian’
Makna ‘perkecualian’ menyatakan suatu perkecualian atau sesuatu yang
dikecualikan dari apa yang dinyatakan pada klausa utama. Kata hubung yang
digunakan adalah sans dan sauf dalam bP atau kecuali dan selain dalam bI,
misalnya :
(55) Je ne veux pas manger sauf que tu m’achetès de repas.
‘Aku tidak ingin makan kecuali kamu membelikanku makanan.’
Kalimat (53) menyatakan tindakan pada klausa je ne veux pas manger ‘aku
tidak ingin makan’ yang tidak akan dilakukan kecuali tindakan pada klausa
kedua tu m’achètes de repas ‘kamu membelikanku makanan’ dilakukan dengan
kata hubung sauf que atau kecuali.
34
17. Makna ‘Kegunaan’
Hubungan makna ‘kegunaan’ terjadi apabila klausa bawahan menyatakan
kegunaan. Kata hubung yang digunakan adalah pour dan à propose de dalam bP
atau untuk dan guna dalam bI, contohnya :
(56) Je vais aller en France pour continuer mes etudes à Grenoble
‘Saya akan pergi ke Prancis untuk melanjutkan sekolah saya di
Grenoble.’
Klausa pour continuer mes etudes à Grenoble ‘untuk melanjutkan sekolah
saya di Grenoble’ menyatakan tujuan dari klausa je vais aller en Frace ‘saya
akan pergi ke Prancis’ yang menggunakan kata hubung pour atau untuk.
2.2 Semantik
Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti tentang arti atau makna,
seperti yang juga diungkapkan oleh Lehrer (1974:1). Menurut Lehrer, semantik
merupakan bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek
struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan
antropologi. Verhaar (1983:124) mengatakan bahwa semantik berarti teori makna atau
teori arti. Batasan yang hampir sama ditemukan pula dalam Ensiklopedia Britanika
(Encyclopaedia Britanica, Vol. 20, 1965:313) yang terjemahannya “Semantik adalah
studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses
mental atau simbol dalam aktifitas bicara.” Berdasarkan penjelasan ini dapat
disimpulkan bahwa semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.
Makna atau arti hadir dalam tatabahasa (morfologi dan sintaksis) maupun leksikon.
Semantik dapat dibagi menjadi semantik leksikal dan semantik gramatikal.
Menurut Abdul Chaer, makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada
leksem meski tanpa konteks apapun. Makna ini merupakan makna yang sebenarnya,
35
sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya. Makna leksikal dapat
dikatakan juga sebagai makna yang ada di dalam kamus. Sebaliknya, makna
gramatikal adalah makna yang muncul setelah terjadi proses gramatikal, seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Berikut ini adalah penjelasan lebih
lanjut mengenai semantik leksikal dan gramatikal.
2.2.1 Semantik Leksikal
Kearns (2000:3) menyatakan bahwa makna leksikal adalah makna dari kata
itu sendiri, sedangkan ilmu yang mempelajari tentang semantik leksikal disebut
“leksikologi”. Semantik leksikal menyangkut makna leksikal yaitu makna yang
terdapat pada leksem dan tidak terikat pada konteks apa pun. Misalnya leksem
apel memiliki makna leksikal ‘sejenis buah-buahan’. Sementara itu, Pateda
(2001:74) mengatakan bahwa semantik leksikal cenderung lebih fokus pada
pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. Pendapat yang sama
diutarakan oleh Saeed (2000), bahwa kajian tentang makna kata disebut juga
kajian semantik leksikal.
Penjelasan di atas mengindikasikan bahwa makna leksikal adalah makna
sebenarnya, yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita. Hal inilah
yang menyebabkan banyak orang mengatakan bahwa makna leksikal adalah
makna kamus.
2.2.2 Semantik Gramatikal
Menurut Kridalaksana (1984 : 120), makna gramatikal adalah hubungan
antara unsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih besar, misalnya hubungan
antara kata dengan kata yang lain dalam frasa atau kalimat. Contohnya adalah kata
genting yang bisa berarti sejenis benda yang terletak di atas rumah atau
36
menggambarkan suasana yang tidak baik. Dalam kalimat ‘Ayah membeli genting
untuk memperbaiki rumahnya’, kata genting diartikan sebagai benda ‘genting’,
bukan suasana ‘genting’. Berbeda dengan kalimat ‘Suasana genting terjadi ketika
bencana longsor itu terjadi’, kata genting di sini menjelaskan suasana.
Makna gramatikal hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti
proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.
Setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan
makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal. Untuk menyatakan makna
jamak bahasa Indonesia menggunakan proses reduplikasi seperti kata teman yang
bermakna ‘seorang teman’ dan menjadi ‘banyak teman’ ketika dituliskan berulang
menjadi teman-teman. Dalam bP, proses komposisi atau proses penggabungan
dalam juga banyak melahirkan makna gramatikal. Misalnya, makna gramatikal
komposisi le tour tidak sama dengan komposisi la tour. Meskipun hanya berbeda
pada masculin dan feminin, yaitu le dan la, kedua kata itu memiliki makna yang
berbeda. Le tour memiliki arti ‘sebuah perjalanan’, sedangkan la tour memiliki
arti ‘menara’.
2.3 Terjemahan
Catford (1965 : 20) mendefinisikan terjemahan sebagai proses transfer teks dari
bahasa sumber ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran. Hasil penerjemahan ini
berupa padanan terdekat bahasa sumber dalam bahasa sasaran yang mengutamakan
makna dan selanjutnya bentuk. (Nida, 1974 : 12). Bahasa sumber (bSu) merupakan
bahasa yang diterjemahkan, sedangkan bahasa sasaran (bSa) merupakan bahasa hasil
terjemahan. Nida & Taber (1969:105) menyampaikan bahwa ketika mengalihkan bSu
ke bSa, seorang penerjemah memperhatikan berbagai penyesuaian, yaitu penyesuaian
struktur dan penyesuaian semantis. Kedua bentuk penyesuaian ini mengakibatkan
37
pergeseran. Penyesuaian struktur akan mengakibatkan pergeseran bentuk
bahasa,sedangkan penyesuaian semantis akan mengakibatkan pergeseran makna.
Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pergeseran terjemahan.
1.4.3.1 Pergeseran Terjemahan
Penelitian ini menggunakan teori pergeseran terjemahan Catford. Catford
membagi pergeseran terjemahan menjadi dua, yaitu pergeseran tataran (gramatikal dan
leksikal) serta pergeseran kategori.
1. Pergeseran Tataran Gramatikal(Grammatical Level Shift)
Pergeseran gramatikal terjadi karena tidak ada padanan setara dari bSu ke bSa
dalam tataran gramatikal. Contohnya adalah sebagai berikut.
a. Pergeseran bentuk jamak menjadi bentuk tunggal dalam bSa. Contohnya
adalah :
(57) En attendant, nous coulions des jours heureux : je multipliais les
occasions d’exciter mon père sur Elsa. (BT : 137)
‘Sementara itu, kami melewati hari-hari nan bahagia : aku makin
sering memperoleh kesempatan mengilik-ngilik Ayah mengenai
Elsa.’ (LK : 146)
b. Pergeseran bentuk tunggal menjadi bentuk jamak dalam bSa.
(58) Je me mis à répéter ce mot de débauche, sourdement, en me
regardant les yeux, et, tout à coup, je me vis sourire. (BT : 54)
‘Aku mengucapkan kata meliar itu berulang-ulang dengan suara
parau, seraya menatap mataku, dan tiba –tiba kulihat wajahku
menyeringai.’ (LK : 58)
c. Pergeseran bentuk kalimat aktif menjadi kalimat pasif dalam bSa.
Contohnya adalah :
(59) Eh ! laisse-moi donc ! fit-elle en la repoussant du coude. (MB :
162)
‘"Ayo, pergi ah !" kata Emma dan anak itu ditolaknya dengan
sikunya.’ (MBt : 137)
38
d. Pergeseran bentuk kalimat pasif menjadi kalimat aktif dalam bSa.
Contohnya adalah :
(60) “Pour ça... Il faudrait que ta mère soit un peu un peu moins
dissipée avec ses migraines..” (Komik Titeuf, hlm. 16)
‘"Untuk itu, mamamu harus mengurangi migrennya."’ (Komik
Titeuf terjemahan, hlm. 15)
e. Pergeseran kala. BI tidak mengenal kala seperti bP sehingga terjadi
pergeseran kala. Contohnya adalah :
(61) Ce cher Cyril n’y tenait plus, dit-il en riant. (BT : 94)
‘"Si Cyril sudah tak tahan," celetuknya sambil terkekeh.’ (LK : 99)
2. Pergeseran Tataran Leksikal(Lexical Level Shift)
Pergeseran leksikal terjadi karena tidak adanya padanan setara dari bSu ke bSa
dalam tataran leksikal. Contohnya adalah sebagai berikut.
(62) “Regarde! T’as le overkill warriors qui te tombent dessus. Tu dois le
scracher!” (Komik Titeuf, hlm. 19)
‘"Lihat! Overkill Warriors menyerang. Kamu harus scrach mereka!"’
3. Pergeseran Kategori(Category Shift)
Catford membagi pergeseran kategori menjadi empat, yaitu pergeseran struktur
(structure shift), pergeseran kelas (class shift), pergeseran satuan (unit shift), dan
pergeseran intra-system (intra-system shift).
a. Pergeseran struktur adalah pergeseran dalam tataran sintaksis yang terjadi
karena perbedaan struktur antara bSu dan bSa. Contohnya adalah sebagai
berikut.
(63) Ses sanglots redoublaient. Le sud-américain se mit à pleurer aussi,
en répétant : « nous étions si heureux, si heureux ». (BT : 52)
‘Sedu-sedunya semakin menjadi-jadi. Si Amerika Serikat ikut-
ikutan meratap, terus membeo : « Betapa bahagia kita selama ini,
betapa bahagia.”’ (LK : 55)
39
b. Pergseran kelas kata adalah pegeseran yang terjadi pada tingkat kelas kata
dari bSu ke bSa. Contohnya adalah sebagai berikut.
(64) Dans son exaspération, M. Bovary père, brisant une chaise contre
les pavés, accusa sa femme d’avoir fait le malheur de leur fils en
l’attelant à une haridelle semblable, dont les harnais ne valaient
pas la peau. (MB : 43)
‘Karena jengkelnya, Tuan Bovary tua membanting kursi ke ubin
sampai patah berkeping-keping, menuduh istrinya telah
mencelakakan anak mereka karena dijadikan pasangan dari kuda
tua bangka semacam itu, yang seluruh abah-abahnya belum senilai
kulitnya.’ (MBt : 30)
c. Pergeseran satuan terjadi karena pergeseran tingkat satuan gramatikal yang
rendah ke satuan gramatikal yang lebih tinggi atau sebaliknya dalam proses
penerjemahan. Tingkat satuan ini mencakup kata, frasa, klausa, atau
kalimat. Contohnya adalah sebagai berikut.
(65) “C’est des conneries!” (Komik Titeuf, 2 : 6)
‘"Ngibul!"’ (Komik Titeuf terjemahan, 1 : 5)
d. Pergeseran intra-system ataua sistem bahasa adalah pergeseran-pergeseran
yang terjadi di dalam sistem bahasa antara bahasa sumber dengan bahasa
sasaran. Bahasa sumber dan bahasa sasaran terkadang memiliki sistem-
sistem yang kira-kira sama, tetapi pergeseran sistem bahasa dapat terjadi
saat penerjemahan melibatkan sistem bahasa yang berbeda. Contohnya
adalah sebagai berikut.
(66) Comme j’ai été sage ! se disait-elle en songeant aux écharpes.
(MB : 149)
‘"Aku tadi tahu diri juga !"’ katanya dalam hati, teringat syal-syal
tadi. (MBt : 126)
40
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Sintaksis
Analisis Sintaksis pada pembahasan ini meliputi analisis klausa utama dan
klausa bawahan pada kalimat yang mengandung bentuk gérondif serta posisi gérondif
dalam kalimat. Pembahasan lebih lanjut akan dipaparkan pada sub bab berikut.
3.1.1 Klausa Utama dan Klausa Bawahan Kalimat Gérondif
Setiap kalimat majemuk memiliki setidaknya dua klausa dalam sebuah kalimat,
begitu juga dengan kalimat yang mengandung gérondif menjelaskan beberapa
tindakan yang berbeda karena terdapat lebih dari satu verba. Apabila verba-verba
tersebut dipisahkan dan dijabarkan menjadi klausa lengkap dengan subjek dan
predikat, serta objek atau keterangan, maka akan terbentuk beberapa klausa.
Contohnya adalah sebagai berikut.
(67) Il riait doucement en me frottant la nuque. (BT : 17)
‘Ia terkekeh lirih sambil menggosok-gosok tengkukku.’ (LK : 18)
(68) Je me révélai à mon tour plus lentement en regardant Anne. (BT : 60)
‘Aku sendiri bangkit dengan lebih lambat seraya menatap Anne.’ (LK :
65)
Kalimat (67) di atas menjelaskan dua tindakan, yaitu riait, dan frottant, yang
dilakukan oleh subjek il ‘ia’. Bentuk gérondif di atas dapat dipisah dan dijabarkan
menjadi klausa yang lebih kompleks menjadi seperti berikut.
(67a) Il riait doucement
‘Ia terkekeh lirih’
Il me frottait la nuque
‘Ia menggosok-gosok tengkukku’
41
Klausa yang dicetak tebal adalah klausa utama, sedangkan klausa di bawahnya
adalah klausa bawahan. Klausa ‘Il me frottait la nuque’ merupakan klausa bawahan
karena pada kalimat aslinya dituliskan dalam bentuk gérondif sehingga menduduki
klausa bawahan. Kalimat Il riait doucement en me frottant la nuque merupakan
kalimat majemuk bertingkat karena terdiri dari satu klausa utama dan satu klausa
bawahan.
Pada kalimat (68), Je me révélai à mon tour plus lentement en regardant Anne,
dan terjemahannya ‘Aku sendiri bangkit dengan lebih lambat seraya menatap Anne’,
terdapat tindakan yang dilakukan oleh subjek je ‘aku’, yaitu révélai ‘bangkit’ dan
regardant ‘menatap’. Bentuk gérondif di atas jika dipisah dan diuraikan dalam bentuk
klausa yang lebih kompleks akan menjadi seperti berikut.
(68a) Je me révélai à mon tour plus lentement
‘Aku sendiri bangkit dengan lebih lambat’
Je regardai Anne
‘Aku menatap Anne’
Tindakan yang dituliskan dalam bentuk gérondif merupakan klausa bawahan,
Tindakan révélai ‘bangkit’ merupakan tindakan utama, sedangkan tindakan regardai
‘menatap’ merupakan tindakan pendukung dari tindakan utama. Kalimat (68)
merupakan kalimat majemuk bertingkat karena terdiri dari satu klausa utama dan satu
klausa bawahan.
Dalam satu kalimat bisa terdiri dari beberapa klausa hingga lebih dari dua
klausa, begitu juga kalimat yang mengandung gérondif. Di bawah ini akan dijabarkan
beberapa contoh kalimat ber-gérondif yang menjelaskan lebih dari dua tindakan,
yaitu :
42
(69) L’un d’eux, qui semblait plus considérable, prenait, tout en marchant,
quelques notes sur un album. (MB : 190)
‘Salah seorang dari mereka yang kelihatannya lebih berwibawa,
membuat catatan di dalam sebuah album sambil berjalan.’ (MBt : 162)
(70) Elle monta les marches de son escalier en se tenant à la rampe, et, quand
elle fut dans sa chambre, se laissa tomber dans un fauteuil. (MB : 162)
‘Emma menaiki anak-anak tangga rumahnya sambil berpegang pada
susuran tangan. Waktu ia sampai di kamarnya, ia mengempaskan diri ke
atas kursi besar.’ (MBt : 137)
Pada kalimat (69) terdapat tiga tindakan yang dilakukan oleh subjek L’un d’eux
‘salah seorang dari mereka’ yaitu semblait ‘kelihatannya’, prenait ‘membuat’, dan
marchant ‘berjalan’. Tindakan gérondif marchant ‘berjalan’ merupakan tindakan yang
dilakukan secara bersamaan dengan tindakan prendre ‘membuat’, sedangkan tindakan
semblait ‘kelihatannya’ merupakan complément du nom atau pelengkap dari subjek
L’un d’eux ‘salah seorang dari mereka’. Begitu juga dengan kalimat (70) yang terdapat
empat tindakan yang dilakukan oleh subjek Elle ‘Emma’ (kata ganti dari tokoh Emma)
dalam satu kalimat, yaitu monta ‘menaiki’, se tenant ‘berpegang’, fut, dan se laissa
‘menghempaskan diri’. Bentuk gérondif en se tenant ‘sambil berpegang’ menjelaskan
tindakan yang dilakukan secara bersamaan dengan monta ‘menaiki’, sedangkan
tindakan lainnya, fut dan se laissa ‘menghempaskan diri’, merupakan tindakan yang
dilakukan setelah tindakan monta ‘menaiki’ dan se tenant ‘berpegang’, diperjelas
dengan adanya kata penghubung et ‘dan’ dalam kalimat itu. Kalimat (69) dan kalimat
(70) jika dipisah dan dijabarkan dalam klausa yang lebih kompleks akan menjadi
seperti berikut.
(69a) L’un d’eux prenait quelques notes sur un album
‘Salah seorang dari mereka yang kelihatannya lebih berwibawa’
L’un d’eux semblait plus considérable
‘Salah satu dari mereka membuat catatan di dalam sebuah album’
L’un d’eux marchait
‘Salah satu dari mereka berjalan’
(70a) Elle monta les marches de son escalier
43
‘Emma menaiki anak-anak tangga rumahnya’
Elle se tint à la rampe
‘Emma berpegang pada susuran tangan’
Elle fût dans sa chambre
‘Emma sampai pada kamarnya’
Elle se laissa tomber dans un fauteuil
‘Ia menghempaskan diri ke atas kursi besar’
Pada (69a) dan (70a), klausa yang dicetak tebal merupakan klausa utama,
menjelaskan tindakan yang menjadi prioritas dalam kalimat-kalimat itu, sedangkan
klausa yang lainnya merupakan klausa bawahan, menjelaskan tindakan-tindakan lain
yang mendukung tindakan utama. Kalimat (69) merupakan kalimat majemuk
campuran karena di dalam kalimat terdapat satu klausa utama dan dua klausa bawahan
sebagai pelengkap subjek dan pendukung klausa utama. Kalimat (70) juga merupakan
kalimat majemuk campuran, karena terdiri dari satu klausa utama dan tiga klausa
bawahan sebagai pedukung tindakan utama dan tindakan yang dilakukan secara
berurutan.
3.1.2 Posisi Gérondif
Dalam sebuah kalimat, gérondif dapat terletak di awal, di tengah-tengah, atau
di akhir kalimat. Letak gérondif yang bermacam-macam itu juga dapat disebabkan
oleh penting atau tidaknya informasi yang disampaikan oleh penutur. Informasi
Penjelasan lebih lanjut mengenai posisi gérondif akan dijelaskan beserta contoh di
bawah ini.
(71) Je me révélai à mon tour plus lentement en regardant Anne. (BT : 60)
‘Aku sendiri bangkit dengan lebih lambat seraya menatap Anne.’ (LK :
65)
(72) Il riait doucement en me frottant la nuque. (BT : 17)
‘Ia terkekeh lirih sambil menggosok-gosok tengkukku.’ (LK : 18)
44
Kalimat (71) dan (72) menjelaskan dua tindakan yang dilakukan oleh subjek je
‘aku’ dan il ‘ia’ yaitu révélai ‘bangkit’ dan regardant ‘menatap’ pada kalimat (71)
serta riait ‘terkekeh’ dan frottant ‘menggosok-gosok’ pada kalimat (72). Salah satu
kesamaan dari kedua kalimat di atas adalah posisi gérondif yang sama-sama terletak di
akhir kalimat. Posisi gérondif di akhir kalimat itu tentunya juga berpengaruh pada
seberapa penting informasi tindakan dalam kalimat. Dalam sebuah kalimat, informasi
yang dianggap paling penting diungkapkan di awal kalimat, sedangkan informasi
yang dianggap kurang penting diungkapkan setelahnya. Begitu juga pada contoh
kalimat (71), Je me révélai à mon tour plus lentement en regardant Anne, dan kalimat
(72) Il riait doucement en me frottant la nuque, tindakan révélai pada kalimat (71) dan
tindakan riait ‘terkekh’ pada kalimat (72) dianggap lebih penting karena letaknya di
depan, sedangkan tindakan gérondif en regardant ‘sambil menatap’ pada kalimat (71)
dan en frottant ‘samabil menggosok-gosok’ pada kalimat (72) yang letaknya di
belakang merupakan tindakan yang kurang penting. Letak klausa gérondif pada
kalimat (71) dan (72) bukan berarti tidak bisa ditukar, meskipun tidak mengurangi
maknanya, namun tindakan yang lebih penting atau informasi yang ditekankan
menjadi berubah, misalnya :
(71a) En regardant Anne, je me révélai à mon tour plus lentement.
‘Seraya menatap Anne, aku sendiri bangkit dengan lebih lambat.’
(72a) En me frottant la nuque, il riait doucement.
‘Sambil menggosok-gosok tengkukku, ia terkekeh lirih.’
Pada kalimat (71a) dan (72a), gérondif terletak di awal kalimat. Makna kalimat
(71a) dan (72a) dengan kalimat asalnya tetap sama dan tidak ada yang berkurang,
namun pada kalimat (71a) dan (72a), tindakan gérondif di awal kalimat menjadi
tindakan yang dianggap lebih penting daripada tindakan lainnya.
45
Selain di awal dan di akhir kalimat, gérondif juga memungkinkan untuk
diletakkan di tengah-tengah, namun perlu diperjelas dengan tanda baca koma (,) agar
tidak menimbulkan perubahan makna. Lebih jelasnya lihat contoh berikut.
(71b) Je me révélai à mon tour en regardant Anne plus lentement.
‘Aku sendiri bangkit, sambil melihat Anne, dengan lebih lambat.’
(71c) Je me révélai à mon tour, en regardant Anne, plus lentement.
‘Aku sendiri bangkit, sambil melihat Anne, dengan lebih lambat.’
(72b) Il riait en me frottant la nuque doucement.
‘Ia terkekeh sambil menggosok-gosok tengkukku pelan-pelan1.’
(72c) Il riait, en me frottant la nuque, doucement.
‘Ia terkekeh, sambil menggosok-gosok tengkukku, lirih.’
Penempatan gérondif seperti pada kalimat (71b) dan (72b) tidak
memungkinkan karena akan menimbulkan perubahan makna atau keambiguan. Pada
kalimat (71) dan (71a), frasa à mon tour merupakan COI dan plus lentement
merupakan keterangan dari me revelai ‘bangkit’, sedangkan en regardant Anne
‘sambil menatap Anne’ merupakan tindakan lain yang dilakukan bersamaan dengan
tindakan me revelai ‘bangkit’. Jika gérondif diletakkan di antara objek dan keterangan
seperti pada kalimat (72b), maka frasa plus lentement ‘lebih lambat’ akan dikira
sebagai penjelas dari tindakan en regardant Anne ‘sambil menatap Anne’, bukan dari
tindakan utama Je me révélai ‘Aku sendiri bangkit’. Frasa plus lentement ‘lebih
lambat’ pada kalimat (72b) menjelaskan tindakan pada klausa Je me révélai à mon
tour ‘Aku sendiri bangkit’, sedangkan frasa ‘plus lentement’ ‘lebih lambat’ pada
kalimat (72c) menjelaskan tindakan pada frasa en regardant Anne ‘sambil menatap
Anne’.
1 Pada novel terjemahannya, ‘doucement’ diartikan sebagai ‘lirih’ karena menjelaskan tentang suara,
sedangkan pada (72b) kata ‘doucement’ diartikan sebagai ‘pelan-pelan’ karena verba sebelumnya adalah ‘menggosok’gosok, sehingga tidak dapat menggunakan kata ‘lirih’ yang merupakan kata sifat dari indra suara.
46
Jika kalimat (71) dan kalimat (72) diucapkan dengan bahasa lisan, maka akan
lebih mudah dimengerti dengan bantuan penekanan intonasi, tetapi jika diungkapkan
dengan bahasa tulis akan menimbulkan keambiguan. Maka dari itu perlu diberi tanda
baca koma (,) seperti kalimat (71c) dan (72c) agar tidak menimbulkan perubahan
makna.
Pada kalimat (71), Je me révélai à mon tour plus lentement en regardant Anne
‘Aku sendiri bangkit dengan lebih lambat seraya menatap Anne’, dan kalimat (72), Il
riait doucement en me frottant la nuque ‘Ia terkekeh lirih sambil menggosok-gosok
tengkukku’, menjelaskan dua tindakan dalam sebuah kalimat dan letak klausa gérondif
dapat ditukar seperti pada uraian sebelumnya. Namun apabila dalam sebuah kalimat
terdapat lebih dari dua klausa, gérondif tidak bisa serta merta ditempatkan di awal atau
di akhir kalimat. Contohnya adalah sebagai berikut.
(73) Des hirondelles passaient en poussant de petits cris, coupaient l’air au
tranchant de leur vol, et rentraient vite dans leurs nids jaunes, sous les
tuiles du larmier. (MB : 157)
‘Burung-burung layang-layang lewat dengan pekik pendek-pendek,
membelah udara dengan sayapnya, dan bergegas pulang ke sarang-sarang
kuning mereka di bawah genting talang.’ (MBt : 133)
Gérondif pada kalimat (73) menjelaskan tindakan poussant ‘pekik’ yang
dilakukan secara bersamaan dengan tindakan passaient ‘lewat’oleh oleh subjek Des
hirondelles ‘burung-burung layang-layang’. Bentuk gérondif pada kalimat (73) dapat
dipindahkan sebelum subjek dan menambahkan tanda baca koma (,) untuk
memperjelas, namun gérondif tidak memungkinkan dipindahkan di akhir kalimat atau
setelah klausa lainnya, karena maknanya akan berbeda. Perhatikan pemaparan berikut
ini.
(73a) En poussant de petits cris, des hirondelles passaient, coupaient l’air au
tranchant de leur vol, et rentraient vite dans leurs nids jaunes, sous les
tuiles du larmier.
47
‘Dengan pekik pendek-pendek, burung-burung layang-layang lewat,
membelah udara dengan sayapnya, dan bergegas pulang ke sarang-sarang
kuning mereka di bawah genting talang.’
(73b) Des hirondelles passaient, coupaient l’air au tranchant de leur vol, et
rentraient vite dans leurs nids jaunes, sous les tuiles du larmier en
poussant de petits cris.
‘Burung-burung layang-layang lewat, membelah udara dengan sayapnya,
dan bergegas pulang ke sarang-sarang kuning mereka di bawah genting
talang dengan pekik pendek-pendek.’
Kalimat (73a) memiliki makna yang sama dengan kalimat (73), yaitu bentuk
gérondif merupakan tindakan yang dilakukan bersamaan dengan tindakan passaient
‘lewat’. Sedangkan dengan menempatkan gérondif di akhir kalimat seperti pada
kalimat (73b), maka gérondif menjelaskan tindakan yang dilakukan bersamaan dengan
tindakan rentrait ‘bergegas pulang’. Selain tidak dapat dipindahkan secara serta merta
dalam kalimat yang mengandung beberapa verba dengan banyak tindakan, gérondif
juga tidak bisa dipindah dalam kalimat yang menjelaskan peristiwa atau tindakan yang
dilakukan secara berurutan. Contohnya adalah sebagai berikut.
(74) Elle me regarda avec ficcite un instant, puis sourit mystérieusement en
détournant la tête. (BT : 35)
‘Sejenak ia menatapku lekat-lekat, lantas tersenyum misterius,
melengos.’ (LK : 38)
Kalimat (74) menjelaskan tiga tindakan, yaitu regarda ‘menatap’, sourit
‘tersenyum’, dan détournant ‘melengos’. Bentuk gérondif en détournant menjelaskan
tindakan yang dilakukan bersamaan dengan tindakan sourit ‘tersenyum’, namun kedua
tindakan ini dilakukan setelah tindakan regarda ‘menatap’ karena adanya kata
penghubung puis yang memiliki arti ‘lantas’ atau ‘kemudian’, yaitu penghubung yang
menjelaskan tindakan yang terjadi berurutan. Bentuk gérondif en détournant la tête
hanya bisa dipindahkan setelah kata puis, karena jika dipindakan di awal kalimat,
maka tindakan ini bukan lagi menjelaskan tindakan yang dilakukan bersamaan dengan
48
tindakan sourit ‘tersenyum’, melainkan tindakan yang dilakukan bersamaan dengan
tindakan regarda ‘menatap’ dan urutan kegiatannya menjadi berbeda. Contoh :
(74a) Elle me regarda avec ficcite un instant, puis, en détournant la tête, sourit
mystérieusement.
‘Sejenak ia menatapku lekat-lekat, lantas (sambil) melengos, tersenyum
misterius.’
(74b) En détournant la tête, elle me regarda avec ficcite un instant, puis sourit
mystérieusement.
‘(Sambil) melengos, sejenak ia menatapku lekat-lekat, lantas tersenyum
misterius.’
Kalimat (74a) dan (74b) memiliki pengertian yang berbeda. Kalimat (74a)
menjelaskan tindakan yang sama dengan kalimat (74), hanya saja gérondif ditulis
sebelum sourit mystérieusement ‘tersenyum misterius’, sedangkan kalimat (74b),
tindakan en détournant la tête ‘melengos’ tidak dilakukan secara bersamaan dengan
tindakan sourit ‘tersenyum’ seperti pada kalimat (74) dan (74a), melainkan yang
dilakukan secara bersamaan dengan tindakan regarda ‘menatap’. Dengan begitu,
gérondif hanya bisa dipindahkan pada tataran klausanya sendiri saja dan tidak bisa
dipindahkan ke dalam klausa lainnya, karena tindakan yang terjadi secara berurutan
harus diungkapkan secara runtut untuk menjelaskan serangkaian kegiatan yang
berurutan.
Dalam beberapa kasus, gérondif dapat diletakkan di awal atau di akhir kalimat
meskipun di dalam kalimat itu terdapat banyak klausa yang menjelaskan beberapa
tindakan, yaitu ketika gérondif merupakan latar belakang dari serangkaian peristiwa
tersebut. Contohnya adalah sebagai berikut.
(75) Dans la voiture, en revenant, mon père prit ma main et la serra dans la
sienne. (BT : 152)
‘Di mobil, dalam perjalanan pulang, Ayah meraih tanganku dan terus
meremasnya.’ (LK : 163)
49
(76) En rentrant, il prit Anne dans ses bras, la garde quelques instants contre
lui, les yeux fermés. (BT : 113)
‘Begitu tiba, ia menarik Anne dalam dekapannya, berlama-lama
memeluknya dengan mata terpejam.’ (LK : 119)
Pada kalimat (75) dan (76), gérondif menyatakan keterangan waktu yaitu
‘dalam perjalanan pulang’ atau ‘ketika pulang’ dan ‘begitu tiba’ atau ‘ketika tiba’.
Tindakan ini merupakan latar belakang dari tindakan lainnya, artinya tindakan lain
dalam kedua kalimat tersebut terjadi lebih singkat daripada tindakan gérondif.
Gérondif dalam kalimat ini dapat diletakkan di awal maupun di akhir kalimat,
misalnya :
(75a) En revenant dans la voiture, mon père prit ma main et la serra
dans la sienne.
‘Dalam perjalanan pulang di mobil, Ayah meraih tanganku dan terus
meremasnya.’
(75b) Mon père prit ma main et la serra dans la sienne dans la voiture en
revenant.
‘Ayah meraih tanganku dan terus meremasnya di mobil dalam perjalanan
pulang.’
(76a) Il prit Anne dans ses bras, la garde quelques instants contre lui, les yeux
fermés en rentrant.
‘Ia menarik Anne dalam dekapannya, berlama-lama memeluknya
dengan mata terpejam begitu tiba.’
(76b) Il prit Anne dans ses bras, en rentrant, la garde quelques instants contre
lui, les yeux fermés.
‘Ia menarik Anne dalam dekapannya begitu tiba, berlama-lama
memeluknya dengan mata terpejam.’
Letak gérondif pada kalimat (75a), (75b), (76a) dan (76c) di atas berbeda-beda,
namun tetap berterima dan tidak menyebabkan perbedaan arti, hanya saja informasi
mengenai tindakan yang lebih ditekankan atau dianggap lebih penting menjadi
berubah. Pada kalimat (75a), klausa En revenant dans la voiture ‘Dalam perjalanan
pulang di mobil’, diungkapkan terlebih dahulu sehingga informasi itu dianggap lebih
penting daripada klausa mon père prit ma main et la serra dans la sienne ‘Ayah
50
meraih tanganku dan terus meremasnya’ yang diungkapkan setelahnya, sedangkan
pada kalimat (75b), klausa mon père prit ma main et la serradans la sienne ‘Ayah
meraih tanganku dan terus meremasnya’ dianggap lebih penting karena diungkapkan
terlebih dahulu daripada klausa En revenant dans la voiture‘Dalam perjalanan pulang
di mobil’ . Begitu juga dengan kalimat (76a) dan (76b).
3.2 Analisis Semantik dan Terjemahan
Analisis semantik pada penelitian ini meliputi analisis makna semantik dan
terjemahan gérondif yang diambil dari novel BT dan MB serta novel terjemahannya
dalam bI, LK dan MBt, sedangkan analisis terjemahan membahas tentang pergeseran
terjemahan bentuk gérondif dari sumber data yang terkumpul. Bentuk gérondif
memiliki fungsi untuk menyatakan tindakan yang dilakukan bersamaan, namun dalam
penerjemahan, maknanya bisa berkembang sesuai dengan konteks dan penyesuaian
terhadap bSa. Penyesuaian ini bisa juga disebabkan oleh kata, frasa, atau klausa
sebelum dan sesudah gérondif. Pada analisis makna juga dilakukan teknik ganti, yaitu
mengganti gérondif dengan kata lain yang memiliki makna setara. Penjelasan lebih
lanjut mengenai analisis makna gérondif akan dipaparkan pada sub bab berikut.
3.2.1 Makna Semantik dan Terjemahan Gérondif
Dari data yang diambil, sebagian besar bentuk gérondif menyatakan makna
sambil atau seraya, keterangan cara, keterangan waktu, dan sebab akibat, seperti yang
dikemukakan oleh Olivier (1978 : 326) tentang fungsi gérondif, meskipun pada data
juga terdapat terjemahan lain pada bentuk gérondif. Selain teori Olivier, digunakan
pula teori Ramlan (1987 : 59) tentang hubungan makna pada kalimat majemuk.
Berikut ini adalah pengklasifikasian gérondif menurut maknanya semantik dan
terjemahannya.
51
1. Menyatakan Makna ‘Sambil’ dan ‘Seraya’
Fungsi gérondif yang paling banyak ditemukan dari sumber data penelitian
ini adalah menyatakan makna ‘sambil’ dan ‘seraya’, misalnya :
(77) Elle lui sourit en passant et prit son manteau. (BT : 48)
‘Anne tersipu-sipu seraya melewatinya dan mengambil mantel.’
(LK : 51)
(78) Charles, assis devant Emma, dit en se frottant les mains d’un air
heureux. (MB : 89)
‘Charles yang duduk berhadapan dengan Emma, berkata dengan
muka bahagia sambil menggosok-gosok tangannya.’ (MBt : 71)
Pada kalimat (77) dan (78), kata en passant ‘seraya melewatinya’ dan en se
frottant ‘sambil menggosok-gosok’ merupakan bentuk gérondif yang
diterjemahkan menjadi ‘sambil’ dan ‘seraya’ dalam bI, artinya menyatakan dua
tindakan atau lebih yang dilakukan secara bersamaan. Untuk menyatakan tindakan
yang dilakukan secara bersamaan juga dapat diungkapkan dengan kata-kata
berikut yang memiliki arti yang sama.
(77a) Elle lui sourit pendant qu’elle passait et prit son manteau.
‘Anne tersipu-sipu seraya melewatinya dan mengambil mantel.’
(78a) Charles, assis devant Emma, dit en même temps qu’il frotta les
mains d’un air heureux.
‘Charles yang duduk berhadapan dengan Emma, berkata dengan
muka bahagia sambil menggosok-gosok tangannya.’
Pada kalimat (77a) dan (78a), bentuk gérondif digantikan dengan pendant
que dan en même temps que yang memiliki arti serupa, yaitu makna ‘sambil’ atau
‘seraya’ yang menyatakan tindakan yang dilakukan bersamaan. Kata pendant que
pada kalimat (77a) diikuti dengan bentuk imparfait, yang artinya tindakan passait
berlangsung lebih lama daripada tindakan sourit ‘tersipu-sipu’ dan prit
mengambil’ yang dituliskan dalam bentuk passé simple, sedangkan pada kalimat
52
(78a), tidak ada tindakan yang melatarbelakangi atau berlangsung lebih lama
daripada tindakan lainnya karena semua tindakan dituliskan dengan passé simple.
Pada kasus-kasus tertentu, gérondif yang menyatakan makna ‘sambil’ tidak
bisa diterapkan pada semua verba atau tindakan. Beberapa tindakan tertentu tidak
bisa dilakukan secara bersamaan dengan tindakan lain, contohnya :
(79) En dansant, je respirai son parfum familier d’eau de Cologne, de
chaleur, de tabac. (BT : 46)
‘Seraya berdansa, aku menghirup wanginya yang akrab, campuran
eau de cologne, panas tubuhnya dan tembakau.’ (LK : 49)
(79a) En dormant, je respirai son parfum familier d’eau de Cologne, de
chaleur, de tabac.
‘Seraya tidur, aku menghirup wanginya yang akrab, campuran eau
de cologne, panas tubuhnya, dan tembakau.’
(79b) En nageant, je respirai son parfum familier d’eau de Cologne, de
chaleur, de tabac.
‘Seraya berenang, aku menghirup wanginya yang akrab, campuran
eau de cologne, panas tubuhnya, dan tembakau.’
Dari ketiga kalimat di atas, kalimat (79), (79a), dan (79b), secara struktur,
susunannya tidak ada yang salah, namun hanya kalimat (79) saja yang berterima
atau dipahami maksudnya, karena pada kalimat (79a) dan (79b) tindakan dormant
‘tidur’ dan nageant ‘berenang’ tidak dapat dilakukan secara bersamaan tindakan
lainnya. Ketika manusia tidur, manusia kehilangan kesadaran sepenuhnya.
Meskipun manusia tetap menghirup udara atau bernafas ketika tidur, tetapi
manusia tidak bisa menyadari aroma apa yang ia hirup ketika tidur. Tindakan itu
dapat dilakukan ketika manusia telah terbangun. Begitu juga dengan ketika
berenang. Berenang merupakan tindakan yang dilakukan dengan kesadaran
penuh, tetapi berenang merupakan salah satu kegiatan olahraga yang dilakukan di
dalam air dimana manusia tidak menghirup dan mendefinisikan aroma parfum
ketika di dalam air.
53
2. Menyatakan Makna ‘Sebab’
Bentuk gérondif juga dapat diartikan sebagai pernyataan ‘sebab’, misalnya :
(80) Je pensai tristement qu’elle n’était descendue qu’en entendant la
voiture. (BT : 24)
‘Dengan murung kupikir, ia turun karena mendengar deru mobil.’ (LK
: 25)
(81) Dans son exaspération, M. Bovary père, brisant une chaise contre les
pavés, accusa sa femme d’avoir fait le malheur de leur fils en
l’attelant à une haridelle semblable, dont les harnais ne valaient pas
la peau. (MB : 43)
‘Karena jengkelnya, Tuan Bovary tua membanting kursi ke ubin
sampai patah berkeping-keping, menuduh istrinya telah mencelakakan
anak mereka karena dijadikan pasangan dari kuda tua bangka
semacam itu, yang seluruh abah-abahnya belum senilai kulitnya.’
(MBt : 30)
Pada kalimat (80) dan (81), gérondif memiliki arti ‘karena’ yang dalam bI,
digunakan untuk menyatakan ‘sebab’. Sebagai pembanding, bentuk gérondif
dalam kedua kalimat tersebut juga dapat diungkapkan dengan kata lain yang
memiliki makna yang sama, yaitu :
(80a) Je pensai tristement qu’elle était descendue parce qu’elle entendit
la voiture.
‘Dengan murung kupikir, ia turun karena ia mendengar deru
mobil.’
(LK : 25)
(81a) Dans son exaspération, M. Bovary père, brisant une chaise contre
les pavés, accusa sa femme d’avoir fait le malheur de leur fils
parce qu’elle l’attela à une haridelle semblable, dont les harnais
ne valaient pas la peau.
‘Karena jengkelnya, Tuan Bovary tua membanting kursi ke ubin
sampai patah berkeping-keping, menuduh istrinya telah
mencelakakan anak mereka karena ia menjadikan mereka pasangan
dari kuda tua bangka semacam itu, yang seluruh abah-abahnya
belum senilai kulitnya.’
Kata parce que digunakan untuk menyatakan ‘sebab’ karena memiliki arti
‘karena’ dan dapat menggantikan gérondif pada kalimat (80) dan (81), namun kata
54
parce que diikuti dengan struktur yang lebih kompleks, yaitu subjek dan predikat,
tidak seperti gérondif. Gérondif pada kata di atas diterjemahkan menjadi makna
‘sebab’ karena terdapat klausa yang menyatakan sebab dan klausa yang
menyatakan akibat. Klausa yang mengandung gérondif dalam kalimat menyatakan
sebab, sedangkan klausa lainnya menyatakan akibat. Contohnya pada kalimat
(80), Je pensai tristement qu’elle n’était descendue qu’en entendant la voiture
‘Dengan murung kupikir, ia turun karena ia mendengar deru mobil’ klausa ber-
gérondif yang digaris bawahi menyatakan sebab dari klausa sebelumnya. Peran
klausa ber-gérondif sebagai tindakan ‘sebab’ dalam kalimat yang menyatakan
sebab-akibat tidak dapat diganggu gugat. Apabila klausa pada kalimat (80) yang
mengandung bentuk gérondif dimaknai sebagai tindakan akibat, maka arti kalimat
ini menjadi berbeda. Terjemahan asli kalimat di atas dalam novel LK menjelaskan
subyek ‘ia’ turun disebabkan oleh suara deru mobil. Apabila posisi sebab-
akibatnya dibalik menjadi ‘Dengan murung kupikir, karena ia turun, ia mendengar
deru mobil’ maka artinya adalah karena subjek ia turun, maka ia mendengar deru
mobil. Jika ia tidak turun, maka kemungkinan besar ia tidak mendengar deru
mobil.
Selain parce que dan bentuk gérondif, kalimat sebab-akibat dapat
dinyatakan dengan comme dan car. Penggunaan kata comme diletakkan di awal
kalimat, misalnya Comme elle entendait la voiture, elle est descendué, dan kata
car ‘Karena ia mendengar deru mobil, ia turun’ dapat digunakan di awal ataupun
di tengah, tetapi hanya digunakan pada ragam tulis.
3. Menyatakan Makna ‘Waktu’
Bentuk gérondif dapat digunakan untuk menyatakan keterangan waktu,
contohnya adalah sebagai berikut.
55
(82) Enfin, je la compris et je me sentis aussi froide, aussi impulsante
qu’en la lisant pour la première fois. (BT : 64)
‘Alhasil aku memahaminya, dan aku merasa sedingin, setakberdaya
saat membacanya pertama kali.’ (LK : 69)
(83) Vus de si près, ses yeux lui paraissaient agrandis, surtout quand elle
ouvrait plusieurs fois de suite ses paupières en s’éveillant ; (MB :
61)
‘Kalau dilihat sedekat itu, mata Emma jadi tampak makin besar
olehnya, apalagi apabila pelupuk matanya berkedip-kedip pada
waktu bangun.’ (MBt : 47)
Pada kalimat (82) dan (83), bentuk gérondif diterjemahkan menjadi ‘saat’
dan 'pada waktu’ yang menunjukkan keterangan waktu dalam bI. Kedua kata itu
memiliki sinonim dengan ketika. Penerjemahan ini cukup tepat karena ada frasa
atau klausa sebelum atau sesudahnya yang mendukung, misalnya pada kalimat
(82) terdapat frasa pour la premiere fois ‘pertama kali’ yang merupakan
keterangan waktu dan kata quand ‘pada’ yang mengawali klausa quand elle
ouvrait plusieurs fois de suite ses paupières en s’éveillant ‘apalagi apabila
pelupuk matanya berkedip-kedip pada waktu bangun’ pada kalimat (83). Gérondif
pada kalimat (82) dan (83) di atas dapat digantikan dengan kata quand seperti
dalam kalimat berikut yang memiliki arti yang sama.
(82a) Enfin, je la compris et je me sentis aussi froide, aussi impulsante que
la premiere fois quand je la lisa.
‘Alhasil aku memahaminya, dan aku merasa sedingin, setakberdaya
saat pertama kali membacanya.’
(83a) Vus de si près, ses yeux lui paraissaient agrandis, surtout quand elle
ouvrait plusieurs fois de suite ses paupières quand elle s’éveillait.
‘Kalau dilihat sedekat itu, mata Emma jadi tampak makin besar
olehnya, apalagi apabila pelupuk matanya berkedip-kedip pada
waktu ia bangun.’
Perbedaan dari gérondif pada kalimat (82) dan (83) dengan kalimat (82a)
dan (83a) adalah, kata quand diikuti dengan subjek dan predikat. Kata quand
56
biasanya digunakan untuk menyatakan tindakan atau peristiwa yang menjadi latar
belakang, contohnya pada kalimat En me retournant vers elle, je reçus un choc,
klausa yang digaris bawahi menyatakan tindakan yang melatarbelakangi tindakan
je reçus un choc. Namun, ada pula gérondif yang menyatakan makna quand dan
menjelaskan beberapa tindakan atau peristiwa yang berdurasi sama, misalnya :
(84) Emma se sentait faible en marchant …(MB : 133)
Emma merasa lemah waktu berjalan. (MBt : 111)
Pada kalimat (84) kedua verba menjelaskan dua tindakan se sentait ‘merasa’
dan marchant ‘berjalan’. Dari kedua tindakan itu tidak ada yang menjadi latar
belakang karena tindakan ‘merasa lelah’ tidak hanya terjadi seketika, melainkan
terjadi selama ia berjalan.
4. Menyatakan Makna ‘Cara’
Bentuk gérondif dapat digunakan untuk menyatakan makna ‘cara’ atau
sarana dari sebuah tindakan yang dalam bI keterangan cara dapat diungkapkan
dengan kata secara, dengan, dan melalui. Kata sembari dan sambil juga bisa
digunakan untuk menyatakan keterangan cara. Contoh bentuk gérondif yang
menyatakan keterangan cara adalah sebagai berikut.
(85) Et qu’en épousant une femme de son âge, il échappait à cette
catégorie des hommes sans date de naissance dont il faisait partie.
(BT : 98)
‘Dan dengan menikahi wanita sepantarannya, Ayah terusir dari
kategori pria-pria tanpa tanggal lahir.’ (LK : 104)
(86) Emma, de temps à autre, se rafraichissait les joues en y appliquant
la paume de ses mains, qu’elle refroidissait après cela sur la pomme
de fer des grands chenets. (MB : 47)
‘Emma, sesekali, menyejukkan pipinya dengan telapak tangannya
yang sesekali didinginkannya kembali pada tombol besi tempat kayu
bakar perapian.’ (MBt : 33)
57
Gérondif pada kalimat (85) dan (86) menyatakan ‘cara’ yang bermakna
‘dengan’. Penerjemahan gérondif menjadi keterangan cara di atas cukup tepat,
didukung dengan adanya klausa yang menyatakan hasil pada kalimat (85), il
échappait à cette catégorie des hommes sans date de naissance dont il faisait
partie ‘Ayah terusir dari kategori pria-pria tanpa tanggal lahir’ dan adanya benda
yang berfungsi sebagai alat pada kalimat (86), yaitu la paume de ses mains
‘dengan telapak tangannya’. Dalam bP dapat digunakan kata avec untuk
menyatakan ‘cara’, tetapi kata avec diikuti dengan kata benda atau kata sifat,
bukan kata kerja atau verba. Contohnya pada kalimat (85) dan (86), kalimat (85)
tidak tepat jika menggunakan kata avec, menjadi avec epouser une femme de son
âge, il échappait à cette catégorie des hommes sans date de naissance dont il
faisait partie, karena tidak berterima. Kalimat (86) dapat menggunakan kata avec
dengan merubah sedikit strukturnya agar dapat berterima, tanpa merubah artinya,
menjadi Emma, de temps à autre, appliquait les joues avec la paume de ses main
pour se rafraichir, qu’elle refroidissait après cela sur la pomme de fer des grands
chenets.
5. Menyatakan Makna ‘Perlawanan’
Fungsi bentuk gérondif selain fungsi-fungsi di atas adalah menyatakan
‘perlawanan’, yang dalam bP biasa dinyatakan dengan bien que, quoique.
Konjungsi yang menyatakan ‘perlawanan’ dalam bI dinyatakan dengan kata
meskipun, walaupun, biarpun, namun, dan padahal. Pada sumber data hanya
ditemukan satu kalimat yang menyatakan ‘perlawanan’, yaitu :
(87) Si elle était devenue une fille des rues en etant née dans son milieu,
là, elle aurait eu du mérite. (BT : 43)
‘Kalau dia jadi cewek jalanan padahal lahir dari lingkungan borjouis,
itu baru patut diacungi jempol.’ (LK : 47)
58
Gérondif pada kalimat (87) dituliskan dalam kala plus-que-parfait memiliki
makna ‘padahal’ yang merupakan konjungsi untuk menyatakan pertentangan. Bentuk
gérondif di atas memiliki makna yang sama dengan kalimat berikut.
(87a) Si elle était devenue une fille des rues quoiqu’elle soit née dans son
milieu, là, elle aurait eu du mérite.
‘Kalau dia jadi cewek jalanan namun lahir dari lingkungan borjouis,
itu baru patut diacungi jempol.’
Kata quoique pada kalimat (87a) memiliki arti yang sama dengan gérondif
pada kalimat (87), hanya saja quoique diikuti dengan subjek dan predikat. Dalam
kalimat pertentangan, terdapat klausa yang menyatakan perlawanan atau hal yang
bertentangan dari klausa lainnya. Contohnya pada kalimat (87), Si elle était
devenue une fille des rues en étant née dans son milieu, là, elle aurait eu du
mérite ‘Kalau dia jadi cewek jalanan namun lahir dari lingkungan borjouis, itu
baru patut diacungi jempol’, terdapat dua klausa yang maknanya bertentangan,
yaitu klausa elle était devenue une fille des rues, ‘dia jadi cewek jalanan’ dan
klausa en etant née dans son milieu2, ‘padahal lahir dari lingkungan borjouis’
3.
Cewek jalanan tentunya bertentangan dengan lingkungan borjouis, dan subjeknya
sama, yaitu elle. Untuk menggabungkan kedua klausa yang bertentangan itu,
digunakanlah konjungsi ‘bien que’, ‘quoique’, atau dalam bI namun, meskipun,
walaupun, padahal untuk menggabungkan hal yang bertentangan atau
berlawanan.
2 Pada novel BT, diceritakan bahwa subyek ‘elle’ merupakan wanita yang berasal dari kalangan ‘borjouis’,
dituliskan dengan frasa ‘son milieu’ yang artinya tempat ia berasal. 3 Kaum borjouis berasal dari kata ‘bourgeois / bourgeoise’, adalah warga kota yang memiliki kedudukan
istimewa setelah abad pertengahan. Sedangkan sebelum abad pertengahan, kaum ini merupakan golongan rakyat berharta tetapi bukan merupakan bangsawan atau pendeta. (Kamus Perancis Indonesia)
59
Selain menyatakan makna-makna di atas seperti yang dikemukakan oleh
Olivier, pada sumber data ditemukan penerjemahan kalimat gérondif yang merupakan
kalimat majemuk juga diterjemahkan menjadi makna ‘penjumlahan’, makna
‘perurutan’, makna ‘akibat’, makna ‘syarat’, dan makna ‘pengandaian’. Penelitian ini
menggunakan teori Ramlan tentang hubungan makna antar klausa pada kalimat
majemuk. Pembahasan lanjut mengenai makna gérondif adalah sebagai berikut.
6. Menyatakan Makna ‘Penjumlahan’
Gérondif yang menyatakan makna penjumlahan menjelaskan beberapa
tindakan yang digabungkan dalam sebuah kalimat yang maknanya bisa juga
tindakan yang dilakukan secara bersamaan atau berurutan, namun pada
terjemahannya, konjugasi yang digunakan adalah kata dan, misalnya :
(88) Mon père et moi, c’eut été d’une balle dans la tête en laissant une
notice explicative destinée à troubler à jamais le sang et le sommeil
des responsable. (BT : 150)
‘Ayah dan aku pasti memilih peluru di kepala, serta meninggalkan
surat penjelasan bertujuan merecoki selamanya tidur orang-orang
yang bertanggung jawab.’ (LK : 160)
Terjemahan gérondif pada kalimat (88) menyatakan makna ‘penjumlahan'
dengan digunakannya kata konjugasi serta yang menyatakan penjumlahan,
penambahan, atau penggabungan. Sebagai buktinya, gérondif pada kalimat (88) di
atas dapat diganti dengan kata berikut.
(88a) Mon père et moi, c’eut été d’une balle dans la tête, et nous avons
laissé une notice explicative destinée à troubler à jamais le sang et
le sommeil des responsable. (BT : 150)
‘Ayah dan aku pasti memilih peluru di kepala, serta kami
meninggalkan surat penjelasan bertujuan merecoki selamanya tidur
orang-orang yang bertanggung jawab.’ (LK : 160)
60
Kata et pada kalimat (88a) memiliki arti yang setara dengan gérondif pada
kalimat (88), hanya saja setelah kata et tidak diikuti dengan participe présent dan
subjeknya ditulis. Penerjemahan kalimat (88) cukup tepat karena dalam kalimat
itu merupakan kalimat majemuk setara yang biasanya digabungkan dengan
konjungsi dan, serta, atau, dsb.
7. Menyatakan Makna ‘Perturutan’
Seperti pada pembahasan sebelumnya, makna ‘perturutan’ menjelaskan
tindakan atau keadaan yang dilakukan secara berurutan. Konjungsi yang
digunakan untuk menjelaskan makna ‘perturutan’ dalam bI adalah lalu dan
kemudian, seperti pada terjemahan kalimat berikut :
(89) Ses sanglots redoublaient. Le sud Américain se mit à pleurer aussi,
en répétant : « nous étions si heureux, si heureux ». (BT : 52)
‘Sedu-sedunya semakin menjadi-jadi. Si Amerika Serikat ikut-ikutan
meratap, terus membeo : "Betapa bahagia kita selama ini, betapa
bahagia."’ (LK : 55)
Pada kalimat (89) meskipun terjemahan gérondif dilenyapkan, gérondif
dapat diterjemahkan menjadi makna ‘perturutan’ dengan menambahkan kata lalu
atau kemudian sebelum kata terus, menjadi :
(89a) Sedu-sedunya semakin menjadi-jadi. Si Amerika Serikat ikut-ikutan
meratap, kemudian terus membeo : « Betapa bahagia kita selama ini,
betapa bahagia”.
(89b) Sedu-sedunya semakin menjadi-jadi. Si Amerika Serikat ikut-ikutan
meratap, lalu terus membeo : « Betapa bahagia kita selama ini,
betapa bahagia”.
Terjemahan pada kalimat (89a) dan (89b) tetap berterima meski dengan
menambahkan kata kemudian atau lalu. Gérondif pada kalimat (89) memiliki
makna yang setara dengan kalimat berikut.
61
(89c) Ses sanglots redoublaient. Le sud Américain se mit à pleurer aussi,
ensuite répéta : « nous étions si heureux, si heureux ».
‘Sedu-sedunya semakin menjadi-jadi. Si Amerika Serikat ikut-ikutan
meratap, kemudian terus membeo : "Betapa bahagia kita selama ini,
betapa bahagia."’
Kalimat (89c) memiliki makna yang setara dengan kalimat (89) dengan
menggunakan kata ensuite yang menggantikan gérondif, namun kata ensuite
diikuti dengan verba participe passé.
8. Menyatakan Makna ‘Akibat’
Kebalikan dengan makna ‘sebab’, makna ‘akibat’ menyatakan konsekuensi
atau hasil dari klausa yang menyatakan ‘sebab’. Dalam sumber data ditemukan
gérondif yang diterjemahkan menjadi makna ‘akibat’, yaitu :
(90) Il avança un peu le visage de sorte que nos lèvres, en venant à se
toucher, se reconnurent. (BT : 92)
‘Cyril menyorongkan wajahnya sedikit hingga bibir kami
bersentuhan, saling mengenali.’ (LK : 97)
Kalimat (90) diterjemahkan menjadi makna ‘akibat’ dengan adanya kata
hingga yang memaparkan hasil dari tindakan pada klausa sebelumnya meski tidak
terdapat kata hubung sebab seperti karena pada klausa sebelumnya. Gérondif pada
kalimat (90) memiliki makna yang setara dengan kalimat berikut.
(90a) Il avança un peu le visage de sorte que nos lèvres, vinrent à se
toucher, se reconnurent. (BT : 92)
‘Cyril menyorongkan wajahnya sedikit hingga bibir kami
bersentuhan, saling mengenali.’ (LK : 97)
Kalimat (90a) menghilangkan gérondif dan mengganti bentuk venir dari
participle présent menjadi passé simple sesuai pada kala waktu yang digunakan
pada kalimat itu. Tidak ada penambahan konjungsi yang menyatakan ‘akibat’
karena sudah terdapat frasa de sorte que yang merupakan konjungsi akibat.
62
9. Menyatakan Makna ‘Syarat’
Pernyataan makna ‘syarat’ merupakan pernyataan suatu hal dalam klausa
bawahan yang merupakan syarat dari terjadinya sebuah peristiwa pada klausa
utama. Intinya, peristiwa atau tindakan yang ada pada klausa utama tidak akan
terjadi jika tindakan pada klausa bawahan tidak terjadi. Dalam sumber data
ditemukan gérondif yang diterjemahkan menjadi makna ‘syarat’, misalnya :
(91) Les mots « faire l’amour » ont une séduction à eux, très verbale, en
les séparant de leur sens. (BT : 114)
‘Jika menilik maknanya secara umum, kata-kata faire l’amour atau
berbuat cinta memiliki pesona tersendiri yang teramat verbal.’ (LK :
121)
(92) En s’attachant M. Bovary par des politesses, c’était gagner sa
gratitude, et empêcher qu’il ne parlât plus tard, s’il s’apercevait de
quelque chose. (MB : 129)
‘Kalau Tuan Bovary dapat dipikatnya dengan segala macam sopan
santun itu, artinya budinya dapat dipupuk, maka kalau nanti ada
yang ketahuan olehnya, ia akan tercegah membuka mulut.’ (MBt :
107)
Gérondif pada kalimat (91) dan (92) menyatakan makna ‘syarat’ dengan
penggunaan kata kalau pada penerjemahannya. Gérondif pada kedua kalimat di
atas dapat diganti dengan kalimat berikut yang memiliki makna setara.
(91a) Les mots « faire l’amour » ont une séduction à eux, très verbale, si
on les separe de leur sens. (BT : 114)
‘Jika menilik maknanya secara umum, kata-kata faire l’amour atau
berbuat cinta memiliki pesona tersendiri yang teramat verbal.’ (LK :
121)
(92b) S’il put attacher M. Bovary par des politesses, c’était gagner sa
gratitude, et empêcher qu’il ne parlât plus tard, s’il s’apercevait de
quelque chose. (MB : 129)
‘Kalau Tuan Bovary dapat dipikatnya dengan segala macam sopan
santun itu, artinya budinya dapat dipupuk, maka kalau nanti ada
yang ketahuan olehnya, ia akan tercegah membuka mulut.’ (MBt :
107)
63
Pernyataan makna ‘syarat’ dapat menggunakan kata si seperti pada kalimat
(91a) dan (92b), meskipun beberapa kalimat kurang tepat jika pernyataan syarat
menggunakan kata si dan lebih tepat dengan menggunakan gérondif. Kalimat
(91a) dan (92b) memiliki makna yang sama dengan kalimat (91) dan 92), hanya
saja kata si diikuti dengan klausa yang lebih kompleks dengan subjek dan verba.
10. Menyatakan Makna ‘Pengandaian’
Kalimat pengandaian adalah kalimat yang menyatakan keinginan atau
angan-angan. Pengandaian terjadi karena beberapa sebab, yaitu keinginan atau
harapan yang ingin tercapai, keinginan yang tidak terjadi karena sesuatu, dan
penyesalan terhadap sesuatu yang telah terjadi. Keinginan atau harapan di sini
tidak selalu sesuatu positif, tetapi juga bisa kemungkinan negatif yang terjadi di
masa depan. Gérondif yang menyatakan pengandaian dalam sumber data adalah
sebagai berikut.
(93) Si nous nous étions suicidés – en admettant que nous en ayons le
courage (BT : 150)
‘Seandainya kami yang bunuh diri – taruhlah kami punya keberanian
itu.’ (LK : 160)
Kalimat pengandaian pada kalimat (93) ini merupakan kalimat pengandaian
yang tidak tercapai, artinya peristiwa dalam kalimat itu tidak terjadi. Hal ini bisa
terlihat pada penggunaan kala imparfait dalam bP, sedangkan pada peristiwa yang
belum terjadi, kalimat pengandaian diucapkan dalam kala present atau future.
64
3.3 Pergeseran Makna Gérondif dalam Terjemahan
Dalam sumber data, ditemukan penerjemahan gérondif yang mengalami
pergeseran makna. Pergeseran makna itu ada yang berupa pergeseran dalam tataran
gramatikal dan tataran leksikal. Contoh pergeseran itu adalah sebagai berikut.
3.3.1 Pergeseran Tataran Gramatikal
1. Pergeseran bentuk tunggal menjadi bentuk jamak
(94) Pour lui épargner de la dépense, sa mère lui envoyait chaque
semaine, par le messager, un morceau de veau cuit au four,
avec quoi il déjeunait le matin, quand il était rentré à l’hôpital,
tout en battant la semelle contre le mur. (MB : 31)
‘Untuk mengurangi pengeluaranya, ibunya setiap minggu
menitipkan kepada tukang pengantar sepotong daging anak sapi
yang telah dibakar di tungku. Dan Charles menyantapnya untuk
makan siang setelah pulang dari rumah sakit, sambil mengentak-
entakkan sol sepatu ke dinding.’ (MBt : 18)
(95) Quel pauvre homme ! quel pauvre homme ! disait-elle tout bas,
en se mordant les lèvres. (MB : 97)
‘"Kasihan ! Kasihan dia !" katanya pelan-pelan sambil
menggigit-gigit bibir.
Gérondif pada kalimat 94) dan (95) mengalami pergeseran bentuk
tunggal ke bentuk jamak. Kata en battant pada kalimat (94) dan en se mordant
pada kalimat (95) diterjemahkan menjadi ‘sambil mengentak-entakkan’ dan
‘sambil menggigit-gigit’. Dalam bI, kata yang diulang seperti ‘mengentak-
entakkan’ menyatakan tindakan yang dilakukan lebih berkali-kali, sehingga
pergeseran terjemahan kedua gérondif di atas masuk dalam kategori ini.
2. Pergeseran bentuk aktif menjadi kalimat pasif dalam bSa.
(96) Si bien qu’on ne crut pas au château outrepasser les bornes de
la condescendance, ni d’autre part commettre une maladresse,
en invitant le jeune ménage. (MB : 78)
‘Di kastil pun orang tidak akan menganggap ia kelewat
merendahkan diri, ataupun membuat keteledoran apabila
pasangan muda ini diundang.’ (MBt : 61)
65
(97) En s’attachant M. Bovary par des politesses, c’était gagner sa
gratitude, et empêcher qu’il ne parlât plus tard, s’il s’apercevait
de quelque chose. (MB : 129)
‘Kalau Tuan bovary dapat dipikatnya dengan segala macam
sopan santun itu, artinya budinya dapat dipupuk, maka kalau
nanti ada yang ketahuan olehnya, ia akan tercegah membuka
mulut.’ (MBt : 107)
Pada kalimat (96) dan (97), bentuk gérondif mengalami pergeseran
makna bentuk aktif menjadi bentuk pasif. Gérondif ‘en invitant’ pada kalimat
(96) dan en s’attachant pada kalimat (97) dituliskan dalam bentuk aktif, karena
tidak ada verba être yang diikuti dengan participe passé seperti pada penulisan
bentuk pasif dalam bP. Jika diartikan secara kata per kata, kata en invitant dan
en s’attachant diartikan menjadi ‘dengan mengundang’ dan ‘dengan memikat’,
namun pada terjemahannya, gérondif berubah menjadi bentuk pasif dengan
adanya prefiks4 di- pada kata terjemahannya, yaitu diundang dan dipikatnya.
- Pergeseran kala
(98) Si elle était devenue une fille des rues en étant née dans son
milieu, là, elle aurait eu du mérite. (BT : 43)
Kalau dia jadi cewek jalanan padahal lahir dari lingkungan
borjouis, itu baru patut diacungi jempol. (LK : 47)
BI adalah bahasa yang tidak memiliki sistem kala, sehingga bentuk kala
passé composé dalam bP pada kalimat (98) di atas yang dituliskan dalam
bentuk gérondif en étant née diterjemahkan dengan kata lahir saja yang
penulisannya sama baik untuk menjelaskan kejadian di masa lalu atau saat ini.
4 Prefiks adalah istilah untuk menyebut imbuhan awalan dari pembentukan kata dasar dalam bI. Selain prefiks,
juga terdapat sufiks untuk menyebut imbuhan di akhir kata, konfiks untuk menyebut imbuhan di awal dan akhir kata. serta infiks untuk menebut imbuhan yang dibubuhkan di tengah-tengah kata.
66
3.3.2 Pergeseran Kategori
1. Pergeseran struktur
(99) A table même, elle apportait son livre, et elle tournait les
feuillets, pendant que Charles mangeait en lui parlant. (MB :
92)
‘Sampai ke meja makan dibawanya bukunya, dan dibuka-
bukanya halamannya sementara Charles makan sambil
bercakap-cakap kepadanya.’ MBt : 75)
Jika diuraikan, bentuk gérondif pada kalimat (99) adalah
en+COI+verba participe présent. Terjemahan dari gérondif di atas adalah
‘sambil bercakap-cakap kepadanya’. Dalam BP, objek langsung maupun tak
langsung lebih lazim diletakkan sebelum verba, namun dalam bI, objek selalu
terletak setelah verba. Pada terjemahan ini terjadi pergeseran secara struktur.
2. Pergeseran kelas kata
(100) Aussi n’étais-je nullement tendue en l’écoutant parler. (BT :
121)
‘Jadi, aku sama sekali tidak dibuat kikuk oleh kata-kata nyonya
Webb.’ (LK : 129)
Pada kalimat (100) di atas, verba écoutant pada bentuk gérondif en
l’écoutant parler diterjemahkan menjadi ‘kata-kata nyonya Web’ yang
merupakan nomina. Pergeseran ini adalah pergeseran verba menjadi nomina
yang merupakan pergeseran kelas kata.
3. Pergeseran satuan
(101) Nastasie descendit les marches en grelottant, et alla ouvrir la
serrure et les verrous, l’un après l’autre. (MB : 35)
‘Nastasia turun tangga. Ia menggigil kedinginan. Ia membuka
kunci, dan palang pintu satu demi satu.’ (MBt : 22)
(102) Noirs à l’ombre et bleu fonce au grand jour, ils avaient comme
des couches de couleurs successives, et qui, lus épaisses dans le
fond, allaient en s’éclaircissant vers la surface de l’émail. (MB :
61)
67
‘Hitam dalam keteduhan dan biru tua di cahaya cerah, mata itu
seakan-akan terdiri dari beberapa lapisan warna yang tindih
menindih, yang mula-mula gelap di bagian dalam menjadi
makin terang dekat permukaan mata.’ (MBt : 47)
Kata grelottant pada kalimat (101) diterjemahkan mejadi ‘menggigil
kedinginan’ dan s’eclaircissant pada kalimat (102) diterjemahkan menjadi
‘menjadi makin terang’. Pergeseran ini merupakan pergeseran kata menjadi
frasa, sehingga masuk dalam kategori pergeseran satuan. Pada sumber data
terdapat contoh pergeseran frasa menjadi kata, yaitu :
(103) Elle me regarda avec ficcite un instant, puis sourit
mystérieusement en détournant la tète. (BT : 35)
Sejenak ia menatapku lekat-lekat, lantas tersenyum misterius,
melengos. (LK : 38)
Bentuk gérondif en détournant la tète merupakan frasa yang
terjemahannya berubah menjadi kata melengos. Jika diartikan secara kata per
kata, frasa en detournant la tête diartikan menjadi ‘sambil membelokkan
kepala’, namun bI memiliki kata yang menjelaskan aktivitas itu, yaitu kata
melengos. Pergeseran ini merupakan pergeseran satuan, yaitu pergeseran frasa
menjadi kata.