bab i pendahuluan -...

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Siklus hidrologi merupakan siklus yang senantiasa terjadi di permukaan Bumi yang meliputi penguapan, transpirasi , kondensasi, presipitasi, dan infiltrasi (Smith and Stipp, 1978). Menurut Hadisusanto (2010), siklus hidrologi adalah proses transportasi air secara kontinyu dari laut ke atmosfer dan dari atmosfer ke permukaan tanah yang akhirnya kembali ke laut. Keberadaan air yang terbatas menjadi permasalahan dalam siklus hidrologi global (Dingman, 2002). Beberapa tahun belakangan terjadi perubahan pengelolaan sumberdaya air dari yang semula adalah supply-driven menjadi demand-driven (Ahn et al., 2011). Karena sumberdaya air merupakan elemen kunci untuk mendukung perkembangan ekonomi, kota, domestik, dan industri, sehingga kebutuhan air menjadi lebih terkonsentrasi pada skala besar. Kecenderungan ini akan terus berlanjut di berbagai sektor dalam upaya peningkatan perekonomian dan peningkatan standar hidup masyarakat (Ahn et al., 2011). Secara kuantitas jumlah air di Bumi sekitar 1,3-1,4 milyar km 3 yang terdiri dari 97,5% air laut, 1,75% berbentuk es, dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, dan airtanah (Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan hanya sekitar 0,73% dari total air yang ada di Bumi. Hanya sebagian kecil dari sumberdaya air yang ada di Bumi yang dapat dimanfaatkan dengan mudah yaitu dalam bentuk air permukaan baik air sungai maupun danau. Menurut UNICEF (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) dan WMO (World Meteorological Organization), sekitar 12% dari populasi dunia tidak memiliki akses sumberdayaair yang mudah. Permasalahan diatas terjadi di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri. Masyarakat memanfaatakan sumber air dari Waduk Ngancar untuk memenuhi

Upload: nguyenque

Post on 03-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Siklus hidrologi merupakan siklus yang senantiasa terjadi di permukaan Bumi

yang meliputi penguapan, transpirasi , kondensasi, presipitasi, dan infiltrasi

(Smith and Stipp, 1978). Menurut Hadisusanto (2010), siklus hidrologi adalah

proses transportasi air secara kontinyu dari laut ke atmosfer dan dari atmosfer ke

permukaan tanah yang akhirnya kembali ke laut. Keberadaan air yang terbatas

menjadi permasalahan dalam siklus hidrologi global (Dingman, 2002). Beberapa

tahun belakangan terjadi perubahan pengelolaan sumberdaya air dari yang semula

adalah supply-driven menjadi demand-driven (Ahn et al., 2011). Karena

sumberdaya air merupakan elemen kunci untuk mendukung perkembangan

ekonomi, kota, domestik, dan industri, sehingga kebutuhan air menjadi lebih

terkonsentrasi pada skala besar. Kecenderungan ini akan terus berlanjut di

berbagai sektor dalam upaya peningkatan perekonomian dan peningkatan standar

hidup masyarakat (Ahn et al., 2011).

Secara kuantitas jumlah air di Bumi sekitar 1,3-1,4 milyar km3 yang terdiri

dari 97,5% air laut, 1,75% berbentuk es, dan 0,73% berada di daratan sebagai air

sungai, air danau, dan airtanah (Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Sumberdaya air

yang dapat dimanfaatkan hanya sekitar 0,73% dari total air yang ada di Bumi.

Hanya sebagian kecil dari sumberdaya air yang ada di Bumi yang dapat

dimanfaatkan dengan mudah yaitu dalam bentuk air permukaan baik air sungai

maupun danau. Menurut UNICEF (United Nations Educational, Scientific and

Cultural Organization) dan WMO (World Meteorological Organization), sekitar

12% dari populasi dunia tidak memiliki akses sumberdayaair yang mudah.

Permasalahan diatas terjadi di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri.

Masyarakat memanfaatakan sumber air dari Waduk Ngancar untuk memenuhi

kebutuhan air irigasi dan perkebunan. Ketika memasuki musim kemarau,

ketersediaan air di Waduk Ngancar berkurang dan waduk tidak berfungsi sebagai

sumber irigasi. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari, masyarakat menggunakan

air yang bersumber dari PDAM yang di alirkan dari Waduk Wonogiri.

Waduk berfungsi sebagai pengendali banjir dan mencegah kekurangan air

pada musim kemarau. Waduk juga memiliki peranan yang sangat vital sebagai

pengatur ketersediaan air untuk pertanian, memberikan kebutuhan energi melalui

pembangkit listrik tenaga air (PLTA), penyuplai air untuk kebutuhan rumah

tangga, industri, perikanan, peternakan, dan pariwisata. Waduk memberikan

kontribusi yang besar bagi peningkatan perekonomian masyarakat, khususnya di

bidang pertanian, sehingga waduk memegang peranan yang sangat penting bagi

kehidupan manusia. Fungsi waduk tidak akan berjalan baik ketika tidak ada

keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan sumberdaya air (Linsey, 1996).

Waduk Ngancar terletak di Desa Selopuro, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten

Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Waduk ini memberi manfaat irigasi untuk 637

ha pertanian di sekitar Kecamatan Batuwarno. Secara geografis terletak di hulu

DAS Bengawan Solo dan memiliki topografi yang secara umum berbukit hingga

bergunung dengan ketinggian maksimum 626 mdpl dan elevasi waduk setinggi

218 mdpl. Waduk Ngancar membendung Sungai Belik, Sungai Ori Ori, dan

Sungai Ngalang. Luas Daerah tangkapan air (DTA) Waduk Ngancar yaitu Sub-

DAS Temon adalah 6,889 km2. Volume normal waduk menurut informasi Balai

Pengelolaan Sumberdaya Air (PSDA) Bengawan Solo sebesar 2,05 juta m3 dan

volume banjir sebesar 2,87 juta m3.

Waduk Ngancar merupakan salah satu waduk yang memiliki permasalahan

kekeringan yang secara umum disebabkan oleh kerusakan inlet dan pengaruh

musim. Hasil penelitian dari Balai Sungai Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan

Solo, volume Waduk Ngancar pada musim kemarau rata-rata sebesar 170.820 m3

untuk mengairi lahan pertanian seluas 10 ha yang berlangsung pada bulan

September hingga awal desember. Sedangkan volume waduk normal sebesar 2,05

juta m3 untuk mengairi irigasi lahan pertanian seluas 637 ha. Hal ini

menunjukkan bahwa Waduk Ngancar tidak dapat menyuplai air untuk lahan

pertanian sekitar waduk pada saat musim kemarau.

Seiring dengan bejalannya waktu, Waduk Ngancar mengalami penurunan

fungsi dan kinerjanya yang meliputi penurunan kapasitas serta efektifitas

kinerjanya yang diakibatkan oleh penurunan debit inflow dari Sub-DAS Temon

dan pendangkalan dasar waduk akibat tingginya sedimentasi yang masuk ke

waduk. Kapasitas waduk untuk mensuplai air bagi kebutuhan masyarakat

bergantung dari jumlah air potensial dari waduk (Yi dan Song, 2002). Penilaian

kapasitas air yang terdapat pada waduk adalah salah satu krisis elemen yang

dibutuhkan untuk mendapatkan sumber air baru dengan merumuskan air,

merencakan, dan menentukan volume dari waduk (Korea Institute of Construction

Technology, 1994).

Tujuan pertama pada penelitian ini adalah Mengukur volume Waduk Ngancar

menggunakan metode bathimetri dengan alat echosounder. Perhitungan kapasitas

waduk dilakukan dengan menghitung volume waduk berdasarkan hasil

pengolahan data topografi waduk. Tujuan kedua pada penelitian ini adalah

Menganalisis perubahan fluktuas volume Waduk Ngancar dari tahun 1946 hingga

2016. Tujuan ketuga pada penelitian ini adalah Mengevaluasi kapasitas tampung

Waduk Ngancar menggunakan metode Ripple. Kapasitas waduk pada periode

tertentu dihitung berdasarkan hasil analisis menggunakan diagram Ripple,

sehingga terlihat kapasitas waduk pada periode yang ditetapkan.

Sedimentasi yang besar terjadi di Waduk Ngancar menyebabkan

pendangakalan pada waduk sehingga mengurangi kapasitas dan fungsi waduk,

hal ini mengakibatkan operasi dan pemeliharaan waduk menjadi lebih sulit dan

mahal. Perhitungan volume dan laju sedimentasi dilakukan berdasarkan hasil

pengolahan data pengukuran topografi waduk 2 tahun dan rata-rata volume

waduk. Berdasarkan hasil penelitian studi pengukuran waduk di WA Bengawan

Solo tahun 2011, pada awal pengoperasian waduk, volume efektif waduk sebesar

2,05 juta m3 dan pada tahun 2011 mengalami sedimentasi sebesar 483.975 m

3.

Sedimentasi yang tinggi mengakibatkan waduk akan cepat kering pada musim

kemarau dan bencana banjir pada musim penghujan karena kapasitas waduk tidak

mencukupi untuk menahan dan menampung aliran yang besar. Perhitungan

kinerja waduk sangat diperlukan untuk menentukan target manfaat dan kapasitas

tampung efektif yang diperlukan. Evaluasi kapasitas waduk diperlukan untuk

mengetahui seberapa besar perubahan volume efektif Waduk Ngancar dari awal

pengukuran hingga tahun 2016. Salah satu cara untuk menghitung kapasitas

waduk adalah dengan melakukan perhitungan volume waduk dengan pengukuran

bathimetri waduk menggunakan metode ecosounding untuk menganalisis kinerja

waduk dalam menjalankan fungsinya sebagai waduk konservasi.

Berbagai masalah ini menjadi dasar dilakukannya penelitian di Waduk

Ngancar. Pemeliharaan waduk khususnya dalam upaya pemeliharaan sumberdaya

air dilakukan dengan menganalisis aspek sedimentasi meliputi analisis (volume

sedimen, laju sedimentasi), aspek kinerja waduk meliputi (analisis volume

tampungan waduk, kapasitas waduk, dan data teknis Waduk Ngancar terbaru),

aspek hidrologi yang meliputi analisis ketersediaan air, serta aspek operasi waduk

yang meliputi ketersediaan dan kebutuhan air irigasi Waduk Ngancar.

1.2.Perumusan Masalah

Air merupakan suatu yang mutlak dalam mendukung kehidupan makhluk

hidup di Bumi. Potensi air yang besar akan meningkatkan perekonomian

masyarakat dan pemenuhan kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari. Jumlah air

yang terbatas di suatu daerah akan mempengaruhi keadaan daerah, perkembangan,

dan perekonomian daerah. Waduk Ngancar merupakan salah-satu waduk yang

terdapat di hulu DAS Bengawan Solo, membendung kali Beling dan Sungai

Teleng untuk memberikan manfaat irigasi bagi 637 ha lahan pertanian disekitar

waduk khususnya di Kecamatan Batuwarno. Pengelolaan sumberdaya air yang

kurang tepat, serta sedimentasi yang besar di waduk menyebabkan terjadinya

permasalahan terkait sumberdaya air seperti kekeringan. Tingginya sedimentasi

dari tahun ke tahun menyebabkan pendangkalan pada dasar waduk dan

penuruanan kapasitas Waduk Ngancar, sehingga perlu dilakukan penelitian terkait

perubahan kapasitas waduk dari kapasitas awal waduk dan kapasitas waduk di

tahun penelitian yaitu tahun 2016. Perhitungan kinerja waduk sangat diperlukan

untuk menentukan target manfaat dan kapasitas tampung efektif yang diperlukan.

Evaluasi kapasitas waduk diperlukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan

volume efektif Waduk Ngancar dari awal pengukuran hingga tahun 2016. Analisis

untuk memprediksikan perubahan kapasitas waduk dari waktu ke waktu perlu

dilakukan agar dapat merencanakan sistem pemberian air di waktu yang akan

datang. Berdasarkan uraian masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan

penelitian yaitu:

1. Bagaimana volume Waduk Ngancar berdasarkan hasil perhitungan

bathimetri tahun 2016?

2. Bagaimana perubahan fluktuasi volume Waduk Ngancar dari awal

pengoperasian hingga tahun 2016?

3. Bagaimana perubahan kapasitas Waduk Ngancar menggunakan metode

Ripple?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian yang ada, maka tujuan yang dicapai dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengukur volume Waduk Ngancar menggunakan metode bathimetri

dengan alat echosounder.

2. Menganalisis perubahan fluktuasi volume Waduk Ngancar dari tahun

1946 hingga 2016.

3. Mengevaluasi kapasitas tampung Waduk Ngancar menggunakan

metode Ripple.

1.4.Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian, maka penelitian ini bermanfaat sebagai

berikut:

1. Manfaat Akademis yaitu sebagai syarat kelulusan Strata I jurusan Geografi

Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada. Penelitian dapat digunakan

sebagai sumber referensi tambahan bagi pengembangan sumberdaya air

serta penelitian-penelitian mengenai kinerja waduk dan kapasitas Waduk

Ngancar dalam upaya pemeliharaan waduk.

2. Manfaat Praktis yaitu penelitian mengenai waduk dan sumberdaya air

memiliki banyak aplikasi dan implementasi bagi pihak-pihak yang terkait.

Masyarakat sebagai pengguna sumberdaya air dapat memanfaatkan

informasi hasil penelitian dalam penerapannya untuk memenuhi kebutuhan

air irigasi. Memberikan informasi terkait kapasitas Waduk Ngancar dan

bahan pertimbangan untuk menentukan upaya konservasi sumberdaya air

dalam upaya menjaga kelestarian Waduk Ngancar. Pemerintah daerah

sebagai pemegang kebijakan dapat pula mengatur pengelolaan sumberdaya

air secara lebih efisien dan efektif bagi masyarakat melalui hasil penelitian

ini.

1.5.Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang mengkaji tentang Perhitungan Kinerja Waduk dan Evaluasi

Kapasitas Waduk Ngancar, Batuwarno, Wonogiri, Jawa Tengah ini didukung oleh

penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan berbagai

macam metode. S. Imam ahyudi (2002), meneliti tentang pengaruh sedimentasi

terhadap kapasitas dan operasional waduk: studi kasus Waduk Cacaban.

Penelitian dilakukan di Waduk Cacaban Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten

Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengukur elevasi

dasar dan luasan waduk, menganalisis tingkat sedimentasi, dan menganalisis

kapasitas tampung waduk. Metode yang digunakan untuk membandingkan hasil

pengukuran elevasi dasar waduk pada beberapa tahun menggunakan perhitungan

bathimetri dengan alat echosounding. Teknik analisis yang digunakan yaitu

analisis elevasi dan luasan waduk dengan membandingkan pengukuan bathimetri

tahun sebelumnya dengan pengukuran sekarang. Tingkat sedimentasi dianalisis

menggunakan tabel hasil pengukuran sedimen tahun sebelumnya dan digunakan

untuk perhitungan laju sedimentasi per tahun. Kapasitas tampung dianalisis

berdasarkan tingkat kebutuhan dan ketersediaan air di waduk yang digambarkan

dengan debit dan kebutuhan air irigasi. Hasil penelitian ini meliputi data teknis

Waduk Cacaban tahun 2002, volume sedimen dan laju sedimentasi per tahun,

debit banjir rencana, pola operasi waduk, dan pola pemberian air lahan irigasi.

Endang Purwati (2010), melakukan penelitian terkait analisis perbandingan

fluktuasi perubahan volume Waduk Penjalin dengan metode pemeruman dan

pengukuran elevasi muka air. Penelitian dilakukan di Waduk Penjalin, Kabupaten

Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui apakah

metode perhitungan volume dengan menggunakan pengukuran elevasi muka air

masih relevan digunakan pada Waduk Panjalin dan mengetahui perubahan volume

dari tahun 1972-2010. Metode yang digunakan yaitu pemeruman menggunakan

alat echo sounder untuk mengetahui data teknis waduk terbaru dan pengukuran

sudut sebagai jalur pemeruman menggunakan Theodoliy dan To. Analisis yang

dilakukan yaitu perhitungan volume waduk menggunakan rumus perhitungan

volume waduk berdasarkan data peta kontur waduk. Hasil pemeruman diolah

menjadi TIN dan kriging. Kapasitas tampung mati dianalisis berdasarkan hasil

perhitungan volume waduk. Analisis fluktuasi muka air dan perubahan volume

menggunakan garfik dan diagram. Hasil penelitian ini meliputi fluktuasi dan

perubahan volume serta elevasi Waduk Panjalin tahun 2007-2010 dan selisih luas

dan volume Waduk Panjalin. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian

yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Perbedaan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Peneliti Lakukan

Nama, Judul, Tahun,

Wilayah

Tujuan Metode Teknis Analisis Hasil Penelitian

Nama: S. Imam Wahyudi

Judul: Pengaruh

Sedimentasi Terhadap

Kapasitas dan Operasional

Waduk: Studi Kasus

Waduk Cacaban

Tahun: 2002

Wilayah: Waduk Cacaban,

Kecamatan

Kedungbanteng, Kabupaten

Tegal

1.Mengukur elevasi

dasar dan luasan

waduk

2.Menganalisis tingkat

sedimentasi

3.Menganalisis

kapasitas tampung

waduk

Membandingkan hasil

pengukuran elevasi

dasar waduk dengan

alat Echosounding.

Analisis elevasi dan luasan waduk

dengan membandingkan pengukuan

bathimetri tahun sebelumnya

dengan pengukuran sekarang.

Tingakat sedimentasi

dianalisismenggunakan tabel hasil

pengukuran sedimen tahun

sebelumnya dan digunakan untuk

perhitungan laju sedimentasi per

tahun. Kapasitas tampung dianalisis

berdasarkan tingkat kebutuhan dan

ketersediaan air di waduk yang

digambarkan dengan debit dan

kebutuhan air irigasi.

- Data teknis Waduk

Cacaban tahun

2002

- Volume sedimen

dan laju

sedimentasi per

tahun

- Debit banjir

rencana

- Pola operasi waduk

- Pola pemberian air

lahan irigasi

Nama: Rico Sihotang Menghitung banjir Perhitungan banjir Analisis hidrologi dilakukan - Hujan rancangan

Judul: Analisa Banjir

Rancangan dengan Metode

HSS Nkayasu pada

Bendungan Gintung

Tahun: 2011

Wilayah: Bendungan

Gintung, Kecamatan

Ciputat Timur, Kabuapaten

Tanggerang Selatan

rancangan

denganmetode HSS

Nakayasu

rancangan

menggunakan metode

HSS Nakayasu

dengan menggunakan

data hujan

dengan perhitungan curah hujan

wilayah menggunakan metode

isohyet, analisis curah hujan

rancangan menggunakan metode

Log Person III, uji probabilitas

menggunakan metode chi-kuadrat,

dan perhitungan debit banjir

rancangan menggunakan HSS

Nakayasu. Analisis menggunakan

grafik, diagram, dan tabel.

kala ulang 2, 5, 10,

25, 50, 100, 200,

500, dan 1000

tahun.periode

- Hidrograf banjir

rancangan

Bendungan Gintung

kala ulang 2, 5, 10,

25, 50, 100, 200,

500, dan 1000

tahun.

Nama: Endang Purwati

Judul: Analisis

Perbandingan Fluktuasi

Perubahan Volume Waduk

Penjalin Dengan Metode

Pemeruman dan

Pengukuran Elevasi Muka

Air

1. Mengetahui apakah

metode perhitungan

volume dengan

menggunakan

pengukuran elevasi

muka air masih

relevan digunakan

pada Waduk

Metode yang

digunakan yaitu

pemeruman

menggunakan alat

echo sounder untuk

mengetahui data

teknis waduk terbaru

dan pengukuran sudut

Analisis yang dilakukan yaitu

perhitungan volume waduk

menggunakan rumus perhitungan

volume waduk berdasarkan data

peta kontur waduk. Hasil

pemeruman diolah menjadi TIN

dan kriging. Kapasitas tampung

mati dianalisis berdasarkan hasil

- Fluktuasi dan

perubahan volume

serta elevasi Waduk

Panjalin tahun 2007-

2010

- Selisih luas dan

volume Waduk

Panjalin

Lanjutan

Tahun: 2010

Wilayah: Waduk Panjalin,

Kabupaten Brebes.

Panjalin.

2. Mengetahui

perubahan volume

dari tahun 1972-

2010.

sebagai jalur

pemeruman

menggunakan

Theodoliy dan To.

perhitungan volume waduk.

Analisis fluktuasi muka air dan

perubahan volume menggunakan

garfik dan diagram.

Nama:Sardi

Judul: Kajian Penanganan

Sedimentasi Dengan

Waduk Penampung

Sedimen Pada Bendungan

Serbaguna Wonogiri

Tahun: 2008

Wilayah: Waduk Wonogiri,

Kabupaten Wonogiri

Mengetahui besarnya

pengurangan

sedimen pada

Bendungan Serbaguna

Wonogiri

apabila dilakukan

penanganan berupa

pembuatan

waduk penampung

sedimen pada muara

Sungai Keduang

Metode yang

digunakan dengan

memodelkan transport

sedimen pada waduk

pada kurun waktu

tertentu. Pemodelan

menggunakan

software CCHE

MESH dan CCHE-

GUI. Model geometri

3 dimensi waduk

diperoleh dari hasil

pengukuran metode

bathimetri dan

Hasil bathimetri diolah

menggunakan software CCHE

MESH dan diperoleh geometri 3

dimensi dari waduk. Hasil

pengumpulan data sedimen

dianalisis menggunakan sediment

rating curve. Hasil pemodelan

dianalisis menggunakan tabel dan

- Model geometri 3

dimensi Waduk

Wonogiri

- Pengendapan

sedimen

menggunakan model

- Volume sedimen

- Kecepatan

sedimentasi

Lanjutan

Lanjutan

dilakukan pengolahan.

Nama: Iskahar

Judul: Analsis Pengaruh

Panjang Data Terhadap

Keandalan Waduk

Tahun: 2002

Wilayah: Waduk Kedung

OmboProvinsi Jawa

Tengah

Mendapatkan

gambaran tentang

pengaruh pajang data

terhadap nilai

keandalan (reliability)

pada Waduk Kedung

Ombo Jawa Tengah.

Metode stokastik

Thomas Fiering,

Hasil pengolahan data

menggunakan metode stokastik

Thomas Fiering digunakan untuk

perhitungan keandalan waduk

dengan metode simulasi dan

metode matriks probabilitas gould

- Hasil perhitungan

keandalan waduk

menggunakan

metode simulasi.

Hasilnya

memberikan

gambaran keandalan

waduk yang

berbeda-beda pada

setiap panjang dan

historis yang

berbeda.

- Hasil perhitungan

keandalan waduk

menggunakan

metode matriks

probabilitas gould

Lanjutan

memberikan

gambaran keandalan

yang tidak jauh

berbeda pada tiap

rangkaian data dan

historis yang

berbeda.

Nama: Azura Ulfa

Judul: Perhitungan Kinerja

Waduk dan Evaluasi

Kapasitas Waduk Ngancar,

Batuwarno, Jawa Tengah

Tahun:2016

Wilayah:Desa Selopur,

Kecamatan Batuwarno,

Kabupaten Wonogiri,

Provinsi Jawa Tengah.

1. Mengukur elevasi

dasar dan luas

Waduk Ngancar

menggunakan

metode bathimetri

dengan alat

echosounder.

2. Menganalisis

perubahan dan

fluktuasi elevasi

muka air serta

volume Waduk

Perhitunagn kinerja

waduk menggunakan

metode bathimetri

mengunakan alat

echosounder.

Pengukuran volume

waduk menggunakan

rumus perhitungan

volume waduk.

Pembuatan peta

topografi dasar waduk

menggunakan

Pengukuran topografi waduk

menggunakan metode bathimetri

dengan alat echosounder. Hasil

Pengukuran bathimetri di lapangan

di proses menggunakan software

surfer dan ArcGIS dan dibuat

menjadi topografi dasar waduk dan

3 dimensi Waduk Ngancar. Hasil

peta topogarfi digunakan untuk

pengukuran volume waduk, luas

genangan, dan elevasi yang

kemudian di buat lengkung

- Nilai defisit dan

surplus pada DAS

Temon yang

masuk ke Waduk

Ngancar

- Peta topografi dasar

Waduk Ngancar

- Peta 3 dimensi

Waduk Ngancar

- Nilai volume waduk

tahun 2016

- Volume sedimentasi

Lanjutan

Ngancar dari tahun

2011-2016.

3. Mengevaluasi

kapasitas tampung

Waduk Ngancar

menggunakan

metode Ripple.

software surfer dan

ArcGIS.

kapasitasnya, serta dibandingkan

dengan data teknis waduk tahun

sebeumnya untuk mendapatkan

perubahan elevasi dan fluktuasi

perubahan volume waduk. Hasil

perhitungan volume digunakan

untuk perhitungan volume

sedimentasi dan laju sedimentasi

waduk dalam bentuk tabel dan

grafik. Analsisi kapasitas waduk

menggunakan kurva massa dari

data volume sungai dan kebutuhan

irigasi sub-DAS Temon.

dan laju sedimentasi

Waduk Ngancar

- Grafik kapasitas

waduk tahun 2016

- Grafik lengkung

kapasitas

- Analisis kapasitas

waduk

menggunakan grafik

kurva massa

(Ripple)

Lanjutan

14

1.6.Tinjauan Pustaka

1.6.1. Siklus Hidrologi

Proses siklus hidrologi di permukaan Bumi berjalan secara terus menerus yang

membuat air menjadi sumberdaya alam yang dapat terbarui, maka secara umum

jumlah air di Bumi sama walau air terus dimanfaatkan oleh makhluk hidup untuk

berbagai kebutuhan. Jumlah air di Bumi sangat banyak baik dalam bentuk es, uap,

dan cair (Hadisusanto, 2010). Siklus hidrologi merupakan proses yang berlangsung

secara kontinyu. Air bergerak dari Bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke Bumi

lagi (Chow, 1998). Hujan yang jatuh sebagian tertahan oleh tumbuhan dan selebihnya

sampai ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah

akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas

permukaan tanah (suface runoff). Air yang meresap ke dalam tanah sebagian

mengalir di dalam tanah (perkolasi) yang kemudian keluar sebagai mata air atau

mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut, siklus ini berlangsung terus menerus.

Proses hidrologi dalam suatu DAS secara sederhana dapat digambarkan dengan

adanya hubungan antara unsur masukan yakni hujan, proses, dan keluaran yaitu

berupa aliran. Hujan akan menghasilkan aliran tertentu dan aliran ini selain

dipengaruhi oleh karakteristik DAS, juga sangat tergantung pada karakteristik hujan

yang jatuh. Karakteristik hujan meliputi tebal hujan, intensitas hujan, dan durasi

hujan, sedangkan karakteristik DAS meliputi topografi, geologi, geomorfologi, tanah,

penutup lahan/ vegetasi, dan pengolahan lahan serta morfometri DAS (Hadi, 2006).

1.6.2. Hujan

Curah hujan adalah ketebalan air hujan yang mencapai permukaan Bumi selama

selang waktu tertentu (Prawirowardoyo, 1996). Menurut Wisnusubroto (1986),

presipitasi merupakan air dalam bentuk padat maupun cair yang jatuh sampai ke

15

permukaan Bumi. Intensitas curah hujan merupakan jumlah curah hujan yang

dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada

satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya intensitas curah

hujan berbeda-beda tergatung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.

Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi

(Suroso, 2006). Terjadinya hujan tidak terlepas dari distribusi curah hujan baik secara

geografis dipengaruhi oleh letak lintang, posisi dan luas daerah, kedekatan dari

sumber air, efek geografis, dan ketinggian (Seyhan, 1977).

Hujan atau presipitasi merupakan faktor utama yang mengendalikan

berlangsungnya daur hidrologi dalam suatu wilayah DAS dan merupakan elemen

utama yang perlu diketahui mendasari pemahaman tentang kelembaban tanah, proses

resapan airtanah, dan debit aliran (Asdak, 2010). Hujan adalah titik-titik air yang

jatuh di permukaan Bumi dari awan melalui lapisan atmosfer, didahului dengan

pembentukan awan, penggabungan uap air yang berada di atmosfer melalui proses

kondensasi, sehingga terbentuk butir-butir air yang lebih berat dari gravitasi sehingga

akan jatuh dan berlangsung secara proses alam (Hadisusanto, 2010).

Secara garis besar tipe hujan dapat dikategorikan menjadi hujan konvektif, hujan

orografis, dan hujan frontal (Hadisusanto, 2010). Curah hujan rata-rata yang terjadi di

suatu wilayah, diperkirakan berdasarkan titik-titik pengamatan curah hujan. Stasiun

pengamat/ penakar hujan hanya memberikan tebal hujan di titik di mana stasiun

tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari titik

pengukuran tersebut. Hujan efektif (efective rainfall) atau hujan berlebihan (excess

rainfall) adalah bagian dari hujan yang menjadi aliran langsung di sungai. Hujan

efektif sama dengan hujan total yang jatuh di permukaan tanah dikurangi dengan

kehilangan air atau abstraksi yang meliputi air yang hilang karena terinfiltrasi,

tertahan dalam cekungan-cekungan di permukaan tanah (depression storage) dan

akibat adanya penguapan.

16

1.6.3. Sedimentasi

Tanah dan bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat yang

mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam satu

badan air secara umum disebut sedimen (Arsyad, 2012). Sedimen adalah hasil proses

erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya.

Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan

banjir, di saluran air, sungai, dan waduk (Asdak, 2010). Menurut Loebis et al (1993),

sedimentasi adalah menumpuknya bahan sedimendi suatulokasi akibat terjadinya

erosi baik erosi permukaan maupun erosi tebing yang terjadi di daerah tangkapan air

dan terbawa oleh aliranair sampai ke lokasi tersebut. Eksploitasi lahan yang

dilakukan di daerah tangkapan air dan mengabaikan aspek konservasi lahan dapat

merupakan penyebab terjadinya erosi tanah yang menjadi sumber bahan sedimen

yang akhirnya akan terbawa olehaliran air sampai di suatu lokasi dimana terjadi

sedimentasi. Berbagai faktor yang menjadi penyebab terjadinya sedimentasi menurut

Suripin (2000), diantaranya kondisi curah hujan, kondisi geologi, penutup lahan, tata

guna lahan, topografi, dan jaringan pematusan alam.

Sedimen yang terbawa oleh aliran secara umum terdiri dari dua model wash load

yang berasal dari daerah aliran sungai (DAS) dan bed load yang berasal dari alur

sungai. Wash load dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu berasal dari erosi

permukaan (sheet erosion) dan yang berasal dari erosi pada dinding alur sungai (bank

erosion) seperti pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Skema Asal Sedimen

(Sumber: Jansen et al., 1979)

Sedimentation

Wash Load Bed Load

Sheet Erosion Bank Erosion

17

1.6.4. Waduk

Waduk (Reservoir) adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya

bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan dan berbentuk pelebaran alur/

badan/ palung sungai (Standard Nasional Indonesia). Waduk memiliki 2 kategori

yaitu waduk penyimpanan yang secara umum berfungsi sebagai konservasi

sumberdaya air dan waduk distribusi yang berfungsi untuk mengalirkan air

Karakteristik fsik dari waduk meliputi fungsi utama waduk sebagai penyimpan air

dan karakteristik yang lebih penting adalah kapasitas waduk.

Waduk (reservoir) merupakan bangunan penampung air pada suatu daerah aliran

sungai yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian, perikanan, regulator air

(pengendali banjir), tanggul penampung air limpasan yang dialirkan oleh outlet ke

waduk agar tidak mengalir dan tergenang pada tempat di bawahnya dan dimanfaatkan

untuk air minum, serta pariwisata (Nursa’ban, 2008). Berdasarkan fungsinya, waduk

dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Waduk eka guna (single purpose)

Waduk eka guna adalah waduk yang dioperasikan untuk memenuhi satu

kebutuhan, misalnya kebutuhan air irigasi, air baku, atau PLTA. Pengoperasian

waduk eka guna lebih mudah dibandingkan waduk multi guna karena pada waduk

eka guna tidak akan terjadi konflik dalam pengoperasiannya atau dengan kata lain

tidak adanya konflik kepentingan. Pada waduk eka guna, pengoperasian yang

dilakukan hanya mempertimbangkan pemenuhan satu kebutuhan.

b. Waduk Multiguna (multi purpose)

Waduk multiguna adalah waduk yang berfungsi untuk memenuhi berbagai

kebutuhan, misalnya waduk yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, air

baku, dan PLTA. Kombinasi dari berbagai kebutuhan ini dimaksudkan untuk dapat

18

mengoptimumkan fungsi waduk dan meningkatkan kelayakan pembangunan suatu

waduk.

Karakteristik waduk yang diperlukan dalam penyusunan pola operasi suatu

waduk adalah data fisik waduk (lebar dan elevasi pelimpah, ada/ tidak adanya pintu

di atas pelimpah, data outlet dari waduk, data elevasi maksimum pengoperasian, data

tampungan mati, tampungan efektif) dan data hubungan antara elevasi-luas, dan

elevasi-volume yang diperoleh dari hasil pengukuran/ pemeruman kedalaman waduk

yang perlu dilakukan secara rutin.

Waduk memiliki beberapa bagian tampungan seperti pada gambar 1 yaitu

(Kinsley dan Franzini, 1979):

1. Pengukuran genangan normal adalah elevasi maksimm yang dicapai oleh

kenaikan permukaan waduk pada kondisi normal;

2. Permukaan genangan minimum adalah elevasi terendah yang dapat diperoleh bila

genangan dilepas pada kondisi normal;

3. Kapasitas berguna adalah volume tampungan yang terletak antara permukaan

genangan minimum dengan normal;

4. Kapasitas mati adalah volume tampungan air yang ditahan dibawah genangan

normal. Sedimen tidak boleh melewati batas tampungan mati apabila di bagian

atasnya terdapat alur buangan untuk air PLTA;

5. Kapasitas tambahan adalah volume tampungan yang hanya ada pada waktu banjir

dan tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya;

6. Tampungan tebing adalah kapasitas tebing dalam menahan tekanan air yang

dipengaruhi oleh kondisi geologis;

7. Tampungan lembah adalah tempat dimana air dan sedimen yang masuk dari

sungai alami ke sungai.

19

Gambar 1.2. Bagian-Bagian Tampungan di dalam Waduk

(Sumber: Kinsley dan Franzini, 1979)

1.6.5. Pengukuran Bathimetri

Bathimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi

tentang tiga dimensi waduk/ danau. Sebuah peta bathimetri umumnya menampilkan

relief lantai atau dataran dengan kontur-kontur yang disebut kontur kedalaman atau

isobath, dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi

permukaan. Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan utuk memperoleh

gambaran (model) benuk permukaan (topografi) dasar perairan. Proses penggambaran

dasar perairan tersebut sejak pengukuran hingga pengolahan serta visualisasi disebut

dengan survey bathimetri. Model bathimetri (kontur kedalaman) diperoleh dengan

menginterpolasikan titik-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model

yang ingin dibuat.

Terdapat 3 kegiatan utama yang harus dilakukan dalm survey bathimetri yaitu

penentuan posisi, kedalaman, dan pasang surut untuk koreksi kedalaman

(Djunarsyah, dkk, 2005). Penentuan posisi dilakukan untuk mengetahui posisi titik

yang diketahui kedalamannya menggunakan alat GPS. Prinsip dasar penentuan posisi

menggunakan GPS yaitu pengukuran jarak. Pengukuran kedalaman pada survey

bathimetri dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk mewakili keseluruhan daerah

yag dipetakan. Pada titik-titik ini juga ditentukan posisi ddari fiks pemeruman dan

pencatatan waktu saat pengukuran serta kedalaman. Titik-titik pengukuran kedalaman

berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang disebut sebagai lajur perum

20

(sounding line). Jarak antar titik fiks perum padasuatu lajur pemeruman setidak-

tidaknya sama dengan atau lebih rapat dari interval lajur perum.

Terdapat banyak metode untuk pengukuran kedalaman. Metode yang paling baik

dan akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode akustik. Metode ini

menggunakan gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100 Hz sehingga akan

mempertahankan kehilangan intentitasnya hingga kurang dari 10% pada kedalaman

100m. Alat yang digunakan dalam hal ini adalah echosounder (single dan multi

beam), prinsip kerjanya adalah pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang

akustik yang dipancarkan tranduser. Gelombang akustik tersebut merambat pada

medium air, dengan diketahui cepat rambat dan di dapatkan waktu tempuh

gelombang menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke tranduser, sehingga

dapat dihitung jarak (kedalaman) perairan tersebut (Djunarsyah, dkk, 2005).

1.6.6. Kapasitas Waduk

Kapasitas total waduk data direncanakan berdasar perhitungan volume tampungan

air tanpa adanya sedimentasi (Imam, 2002). Seiring berjalannya waktu

pengoperasian waduk, terjadi sedimentasi di areal genangan sehingga menyebabkan

berkurangnya kapasitas tampungan. Deskripsi berkurangnya kapasitas waduk

ditunjukkan pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Deskripsi Berkurangnya Kapasitas Waduk Akibat Sedimentasi

(Sumber: Mays et al., 1992)

Umur pelayanan waduk merupakan fungsi dari volume tampungan aktif (Ilyas et

al., 1991). Semakin menyusut volume tampungan aktif menandakan semakin pendek

21

umur pelayanan waduk. Penyusustan volume tampungan aktif lebih banyak

disebabkan oleh bertambahnya volume sedimen yang masuk ke dalam waduk.

Tampungan waduk/ kapasitas waduk secara umum dibagi menjadi 3 bagian, yaitu

tampungan mati (dead storage) yang dialokasikan untuk tampungan sedimen,

tampungan aktif (active storage) yang dialokaiskan untuk tujuan konservasi, dan

tampungan tambahan untuk pengendalian banjir (flood control storage) (Kasiro et al.,

1997). Kapasitas waduk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu

tergantung pada 3 faktor menurut Mc. Mahon (1978), yaitu variasi aliran sungai

(inflow), besarnya tingkat kebutuhan, dan tingkat keandalan waduk. Keandalan

didefinisikan sebagai besarnya peluang bahwa waduk akan mampu memenuhi

kebutuhan yang direncanakan sepanjang masa operasinya tanpa adanya kekurangan

(Linsey, 1996). Analsis tampungan waduk/ kapasitas waduk dapat dihitug dengan

berbagai metode baik yang sederhana maupun yang kompleks. Menurut Mc. Mahon

analisis tampungan waduk dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Metode periode kritik

2. Metode Moran dan kawan-kawan

3. Metode pembangkitan data stokastik

Periode kritik didefinisikan sebagai periode yang dimulai pada saat waduk penuh

sampai batas minimum operasi (MOL= Minimum Operation Level) yang pertama

kali, tanpa adanya limpasan selama perode itu, sedangkan U.S. Army Corps Of

Enggineers mendefinisikan periode kritik sebagai perode antara kondisi waduk penuh

ke kondisi batas minimum operasi (MOL = Minimum Operation Level). Kemudian

ke kondisi penuh lagi yang disebut The Critical Drawdown Period. Periode kritik

menurut Mc. Mahon yaitu periode yang dimulai dari kondisi saat waduk penuh dan

berakhir saat batas minimum operasi yang pertama kali (Mc. Mahon dan Mein,

1978). Seperti yang disajikan pada Gambar 1.4 berikut.

22

Gambar 1.4. Diagram Periode Kritik Menurut Mc. Mahon

(Sumber: Mc. Mahon dan Mein, 1978)

Perhitungan kapasitas waduk pada periode kritik meliputi metode Ripple (Mass

Curve), Simulasi, Dincer, Gould gamma. Metode Ripple atau kurva massa ditemukan

oleh Ripple (1883) untuk menghitung besarnya kapasitas tampung reservoir yang

memadai pada tingkat kebutuhan air tertentu (efektif untuk kebutuhan air yang

konstan). Metode kurva massa/ Ripple diagram adalah plotting debit kumulatif

waduk dengan kemiringan kuva massa adalah nilai inflow (S) pada waktu tertentu.

Kemiringan kurva permintaan (D) atau imbuhan adalah kebutuhan air. Penelitian ini

menggunakan kebutuhan air irigasi. Debit kumulatif (V) dapat digambarkan sebagai

berikut:

Analisis kurva massa dilakukan dengan melihat perbedaan antara garis (b+) yang

bersinggungan dengan garis permintaan (D) ditarik pada titik tertinggi dan titik

terendah dari kurva massa (S) memberikan tingkat penarikan dari waduk selama

perode kritis. Nilai kumulatif maksimum antara garis singgung adalah kapasitas

penyimpanan yang diperlukan (active storage). Jika diasumsikan bahwa reservoir

penuh dimulai dari periode kering maksimum, maka jumlah air yang diambil dari

penyimpanan adalah perbedaan kumulatif antara inflow dan outflow atau permintaan

23

volume mulai dari musim kemarau, sehingga penyimpanan S yang dibutuhkan

adalah:

(∑ ∑ )

Penyimpanan S yang merupakan kekurangan kumulatif maksimal di setiap musim

kemarau diperoleh sebagai perbedaan maksimum dalam ordinat antara kurva massa

inflow dan outflow. Nilai S terbesar pada periode kering berbeda merupakan volume

penyimpanan minimum yang diperlukan oleh reservoir. Berikut adalah grafik yang

menggambarkan metode kurva massa dan grafik analisis kurva massa pada Gambar

1.5.

Gambar 1.5. Metode Kurva Massa dan Analisis Kurva Massa

(Sumber: Ripple, 1883)

1.6.7. Kebutuhan Air Irigasi

Air merupakan kebutuhan dasar manusia. Menurut Notodihardjo (1982) dalam

Kartiwa (2010), kebutuhan air adalah jumlah air yang dipergunakan oleh manusia

untuk keperluan rumah tangga, pertanian, industri, perikanan, pembentukan tenaga

hidrologi, navigasi, dan rekreasi. Menurut Dyah (2000) dalam Samidjo (2014),

24

kebutuhan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi ke dalam tiga

kelompok besar, yaitu kebutuhan domestic, pertanian, dan industri. Sejalan dengan

pertambahan penduduk di Indonesia, maka kebutuhan air akan meningkat pula baik

di daerah perkotaan maupun pedesaan. Kebutuhan air terbesar di Indonesia terjadi di

pulau jawa dan Sumatra karena kedua pulau ini mempunyai jumlah penduduk dan

industri yang cukup besar.

Menurut Kartiwa (2010), besar kebutuhan air untuk irigasi sebenarya tidak sama

antara daerah yang satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tanah,

iklim, dan jenis tanaman atau prosedur operasionalnya, namun besarnya kebutuhan

air irigasi tidak akan terlalu besar. Oleh karena itu diperlukan suatu buku pedoman

untuk keseragaman cara perhitungan dan menetapkan besaran angka-angka elemen-

elemen perhitungan kebutuhan air untuk irigasi.

Kebutuhan air irigasi sebagian besar dipasok oleh air permukaan yang

dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti klimatologi, kondisi tanah, koefisien tanaman,

pola tanam, pasokan yang diberikan, luas daerah irigasi, efisiensi irigasi, dan jadwal

tanam. Kebutuhan air untuk sawah irigasi ditetapkan 1 liter/detik/ha. Angka ini bila

dikonversi dalam mm menjadi 1200 mm/ tahun, jika sawah tersebut hanya sekali

panen dalam satu tahun. Jika dua kali panen dalam satu tahun maka kebutuhan airnya

menjadi 2400 mm/tahun. Jika pada lahan tersebut diselingi palawija (1 kali padi dan 1

kali palawija) maka kebutuhan airnya menjadi 2000 mm/th (Dumairi, 1992).

1.7.Kerangka Pikir Penelitian

Waduk dibangun dengan membendung sebagian dari aliran permukaan (runoff)

pada daerah pengaliran sungai (DPS) hulu dengan konstruksi bendungan (dam)

melintang alur sungai. Prinsip dari penandon/ penampung waduk dilakukan pada

periode debit aliran masuk (inflow) yang lebih besar dari permintaan (outflow), jadi

selama periode kebutuhan relatif rendah. Sumberdaya air yang berada di waduk

25

dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat, kebutuhan air untuk irigasi dan perkebunan, kebutuhan air untuk

industri, pariwisata, dan perikanan. Air yang berada di waduk mengalami

penambahan yang berasal dari air hujan (presipitasi), debit inflow dari sungai,

infiltrasi, dan mengalami pengurangan yang berasal dari evaporasi dan

evapotranspirasi .

Rusaknya area tanggapan air pada waduk menyebabkan sedimen yang terbawa

oleh aliran sungai masuk ke waduk dan mengendap di dasar waduk. Perubahan

penggunaan lahan pada area sekitar waduk menyebabkan peningkatan erosi dan

peningkatan sedimen yang masuk ke waduk. Sedimentasi yang tinggi di dasar waduk

menyebabkan pengurangan volume waduk sehingga waduk akan menjadi cepat

kering saat musim kemarau dan banjir saat musim penghujan, hal ini disebabkan oleh

waduk tidak dapat menampung volume air yang besar saat musim penghujan.

Pengurangan volume waduk kemudian diteliti dengan menghitung kapasitas

waduk dari data hasil echosounding tahun 2016 yang menghasilkan data topografi

waduk yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung volume waduk, luas

genangan, dan elevasi muka air. Dihasilkan grafik lengkung kapasitas waduk yang

digunakan untuk menganalisis perubahan elevasi muka air waduk. Kapasitas waduk

dianalisis menggunakan metode Ripple dari data volume sungai dan volume

kebutuhan irigasi Waduk Ngancar dari tahun 2008-2015. Dihasilkan grafik komulatif

volume waduk dan kebutuhan irigasi dalam bentuk kurva massa waduk. Selanjutnya

dilakukan evaluasi dengan membandingkan hasil pengukuran kapasitas waduk tahun

2016 dan data awal dan dihasilkan volume sedimen serta laju sedimentasi di Waduk

Ngancar tahun 2016. Dilakukan analisis perubahan fluktuasi volume Waduk Ngancar

dari data teknis terdahulu dan hasil pengukuran tahun 2016 dan dihasikan perubahan

volume efektif waduk dari tahun 1946 hingga 216 dan diketahui penyusutan volume

dari 2 periode 1946-2011 sera 2012-2015. Hasil analisis digunakan untuk

perencanaan pengelolaan, pemeliharaan, dan pengembangan sumberdaya air di

26

Waduk Ngancar oleh pemerintah dan badan yang berwenang. Berikut adalah

kerangka pemikiran pada penelitian ini yang disajikan pada Gambar 1.6.

Gambar 1.6. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

1.8.Batasan Istilah

Air : Semua air yang terdapat di alam dan berasal dari sumber-sumber

air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah,

tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut

(Asdak, 2010)

Sungai : Tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air

mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya

serta sepanjang pengalirannya oleh garis sepadan (Hadisusanto,

2011)

Kerusakan Daerah

Tangkapan Air Erosi dan Sedimentasi Perubahan Penggunaan

Lahan Sekitar Waduk

Pengdangkalan

Waduk

Perhitungan volume

waduk tahun 2016

Analisis Kapasitas

Waduk

27

Sedimen : Hasil dari proses sedimentasi yang terdiri dari erosi, transportasi,

pengendapan, dan pemadatan (Suroso, Anwar, dan Moh Candra,

2007)

Laju sedimentasi : Jumlah sedimen dari sungai yang masuk ke tampungan dalam satu

periode waktu tertentu (Morris and J, 1997)

Waduk (reservoir): merupakan bangunan penampung air pada suatu daerah aliran

sungai yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian,

perikanan, regulator air (pengendali banjir), tanggul penampung air

limpasan yang dialirkan oleh outlet ke waduk agar tidak mengalir

dan tergenang pada tempat di bawahnya dan dimanfaatkan untuk air

minum, serta pariwisata (Nursa’ban, 2008).

Kapasitas waduk : Volume total waduk yang meliputi volume active storage, in

active sorage, dan dead storage (Mc. Mahon dan Mein, 1978).

Active Storage : Volume waduk yang dapat digunakan untuk memenuhi salah satu

atau lebih tujuan pembangunannya (pengairan PLTA, pengendalian

banjir) (Mc. Mahon dan Mein, 1978).

Dead storage : Volume waduk aktif yang digunakan untuk mengontrol

(meredam) banjir yang terjadi (Mc. Mahon dan Mein, 1978).

Kebutuhan Air : Kebutuhan air yang digunakan dalam penelitian ini hanya

kebutuhan air irigasi karena fungsi waduk sebagai sumber air untuk

kebutuhan irigasi sawah (Notodihardjo, 1982).