bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir pengembangan aktivitas industri
berlangsung dengan cepat (Peng dan Lin 2008, 199) dan perusahaan di
seluruh dunia harus mampu menghadapi persaingan bisnis yang semakin
kompetitif (Chow et al. 2008, 665). Di satu sisi, pengembangan aktivitas
industri yang cepat menciptakan krisis kesehatan masyarakat dan
lingkungan, seperti efek gas rumah kaca, polusi air dan udara, emisi
beracun, tumpahan kimia dan kecelakaan industri, yang berdampak negatif
untuk ribuan masyarakat di seluruh dunia (Peng dan Lin 2008, 199). Di sisi
lainnya, persaingan yang ketat mengakibatkan perusahaan semakin dituntut
oleh konsumen untuk menawarkan produk yang lebih baik dan murah,
waktu respon yang lebih singkat, tingkat pelayanan yang lebih baik dan lini
produk yang semakin bervariasi (Chow et al. 2008, 665-6).
Kondisi persaingan yang kompetitif, tidak stabil dan tidak pasti
mendorong para pelaku bisnis harus mengeluarkan kinerja terbaik mereka.
Imbas dari kinerja terbaik tersebut adalah setiap perusahaan harus
menghasilkan keunggulan kompetitif yang menjadi kompetensi inti dari
perusahaan tersebut. Secara umum, perusahaan dapat dikatakan memiliki
keunggulan kompetitif ketika dapat menciptakan nilai ekonomis yang lebih
2
dibandingkan dengan perusahaan kompetitor (Barney dan Hesterly 2015,
30). Salah satu cara yang dapat diterapkan perusahaan untuk menciptakan
nilai ekonomis adalah dengan menerapkan manajemen rantai pasokan.
Manajemen rantai pasokan telah menjadi pendekatan kompetitif yang
penting bagi perusahaan untuk bersaing di lingkungan bisnisnya (Zhu,
Sarkis, dan Lai 2006, 1), serta menjadi elemen penting bagi perusahaan
untuk dapat memiliki daya saing (Lee, Kim, dan Choi 2012, 1149).
Seiring dengan berkembangnya zaman, perusahaan menghadapi
tuntutan peraturan dan masyarakat terhadap lingkungan yang semakin
tinggi. Penyeimbangan antara kinerja ekonomi dan lingkungan menjadi hal
penting bagi perusahaan untuk menghadapi tekanan persaingan, peraturan
dan masyarakat yang menuntut agar perusahaan semakin ramah lingkungan
(Zhu, Sarkis, dan Geng 2005, 450). Terkait dengan tuntutan peraturan,
pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan peraturan melalui Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 81 tahun 2012 tentang sampah rumah
tangga serta PP No. 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah berbahaya
dan beracun.
Untuk mengapresiasi perusahaan yang telah mentaati peraturan
tersebut, Kementrian Lingkungan Hidup melakukan penilaian melalui
program penilaian peringkat kinerja perusahaan (PROPER). Program
tersebut bertujuan untuk mendorong perusahaan untuk menaati peraturan
perundang–undangan melalui insentif dan disinsentif reputasi dan
mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk
3
menerapkan produksi bersih (MENLH 2015). Perusahaaan yang
mendapatkan penilaian baik dari PROPER dapat berguna untuk
meningkatkan reputasi perusahaan terkait kepedulian terhadap kelestarian
lingkungan.
Dengan meningkatnya tuntutan terhadap kelestarian lingungan
melalui peraturan dan program penilaian, diharapkan perusahaan akan
mengimplementasikan strategi untuk mengurangi dampak lingkungan dari
produk dan layanan yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut. Perubahan
yang terjadi terkait kepedulian terhadap lingkungan selama beberapa tahun
terakhir tersebut, termasuk prasyaratan hukum, tuntutan dari pelanggan,
kebutuhan akan manajemen limbah, dan penggunaan kembali bahan dan
kemasan, telah mempengaruhi manajemen rantai pasokan (Scur dan
Barbosa 2017, 1).
Pengaruh dari perubahan tersebut menyebabkan semakin banyaknya
perusahaan menghubungkan praktik hijau dengan strategi korporasi mereka.
Salah satu praktik hijau dalam strategi korporasi adalah manajemen rantai
pasokan hijau atau green supply chain management. Pengungkit utama
dibalik keinginan untuk menghijaukan rantai pasokan adalah perubahan
iklim, sumber daya alam yang semakin sedikit dan polusi udara (Younis,
Sundarakani, dan Vel 2016, 217). Manajemen rantai pasokan hijau menjadi
jawaban untuk memenuhi kedua sisi tuntutan yaitu tuntutan untuk semakin
ramah lingkungan dan tuntutan agar perusahaan dapat memiliki keunggulan
kompetitif. Keunggulan kompetitif salah satunya dapat diperoleh melalui
4
penerapan strategi ramah lingkungan dan pelaksanaan praktik pemantauan
dan kolaburasi lingkungan (Green Jr. et al. 2012, 187).
Manajemen rantai pasokan menjelaskan tentang koordinasi dari
seluruh aktivitas rantai pasokan, dimulai dari bahan baku dan diakhiri
dengan kepuasan pelanggan (Heizer dan Render 2017, 444). Manajemen
rantai pasokan adalah pengelolaan dari urutan sebuah proses dan arus
informasi maupun barang yang terjadi di dalam dan di antara tahap yang
berbeda dan dikombinasikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
(Chopra dan Meindl 2016, 8).
Menurut sumber lain, manajemen rantai pasokan adalah penerapan
dari pendekatan sistem keseluruhan untuk mengelola arus dari informasi,
bahan baku, dan jasa dari pemasok bahan baku melalui pabrik dan gudang
menuju konsumen akhir (Heizer dan Render 2017, 444). Cakupan dari rantai
pasokan terdiri dari pemasok, manufaktur dan/atau penyedia jasa,
distributor, wholesaler, pengecer yang menyampaikan produk dan/atau jasa
ke konsumen akhir (Heizer dan Render 2017, 444). Cakupan rantai pasokan
menurut penulis lain yaitu melibatkan berbagai tahap yang terdiri dari
konsumen, pengecer, penjual besar atau distributor, manufaktur, dan
komponen atau pemasok bahan baku (Chopra dan Meindl 2016, 3).
Manajemen rantai pasokan hijau merupakan pengembangan ilmu
dari manajemen rantai pasokan yang menerapkan praktik hijau atau
berorientasi ramah lingkungan. Secara umum, manajemen rantai pasokan
5
hijau berhubungan dengan pengadopsian dan pengimplementasian dari
ramah lingkungan, artinya ketika mengeksekusi beragam aktivitas rantai
pasokan harus ramah lingkungan (Soda, Sachdeva dan Garg 2015, 890).
Menurut pemaparan dari penelitian lain, manajemen rantai pasokan
hijau adalah pengintegrasian pemikiran lingkungan kedalam manajemen
rantai pasokan, termasuk desain produk, penyeleksian sumber bahan baku,
proses manufaktur, pengiriman produk akhir ke konsumen, hingga
pengelolaan akhir produk setelah kebermanfaatannya digunakan dalam
kehidupan (Srivasta 2007, intisari, 53-4). Semua aktivitas yang dilakukan
oleh organisasi yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan
keberlangsungan organisasi melalui kemampuan rantai pasokan dan
kapabilitas untuk memperbaiki diri berdasarkan informasi dari lingkungan
eksternal merupakan konsep dari praktik manajemen rantai pasokan hijau
(Diab, Al-Bourini, dan Abu-Rumman 2015, 150).
Selain tuntutan dari peraturan dan masyarakat untuk meningkatkan
kelestarian lingkungan, ada motivasi lain yang mendorong perusahaan
untuk menghijaukan rantai pasokannya. Motivasi tersebut diantaranya
untuk mendapatkan citra perusahaan yang positif, meningkatkan efisiensi
dan menjadi pemimpin dalam inovasi (Laari, Töyli, dan Ojala 2016, 2).
Manajemen rantai pasokan hijau juga menjadi cara untuk meminimalkan
risiko potensi kerugian yang terjadi akibat kinerja lingkungan yang buruk.
Misalnya terjadi insiden kerusakaan lingkungan yang mengakibatkan
rusaknya citra perusahaan, reputasi dan harga saham, serta mendorong
6
pelanggan untuk memboikot perusahaan atau membatalkan pesanannya
(Hajmohammad dan Vachon 2015, intisari, 49).
Melakukan pengukuran kinerja rantai pasokan setelah menerapkan
manajemen rantai pasokan hijau merupakan aktivitas yang penting untuk
dilakukan. Pengukuran kinerja rantai pasokan menjadi sangat penting untuk
dilakukan karena persaingan bisnis tidak hanya terjadi antar perusahaan,
namun juga antar pihak dalam rantai pasokan (Hausman 2002, 62). Studi
yang dilakukan terkait kinerja rantai pasokan dalam beberapa tahun terakhir
ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Telah banyak penelitian
yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor–faktor yang berpengaruh
pada kinerja rantai pasokan (seperti Beamon 1999, intisari, 281;
Gunasekaran, Patel dan McGaughey 2004, intisari, 335-9; Ibrahim dan
Ogunyemi 2012, intisari, 447-8; Seo, Dinwoodie, dan Kwak 2014, intisari,
735-6 ).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti Sezen, kinerja rantai
pasokan diklasifikasikan menjadi dua kategori (Sezen 2008, 233). Kategori
pertama terkait pengukuran kinerja rantai pasokan (seperti Beamon 1999,
intisari, 281; Gunasekaran, Patel, dan McGaughey 2004, intisari, 335-9),
sedangkan kategori kedua berfokus terkait faktor–faktor yang dapat
menjelaskan mengapa kinerja suatu rantai pasokan lebih baik dibandingkan
dengan yang lain (seperti Abdallah, Obeidat, dan Aqqad 2014, 16; Ibrahim
dan Ogunyemi 2012, intisari, 447-8; Sundram, Ibrahim, dan Govindaraju
2011, intisari, 837-8; Seo, Dinwoodie, dan Kwak 2014, intisari, 735-6).
7
Faktor yang digunakan merupakan aktivitas–aktivitas yang dilakukan untuk
mendorong keefektifan rantai pasokan dan sering disebut dengan praktik –
praktik rantai pasokan (Sundram, Ibrahim, dan Govindaraju 2011, 837).
Kategori pertama terkait dengan pengukuran kinerja rantai pasokan,
masih terjadi perdebatan diantara peneliti tentang bagaimana cara mengukur
kinerja rantai pasokan yang paling baik (Ibrahim dan Ogunyemi 2012,
intisari, 447-8). Beamon (1999, intisari, 281) dan Sezen (2008: 233)
mengklasifikasikan kinerja rantau pasokan menjadi tiga dimensi
pengukuran, yaitu a) kinerja fleksibilitas; b) kinerja sumberdaya; c) kinerja
output. Ketiga kinerja tersebut dipilih karena dianggap dapat mewakili
tujuan strategis manajemen rantai pasokan hijau.
Ibrahim dan Ogunyemi (2012, 450) mengukur kinerja rantai
pasokan menggunakan dua dimensi pengukuran yaitu fleksibilitas rantai
pasokan dan efisiensi rantai pasokan. Peneliti lainnya yakni Abdallah,
Obeidat, dan Aqqad (2012, 16) hanya menggunakan dua dimensi
pengukuran yaitu efisiensi rantai pasokan dan kefektivan rantai pasokan
dalam mengukur kinerja rantai pasokan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gunasekaran, Patel dan
McGaughey (2004, intisari, 335-7), penulis mengusulkan kerangka
komprehensif dalam mengukur kinerja rantai pasokan yang secara luas
dibagi menjadi strategis, taktikal dan proses operasional, dan terangkum
dalam enam kategori yaitu a) metrik untuk perencanaan pemesanan; b)
8
evaluasi dari hubungan pemasok; c) ukuran dan metrik pada tingkat
produksi; d) evaluasi dari hubungan pengiriman; e) ukuran pelayanan dan
kepuasan pelanggan; dan f) logistik dan rantai pasokan. Keenam kategori
tersebut juga digunakan oleh penulis Seo, Dinwoodie, dan Kwak (2014,
735) untuk mengukur kinerja rantai pasokan dalam penelitiannya.
Berdasarkan pemaparan diatas, pengukuran kinerja rantai pasokan
yang paling tepat digunakan adalah a) kinerja fleksibilitas; b) kinerja
sumberdaya; c) kinerja output. Karena Beamon (1999, intisari, 278-9)
berargumen bahwa penggunaan pengukuran kinerja rantai pasokan yang
sederhana dan terbatas cakupannya dapat terjadi ketidakkonsistenan
terhadap tujuan strategis dalam organisasi. Pengukuran kinerja rantai
pasokan seharusnya tidak mengabaikan segala aktivitas penting pada setiap
tujuan yang berbeda (Sezen 2008, 234).
Beberapa praktik manajemen rantai pasokan hijau digunakan dalam
mengukur kinerja rantai pasokan yang terangkum dalam Tabel 1.1.
Terdapat 22 konstruk praktik-praktik rantai pasokan hijau yang digunakan
untuk mengukur kinerja rantai pasokan maupun kinerja perusahaan yang
terdapat dalam enam belas artikel penelitian. Desain dan kemasan ramah
lingkungan, kerjasama pelanggan, pembelian hijau, pemulihan investasi,
pergudangan dan bangunan hijau, serta Logistik Balik merupakan faktor
yang sering digunakan oleh peniliti untuk menguji pengaruhnya praktik
manajemen rantai pasokan hijau terhadap kinerja rantai pasokan maupun
kinerja perusahaan (Al Khattab, Abu-Rumman, dan Massad 2015, 591;
9
Choi dan Hwang 2015, 71; Diab, Al-Bourini, dan Abu-Rumman 2015, 151;
Eltayeb, Zailani, dan Ramayah 2011, 499; Geng, Mansouri, dan Aktas 2017,
249; Green Jr. et al. 2012, 292; Hassan et al. 2016, 431; Laosirihongthong,
Adebanjo, dan Tan 2013, 1092; Perotti et al. 2012, 647;; Lee, Kim, dan Choi
2012, 1154; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008, 266; Zhu dan Sarkis 2004, 268).
Sementara itu, tujuh belas faktor lainnya (lihat Tabel 1.1) digunakan satu
kali dalam penelitian kinerja rantai pasukan hijau (seperti Muma et al.,
2014).
10
Tabel 1. 1
Berbagai Praktik Manajemen Rantai Pasokan Hijau Untuk Mengukur Kinerja Rantai Pasokan
No.
Praktik–Praktik Rantai Pasokan
Hijau
Konteks
Hasil
Temuan
Referensi
1. Desain dan Kemasan Ramah
Lingkungan
Perusahaan manufaktur di berbagai industri,
perusahaan manufaktur di
industri makanan; industri elektronik
(+);(-) Al Khattab, Abu-Rumman, dan Massad 2015, 591; Choi dan Hwang 2015, 71; Diab, Al-Bourini, dan Abu-Rumman 2015, 151; Eltayeb, Zailani, dan Ramayah 2011, 499; Geng,
Mansouri, dan Aktas 2017, 249; Green Jr. et al. 2012, 292; Hassan et al. 2016, 431;
Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013, 1092; Lee, Kim, dan Choi 2012, 1154; Perotti et al. 2012, 647; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008, 266; Zhu dan Sarkis 2004, 268
2. Distribusi Hijau Perusahaan manufaktur di
industri makanan
(+) Kahanaali, Khaksar, dan Abbaslu 2015, 7; Muma et al. 2014, 271
3. Inbound Penghijauan
Perusahaan manufaktur di berbagai industri
(+) Rao dan Holt 2005, 899
4. Kerjasama
Pelanggan
Perusahaan manufaktur di
berbagai industri,
perusahaan manufaktur di industri makanan;
industri elektronik
(+);(-)
Al Khattab, Abu-Rumman, dan Massad 2015, 591; Diab, Al-Bourini, dan Abu-Rumman
2015, 151; Green Jr. et al. 2012, 293; Geng, Mansouri, dan Aktas 2017, 249; Lee, Kim,
dan Choi 2012, 1154; Perotti et al. 2012, 646; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008, 266
5. Manajemen
Internal
Perusahaan manufaktur
di industri otomotif
(+) Perotti et al. 2012, 647
6. Manajemen
Lingkungan
Internal
Perusahaan manufaktur di
industri makanan; di
berbagai industry
(+) Al Khattab, Abu-Rumman, dan Massad 2015, 590; Diab, Al-Bourini, dan Abu-Rumman
2015, 150; Geng, Mansouri, dan Aktas 2017, 249; Lee, Kim, dan Choi 2012, 1154; Yu et
al. 2014, 685; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008, 266; Zhu dan Sarkis 2004, 268;
7. MRP*) Hijau
dengan Konsumen
Perusahaan manufaktur
di industri otomotif
(+) Yu et al. 2014, 685
11
Tabel 1.1 (Lanjutan)
Berbagai Praktik Manajemen Rantai Pasokan Hijau Untuk Mengukur Kinerja Rantai Pasokan
No.
Praktik–Praktik
Rantai Pasokan Hijau
Konteks
Hasil Temuan
Referensi
8. MRP*) Hijau
dengan Pemasok
Perusahaan manufaktur di
industri otomotif
(+) Yu et al. 2014, 685
9. MRP*) Hijau
dengan Eksternal
Perusahaan manufaktur di
berbagai industri
(+) Zhu dan Sarkis 2004, 268
10, Manufaktur Hijau Perusahaan manufaktur
di industri makanan
(+) Muma et al. 2014, 271; Tan et al. 2016, 543-4
11. Outbond Hijau Perusahaan manufaktur di
berbagai industri
(+) Rao dan Holt 2005, 899
12. Pasokan Hijau Perusahaan manufaktur di
berbagai industri
(+) Geng, Mansouri, dan Aktas 2017, 249; Perotti et al. 2012, 646
13. Pemasaran Hijau Perusahaan manufaktur di
industri makanan
(+) Muma et al. 2014, 271
14. Pembelian Hijau Perusahaan manufaktur di
berbagai industri, perusahaan manufaktur di
industri makanan;
industri elektronik
(+);(-)
Al Khattab, Abu-Rumman, dan Massad 2015, 591; Diab, Al-Bourini, dan Abu-Rumman
2015, 151; Eltayeb, Zailani, dan Ramayah 2011, 499; Green Jr. et al. 2012, 292; Hassan et al. 2016, 431; Kahanaali, Khaksar, dan Abbaslu 2015, 5; Laosirihongthong,
Adebanjo, dan Tan 2013, 1091; Lee, Kim, dan Choi 2012, 1154; Muma et al. 2014,
271; Tan et al. 2016, 543-4; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008, 266
15. Pemulihan
Investasi
Perusahaan manufaktur di
berbagai industri; di
industri manufaktur
otomotif
(+);(-)
Al Khattab, Abu-Rumman, dan Massad 2015, 591; Choi dan Hwang 2015, 71; Green Jr.
et al. 2012, 292; Muma et al. 2014, 271; Perotti et al. 2012, 647; Tan et al. 2016, 543-4;
Zhu, Sarkis, dan Lai 2008, 266; Zhu dan Sarkis 2004, 268
12
Tabel 1.1 (Lanjutan)
Berbagai Praktik Manajemen Rantai Pasokan Hijau Untuk Mengukur Kinerja Rantai Pasokan
No.
Praktik–Praktik
Rantai Pasokan Hijau
Konteks
Hasil Temuan
Referensi
16.
Pergudangan dan
Bangunan Hijau
Perusahaan manufaktur
di industri makanan
(+) Diab, Al-Bourini, dan Abu-Rumman 2015, 151; Perotti et al. 2012, 646
17. Logistik Balik Perusahaan manufaktur di
berbagai industri; industri
makanan
(+);(-)
Eltayeb, Zailani, dan Ramayah 2011, 499; Hassan et al. 2016, 432; Laosirihongthong,
Adebanjo, dan Tan 2013, 1092; Muma et al. 2014, 271; Perotti et al. 2012, 646; Geng,
Mansouri, dan Aktas 2017, 249; Rao dan Holt 2005, 899
18. Produk terkait Praktik Desain
Ramah
Lingkungan
Perusahaan manufaktur di berbagai industri
(-) Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013, 1092
19. Produksi Hijau Perusahaan manufaktur di
berbagai industri
(+) Rao dan Holt 2005, 899
20, Regulasi dan
Perundang-undangan
Perusahaan manufaktur di
berbagai industri
(+) Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013, 1092
21 Sistem Informasi
Hijau
Perusahaan manufaktur di
berbagai industri
(+) Al Khattab, Abu-Rumman, dan Massad 2015, 591; Green Jr. et al. 2012, 292
22. Strategi Distribusi dan Eksekusi
Transportasi
Perusahaan manufaktur di berbagai industri
(+) Lee, Kim, dan Choi 2012, 1154; Perotti et al. 2012, 646
Keterangan : MRP*) = Manajemen Rantai Pasokan; (+) = berpengaruh positif ; (-) = berpengaruh negatif ; 0 = tidak berpengaruh/sebagian
13
Berdasarkan hasil temuan pada Tabel 1.1, pengaruh praktik
manajemen rantai pasokan hijau terhadap kinerja rantai pasokan
menunjukkan ada satu praktik manajemen rantai pasokan hijau yang
berpengaruh negatif yaitu variabel produk terkait praktik desain ramah
lingkungan (Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013, 1092).
Sementara itu ada lima variabel yang memiliki hasil yang tidak
konsisten diantaranya desain dan kemasan ramah lingkungan, kerjasama
pelanggan, pembelian hijau, pemulihan investasi dan Logistik Balik.
Sisanya enam belas praktik manajemen rantai pasokan hijau berpengaruh
positif terhadap kinerja pasokan (lihat Tabel 1.1).
Mayoritas penelitian menjadikan perusahaan manufaktur skala besar
sebagai sampel penelitian dalam konteks pengaruh praktik-praktik
manajemen rantai pasokan hijau. Kebanyakan penelitian sebelumnya
(Eltayeb, Zailani, dan Ramayah 2011; Green Jr. et al. 2012; Geng,
Mansouri, dan Aktas 2017; Hassan et al. 2016; Laosirihongthong,
Adebanjo, dan Tan 2013; Rao dan Holt 2005; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008;
Zhu dan Sarkis 2004) melakukan penelitian pada lintas industri manufaktur
agar dapat melakukan perbandingan hasil dari industri tersebut serta
menggambarkan hasil penelitian yang senyatanya. Lintas industri
manufaktur yaitu terdiri dari industri manufaktur makanan, industri
manufaktur farmasi, industri manufaktur otomotif, dan industri manufaktur
elektronik.
14
Berdasarkan hasil dari pembahasan diatas, praktik–praktik
manajemen rantai pasokan hijau yang sering digunakan untuk menguji
kinerja rantai pasokan maupun kinerja perusahaan adalah 1) desain dan
kemasan ramah lingkungan, 2) distribusi hijau, 3) kerjasama pelanggan, 4)
logistik balik, 5) manajemen lingkungan internal, 6) manufaktur hijau, 7)
pembelian hijau, dan 8) pemulihan investasi.
Dari kedelapan praktik manajemen rantai pasokan hijau tersebut,
peneliti akan mengambil lima praktik manajemen rantai pasokan hijau.
Lima penelitian tersebut dipilih karena hasilnya belum konlusif dan
konsisten (Diab, Al-Bourini, dan Abu-Rumman 2015; Eltayeb, Zailani, dan
Ramayah 2011; Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013; Tan et al.
2016; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008; Zhu dan Sarkis 2004).
Kelima praktik manajemen rantai pasokan hijau yaitu desain dan
kemasan ramah lingkungan, kerjasama pelanggan, logistik balik, pembelian
hijau, dan pemulihan investasi. Seperti praktik desain dan kemasan ramah
lingkungan memiliki dua hasil yaitu berpengaruh positif terhadap kinerja
rantai pasokan (Eltayeb, Zailani, dan Ramayah 2011; Green Jr. et al. 2012;
Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013; Zhu dan Sarkis 2004) dan
berpengaruh negatif terhadap kinerja rantai pasokan (Diab, Al-Bourini, dan
Abu-Rumman 2015).
Kerjasama dengan pelanggan juga memiliki hasil yang belum
konklusif dan konsisten, hasilnya yaitu berpengaruh positif terhadap kinerja
15
rantai pasokan (Al Khattab, Abu-Rumman, dan Massad 2015; Diab, Al-
Bourini, dan Abu-Rumman 2015; Geng, Mansouri, dan Aktas 2017; Zhu,
Sarkis, dan Lai 2008) dan berpengaruh negatif terhadap kinerja rantai
pasokan (Green Jr. et al. 2012)
Hasil penelitian sebelumnya terkait praktik pembelian hijau juga
belum menunjukkan kesimpulan yang tepat dan konsisten. Hasil tersebut
yaitu pembelian hijau berpengaruh negatif terhadap kinerja rantai pasokan
(Eltayeb, Zailani, dan Ramayah 2011; Laosirihongthong, Adebanjo, dan
Tan 2013) dan pembelian hijau berpengaruh positif terhadap kinerja rantai
pasokan (Al Khattab, Abu-Rumman, dan Massad 2015; Diab, Al-Bourini,
dan Abu-Rumman 2015; Kahanaali, Khaksar, dan Abbaslu 2015; Muma et
al. 2014; Tan et al. 2016; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008).
Pemulihan investasi dan logistik balik juga belum menunjukkan
hasil yang koheren. Praktik pemulihan investasi memiliki hasil berpengaruh
positif terhadap kinerja rantai pasokan (Al Khattab, Abu-Rumman, dan
Massad 2015; Choi dan Hwang 2015; Green Jr. et al. 2012, 292; Muma et
al. 2014; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008; Zhu dan Sarkis 2004), serta
berpengaruh negatif terhadap kinerja rantai pasokan (Tan et al. 2016).
Logistik balik memiliki hasil yang belum koheren, hasil tersebut
yaitu berpengaruh positif terhadap kinerja rantai pasokan (Eltayeb, Zailani,
dan Ramayah 2011; Muma et al. 2014) dan berpengaruh negatif terhadap
kinerja rantai pasokan (Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013).
16
Pengimplementasian manajemen rantai pasokan hijau menjadi
sangat penting untuk dilakukan oleh perusahaan – perusahaan khususnya di
negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan negara
berkembang mengalami pertumbuhan industri yang pesat (Zhu, Sarkis dan
Geng 2005, 450). Sektor usaha kecil, dan menengah merupakan salah satu
sektor usaha yang mengalami pertumbuhan pesat dan memiliki peran
penting dalam mendorong perekonomian Indonesia (Kemenkeu 2015).
Kontribusi sektor UKM terhadap produk domestik bruto pada tahun 2011-
2015 meningkat dari 57,84% menjadi 60,34% dan serapan tenaga kerja pada
sektor tersebut juga meningkat dari 96,99% menjadi 97,22% (Kemenperin
2016). Pertumbuhan yang pesat tersebut mengakibatkan terciptanya krisis
kesehatan masyarakat dan lingkungan (Peng dan Lin 2008, 199).
Salah satu industri yang masih mengalami pertumbuhan dengan
pesat adalah industri makanan (Saeno 2016). Industri makanan secara
nasional mengalami pertumbuhan positif mencapai 9,82 persen pada tahun
2016, kontribusi industri tersebut terhadap produk domestik bruto mencapai
33,6 persen (Kemenperin 2016). Pertumbuhan positif tersebut berdampak
baik bagi perekonomian, namun tidak berdampak baik bagi lingkungan
(Peng dan Lin 2008, 199).
Di beberapa kota, mayoritas limbah dihasilkan dari industri
makanan. Sebagai contoh, DKI Jakarta mampu menghasilkan empat ribu
ton sampah makanan setiap harinya dan sampah tersebut berkontribusi
sebesar 55% dari keseluruhan limbah (Kresna 2017), sedangkan Kota
17
Bandung menghasilkan 1500 ton hingga 1600 ton sampah setiap harinya
(Saokani 2016). Diperlukan sebuah solusi untuk dapat menanggulangi
dampak buruk lingkungan serta dapat meningkatkan keunggulan kompetitif
bagi perusahaan. Manajemen rantai pasokan hijau dapat menjadi solusi
untuk menciptakan keunggulan kompetitif dan menyeimbangkan
lingkungan (Green et al. 2012, 187).
Salah satu kota yang menjadikan UKM makanan atau kuliner
sebagai industri unggulannya yaitu Kota Bandung (Kurniawan 2016).
Kontribusi dari industri pengolahan makanan terhadap produk domestik
bruto sebesar Rp43 Triliun (BPS 2016). Kemampuan Kota Bandung dalam
mengembangkan sektor tersebut membuahkan penghargaan sebagai kota
dengan perkembangan UKM terbaik se-Indonesia (Ramdhani 2016) dan
dinobatkan sebagai kota percontohan ekonomi kreatif (Nuryani 2016).
Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan pesat UKM makanan di
Kota Bandung juga mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungannya.
Produksi sampah di Kota Bandung tumbuh sebesar 1500 hingga 1600 ton
setiap harinya, dan mayoritas dihasilkan dari sampah makanan (Saokani
2016). Untuk menangani dampak buruk dari pertumbuhan industri tersebut,
Pemerintah Kota Bandung melakukan reformasi birokrasi, tata ruang kota
dan peraturan dengan cara bergabung dengan organisasi hijau internasional.
Pada tahun 2015 Kota Bandung terpilih mewakili Indonesia bergabung
dalam jaringan organisasi kota hijau internasional di bawah Organization
for Economic Cooperation and Development (OECD) (Tiah 2015).
18
Dengan bergabungnya Kota Bandung dalam organisasi kota hijau
internasional tersebut, Kota Bandung akan dibantu oleh negara-negara yang
tergabung dalam OECD untuk menyelesaikan permasalahan yang
menghambat Kota Bandung dalam mewujudkan kota hijau (Luthfiana
2015). Salah satu hasil dari kerjasama tersebut adalah kebijakan penegakan
aturan perkotaan hijau. Aturan yang akhir ini baru ditegakkan di Kota
Bandung adalah pelarangan penggunaan sterofoam bagi produsen dan
masyarakat. Berdasarkan Peraturan Daerah K3 (Kebersihan, Ketertiban dan
Keindahan) serta Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, mulai 1 November 2016
produsen tidak diperkenankan menggunakan sterofoam, apabila ditemukan
masih menggunakan sterofoam izin usahanya akan dicabut (Nurmatari
2016).
Penerapan kebijakan pertumbuhan perkotaaan hijau akan mampu
mendorong perekonomian serta mengurangi dampak negatif lingkungan
eksternal seperti polusi udara atau emisi karbon dioksida atau konsumsi dari
sumber daya alam dan aset lingkungan, termasuk air, energi dan lahan yang
belum dikembangkan (OECD 2016). Oleh karena itu, penerapan
manajemen rantai pasokan hijau mungkin dapat menjadi salah satu solusi
untuk membantu Kota Bandung menjadi Kota Hijau melalui salah satu
industri unggulannya yaitu UKM industri makanan.
Berdasarkan pemaparan di atas, pengimplementasian manajemen
rantai pasokan hijau menjadi sangat penting untuk dilakukan oleh
19
perusahaan khususnya di negara berkembang yang pertumbuhan
industrinya pesat seperti Indonesia. Pertumbuhan kontribusi sektor UKM
tiap tahun tumbuh sekitar empat persen terhadap produk domestik bruto
(Kemenperin 2016). Kemudian, salah satu industri yang mengalami
pertumbuhan pesat yaitu industri makanan yang mengalami pertumbuhan
sekitar sembilan persen pertahunnya (Kemenperin 2016). Pertumbuhan
pesat tersebut berbahaya dan berpotensi merusak lingkungan apabila tidak
ditanggulangi secara tepat (Peng dan Lin 2008, 199). Maka dari itu
manajemen rantai pasokan hijau menjadi penting untuk diterapkan agar
dapat menciptakan keunggulan kompetitif dan melestarikan lingkungan
(Green et al. 2012, 187).
Kota Bandung menjadi kota yang mewakili Indonesia yang
tergabung dalam organisasi hijau internasional. Kota tersebut menjadi
pionir dalam mereformasi birokrasi dan penegakan peraturan untuk
mewujudkan kota yang ramah lingkungan. Selain itu UKM makanan di
Kota Bandung juga menjadi industri ungulan dan mengalami pertumbuhan
yang pesat, namun ironinya industri tersebut juga menjadi penyumbang
sampah terbesar di Kota Bandung. Maka dari itu menjadi relevan untuk
melakukan penelitian terkait pengaruh praktik–praktik manajemen rantai
pasokan hijau terhadap kinerja rantai pasokan pada industri makanan di
Bandung. Praktik – praktik manajemen rantai pasokan hijau yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu, 1) desain dan kemasan ramah lingkungan, 2)
20
kerjasama pelanggan, 3) logistik balik 4) pembelian hijau, dan 5) pemulihan
investasi.
1.2. Rumusan Masalah
Dari pemaparan penelitian–penilitian yang telah banyak dilakukan
sebelumnya terkait pengaruh praktik manajemen rantai pasokan hijau
terhadap kinerja rantai pasokan yang terangkum kedalam Tabel 1.1, serta
pemaparan latar belakang, maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat
menjadi pembahasan. Meskipun praktik–praktik manajemen rantai pasokan
hijau sering digunakan dalam penelitian terkait kinerja rantai pasokan,
namun hasil yang diperoleh masih belum konklusif (Diab, Al-Bourini, dan
Abu-Rumma 2015; Eltayeb, Zailani, dan Ramayah 2011; Laosirihongthong,
Adebanjo, dan Tan 2013; Tan et al. 2016; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008; Zhu
dan Sarkis 2004). Praktik–praktik manajemen rantai pasokan hijau tersebut
terdiri dari: 1) desain dan kemasan ramah lingkungan, 2) kerjasama
pelanggan, 3) pembelian hijau, 4) pemulihan investasi, dan 5) Logistik
Balik.
Kelima praktik manajemen rantai pasokan hijau tersebut merupakan
praktik yang paling sering digunakan oleh para peneliti sebelumnya (Al
Khattab, Abu-Rumman, dan Massad 2015; Choi dan Hwang 2015; Diab,
Al-Bourini, dan Abu-Rumman 2015; Eltayeb, Zailani, dan Ramayah 2011;
Geng, Mansouri, dan Aktas 2017; Green Jr. et al. 2012; Hassan et al. 2016;
Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013; Lee, Kim, dan Choi 2012;
Perotti et al. 2012; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008; Zhu dan Sarkis 2004) dalam
21
meneliti praktik manajemen rantai pasokan hijau terhadap kinerja rantai
pasokan, akan tetapi hasil penelitian sebelumnya kelima praktik manajemen
rantai pasokan hijau tersebut sering berubah. Hal tersebut menjadi menarik
untuk diteliti kembali untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap
kinerja rantai pasokan.
Dalam penelitian sebelumnya terkait praktik manajemen rantai
pasokan hijau, penelitian lebih banyak dilakukan pada perusahaan
manufaktur lintas industri (seperti Al Khattab, Abu-Rumman, dan Massad
2015; Geng, Mansouri, dan Aktas 2017; Hassan et al. 2016; Green Jr. et al.
2012; Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013; Rao dan Holt 2005)
kemudian beberapa penelitian dilakukan pada beberapa perusahaan
manufaktur otomotif (seperti Perotti et al. 2012; Yu et al. 2014), beberapa
perusahaan manufaktur elektronik (seperti Kahanaali, Khaksar, dan
Abbaslu 2015; dan Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013), dan
manufaktur makanan (Diab, Al-Bourini, dan Abu-Rumman 2015; dan
Muma et al. 2014) namun hasil penelitian di ketiga industri tersebut juga
belum konklusif.
Penelitian–penelitian sebelumnya mengenai pengaruh praktik-
praktik manajemen rantai pasokan hijau terhadap kinerja rantai pasokan
mayoritas dilakukan di negara berkembang seperti Tiongkok (Geng,
Mansouri, dan Aktas 2017; Yu et al. 2014; Zhu, Sarkis, dan Lai 2008; Zhu
dan Sarkis 2004), Malaysia (Eltayeb, Zailani, dan Ramayah 2011; Choi dan
Hwang 2015; Hassan et al. 2016), Yordania (Al Khattab, Abu-Rumman,
22
dan Massad 2015; Diab, Al-Bourini, dan Abu-Rumman 2015), Thailand
(Laosirihongthong, Adebanjo, dan Tan 2013), Irak (Kahanaali, Khaksar,
dan Abbaslu 2015), Kenya (Muma et al. 2014), Italia (Perotti et al. 2012), dan
hanya satu penelitian dilakukan di negara maju seperti Amerika (Green Jr.
et al. 2012).
Hal ini menjadi menarik untuk diteliti kembali di negara
berkembang, khususnya di Indonesia. Negara berkembang memiliki
kesamaan karakteristik yaitu industrinya masih terus berkembang, namun
perkembangan tersebut akan merusak lingkungan apabila tidak dikelola
dengan baik (Peng dan Lin 2008, 199). Negara berkembang juga semakin
sadar akan kelestarian lingkungan, maka dari itu perlu mengadopsi
manajemen rantai pasokan hijau agar terciptanya keunggulan kompetitif
dan kelestarian lingkungan (Green et al. 2012, 187).
1.3. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang dijawab adalah:
1. Apakah desain dan kemasan ramah lingkungan berpengaruh
terhadap kinerja rantai pasokan?
2. Apakah kerjasama pelanggan berpengaruh terhadap kinerja
rantai pasokan?
3. Apakah logistik balik berpengaruh terhadap kinerja rantai
pasokan?
4. Apakah pembelian hijau berpengaruh terhadap kinerja rantai
pasokan?
23
5. Apakah pemulihan investasi berpengaruh terhadap kinerja
rantai pasokan?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antaralain :
1. Untuk menguji pengaruh desain dan kemasan ramah lingkungan
terhadap kinerja rantai pasokan pada industri manufaktur
makanan di Kota Bandung.
2. Untuk menguji kerjasama pelanggan terhadap kinerja rantai
pasokan pada industri manufaktur makanan di Kota Bandung.
3. Untuk menguji logistik balik hijau terhadap kinerja rantai
pasokan pada industri manufaktur makanan di Kota Bandung.
4. Untuk menguji pembelian hijau terhadap kinerja rantai pasokan
pada industri manufaktur makanan di Kota Bandung.
5. Untuk menguji pemulihan investasi terhadap kinerja rantai
pasokan pada industri manufaktur makanan di Kota Bandung.
1.5. Batasan Penelitian
Berdasarkan pemaparan masalah di atas dan untuk mempermudah
dalam pemecahan masalah, peneliti membatasi masalah yang diteliti
sebagai berikut,
1. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah
desain dan kemasan ramah lingkungan, kerjasama pelanggan,
logistik balik, pembelian hijau, dan pemulihan investasi,
24
dikarenakan variabel tersebut sering digunakan dalam penelitian
sebelumnya (lihat Tabel 1.1)
2. Penelitian ini dilakukan pada UKM manufaktur makanan di
Kota Bandung. Kota Bandung dipilih karena kota tersebut
menjadi pionir dalam melakukan reformasi birokrasi, tata
ruang dan penegakan peraturan untuk mengadopsi konsep
ramah lingkungan dengan menjadi perwakilan dari Indonesia
untuk bergabung dalam organisasi kota hijau internasional,
OECD. Selain itu, UKM makanan di kota tersebut selain
menjadi industri unggulan juga menjadi industri yang paling
banyak menghasilkan limbah.
3. Responden yang dipilih merupakan UKM manufaktur
makanan yang diwakili oleh pemilik atau pengelola serta
manajer operasi dan/atau rantai pasokan. Menurut peneliti,
responden tersebut dapat mewakili UKM manufaktur makanan
dan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai rantai
pasokan perusahaan sehingga dapat mengisi kuisioner dengan
baik dan akurat.
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yakni,
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan alternatif dan
masukan dalam menghasilkan keunggulan kompetitif dan
25
mampu memenuhi tuntutan lingkungan dengan cara
mengimplementasikan desain dan kemasan ramah lingkungan,
kerjasama pelanggan, logistik balik, pembelian hijau, dan
pemulihan investasi dalam rantai pasokan hijau yang baik bagi
manajemen rantai pasokan hijau perusahaan, terutama industri
manufaktur makanan.
2. Bagi Akademisi
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pemahaman dan
wawasan bagi akademisi mengenai pengaruh praktik-praktik
manajemen rantai pasokan hijau terhadap kinerja rantai
pasokan.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab
yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan literatur dan pengembangan
hipotesis, metode penelitian, pembahasan, dan kesimpulan. Bahasan
dalam Bab I mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan. Selanjutnya, Bab II menjelaskan
tentang teori dan konsep yang berhubungan dengan penelitian terkait
masalah desain dan kemasan ramah lingkungan, kerjasama pelanggan,
logistik balik, pembelian hijau, dan pemulihan investasi dalam rantai
pasokan hijau terhadap kinerja rantai pasokan. Hipotesa penelitian juga
dijabarkan dalam Bab II.
26
Bab III menjabarkan tentang metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini yang meliputi desain penelitian, sumber data
penelitian, metode pengambilan data, populasi dan sampel, definisi
operasional, pengujian instrumen, dan metode analisis data. Selanjutnya,
pada Bab IV berisi tentang pemaparan hasil analisis data yang telah
dilakukan. Data yang dianalisis merupakan data yang telah memenuhi
syarat. Bab V menjelaskan kesimpulan yang didapat selama proses
penelitian dan saran yang ditujukan kepada obyek penelitian mengenai
kinerja rantai pasokan.