bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Siklus hidrologi merupakan siklus yang senantiasa terjadi di permukaan Bumi
yang meliputi penguapan, transpirasi , kondensasi, presipitasi, dan infiltrasi
(Smith and Stipp, 1978). Menurut Hadisusanto (2010), siklus hidrologi adalah
proses transportasi air secara kontinyu dari laut ke atmosfer dan dari atmosfer ke
permukaan tanah yang akhirnya kembali ke laut. Keberadaan air yang terbatas
menjadi permasalahan dalam siklus hidrologi global (Dingman, 2002). Beberapa
tahun belakangan terjadi perubahan pengelolaan sumberdaya air dari yang semula
adalah supply-driven menjadi demand-driven (Ahn et al., 2011). Karena
sumberdaya air merupakan elemen kunci untuk mendukung perkembangan
ekonomi, kota, domestik, dan industri, sehingga kebutuhan air menjadi lebih
terkonsentrasi pada skala besar. Kecenderungan ini akan terus berlanjut di
berbagai sektor dalam upaya peningkatan perekonomian dan peningkatan standar
hidup masyarakat (Ahn et al., 2011).
Secara kuantitas jumlah air di Bumi sekitar 1,3-1,4 milyar km3 yang terdiri
dari 97,5% air laut, 1,75% berbentuk es, dan 0,73% berada di daratan sebagai air
sungai, air danau, dan airtanah (Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Sumberdaya air
yang dapat dimanfaatkan hanya sekitar 0,73% dari total air yang ada di Bumi.
Hanya sebagian kecil dari sumberdaya air yang ada di Bumi yang dapat
dimanfaatkan dengan mudah yaitu dalam bentuk air permukaan baik air sungai
maupun danau. Menurut UNICEF (United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization) dan WMO (World Meteorological Organization), sekitar
12% dari populasi dunia tidak memiliki akses sumberdayaair yang mudah.
Permasalahan diatas terjadi di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri.
Masyarakat memanfaatakan sumber air dari Waduk Ngancar untuk memenuhi
kebutuhan air irigasi dan perkebunan. Ketika memasuki musim kemarau,
ketersediaan air di Waduk Ngancar berkurang dan waduk tidak berfungsi sebagai
sumber irigasi. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari, masyarakat menggunakan
air yang bersumber dari PDAM yang di alirkan dari Waduk Wonogiri.
Waduk berfungsi sebagai pengendali banjir dan mencegah kekurangan air
pada musim kemarau. Waduk juga memiliki peranan yang sangat vital sebagai
pengatur ketersediaan air untuk pertanian, memberikan kebutuhan energi melalui
pembangkit listrik tenaga air (PLTA), penyuplai air untuk kebutuhan rumah
tangga, industri, perikanan, peternakan, dan pariwisata. Waduk memberikan
kontribusi yang besar bagi peningkatan perekonomian masyarakat, khususnya di
bidang pertanian, sehingga waduk memegang peranan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Fungsi waduk tidak akan berjalan baik ketika tidak ada
keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan sumberdaya air (Linsey, 1996).
Waduk Ngancar terletak di Desa Selopuro, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten
Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Waduk ini memberi manfaat irigasi untuk 637
ha pertanian di sekitar Kecamatan Batuwarno. Secara geografis terletak di hulu
DAS Bengawan Solo dan memiliki topografi yang secara umum berbukit hingga
bergunung dengan ketinggian maksimum 626 mdpl dan elevasi waduk setinggi
218 mdpl. Waduk Ngancar membendung Sungai Belik, Sungai Ori Ori, dan
Sungai Ngalang. Luas Daerah tangkapan air (DTA) Waduk Ngancar yaitu Sub-
DAS Temon adalah 6,889 km2. Volume normal waduk menurut informasi Balai
Pengelolaan Sumberdaya Air (PSDA) Bengawan Solo sebesar 2,05 juta m3 dan
volume banjir sebesar 2,87 juta m3.
Waduk Ngancar merupakan salah satu waduk yang memiliki permasalahan
kekeringan yang secara umum disebabkan oleh kerusakan inlet dan pengaruh
musim. Hasil penelitian dari Balai Sungai Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan
Solo, volume Waduk Ngancar pada musim kemarau rata-rata sebesar 170.820 m3
untuk mengairi lahan pertanian seluas 10 ha yang berlangsung pada bulan
September hingga awal desember. Sedangkan volume waduk normal sebesar 2,05
juta m3 untuk mengairi irigasi lahan pertanian seluas 637 ha. Hal ini
menunjukkan bahwa Waduk Ngancar tidak dapat menyuplai air untuk lahan
pertanian sekitar waduk pada saat musim kemarau.
Seiring dengan bejalannya waktu, Waduk Ngancar mengalami penurunan
fungsi dan kinerjanya yang meliputi penurunan kapasitas serta efektifitas
kinerjanya yang diakibatkan oleh penurunan debit inflow dari Sub-DAS Temon
dan pendangkalan dasar waduk akibat tingginya sedimentasi yang masuk ke
waduk. Kapasitas waduk untuk mensuplai air bagi kebutuhan masyarakat
bergantung dari jumlah air potensial dari waduk (Yi dan Song, 2002). Penilaian
kapasitas air yang terdapat pada waduk adalah salah satu krisis elemen yang
dibutuhkan untuk mendapatkan sumber air baru dengan merumuskan air,
merencakan, dan menentukan volume dari waduk (Korea Institute of Construction
Technology, 1994).
Tujuan pertama pada penelitian ini adalah Mengukur volume Waduk Ngancar
menggunakan metode bathimetri dengan alat echosounder. Perhitungan kapasitas
waduk dilakukan dengan menghitung volume waduk berdasarkan hasil
pengolahan data topografi waduk. Tujuan kedua pada penelitian ini adalah
Menganalisis perubahan fluktuas volume Waduk Ngancar dari tahun 1946 hingga
2016. Tujuan ketuga pada penelitian ini adalah Mengevaluasi kapasitas tampung
Waduk Ngancar menggunakan metode Ripple. Kapasitas waduk pada periode
tertentu dihitung berdasarkan hasil analisis menggunakan diagram Ripple,
sehingga terlihat kapasitas waduk pada periode yang ditetapkan.
Sedimentasi yang besar terjadi di Waduk Ngancar menyebabkan
pendangakalan pada waduk sehingga mengurangi kapasitas dan fungsi waduk,
hal ini mengakibatkan operasi dan pemeliharaan waduk menjadi lebih sulit dan
mahal. Perhitungan volume dan laju sedimentasi dilakukan berdasarkan hasil
pengolahan data pengukuran topografi waduk 2 tahun dan rata-rata volume
waduk. Berdasarkan hasil penelitian studi pengukuran waduk di WA Bengawan
Solo tahun 2011, pada awal pengoperasian waduk, volume efektif waduk sebesar
2,05 juta m3 dan pada tahun 2011 mengalami sedimentasi sebesar 483.975 m
3.
Sedimentasi yang tinggi mengakibatkan waduk akan cepat kering pada musim
kemarau dan bencana banjir pada musim penghujan karena kapasitas waduk tidak
mencukupi untuk menahan dan menampung aliran yang besar. Perhitungan
kinerja waduk sangat diperlukan untuk menentukan target manfaat dan kapasitas
tampung efektif yang diperlukan. Evaluasi kapasitas waduk diperlukan untuk
mengetahui seberapa besar perubahan volume efektif Waduk Ngancar dari awal
pengukuran hingga tahun 2016. Salah satu cara untuk menghitung kapasitas
waduk adalah dengan melakukan perhitungan volume waduk dengan pengukuran
bathimetri waduk menggunakan metode ecosounding untuk menganalisis kinerja
waduk dalam menjalankan fungsinya sebagai waduk konservasi.
Berbagai masalah ini menjadi dasar dilakukannya penelitian di Waduk
Ngancar. Pemeliharaan waduk khususnya dalam upaya pemeliharaan sumberdaya
air dilakukan dengan menganalisis aspek sedimentasi meliputi analisis (volume
sedimen, laju sedimentasi), aspek kinerja waduk meliputi (analisis volume
tampungan waduk, kapasitas waduk, dan data teknis Waduk Ngancar terbaru),
aspek hidrologi yang meliputi analisis ketersediaan air, serta aspek operasi waduk
yang meliputi ketersediaan dan kebutuhan air irigasi Waduk Ngancar.
1.2.Perumusan Masalah
Air merupakan suatu yang mutlak dalam mendukung kehidupan makhluk
hidup di Bumi. Potensi air yang besar akan meningkatkan perekonomian
masyarakat dan pemenuhan kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari. Jumlah air
yang terbatas di suatu daerah akan mempengaruhi keadaan daerah, perkembangan,
dan perekonomian daerah. Waduk Ngancar merupakan salah-satu waduk yang
terdapat di hulu DAS Bengawan Solo, membendung kali Beling dan Sungai
Teleng untuk memberikan manfaat irigasi bagi 637 ha lahan pertanian disekitar
waduk khususnya di Kecamatan Batuwarno. Pengelolaan sumberdaya air yang
kurang tepat, serta sedimentasi yang besar di waduk menyebabkan terjadinya
permasalahan terkait sumberdaya air seperti kekeringan. Tingginya sedimentasi
dari tahun ke tahun menyebabkan pendangkalan pada dasar waduk dan
penuruanan kapasitas Waduk Ngancar, sehingga perlu dilakukan penelitian terkait
perubahan kapasitas waduk dari kapasitas awal waduk dan kapasitas waduk di
tahun penelitian yaitu tahun 2016. Perhitungan kinerja waduk sangat diperlukan
untuk menentukan target manfaat dan kapasitas tampung efektif yang diperlukan.
Evaluasi kapasitas waduk diperlukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan
volume efektif Waduk Ngancar dari awal pengukuran hingga tahun 2016. Analisis
untuk memprediksikan perubahan kapasitas waduk dari waktu ke waktu perlu
dilakukan agar dapat merencanakan sistem pemberian air di waktu yang akan
datang. Berdasarkan uraian masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian yaitu:
1. Bagaimana volume Waduk Ngancar berdasarkan hasil perhitungan
bathimetri tahun 2016?
2. Bagaimana perubahan fluktuasi volume Waduk Ngancar dari awal
pengoperasian hingga tahun 2016?
3. Bagaimana perubahan kapasitas Waduk Ngancar menggunakan metode
Ripple?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian yang ada, maka tujuan yang dicapai dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengukur volume Waduk Ngancar menggunakan metode bathimetri
dengan alat echosounder.
2. Menganalisis perubahan fluktuasi volume Waduk Ngancar dari tahun
1946 hingga 2016.
3. Mengevaluasi kapasitas tampung Waduk Ngancar menggunakan
metode Ripple.
1.4.Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian, maka penelitian ini bermanfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Akademis yaitu sebagai syarat kelulusan Strata I jurusan Geografi
Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada. Penelitian dapat digunakan
sebagai sumber referensi tambahan bagi pengembangan sumberdaya air
serta penelitian-penelitian mengenai kinerja waduk dan kapasitas Waduk
Ngancar dalam upaya pemeliharaan waduk.
2. Manfaat Praktis yaitu penelitian mengenai waduk dan sumberdaya air
memiliki banyak aplikasi dan implementasi bagi pihak-pihak yang terkait.
Masyarakat sebagai pengguna sumberdaya air dapat memanfaatkan
informasi hasil penelitian dalam penerapannya untuk memenuhi kebutuhan
air irigasi. Memberikan informasi terkait kapasitas Waduk Ngancar dan
bahan pertimbangan untuk menentukan upaya konservasi sumberdaya air
dalam upaya menjaga kelestarian Waduk Ngancar. Pemerintah daerah
sebagai pemegang kebijakan dapat pula mengatur pengelolaan sumberdaya
air secara lebih efisien dan efektif bagi masyarakat melalui hasil penelitian
ini.
1.5.Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang mengkaji tentang Perhitungan Kinerja Waduk dan Evaluasi
Kapasitas Waduk Ngancar, Batuwarno, Wonogiri, Jawa Tengah ini didukung oleh
penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan berbagai
macam metode. S. Imam ahyudi (2002), meneliti tentang pengaruh sedimentasi
terhadap kapasitas dan operasional waduk: studi kasus Waduk Cacaban.
Penelitian dilakukan di Waduk Cacaban Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten
Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengukur elevasi
dasar dan luasan waduk, menganalisis tingkat sedimentasi, dan menganalisis
kapasitas tampung waduk. Metode yang digunakan untuk membandingkan hasil
pengukuran elevasi dasar waduk pada beberapa tahun menggunakan perhitungan
bathimetri dengan alat echosounding. Teknik analisis yang digunakan yaitu
analisis elevasi dan luasan waduk dengan membandingkan pengukuan bathimetri
tahun sebelumnya dengan pengukuran sekarang. Tingkat sedimentasi dianalisis
menggunakan tabel hasil pengukuran sedimen tahun sebelumnya dan digunakan
untuk perhitungan laju sedimentasi per tahun. Kapasitas tampung dianalisis
berdasarkan tingkat kebutuhan dan ketersediaan air di waduk yang digambarkan
dengan debit dan kebutuhan air irigasi. Hasil penelitian ini meliputi data teknis
Waduk Cacaban tahun 2002, volume sedimen dan laju sedimentasi per tahun,
debit banjir rencana, pola operasi waduk, dan pola pemberian air lahan irigasi.
Endang Purwati (2010), melakukan penelitian terkait analisis perbandingan
fluktuasi perubahan volume Waduk Penjalin dengan metode pemeruman dan
pengukuran elevasi muka air. Penelitian dilakukan di Waduk Penjalin, Kabupaten
Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui apakah
metode perhitungan volume dengan menggunakan pengukuran elevasi muka air
masih relevan digunakan pada Waduk Panjalin dan mengetahui perubahan volume
dari tahun 1972-2010. Metode yang digunakan yaitu pemeruman menggunakan
alat echo sounder untuk mengetahui data teknis waduk terbaru dan pengukuran
sudut sebagai jalur pemeruman menggunakan Theodoliy dan To. Analisis yang
dilakukan yaitu perhitungan volume waduk menggunakan rumus perhitungan
volume waduk berdasarkan data peta kontur waduk. Hasil pemeruman diolah
menjadi TIN dan kriging. Kapasitas tampung mati dianalisis berdasarkan hasil
perhitungan volume waduk. Analisis fluktuasi muka air dan perubahan volume
menggunakan garfik dan diagram. Hasil penelitian ini meliputi fluktuasi dan
perubahan volume serta elevasi Waduk Panjalin tahun 2007-2010 dan selisih luas
dan volume Waduk Panjalin. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian
yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Perbedaan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Peneliti Lakukan
Nama, Judul, Tahun,
Wilayah
Tujuan Metode Teknis Analisis Hasil Penelitian
Nama: S. Imam Wahyudi
Judul: Pengaruh
Sedimentasi Terhadap
Kapasitas dan Operasional
Waduk: Studi Kasus
Waduk Cacaban
Tahun: 2002
Wilayah: Waduk Cacaban,
Kecamatan
Kedungbanteng, Kabupaten
Tegal
1.Mengukur elevasi
dasar dan luasan
waduk
2.Menganalisis tingkat
sedimentasi
3.Menganalisis
kapasitas tampung
waduk
Membandingkan hasil
pengukuran elevasi
dasar waduk dengan
alat Echosounding.
Analisis elevasi dan luasan waduk
dengan membandingkan pengukuan
bathimetri tahun sebelumnya
dengan pengukuran sekarang.
Tingakat sedimentasi
dianalisismenggunakan tabel hasil
pengukuran sedimen tahun
sebelumnya dan digunakan untuk
perhitungan laju sedimentasi per
tahun. Kapasitas tampung dianalisis
berdasarkan tingkat kebutuhan dan
ketersediaan air di waduk yang
digambarkan dengan debit dan
kebutuhan air irigasi.
- Data teknis Waduk
Cacaban tahun
2002
- Volume sedimen
dan laju
sedimentasi per
tahun
- Debit banjir
rencana
- Pola operasi waduk
- Pola pemberian air
lahan irigasi
Nama: Rico Sihotang Menghitung banjir Perhitungan banjir Analisis hidrologi dilakukan - Hujan rancangan
Judul: Analisa Banjir
Rancangan dengan Metode
HSS Nkayasu pada
Bendungan Gintung
Tahun: 2011
Wilayah: Bendungan
Gintung, Kecamatan
Ciputat Timur, Kabuapaten
Tanggerang Selatan
rancangan
denganmetode HSS
Nakayasu
rancangan
menggunakan metode
HSS Nakayasu
dengan menggunakan
data hujan
dengan perhitungan curah hujan
wilayah menggunakan metode
isohyet, analisis curah hujan
rancangan menggunakan metode
Log Person III, uji probabilitas
menggunakan metode chi-kuadrat,
dan perhitungan debit banjir
rancangan menggunakan HSS
Nakayasu. Analisis menggunakan
grafik, diagram, dan tabel.
kala ulang 2, 5, 10,
25, 50, 100, 200,
500, dan 1000
tahun.periode
- Hidrograf banjir
rancangan
Bendungan Gintung
kala ulang 2, 5, 10,
25, 50, 100, 200,
500, dan 1000
tahun.
Nama: Endang Purwati
Judul: Analisis
Perbandingan Fluktuasi
Perubahan Volume Waduk
Penjalin Dengan Metode
Pemeruman dan
Pengukuran Elevasi Muka
Air
1. Mengetahui apakah
metode perhitungan
volume dengan
menggunakan
pengukuran elevasi
muka air masih
relevan digunakan
pada Waduk
Metode yang
digunakan yaitu
pemeruman
menggunakan alat
echo sounder untuk
mengetahui data
teknis waduk terbaru
dan pengukuran sudut
Analisis yang dilakukan yaitu
perhitungan volume waduk
menggunakan rumus perhitungan
volume waduk berdasarkan data
peta kontur waduk. Hasil
pemeruman diolah menjadi TIN
dan kriging. Kapasitas tampung
mati dianalisis berdasarkan hasil
- Fluktuasi dan
perubahan volume
serta elevasi Waduk
Panjalin tahun 2007-
2010
- Selisih luas dan
volume Waduk
Panjalin
Lanjutan
Tahun: 2010
Wilayah: Waduk Panjalin,
Kabupaten Brebes.
Panjalin.
2. Mengetahui
perubahan volume
dari tahun 1972-
2010.
sebagai jalur
pemeruman
menggunakan
Theodoliy dan To.
perhitungan volume waduk.
Analisis fluktuasi muka air dan
perubahan volume menggunakan
garfik dan diagram.
Nama:Sardi
Judul: Kajian Penanganan
Sedimentasi Dengan
Waduk Penampung
Sedimen Pada Bendungan
Serbaguna Wonogiri
Tahun: 2008
Wilayah: Waduk Wonogiri,
Kabupaten Wonogiri
Mengetahui besarnya
pengurangan
sedimen pada
Bendungan Serbaguna
Wonogiri
apabila dilakukan
penanganan berupa
pembuatan
waduk penampung
sedimen pada muara
Sungai Keduang
Metode yang
digunakan dengan
memodelkan transport
sedimen pada waduk
pada kurun waktu
tertentu. Pemodelan
menggunakan
software CCHE
MESH dan CCHE-
GUI. Model geometri
3 dimensi waduk
diperoleh dari hasil
pengukuran metode
bathimetri dan
Hasil bathimetri diolah
menggunakan software CCHE
MESH dan diperoleh geometri 3
dimensi dari waduk. Hasil
pengumpulan data sedimen
dianalisis menggunakan sediment
rating curve. Hasil pemodelan
dianalisis menggunakan tabel dan
- Model geometri 3
dimensi Waduk
Wonogiri
- Pengendapan
sedimen
menggunakan model
- Volume sedimen
- Kecepatan
sedimentasi
Lanjutan
Lanjutan
dilakukan pengolahan.
Nama: Iskahar
Judul: Analsis Pengaruh
Panjang Data Terhadap
Keandalan Waduk
Tahun: 2002
Wilayah: Waduk Kedung
OmboProvinsi Jawa
Tengah
Mendapatkan
gambaran tentang
pengaruh pajang data
terhadap nilai
keandalan (reliability)
pada Waduk Kedung
Ombo Jawa Tengah.
Metode stokastik
Thomas Fiering,
Hasil pengolahan data
menggunakan metode stokastik
Thomas Fiering digunakan untuk
perhitungan keandalan waduk
dengan metode simulasi dan
metode matriks probabilitas gould
- Hasil perhitungan
keandalan waduk
menggunakan
metode simulasi.
Hasilnya
memberikan
gambaran keandalan
waduk yang
berbeda-beda pada
setiap panjang dan
historis yang
berbeda.
- Hasil perhitungan
keandalan waduk
menggunakan
metode matriks
probabilitas gould
Lanjutan
memberikan
gambaran keandalan
yang tidak jauh
berbeda pada tiap
rangkaian data dan
historis yang
berbeda.
Nama: Azura Ulfa
Judul: Perhitungan Kinerja
Waduk dan Evaluasi
Kapasitas Waduk Ngancar,
Batuwarno, Jawa Tengah
Tahun:2016
Wilayah:Desa Selopur,
Kecamatan Batuwarno,
Kabupaten Wonogiri,
Provinsi Jawa Tengah.
1. Mengukur elevasi
dasar dan luas
Waduk Ngancar
menggunakan
metode bathimetri
dengan alat
echosounder.
2. Menganalisis
perubahan dan
fluktuasi elevasi
muka air serta
volume Waduk
Perhitunagn kinerja
waduk menggunakan
metode bathimetri
mengunakan alat
echosounder.
Pengukuran volume
waduk menggunakan
rumus perhitungan
volume waduk.
Pembuatan peta
topografi dasar waduk
menggunakan
Pengukuran topografi waduk
menggunakan metode bathimetri
dengan alat echosounder. Hasil
Pengukuran bathimetri di lapangan
di proses menggunakan software
surfer dan ArcGIS dan dibuat
menjadi topografi dasar waduk dan
3 dimensi Waduk Ngancar. Hasil
peta topogarfi digunakan untuk
pengukuran volume waduk, luas
genangan, dan elevasi yang
kemudian di buat lengkung
- Nilai defisit dan
surplus pada DAS
Temon yang
masuk ke Waduk
Ngancar
- Peta topografi dasar
Waduk Ngancar
- Peta 3 dimensi
Waduk Ngancar
- Nilai volume waduk
tahun 2016
- Volume sedimentasi
Lanjutan
Ngancar dari tahun
2011-2016.
3. Mengevaluasi
kapasitas tampung
Waduk Ngancar
menggunakan
metode Ripple.
software surfer dan
ArcGIS.
kapasitasnya, serta dibandingkan
dengan data teknis waduk tahun
sebeumnya untuk mendapatkan
perubahan elevasi dan fluktuasi
perubahan volume waduk. Hasil
perhitungan volume digunakan
untuk perhitungan volume
sedimentasi dan laju sedimentasi
waduk dalam bentuk tabel dan
grafik. Analsisi kapasitas waduk
menggunakan kurva massa dari
data volume sungai dan kebutuhan
irigasi sub-DAS Temon.
dan laju sedimentasi
Waduk Ngancar
- Grafik kapasitas
waduk tahun 2016
- Grafik lengkung
kapasitas
- Analisis kapasitas
waduk
menggunakan grafik
kurva massa
(Ripple)
Lanjutan
14
1.6.Tinjauan Pustaka
1.6.1. Siklus Hidrologi
Proses siklus hidrologi di permukaan Bumi berjalan secara terus menerus yang
membuat air menjadi sumberdaya alam yang dapat terbarui, maka secara umum
jumlah air di Bumi sama walau air terus dimanfaatkan oleh makhluk hidup untuk
berbagai kebutuhan. Jumlah air di Bumi sangat banyak baik dalam bentuk es, uap,
dan cair (Hadisusanto, 2010). Siklus hidrologi merupakan proses yang berlangsung
secara kontinyu. Air bergerak dari Bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke Bumi
lagi (Chow, 1998). Hujan yang jatuh sebagian tertahan oleh tumbuhan dan selebihnya
sampai ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah
akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas
permukaan tanah (suface runoff). Air yang meresap ke dalam tanah sebagian
mengalir di dalam tanah (perkolasi) yang kemudian keluar sebagai mata air atau
mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut, siklus ini berlangsung terus menerus.
Proses hidrologi dalam suatu DAS secara sederhana dapat digambarkan dengan
adanya hubungan antara unsur masukan yakni hujan, proses, dan keluaran yaitu
berupa aliran. Hujan akan menghasilkan aliran tertentu dan aliran ini selain
dipengaruhi oleh karakteristik DAS, juga sangat tergantung pada karakteristik hujan
yang jatuh. Karakteristik hujan meliputi tebal hujan, intensitas hujan, dan durasi
hujan, sedangkan karakteristik DAS meliputi topografi, geologi, geomorfologi, tanah,
penutup lahan/ vegetasi, dan pengolahan lahan serta morfometri DAS (Hadi, 2006).
1.6.2. Hujan
Curah hujan adalah ketebalan air hujan yang mencapai permukaan Bumi selama
selang waktu tertentu (Prawirowardoyo, 1996). Menurut Wisnusubroto (1986),
presipitasi merupakan air dalam bentuk padat maupun cair yang jatuh sampai ke
15
permukaan Bumi. Intensitas curah hujan merupakan jumlah curah hujan yang
dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada
satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya intensitas curah
hujan berbeda-beda tergatung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.
Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi
(Suroso, 2006). Terjadinya hujan tidak terlepas dari distribusi curah hujan baik secara
geografis dipengaruhi oleh letak lintang, posisi dan luas daerah, kedekatan dari
sumber air, efek geografis, dan ketinggian (Seyhan, 1977).
Hujan atau presipitasi merupakan faktor utama yang mengendalikan
berlangsungnya daur hidrologi dalam suatu wilayah DAS dan merupakan elemen
utama yang perlu diketahui mendasari pemahaman tentang kelembaban tanah, proses
resapan airtanah, dan debit aliran (Asdak, 2010). Hujan adalah titik-titik air yang
jatuh di permukaan Bumi dari awan melalui lapisan atmosfer, didahului dengan
pembentukan awan, penggabungan uap air yang berada di atmosfer melalui proses
kondensasi, sehingga terbentuk butir-butir air yang lebih berat dari gravitasi sehingga
akan jatuh dan berlangsung secara proses alam (Hadisusanto, 2010).
Secara garis besar tipe hujan dapat dikategorikan menjadi hujan konvektif, hujan
orografis, dan hujan frontal (Hadisusanto, 2010). Curah hujan rata-rata yang terjadi di
suatu wilayah, diperkirakan berdasarkan titik-titik pengamatan curah hujan. Stasiun
pengamat/ penakar hujan hanya memberikan tebal hujan di titik di mana stasiun
tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari titik
pengukuran tersebut. Hujan efektif (efective rainfall) atau hujan berlebihan (excess
rainfall) adalah bagian dari hujan yang menjadi aliran langsung di sungai. Hujan
efektif sama dengan hujan total yang jatuh di permukaan tanah dikurangi dengan
kehilangan air atau abstraksi yang meliputi air yang hilang karena terinfiltrasi,
tertahan dalam cekungan-cekungan di permukaan tanah (depression storage) dan
akibat adanya penguapan.
16
1.6.3. Sedimentasi
Tanah dan bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat yang
mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam satu
badan air secara umum disebut sedimen (Arsyad, 2012). Sedimen adalah hasil proses
erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya.
Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan
banjir, di saluran air, sungai, dan waduk (Asdak, 2010). Menurut Loebis et al (1993),
sedimentasi adalah menumpuknya bahan sedimendi suatulokasi akibat terjadinya
erosi baik erosi permukaan maupun erosi tebing yang terjadi di daerah tangkapan air
dan terbawa oleh aliranair sampai ke lokasi tersebut. Eksploitasi lahan yang
dilakukan di daerah tangkapan air dan mengabaikan aspek konservasi lahan dapat
merupakan penyebab terjadinya erosi tanah yang menjadi sumber bahan sedimen
yang akhirnya akan terbawa olehaliran air sampai di suatu lokasi dimana terjadi
sedimentasi. Berbagai faktor yang menjadi penyebab terjadinya sedimentasi menurut
Suripin (2000), diantaranya kondisi curah hujan, kondisi geologi, penutup lahan, tata
guna lahan, topografi, dan jaringan pematusan alam.
Sedimen yang terbawa oleh aliran secara umum terdiri dari dua model wash load
yang berasal dari daerah aliran sungai (DAS) dan bed load yang berasal dari alur
sungai. Wash load dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu berasal dari erosi
permukaan (sheet erosion) dan yang berasal dari erosi pada dinding alur sungai (bank
erosion) seperti pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Skema Asal Sedimen
(Sumber: Jansen et al., 1979)
Sedimentation
Wash Load Bed Load
Sheet Erosion Bank Erosion
17
1.6.4. Waduk
Waduk (Reservoir) adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya
bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan dan berbentuk pelebaran alur/
badan/ palung sungai (Standard Nasional Indonesia). Waduk memiliki 2 kategori
yaitu waduk penyimpanan yang secara umum berfungsi sebagai konservasi
sumberdaya air dan waduk distribusi yang berfungsi untuk mengalirkan air
Karakteristik fsik dari waduk meliputi fungsi utama waduk sebagai penyimpan air
dan karakteristik yang lebih penting adalah kapasitas waduk.
Waduk (reservoir) merupakan bangunan penampung air pada suatu daerah aliran
sungai yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian, perikanan, regulator air
(pengendali banjir), tanggul penampung air limpasan yang dialirkan oleh outlet ke
waduk agar tidak mengalir dan tergenang pada tempat di bawahnya dan dimanfaatkan
untuk air minum, serta pariwisata (Nursa’ban, 2008). Berdasarkan fungsinya, waduk
dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Waduk eka guna (single purpose)
Waduk eka guna adalah waduk yang dioperasikan untuk memenuhi satu
kebutuhan, misalnya kebutuhan air irigasi, air baku, atau PLTA. Pengoperasian
waduk eka guna lebih mudah dibandingkan waduk multi guna karena pada waduk
eka guna tidak akan terjadi konflik dalam pengoperasiannya atau dengan kata lain
tidak adanya konflik kepentingan. Pada waduk eka guna, pengoperasian yang
dilakukan hanya mempertimbangkan pemenuhan satu kebutuhan.
b. Waduk Multiguna (multi purpose)
Waduk multiguna adalah waduk yang berfungsi untuk memenuhi berbagai
kebutuhan, misalnya waduk yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, air
baku, dan PLTA. Kombinasi dari berbagai kebutuhan ini dimaksudkan untuk dapat
18
mengoptimumkan fungsi waduk dan meningkatkan kelayakan pembangunan suatu
waduk.
Karakteristik waduk yang diperlukan dalam penyusunan pola operasi suatu
waduk adalah data fisik waduk (lebar dan elevasi pelimpah, ada/ tidak adanya pintu
di atas pelimpah, data outlet dari waduk, data elevasi maksimum pengoperasian, data
tampungan mati, tampungan efektif) dan data hubungan antara elevasi-luas, dan
elevasi-volume yang diperoleh dari hasil pengukuran/ pemeruman kedalaman waduk
yang perlu dilakukan secara rutin.
Waduk memiliki beberapa bagian tampungan seperti pada gambar 1 yaitu
(Kinsley dan Franzini, 1979):
1. Pengukuran genangan normal adalah elevasi maksimm yang dicapai oleh
kenaikan permukaan waduk pada kondisi normal;
2. Permukaan genangan minimum adalah elevasi terendah yang dapat diperoleh bila
genangan dilepas pada kondisi normal;
3. Kapasitas berguna adalah volume tampungan yang terletak antara permukaan
genangan minimum dengan normal;
4. Kapasitas mati adalah volume tampungan air yang ditahan dibawah genangan
normal. Sedimen tidak boleh melewati batas tampungan mati apabila di bagian
atasnya terdapat alur buangan untuk air PLTA;
5. Kapasitas tambahan adalah volume tampungan yang hanya ada pada waktu banjir
dan tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya;
6. Tampungan tebing adalah kapasitas tebing dalam menahan tekanan air yang
dipengaruhi oleh kondisi geologis;
7. Tampungan lembah adalah tempat dimana air dan sedimen yang masuk dari
sungai alami ke sungai.
19
Gambar 1.2. Bagian-Bagian Tampungan di dalam Waduk
(Sumber: Kinsley dan Franzini, 1979)
1.6.5. Pengukuran Bathimetri
Bathimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi
tentang tiga dimensi waduk/ danau. Sebuah peta bathimetri umumnya menampilkan
relief lantai atau dataran dengan kontur-kontur yang disebut kontur kedalaman atau
isobath, dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi
permukaan. Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan utuk memperoleh
gambaran (model) benuk permukaan (topografi) dasar perairan. Proses penggambaran
dasar perairan tersebut sejak pengukuran hingga pengolahan serta visualisasi disebut
dengan survey bathimetri. Model bathimetri (kontur kedalaman) diperoleh dengan
menginterpolasikan titik-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model
yang ingin dibuat.
Terdapat 3 kegiatan utama yang harus dilakukan dalm survey bathimetri yaitu
penentuan posisi, kedalaman, dan pasang surut untuk koreksi kedalaman
(Djunarsyah, dkk, 2005). Penentuan posisi dilakukan untuk mengetahui posisi titik
yang diketahui kedalamannya menggunakan alat GPS. Prinsip dasar penentuan posisi
menggunakan GPS yaitu pengukuran jarak. Pengukuran kedalaman pada survey
bathimetri dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk mewakili keseluruhan daerah
yag dipetakan. Pada titik-titik ini juga ditentukan posisi ddari fiks pemeruman dan
pencatatan waktu saat pengukuran serta kedalaman. Titik-titik pengukuran kedalaman
berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang disebut sebagai lajur perum
20
(sounding line). Jarak antar titik fiks perum padasuatu lajur pemeruman setidak-
tidaknya sama dengan atau lebih rapat dari interval lajur perum.
Terdapat banyak metode untuk pengukuran kedalaman. Metode yang paling baik
dan akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode akustik. Metode ini
menggunakan gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100 Hz sehingga akan
mempertahankan kehilangan intentitasnya hingga kurang dari 10% pada kedalaman
100m. Alat yang digunakan dalam hal ini adalah echosounder (single dan multi
beam), prinsip kerjanya adalah pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang
akustik yang dipancarkan tranduser. Gelombang akustik tersebut merambat pada
medium air, dengan diketahui cepat rambat dan di dapatkan waktu tempuh
gelombang menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke tranduser, sehingga
dapat dihitung jarak (kedalaman) perairan tersebut (Djunarsyah, dkk, 2005).
1.6.6. Kapasitas Waduk
Kapasitas total waduk data direncanakan berdasar perhitungan volume tampungan
air tanpa adanya sedimentasi (Imam, 2002). Seiring berjalannya waktu
pengoperasian waduk, terjadi sedimentasi di areal genangan sehingga menyebabkan
berkurangnya kapasitas tampungan. Deskripsi berkurangnya kapasitas waduk
ditunjukkan pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3. Deskripsi Berkurangnya Kapasitas Waduk Akibat Sedimentasi
(Sumber: Mays et al., 1992)
Umur pelayanan waduk merupakan fungsi dari volume tampungan aktif (Ilyas et
al., 1991). Semakin menyusut volume tampungan aktif menandakan semakin pendek
21
umur pelayanan waduk. Penyusustan volume tampungan aktif lebih banyak
disebabkan oleh bertambahnya volume sedimen yang masuk ke dalam waduk.
Tampungan waduk/ kapasitas waduk secara umum dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
tampungan mati (dead storage) yang dialokasikan untuk tampungan sedimen,
tampungan aktif (active storage) yang dialokaiskan untuk tujuan konservasi, dan
tampungan tambahan untuk pengendalian banjir (flood control storage) (Kasiro et al.,
1997). Kapasitas waduk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
tergantung pada 3 faktor menurut Mc. Mahon (1978), yaitu variasi aliran sungai
(inflow), besarnya tingkat kebutuhan, dan tingkat keandalan waduk. Keandalan
didefinisikan sebagai besarnya peluang bahwa waduk akan mampu memenuhi
kebutuhan yang direncanakan sepanjang masa operasinya tanpa adanya kekurangan
(Linsey, 1996). Analsis tampungan waduk/ kapasitas waduk dapat dihitug dengan
berbagai metode baik yang sederhana maupun yang kompleks. Menurut Mc. Mahon
analisis tampungan waduk dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Metode periode kritik
2. Metode Moran dan kawan-kawan
3. Metode pembangkitan data stokastik
Periode kritik didefinisikan sebagai periode yang dimulai pada saat waduk penuh
sampai batas minimum operasi (MOL= Minimum Operation Level) yang pertama
kali, tanpa adanya limpasan selama perode itu, sedangkan U.S. Army Corps Of
Enggineers mendefinisikan periode kritik sebagai perode antara kondisi waduk penuh
ke kondisi batas minimum operasi (MOL = Minimum Operation Level). Kemudian
ke kondisi penuh lagi yang disebut The Critical Drawdown Period. Periode kritik
menurut Mc. Mahon yaitu periode yang dimulai dari kondisi saat waduk penuh dan
berakhir saat batas minimum operasi yang pertama kali (Mc. Mahon dan Mein,
1978). Seperti yang disajikan pada Gambar 1.4 berikut.
22
Gambar 1.4. Diagram Periode Kritik Menurut Mc. Mahon
(Sumber: Mc. Mahon dan Mein, 1978)
Perhitungan kapasitas waduk pada periode kritik meliputi metode Ripple (Mass
Curve), Simulasi, Dincer, Gould gamma. Metode Ripple atau kurva massa ditemukan
oleh Ripple (1883) untuk menghitung besarnya kapasitas tampung reservoir yang
memadai pada tingkat kebutuhan air tertentu (efektif untuk kebutuhan air yang
konstan). Metode kurva massa/ Ripple diagram adalah plotting debit kumulatif
waduk dengan kemiringan kuva massa adalah nilai inflow (S) pada waktu tertentu.
Kemiringan kurva permintaan (D) atau imbuhan adalah kebutuhan air. Penelitian ini
menggunakan kebutuhan air irigasi. Debit kumulatif (V) dapat digambarkan sebagai
berikut:
∫
Analisis kurva massa dilakukan dengan melihat perbedaan antara garis (b+) yang
bersinggungan dengan garis permintaan (D) ditarik pada titik tertinggi dan titik
terendah dari kurva massa (S) memberikan tingkat penarikan dari waduk selama
perode kritis. Nilai kumulatif maksimum antara garis singgung adalah kapasitas
penyimpanan yang diperlukan (active storage). Jika diasumsikan bahwa reservoir
penuh dimulai dari periode kering maksimum, maka jumlah air yang diambil dari
penyimpanan adalah perbedaan kumulatif antara inflow dan outflow atau permintaan
23
volume mulai dari musim kemarau, sehingga penyimpanan S yang dibutuhkan
adalah:
(∑ ∑ )
Penyimpanan S yang merupakan kekurangan kumulatif maksimal di setiap musim
kemarau diperoleh sebagai perbedaan maksimum dalam ordinat antara kurva massa
inflow dan outflow. Nilai S terbesar pada periode kering berbeda merupakan volume
penyimpanan minimum yang diperlukan oleh reservoir. Berikut adalah grafik yang
menggambarkan metode kurva massa dan grafik analisis kurva massa pada Gambar
1.5.
Gambar 1.5. Metode Kurva Massa dan Analisis Kurva Massa
(Sumber: Ripple, 1883)
1.6.7. Kebutuhan Air Irigasi
Air merupakan kebutuhan dasar manusia. Menurut Notodihardjo (1982) dalam
Kartiwa (2010), kebutuhan air adalah jumlah air yang dipergunakan oleh manusia
untuk keperluan rumah tangga, pertanian, industri, perikanan, pembentukan tenaga
hidrologi, navigasi, dan rekreasi. Menurut Dyah (2000) dalam Samidjo (2014),
24
kebutuhan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi ke dalam tiga
kelompok besar, yaitu kebutuhan domestic, pertanian, dan industri. Sejalan dengan
pertambahan penduduk di Indonesia, maka kebutuhan air akan meningkat pula baik
di daerah perkotaan maupun pedesaan. Kebutuhan air terbesar di Indonesia terjadi di
pulau jawa dan Sumatra karena kedua pulau ini mempunyai jumlah penduduk dan
industri yang cukup besar.
Menurut Kartiwa (2010), besar kebutuhan air untuk irigasi sebenarya tidak sama
antara daerah yang satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tanah,
iklim, dan jenis tanaman atau prosedur operasionalnya, namun besarnya kebutuhan
air irigasi tidak akan terlalu besar. Oleh karena itu diperlukan suatu buku pedoman
untuk keseragaman cara perhitungan dan menetapkan besaran angka-angka elemen-
elemen perhitungan kebutuhan air untuk irigasi.
Kebutuhan air irigasi sebagian besar dipasok oleh air permukaan yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti klimatologi, kondisi tanah, koefisien tanaman,
pola tanam, pasokan yang diberikan, luas daerah irigasi, efisiensi irigasi, dan jadwal
tanam. Kebutuhan air untuk sawah irigasi ditetapkan 1 liter/detik/ha. Angka ini bila
dikonversi dalam mm menjadi 1200 mm/ tahun, jika sawah tersebut hanya sekali
panen dalam satu tahun. Jika dua kali panen dalam satu tahun maka kebutuhan airnya
menjadi 2400 mm/tahun. Jika pada lahan tersebut diselingi palawija (1 kali padi dan 1
kali palawija) maka kebutuhan airnya menjadi 2000 mm/th (Dumairi, 1992).
1.7.Kerangka Pikir Penelitian
Waduk dibangun dengan membendung sebagian dari aliran permukaan (runoff)
pada daerah pengaliran sungai (DPS) hulu dengan konstruksi bendungan (dam)
melintang alur sungai. Prinsip dari penandon/ penampung waduk dilakukan pada
periode debit aliran masuk (inflow) yang lebih besar dari permintaan (outflow), jadi
selama periode kebutuhan relatif rendah. Sumberdaya air yang berada di waduk
25
dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, kebutuhan air untuk irigasi dan perkebunan, kebutuhan air untuk
industri, pariwisata, dan perikanan. Air yang berada di waduk mengalami
penambahan yang berasal dari air hujan (presipitasi), debit inflow dari sungai,
infiltrasi, dan mengalami pengurangan yang berasal dari evaporasi dan
evapotranspirasi .
Rusaknya area tanggapan air pada waduk menyebabkan sedimen yang terbawa
oleh aliran sungai masuk ke waduk dan mengendap di dasar waduk. Perubahan
penggunaan lahan pada area sekitar waduk menyebabkan peningkatan erosi dan
peningkatan sedimen yang masuk ke waduk. Sedimentasi yang tinggi di dasar waduk
menyebabkan pengurangan volume waduk sehingga waduk akan menjadi cepat
kering saat musim kemarau dan banjir saat musim penghujan, hal ini disebabkan oleh
waduk tidak dapat menampung volume air yang besar saat musim penghujan.
Pengurangan volume waduk kemudian diteliti dengan menghitung kapasitas
waduk dari data hasil echosounding tahun 2016 yang menghasilkan data topografi
waduk yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung volume waduk, luas
genangan, dan elevasi muka air. Dihasilkan grafik lengkung kapasitas waduk yang
digunakan untuk menganalisis perubahan elevasi muka air waduk. Kapasitas waduk
dianalisis menggunakan metode Ripple dari data volume sungai dan volume
kebutuhan irigasi Waduk Ngancar dari tahun 2008-2015. Dihasilkan grafik komulatif
volume waduk dan kebutuhan irigasi dalam bentuk kurva massa waduk. Selanjutnya
dilakukan evaluasi dengan membandingkan hasil pengukuran kapasitas waduk tahun
2016 dan data awal dan dihasilkan volume sedimen serta laju sedimentasi di Waduk
Ngancar tahun 2016. Dilakukan analisis perubahan fluktuasi volume Waduk Ngancar
dari data teknis terdahulu dan hasil pengukuran tahun 2016 dan dihasikan perubahan
volume efektif waduk dari tahun 1946 hingga 216 dan diketahui penyusutan volume
dari 2 periode 1946-2011 sera 2012-2015. Hasil analisis digunakan untuk
perencanaan pengelolaan, pemeliharaan, dan pengembangan sumberdaya air di
26
Waduk Ngancar oleh pemerintah dan badan yang berwenang. Berikut adalah
kerangka pemikiran pada penelitian ini yang disajikan pada Gambar 1.6.
Gambar 1.6. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
1.8.Batasan Istilah
Air : Semua air yang terdapat di alam dan berasal dari sumber-sumber
air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah,
tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut
(Asdak, 2010)
Sungai : Tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air
mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya
serta sepanjang pengalirannya oleh garis sepadan (Hadisusanto,
2011)
Kerusakan Daerah
Tangkapan Air Erosi dan Sedimentasi Perubahan Penggunaan
Lahan Sekitar Waduk
Pengdangkalan
Waduk
Perhitungan volume
waduk tahun 2016
Analisis Kapasitas
Waduk
27
Sedimen : Hasil dari proses sedimentasi yang terdiri dari erosi, transportasi,
pengendapan, dan pemadatan (Suroso, Anwar, dan Moh Candra,
2007)
Laju sedimentasi : Jumlah sedimen dari sungai yang masuk ke tampungan dalam satu
periode waktu tertentu (Morris and J, 1997)
Waduk (reservoir): merupakan bangunan penampung air pada suatu daerah aliran
sungai yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian,
perikanan, regulator air (pengendali banjir), tanggul penampung air
limpasan yang dialirkan oleh outlet ke waduk agar tidak mengalir
dan tergenang pada tempat di bawahnya dan dimanfaatkan untuk air
minum, serta pariwisata (Nursa’ban, 2008).
Kapasitas waduk : Volume total waduk yang meliputi volume active storage, in
active sorage, dan dead storage (Mc. Mahon dan Mein, 1978).
Active Storage : Volume waduk yang dapat digunakan untuk memenuhi salah satu
atau lebih tujuan pembangunannya (pengairan PLTA, pengendalian
banjir) (Mc. Mahon dan Mein, 1978).
Dead storage : Volume waduk aktif yang digunakan untuk mengontrol
(meredam) banjir yang terjadi (Mc. Mahon dan Mein, 1978).
Kebutuhan Air : Kebutuhan air yang digunakan dalam penelitian ini hanya
kebutuhan air irigasi karena fungsi waduk sebagai sumber air untuk
kebutuhan irigasi sawah (Notodihardjo, 1982).